1
BUKU AJAR METODE PENELITIAN I
Oleh : Donie Fadjar Kurniawan, SS., M.Si., M.Hum. NIP. 197206152006041002
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2014
2
Kata Pengantar
Proses penulisan bahan ajar untuk pegangan kuliah mahasiswa ini diwarnai dengan perasaan optimistis bahwa penelitian merupakan sesuatu yang dapat dilakukan dengan subur bagi mahasiswa diperguruan tinggi seni. Bahan ajar yang pertama dan utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan materi perkuliahan bagi mahasiswa. Dalam konteks bahan ajar, analisis terhadap kelangkaan sumber yang mudah dipahami mahasiswa menjadi hal penting.Bahan ajar adalah solusi terhadap permasalahan tersebut dan oleh karena itu sekaligus dapat meningkatkan kapasitas keilmuan atau keterampilan mahasiswa. Secara tidak disengaja keinginan untuk menelaah lebih mendalam ternyata diwadahi oleh adanya tawaran hibah penulisan bahan ajar. Dan titik temu di antara kedua proposisi tersebut adalah Metode Penelitian. Metode Penelitian, dalam konteks perguruan tinggi seni, selama dua dekade terakhir sangat diwarnai dengan optimisasi dari golongan naturalistik. Hal ini nampak secara merata di hampir semua program studi bahwa pengajaran dan buku ajar secara umum lebih banyak digunakan buku referensi Metode Penelitian Kualitatif yang berasal dari berbagai penulis. Hal ini bukan sesuatu yang bisa dikesampingkan. Metode Penelitian Kualitatif memang sangat handal untuk digunakan sebagai instrumen penggali kedalaman makna, terdapat proses dan produk budaya dan seni yang menjadi obyek penelitian. Mengingat kondisi yang seperti ini, tampaknya kendala tinggal mengerucut pada ’research culture’ kita. Research culture dimaksudkan sebagai kesadaran
3
untuk berkembang melakukan penelitian dengan didasarkan kepada kaidah penelitian seperti metodologis dan teoretis.
Hal-hal ini tampaknya belum begitu
nyaman untuk kalangan pendidikan tinggi seni. Hal ini diperparah dengan kelangkaan bahan ajar yang mudah di pahami. Tidak hendak melupakan banyak pihak dimulai dari lembaga ISI Surakarta, P3AI dan Dekanat Fakultas Seni Rupa dan Desain serta rekan-rekan dosen di Jurusan Seni Media Rekam yang telah memberikan masukan dalam penulisan bahan ajar ini oleh karena diucapkan banyak Terimakasih
Donie Fadjar K, SS., M.Si., M.Hum
4
TINJAUAN MATA KULIAH
A. Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah Metode Penelitian I adalah mata kuliah keahlian khusus yang memberikan pemahaman mengenai metode penelitian dan aplikasinya dalam penelitian ilmiah dan kekaryaan seni, khususya bidang pertelevisian. Metode Penelitian I merupakan matakuliah wajib Semester V di Program Studi Televisi dan Film, Jurusan Seni Media Rekam, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesai Surakarta dengan kode MBB08101. Mata Kuliah Metode Penelitian I memiliki beban 2 SKS dan mensyaratkan mahasiswa lulus mata kuliah Bahasa Indonesia. Kelulusan atas Mata Kuliah ini menjadi prasyarat pengambilan mata kuliah Metode Penelitian II yang diberikan pada semester berikutnya, serta menjadi prasyarat mahasiswa yang mengambil Tugas Akhir berupa penulisan skripsi. B. Kegunaan Mata Kuliah Mata Kuliah Metode Penelitian I ini mempunyai kegunaan supaya mahasiswa dapat memahami metode dan langkah-langkah pengumpulan data untuk kepentingan penelitian ilmiah maupun karya pertelevisian. C. Tujuan Instruksional Umum Mata Kuliah Metode Penelitian I ini memiliki Tujuan Instruksional Umum (TIU) sebagai berikut: setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa dapat
5
memahami
prinsip-prinsip
dasar
penelitian
kualitatif
dan
mampu
mengaplikasikannya ke dalam kerja penelitian. D. Pokok Bahasan 1. Penelitian/research dan perkembangan ilmu pengetahuan yang di dalamnya dibahas Definisi Penelitian, Pendekatan Ilmiah dan Non ilmiah , Jenis Penelitian dan Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah 2. Paradigma, Metode, dan Teori Penelitian yang di dalamnya dibahas Mapping Paradigma, Metode, dan Teori dalam Penelitian. Paradigma Penelitian meliputi pendapat dari beberapa ahli, Metode Penelitian meliputi pendapat dari beberapa ahli, Teori-Teori Penelitian Sosial, meliputi TeoriTeori Sosial Mikro antara lain Teori Fungsional Struktural, Teori Konflik, dan Teori-Teori Sosial Mikro antara lain, teori Interaksi Simbolik, Teori Fenomenologi, Teori Etnometodologi dan Teori Semiotika 3. Paradigma Penelitian Kualitatif, yang di dalamnya dibahas Karakteristik, Teknik yang digunakan, Kriterium dan Kausalitas, Sumber-Sumber Teori, Instrumen Penelitan, Waktu pengumpulan data, Analisis, Desain Penelitian, Gaya
Penelitian,
Latar
Penelitian,
Satuan
Kajian,
Unsur-nsur
Kontekstualitas dan Perpektif. 4. Masalah Penelitian Kualitatif, yang di dalamnya dibahas Masalah dalam Penelitian, strategi menemukan sumber Permasalahan, Pertimbanganpertimbangan
memilih
permasalahan,
Analisis
masalah
Penelitian,
Identifikasi masalah Penelitian, Fokus Masalah Penelitian, Unit Analisis, Pertimbangan-pertimbangan Desain Penelitian.
6
E. Susunan dan Keterkaitan antar Unit Mata Kuliah Metode Penelitian I adalah mata kuliah yang mengantarkan mahasiswa ke arah pola pikir ilmiah, kritis, dan analitik. Bagian awal dari mata kuliah Metode Penelitian I adalah membuka ideologi dimulai dari ’kebenaran’, kemudian ’pengetahuan’, ’ilmu’, dan piranti memperolah ilmu pengetahun yaitu metode penelitian.
Pada bagian pertengahan mahasiswa akan diperkenalkan
dengan perkembangan metode penelitian
yang dimulai dari
munculnya
paradigma yang pertama yaitu kuantitatif yang dipergunakan di bidang matematika dan ilmu terukur lainnya. Kemudian berkembang hingga abad ke 19 dengan munculnya faham positivistik dan terus hingga sarjana-sarjana sosial di Perancis dan Jerman yang menghasilkan pendekatan naturalistik induktif. Pada bagian akhir mata kuliah mahasiswa diperkenalkan dengan strategistrategi pengajuan skripsi, yang diawali dengan bagaimana mendapatkan permasalahan yang layak diangkat untuk tugas akhir tersebut.
Informasi dan
pengetahuan mahasiswa yang sudah banyak terkait dengan ’core’ pertelevsian diabstraksi sehingga menjadi sebuah ilmu yang menarik dan pantas dan mampu mahasiswa analisis. F. Bahan Pendukung Mata kuliah Metode Penelitian I menggunakan bahan pendukung berupa piranti materi ajar power point dengan LCD proyektor. Bahan pendukung lainnya berupa buku-buku metode penelitian terutama paradigm kualitatif, artikel-artikel
7
ilmiah yang terkait dengan pertelevisian, kertas-kertas ilmiah, materi seminar, dan informasi ilmiah terkini terkait dengan pertelevisian. G. Daftar Pustaka Black dan Champion. Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Jakarta: Eresco. 1992 Brannen, Julia. Memadu Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002. Gerbner, George. “Television Violence : At the Time of Turmoil and Terror” dalam Gail Dinnes. Gender, Race and Class in Media. London Sage Publishing 2003 Johnson, Doyle P. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : Gramedia1994 Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 1993. Kerlinger, N. Fred. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 1998 M. Antonius Birowo, M.A. (ed). Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004 Milles, B. and Hubberman. Analisis Data Kualitatif: Terjemahan (siapa?). Jakarta: UI Press. 1998 Moleong, Lexy, J.; Metodologi Penelitian Kualitatif, CV Remaja Karya, Bandung, 2006. Mulyana, Deddy. Metodologi Peneleitian Kualitatif: Paradigma Baru di Bidang Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : Rosdakarya. 2001 Nawawi.Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 1995 Poloma, Margaret. M.. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press1994 Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali. 1980 Ritzer, George. and Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 2005.
8
Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2003 Suwardi Endraswara. Penelitian Budaya. Yogyakarta: UGM Press. 2001 Stokes, Jones.. How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Terjemahan. Yogyakarta: Bentang. 2006 Strauss, Anselm and Juliet Corbin. Basics of Qualitative Research : Grounded Theory, Procedures and Technique. London : Sage Publication. 1990. _______. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik Teknik Teoretisasi Data. Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2003 _______. Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif : Prosedur, Teknik dan Teori Grounded. Terjemahan. Surabaya : Bina Ilmu. 1997. Suprayogo, Imam dan Thobroni. Metodologi Penelitian Sosial dan Agama. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2003. Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press. 2005.
9
DAFTAR ISI Halaman Judul
…………………………….………………………………
i
Kata Pengantar
………………………………….…………………………
ii
……………………………….……………………
iv
………………………………………………….……………….
ix
Tinjauan Mata Kuliah Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN A. B. C. D.
Definisi Penelitian …………………………………….……………. Pendekatan Ilmiah dan Non Ilmiah ………………………………… Jenis-Jenis Penelitian ………………………………………………. Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah …………………………………………..
10 11 16 18
BAB II. PARADIGMA, METODE DAN TEORI PENELITIAN A. B. C. D.
