KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: PERTEMUAN PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn PAMERAN: TRULY BAGUS EXHIBITION-SEMINAR-WORKSHOP UNIVERSITY OF WESTREN AUSTRALIA
16” Agust-3” September 2010
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011
Judul: Pertemuan, 2007 Bahan: Tanah Putih Singkawang (stoneware caly) Tinggi: 60X25 Cm Glasyir: Transfaran dan Fe
Pengertian Judul: Karya Penulis berjudul “Pertemuan”. Kata “Pertemuan” memiliki arti perbuatan (hal dsb) bertemu, perjumpaan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1991:1035).
Kajian Sumber Penciptaan
Seorang seniman/perupa dalam berkarya seni, sebenarnya sedang mengungkapkan, membahasakan kembali apa yang menjadi imajinasi yang tertanam dalam benaknya. Maka kepekaan seorang seniman menangkap sangat berpengaruh dalam penciptaan karya seni, semakin peka dan mampu memilih elemen-elemen atau momen-momen estetis maka makin mudah memvisualisasikan ekspresinya.
Dalam berkarya seniman sebenarnya melakukan pilihan-pilihan yang nantinya harus dipertanggung jawabkan, karena pilihan yang dilakukannya akan menentukan apakah ekspresi sang seniman bisa diterima masyarakat pendukungnya, seperti yang kita ketahui bahwa, seni yang tinggi adalah seni yang bisa mengekspresikan ide atau isi yang hebat dengan visualisasi yang tepat. Menurut pendapat David Freemantle dalam bukunya How to Shoose, mengemukakan bahwa pilihan tidak sadar bersifat otomatis, setiap pilihan harus distimulasi, semakin kita sadar mengenai pilihan ini, semakin kita dapat mempengaruhi hasil kehidupan dan apa yang kita lakukan dalam bekerja.( David Freemantle:2002:6) Memaknai dari uraian tersebut diatas dapatlah penulis simpulkan, bahwa pilihan apapun yang kita lakukan, apakah itu secara sadar atau tidak sadar, memiliki pengaruh besar terhadap cara kerja dan apa yang kita hasilkan dan hubungan kita dengan yang lain. Semakin kita sadar dengan pilihan ini semakin kita dapat mempengaruhi hasil kehidupan kita dan apa yang kita lakukan ketika berkarya. Bertanggung jawab atas sebuah pilihan sikap merupakan sebuah nilai yang sarat dengan konsekuensi. Kemerdekaan belum dimiliki manusia ketika dilahirkan, meskipun potensi itu telah dimilikinya sejak menjadi penghuni rahim ibunya. Kenerdekaan dan tanggungjawab manusia adalah suatu yang tumbuh dalam proses kedewasaannyaa, ia tidak hanya menjalani kehidupannya, maka ia bertanggung jawab atas jalan hidupnya. Ia sadari memilih adalah tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Kemerdekaan memungkinkannya membuat kesalahan dalam pilihan-pilihan yang diambilnya. (Jhoanes Mardimin,1994:39). Kembali
kepada
sepirit
jiwa
seorang
seniman,
memiliki
sepirit
kemerdekaan memilih, menentukan sikap dalam menggungkap ide dan gagasan, yang sifatnya masih abstrak yang berada dalam diri dan ruang imajinier dari diri siseniman. Karya seni rupa adalah merupakan bahasa rupa dari penciptanya. Seni memang selalu terdiri dari ‘isi’ dan ‘bentuk’ adalah bersifat indrawi yang kasatmata dan kasatrungu, sedang ‘isi’ adalah apa yang ada di balik yang kasatmata dan kasatrungu itu. Suatu karya seni bukanlah dilihat dari apakah karya itu menyenangkan atau tidak melainkan seberapa dalamkah gerangan kehidupan jiwa yang diekspresikan itu berhasal. Seni yang besar adalah seni yang yang merupakan gaung jiwa yang besar,
ditambah, tentu saja dengan cara-cara visualisasi efisien dan mudah dibaca. ( Soedarso Sp,2006:129) Jadi dalam berkarya pengalaman sangat berpengaruh besar terhadap entitas pikiran, perasaan dan khayal dalam kesadaran (jiwa) seseorang yang dirangsang dan dibentuk oleh realitas tertentu sebagai sumber rangsangan dan pembentuk pengalaman.Pengalaman yang berkesan maupun pengalaman yang mengendap pada diri seseorang merupakan buah dari perjalanan hidup dengan realitas-realitas yang dialami, dilihat, didengar dan dirasakannya. Dari pengalaman-pengalaman kehidupan, kita dapat
belajar
dan
menyikapi makna dari pengalaman dan kejadian-kejadian dimana kesemuanya itu bisa dijadikan sumber kajian penciptaan karya seni apapun bisa menjadi rangsangan, baik dari kehidupan alam, mimpi, obsesi, bahkan kejadian-kejadian yang nyata maupun yang ada dalam ruang-ruang imajinier. Semua itu mampu merangsang jiwa seniman dalam mencipta karya, baik benda berwujud ciptaan Tuhan, Simbol-simbol pada kebudayaan tertentu, hasil karya ciptaan manusia dari hasil budaya. Sedemikian terbentang luas semua itu menjadi sumber penciptaan seni.
