INSTRUMEN EVALUASI BIMBINGAN DAN KONSELING Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu Prof.Edi Purwanta,M.Pd & Dr.Ali Muhtadi
Disusun oleh:
Lambertus K. Anjuangan
15713251015
Mia Audina Ananda
15713251033
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
INSTRUMEN EVALUASI BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pengertian evaluasi bimbingan dan konseling Evaluasi adalah sebuah proses bagi penyediaan informasi bagi para pengambil keputusan (Gibson & Michell, 2011: 580). Menurut badrujaman dalam bukunya (2014:15-17) Tayler memandang evaluasi sebagai bagian proses penentuan arah mengaktualisasikan tujuan pendidikan. Tayler menganggap evaluasi merupakan proses membandingkan antara tujuan yang ditetapkan dengantujuan yang dapat dicapai. Scriven mendefinisikan evaluasi sebagai proses mengumpulkan dan mengkombinasikan data performance dengan seperangkat tujuan yang telah ditetapkan. Stake mendefinisikan evaluasi sebagai proses menggambarkan dan memberikan penilaian pada program pendidikan. Comitte memberikan penekanan mengenai evaluasi program pendidikan pada tiga hal (1) evaluasi merupakan proses sistematis yang terus menerus, (2) proses ini terdiri dari tiga langkah yakni pertama, menyatakan pertanyaan yang menuntut suatu jawaban dan informasi spesifik untuk digali, kedua adalah membangun data yang relevan, dan ketiga adalah menyediakan informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan, (3) evaluasi memberikan dukungan pada proses mengambil keputusan. Dari bebarapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling sebagai proses pemberian penilaian terhadap keberhargaan dan keberhasilan program bimbingan dan konsseling yang dilakukan melalui pengumpulan data, pengolahan data, serta analisis data yang akan dijadikan dasar untuk membuat keputusan.
B. Perbedaan evaluasi program BK dengan Mata Pelajaran Berdasarkan pengertian evaluasi program
BK
yang telah dibahas kita dapat
mengidentifikasi beberapa karakteristik evaluasi program BK dengan evaluasi hasil belajar mata pelajaran.
Perbedaan evaluasi program BK dengan evaluasi hasil belajar mata pelajaran
Karakteristik
Evaluasi program BK
Evaluasi
hasil
belajar
mata
pelajaran Aspek yang dievaluasi
Perencanaan
(tujuan
dan Hasil
strategi
yang
digunakan),
proses, serta hasil Pemberian nilai
Kepada program
Kepada siswa
Bentuk nilai
Tidak harus skor
Harus skor
Instrument
yang Multi
digunakan
instrument
(angket, Tunggal (tes hasil
inventori,
pedoman belajar)
wawancara,
pedoman
observasi, dan lainnya) Keputusan yang diambil
Program
efektif/kurang Lulus/remedial
efektif/tidak
efektif/perlu
diperbaiki/dsb
Persamaan evaluasi program BK denga evaluasi hasil belajar mata pelajaran Karakteristik
Evaluasi hasil belajar
Evaluasi program BK
mata pelajaran
Pengumpulan data, pengolahan data, Tahapan evaluasi
analisis
data,
dan
pengambilan
keputusan Evaluator
Guru BK
Pengumpulan
data,
pengolahan
data,
analisis
data,
dan
pengambilan keputusan Guru mata pelajaran
C. Tujuan evaluasi program BK Tujuan dilakukan evaluasi program bimbingan dan onseling yakni 1. Memperbaiki praktik penyelenggaraan program BK. Pada sisi untuk memperbaiki program, evaluasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengungkap berbagai kelebihan dan kelemahan program.Tahap pertama memperbaiki sesuatu adalah menyadari hal yang akan diperbaiki. Perbaikan tidak akan dapat dilakukan ketika tidak dapat mendeteksi dimanakah bagian program yang lemah. Setelah kelemahan dapat dideteksi, selanjutnya kita dapat mengetahui informasi mengenai factor-faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.Berdasarkan informasi yang diperoleh itulah, konselor dapat melakukan perbaikan dan pengembangan program.
2. Meningkatkan akuntabilitas program BK dimata stakeholder seperti guru, kepala sekolah, orang tua, dan terutama siswa. Pada sisi akuntabilitas, evaluasi membuat para stakeholder yang memiliki kepentingan berkenaan dengan penyelenggaraan program BK memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada program dan personil BK. Program yang akuntabel adalah program yang dapat memberikan penjelasan kepada stakeholder dissekolah mengenai mengapa satu program dilaksanakan dan mengapa rogram yang lain tidak ddilaksanakan. Selain itu, program yang akuntabel adalah program yang dapat diketahui sejauhmana pencapaian dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.Ketika konselor dapat memberikan informasi tersebut maka kepercayaan stakeholder menjadi meningkat.
D. Prinsip-prinsip evaluasi BK Karena evaluasi adalah proses untuk menilai efektifitas program, evaluasi paling berguna ketika dilakukan berdasarkan kerangka prinsip-prinseip bimbingan. Tujuh prinsip bimbingan diantaranya (Gibson & Michell, 2011: 582-584)adalah 1. Evaluasi yang efektif membutuhkan pengenalan terhadap tujuan-tujuan program. Sebelum program evaluasi dilakukan, sangat esensial kalau tujuan program tersebut bisa diidentifikasikan dengan jelas.Tujuan program mestinya dinyatakan dalam terminologi yang jelas dan terukur. Prinsip ini menunjukkan kalau program konseling mestinya dievaluasi berdasarkan seberapa baik mengerjakan apa yang dirancang untuk dilakukan. 2. Evaluasi yang efektif mensyaratkan kriteria pengukuran yang sahih. Ketika tujuan program teridentifikasi dengan jelas, kriteria yang sahih untuk mengukur gerak maju terhadap tujuan mestinya sudah bisa diidentifikasi.Pengembangan kriteria sangat penting kalau ingin evaluasi sahih dan bermakna. Dengan kata lain, tujuan yang dinyatakan secara buram dan kriteria yang dinyatakan kurang jelas akan mengurangi efektifitas evaluasi program. 3. Evaluasi program yang efektif bergantung kepada pengaplikasian yang sahih pengukuran kriteria. Kriteria yang valid untuk mengukur kemajuan program kearah kearah tujuan yang diinginkan harus sudah ditetapkan.Validitas pada akhirnya bergantung pada kepada pengaplikasian yang sahih.Hal ini mengimplikasikan evaluasi yang efektif terhadap semua program yanf
semestinya melibatkan, disemua kasus, individu yang kompeten secara professional dalam teknik evaluasi maupun pemahaman program. Sering kali kriteria evaluasi yang efektif diabaikan ditangan evaluator yang hanya memiliki pengetahuan semu tentang peran dan fungsi yang tepat dari program BK. 4. Evaluasi program mestinya melibatkan semua pihak yang terkait. Evaluasi terhadap program BK melibatkan mereka yang menjadi partisipan atau yang terpengaruh atau yang berkaitan dengan program.Ini mencakup, sebagai tambahan bagi staf konseling, administrator program, pengguna layanan dan sesekali anggota komunitas dan lembaga-lembaga pendukung.Kontribusi utama evaluasi yang efektif harus dating dari mereka yang memiliki pengetahuan sesssungguhnya dan terlibat dalam program. Pengevaluasi eksternal dari lembaga-lembaga pemerintah, asosiasi pengakreditasi atau lembaga-lembaga pendidikan yang lain, tentunya membantu
namum mereka bukan satu-satunya penyedia
evaluasi. 5. Evaluasi yang bermakna mensyaratkan umpan balik dan terobosan. Jika hasil evaluasi digunakan bagi perbaikan program dan pengembangannya barulah proses evaluasi jadi bermakna. Asumsi ini, kalau begitu, merupakan hasil dari evaluasi program apapun yang tersedia bagi pihak-pihak yang peduli dengan manajemen dan pengembangan program. Diasumsikan juga kalau manajer program dan stafnya akan menggunakan hasil-hasil ini bagi perencanaan, pengembangan dan pengambilan keputusan program dimas depan. 6. Evaluasi paling efektif jika program adalah proses yang berkesinambungan dan terencana. Pendekatan ini mungkin memampukan staf program mengidentifikasikan kelemahan yang perlu diperbaiki segera atau pencapaian yang segera digaris bawahi.Artinya, evaluasi memerlukan perencanaan yang spesifik dan tanggung jawab yang dirancang baik bagi evaluasi kemajuan program dan kajian tahunan atau semi tahunan yang lebih ekstensif. 7. Evaluasi menitikberatkan pada hal-hal yang positif. Seringkali evaluasi dilihat sebagai proses yang mengancam karena dimaksudkan untuk membngkar kelemahan yang perlu segera diperbaiki atau pencapaian yang mestinya diraih. Jika evaluasi program adalah untuk menyediakan hasil yang paling bermakna, maka harus dilakukan dengan semangat yang positif, dimaksudkan untuk memfasilitasi program dan menyoroti kekuatan dan kelemahannya.