Mapping Paradigma, Metode dan Teori dalam Penelitian ………….. Paradigma Penelitian ……………………………………………….. Metode Penelitian …………………………………………………… Teori-Teori Penelitian Sosial ……………………………………….. 1. Teori-Teori Positivistik ………………………………………. .. a. Teori Fungsional Struktural ………………………………….. b. Teori Konflik ………………………………………………… 2. Teori-Teori Naturalistik . ……………………………………….. a. Teori Interaksi Simbolik …………………………………… b. Teori Fenomenologi …………………………………………. c. Teori Etnometodologi ………………………………………. d. Teori Semiotika ………………………………………………
21 22 33 37 38 39 42 45 45 50 52 53
BAB III. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF, A. Karakteristik Penelitian Kulitatif …………………………………… 1. Natural Setting ……………………………………………………. 2. Permasalahan Terkini …………………………………………….. 3. Laporan Deskriptif ……………………………………………….. 4. Peneliti sebagai Instrumen Utama ……………………………….. 5. Purposive Sampling ……………………………………………… 6. Tacit Knowledge …………………………………………………. 7. Makna sebagai Perhatian Utama …………………………………. 8. Analisis Induktif …………………………………………………… 9. Holistik ……………………………………………………………. 10. Disain Penelitian bersifat Lentur ………………………………….. 11. Negotiated outcomes ………………………………………………
55 56 57 57 58 59 60 61 62 63 63 64
10
B. Persoalan-Persoalan dalam Penelitian Kualitatif ……………………… 1. Persoalan Generalisasi ……………………………………………. 2. Persoalan Kausalitas ……………………………………………… 3. Persoalan Etik Emik ………………………………………………
67 67 68 69
BAB IV. MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF A. Masalah dalam Penelitian …………………………………………. 76 B. Perumusan Masalah ………………………...……………………… 81 C. Contoh Perumusan Masalah ……………………………………….. 82 BAB V DESAIN PROPOSAL PENELITIAN……………………………… 83 BAB VI. PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF A. Sumber Data …………… …………………………………………. 1. Narasumber ……………………………...……………………… 2. Peristiwa atau Aktivitas ..……………………………………….. 3. Tempat atau Lokasi …………...…………………………………. 4. Benda, Gambar, Rekaman ……………………………………… B. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………… 1. Wawancara ……………………………………………………….. 2. Focus Group Discussion ………………………………………….. 3. Observasi …………………………………………………. 4. Content Analisis …………………………………………………… 5. Kuesioner ………………………………………………………….. C. Cara Mencatat Data …………………………………………………. D. Etika Penelitian ……………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA
86 87 88 88 88 89 90 92 93 94 95 95 97
……………………………………………………. 101
11
BAB I PENDAHULUAN Pokok Bahasan : Penelitian/research dan perkembangan ilmu pengetahuan yang di dalamnya dibahas Definisi Penelitian, Pendekatan Ilmiah dan Non ilmiah, Jenis Penelitian dan Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah Tujuan Instruksional Khusus : Memberikan gambaran umum mengenai peta perkembangan penelitian ilmiah.
Daftar Pustaka Black dan Champion. Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Jakarta: Eresco. 1992 Brannen, Julia. Memadu Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002. Gerbner, George. “Television Violence : At the Time of Turmoil and Terror” dalam Gail Dinnes. Gender, Race and Class in Media. London Sage Publishing 2003 Johnson, Doyle P. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta : Gramedia1994 Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 1993. Kerlinger, N. Fred. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 1998 M. Antonius Birowo, M.A. (ed). Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004 Miles, B Mathew and Hubberman. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods.Beverly Hills :1986. Moleong, Lexy, J.; Metodologi Penelitian Kualitatif, CV Remaja Karya, Bandung, 2006.
12
Mulyana, Deddy. Metodologi Peneleitian Kualitatif: Paradigma Baru di Bidang Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung : Rosdakarya. 2001 Nawawi.Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 1995 Poloma, Margaret. M.. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Press1994 Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: Rajawali. 1980 Ritzer, George. and Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. 2005. Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2003 Suwardi Endraswara. Penelitian Budaya. Yogyakarta: UGM Press. 2001 Stokes, Jones.. How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya. Terjemahan. Yogyakarta: Bentang. 2006 Strauss, Anselm and Juliet Corbin. Basics of Qualitative Research : Grounded Theory, Procedures and Technique. London : Sage Publication. 1990. _______. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tata Langkah dan Teknik Teknik Teoretisasi Data. Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2003 _______. Dasar- Dasar Penelitian Kualitatif : Prosedur, Teknik dan Teori Grounded. Terjemahan. Surabaya : Bina Ilmu. 1997. Suprayogo, Imam dan Thobroni. Metodologi Penelitian Sosial dan Agama. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2003. Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press. 2005.
13
A. Definisi Penelitian Penelitian dalam Bahasa Inggris disebut dengan research merupakan gabungan dua kata ’re’ dan ’search’ yang merujuk pada suatu usaha untuk menemukan kembali. Apa yang dicari tentunya suatu permasalahan/pertanyaan dari sebuah fenomena yang terjadi, perbedaan antara apa yang dilihat dan apa yang diharapkan. Jadi penelitian adalah seperangkat usaha untuk mengetahui, mengidentifikasi, menjawab hingga memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi.
Lalu masalah seperti apa yang dapat dilakukan penelitian?
Tentu
adalah masalah ilmiah sehingga penelitian yang dilakukan juga bernilai ilmiah. Memang tidak semua masalah dapat diteliti secara ilmiah jika masalah dimengerti sebagai perbedaan atas semua yang dihadapai dengan semua yang diinginkan, maka penelitian ilmiah harus berbarengan dengan seperangkat sistematika dan metodologi penelitian ilmiah. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penelitian sudah lama dikenal. Zaman Yunani kuno, Plato beserta muridnya Aristoteles telah memanfaatkan penelitian ilmiah yang paling sederhana yaitu wawancara. Pada waktu itu sekitar abad ke – 4 sebelum masehi, Plato memulai melakukan dialog serta interview atau wawancara tentang sebuah masalah yang sangat terkenal yaitu “Mengapa bangsa kita (Bangsa Athena) dapat dikalahkan oleh bangsa Sparta dalam perang Pheloponesus? “ Plato mulai menanyakan hampir ke semua orang yang ia jumpai. Setelah ia merasa cukup ia menarik kesimpulan bahwa bangsa Athena terlalu percaya diri setelah sebelumnya mengalahkan bangsa Persia dalam peperangan yang lebih
14
besar dan memandang remeh lawan bangsa Sparta yang tidak sebesar bangsa Persia. Singkatnya, dalam kaitan dengan metode penelitian, apa yang dilakukan Plato dan muridnya adalah sebuah metode yang diakui sebagai salah satu teknik pemerolehan data secara interview atau wawancara. Dalam pandangan Fred Kerlinger, yang ditulis dalam buku Asas-asas Penelitian Behavior, terjemahan (1998:17) menyatakan bahwa scientific research merupakan peneyelidikan dengan sistematis, terkontrol, empiris dan kritis tentang fenomena alami yang dipandu dengan teori dan hipotesis mengenai hubunganyang mungkin terdapat diantara fenomena tersebut. Selajutnya dinyatakan oleh Kerlinger bahwa terdapat dua hal yang perlu ditegaskan tentang definisi tersebut yaitu pertama, kalau kita sekiranya berkata bahwa penelitian bersifat sistematis dan terkontrol maka hal ini berarti bahwa penyelidikan ilmiah tertata dengan cara tertentu sehingga penyelidi dapat mempunyai kenyakinan yang kritis mengenai hasil penelitian. Hal ini sejalan dengan pengamatan/observasi dalam penelitian ilmiah sanagat terkait dengan disiplin. Penelitian ilmiah yang merupakan rangkaian kegiatan rasional , logis dan sistematis menuntut keberadaan integritas yang tinggi dari elemen-elemen yang terlibat, yaitu : 1. Integritas Peneliti Peneliti merupakan aktualisasi epistemologi. Sedangkan epistemologi adalah bagian dari filsafat ilmu yang membahas bagaimana cara manusia mendapatkan
15
ilmu pengetahuan dan sampai mana batas ilmu pengetahuan mampu digapai manusia. Melalui penelitian ilmiah, ilmu penegtahuan menjadi semakin berkembang dan semakin canggih, terus disempurnakan dan dikembngkan. Agar penelitian dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan sanagt
tergantung kepada
integritas
kepribadian peneliti baik berpkir maupun sikapnya. 2. Integritas Berpikir Seorang peneliti harus berpikir secara berurutan mulai dari, skeptic yaitu dalam menerima kebenaran atau membuat penyataan senantiasa berdasarkan fakta yang diperoleh secara valid. Selanjutnya bersikap analistis yaitu dalam menerima informasi dan membuat pernyataan , peneliti harus melakukan cek dan ricek dengan cara menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lainnya sebagai sebab akibat yang saling mempengaruhi mengembangkan berbagai asumsi dan penafsiran. Akhirnya bersikap Kritis, Peneliti dalam menerima informasi tidk segera ,menganggapnya
sebagai
kebenaran,
tetapi
mencermatinya
mengolahnya
berdasarkan logika dan akan sehat. 3. Integritas Kepribadian Peneliti tidak identik dengan seorang tukang yang mengerjakan sesuatu menurut kepentingan majikannya,
juga tidak identik dengan seorang pedagang yang
prinsip utamanya mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara menjual gagasannya.
16
Seorang peneliti adalah seorang ilmuwan yang tindakannya senantiasa bermuara pada pilihan-pilihan moral dan etika, Oleh karena itu, integritas pribadi seorang peneliti sanagt penting. Integritas tersebut meliputi : a. Obyektif yaitu menyajikan hasil penelitian apa adanya , ia harus jujur. Ia juga harus terbebas dari kepentingan dan sentimen pribadi atau golongan dan dari prakonsepsi yang berupa ekonomi, politis dan psikologis. b. Terbuka, yaitu peneliti dalam melakukan penelitian harus terbuka, transparan dalam proses penelitian maupun dalam hasil penelitiannya.