Konsep/Ide Karya: Obyek dalam pembuatan karya ini akan mengambil salah satu unsur alam tersebut yaitu sifat “Pradana” (feminin) yang cendrung kewanitaan. Karya penulis mengambil tema “Cahaya Wanita Dalam Seni Keramik” dapatlah diartikan bahwa Cahaya disini adalah sangat identik dengan sinar, sinar merupakan suatu kekuatan, merupakan urat nadi kehidupan yang dapat memberi semangat atau spirit dan ketegaran , bisa dibayangkan kehidupan tanpa cahaya semua sendi-sendi kehidupan tidak akan bisa berjalan. Sedangkan wanita disini adalah merupakan mahluk ciptaan tuhan yang memiliki sifat lemah lembut, penyayang, dibalik sifat nya itu ada kekuatan yang terpendam, bisa dikatakan wanita itu adalah mahluk yang kuat, yang dapat memberikan semangat dan spirit dalam kehidupan, wanita itu mempunyai kelebihan, dimana wanita bisa berkembang biak/bereproduksi sebagai penerus keturunan, dan mengandung selama sembilan bulan, hal ini membuktikan betapa kuatnya
seorang wanita dengan tanggung jawab yang cukup berat tetapi hal ini tidaklah menjadi beban karena itu semua adalah kodrat dan anugrah yang diberikan oleh Tuhan. Dari pengertian tersebut dapatlah terungkap makna dari judul karya ini mengandung palsafah hidup dimana masyarakat Hindu di Bali memandang perempuan bukan sebagai mahluk lemah yang patut dikasihani, tetapi perempuan mempunyai kekuatan yang sangat besar dan dapat menciptakan keindahan, memberikan semangat dan dapat menjadi pengayom dalam keluarganya. Karya yang penulis ciptakan juga mengambil bentuk-bentuk segitiga yang disusun sebagai body keramik
secara langsung atau hanya sebagai hiasan.
Segi tiga itu pun memiliki makna, apa bila ditinjau dari awal, ide dari pembuatan karya ini mengambil dari “Plagembeal” dimana bentuk-bentuk dasarnya berupa bentuk segitiga. Dalam ajaran agama Hindu segitiga merupakan satu kesatuan yang disebut “Tri Kona’ yaitu Utpti, Sthiti dan praline. Yang berarti awal,tengah dan akhir, bila diuraikan secara rinci tentang Tri Kono, didalamnya mengandung makna yang menyangkut
kebesaran tuhan
sebagai: pencipta (Utpeti),
pemelihara (Sthiti), dan pelebur (Pralina).(I.B.Raka,1989:35). Dihubungkan dengan karya penulis, yang mempunyai dasar segi tiga, karena segitiga sekalipun ia mempunyai karakter tajam dan keras, namun ia juga memiliki makna filosofis sebagai lambang dari kewanitaan, dan yang paling jelas kelihatan pada ovarium atau rahim wanita bila diamati sangat jelas berbentuk segitiga dimana hal ini bisa membedakan dengan kaum adam. Apabila diamati sikap duduk wanita secara normative di Bali, bersimpuh adalah sikap duduk wanita Bali dalam konteks etika, yang membedakan sikap duduk laki-laki yaitu bersila, maka bersimpuh mengambil bentuk dasar segi tiga. Duduk bersimpuh terutama dilaksanakan oleh setiap wanita Bali terutama ketika sujud kepada Tuhan, adalah sikap duduk bersimpuh dengan, kedua tangan dipadukan (sikap Kara Sadhana). Sikap tangan Kara Sadhana juga membentuk segi tiga. Sehingga dengan demikian segitiga, sebagai mana diuraikan diatas, ia juga dibentuk oleh sikap-sikap anggota badan dalam sikap ritual. Segi tiga tidak saja hanya bentukan dari sikap badan atau sikap anggota
badan dalam melakukan ritual, tetapi juga bentukan dari piranti-piranti upacara yang disebut upakara atau jejahitan (rangkaian janur), juga piranti-piranti upacara lain. Dengan demikian sesungguhnya segi tiga mempunyai kandungan makna yang sangat luas,baik ditinjau dari fisik maupun spiritnya.
Makna karya: Bentuk karya ini merupakan figure dua manusia berlainan jenis, pada bagian bawah ada susun segitiga yang satu bidang dibuat polos tidak penuh dekorasi, bentuknya menjulang keatas, bagian atas mengrucut karya ini menandakan pertemuan antara wanita dan laki-laki, bentuk menjulang tinggi ada figur wanita dan laki-laki ada simbol-simbol pradana (feminin) dan purusa (lakilaki) yang sedang berpelukan. Tinggi 60 Cm dan dengan penerapan warna glasyir pada body menggunakan glasyir transparan agar menimbulkan kesan alami. Makna yang ingin disampaikan pada karya ini adalah apa bila kita menjalani kehidupan selaras dan haromoni dengan sesamanya, niscaya akan timbul rasa kasih sayang sehingga ada perasaan saling mengasihi dan mencintai, begitu pula hubungan antara pria dan wanita akan saling mengasihi, menghargai tanpa melihat perbedaan masing-masing, memiliki kedudukan yang sama berjalan sesuai dengan fungsinya.
Daftar Pustaka David Freemantle, 2002. How to Choose, BIP, Gramedia, Jakarta. Jhoanes Mardimin, 1994. Jangan tangisi Tradisi, Transformasi Budaya Menuju Masyarakat Modern, Kanisus, Yogyakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia,1991. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai Pustaka. Soedarso Sp, 2006. Trilogi Seni, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Raka Ida Bagus, 1986. Jejahitan Bali. Bentuk dan Fungsinya, Proyek sasana Budaya Bali Denpasar.