E. KRITERIA EVALUASI PROGRAM BK Sebuah
program
akan dikatakan
berhasil dan
sukses apabila
memenuhi kriteria
keberhasilan yang ditetapkan. Membahas mengenai kriteria keberhasilan sebagai patokan evaluasi tidak akan terlepas membahas standar, dan indikator. Makna ketiga konsep tersebut tentunya tidak sama, akan tetapi memiliki kaitan satu dengan yang lainnya. Mutrofin & Hadi (2006:77) menjelaskan kriteria merupakan karakteristik program yang dianggap basis penting untuk melakukan riset evaluasi pada program tersebut. Pendapat ini senada dengan apa yang disampaikan oieh Winkel & Hastuti (2006: 825) bahwa kriteria adalah patokan dalam evaluasi program. Berbeda dengan kriteria, standar memiliki penekanannya pada pertanyaan "seberapa banyak kriteria penting telah mencukupi?" Sementara indikator merujuk pada ukuran yang digunakan untuk mengumpulkan data sehubungan dengan performansi nilai kriteria (valued criteria). Kriteria merupakan karakteristik program yang dianggap sebagai basis relevan dan penting untuk melakukan riset evaluasi. Pemberian nilai pada kriteria didasarkan pada keyaldnan, pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, dan hasil kajian teoritis. Menetapkan kriteria sebagai patokan dalam evaluasi program memang tidak mudah. Schmidt (1999:264) menjelaskan empat (4) cara untuk menentukan kriteria dalam evaluasi outcome, yaitu menggunakan pencapaian
melalui persentase, membandingkan pencapaian siswa yang
mengikuti program dan yang tidak mengikuti program, menanyakannya pada siswa, orang tua, atau guru, serta dengan membandingkan skor pre-test dan post-test. Gysbers (2006: 338) mengatakan bahwa tidak ada aturan yang keras dan cepat untuk menghasilkan sebuah standard performance. Meskipun tidak ada aturan yang keras, akan tetapi biasanya standar tersebut dihasilkan melalui penilaian ahli berdasarkan pengalaman anggota staf. Winkel & Hastuti (2006) menjelaskan bahwa kriteria dapat ditentukan berdasarkan ciri yang melekat dalam program bimbingan tersebut, baik eksternal maupun internal.
F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EVALUASI PROGRAM BK Evaluasi dalam program bimbingan dan konseling didasarkan pada dua program besar dalam layanan yang diselenggarakan, yaitu bimbingan dan konseling. Kedua program ini, meskipun berkaitan akan tetapi memiliki karakteristik yang khas. Suparto (1986) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil guna bimbingan adalah kedudukan layanan bimbingan dan fasilitas yang ada,
serta sikap anggota staf sekolah terhadap layanan bimbingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi basil guna konseling adalah tafsiran tentang konseling sebagai kegiatan profesional, keadaan para konselor yang ditugaskan di sekolah dalam hal orientasi profesional pengalaman, dan
mutu
kerjanya, serta bantuan dan kerjasama di antara semua anggota staf sekolah, terutama guru. Gysbers (2006) mengemukakan bahwa dalam membantu pendekatan yang berorientasi pada perbaikan dalam evaluasi program, premis dasar di bawah ini penting untuk dipahami, yaitu; 1. konselor sekolah harus terlibat secara personal dalam mengevaluasi program mereka. 2. evaluasi program yang diadakan pada barisan depan implementasi penting untuk menentukan sasaran yang sesuai dan kompetensi siswa yang dilayani dalam program. 3. evaluasi pada banyak segi dalam prosesnya akan melibatkan observasi terhadap perilaku, wawancara, menelaah produksi media, rekaman lain, focus group discussion (FGD), forum terbuka, Survei, pengukuran yang terstandar, penilaian ahli, serta telaah teman (peer review) 4. evaluasi program akan sukses apabila didukung oleh administrator, diadakan oleh konselor sekolah dengan berkolaborasi dengan yang lain, yang menjadi customernya. Selain pemahaman akan premis dasar tersebut, Winkel dan Hastuti (2006:580) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil guna bimbingan adalah kedudukan layanan bimbingan dan fasilitas yang ada, serta sikap anggota staf sekolah terhadap layanan bimbingan. Myrick (2003) mengemukakan bahwa. terdapat 5 alasan mengapa guru BK tidak melakukan evaluasi program Bimbingan dan Konseling. Kelima alasan tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya. Kelima alasan guru BK tidak melakukan evaluasi meliputi; guru BK tidak memiliki waktu, guru BK tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan, adanya ketakutan guru BK terhadap akuntabilitas, perasan nyaman guru BK dengan apa yang ada, serta persepsi guru BK bahwa hasil sulit untuk diukur.
G. Objek Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling Dunia bimbingan dan konseling merupakan bidang yang berkembang se cara dinamis. Ilmu pengetahuan mengenai bimbingan dan konseling juga berkembang dari tahun ke tahun dan dekade ke dekade. Perubahan dalam sebuah bidang kajian tentunya harus disikapi secara rensponsif oleh profesi di bidang tersebut, sebagai bentuk kekinian (up to date) layanan profesional yang diselenggarakan.
Di Indonesia, kita sudah sangat terbiasa dengan model pola 17 atau model pola 17+. Selama puluhan tahun kita menggunakan model tersebut di sekolah. Walaupun beberapa waktu belakangan, banyak kalangan baik praktisi maupun pakar bimbingan konseling melihat adanya kelemahan pada model pola 17 atau 17+. Untuk itu, para ahli kemudian mulai mengembangkan model yang dikenal awalnya sebagai model bimbingan konseling perkembangan yang kemudian terkenal dengan model bimbingan konseling komprehensif. Perkembangan ini 1 kemudian diteruskan oleh ABKIN sebagai organisasi profesi untuk membuat pedoman pelaksanaan. BK di sekolah yang mengakomodir model tersebut.
