WAWASAN BUDAYA NIAS
Disusun Oleh : 1. Levi Alvita /14148126 2. Deina Safira /14148131
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
Letak Geografis Pulau Nias Pulau Nias yang terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga ,daerah Provinsi Sumatera Utara. ini dihuni oleh suku Nias atau mereka menyebut diri mereka Ono Niha yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau yang memiliki penduduk mayoritas Kristen protestan telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.
Sejarah Suku Nias Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di media masa menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.
DNA Penelitian genetika terbaru menemukan, masyarakat Nias, Sumatera Utara, berasal dari rumpun bangsa Austronesia. Nenek moyang orang Nias diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-5.000 tahun lalu.
Mannis van Oven, mahasiswa doktoral dari Department of Forensic Molecular Biology, Erasmus MC-University Medical Center Rotterdam, memaparkan hasil temuannya di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Oven meneliti 440 contoh darah warga di 11 desa di Pulau Nias.
Dari semua populasi yang diteliti, kromosom-Y dan mitokondria-DNA orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina.
Kromosom-Y adalah pembawa sifat laki-laki. Manusia laki-laki mempunyai kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Mitokondria-DNA (mtDNA) diwariskan dari kromosom ibu.
Penelitian ini juga menemukan, dalam genetika orang Nias saat ini tidak ada lagi jejak dari masyarakat Nias kuno yang sisa peninggalannya ditemukan di Goa Togi Ndrawa, Nias TengahPenelitian arkeologi terhadap alat-alat batu yang ditemukan menunjukkan, manusia yang menempati goa tersebut berasal dari masa 12.000 tahun lalu.
Keragaman genetika masyarakat Nias sangat rendah dibandingkan dengan populasi masyarakat lain, khususnya dari kromosom-Y. Hal ini mengindikasikan pernah terjadinya bottleneck (kemacetan) populasi dalam sejarah masa lalu Nias.
Studi ini juga menemukan, masyarakat Nias tidak memiliki kaitan genetik dengan masyarakat di Kepulauan Andaman-Nikobar di Samudra Hindia yang secara geografis bertetangga.
Cerita Rakyat Nias
Sebagaimana di daerah-daerah lain, di Nias pun terdapat sejumlah cerita rakyat yang begitu populer diantaranya Kisah Teteholi Ana’a, Dödö Hia, Sigelo Ana’a, Laowömaru dan masih banyak lagi. Cerita Teteholi Ana’a mengisahkan tentang asal usul suku Nias yang konon berasal dari langit lalu diturunkan ke bumi yaitu daratan pulau Nias. Cerita ini mudah ditebak sebagai sebuah legenda belaka. Namun yang menarik adalah di balik legenda ini ada pesan moral yakni hendak menegaskan kebanggaan identitas suku Nias – orang Nias tidak perlu minder saat berinteraksi dengan suku-suku lain. Cerita rakyat lain dari pulau Nias yang begitu populer adalah Dödö Hia. Cerita ini cukup dramatis dimana seorang yang bernama Hia sebelum ia meninggal memberikan wasiat kepada anak-anaknya supaya hatinya diambil dari tubuhnya lalu ditaruh di dalam botol. Tujuannya ialah agar hati Hia yang merupakan representatif dari Hia sendiri bisa terus memberikan nasehat kepada anak-anaknya sekalipun tubuhnya telah mati. Namun celakanya, seorang menantu perempuan Hia karena bosan mendengar nasehat Hia maka ia membuang hati tersebut di sungai hingga akhirnya hati itu sampai ke benua Eropa dan itulah yang menjadi sumber kearifan orang Eropa. Walau cerita ini terkesan terlalu dibuat-buat, namun kita patut menghargai pesan moralnya yaitu pentingnya mendengar nasehat orang tua. Sedangkan cerita Sigelo Ana’a mengisahkan tentang seekor babi ajaib yang setiap kali diberi makan sebutir telor dengan murah hati ia akan membalas dengan mengeluarkan kotorannya berupa emas murni. Suatu hari seorang yang begitu rakus mendatangi babi itu sembari memberikan sebutir telor. Kemudian ia menuntut supaya kotoran dan semua isi perutnya dikeluarkan untuknya seorang. Terang saja babi ajaib menolak. Namun karena dipaksa babi tersebut kabur sambil menyeret mati orang rakus itu. Pesan moralnya adalah jangan rakus harta. Cerita terakhir yang tidak kalah populer adalah Laowömaru. Cerita yang mirip kisah Simson di Alkitab ini mengisahkan tentang orang kuat di Nias yang mempunyai rambut besi sebagai sumber kekuatannya. Dengan kekuatannya Laowömaru pernah mencoba mau menyatukan pulau Nias dengan daratan Sumatera namun gagal karena ada pantangan yang dilanggar. Kekuatan Laowömaru ini begitu melegenda namun akhirnya ia mati dibunuh setelah rahasia kekuatannya terbongkar. Pesan moralnya adalah kita harus berhati-hati dan jangan membukakan semua isi hati (rahasia) pribadi kepada orang lain.
