INSTRUMEN PENELITIAN A. PENGERTIAN INSTRUMEN PENELITIAN Sugiyono (2014:133) menyatakan bahwa instumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Secara lebih detail Arikunto (2013:203) menjelaskan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Senada dengan pendapat tersebut, Riduwan (2013:25) berpendapat bahwa instrumen penelitian merupakan alat bantu peneliti dalam pengumpulan data, mutu instrumen akan menentukan mutu data yang dikumpulkan, sehingga tepatlah dikatakan bahwa hubungan instrumen dengan data adalah sebagai jantungnya penelitian yang saling terkait. Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian agar data lebih mudah diolah dan menghasilkan penelitian yang berkualitas. Data yang telah terkumpul dengan menggunakan instrumen akan dideskripsikan, dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian. Instrumen memiliki peranan penting di dalam penelitian. Sukardi (2013:75) menyatakan bahwa fungsi dari intrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sedang mengumpulkan informasi dilapangan. Menurutnya, pembuatan intrumen dalam penelitian kuantitatif merupakan bagian dari kegiatan yang harus dibuat secara intensif sebelum peneliti memasuki lapangan atau sebagai kelengkapan proposal. Berbeda dengan penelitian kualitatif, pada penelitian kualitatif intrumen penelitian dapat dibuat ketika penelitian berlangsung agar sesuai dengan penelitian di lapangan. B. JENIS-JENIS INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen penelitian dapat berupa instrumen pengumpulan data baku yang telah tersedia maupun instrumen data yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Untuk dapat mengembangkan instrumen, peneliti perlu memahami jenis-jenis instrumen. Pembahasan tentang jenis instrumen tidak akan terlepas dari jenis metode pengumpulan data karena ada beberapa nama instrumen penelitian yang sama dengan metodenya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Arikunto
(2013:193) & Riduwan (2013:25) bahwa beberapa instrumen memiliki nama yang sama dengan metodenya, antara lain adalah sebagai berikut ini. a. Instrumen untuk metode tes adalah soal tes b. Instrumen untuk metode observasi adalah pedoman observasi atau panduan pengamatan dan juga check list c. Instrumen untuk metode dokumentasi adalah pedoman dokumentasi atau check list Menurut Arikunto (2000:134); Margono (2010:159); & Sanjaya (2013:274), kaitan antara metode dan instrumen pengumpulan data secara lebih detail dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data No. 1.
Jenis Metode Angket (questionnaire)
2.
Wawancara (Interview)
3.
Pengamatan/Observasi (observation)
4.
Ujian atau Tes (test)
5.
Dokumentasi
a. b. c. d. a. b. c. a. b. c. d. e. f. g. a. b. a. b.
Jenis Instrumen Angket (questionnaire) Daftar cocok (checklist) Skala (scala) Inventori (inventory) Pedoman wawancara (interview guide) Daftar cocok (checklist) Peralatan mekanis Lembar pengamatan Panduan pengamatan Panduan observasi (observation sheet atau observation schedule Catatan anekdot (anecdotal record) Skala penilaian (rating scale) Peralatan mekanis Daftar cocok (checklist) Soal ujian (soal tes) Inventori (inventory) Daftar cocok (checklist) Tabel
Secara garis besar, instrumen dibedakan menjadi dua, yaitu tes dan non tes. Menurut Arifin (2014:226) instrumen tes memiliki sifat mengukur, sedangkan instrumen nontes memiliki sifat menghimpun. Instrumen tes terdiri dari beberapa jenis, seperti tes tertulis, lisan, dan tindakan. Instrumen nontes terdiri dari angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, peralatan
mekanik, daftar check, skala dan lain sebagainya. Jenis-jenis instrumen tersebut diuraikan sebagai berikut ini. 1. Tes Menurut Arifin (2014:226), tes merupakan suatu tehnik pengukuran yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden. Instrumen tes dapat dibedakan menjadi berbagai macam, diantaranya disajikan dalam tabel berikut. Aspek Fungsi Bidang Psikologi Jumlah peserta Cara penyusunan Aspek kemampuan Bentuk
Jenis Tes Tes prestasi belajar, tes penguasaan, tes bakat, tes diagnostik, tes penempatan, tes formatif, dan tes sumatif. Tes intelegensia umum, tes kemampuan khusus, tes prestasi belajar, dan tes kepribadian Tes kelompok dan tes perseorangan Tes baku atau standar (standardized test) dan tes nonstandar Tes kemampuan dan tes kecepatan Tes tulis (objektif, uraian terbatas, dan uraian bebas), tes lisan, dan tes perbuatan.