Meskipun terdapat
perbedaan pada beberapa model BK di sekolah—pola 17 atau pola 17+ atau BK Komprehensif—tetapi inti kegiatan dari model tersebut tetap sama yaitu dua kegiatan utama, kegiatan bimbingan dan kegiatan konseling.
1. Program Bimbingan Program bimbingan dan konseling yang ada di sekolah memiliki berbagai program, baik dalam program kegiatan layanan, maupun dalam program satuan pendukung. Salah satunya adalah program layanan bimbingan kelompok yang sering juga disebut sebagai program bimbingan atau istilah yang sekarang banyak digunakan adalah layanan dasar (guidance curriculum). Dalam rangka itu, penting membahas lebih dalam mengenai program bimbingan atau bimbingan kelompok atau layanan dasar(guidance curriculum) tersebut. Layanan Bimbingan kelompok sebagaimana yang dijelaskan pada dasarnya memiliki banyak persamaan dengan konsep kurikulum bimbingan yang disampaikan oleh Gysbers & Henderson, sehingga bimbingan kelompok dapat pula disebut sebagai layanan dasar (guidance curriculum). Untuk lebih memahami pengertian bimbingan kelompok atau program bimbingan atau layanan dasar(guidance curriculum), maka perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai macam-macam bimbingan. a. Macam-Macam Bimbingan Pelayanan bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan formal terlaksana dengan mengadakan sejumlah kegiatan bimbingan. Seluruh kegiatan itu terselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan (guidance program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode tertentu, misalnya semesteran atau satu tahun ajaran. Program bimbingan yang diselenggarakan dapat
juga dibedakan berdasarkan bentuk bimbingan, sifat bimbingan, dan ragam bimbingan. Bentuk bimbingan menunjuk pada jumlah orang yang diberi layanan bimbingan. Bilamana siswa yang dilayani hanya satu orang, maka digunakan istilah bimbingan individual atau bimbingan perseorangan. Bilamana siswa yang dilayani lebih dari satu orang, maka digunakan istilah bimbingan kelompok, baik kelompok kecil, agak besar, dan besar. Sifat bimbingan menunjuk pada suatu tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan bimbingan, apakah itu mendampingi siswa dalam perkembangan yang sedang berjalan agar berlangsung seoptimal mungkin, atau apakah membantu siswa memperbaiki proses perkembangan yang telah mengalami salah jalur agar kemudian berlangsung lebih balk, atau apakah bimbingan bertujuan membantu siswa dalam membekali agar lebih siap menghadapi tantangan di masa depan. Ragam bimbingan menunjuk pada bidang kehidupan tertentu atau aspek perkembangan tertentu yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan bimbingan. Ragam bimbingan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, meliputi; bimbingan akademik, karier, dan bimbingan pribadisosial. Ketiga bagian tersebut sesungguhnya saling terkait satu dengan lainnya, akan tetapi dibedakan dalam rangka keperluan praktis. Winkel & Hastuti (2006) beranggapan tidak masalah ketika dibedakan antara bimbingan akademik, karier, dan pribadi-sosial, akan tetapi harus diingat bahwa ketiga bimbingan saling terkait dan dapat pula saling tumpang tindih (Winkel & Hastuti, 2006:110-123). Untuk itu maka tidak ada satu ragam bimbingan yang absolute, akan tetapi tepatnya dikatakan lebih dominan. b. Pengertian Program Bimbingan/Layanan Dasar (Guidance Curriculum) Program Bimbingan adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam kelompok. Gazda dalam Prayitno (2004) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat (Prayitno, 2004:195). Gazda juga menyebut bahwa bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Mc Daniel dalam Prayitno (2004) menjelaskan telah lama dikenal bahwa berbagai informasi berkenaan dengan orientasi siswa baru, pindah program, dan peta sosiometri, serta bagaimana mengembangkan hubungan antarsiswa dapat disampaikan dan dibahas dalam bimbingan kelompok (Prayitno, 2004:195). Brewer dalam Winkel & Hastuti (2006) berpandangan bahwa tugas pokok semua tenaga pendidik adalah mempersiapkan siswa
untuk mengatur berbagai bidang kehidupan sedemikian rupa sehingga bermakna dan memberikan kepuasan, seperti bidang kesehatan, bidang kehidupan keluarga, bidang pekerjaan, bidang rekreasi, bidang pendalaman pengetahuan, dan bidang kehidupan bermasyarakat (Winkel & Hastuti, 2006:91). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diambil beberapa pokok pikiran mengenai bimbingan kelompok, meliputi:
Bimbingan kelompok merupakan kegiatan kelompok yang diberikan untuk siswa.
Kegiatan bimbingan kelompok meliputi bidang akademik, pribadisosial, serta karier.
Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk membantu siswa menyusun rencana dan keputusan yang tepat baik dalam hal akademik, pribadi-sosial, serta karier.
Bimbingan kelompok merupakan tugas pokok guru BK yang ada di sekolah.
Tujuan dari bimbingan kelompok ini adalah menunjang perkembangan pribadi, perkembangan sosial, serta perkembangan belajar dan karier siswa (Winkel & Hastuti, 2006:134). Bentuk kurikulum bimbingan berisi kompetensi-kompetensi yang dipilih yang sesuai dengan kebutuhan siswa (sesuai dengan tingkat dan jenjang) dan kegiatan yang terstruktur, yang diselenggarakan secara sistematis, dipilih untuk memenuhi kebutuhan siswa Anda, sekolah, dan masyarakat melalui strategi berikut ini: Kegiatan di kelas
Konselor mengajar, tim pengajar, atau memberikan dukungan pada pengajaran kegiatan pembelajaran dalam
kurikulum bimbingan di dalam kelas. Guru mengajarkan pula unit-unit
tertentu. Kurikulum bimbingan tidak terbatas untuk mengajarkan satu atau dua subjek tertentu akan tetapi keseluruhan dari subjek yang terdapat dalam kurikulum bimbingan tersebut. Kegiatan sekolah
Konselor sekolah mengorganisasikan dan menyelengarakan sesi kelompok yang luas, seperti career days dan educational/college/ vocational days. Anggota yang lain dari tim bimbingan dan konseling
seperti
guru
dan
administrator
dilibatkan
dalam
mengorganisasikan
dan
menyelenggarakan kegiatan tersebut. Meskipun tanggung jawab konselor sekolah termasuk juga mengorganisasikan dan mengimplementasikan kurikulum bimbingan, kerjas ama dan dukungan dari pihak pimpinan sekolah dan staf sungguh penting dalam rangka kesuksesan implementasi. Orang tua dan wali juga dilibatkan untuk memberikan masukan bagi program bimbingan dan konseling terutama kurikulum bimbingan. Hal ini juga dimaksudkan agar orang tua dan wali memberikan dukungan dan dorongan proses pembelajaran bimbingan di rumah. Bentuk pelaksanaan bimbingan
kelompok (group guidance class) menjadi ciri khas dari model bimbingan yang ada sekarang ini (Gysbers & Henderson, 2006: 68-69). Hal ini tampak pada adanya jam bimbingan di sekolah.