Dengan prinsip
keterbukaan itu, hasil penelitian dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya sehingga peneliti lainnya dapat menyempurnakannya di kemudian
hari. Sikap
seorang ilmuwan identik dengan peneliti adalah tidak memutlakkan penemuan ilmiah dan sadar mengakui relativitas ilmu pengetahuan. c. Kompeten, yaitu sikap mempunyai kemampuan akademik dalam persoalan yang diteliti dan kemampuan teoretik terutama dalam penguasaan metodologi penelitian itu sendiri (Suprayogo dan Tobroni, 2001:7-8) A. Pendekatan Ilmiah dan Non Ilmiah Penelitian dengan pendekatan ilmiah merupakan bentuk sistematis dari keseluruhan pemikiran dan telaah relektif. Dalam buku How We Think , Jhon Dewey menyinggung tentang paradigma umum inquiry atau penelaahan. Buku ini sanagt berpengaruh karena bahasan-bahasan tentang pendekatan ilmiah yang banyak beredar saat ini terutama didasarkan kepada hasil analisis Jhon Dewey tersebut.(Kerlinger, 1998:18)
17
Berikutnya, penelitian ilmiah bersifat empiris, yaitu ketika seorang ilmuwan berpendapat bahwa sesuatu itu harus ‘x’ maka ilmuwan tersebut harus menggunakan cara tertentu untuk menguji keyakinannya dengan sesuatu dari sisi yang lain. Sehingga pendekatan atau keyakinan subyektif harus diperiksa dengan menghadapan pada realitas obyektif. Tokoh lainnya yang memberikan pendapat tentang pendekatan ilmiah adalah Auguste Comte( 1789 1857). Tiga karya Comte memberikan pengaruh besar pada pola pikir ilmiah yang sampai sekarang terkenal sebagai pendekatan positivistic. Comte juga dikenal sebagai penemu ilmu pengetahan yang disebut dengan Sosiologi dengan karya-karya : - Course de Positive Philosophy (1830) - General View of Positivism (1848) - Subjective Synthetic (1956) Isi dari Course de Positive Philosophie 1.Konsep Static Social yang terdiri dari a.doctrine of individual b.doctrine of familiy c.doctrine of society d.doctrine of state 2.Konsep Dynamic Social yang terdiri dari a.The law of three stages b.The law of hierarcy of science c.The law of corelation of practical activities and feeling
18
Comte menekankan bahwa seharusnya ilmu pengeahuan harus bersifat positive fact. Artinya ilmu pengetahuan harus dapat dibenarkan oleh setiap orang yang mempunyai kesempatan yang sama untuk menilainya berdasarkan pada fakta atau hal-hal yang dapat ditinjau , diuji dan dibuktikan secara positif. Pendekatan positif ini pada awalnya lazim dipakai dalam mengkaji fenomena alam atau fenomena social secara fisika (social physic). Comte juga menyinggung dalam konsep Dynamic Social bahwa manusia dan ilmu pengetahuan berkembang dari animism /dinamisme ke metafisia dan mencapai puncak emajuan pada tahapan positivistic yang mengandalkan pada rasional empiris. Di samping pendekatan positivistic tersebut, sebagian besar sarjana merasa tidak terpuaskan dengan ’paksaan’ untuk menjadikan sesuatu itu menjadi berdasarkan rasional empiris. Hal ini dikarenakan tidak semua aktivitas manusia yang tak terhingga bisa diungkap secara rasional empiris. Terdapat sisi-sisi natural manusia yang bernuansa sangat beragam. Dalam bidang ilmu social pendekatan ini menjadi arus kuat tersendiri yang disebut sebagai pendekatan naturalistic. Selanjutnya, untuk mendapatkan pemuasan atas segala rasa keinginan tahu setiap manusia sebagai piranti bawaan dari Tuhan Yang Maha Esa maka manusia terus berupaya dan memikirkan jawaban atas segala pertanyaan dan permasalahan sehingga manusia semakin maju dan berkembang. Permasalahan dan jawaban
atas permasalahan tersebut, dalam sejarah ilmu
pengetahuan ditunjukkan dalam pencarian yang bersifat ilmiah dan ilmiah. Secara
19
sederhana kedua cara tersebut dapat dilihat dari buku Fred Kerlinger Asas Asas Penelitian Behavior (terjemahan) yang menyatakan bahwa terdapat empat cara untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan, yaitu (1) tenacity atau kegigihan yaitu sesuatu yang kita yakini kebenarannya sehingga kita memegangnya secara gigih (2) authority atau kewenangan yaitu suatu kebenaran yang didkung oleh suatu kekuatan otoritas seperti tradisi yang telah mapan (3) a priory atau a-priori yaitu merupakan penerimaan karena tidak lagi diperlukan pembukian (4) science atau ilmu pengetahuan yaitu merupakan puncak dari caracara sebelumnya ; pendekatan yang mampu dilakukan berulang serta mengevaluasi diri sendiri. Sementara itu, kesepakatan yang tumbuh diantara para ahli filsafat ilmu diperoleh kesepahaman terkait dengan ciri-ciri atau karakteristik sebuah pengetahun dikatakan ilmu penegtahuan yaitu : 1.
Bersifat empiris,
Yang dimaksud adalah kondisi yang didasarkan pada observasi atau pengamatan serta akal sehat yang hasilnya tidak menimbulkan sifat spekulatif atau mengirangira. Sebagai contoh ilmu social atau Sosiologi adalah sebuah ilmu pengetahuan yang memiliki cir empiris. Hal ini terlihat dari Sosiologi didasarkan pada pengamatan dan penalaran. Selanjutnya keempirisannya juga didukung dengan sifat ilmu pengetahun yang dapat diuji dengan fakta.
Perhatikan contoh :
maraknya anak jalanan yang sering dijumpai di perempatan jalan merupakan akibat dari maslah ekonomi keluarga yang rendah
dibarengi dengan tingkat
20
pendidikan yang rendah pula. Keadaan tersebut memaksa anak menjalani profesi sebagai pengamen ataupun pedagang asongan 2.
Bersifat teoritis,
Yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dan hasil hasil-hasil dari observasi atau pengamatan. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsure-unsur yang tersusun secara logis dan mempunyai tujuan untuk menjelaskan hubungan antar variable. Dari contoh di atas tampak bahwa adanya hubungan yang logis yaitu akibat terbentur masalah ekonmi dan pendidikan yang rendah , hal ini mengakibatkan terbentuknya anak jalanan. 3.
Bersifat kumulatif
Hal ini berarti teori –teori yang dibentuk berdasarkan pada teori yang sudah ada kemudian diperbaiki , diperluas, dan dipertajam.
Dari contoh anak jalanan
tampak bahwa teori-teori yang digunakan merupakan teori yang sudah ada sebelumnya antara lain teori pendidikan. 4.
Bersifat Nonetis
Yang dimaksud non etis adalah focus perhatian bukan terletak pada baik atau buruknya factor penentu akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secar analistis atau melalui penyelidikan terhadap suatu peristiwa. Dari contoh di atas, keberadaan anak jalanan tidak dapat dikatakan burruk dalam analisisnya. Akan tetapi perhatian ita teruju pada upaya menjelaskan keberadaan anak jalanan beserta sebabnya. Willer (1971) dalam Suprrayogo dan Tobroni (2001:11).
21
Di samping pendekatan ilmiah tersebut maka kita juga mengenal pendekatan non-ilmiah yaitu menggunaka cara lain tetapi tidak melalui uji sistematis, tidak menunjukkan keajegan, sering kali lemah dalam control, dan cenderung mengedapankan subyektivitas. Pendekatan Non ilmiah ini dapat dilihat sebagai penemuan kebenaran berdasarkan hal-hal berikut: 5.
Wahyu
Penemuan kebenaran berdasarkan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak. 6.
Intuisi
Penemuan kebenaran yang didasarkan pada ilham atau intuisi yang terjadi ketika seseorang sedang berada dalam puncak spiritualnya. Intuisi dapat pula berupa sebuah keyakinan terhadap sesuatu pilihan yang secara akal sehat dapat dipercaya atau bahkan sebaliknya tidak dapat dipercaya 7.
Kebetulan
Walaupun kebenaran dapat diperoleh secara kebetulan tetapi hal ini cenderung aplikatif dan bermanfaat. Penelitian terakhir membuktikan daging babi mengadung unsure genetika yang paling dekat kekerabatannya dengan manusia. Secara kebetulan penyakit-penyakit degeneratif yang menyerang genetika manusia sehingga memunculkan berbagai penyakit aneh banyak sekali ditemukan pada kelompok manusia yang mengkonsunsi babi. 8.
Akak Sehat (common sense)
Yang dimasud dengan common sense atau akal sehat adalah serangkaian konsep yang digunakan untuk dapat menyimpulkan sesuatu secara benar. Contoh
22
keteladanan untuk mendidik anak secara baik. Larangan atas hal-hal yangtidak baik harus didasarkan pada suri teladan yang diberikan secara langsung. Pnghargaan atas prestasi pun harus diimbangi dengan hukuman atas kesalahan. 9.
Trial and error
Sudah menjadi piranti bawaan manusia dengan rasa ingin tahunya yang besar untuk mencoba-coba sesuatu. Dalam bidang kesehatan, misalnya, buah salak yang mengadung unsure anti sembelit ternyata bersama-sama ketika kulit ari buah salak tidak dikupas. Sehingga ketika buah salak memang ingin dinikmati tanpa terbebani rasa sembelit maka tidak perlu kulit ari dilepaskan dari buah salak. Atau ketika biji buah durian yang selama ini dibuang ternyata setelah dicoba-coba mempunyai fungsi sebagai penawar aroma durian yang sangat kuat. 10.
Kewibawaan
Kewibawaaan seseorang sering kali digunakan oleh orangorang yang menjadi pengikutnya sebagai sebuah kebenaran dan cenderung diikuti secara membabi buta. B. Jenis Jenis Penelitian Untuk dapat menggolongkan penelitian maka dilihat berdasarkan beberapa aspek yaitu bidang keilmuan, metode analisis dan kualifikasi yang digunakan (Suprayogo dan Tobroni, 2001: 7) 1. Jenis penelitian berdasar bidang keilmuwan Untuk kelompok ini, penelitian dapat digolongkan ke dalam penelitian sosial yaitu penelitian yang obyeknya berupa gejala atau fenomena social baik dibidang politik, pendidikan, ekonomi, agama, hukum, psikologi dan lain sebagainya.
23
Selanjutnya penelitian social dapat terus dibagi menjadi peneleitian social kemasyarakatan. Penelitian jenis ini menggunakan obyek penelitian
berupa
perilaku masyarakat, seperti berekonomi, berpolitik, serta beragama. Sementara itu, jenis penelitian social budaya memiliki obyek penelitian budaya yang lebih abstrak . Jenis penelitian ini mengangkat bidang seperti dinamika pemikiran , norma dan kebudayaan suatu masayarakat. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan penelitian ini mengkaji fenomena social dalam manuskrip, teks, ataupun prasati. 2. Jenis penelitian berdasarkan metode analisis Berdasarkan analisis pembahasan yang dgunakan , peneliti dapat dikategorikan ke dalam penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Secara umum , penelitian kuantitatif meiliki tujuan untuk menjelaskan /explain suatu fenomena menurut perspektif numeric. Oleh karena itu, penelitia kuantitatif sering kali menggunakan rumus-rumus statistic, yang dipaai untuk menjelaskan hubungan atau pengaruh antaa variable-variabel terkait, bisa juga untuk menguji efektifitas atau uji kinerja sebuah metode. Sementara itu, jenis penelitian kualitatif yang muncul belakangan lebih menitikbertakan pada pemahaman (understanding) dunia makna. Hal tersebut disimbolkan dengan perilaku manusia melalui perspektif masyarakat itu sendiri. Oleh arena itu jenis penelitian ini lebih bersfat naturalistic dengan metode indukti bukan deduktif.
Teknik laporannya cenderung bersifat deskriptif dan naratif
dengan kerangka ‘verstehen’
24
3. Jenis Penelitian berdasarkan kualifikasi hasil Ketika kita melakukan penelitian maka hasil dari penelitian tersebut dapat dikategorikan menjadi penelitian dasar ( basic research) dan penelitian terapan (applied research). Yang dimaksud dengan jenis penelitian dasar adalah bertujuan untuk memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan secara teoretis. Sementara Peneleitian terapan diselenggarakan dalam rangka mengatasi masalah yang terjadi secara nyata dalam kehidupan , usaha pengembangan kualitas program dan peningkatan kualitas hidup. C. Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah Salah satu buku yang memaparkan cirri-ciri Penelitian Ilmiah adalah The Social Determination of Knowledge (1971) yang ditulis oleh Willer. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa pemikiran ilmiah harus memenuhi beberapa syarat yaitu : empiris rasional dan abstraktif. Buku selanjutnya adalah Systemic of Sociology (1960) yang ditulis oleh Johnson yang didalamnya terdapat paparan tentang criteria atau cirri-ciri penelitian ilmiah yaitu : empiris , teoretis, kumulatif dan non etis. Yang dimaksudkan dengan empiris adalah penelitian ilmiah harus berlandaskan pada pengamatan dan penalaran, bukan pada wahyu gaib logis/masuk akal
dan tidak spekulatif.
sehingga hasilnya
Ciri empiris ini sudah harus dimulai
pada saat peneliti melakukan tahap awalnya seperti dalam melakukan proses menemukan masalah, mencari hubungan antar fenomena atau variable ataupun ketika menetapkan
hipotesis. Semua hal tersebut harus dapat diuji melalui
fakta empiris utuk dikatakan sebagai penelitian yang mengandung bobot ilmiah.