Dari berbagai jenis tes tersebut, menurut Arifin (2014:227), salah satu bentuk tes yang paling sering digunakan adalah tes tulis objektif. Tes objektif ini dapat berbentuk tes benar salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, atau jawaban singkat. Menurutnya, tes ini memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut ini.
a. Ruang lingkup item luas dan bisa mencakup seluruh materi b. Dapat menghindari kemungkinan jawaban spekulatif dalam ujian. c. Jawaban bersifat mutlak sehingga penilaian menjadi lebih objektif d. Koreksi dapat dilakukan oleh siapa saja e. Pemberian skor mudah dan cepat f. Korektor tidak terpengaruh dengan baik atau buruknya tulisan g. Tidak mungkin ada dua orang responden yang jawabannya sama, tetapi skornya berbeda Disamping kelebihan, tes bentuk ini juga memiliki kelemahan (Arifin, 2014;228), yaitu sebagai berikut ini. a. Sulit dalam mengonstruksi soal. b. Membutuhkan waktu yang lama. c. Ada kemungkinan responden mencontoh jawaban orang lain dan berpikir pasif
d. Umumnya hanya mampu mengukur proses-proses mental yang dangkal.
2. Nontes Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:33) menyatakan bahwa instrumen non tes lebih komprehensif, tidak hanya menilai aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif, dan psikomotorik. Instrumen ini meliputi berbagai macam jenis, yaitu sebagai berikut ini. a. Angket (Questioner) Menurut Arifin (2014:228), angket adalah instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan untuk menjaring data atau informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan pendapatnya. Menurutnya, angket terdiri dari beberapa bentuk yaitu sebagai berikut ini. 1) Terstruktur, yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan jawaban. Bentuk ini meliputi tiga bentuk, yaitu (a) bentuk jawaban tertutup, yaitu pada setiap pertanyaan sudah tersedia berbagai alternatif jawaban; (b) bentuk jawaban tertutup tetapi pada bagian terakhir diberikan alternatif jawaban secara terbuka untuk memberikan kesempatan pada responden menjawab secara bebas; dan (c) bentuk jawaban bergambar, yaitu memberikan jawaban dalam bentuk gambar. 2) Tak berstruktur, yaitu angket yang memberikan jawaban secara terbuka, responden bebas menjawab pertanyaan tersebut. Angket ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam, tetapi kurang dapat dinilai secara objektif. Jawaban tidak dapat dianalisis secara statistik sehingga kesimpulannya hanya merupakan pandangan yang bersifat umum.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam menyusun dan
menyebarkan angket menurut Arifin (2014:229); Sanjaya (2013:259); & Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:33) adalah sebagai berikut ini. 1) Berikan pengantar dan petunjuk pengisian angket dengan jelas. Tuliskan maksud pengedaran angket, jaminan kerahasiaan jawaban dan ucapan terima kasih. 2) Buat pertanyaan yang tepat sasaran. 3) Setiap pertanyaan dirumuskan secara jelas, menggunakan bahasa yang baik, benar, jelas, singkat, dan mudah dimengerti oleh responden.
5
4) Hindari penggunaan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan. 5) Hindari pertanyaan berlaras dua, yaitu mengandung pertanyaan yang lebih dari satu persoalan. Apabila ada dua item persoalan, sebaiknya dibuat menjadi dua butir. 6) Hindari pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban yang diinginkan peneliti. 7) Jika terdapat angket yang tidak dikembalikan, maka peneliti harus membagikan lagi angket itu kepada responden yang lain sebanyak angket yang tidak dikembalikan. 8) Apabila ada kata-kata yang memerlukan penekanan, sebaiknya diberi tanda seperti menebalkan huruf atau menggaris bawahi atau menuliskan dengan warna yang berbeda. 9) Angket disusun dengan sebaik dan semenarik mungkin agar responden tertarik untuk mengisinya. Penggunaan angket memiliki kelebihan, yaitu sebagai berikut ini. 1) Responden dapat menjawab dengan bebas dan waktu relatif lama sehingga obektifitas dapat terjamin. 2) Informasi atau data lebih mudah dianalisis karena itemnya homogen. 3) Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari responden yang jumlahnya cukup banyak. Angket juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut ini. 1) Ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain. 2) Hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat. 3) Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada b. Daftar Cek (check list) Daftar cek merupakan suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek yang diamati. Melalui daftar cek, peneliti dapat mencatat tiap-tiap kejadian penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya dicantumkan dalam datar cek. Observer tinggal memberikan tanda cek (√) pada tiap-tiap aspek sesuai dengan pengamatannya. Daftar cek memiliki manfaat untuk membantu peneliti dalam mengingat apa yang harus diamati. Daftar cek juga memberikan informasi kepada stakeholder. Namun peneliti juga harus
6
mempertimbangkan kemungkinan perilaku penting lain yang belum tercakup dalam daftar cek. Dengan kata lain peneliti tidak perlu terlalu kaku dalam menggunakan daftar cek. c. Pedoman Wawancara Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan responden. Instrumen yang digunakan untuk melakukan wawancara adalah pedoman wawancara. Menurut Creswell (Sudaryono, Margono, & Rahayu, 2013:35), pedoman wawancara berisi tentang uraian penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan agar proses wawancara dapat berjalan dengan baik. Isi pertanyaan mencakup fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah atau variabel yang dikaji dalam penelitian. Menurut Arifin (2014:233) & Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:37), teradapat tiga bentuk pertanyaan wawancara yang dapat disusun dalam pedoman wawancara, yaitu sebagai berikut ini. 1) Terstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pedoman wawancara ini disusun secara rinci. Pertanyaan ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret. 2) Tidak terstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga responden bebas menjawab pertanyaan. Pedoman wawancara hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Jenis ini digunakan untuk mengungkap perasaan, pikiran, dan alasan tingkah laku. 3) Campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang terstruktur ada pula yang bebas. Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:36) bagi peneliti yang sudah berpengalaman pedoman wawancara hanya berupa pertanyaan pokok atau inti saja. Dalam pelaksanaan wawancara, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi. Bagi peneliti pemula atau para mahasiswa, pedoman wawancara memuat pertanyaan pokok yang disusun dengan lebih rinci.