c. Wilayah Kurikulum Bimbingan dan Desain Urutannya Untuk memahami apa yang menjadi wilayah dari kurikulum bimbingan, beberapa asumsi mengenai perkembangan perlu diperhatikan. Hal ini penting karena dalam kurikulum bimbingan tugas perkembangan siswa merupakan kompetensi yang akan dicapai. Gysber & Henderson (2006) mengemukakan lima (5) asumsi mengenai manusia, meliputi; 1. Perkembangan individu adalah sebuah proses yang berkelanjutan dan berurutan (akan tetapi bukan berarti seragam) yang bergerak dengan meningkatnya efektivitas dalam mengatur dan mengusasi lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan baik psikologi maupun sosial. 2. Tahap, atau tingkat perkembangan individu terkait dengan bawaan dan keakuratan persepsi. Tidak ada seseorang pun dalam setting pendidikan yang memiliki perkembangan yang masih nol, bahkan yang perlu dilakukan adalah meningkatkannya. 3. Perubahan
perkembangan yang positif merupakan langkah potensial yang mengantarkan
pencapaian tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. 4. Lingkungan atau variabel situasi menyediakan dimensi eksternal perkembangan individu. Pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, nilai, dan aspirasi merupakan produk/hasil dari interaksi atas variabel eksternal dan variabel internal yang menjadi karakteristik individu. 5. Proses pembelajaran dalam perkembangan bergerak dari tingkat permulaan kesadaran (awareness) dan perbedaaan (perceptualization), pada tingkat yang berikutnya yaitu pembentukan konsepsi (conceptualization), kemudian pada tingkat yang paling tinggi yaitu konsistensi perilaku dan efektivitas melalui evaluasi internal dan eksternal (generalization). Tugas
utama
pengembangan
dalam
kurikulum
bimbingan
adalah
un tuk
mengorganisasikan dan memetakan kompetensi siswa di mama mereka mengikuti wilayah dan urutan secara teoritik. Sebagaimana telah dikemukakan pada asumsi kelima bahwa terdapat tiga tingkat perkembangan, yaitu perceptualization, conceptualization, serta generalization. Masing-masing tingkatan ini memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Tingkat perceptualization merupakan tingkat di mana daerah kompetensi yang dikuasai ada pada kesadaran diri akan pengetahuan, keI t erampilan, nilai, sikap, dan lain sebagainya yang menjadi prasyarat dalam pembentukan
perilaku. Pada tahap ini terdapat dua kategori yaitu orientasi lingkungan, dimana kompetensi diarahkan pada pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, dan lain sebagainya sesuatu yang harus diketahui dan dipahami oleh siswa. Kategori kedua yaitu orientasi did., di mana kompetensi siswa lebih terarah pada pembentukan persepsi siswa secara individual. Artinya berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai, serta sikap yang dipahami, dipersepsikan sebagai sesuatu yang khas oleh siswa secara individual. Tingkat yang kedua adalah conceptualization, yaitu tingkat kompetensi yang menekankan pada interaksi antara orientasi akan lingkungan dan orientasi diri. Tujuan umum pada tahap ini adalah; (a) membantu siswa membuat pilihan, keputusan yang tepat, serta rencana yang membawanya pada kepuasan pribadi dan penerimaan sosial, (b) mengambil aksi yang penting dalam kaitannya dengan rencana perkembangan, (c) membangun perilaku untuk menguasai lingkungan sekolah, dan sosial. Dua kategori utama dalam tingkat conceptualization adalah arah kecenderungan, dan adaptif dan penyesuaian perilaku. Tingkat yang k etiga adalah generalization, yaitu tingkat kompetensi di mana siswa telah mampu; (a) mengakomodasi permintaan budaya dan lingkungan dengan konflik yang minimum, (b) mencapai kepuasan pribadi dari transaksi dengan lingkungan, (c) mendemonstrasikan kompetensi dengan menguasai tugas tertentu dalam situasi yang Baru.
2. Program Konseling Konseling merupakan program yang sangat penting dalam program bimbingan dan konseling. Program konseling merupakan program yang berusaha merespons secara aktif berbagai permasalahan yang ada di sekolah. Gysbers dan Henderson (2006) menjelaskan bahwa program yang responsif merujuk pada kegiatan yang secara aktif merespons berbagai permasalahan yang muncul di sekolah. Tujuan dari komponen ini adalah untuk bekerja dengan siswa yang sedang memiliki permasalahan atau berpotensi memiliki permasalahan yang dapat mengganggu kesehatan pribadi-sosialnya, akademiknya, serta kariernya, dan perkembangan pendidikannya. Isu yang spesifik yang mungkin dihadapi siswa adalah pilihan pendidikan, karier, kehilangan anggota keluarga, hubungan, kehadiran, putus sekolah, sires, pelecehan, bunuh diri, dan lain sebagainya. a.
Definisi Konseling Definisi konseling berdasarkan The New Grollier Webster International Dictionary
(1971) kata konseling merupakan alih bahasa dari bahasa Inggris counseling yang berasal
dari bahasa Latin consilium yang berarti memberi saran, informasi, opini, dialog, atau pertimbangan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam rangka membuat keputusan atau tindakan yang akan datang. Menurut Shertzer dan Stone (Syuhada, 1988) "Konseling adalah proses interaksi yang memberikan fasilitas atau kemudahan-kemudahan untuk pemahaman yang bermakna terhadap diri dan lingkungan, serta menghasilkan kemantapan dan/atau kejernihan tujuan-tujuan dan nilainilai untuk perilaku di masa datang". b. Ciri-ciri lconseling Sebagai suatu program yang khusus, tentunya konseling memiliki karakteristik, yang meliputi: i. Konseling merupakan suatu proses yang terjadi oleh adanya hubungan antara konselor dengan klien yang dengan sengaja akan mencapai suatu tujuan yang bermakna bagi klien ii. Konseling merupakan suatu bantuan agar klien lebih mampu memahami diri serta lingkungannya guna merencanakan masa depannya yang lebih baik iii. Dalam proses konseling konselor memberikan fasilitas yang bernilai psikologis bagi klien yang digali dari teori-teori, metode, dan teknik psikologi kepribadian dan ilmuilmu sosial lainnya untuk memungkinkan klien melakukan perubahan perilaku dari yang kurang positif kepada yang yang lebih positif Hasil yang ingin dicapai oleh konselor dan klien ialah perwujudan dan/atau kejelasan nilai-nilai dan tujuan-tujuan perilaku
klien
di
masa
datang,
yaitu
perilaku
yang
dapat
membahagiakan/menyejahterakan diri serta masyarakatnya (Syuhada, 1988)
c. Fungsi Layanan Konseling Secara umum bimbingan dan konseling berfungsi sebagai fasilitator, sarana yang memberikan kemudahan-kemudahan baik terhadap terbimbing maupun sekolah/perguruan tinggi/lembaga/masyarakat. Secara khusus konseling memiliki fungsi Penyembuhan (curative), bagi orang yang menderita gangguan karena tidak mampu memecahkan masalahmasalah baik masalah klinis atau pun nonklinis, psikoterapi, atau layanan rujukan yang tepat (kepada ahli yang sesuai dengan kebutuhan penderita) (Syuhada, 1988: 9-11).
d. Tujuan Konseling Sebagai suatu proses pemberian bantuan konseling memiliki tujuan, yang meliputi: i.