25
Selanjutnya, teoretis merujuk pada serangkaian usaha yang merangkum keseluruhan pengamatan/observasi yang rumit ke dalam dalil-dalil abstrak secara logis sehingga saling berkaitan untuk menerangkan hubungan dari suatu persoalan. Ciri kumulatif yaitu usaha untuk menerapkan teori-teori yang digunakan dalam peneleitian, apakah bersifat melengkapi, mengkoreksi teori-teori lama. Kumulatif sering disalahtafsirkan dengan komulatif yang berarti gabungan. Akhirnya, penelitian ilmiah harus mempunyai dasar non etis. Hal ini mengacu kepada suatu kondisi ketika peneliti tidak mempertanyakan lagi apakah tindakantindakan social tertentu itu baik atau buruk. Peneliti semata-mata menerangkan tindakan social yang ia ambil. Peneliti dalam konteks ini harus melepaskan diri dari nilai, ia harus dalam kondisi value free yaitu tidak memliki pra konsepsi tertentu apakah hal terkait dengan ideologis, normatif, politis dan sebagainya dalam memberikan nilai terhadap gejala atau realitas social tertentu.
26
BAB II PARADIGMA , TEORI DAN METODE PENELITIAN Pokok Bahasan : Definisi paradigma dan penerapanannya dalam penelitian ilmiah Definisi teori dan penerapannya dalam penelitian ilmiah Definisi metode dan penerapannya dalam penelitian ilmiah
Tujuan Instruksionl Khusus : Menjelaskan secara benar definisi paradigma, metode dan teori dalam penelitian ilmiah. A. Maping Paradigma Penelitian
PARADIGMA
TEORI
METODE
Etimologis: Paradigma (latin) berarti model atau pola
Etimologis: Theo/Tuhan + rhea/ kontemplasi (latin)
Etimologis: Meta /melalui + hodos/ cara/arah (latin)
Terminologis: perspektif bidang keilmuawan atau sudut pandang realitas dari komunitas ilmuwan
Termnologis: proposisiproposissi yang secara sistematis saling berkaitan atau seperangkat pengertian yang berkorelasi dan teruji
Terminologis: cara untuk memahami realitas atau cara untuk memecahkan rangkaian permasalahan
Fungsi : mengarahkan perilaku ilmiah untuk menyelidiki /meneliti guna mendapatkan apa yang dicari secara eksplisit
F ungsi : mengubah pengetahuan/ knowledge menjadi ilmu pengetahuan/science
Fungsi : menyerderhanakan masalah agar mudah dipahami
Paradigma: Kuantitatif –Kualitatif Scientific - Naturalistik
Teori : Phitagoras, Relativitas Fungsionalisme - Konflik
Metode: Deskripsi, Komparasi, Klasifikasi, Kasus, Interpretasi
Diolah dari berbagai sumber bacaan dari daftar pustaka
27
B. Pengertian Paradigma Penelitian Berdasar ilmu asal usul kata (etimologi), paradigma berasal dari kata berbahasa latin yang sama yaitu paradigm. Kata ini diungkapkan kembali oleh Thomas S Khun yang termaktub dalam buku The Structure of Scientific Revolution (1970) yang mengandung makna pola, model atau contoh. Selanjutnya, Thomas Khun merujuk bahwa yang dimaksud dengan paradigma adalah pandangan hidup yang dimiliki oleh kelompok ilmuwan yang mengacu kepada disiplin tertentu. (science world view atau weltanschauung). Hal penting yang menjadi inti permaslaahan terkait dengan paradigma menurut Thomas Khun adalah revolusi ilmiah dalam dunia ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terjadi secara evolutif dan tidak pula terjadi secara kumulatif, tetapi ia berkembang secara revolusi yaitu paradigmatik itu sendiri. Paradigma ilmiah sebagai contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, Penelitian yang pelaksaannya didasarkan pada paradigm bersama berkomitmen untuk mengunakan aturan dan standar praktek ilmiah yang sama pula. ( Lexy Moleong, 2006:49). Ditambahkan oleh Moleong bahwa berdasarkan definisi Thomas Khun di atas dirumuskan bahwa paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi , berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. Baker dalam Moleong menyebutkan dalam Paradigms: The Business of Discovering The Future (1992) mendefiniskan paradigm
28
sebagai seperanagkat aturan yang tertulis atau tidak tertulis
dalam
melakukan dua hal yaitu pertama hal itu membnagun atau mendefiniskan batas-batas dan kedua, hal itu menceritakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di dalam batas-batas itu agar dapat berhasil dengan baik. Capra dalam Moleong menyebutkan definisi paradigma sebagai konstelasi konsep , nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama dalam masayarakat ilmuwan yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar untuk bagaimana mengorganisasikan dirinya. Bogdan dan Biglen dalam Moleong juga menyebutkan definisi paradigm sebagai sekumpulan yang longgar dari sejumlah asumsi, konsepkonsep serta proposisi-proposisi yang dipegang secara bersama-sama sehingga dapat menjadi arah dalam berpikir dalam penelitian Deddy Mulyana dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial (2001) menyatakan yang dimaksud dengan paradigm adalah perspektif bidang keilmuwan yang kadang-kadang disebut pula dengan mahzab pemikiran (school of thought)
. Istilah istilah yang
lain juga sering digunakan dengan
perspektif yaitu model, pendekatan, strategi intelektual,
kerangka
konseptual, kerangka pemikiran, serta pandangan dunia. Deddy Mulyana merujuk pula pendapat Patton bahwa paradigm tertanam secara kuat di dalam
sosialisasi
para
penganut
serta
praktisinya.
Paradigma
menunjukkan kepada mereka bahwa apa-apa yang penting, abash dan
29
masuk akal.
Paradigma juga bersifat normative yaitu menunjukkan
kepada praktisinya apa yang harus dilakukannya tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang. Akan tetapi aspek inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan kelemahannya. Kekuatan menyangkut hal yang memungkinkan tindakan sedangkan kelemahan nya adalah alas an untuk melakukan tindakan tersebut tersembunyi dalam asumsi-asumsi. Deddy Mulyana juga mengambil dari pendapat Anderson bahwa yang dimaksud dengan paradigm adalah ideology atau praktek suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandanagn yang sama atas realitas, memiliki seperangkat criteria yang sama untuk menilai dan menggunakan metode serupa. Menarik untuk dilihat lebih dalam hubungan antara realitas dengan subyek peneliti. Moleong (2006: 50) menggambarkannya sebagai berikut: Pada
dasarnya
ada
kesukaran
apabila
seseorang
ingin
merekonstruksi realitas. Pertama, ada realitas obyektif yang ditelaah, dan hal itu ditelaah melalui realitas sbyektif tentang pengertian –pengertian kita sebagaimana dikutip dari Hatcher (1990) :
Realitas yang disadari
Realitas yang tampak
Realitas
Realitas
Subyektif
Obyektif
Realitas yang tidak disadari
Realitas yang tidak tampak
30
Kedua, paradigm sebagai cara pandang dunia seseorang tersebut dalam membangun realitas yang dipersepsikan untuk memfokuskan perhatian
pada
aspek-aspek
tertentu
dari
realitas
obyektif
dan
mengarahkan interpretasi seseorang pada struktur dan berfungsi pada realitas yang tampak maupun yang tidak tampak. Perhatikan sisi kanan bagan di atas dan bandingkan dengan bagan sisi kiri Pada
bagian
lain
Moleong(2006:51)
menytakan
terdapat
bermacam-macam paradigm dalam dunia ilmu pengetahuan sekarang ini. Tetapi tidak semuanya muncul hanya beberapa yang mendominasi yaitu Scientific Paradigm atau paradigm ilmiah dan naturalistic paradigm atau paradigma alamiah.
Paradigma ilmiah menggunakan sumber acuan
pandangan positivistic sementara itu paradigm alamiah menggunkan sumber acuan pandangan fenomenologis.
Dalam sejarah ditunjukkan
bahwa aliran positivistic mempunyai akar pada pandangan teoretisi Auguste Comte beserta Emile Durkheim yang berlangsng pada awal abad ke-19. Para positivis mencari fakta dan penyebab fenomena social tetapi mereka tidak terlalu mempedulikan keadaan subyektif individu. Mereka menyarankan
kepada
para
ahli
ilmu
pengetahuan
social
untuk
mempertimbnagkan fakta social ataupun fenomena social sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksakan pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia.