7
Kriteria penulisan pertanyaan dalam pedoman wawancara menurut Kerlinger (2014:777) adalah sebagai berikut ini. 1) Pertanyaan berfungsi untuk memancing informasi yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis atau pertanyaan penelitian. 2) Pemilihan tipe pertanyaan yang sesuai. 3) Pertanyaan jelas dan tidak mengandung tafsir majemuk. Hindari pertanyaan yang memuat lebih dari satu gagasan. 4) Hindari pertanyaan yang menggiring responden untuk memberikan alternatif jawaban tertentu. 5) Mempertimbangkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh responden. 6) Pertanyaan yang menuntut ihwal yang bersifat pribadi, kepekaan, dan kontroversial diletakkan di bagian belakang setelah tercapai keakraban. 7) Menghindari
pertanyaan
yang
mengarahkan
responden
untuk
mengungkapkan sentimen-sentimen yang hanya dipandang baik secara sosial saja. d. Pedoman Observasi Observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Salah satu instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi adalah pedoman observasi. Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:39) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, pedoman observasi hanya berupa garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan yang akan diobservasi. Rincian dari aspek-aspek yang diobservasi dikembangkan di lapangan dalam proses pelaksanaan observasi. Dalam penelitian kuantitatif, pedoman observasi dibuat lebih rinci, dalam penelitian tertentu pedoman observasi dapat berbentuk check list. Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:39), minimal terdapat dua format observasi untuk penelitian kuantitatif, yaitu (1) berisi butir-butir pokok kegiatan yang akan diobservasi, dalam pelaksanaan pengamat membuat deskripsi singkat berkenaan dengan perilaku yang diamati; dan (2) berisi butir-butir kegiatan yang mungkin diperlihatkan oleh individu-individu yang diamati. Pedoman observasi dapat pula disusun dalam bentuk skala.
8
e. Pedoman Dokumentasi Dokumen yang digunakan dalam penelitian dapat berupa dokumen yang sudah ada maupun dokumen yang dirancang selama penelitian. Menurut Arifin (2014:243), dokumen merupakan bahan-bahan tertulis, misalnya silabus, program tahunan, program bulanan, program mingguan, rencana pelaksanaan pembelajaran, catatan pribadi siswa, buku raport, kisikisi, daftar nilai, lembar soal atau lembar tugas, lembar jawaban, dan lain sebagainya. Dokumen dapat juga berbentuk dokumen yang terkait dengan kondisi lingkungan sekolah, data guru, data siswa, dan organisasi sekolah. Trianto (2011:268) menyatakan bahwa bentuk instrumen dokumentasi terdiri dari dua macam, yaitu pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya dan check list yang memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Pada pedoman dokumentasi, peneliti cukup menuliskan tanda centang dalam kolom gejala, sedangkan pada check list peneliti memberikan tally pada setiap pemunculan gejala.
f. Catatan anekdot (anecdotal record) Catatan anekdot biasanya digunakan dalam tehnik observasi. Menurut Margono (2010:159) catatan ini digunakan untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian. Catatan ini dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Catatan berupa bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian. g. Catatan berkala (insidental record) Catatan ini biasanya digunakan dalam tehnik observasi. Menurut Margono (2010:159) pencatatan dilakukan menurut urutan waktu munculnya suatu gejala tetapi tidak dilakukan secara terus menerus, hanya pada waktu tertentu, dan terbatas pada jangka waktu yang ditetapkan pada pengamatan. h. Peralatan mekanis Menurut Margono (2010:159) peralatan mekanis digunakan untuk merekam proses observasi, wawancara, atau kegiatan penelitian yang lain. Peralatan mekanis yang biasa digunakan meliputi kamera dan recorder. Hasil rekaman dapat berupa video, foto, rekaman suara, kaset, dan lain-lain.