Menyediakan fasilitas untuk perubahan tingkah laku
ii.
Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu
iii.
Meningkatkan kemammpuan dalam mengambil keputusan
iv.
Meningkatkan hubungan antar perorangan(interpersonal)
v. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah menjadi pribadi yang mandiri:
Mengenal dan menerima diri dan lingkungan. Mengambil keputusan sendiri tentang berbagai hal. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
Mengarahkan diri sendiri,
Mengaktualisasikan diri.
e. Langkah-langkah Pelaksanaan Konseling Secara Umum Dalam melaksanakan konseling Individual konselor terikat pada tahaptahap konseling sebagai berikut: a. Pendahuluan 1) Menegakkan Rapport yang bertujuan membuat klien aman dan nyaman 2) Melengkapi Data yang bertujuan merumuskan masalah 3). Mengumpulkan Data yang bertujuan untuk mencari alternatif pemecahan b. Bagian Inti 1) Mencari alternatif pemecahan 2) Memilih alternatif pemecahan 3) Merencanakan pemecahan 4) Melaksanakan pemecahan c. Penutup 1) Menyimpulkan 2) Membuat perjanjian berikutnya
H. MODEL EVALUASI CIPP Stufflebeam merupakan ahli evaluasi yang mengusulkan evaluasi melalui pendekatan yang berorientasi kepada pengambilan keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Stufflebeam merumuskan evaluasi as a process of providing useful information for decision making (Stufflebeam & Shienfield, 1985:155). Definisi tersebut kemudian sedikit direvisi pada tahun 1973 oleh Stufflebeam yang mendefinisikan evaluasi sebagai "the process of delineating obtaining, dan providing useful information for judging decision alternative (Fitzpatrick, et.al, 2004:89). Definisi tersebut sejalan dengan definisi yang dikeluarkan oleh Committee yang mendefinisikan evaluasi program dalain pendidikan as being "the process of delineating, obtaining, dan providing useful information for judging decision alternative (Stufflebeam & Shienfield, 1985:9). Definisi ini memberikan tekanannya pada tiga (3) hal, pertama, bahwa evaluasi merupakan proses sistematis yang terus-menerus. Kedua, proses ini terdiri alas 3 Iangkah, yaitu (1) menyatakan pertanyaan yang menuntut jawaban dan informasi yang spesifik untuk digali, (2) membangun data yang relevan, dan (3) menyediakan informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan. Ketiga, evaluasi memberikan dukungan pada proses mengambil keputusan dengan memilih salah satu alternatif pilihan dan melakukan tindak lanjut atas keputusan tersebut. Stufflebeam berpendapat bahwa evaluasi seharusnya memiliki tujuan untuk memperbaiki (to improve) bukan untuk membuktikan (to prove). Dengan demikian evaluasi seharusnya dapat membuat suatu perbaikan, meningkatkan akuntabilitas, serta pemahaman yang lebih dalam mengenai fenomena. Menurut Stufflebeam, evaluasi seharusnya dapat memberikan gambaran yang menyeluruh terhadap program. Lebih daripada itu, menurutnya, penelaahan menyeluruh terhadap program harus dilakukan melalui sebuah cara yang sistematis. Stufflebeam melihat evaluasi sebagai sebuah tahapan yang sistematis dan menyeluruh. Pada akhirnya, ia melihat terdapat empat komponen evaluasi yang juga merupakan tahapan dalam evaluasi. Keempat komponen tersebut adalah context, input, process, serta product. 1. Evaluasi Konteks (Context Evaluation) Orientasi utama dari evaluasi konteks adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan
orang,
dan
mengemukakan
suatu
juga
objek,
untuk
bahwa
seperti
institusi,
menyediakan
objektivitas
utama
arahan dari
program,
populasi
untuk
perbaikan.
tipe
ini
adalah
target,
atau
Stu fflebeam
untuk
menelaah
status
objek
secara
keseluruhan,
untuk
mengidentifikasikan
kekurangan,
untuk
mengidentifikasikan kekuatan yang dimiliki yang dapat digunakan untuk memperbaiki kekurangan, untuk mendiagnosis masalah sehingga dapat ditemukan solusi yang dapat memperbaikinya,
dan
secara
umum
untuk
memberikan
gambaran
karakteristik
lingkungan/setting program (Stufflebeam & Shienfield, 1985:169). Evaluasi konteks juga bertujuan untuk melihat apakah tujuan yang lama dan prioritas terhadapnya telah sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya dilayani. Apa pun yang menjadi fokus objeknya, hasil dari evaluasi konteks harus menyediakan dasar untuk penyesuaian (pemantapan) tujuan dan prioritas, serta target perubahan yang dibutuhkan. Tujuan evaluasi konteks dilakukan untuk menyediakan alasan yang rasional bagi konselor dan administrator dalam menentukan tujuan dan korn . petensi siswa, yang mana semua itu akan membantu membentuk program dan highlight berbagai elemen struktur dalam kebutuhan akan perhatian. Disinilah, evaluator harus mendefinisikan lingkungan (environment) di mana program dilaksanakan, mengidentifikasikan berbagai kebutuhan yang tidak diakomodir, dan menentukan kenapa kebutuhan ini belum diakomodir. Evaluasi ini dicapai melalui seperangkat penilaian berdasarkan penelahaan (assesment) atas kebutuhan pelanggan (Customers), penentuan atas kelebihan dan kekurangan program terkini, dan menyetujui prioritas program. 2. Evaluasi Input (Input Evaluation) Orientasi utama dari evaluasi input adalah untuk membantu menentukan program yang membawa pada perubahan yang dibutuhkan. Evaluasi input mempermasalahkan apakah strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat. Evaluasi ini dilakukan dengan menelaah dan menilai secara kritis pendekatan yang relevan yang dapat digunakan (Stufflebeam & Shienfield, 1985:173). Evaluasi ini merupakan pendahuluan atau tanda kesuksesan, kegagalan, dan efesiensi atas usaha untuk melakukan perubahan. Trotter et al (1998) menambahkan bahwa evaluasi input ini juga dapat dipandang sebagai bagaimana sumber-sumber sistem yang ada di sekolah dapat digunakan untuk memberikan dukungan pada praktik dan strategi yang dipilih (Trotter et al., 1998:138). Evaluasi input bertujuan untuk mengidentifikasikan dan menelaah kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur di mana strategi akan diimplementasikan. Input dalam program bimbingan dan konseling dapat berupa jumlah sumber Jaya manusia dalam divisi
bimbingan dan konseling, dukungan keuangan, ruangan, peralatan seperti komputer, software, serta media bimbingan. Evaluasi input ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode menginventarisasi dan menganalisis sumber-sumber yang tersedia, baik guru bimbingan konseling, ataupun material, strategi solusi, relevansi desain prosedur, kepraktisan dan biaya, kemudian dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan berdasarkan telaah literatur, atau dengan mengunjungi program yang telah berhasil, atau berdasarkan ahli. 3. Evaluasi Proses (Process Evaluation) Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan program sesuai dengan strategi yang telah
direncanakan. Dalam ungkapan yang lain,
Stufflebeam mengatakan bahwa evaluasi proses merupakan pengecekan yang berkelanjutan atas implementasi perencanaan (Stufflebeam & Shienfield, 1985:175). Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasikan atau memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti cacat dalam desain prosedur atau implementasinya. Evaluasi proses juga bertujuan untuk menyediakan informasi sebagai dasar memperbaiki program, serta untuk mencatat, dan menilai prosedur kegiatan dan peristiwa. Evaluasi proses ini dapat dilakukan dengan memonitor kegiatan, berinteraksi terus-menerus, serta dengan mengobservasi kegiatan, dan stall Hal ini dapat melibatkan pengukuran pre-test dan post-test terhadap pengetahuan dan keterampilan, mengobservasi perilaku tertentu pada siswa, self-report mengenai perbaikan tingkah laku, penilaian performance rutin (tingkat, tes terstandar, portofolio), self study yang terus-menerus, studi kasus individual, kehadiran dan data kedisplinan, kesesuaian antara program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan program, pengukuran sosiometri, serta hambatan-hambatan yang ditemui.