31
Sedangkan paradigm alamiah menggunakan sumber permulaan dari pandangan Max Weber yang kemudian diteruskan oleh Irwin Deutcher dan yang lebih dikenal dengan aliran fenomenologis. Fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak pelaku itu sendiri. Bagi mereka yang penting adalah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh pelaku itu sendiri. Perbandingan paradigm ilmiah dengan paradigm alamiah dilihat dari aksiomanya sebagai berikut: Aksioma tentang Hakikat kenyataan
Paradigma Ilmiah Paradigma Alamiah Kenyataan adalah Kenyataan adalah tidak tunggal dan tunggal dan dibentuk fragmentis serta bagian dari keutuhan Hubungan antara Pencari tahu dengan Pencari tahu denga pencari tahu dengan yang tahu (obyeknya) yang tahu (obyeknya) yang tahu adalah bebas sehingga aktif bersama-sama tidak menimbulkan sehingga mereka tidak dualisme dapat dipisahkan Kemungkinan Generalisai atas dasar Hanya waktu dan generalisasi bebas waktu dan bebas konteks yang mengikat konteks (pernyataan hipotesis kerja nomotetik) (pernyatan idiografis) studi kasus bukan mengeneralisasi Kemungkinan Terdapat penyebab Setiap keutuhan berada hubungan sebab sebenarnya yang di dalam keadaa akibat secara temporer atau mempengaruhi secara secara simultan bersama-sama sehingga terhadap akibatnya sukar membedakan mana sebab dan akibat. Peranan Nilai Bebas nilai Terikat nilai
Tampak dari bagan di atas tentang perbandingan paradigm ilmiah dan paradigma alamiah bedasarkan aksioma (pernyataan logis yang
32
digunakan untuk mendapatkan focus peneleitian). Selanjutnya dilengkapi dengan asumsi-asmusi dasar ( anggapan dasar yang tidak perlu diuji terlebih dulu tetapi mempunyai fungsi sebagai dasar pemilihan masalah penelitian ) diantaranya dari Guba dan Lincoln (1981) berikut ini: Asumsi tentang kenyataan :Fokus paradigma alamiah terletak pada kenyataan jamak yang dapat diumpamakan sebagai susunan lapisan kulit bawang, atau seperti sarang, tetapi yang saling membantu satu dengan lainnya. Setiap lapisan menyediakan perspektif kenyataan yang berbeda dan tidak ada lapisanyang dapat dianggap lebih benar daripada yang lainnya. Fenomena tidak dapat berkonvergensi ke dalam suatu bentuk saja, yaitu bentuk kebenaran, tetapi berdivergensi dalam pelbagai bentuk, yaitu bentuk kebenaran jamak. Selanjutnya, lapisan-lapisan itu tidak dapat diuraikan atau dipahami dari segi variable bebas dan terikat secara terpisah, tetapi terkait secara erat dan membentuk suatu pola kebenaran. Pola inilah yang perlu ditelaah dengan lebih menekankan pada verstehen atau pengertian daripada untuk keperluan prediksi dan kontrol. Peneliti alamiah cenderung memandang secara lebih berdivergensi daripada konvergensi apabila peneliti makin terjun ke dalam kancah penelitian. Asumsi tentang peneliti dan subjek: Paradigma alamiah berasumsi bahwa fenomena becirikan interaktivitas. Walaupun usaha penjajagan dapat mengurangi interaktivitas sampai ke minimum, sejumlah besar kemungkinan akan tetap tersisa. Pendekatan yang baik memerlukan
33
pengertian tentang kemungkinan pengaruh terhadap interaktivitas, dan dengan demikian perlu memperhitungkannya. Asumsi tentang hakikat pernyataan tentang kebenaran : peneleiti alamiah cnderung mengelak dari adanya generalisasi dan lebih menyetujui uraian rinci (thick description) dan hipotesis kerja. Perbedaan dan bukan kesamaan yang memberi cirri terhadap konteks yang berbeda . Jadi jika seseorang mendeskripsikan atau menafsirkan suatu situasi dan ingin mengetahui serta ingin mencari tahu apakah hal itu berlaku pada situasi kedua, maka peneliti perlu memperoleh informasi sebanyak-banyaknya infromasi guna menentukan apakah dasar cukup kuat untuk mengadakan pengalihan. Selanjutnya focus inquiry alamiah lebih memberikan penekanan pada perbedaan yang lebih besar daripada persamaan. Di lain pihak, paradigm ilmiah lebih mengacu pada dasar pengetahuan nomotetik yang menitikeratkan pada pengembangan hokum-hukum yang umum. Bagi para peneliti terutama peneliti awal, maka jelas ia akan dipandu oleh seperangkat asumsi dasar tertentu. Bagi peneleiti kualitatif seperangkat asumsi akan bermanfaat dalam memandu keseluruhan tindakan serta perilaku penelitiannya. Ditinjau dari sisi ini perbedaan paradigm
penelitian kualitatif
/alamiah dan paradigm penelitian kuantitatif/ilmiah digambarkan berikut ini:
34
PERBEDAAN PARADIGMA ILMIAH DAN PARADIGMA ALAMIAH Paradigma Ilmiah/Kuantitatif Asumsi: 1.Fakta social memiliki kenyataan obyektif 2.menggunakan metode 3.variabel dapat diidentifikasi dan hubungan dapat diukur 4.pandangan dari luar (etik) Maksud : 1.generalisasi 2.prediksi 3.penjelasan kausal Pendekatan : 1.mulai dari hipotesis dan teori 2.manipulasi dan control 3.eksperimen 4.deduktif 5.analisis komponen 6.mencari consensus nilai 7.mereduksi data dengan cara indicator numerical
Paadigma ALamiah/Kualitatif Asumsi: 1.kenyataan dibangunsecara social 2.mengutamakan bidang penelitian 3.variable kompleks terkait satu dengan yang lain dan sulit diukur. 4.pandangn dari dalam (emik)
Maksud: 1.kontekstual 2.interpretasi 3.memahami perspektif subyek Pendekatan: 1.berakhir dengan hipotesis dan teori grounded 2.muncul dan dapt digambarkan 3.peneliti sebagai instrument 4.mencari pola 5.mencari pluralism, Peranan Peneliti: kompleksitas 1.tidak terikat dan tidak harus 6.sedikit memanfaatkan indicator menperkenalkan diri numeric 2.gambaran obyektif. 7.penulisan laporan secara deskriptif. Peranan Peneliti : 1.keterlibatan secara pribadi 2.penegertian emapatik
Paradigma Penelitian Sosial Sebelum lebih dalam memaparkan paradigm yang dipakai dalam penelitian social termasuk di dalam bidang ilmu/seni media rekam terlebih dahulu akan disinggung tentang kondisi seni media rekam yang
35
bermuka ganda sehingga fakta yang ditemukan dapat ditelaah dari banyak pandangan. Faktor-faktor yang harus diketahui karena pengaruhnya yang cukup besar, dalam hal ini George Ritzer (1996:26) menyatakan : 1. Ontologis, Yang dimaksud dengan ontologism adalah keberadaan obyek tersebut. Posisinya diantara bidang ilmu yang lain. Dalam bidang media rekam atau social obyek direkonstruksi oleh individu sebagai peneliti 2. Epistemologis, Yaitu bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan , secaa kualitatif jarak anatara subye dengan obyek seolah-olah dihilangkan 3.
Aksiologis, Yaitu memberikan nilai, penelitian adalah penilaian. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bebas nilai
4. Metodologis, Yaitu keseluruhan proses penelitian termasuk metode, teori dan teknik penelitian.
1. Paradigma Ilmiah Paradigma ilmiah atau disebut juga paradigm positivistic juga disebut dengan paradigm fakta social.
Dalam paradigm ilmiah fenmena social
36
dipahami sebagai peristiwa atau kejadian alam lainnya. Oleh karena itu cara kerja ilmu social dipersamakan dengan metode di dalam ilmu alam. Hal ini menyebakan pada awlanya ilmu social sering disebut ilmu fisika social. Oleh karena itu dalam mengungkap fenomena social digunakan pendekatan positivistic dari Auguste Comte.
Fenomena sosial harus dipahami dari
perspektif luar yang diartikan sebagai fenomena social harus dapat ditelah dari teori-teori yang sudah ada. Selanjutnya, ketika memahami reealitas , pardigma ilmiah atau positivistic merujuk pada perspektif makro. Hal ini dikarenakan, pertama, realitas dianggap sebagai suatu fenomena yang keberadaannya ditentukan oleh fenomena yang lain. Oleh karena itu, investigasi ilmiah ditandai dengan hubungan-hubungan sebab dan akibat. Sebagi contoh adanya kesenjangan dan polarisasi ekonomi si kaya dan miskin mengakibatkan terjadinya perubahan social sehingga norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi ditaati sementara kaidah baru belum terbentuk.
Kedua, aliran positivistic sanagt
menyakini bahwa realitas sosila dapat diklasifikasikan dalam symbol-simbol dengan atribut tertentu. Ia juga menganggap realitas social dapat digambarkan dengan symbol-simbol pula. Hampir semua symbol-simbol yang digunkan berasal dari bahasa yang dipakai sehari-hari oleh karena itu memungkinkan kita untuk menunjuk pada aspek-aspek tertentu yang telah ada atau yang telah memiliki makna. Penelitian paradigm positivistic sanagt menyakini bahwa kategori yang ditempelkan dengan symbol dianggap sesautu yang pernah ada dan nyata serta
37
dapat digali secara empiric dengan cara membuat hipotesis dalam bentuk hubungan sebab akibat antara variable. Untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan mak variabekl-variabel tersebut dikonsepkan sedemikian rupa sehingga dapat diukur. Hal ini dimulai dengan membuat definisi nomina yang berbasis angka, definisi operasional, kemudian melakukan pengukuran dengan teknik statistic.Hasilnnya ditemukan adanya derajat asosiasi dan derajat korelasi yang dikemas dalam bentuk numeric. Penelitian dengan paradigm ilmiah/positivistic mempunyai tujuan antara lain: (1) untuk melakukan eksplanasi atau menjelaskan sesuatu permasalahan (2) untuk melakukan eksplorasi atau penjajagan berupa penyelidikan suatu masalah (3) untuk melakukan penggambaran atau deskripsi (4) melakukan pengujian atau verifikasi proses kejadian atau hubungan antar variable serta pola. 2. Paradigma Naturalistik Nama lain dari paradigm naturalistic adalah paradigm alamiah, paradigm non-positivistik, paradigm definisi social, paradigm kualitatif atau paradigm mikro. Menurut Paul D Johnson (1994:54) menyebutkan bahwa paradigm naturalistic dikemuakan dan dikembangkan oleh Max Weber dengan mengembangkan sosiologi interpretive. Menurut Max Weber Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mencoba memberikan pemahaman interpretative mengenai tindakan social. Selanjutnya dikemukakakn bahwa yang dimaksud
38
dengan tindakan social adalah semua perilaku manusia yang apabila dan sejauh individu yang bertindak itu memberikannya arti subyektif. Paradigma naturalistic atau paradigm mikro mempunyai aliran-aliran sebagai berikut : fenomenologi, interaksi simbolik, etnometodologi dan kebudayaan. Menurut Paradigma naturalistic, fenomena social tidak sama dengan fenomena alam. Oleh karena itu, tidak tepat menggunakan metode ilmu alam dalam ilmu social. Fenomena social dipahami dari perspektif dalam /inner perspective / etik berdasarkan dari subyek pelaku. Penelitian dengan paradigm naturalistic mempunyai tujuan untuk memahami makna perilaku, symbol-simbol dan fenomena. Penganut aliran paradigm naturalistic menganggap ealitas social yang menjadi obyek penelitian tidak semestinya bersifat perilaku social yang kasat mata. Tetapi ia meliputi keseluruhan makna budaya yang simbolis yang terdapat di balik semua gerak-gerik tindakan manusia yang kasat mata itu. Sementara itu sumber dari perilaku manusia itu, tidak berasala dari luar individu sebagai actor dan semata-mata
mengikuti hokum sebab akibat.