9
i. Skala Kerlinger (2014:775) menyatakan bahwa skala adalah sehimpunan butir verbal yang pada setiap butirnya dijawab oleh responden dengan menyatakan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuannya, atau menjawab dengan cara lain. Butir-butir skala mempunyai alternatif tertentu dan menempatkan responden pada titik tertentu di skala tersebut. Skala yang digunakan dalam penelitian meliputi berbagai macam, diantaranya adalah sebagai berikut ini. 1) Skala sikap Arifin (2014:236) menyatakan bahwa sikap menunjuk pada perbuatan atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Untuk mengukur sikap, perlu memperhatikan tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi (kecenderungan bertindak). 2) Skala minat Minat merupakan dorongan atau aktivitas mental yang dapat merangsang perasaan senang terhadap sesuatu. Minat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Berminat tidaknya seseorang terhadap sesuatu dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain perhatian, perasaan, motivasi dan sikap (Arifin, 2014:241). 3) Skala penilaian (rating scale) Skala ini banyak digunakan dalam observasi. Perilaku manusia, baik sikap, aktivitas, maupun prestasi belajar timbul dalam tingkat-tingkat tertentu sehingga perlu skala penilaian. Arifin (2014:242) menyatakan bahwa skala ini tidak hanya melihat ada atau tidaknya onjek yang diamati, tetapi juga mengukur intensitas fenomena yang disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan. Menurutnya, skala penilaian memiliki beberapa kelemahan yaitu, halo effects, generousity affects, and carry-over effects. Halo effects merupakan kelemahan yang timbul jika observser terpikat oleh kesan-kesan umum yang baik pada responden tetapi tidak menyelidiki kesan-kesan umum tersebut. Generosity effects timbul jika ada keinginan untuk berbuat baik.
Carry-over effects timbul jika observer tidak dapat memisahkan satu fenomena dengan fenomena yang lain.
10
D. SKALA PENGUKURAN DALAM INSTRUMEN PENELITIAN Dalam pengukuran penelitian, variabel yang bersifat kualitatif berskala nominal, sedangkan variabel kuantitatif berskala ordinal, interval atau rasio. Sementara penggunaan instrumen skala dimaksudkan untuk menjaring data yang berskala interval. Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:45) menyatakan bahwa skala biasanya digunakan untuk mengecek dan menetapkan nilai suatu faktor kualitatif dalam ukuran-ukuran kuantitatif. Hampir sama dengan pendapat tersebut, Sugiyono (2016:133) menyatakan bahwa skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval dan rasio yang ada dalam alat ukur sehingga akan menghasilkan data kuantitatif. Skala bertujuan untuk menempatkan individu pada titik tertentu pada kontinum kesepakatan dengan sikap yang ditanyakan (Kerlinger, 2014:795). Beberapa skala yang digunakan dalam penelitian terdiri dari skala Likert, skala Guttman, rating scale, semantic deferential dan skala Tunderstone. Masing-masing diuraikan sebagai berikut ini. 1. Skala Likert (Skala Tingkat Sumatif) Skala Likert digunakan untuk mengukur persepsi atau sikap seseorang. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang digunakan sebagai titik tolak dalam menyusun butir-butir instrumen (Sugiyono, 2016:134). Pada skala Likert setiap butir instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Arifin (2014:236) menyatakan bahwa model skala Likert yang dapat digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1. Mengggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek sikap yang dinilai, seperti 1, 2, 3, 4, dan seterusnya. 2. Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap, seperti selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah dan tidak pernah. 3. Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Dapat juga menggunakan istilah sangat setuju, setuju, tidak tahu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. 4. Menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan kedudukan seperti sangat rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi.
11
5. Menggunakan kode bilangan atau huruf, misalnya “selalu” diberi kode 5, “kadang-kadang” (4), “jarang” (3), “jarang sekali” (2), dan “tidak pernah” (1). Sukardi (2013:147) menyatakan bahwa pilihan interval yang digunakan dapat bermacam-macam. Peneliti juga dapat menentukan apakah pilihannya berjumlah ganjil atau genap. Namun, berdasarkan pengalaman pada beberapa penelitian di Indonesia, kebanyakan responden cenderung memberikan pilihan jawaban pada kategori tengah karena alasan kemanusiaan sehingga akan menyebabkan kesulitan bagi peneliti dalam membuat kesimpulan. Untuk mengatasi hal ini, peneliti dianjurkan membuat tes skala Likert dengan menggunakan banyak pilihan genap.
Likert (Arifin, 2014:237) memberikan petunjuk agar skala Likert berkualitas, yaitu sebagai berikut ini: 1) pernyataan harus menggambarkan perilaku yang diinginkan dan bukan menyatakan suatu fakta, 2) pernyataan harus jelas, singkat, terarah, dan tidak mempunyai tafsiran ganda, 3) diusahakan supaya kecenderungan jawaban tidak terhimpun di satu ujung kontinum, tetapi sebagian berada di ujung lain, dan sebagian lagi terletak di tengah kontinum arah sikap tersebut, 4) keseluruhan perangkat skala sikap hendaknya mencakup dua kelompok pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pertanyaan negatif untuk menghindari jawaban yang strereotip dari responden, 5) setiap pertanyaan harus mengandung satu variabel sikap dan tidak boleh lebih. Instrumen dengan skala ini dapat dibuat dalam bentuk check list ataupun pilihan ganda. Berikut ini disajikan contoh skala Likert. No 1 2
Pernyataan
SS
Alternatif Jawaban S R TS STS
Matematika merupakan mata pelajaran favorit saya. Saya tidak senang dengan mata pelajaran matematika.