4. Evaluasi Produk (Product Evaluation) Evaluasi produk adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, terpretasikan, dan menilai pencapaian
program (Stufflebeam & Shienfield, 1985:176). Feedback atas pencapaian/prestasi ini
penting selama pelaksanaan program dan sebagai sebuah kesimpulan. Evaluasi produk juga bertujuan mengumpulkan deskripsi dan penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan itu semua dengan objektif, konteks, input, dan informasi proses, serta untuk menginterpretasikan kelayakan dan keberhargaan program.
Evaluasi produk dapat dilakukan dengan membuat definisi operasional dan mengukur kriteria objektif, melalui mengumpulkan penilaian dari stakeholder, dengan unjuk kerja (performing) baik dengan menggunakan analisis secara kuantitatif, maupun kualitatif (Trotter et al., 1998:136) . Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh program pada tujuan yang ditetapkan, sedangkan analisis kualitatif dapat digunakan untuk memperkaya informasi mengenai aspek produk. Apabila ditinjau berdasarkan tujuan, model CIPP di atas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, meliputi tujuan (intention) dan yang telah terjadi (actual). Keempat komponen evaluasi CIPP bukanlah komponen yang berdiri sendiri-sendiri akan tetapi komponen yang saling berinteraksi secara dinamis (Isaac & William, 1984:12).
TUJUAN
AKTUAL
EVALUASI KONTEKS
RECYCLING KEPUTUSAN
PERENCANAAN KEPUTUSAN
EVALUASI PRODUK
EVALUASI INPUT
SIMULTAN
STRUKTURISASI KEPUTUSAN
IMPLEMENTAS I KEPUTUSAN EVALUASI PROSES
Bagan 1, Dinamika Aksi Model CIPP Berdasarkan diagram di atas, maka keempat komponen dalam model. Evaluasi CIPP dapat kita kelompokkan berdasarkan pelaksanaan program, dan penekanan
masing-masing
komponen tersebut. Pada diagram di atas dapat terlihat garis putus-putus vertikal yang membagi diagram menjadi dua bagian. Bagian sebelah kiri merupakan kelompok komponen CIPP yang termasuk
dalam kelompok tujuan, artinya evaluasi konteks dan evaluasi input
merupakan evaluasi yang dilakukan dalam rangka mengevaluasi bagian dari program yang masih bersifat perencanaan bukan pelaksanaan. Sedangkan bagian sebelah kanan, yaitu
komponen evaluasi proses dan produk merupakan evaluasi yang dilakukan dalam rangka mengevaluasi bagian dari program yang sedang atau sudah dilaksanakan. Garis putus-putus horizontal yang membagi diagram menjadi dua bagian menunjukkan bahwa keempat komponen model evaluasi CIPP dapat dikelompokkan pada dua bagian. Bagian pertama adalah bagian atas, di mana evaluasi konteks dan evaluasi produk merupakan evaluasi yang memiliki penekanannya pada hasil, sedangkan bagian bawah, di mana terdapat. eval memuasi input dan evaluasi proses menunjukkan bahwa kedua evaluasi tersebut berikan fokusnya pada proses. Berdasarkan alur yang ada pada diagram di atas, dapat dipahami bahwa evaluasi konteks merupakan evaluasi yang dilakukan untuk merencanakan keputusan melal ui penelaahan kebutuhan untuk menetapkan tujuan. Setelah tujuan ditetapkan, maka untuk menstrukturisasikan keputusan dalam arti agar tujuan dapat tercapai maka diperlukan strategi. Menentukan strategi yang tepat dilakukan melalui evaluasi input. Strategi yang telah dirancang kemudian diterapkan dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan. Hal inilah yang mem- buat dalam diagram terdapat keterangan bahwa evaluasi konteks dan evaluasi produk dilakukan secara simultan. Evaluasi proses untuk melihat implementasi dari strategi yang dipilih, sedangkan evaluasi produk untuk melihat apakah tujuan telah tercapai. Evaluasi produk ini kemudian menjadi dasar untuk menentukan keputusan mengenai program.
I. Prosedur-prosedur evaluasi Proses evaluasi biasaanya melibatkan serangkaian aktifitas yang berurutan, kira-kira seperti langkah berikut (Gibson & Michell, 2011: 585-586): 1. Mengidentifikasikan tujuan yang dinilai. Langkah pertama adalah menetapkan variabel, atau batasan-batasan, bagi evaluasi. Evaluasi dapat dapat difokuskan pada program konseling secara total atau hanya salah satu atau beberapa tujuan saja. Tujuan-tujuan program mestinya dinyatakan dalam terminology yang jelas, tepat, spesifik dan dapat diukur.Tujuan yang sifatnya luas lebih sulit diukur ketimbang tujuan yang sifatnya khusus. 2. Mengembangkan rencana evaluatif.
Ketika tujuan evaluasi sudah ditetapkan, langkah kedua adalah pengidentifikasian dan pensahihan kriteria yang tepat bagi pengukuran kemajuan program. Keseluruan rencana evaluasi, sebagai tambahan bagi spesifikasi jenis-jenis data yang dikumpulkan, mestinya juga menspesifikan bagaimana data akan diorganisasikan dan kepada siapa akan dilaporkan. Pada akhirnya, rencana evaluasi mestinya juga menyimpulkan tentang cara menggunakan temuan untuk pengembangan program kedepannya. 3. Mengaplikasikan rencana evaluasi. Setelah evaluasi dirancang, validitasnya kemudian dilakukan.Juga menitik beratkan pada perencanaan yang baik dan pendekatan yang positif, menggunakan pengevaluasi yang memilii pemahaman dan kompetensi yang dibutuhkan. Alokasi waktu juga penting karena beberapa aspek program hanya bisa dievaluasi secara tepat setelah sejumlah waktu berlalu berdasarkan kesimpulan program, sedangkan aktifitas khusus lain dibutuhkan untuk dinilai segera. 4. Menggunakan temuan-temuan Pengaplikasian temuan-temuan merupakan nilai sesungguhnya sebuah evaluasi. Melalui proses evaluasi, kekuatan dan kelemahan program bisa dipastikan, pemahaman yang dihasilkan kemudian menyediakan arahan-arahan bagi perbaikan program kedepan. Namun demikian, penggunaan temuan-temuan tidak bisa sekedar lebih dari kebetulan. Harus ada sebuah perencanaan, dengan tanggung jawab spesifik bagi penggunaan temuan, dan follow up selanjutnya untuk memastikan apakah evaluasi dan rekomendasinya sudah dipenuhi atau tidak. Berdasarkan pemaparan data di atas, maka dapat terlihat bahwa strategi yang digunakan dalam mencapai program bimbingan masih kurang efektif. Untuk itu, strategi dalam program bimbingan harus diperbaiki, pada materi, metode, media, kebijakan, rasio guru BK, serta dukungan anggaran.