Sumber dari perilaku manusia bersumber dari dalam diri pribadi actor. Hal ini mengakibatkan makna pengalaman individu juga berasal dari diri pribadi actor. Paradigma naturalistic menganggap masalah obyektifitas bahwa yang obyektif tidak semata-mata ditentukan oleh peneliti berdasarkan teori atau asumsi-asumsi tertentu yang telah diyakini kebenarannya. Hal ini dikarenakan
39
justru dapat mengandung ataumenimbulkan bias budaya. Yang disebut obyekif adalah realitas sebagaimana yang dipahami dan dihayati oleh subyek penelitian sehingga bukan sembarang subyektif, melainkan justru obyektif menurut para subyek. Paradigma naturalistic juga beranggapan obyektif disusun dari subyek-subyek secara bersama menilai obyek. C. Metode Penelitian Sebagaimana diungkap dalam maping di atas, bahwa metode berasal dari gabungan bahasa Latin meta dan hodos . Meta memiliki arti menuju, mengikuti, melalui, atau setelahnya, sedangkan hodos memiliki arti arah, cara, atau jalan. Dalam terminologinya metode dapat diartikan sebagai cara atau strategi yang digunakan untuk memahami realitas dalam terminologi lainnya dapat diartikan sebagai rangkaian langkah yang sistematis untuk memecahkan permasalahan. Metode dapat dianggap sebagai alat yang mempunyai fungsi untuk membantu menyederhanakan permaslaahan, sehingga lebih mudah untuk dipahami dan dicaikan pemecahannya. Contoh-contoh metode antara lain klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi, deduksi dan sebagainya. Metode sering dicampuradukan dengan metodologi. Secara etimologi metodologi berasal dari gabungan kata metodos dan logos yang berarti filsafat ilmu mengenai metode. Dengan demikian yang dimaksud metodologi dalam penelitian adalah prsosedur intelektual dalam totalistas komunitas ilmiah. Prosedur yang dimaksud terjadi sejak peneliti menaruh minat tertentu,
40
menyusun
proposal,
menentukan
model
dan
konsep,
merumuskan
permasalahan mengumpulkan data dan lalu menganalisisnya dan akhirnya menarik kesimpulan.
Metodologi bukan kumpulan metode juga bukan
deskripsi mengenai metode tersebut. Dalam penelitian terutama ilmu sosila yang didalamnya termasuk budaya dan seni, ditemukan berbagai metode untuk mempelajari gejala social. KamantoSunarto (2002: 223) menyatakan Metode penelitian dalam ilmu social tidak selalu sama, karena ruang lingkup sasaran perhatianpara ahli ilmu sosila tidak selalu sama, ada yang mempelajari fakta social (Emile Durkheim), ada yang mempelajari Sistem Sosial (Talcott Parson) , Institusi Sosial (Emile Durkheim ) dan ada yang mempelajari toindakan Sosila (Max Weber). Dalam usaha mengumpulkan data yang dapat menghaslkan penemuanpenemuan baru dalam ilmu social perlu diperhatikan tahap-tahap penelitian yang saling berkaitan. Metode penelitian secara garis besar dan dianggap poko adalah perumusan masalah, penyusunan disain penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan penelitian. Metode-Metode Utama dalam Kuantitatif 1. Metode Survai Yang dimaksud metode survai dalam penelitian adalah sutau jenis penelitian yang didalamnya focus kajian dituangkan dalam sutau daftar pertanyaan baku. Metode survey sudah lama digunkan , misalnya pada tahun 1880 Karl Marx mengirimkan daftar
41
pertanyaan ke 25 ribu buruh di seluruh wilayah Perancis. Suatu daftar pertanyaan dalam metode survey pada umumnya memuat pertanyaan tertutup serta subyek penelitian diminta memilih jawaban yang telah disediakan oleh peneliti. Metode survey juga memiliki kesamaandengan sensus, namun sensus yang menajdi subyek penelitian adalah seluruh populasi. Misalnya semua kepala rumah tangga di seluruh Indonesia sedangkan dalam metode survey daftra pertanyaan diajukan pada subyek penelitian yang dianggap mewakili populasi misalnya 5%. 2. Metode Observasi Yang dimaksud dengan observasi atau pengamatan adalah suatu metode penelitian non survey. Dengan metode observasi peneliti mengamati secara langsung perilaku subyek penelitiannya. Dalam kurun waktu yang relati lamapeneliti memperoleh banyak kesempatan mengumpulkan data yang bersifat mendalam. Contoh penggunaan metode ini yang terkenal anatara lain Parsudi Suparlan (1984) yang mengamati seluk-beluk kehidupan gelandangan di Ibukota Jakarta. 3. Metode Riwayat Hidup Riwayat hidup merupakan metode dalam ilmu social yang berdasar pada pengumpulan dan pengungkapan data yang penting mengenai pengalaman subyektif. Kajian terhadap riwayat hidup dapat mengungkapkan data baru yang belum terungkap. Contoh studi
42
dalam ilmu social yang menggunakan metode riwayat hidup adalah Thomas dan Znaniecki (1966) yang berjudul The Polish Peasant in Europe and America dan he Jack Roller
yang mengisahkan
riwayat hidup di penjara anak-anak nakal. 4. Metode Studi Kasus Dalam penelitian yang memakai metode studi kasus berbagai segi kehidupan social kelompok tertentu secara menyeluruh. Penelitian studi kasus yang menonjol adalah karya Robert Lynd dan Helen Lynd tentang kehidupan masyarakat kota kecil di Amerika Serikat yang mereka beri nama Middletown. Tujuan penelitian ini sanagt luas karena mencakup segi mencari nafkah, pembentukan rumah tangga, sosialisasi anak, penggunaan waktu luang, kegiatan di bidang keagamaan dan kegiatan komunitas. 5. Metode content analysis Suatu masalah penelitian dapat pula diungkapkan denagn jalan menganalisis isi berbagai dokumen seperti, surat kabar, majalah, dokumen resmi, maupun naskah saastra. Dari data yang terkumpul dari berbagai sumber tersebut lalu dialihkan menjadi bentuk numeric yang dapat dianalisis secara kuantitatif. 6. Metode Eksperimen. Metode eksperimen ini lebih banyak digunakan di ilmu sosila terutama seperti psikologi. Salah satu yang terkenal adalah studi Michael Wolff tentang interaksi antara pejalan kaki di kala mereka
43
berpapasan di pusat kota. dengan
membandigkan
Metode eksperimen ini dilakukan kelompok
yang
diberi
perlakuan
(experimental group) dengan kelompok yang kelompokyang tidak diberi perlakuan (control group). Kelompok yang diteliti harus memiliki kesamaan karakteristik 7. Metode Deduktif. Metode ini merupakan metode yang menggunakan proses berpikir bermula dari pernyataan-pernyataan umum (premis mayor) menuju ke pernyataan yang bersifat khusus (premis minor). Contohnya : penelitia tentang minat siswa-siswa dan prestasi mereka. Hal ii dimulai dari teori tentang minat , selanjutnya dilihat ke dalam faktanya di lapangan bagaimana prestasi mereka. Sementara itu metode-metode utama yang digunakan dalam paradigm kualitatif/nonpositivistik antara lain: 1. Metode Historis Metode ini merupakan metode yang menggunakan analisis atau penyeldikan atas peristiwa masa lampau yang kemudia dirumuskan menjadi prinsip-prinsip umum. Contohnya adalah seseorang yang sedang meneliti akibat-akaibat dari sebuah revolusi akan menggunakan bahan-bahan sejarah untuk mendapatkan informasi terkait revolusi penting yang terjadi di masa lampau. 2. Metode Komparatif.
44
Merupakan metode perbandingan antara berbagai macam masayarakat serta segala bidangnya untuk memperoleh persamaan-persamaan , perbedaan-perbedaan beserta sebasebabnya. Persamaan dan perbedaan tersebut tujuannya untuk mendapatkan petunjuk mengenai perilaku masayakat pada masa lampau dan masa sekarang , serta mengenai masyarakat – masyarakat yang mempunyai tingkat peradaban yang sama atau berbeda. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan metode sejarah sehingga menjadi metode historis. 3. Metode Induktif. Merupakan metode yang menggunakan proses berpikir bermula dari pengamatan terhadap kejadian yang khusus kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Contohnya : seorang peneliti langsung melakukan pengamatan terhadap perilaku masyarakat yang terasing setelah memperoleh data untuk diolah. Kemudian dia
menarik
kesimpulan
tentang
pola-pola
dalam
mempertahankan budaya suku terasing tersebut. D. Teori-Teori dalam Penelitian Kualitatif Sebagaimana telah digambarkan dalam maping di bagian awal , tampak bahwa teori merupakan sebuah kontemplasi manusia untuk memahami apa-apa yang ada di sekitarnya, baik itu realitas, manusia maupun alam raya. Teori berfungsi untuk mendudukan segala apa yang diketahui manusia menjadi lebih sistematis dan metodologis. Beberapa
45
buku juga mengutarakan definisi teori, antara lain Doyle Johnson menytakan teori adalah seperangkat pernyataan yang disusun secara sistematis (1994:14), sementara itu, Margareth Poloma mengatakan teori adalah seperangkat pernyataan yang secara sistematis saling berkaitan. (1996:6) Lalu Fred Kerlinger menyatakan bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan yang menyajikan suatu pandanagn yang sistematis terhadap fenomena dengan menjabarkan hubungan-hubungan
dengan
tujuan
menjelaskan
dan
meramalkan
fenomena tersebut. (1998:19). Dengan demikian melalui sistematisasi, teori mempunyai peran untuk merubah pengetahuan kita menjadi ilmu pengetahuan bernilai ilmiah. Teori jika dilihat lebih dalam berdasar proses pemerolehannya terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu: 1. Teori Formal, yang dimaksud teori formal ketika peneliti terlebih
dahulu
memanfaatkan
teori
yang
sudah
ada
sebelumnya. Teori formal bersifat deduksi dan apriori 2. Teori substantif yaitu ketika peneliti memanfaatkan teori yang digunakan sendiri atau teori yang diperoleh melalui manfaat, hakekat serta abstraksi data yang diteliti. Teori dalam
penelitian terutama
kualitatif
dikenal
dalam
sistematika yan disebut sebagai landasan teori. Keberadaan landasan teori
46
dalam laporan penelitian menjadi sanagt penting untuk membantu mensistematisasi segala pengeahuan peneliti menjadi ilmiah. Secara khusus, landasan teoretis dari penelitian kualitatif itu bertumpu pada pandangan fenomenologis. Fenomenologi menjadi dasr landasan teoretis utama dengan didukung dengan beberapa teori yaitu etnometodologi, interaksi simbolik dan kebudayaan. Pada kebanyakan penelitian kualitatif teori yang mereka gunakan dibatasi pada pengertian bahwa pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi/pernyataan yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris. mendasarkan
orientasi
Penelitian yang lengkap dan baik akan teoretisnya
dan
memanfaatkannya
dalam
pengumpulan dan analisis data. Disini teori akan mampu menghubungkan peneliti dengan data yang diperoleh. 1. Teori-teori Positivisme Berikut teori-teori yang sering kali dimasukan ke dalam ranah disiplin positivistik: a. Teori Fungsionalisme Teori Fungsional atau sering juga disebut teori Fungsionalisme Struktural jika dibandingkan dengan teori besar lainnya seperti Evolusi, maka ia lebih statis. Teori fungsional Struktural memfokuskan pada suatu gejala di satu waktu tertentu dan menanyakan tentang apa akibat bagi
47
kesatuan yang lebih besar.
Fungsional sendiri oleh
pengikutnya diartikan sebagai “suatu konskuensi atau akibat yang mantap”.