dst Matematika merupakan mata pelajaran favorit saya. a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju 12
Misalnya angket tersebut diberikan pada 50 responden. Salah satu cara menganalisis angket tersebut adalah sebagai berikut ini (Sugiyono, 2016:137). Analisis jawaban butir 1. 12 orang menjawab SS 20 orang menjawab S 5 orang menjawab R 10 orang menjawab TS 3 orang menjawab STS Jumlah total
= 12 x 5 = 20 x 4 =5x3 = 10 x 2 =3x1
= 60 = 80 = 15 = 20 =3 = 178
-
Jumlah skor ideal untuk seluruh item 5 x 50 = 250
-
Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian = 178
-
Tingkat persetujuan 50 responden terhadap mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran favorit adalah = 178250 × 100% = 71,2 % dari 100 %.
-
Secara kontinum dapat digambarkan sebagai berikut ini. STS
TS
RG
S
SS
50
100
150
200
250
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 50 responden, skor 178 terletak pada daerah mendekati setuju. 2. Skala Guttman (Skala Kumulatif) Skala ini mirip dengan skala Likert. Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:33) menyatakan bahwa skala ini digunakan untuk menjawab suatu permasalahan yang bersifat tegas dan konsisten. Menurut Sugiyono (2016:139) pada skala ini hanya ada dua interval, yaitu setuju atau tidak setuju, ya atau tidak, pernah atau tidak pernah, positif atau negatif, dan lain sebagainya. Skala ini juga dapat digunakan dalam bentuk pilihan ganda maupun bentuk check list. Berikut ini disajikan contoh skala Guttman. No 1.
Pernyataan
Alternatif Jawaban S TS
Penguasaan Matematika sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain.
Penguasaan Matematika sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain. a. Setuju b. Tidak Setuju
13
Menurut Sugiyono (2016:141), analisis pada skala ini seperti pada Likert. Jawaban setuju diberi skor 1 dan jawaban tidak setuju diberi skor 0. 3. Semantik Defferensial (Perbedaan Semantik) Skala ini untuk mengukur sikap. Berbeda dengan skala Likert dan Guttman, skala ini tidak berbentuk pilihan ganda atau check list tetapi tersusun dalam satu garis kontinum. Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:53) menyatakan bahwa skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar, seperti panas-dingin, populer-tidak populer, baik-tidak baik, dan lain sebagainya. Jawaban sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri, atau sebaliknya. Dengan kata lain, skala ini dikonstruksi dengan memilih kata-kata sifat yang berpasangan untuk menggambarkan dimensi evaluatif. Pasangan kata-kata tersebut biasanya ditampilkan dengan tujuh skala kategori jawaban. Responden diminta untuk memberikan tanda (X) pada salah satu skala yang menggambarkan keadaan yang paling sesuai. Berikut ini disajikan contoh skala semantik defferensial. Penilaian terhadap pembelajaran matematika. 1. 2. 3. 4. 5.
Menyenangkan Sulit Bermanfaat Buruk Menantang
7 7 7 7 7
6 6 6 6 6
5 5 5 5 5
4 4 4 4 4
3 3 3 3 3
2 2 2 2 2
1 1 1 1 1
Membosankan Mudah Sia-sia Baik Menjemukan
Data dapat diinterpretasikan sebagai berikut ini. Netral Negatif
1
2
3
4
5
6
7
Positif
4. Rating Scale (Skala Penilaian) Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:53) menyatakan bahwa pada skala penilaian, penilai atau responden memberi angka pada suatu kontinum di mana individu atau objek akan ditempatkan. Pada ketiga skala sebelumnya, data yang diperoleh adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Dalam skala ini, data yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang
14
disediakan. Dengan demikian skala ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap, tetapi juga mengukur persepsi responden terhadap fenomena lain seperti status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Berikut disajikan contoh instrumen skala penilaian terhadap kualitas dosen.
No Item Pertanyaan 1. Kesiapan memberikan kuliah. 2. Ketertiban penyelenggaraan perkuliahan. 3. Kejelasan penyampaian materi. Pemanfaatan media dan teknologi 4. pembelajaran. 5. Pemberian umpan balik terhadap tugas.
5 5 5
Skor 4 3 4 3 4 3
2 2 2
1 1 1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket yang diberikan kepada 40 responden, data dapat ditabulasikan seperti tabel berikut. No
Jawaban Responden untuk item nomor
Responden 1 2 3
1 5 3 4
2 4 5 3
3 3 4 2
4 4 1 1
5 2 3 3
3
3 Jumlah
1
2
3
Jumlah 18 16 13
⋮
40 -
Jumlah skor kriterium maksimal = 5 x 5 x 40 = 1000
-
Jumlah skor hasil pengumpulan data = 790
-
Kualitas dosen menurut 40 responden = 1000790 × 100% = 79% dari 100%.
-
Secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut.