J. Evaluasi Proses Program Bimbingan Prosedur Pelaksanaan Evaluasi pada Aspek Proses 1) Menentukan Tujuan Evaluasi Tahap pertama dalam melakukan evaluasi adalah menentukan tujaun evaluasi. Tujuan evaluasi secara umum berkaitan dengan dua hal, pertama berkaitan dengan aspek yang akan dievaluasi dengan objek evaluasi. Penentuan aspek proses menandakan guru BK menginginkan program
bimbingan terlaksana dengan efektif. Objek evaluasi yaitu program bimbingna yang mengarahkan bahwa proses yang dimaksud terbatas pada lingkup bimbingan. Berdasarkan dua hal itu, maka pada aspek proses evaluasi bertujuan untuk menggambarkan analisis masalah yang berkaitan dengan komponen proses, meliputi : kesesuaian antara perencanaan program dengan pelaksanaan. 2) Menentukan Kriteria Evaluasi Kriteria merupak karakteristik program yang dianggap sebagai basisi relevan dan penting untu8k melaukuan riset evaluasi. Pemebrian nilai pada criteria didasarkan keyakinan, pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, dan hasil kajian teoritis.Juntika (2004) menyatakan bahwa yang termasuk dalam aspek penilaian proses adalah kesesuaian antara program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan program, serta hambatan – hambatan yang dijumpai. Tabel I Kriteria Keberhasilan Evaluasi Program Bimbingan pada Aspek Proses Komponen
Indikator Keterlaksanaan Program
Program Terlaksana
Waktu Pelaksanaan
Sesuai Rencana
Pembarian Materi Bimbingan Proses
Kriteria
Penggunaan Media Bimbingan Penggunaan Metode Bimbingan Ketercapaian Materi BK
Siswa Merasa Puas dengan Materi yang disampaikan Siswa Merasa Tertarik dengan Media yang dipilih Siswa Terlibat Aktif Dalam Kegiatan Bimbingan Siswa Memahami materi yang disampaikan
3) Memilih Desain Evaluasi Desaian evaluasi program merupakan suatu rencana yang menunjukkan bila evaluasi akan dilakukan, dan dari siapa evaluasi atau transformasi akan dikumpulkan. Desain ini dibuat untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan dilakukan menurut organisasi yang teratur dan menurut aturan evaluasi yang baik. Adapun bentuk diagram desain tersebut dapat digambarkan sebgai berikut :
Keterlaksanaan Program
Pemberian Materi BK
EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN PADA ASPEK PROSES
Penggunaan Metode BK
Penerapan Media BK
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PROGRAM
PERBAIKAN
Waktu Pelaksanaan
Ketercapaian Materi
Bagan II. Desain Evaluasi Perencanaan Program Bimbingan pada aspek proses 4) Menyusun Tabel Perencanaan Evaluasi Tabel perencanaan evaluasi terdiri atas empat kolom yaitu, kolom komponen kolom indicator, kolom sumber data, dan kolom teknik pengumpulan data. Komponen atau aspek evaluasi terdidridari empat komponen yaitu konteks, input, proses, dan produk. Berdasarkan keempat komponen tersebut, maka kita dapat menjabarkan indicator – indicator. Kemudian, berdasarkan indicator tersebut maka kita dapat menentukan sumber datanya dan cara mengumpulkan data tersebut. lebih jelasnya bagaimana perencanaan evaluasi disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel II. Perencanaan evaluasi pada aspek proses Komponen
Indikator
Sumber Data
Keterlaksanaan program Waktu
pelaksanaan
sesuai
Teknik Pengumpulan Data
Guru BK
Catatan Guru BK
Guru BK
Catatan Guru BK
perencanaan Pemberian materi bimbingan
Siswa
Penyebaran angket dan atau wawancara
Proses
Penggunaan media bimbingan
Siswa
Observasi dan atau penyebaran angket atau wawancara
Penggunaan metode bimbingan
Siswa
Observasi dan atau penyebaran angket atau wawancara
Ketercapaian materi
Siswa
Angket, wawancara / tes
5) Menentukan Instrumen Evaluasi Teknik pengumpulan data yang digunakna dalam evaluasi ini adalah dengan menggunakan wawancara, angket, review, ahli, studi dokumentasi, memberikan tes, serta observasi. Untuk lebih jelas dapat dilat pada tabel berikut ini. Tabel III. Teknik pengumpulan data dan instrument pengumpulan data pada aspek proses Komponen
Teknik Pengumpulan Data Catatan Guru BK Catatan Guru BK
Proses
Instrumen yang digunakan Pedoman obsevasi, pedoman studi dokumen, pedoman wawancara Pedoman oservasi, angket, dan pedoman wawancara
Penyebaran angket dan atau
Pedoman oservasi, angket, dan
wawancara
pedoman wawancara
Observasi dan atau penyebaran angket
Pedoman oservasi, angket dan
atau wawancara
pedoman wawancara
Observasi dan atau penyebaran angket
Pedoman oservasi dan pedoman
atau wawancara
wawancara
Ketercapaian materi
Siswa
6) Menentukan Teknik Analisis Data Aspek proses akan menggunakan teknik analisis data kuantitatif dan kulaitatif. Untuk capaian materi BK, tanggapan siswa terhadap materi, metoe, serta media, data dianalisiis dengan menggunakan statistic deskriptif untuk melihat presentase. Rumus presentase yang digunakan sebagai berikut. \
E = X x100% N
Keterangan: E = deskriptif persentase X = frekuensi yang dicari N = jumlah total responden Sedangkan untuk keterlasanaan program dan waktu pelaksanaan, data dianalisis menggunakan analisis kualitatif. K. Penyusunan Laporan Evaluasi Hasil Program Bimbingan Evaluasi program bimbingan merupaka evaluasi yang memiliki dua manfaat. Pertama, evaluasi memberikan informasi capaian tujuan program secara umum. Informasi ini dapat menjadi dasar menentukan efektivitas program. Kedua, hasil evaluasi dapat dijadikan dasar untuk membuat laporan perkembangan siswa. Artinya, berdasrkan hasil evaluasi, kita dapat mengetahui sejauh mana capaian siswa terhadap berbagai kompetensi (tujuan layanan) yang ingin dibentuk. Berdasrkan dua manfaat diatas, berdasrkan evaluasi hasil program bimbingan yang dilakukan, kita dapat membuat dua laporan hasil evaluasi, meliputi ; laporan evaluasi kelompo dan laporan perkembangan siswa(individual). Laporan evaluasi kelompok merupakan laporan hasil evaluasi yang berisi gambaran umum (kelompok) pencapaian tujuan program bimbingan dalam satu semester. Laporan hasil evaluasi terdiri dari tiga komponen yaitu deskripsi data hasil evaluasi, analisis data evaluasi, serta keputusan. Laporan perkembangan sisiwa (individual) adalah laporan yang berisi perkembangan sisiwa setelah diberikan program bimbingan. Laporan perkembangan ini berisi pencapaian siswa terhadap kompetensi
(tujujan layanan) pada program bimbinna dalam satu semester.