Sementara itu, konsep struktural di sini
merujuk pada buku The Structure of Social Action yang ditulis oleh tokoh sosiologi popular Talcott Parson yang merujuk pada konsep structural sebagai tindakan orang perorang atau kelompok orang ditentkan oleh struktur sosialnya. Unit analisis yamg dipakai Parsion adalah individu dan kelompok nya. Struktur social memiliki daya paksa terhadap individu.Struktur social memiliki norma, tujuan dan logika seperti keseimbangn, dan keteraturan. Konsep struktur ternyata juga muncul dari derivasi disiplin arsitektur yang merujuk pada suatu bangunan sebagai tatanan fisik. Struktur selalu mengacu kepada unsure-unsur yang bersifat tetap dan
mantap. Struktur gedung misalnya
terdiri dari unsur fondasi , dinding dan atap yang masingmasing bersifat mantap. Dalam ilmu social, struktur disini lebih diartikan sebagai unsure-unsur dalam interkasi manusia baik itu berupa hubungan antara individu, inteaksi antara individu dan lembaga, atau interkasi antar lembaga. Interaksi tersebut terdiri dari jaringan relasi social hirarkis dan pembagian kerja tertentu yang didukung oleh peraturan-praturan dan nilai-nilai social budaya. Contoh penelitian pertelevisian yang melibatkan
48
interaksi structural adalah proses produksi karya televise. Unsur-unsur pendukung produksi seperti sutradara, kamera person, penyunting, hingga tat a artistik
baik itu busana
maupun cahaya. Struktur-struktur tersebut saling bekerja sama mendukung keberhasilan sebuah produksi karya televise. Jika salah satu struktur saja tidak nbeerja secara professional maka hasil produksi karya televise akan tidak maksimal. Selanjutnya,
teori
Fungsional–Struktural
secara
simultan mempelajari fungsi dari struktur-struktur dan pranata sosial dalam hidup bermasyarakat yang teratur dan stabil. Setiap fenomena sosial mempunyai akibat- akibat yang obyektif dan nyata. Baik berupa positif maupun negatif, baik disadari maupun tidak . Analisis teori fungsional ini dapat membantu menjawab mengapa suatu kejadian sosial dipertahankan atau diubah. Seperti pada penelitian tentang
penentuan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban diperlukan demi stabilitas dan pertahanan diri masyarakat. Tokoh
Fungsional
Struktural
adalah
Emile
Durkeheim (Eropa) dan Talcott Parson serta Robert K Merton (Amerika) . Merton
lebih mencirikan teori ini menjadi
tahapan-tahapan sebagai berikut :
49
a. Fungsional struktural mempunyai arti bahwa segala fenomena sosial mempunyai konsekuensi dan terbuka bagi pengamatan empiris. Fenomena eksistensi Televise Republic Indoensia (TVRI), yang mempunyai
cirri fungsional dalam masyarakat karena ia
memberikan alternatif sajian berupa kekhasan pemirsa (segmented viewers) . Kelompok ini merasa TVRI berfungsi sebagai media informasi budaya yang diyakini sesuai dengan hati dan rasa pemirsa. Mereka termasuk kelompok yang setia meskipun pilihan saluran lebih dari satu. b.. Selanjutnya, yaitu fungsionalisme dalam masyarakat dibedakan menjadi fungsi nyata ( manifest function ) apabila konsekuensi tersbut disengaja atau setidak-tidaknya diketahui. dan fungsi tersembunyi (latent function) apabila konsekuensi tersebut tidak diketahui dan tidak disengaja demikian. Letak penting Fungsi ini adalah : pertama, mampu memahamkan antara yang irasional tetapi tetap berlangsung. Kedua, memperkaya ranah sosiologi dan memperdalam pemahaman akan nilai. Contoh Proses produksi film yang di lakukan di tempat tertentu yang bersifat keramat seperti kraton atau puncak gunung, sebelumnya dilakukan upacara tradisional, lebih dari itu, crew produksi juga diberikan piranti khusus, meskipun tidak ada rasionalisasi dari upacara dan pakaian tersebut tetapi ada fungsi
50
tersembunyi. Yaitu memperkuat identitas kelompok dan persatuan yang lebih erat. a. Fungsional tidak bersifat universalitas, terkadang ada hal-hal lain yang sama sekali nonfungsional dan segmental. b.
Fenomena kemasyarakatan di sekitar kita secara sosio budaya tidak selalu berfungsi baik dan positif bagi semua golongan.
c.
Untuk menjadi fungsional struktural yang memenuhi prasarat yaitu :
-
Adapatasi (semua proses harus beradaptasi dengan sarana-sarana seperti material, gagasan dan cita-cita supaya dapat hidup)
-
kemungkinan pencapaian tujuan (harus ada tujuan bersama dan anggota yang dapat mencapai tujuan tersebut)
-
integrasi antara anggota-anggota (harus ada usaha yang melibatkan dan mengkoordinasikan dalam keseluruhan sistem)
-
kemampuan mempertahankan identitasnya terhadap goncangan yang muncul. (berupa nilai-nilai budaya melalui enculturasion, internalisation, serta commitment.
-
Contoh penelitian pertelevisian dengan mengangkat topic / Televisi Republik Indonesia (TVRI) dapat digunakan .
Seberapa besar
TVRI masih menjalankan fungsinya idealnya sebagai televisi pemerintah ? -
Data awal pemirsanya di perkotaan sangat sedikit, fungsi bagi pemerintah atau pemirsa luas? (Donie Fadjar Kurniawan 2009: 55)
51
b. Teori Konflik Tokoh yang paling popular di dalam teori konflik adalah Karl Marx.
Beberapa tokoh lain yang turut
membesarkan paham ini adalah Charles Darwin, Vilfredo Pareto, Lewis Cose dan Ralf Dahrendorf. Karl Marx yang hidup sejaman dengan Charles Darwin
secara simultan
merumuskan pola pikir kehidupan manusia sebagai struggle for life, survival for the fitness, natural selection and progress. Konflik dalam sosiologi dapat diartikan sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai berkenaan dengan status, kekuasaan, kekayaan,
dimana pihak-pihak yang sedang
berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan tetapi juga memojokan, merugikan bahkan menghancurkan. Tidak seperti teori fungsional yang menekankan pada keteraturan dan integrasi, maka teori konflik menempuh cara lain. Keteraturan dan integrasi dalam masyarakat
dalam
memainkan
peranannya
hanya
permukaannya saja. Pada hakikatnya mereka terbagi dalam kubu-kubu
yang
saling
menyatakan bahwa sesuatu
melawan.
Teori
yang berharga
konflik yang
52
menimbulkan kepuasan hingga kekuasaan tidak dapat dibagi merata kepada semua pihak.. Sehingga muncul kelompok
oposisi
yang
merasa
tidak
puas
dan
menginginkan porsi yang lebih besar atau mencegah pihak lain memperoleh atau menguasai. Teori ini sangat dipengaruhi oleh Evolusi Sosial Darwinisme seperti struggle for life, dan survival for the fittnes.. Dan teori besar Karl Marx yaitu pertentangan kelas borjuis dan proletar dalam menguasai alur produksi. Tokoh teori konflik modern antara lain Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf. Konsep
kunci
dalam
teori
konflik
adalah
kepentingan. Orang yang berada dalam posisi dominan berupaya mempertahankan status quo, sedangkan orang yang berada sebagai sub ordinat berupaya merubah keadaan. Konflik kepentingan ini selalu ada sepanjang sejarah. Penalaran teori konflik didasarkan pada : 1. Setiap masyarakat di segala bidangnya mengalami perubahan, teori konflik melihat perubahan dan konflik merupakan suatu sistem sosial (bandingkan dengan teori fungsional yang menekankan keteraturan masyarakat)
53
2. Berbagai elemen masyarakat berperan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan
(fungsional : setiap elemen
masyarakat berperan menjaga stabilitas) 3. Bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan dari yang berada di atasnya (masyarakat secara informal diikat oleh norma dan nilai) 4. Peran
kekuasaan
dalam
memperhatikan
ketertiban
(
memusatkan pada kohesi yang diciptakan oleh nilai-nilai bersama.)
Strategi Pemecahan Konflik (Pruitt dan Rubin) b. Contending, yaitu Semata-mata menuruti kemauan satu pihak saja dan tidak menghiraukan pihak lain, seperti hukuman, serangan, ancaman. c. Problem
solving,
yaitu
mencari
pemecahan
dengan
mengembangkan aspirasi bersama dan konsiliasi/feeling friendly. d. Yielding yaitu menemukan aspirasi keinginan yang berwujud konsensi parsial. e. Inactive yaitu kedua pihak berusaha menghentikan dan mencegah konfrontasi yang bersifat sementara
f. Withdrawing, yaitu kedua belah pihak berusaha menghentikan dan menarik konfrontasi yang bersifat permanen
54
2. Teori- Teori Naturalistik Teori- teori yang termasuk ke dalam disiplin paradigm penelitian kualitatif cukup banyak jumlahnya. Sifat paradigm kualitatif yang lentur dan terbuka menakibatkan teori-teori yang digunakan memungkinkan untuk saling silang, bertumpuk satu dengan yang yang lain. Sejalan dengan sifat paradigmanya , hal ini bukan merupakan kelemahan melainkan relaitas social itu sendiri yang multi perspektif. a. Teori Interaksi Simbolik Pendekatan atau sebagian besar sarjana menyebut teori Interaksi Simbolik berpusat di Amerika berupa prestasi ilmiah dari sang guru dengan murid, George Herbert Mead dengan Herbert Blummer. Mereka beranjak pada pandangan bahwa dunia social mempunyai keunggulan daripada lainnya karena dari sinilah timbul pikiran, kesadaran dan interaksi dalam masyarakat. Dalam Mind , Self and Society yang menjadi salah satu buku pegangan terpenting dalam Sosiologi kontemporer, Mead menegaskan bahwa yang pertama adalah social group sebagai aktivitas yang kompleks. Selanjutnya berkembang ke pada tiap-tiap individu yang mulai memikirkan keberadaannya, hingga kesadaran pribadinya. (1996: 333-5) Mead berkutat pada empat premis pijakan yaitu stimulus, perception, manipulation, consummation. Kempat pijakan ini dapat dilihat dalam penelitian pertelevisian. Ketika Mead mengambil contoh hunger / kelaparan maka dalam penelitian pertelvisian dapat diangkat contoh infotainment. Stimulus berupa rasa
55
ingin tahu tentang abar dari selebritis atau artis yang sedang terkenal. Berikutnya stimulasi tersebut akan membawa inner state of the actor/ dorongan dari dalam actor untuk mencari pemuas dari rasa keingintahuan tersebut. Pada tahap ini implus terkait dengan lingkungannya. Bagaiman rasa lapar muncul dan rasa keinginan terhadap berita melalui ‘infotaiment’ selalu melibatkan actor dengan lingkungannya. Pada tahap kedua, persepsi, actor mulai mencoba untuk mencari, meneliti dan bereaksi terhadap stimulus. Pada contoh hunger , actor dapat menerapkan persepsi : mencium, mencicipi, merasakan hingga makan. Dalam infotaimnet, actor dapat mendengar, mencari , hingga menonton. Pada tahap ketiga ‘manipulation’ berupa proses mental. Disini actor berada dalam posisi menilai/memanipulasi stimulus. Rasa lapar digambarkan sebagai suasana dihidangkan setumpuk berisi berbagai jamur. Untuk dapat menikmatinya, manusia harus memanipulasi jamur sehingga enak untuk dimakan. Demikian juga ‘ infotainment’ . Aktor harus melakukan manipulasi erhadap acara infotainment supaya layak untuk diminati. Lebih dari itu infotaonment juga dipilih dan dipilah sejalan dengan tujuan aktor dan jenis berita dalam infotainment sendiri. Pada tahap keempat consummation. Mead menjelaskan sebagai tahapan dimana actor melakukan tindakan unuk memuaskan hasratnya/
56
satisfies the original impulse. Rasa lapar dan setumpuk jamur mengakibatkan actor dalam posisi konsumasi yaitu makan sedikit dan selektif. Aktor dapat terpuaskan rasa lapar tetapi ia dapat menolak halhal yang berbahaya. Demikian juga infotainment. Aktor dapat mengkonsumasi semua acara infotainment. Mereka harus menolak dan membuang infotainment yang berbahaya, dan tidak dibutuhkan. Tonggak teori interaksi simbolik mencapai punyaknya di tangan sang murid Herbert Blummer. Istilah interaksi simbolik diderivasi dari aliran pragmatisme bahwa manusia merupakan produk social tetapi mereka sanggup menggunakan kreatiitas dan memiliki ‘tujuan’. Blummer melengkapi sekaligus mempertajam pijkan yang diberikan Mead bahwa manusia dalam bertindak dan berperilaku berdasarkan makna dan arti tindakan itu bagi dirinya. Manusia bertindak dengan melalui symbol dan proses interaksi social Blummer merumuskan tindakan manusia ke dalam : a.