12 790
STB
TB
C
B
SB
200
400
600
800
1000
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 40 responden, skor 790 terletak pada daerah mendekati baik. 5. Skala Tunderstone (Equal Appearing Interval Scale) Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:53) menyatakan bahwa skala ini meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda. Hasil akhirnya berupa sehimpunan butir pertanyaan sikap yang dapat digunakan untuk memberikan skor
15
sikap kepada individu (Kerlinger, 2014:796). Setiap butir diberi nilai skala yang menunjukkan kekuatan sikap yang terkandung di dalam butir. Pada umumnya, setiap butir mempunyai asosiasi nilai terurut antara 1 sampai 10. Artinya setiap butir memiliki nilai skala yang berbeda-beda, tetapi nilai-nilai tersebut tidak diketahui oleh responden. Berikut ini disajikan contoh penggunaan skala Tunderstone. Petunjuk: Pilihlah 5 pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda terhadap pelajaran matematika dengan cara memberikan tanda cek ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( (
) 1. Saya senang belajar Matematika. ) 2. Saya pasrah terhadap ketidakberhasilan saya dalam Matematika. ) 3. Penguasaan Matematika akan sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain. ) 4. Jika ada pelajaran kosong saya lebih suka belajar matematika. ) 5. Saya merasa asing jika ada teman yang membicarakan matematika. ) 6. Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya dalam matematika. ) 7. Pelajaran Matematika sangat menjemukan. ) 8. Matematika adalah mata pelajaran favorit saya. ) 9. Belajar Matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif. ) 10. Pelajaran Matematika tidak menantang. Kriteria penilaian setiap butir dan nilai akhir adalah sebagai berikut ini. No. Item Pertanyaan
1
2
3
4
5 6
7
8
9
10
Nilai
8
3
7
10
2 9
1
5
6
4
Nilai tertinggi :
6+7+8+9+10
Nilai terendah :
=8
1+2+3+4+5
5
=3
5
Contoh hasil rekapitulasi data responden A yang memilih butir 1, 3, 4, 6, dan 8. No. Item Pertanyaan
1
Jawaban Responden
1
2 3
4
5
Nilai
8
7 10
9
5
Nilai = 7+10+9+8+5 = 7,8
2
3 4
5
6
7
8
9 10
5
Kesimpulan: Responden A mempunyai respon yang tinggi dalam pelajaran Matematika
16
E. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN Pemilihan tehnik pengumpulan data dan instrumen penelitian yang digunakan perlu dipertimbangkan dengan baik karena setiap tehnik pengumpulan data dan instrumen penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam melaksanakan suatu penelitian biasanya digunakan lebih dari satu metode atau instrumen agar dapat saling menutupi kelemahan. Sugiyono (2016:172) menyarankan pertimbangan penggunaan tehnik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut ini. 1. Angket digunakan bila jumlah responden banyak, dapat membaca dengan baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia. 2. Observasi digunakan bila obyek penelitian bersifat perilaku manusia, proses kerja, gejala alam, dan responden atau lingkupnya kecil. 3. Wawancara digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam dan jumlah responden sedikit. 4. Gabungan ketiganya digunakan bila ingin mendapatkan data yang lengkap, akurat,
dan konsisten. Di samping itu, Sanjaya (2014:255) mengungkapkan bahwa angket digunakan jika jumlah responden yang dijadikan sebagai sumber cukup banyak sehingga tidak mungkin digunakan dengan cara lain, angket juga digunakan apabila ingin menggali pendapat atau opini responden tentang isu-isu yang sedang berkembang, dan biasanya permasalahan yang digali adalah permasalahan yang terbatas. Selain pertimbangan tersebut, Arikunto (2013:207) menyatakan bahwa secara garis besar pemilihan metode penelitian dan instrumen pengumpulan data dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu tujuan penelitian, sampel penelitian, lokasi, pelaksana, biaya, waktu, jenis data yang dibutuhkan, tehnik analisis, serta faktorfaktor pendukung dan penghambat lainnya. Margono (2010:155-157) memberikan penjelasan yang lebih rinci dalam mempertimbangkan pemilihan dan penyusunan instrumen penelitian, antara lain sebagai berikut ini. 1. Masalah dan variabel yang diteliti harus jelas dan spesifik sehingga dapat menetapkan jenis instrumen yang akan digunakan dengan mudah. 2. Sumber data atau informasi dan jumlah keragamannya harus diketahui terlebih dahulu sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistematika, dan item dalam instrumen penelitian.