L. Evaluasi program konseling Program konseling merupakan program yang sangat penting dalam bimbingan dan konseling.Evaluasi terhadap program konseling tentunya penting untuk dilakukan mengingat banyaknya permasalahan yang terjadi menuntun dilakukan konseling bagi siswa.Dalam konteks tersebut maka konselor memiliki tanggung jawab untuk mengetahui efektifitas terhadap konseling yang dilakukan, sehingga terus-menerus dapat memperbaiki program konseling yang diselenggarakan.Konselor juga memiliki tanggung jawab melaporkan keberhasilan konseling yang dilakukan kepada pihak yang berkepentingan.
M.Konsep evaluasi program konseling Evaluasi program konseling merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas program konseling yang diselenggarakan disekolah. Evaluasi program konseling dapat dilakukan dengan beberapa metode.Pertama, evaluasi program konseling dapat dilakukan dengan menggunakan metode survey. Pada desain survey, konselor mengembangkan angket yang berisi tanggapan siswa (tentunya yang mendapatkan program konseling) terhadap proses konseling yang dilakukan. Metode lain yang digunakan untuk mengevaluasi program konseling adalah metode studi kasus. Pada evaluasi program konseling, data merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka pengambilan keputusan yang tepat. Melalui data yang dimiliki konselor dapat mengetahui sejauhmana efektifitas program konseling yang dilakukannya. Efektifitas program konselor tersebut. Dapat dilihat berdasarkan pencapaian siswa terhadap tujuan – tujuan yng ditetapkan dalam konseling.Konselor juga memberikan laporan perkembangan siswa yang menjadi kliennya. Laporan sebagai bentuk tanggung jawab konslor pada apa yang dilakukannya.
N. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Program Konseling a. Menentukan Tujuan Penentuan tujuan ini merupakan hal yang sangat penting karena berdasarkan tujuan inilah konselor sekolah akan melakukan evaluasi. Konseling merupakan intervensi ynag
diberikan konselor untuk membantu siswa mengatasi masalah yang dialaminya.Sebagai sebuah intervensi, konseling memiliki pendekatan, metode, serta teknik tertentu. Untuk itu maka konselor perlu untuk mengetahui efektivitas konseling yang ia selenggarakan. Dalam hal ini konselor melaporkan sejauh mana pencapaian tujuan – tujuan yang di tetapkan dalam konseling. Tujuan dalam evaluasi program konseling sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program konseling, berkenaan dengan pendekatan yang digunakan, teknik, serta fasilitas pendukung. 2. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan – tujuan yang ditetapkan dalam konseling. b. Menetapkan Kriteria Sebuah program alkan dikatakann berhasil dan sukses apabila memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan.Membahas mengenai kriteria keberhasilan sebagai patokan evaluasi tidak akan terlepas membahas standart dan indikator. Kriteria merupakan karakteristik program yang dianggap sebagai basis relevan dan penting untuk mlakukan riset evaluasi.Pemberian nilai pada kriteria berdasarkan keyakinan, penglaman pribadi, pengalaman orang lain, dan hasi kajian teoritis. Menetapkan kriteria sebagai patokan dalam evaluasi program dapat dilkukan melalui empat cara yaitu menggunakan pencapaian melalui presentasi, membandingkan pencapaian siswa yang mengikuti program dan yang tidak mengikuti rogram, menayakan pada siswa, orang tua, guru, serta dengan membandingkan skor pre test dan post test.(Schimdt, 1999 :264).
Kriteria keberhasilan program konseling Indikator Pencapaian tujuan/goals
Kriteria Tujuan/goals dalam konseling dapat tercapai Teknik konseling diterapkan dengan benar
Pelaksanaan konseling
Siswa dapat terbuka Siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap proses konseling Ruang konseling kedap suara
c. Memilih desain evaluasi Desain evaluasi program merupakan suatu rencana yang menunjukkan waktu evaluasi akan dilakukan, dan dari siapa evaluasi atau informasi akan dikumpulkan. Desain ini dibuat untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan dilakukan menurut organisasi yang teratur dan menurut aturan evaluasi yang baik. d. Menyusun tabel perencanaan evaluasi Tebel perencanaan evaluasi terdiri atas empat kolom yang terdiri atas, komponen, kolom indicator, kolom sumber data, dan kolom teknik pengumpulan data.Komponen atau aspek evaluasi terdiri atas empat komponen yaitu konteks, input, proses, dan produk.Berdasarkan komponen tersebut maka kita dapat menjabarkan indicator-indikator. Kemudian berdasarkan indicator tersebut maka kita dapat menentukan sumber datanya dan cara mengumpulkan data.
Perencanaan evaluasi program konseling Indikator
Sumber data
Tujuan/goals dalam konseling
Teknik
konseling
yang
Siswa, guru mata pelajaran, daftar hadir, dll
Teknik pengumpulan data Observasi,
wawancara,
angket, pemberian tes, studi dokumentasi, dll.
Konselor sekolah
Catatan konseling
Keterbukaan siswa
Siswa
Wawancara, observasi
Tanggapan siswa
Siswa
Wawancara, observasi
Kenyamanan ruang konseling
Ruang konseling
Observasi
dilakukan konselor
e. Menyusun instrument evaluasi Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam evaluasi ini adalah dengan menggunakan wawancara, angket, review ahli, studi dokumentasi, memberikan tes serta obsevaasi.untuk lebih jelas mengenai teknik pengumpulan data dan instrument yang digunakan dapat dilihat ditabel berikut.
Teknik pengumpulan data dan instrumen pengumpulan data pada evaluasi program konseling Teknik pengumpulan data
Instrumen yang digunakan
Observasi, wawancara, angket, pemberian Pedoman observasi, pedoman wawancara, tes, studi dokumentasi, dll.
tes, dokumen, dll.
Catatan konseling
Catatan konseling
Wawancara, observasi
Pedoman wawancara, pedoman observasi
Wawancara, observasi
Pedoman wawancara, pedoman observasi
Observasi
Pedoman observasi
f. Menentukan teknik analisis data Teknik analisis data yang digunakan dalam evaluasi program konseling adalah teknik analisis data kuantitaf dan kualitatif.Teknik kuantitatif yang digunakan adalah presentase untuk menggambarkan pencapaian tujuan.Sedangkan pelaksanaan konseling menggunakan teknik kualitatif.
O. Penyusunan laporan evaluasi program konseling Laporan hasil evaluasi program konseling dilakukan tidak secara kelompok, akan tetapi secara individual. Konselor (evaluator) menyususn laporan berdasarkan kegiatan konseling yang dilakukannya terhadap siswa.
DAFTAR PUSTAKA Gibson, Robert & Michel,2011.Bimbingan dan Konseling.Yogyakarta : Pustraka Pelajar Badjuhrahman, Aip.2011. Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan Konseling. Jakarta Barat: Indeks