Itulah beberapa cerita rakyat yang ada di pulau Nias. Dan sebagaimana yang sudah dikatakan bahwa cerita ini dituturkan oleh orang tua kepada anak-anak mereka lebih dari sekedar dongen sebelum tidur, atau sekedar mengisi kekosongan waktu orang Nias yang kesepian di pulau kecilnya. Tidaklah sesederhana itu. Para orang tua di pulau Nias dengan cerdik menyelipkan banyak nasehat kepada anak-anak mereka di balik narasi cerita-cerita rakyat itu. Sepertinya itu menjadi salah satu metode yang mereka gunakan untuk mendidik anak-anak mereka - yaitu bercerita. Karena itu adalah bijak bila generasi sekarang khususnya pemerintah daerah di kepulauan Nias mau melestarikan cerita rakyat ini supaya orang Nias tidak melupakannya dan sekaligus tidak melupakan pesan moralnya.
LOMPAT BATU (HOMBO BATU) Budaya Megalitik yang masih asli di Nias sesuai namanya Megalitik atau batu besar, di Nias masih banyak Batu Batu besar di Desa desa di Nias. Batu – batu besar ini di gunakan oleh masyarakat setempat untuk melakukan tradisi Lompat Batu atau Hombo Batu. Tradisi lompat batu sudah dilakukan sejak jaman para leluhur ,di mana pada jaman dahulu mereka sering berperang antar suku sehingga mereka melatih diri mereka agar kuat dan mampu menembus benteng lawan yang konon cukup tinggi untuk dilompati. Seiring berkembangnya jaman, tradisi ini turut berubah fungsinya. Karena jaman sekarang mereka sudah tidak berperang lagi maka tradisi lompat batu digunakan bukan untuk perang lagi melainkan untuk ritual dan juga sebagai simbol budaya orang Nias. Tradisi tersebut diadakan untuk mengukur kedewasaan dan kematangan seorang lelaki di Nias sekaligus ajang menguji fisik dan mental para remaja pria di Nias menjelang usia dewasa. Tradisi lompat batu dilakukan pemuda Nias untuk membuktikan kalau mereka diperbolehkan untuk menikah. Batu yang harus dilompati berupa bangunan mirip tugu piramida dengan permukaan bagian atas datar. Tingginya tak kurang 2 meter dengan lebar 90 centimeter dan panjang 60 centimeter. Para pelompat melompati Batu besar itu melalui pijakan batu kecil sebelum melompati batu peninggalan masa lalu tersebut. Para pelompat tidak hanya sekedar harus melintasi tumpukan batu tersebut, tapi ia juga harus memiliki tehnik seperti saat mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah dapat menyebabkan akibat yang fatal seperti cedera otot atau patah tulang. Banyak pemuda yang bersemangat untuk dapat melompati batu besar ini.