17
3. Keterampilan instrumen sebagai alat pengumpul data, baik dari keajegan, kesahihan maupun objektivitasnya. 4. Jenis data yang diharapkan dari penggunaan instumen harus jelas, peneliti dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian. 5. Mudah dan praktis digunakan dan dapat menghasilkan data yang diperlukan. Arifin (2014:224) menyatakan bahwa dalam mengukur suatu variabel penelitian, seorang peneliti dapat menyusun sendiri instrumen penelitian. Namun, dalam hal-hal tertentu, peneliti dapat menggunakan instrumen yang telah ada, yaitu berupa instrumen baku atau yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Peneliti juga dapat menggunakan instrumen yang sudah ada, yang disusun berdasarkan suasana sosial budaya asing. Pemakaian instrumen yang telah ada tersebut tidak luput dari kriteria yang dikenakan pada instrumen dan juga harus dilakukan pengujian mutu instrumen sesuai dengan kriteria yang dimaksud. Menurut Arifin (2014:225) jika ingin menyadur instrumen baku yang dikembangkan dalam bahasa asing, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut ini. 1. Menelaah instrumen asli dengan mempelajari panduan umum (manual) instrumen dan butir-butirnya. Hal ini dilakukan untuk memahami konstruksi variabel yang diukur, kisi-kisi, butir-butir, dan cara penafsiran jawaban. 2. Menerjemahkan
setiap
butir
instrumen
ke
dalam
Bahasa
Indonesia.
Penerjemahan ini harus dilakukan oleh dua orang secara terpisah. 3. Memadukan kedua terjemahan tersebut oleh orang ketiga. 4. Menerjemahkan kembali ke dalam bahasa asalnya. Hal ini untuk mengetahui kebenaran penerjemahan. 5. Memperbaiki butir instrumen apabila diperlukan. 6. Menguji pemahaman subyek terhadap butir instrumen. 7. Menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Jika instrumen dikembangkan oleh peneliti sendiri, terdapat langkah-langkah pengembangan instrumen yang hampir baku. Menurut Sumadi (2014:53); Margono (2010 155-157); & Arifin (2014:244), secara umum langkah-langkah pengembangan instrumen adalah sebagai berikut ini.
18
1. Pengembangan spesifikasi instrumen Spesifikasi instrumen adalah rancangan pokok (grand design) instrumen. Semua kegiatan dalam pengembangan instrumen dilakukan berdasar spesifikasi tersebut sehingga spesifikasi harus dibuat secara hati-hati. Spesifikasi harus memuat semua hal yang akan dilakukan secara spesifik. Hal-hal yang perlu dimuat adalah (a) wilayah yang direkam, (b) dasar konseptual atau teoritis yang akan digunakan sebagai landasan, (c) subjek yang akan diambil datanya, (d) tujuan pengambilan data, (e) materi instrumen, (f) tipe butir pertanyaan atau pernyataan,
(g) jumlah butir pertanyaan dan pernyataan, (h) kriteria seleksi butir pertanyaan atau pernyataan yang dianggap baik. Pada tahap ini juga dilakukan analisis variabel penelitian, yaitu mengkaji variabel yang menjadi subpenelitian sejelas-jelasnya, sehingga indikator tersebut bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan. Peneliti menetapkan jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel, subvariabel dan indikatorindikatornya. Satu variabel bisa diukur oleh satu jenis instrumen atau lebih. 2. Membuat kisi-kisi atau layout instrumen Kisi-kisi berisi lingkup materi pertanyaan, abilitas yang diukur, jenis pertanyaan, banyak pertanyaan dan waktu yang dibutuhkan. Lingkup materi pertanyaan didasarkan pada indikator variabel. Artinya setiap indikator akan menghasilkan beberapa lingkup isi pertanyaan dan abilitas yang diukur. Abilitas yang dimaksudkan adalah kemampuan yang diharapkan dari subjek yang diteliti. 3. Penulisan butir-butir pertanyaan atau pernyataan Pada tahap ini, peneliti menyusun butir atau pertanyaan yang sesuai dengan jenis instrumen yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi. Jumlah pertanyaan bisa dibuat lebih dari yang telah ditetapkan sebagai indikator pada kisi-kisi. 4. Telaah dan revisi butir-butir pertanyaan atau pernyataan Butir-butir pertanyaan dan pernyataan harus ditelaah secara cermat apakah sudah sesuai dengan yang dirancangkan atau apakah perlu direvisi. Telaah dan revisi butir-butir pertanyaan dan pernyataan dilakukan oleh team, akan lebih baik apabila diselenggarakan dalam kegiatan seperti seminar, agar butir-butir pertanyaan dan pernyataan itu dapat dicermati dari berbagai aspeknya. Aspekaspek utamanya adalah (a) kesesuaian dengan spesifikasi, (b) kesesuaian dengan
19
landasan teoretis, (c) kesesuaian dengan format yang dilihat dari sudut ilmu pengukuran, (d) ketepatan bahasa yang digunakan dengan melihat dari sudut bahasa baku dan subjek yang memberikan respon. 5. Penyusunan butir-butir pertanyaan atau pernyataan ke dalam perangkat instrumen Dalam penyusunan butir-butir pertanyaan, masing-masing pertanyaan bebas satu sama lain atau respon subjek penelitian terhadap suatu pertanyaan tidak boleh mempengaruhi responnya terhadap pertanyaan yang lain. Peneliti juga melengkapi instrumen dengan petunjuk pengisian dan pengantar. 6. Uji coba instrumen Instrumen yang dibuat sebaiknya diuji coba. Uji coba dilakukan untuk memperoleh informasi awal mengenai kualitas instrumen yang dikembangkan. Karaktristik subjek uji coba harus sama dengan karakteristik subjek penelitian. 7. Analisis uji coba Hasil uji coba dianalisis dengan cara menguji kualitas setiap butir pertanyaan atau pernyataan. Analisis butir pertanyaan (atribut kognitif) mencari informasi mengenai distribusi respons, taraf kesukaran, dan daya beda. Analisis butir pernyataan (atribut non-kognitif) mencari informasi mengenai distribusi respons dan daya beda butir pernyataan. 8. Pengujian reliabilitas dan validitas instrumen Realibilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil pengumpulan data jika instrumen digunakan oleh seseorang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan atau jika instrumen itu digunakan oleh orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau waktu yang berlainan. Dari hasil reliabilitas, instrumen dapar dipercaya atau dapat diandalkan. Sementara untuk menguji validitas terdapat tiga macam cara, yaitu validitas isi, validitas construct, dan validitas kriteria.
9. Penentuan perangkat akhir instrumen Berdasarkan hasil analisis didapatkan butir-butir yang sesuai dengan spesifikasi. Kemudian disusun menjadi perangkat akhir instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Pada tahap ini, instrumen direvisi, misalnya dengan membuang intrumen yang tidak perlu, menggantinya dengan yang baru atau perbaikan isi, redaksi, tata letak dan bahasa.
20
F. CONTOH INSTRUMEN PENELITIAN Contoh Instrumen Penelitian Pengembangan.
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN POP-UP MATH BOOK BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VII SMP NEGERI 16 KOTA JAMBI oleh: Rhomiy Handican (A1C211065)-Universitas Negeri Jambi 2015 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat di identifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengembangan media pembelajaran Pop-up math book dalam pembelajaran matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi 2. Bagaimana persepsi siswa terhadap penggunaan Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi? 3. Bagaimana pencapaian siswa melalui hasil belajar dengan menggunakan Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi?
Tujuan Pengembangan Tujuan dari Penelitian pengembangan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Untuk menghasilkan media Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi. 2. Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap penggunaan media Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi. 3. Untuk mengetahui pencapaian siswa melalui hasil belajar dengan menggunakan Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi.
21
Model Pengembangan Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ADDIE. Model ini sesuai dengan namanya terdiri dari lima tahap utama yaitu (A)nalisis, (D)esign, (D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation yang dilakukan dengan tahap yang sistematik. Tabel 3.1 tabel ADDIE (R.M. Branch. 2009 : 3)
Analyze
Develop
Implement
Verifikasi
Menghasilkan
Menyiapkan
Menilai
performa yang
produk dan
lingkungan
kualitas produk
diinginkan dan
memvalidasi
belajar dan
pembelajaran
metode
produk
mengikutser
dan prosesnya,
pelaksanaan
pengujian yang tepat
penelitian pembelajaran
-ta peserta didik
sebelum dan sesudah implementasi
1. Memvalidasi
1. Mengadakan
1. Uji Coba
1. Menyiapk
1. Level 1
Perorangan 2. Uji Coba Kelompok Kecil 3. Uji Coba Lapangan
-an guru 2. Menyiapk -an siswa
persepsi 2. Level 2
K mengidentifikasi O alasan kemungkinan N untuk sebauh S E kesenjangan P
P R O S E D U R
Design
Kesenjangan inventaris yang Pelaksanaan dibutuhkan 2. Menetapkan 2. Menyusun Tujuan Tujuan 3. Menganalisis Pelaksanan Pembelajar atau 4. Sumber daya yang pengembangan tersedia 3. Menghasilkan 5. Membuat Strategi Rencana Kerja Pengujian
Evaluate
pengetahuan
3. Level 3 pelaksanaan
PENUTUP Instrumen penelitian merupakan salah satu komponen penting dalam penelitian. Instrumen penelitian dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian agar data lebih mudah diolah dan memperoleh hasil penelitian yang berkualitas. Dalam mengembangkan instrumen, peneliti perlu mengetahui jenis-jenis instrumen yang dapat digunakan dalam penelitian. Secara umum, jenis-jenis instrumen dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu instrumen tes dan non tes. Masing-masing jenis tersebut masih memiliki berbagai macam jenis. Selain jenis instrumen, peneliti juga perlu mempertimbangkan skala pengukuran yang akan digunakan dalam penyusunan instrumen. Dengan demikian peneliti dapat menyusun instrumen penelitian yang berkualitas dengan mengikuti beberapa langkah penyusunan instrumen.
41
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. (2014). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Rosdakarya. Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Kerlinger, F. N. (2014). Asas-asas Penelitian Behavioral (Edisi Ketiga). (L. R. Simatupang, Terjemahan). Yogyakarta: Gajah mada University Press. Margono, S. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan, Komponen MKDK. Jakarta: Riena Cipta. Mustafa, Z. (2013). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta : Graha Ilmu. Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana. Sudaryono, Margono, G, & Rahayu, W. (2013). Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta Sukardi. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sumadi, S. (2014). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo. Trianto. (2011). Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan tenaga Kependidikan (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana.
42