Human beings act toward thing on the basis of the meaning that the thing have for them.
b.The meaning of such thing is derived from the social interaction that one has with fellow. c. The meanings are handled and
modified through
interpretive process used by the person in dealing with the thing.
57
http://www.answer.com/topic/symbolic-interactionism Dari uraian tersebut tampak
pendekatan interaksi simbolik
menyakini bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna bagi dirinya, selanjutnya makna tersebut berasal dari interaksi tiap-tiap individu dengan lingkungan sekitarnya, terakhir makna tersebut dibentuk dan disesuaikan dengan proses penafsiran interpretasi.
Sehingga peranan penyampaian makna/meaning
menjadi pokok kajian aliran interaksionis. Dalam sumber lain Ritzer
( 2003 : 347-363)
ditambahkan
bahwa teori interaksi simbolik mendasarkan pada : 1. Capacity for thought: each human being has his own capacity to think. Menurut Ritzer manusia dibelaki kemampuan untuk berfikir 2. Thinking and interaction, the capacity to think is produced by a process of interaction. Kemampuan berpikir tersebut dibentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya. 3.
Learning meanings and symbols, among his social interaction
human being learn about the meanings and the symbols, and guiding to optimize the learning. Selanjutnya melalui proses interaksi social, tiap-tiap individu mempelajari makna dan symbol yang memandu mereka mengoptimalkan kemampuan berpikir tersebut.
58
4.
Action and interaction, by learning the meaning and symbol
human being does
action and interaction. Tiap-tiap individu
melakukan aksi dan interaksi melalui pembelajaran. 5.
Making choice, human being is a creative therefore he/ she
can change, modify
and determine what are their choices.
Manusia adalah makhluk kreatif sehingga mampu melakukan modifikasi dengan kreatifitasnya dan menentukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan pilihannya. 6.
The self and the work, human being can develop some self –
feeling such as pride as a result of our imagination others judgment. And he/she is allowed to judge the advantage and disadvantage then decide it into the work. Manusia dapat mengembangkan kemamuan dirinya sehingga memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang dan menilai sisi baik maupun sisi buruknya untuk kemudian dapat menjatuhkan pilihan. 7.
Group and society, the action and interaction are interrelated
one another which are happened in group and society. Hubungan antara aksi dan interaksi sangat erat, hal demikian terjadi dalam kehidupan kelompok dan masayarakat mereka. Dari pandangan tersebut di atas dapat ditarik beberapa contoh penelitian pertelevisian yang dapat dianalisis melalui teori interaksi simbolik, kasus infotainment seperti ulasan tersebut di
59
atas. Atau penelitain tentang eksistensi televise pemeriitah (TVRI) sekarang ini dapat di analisis melalui pendekatan interaksi simbolik. Bagaimana masyarakat Indonesia memberikan makna terhadap eksistensi TVRI. Kelompok masyarakat yang mana yang memberikan perhatian lebih, apakah kaum muda, atau golongan dewasa/ orangtua, apakah lapisan perkotaan atau pedesaan,. Atau seberapa penting kreativitas mahasiswa di Surakarta memberikan makna terhadap acara-acara TVRI? Memberikan jawaban terhadap hipotesis awal bahwa acara-acara TVRI tidak menarik perhatian mahasiswa se Surakarta. b. Teori Fenomenologi Istilah
fenomenologi
berasal
dari
bahasa
Yunani
pahainomenon yang secara etimolois diartikan sebagai ‘apa yang telah menampakan diri’ sehingga hal itu nyata bagi kita. Secara terminologis
fenomenlogi
merupakan
cabang
ilmu
filsafat
eksitensialis yang menitikberatkan pada ajakan untuk kemablai kepada hal-hal itu sendiri. Tokoh dari teori fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938).
Dalam memahami sesuatu ,
fenomenologis menghendaki kepada keaslianyang mendasar. Untuk mendapatkan keaslian yang mendasar tersebut , fenomenologi menyarankan
dua langkah penjabaran yaitu
pertama, fenomena diselidiki hanya sejauh mana disadari secara langsung dan spontanyang berlainan dengan kesadaran sendiri.
60
Kedua, fenomena diselidiki hanya sejauh mereka merupakan bagian dari dunia yang dihayati sebagai keseluruhan (live world) tanpa menjadi obyek yang terbatas. Dalam paradigma penelitian kualitatif, teori fenomenologi diguakan dalam berbagai bidang kajan. Seperti contoh kajian keagamaan, yaitu fakta religious dapat bersifat historis, sosiologis, ataupun psikologis.
Peneliti fenomenologi tidak mempelajari
tentang masyarakat melainkan belajar kepada masyarakat. Dalam rangka to learn from the people inilah peneliti fenomenologis perlu memahami bahasa, kebiasaan dan watak orang-orang yang semua itu membutuhkan pemahaman, verifikasi, klarifikasi, tidak hanya kepada orang lain tetapi juga subyek penelitian. Lebih
lanjut
Husserl
menyatakan
fenomenologi
menganggap dirinya sebagai suatu pengetahuan terdisiplin tentnag kesadaran dari perspektif pertama seseorang. Fenomenologi memiliki riwayat yang cukup panjang dalam penelitian kualitatif di bidan ilmu social termasuk psikologi dan sosiologi yang Nampak dalam beberapa cirri pokok nya, antara lain : 1. Fenomenologi cenderung mempertentangkan dengan naturalism yaitu yang disebut obyektivisme
dan
positivism yang telah berkembang sejak zaman renaisans dalam pengetahuan modern dan teknologi
61
2. Fenomenologi cenderung memastikan bahwa kognisi yang mengacu pada apa yang disebut sebagai evidens ( bukti) yritu kesadaran tentang keberadaan benda itu sendiri dan yang berbeda dengan lainnya. 3. Fenomenologi cenderung mempercayai bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada di dalam dunia alam dan budaya. Dalam konteks kemuthakhiran, fenomenologi menyelidiki pengalaman
kesadaran
yang
berkaitan
dengan
pertanyaan
bagaimana sesusatu hal ini diklasifikasikan?. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha untuk memahami arti sebuah peristiwa dan kaitannya terhadap orangorang dalam situsi tertentu. Yang ditekankan dalam aliran fenomenlogis ialah aspek subyektif dari perilaku sesorang. Penelitian fenomenologis memberikan pemahaman dengan dasar empati. (Weber menyebutnya Verstehen). Hal ini berarti peneliti memperlihatkan pemahaman terhadap tingkah laku orang lain
yang
meliputi
pengalaman,
pikiran,
emosi,
ide-ide,
berdasarkan pengalaman dan tingkah laku dirinya sendiri. Itulah sebabnya penelitian fenomenologis sangat mengandalkan metode penelitian partisipatif supaya peneliti dapat memahami tindakan dari dalam.
62
c. Teori Etnometodologi Etnometodologi
mempuyai
akar
kuat
pada
disiplin
sosiologi mikro dan antropologi. Tokoh yang paling berjasa dalam mengembangkan teori ini adalah Harold Garfinkel yang menulis buku induk berjudul Studies in Ethnometodology (1967). Ethnometodologi merupakan bagian dari paradigm naturalistic, oleh karena itu tentu saja bersinggungan dengan fenomenologi dan interaksionisme simbolik. Lebih lanjut, Garfinkel menyimpulkan bahwa studi etnometodologi berarti kita menaruh perhatian pada bagaimana memahami rasionalitas kehidupan sehari-hari melaui ungkapanungkapan indeksikal yang diterapkan secara mekanik dalam kehidupan masyarakat. Ahli lain ,
Bogdan dan Biglen menyatkan istilah
etnometodologi dijumpai ketika Garfinkel mempelajari arsip silang budaya di Yale University yang memuat kata-kata seperti etnomatoni, etnomusik dan etnoastronomi. Istilah-istilah seperti itu mempunyai arti bagaimana warga suatu kelompok memahami, menggunakan, menata segi-segi lingkungan mereka.
d. Teori Semiotika
63
Secara etimologis semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari akar kata seme yang mempunyai arti penafsir tanda. Semiotika juga bisa dirujuk dari bahasa Latin yaitu dari akar kata semion yang berarti tanda. Dari kedua pendekatan asla-usul tersebut dapat diambil titik temu bahwa kar kata semiotika bertemu dalam konsep makna suatu tanda. Dala penegrtian yang lebih luas, terminologis semiotika dapat diartikan sebagai suatu studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, serta apa manfaatnya untuk kehidupan manusia. Untuk menentukan makna suatu karya teori semiotika harus dipersatukan dengan analisis structuralis di atas. Hubungan ini saling menguatkan yaitu sebagai bentuk cara kerja dan prosesnya terhadap makna karya. Kehidupan manusia dipenuhi dengan tanda-tanda ataupun symbol-simbol. Mereka berfungsi sebagai perantara supaya kehidupan lebih efisien. Dengan perantara tanda dan symbol manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Dengan tanda dan symbol pula pemahaman yang lebih baik terhadap dunia sehingga manusia dijuluki homo semiotics.
64
BAB III PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
Pokok Bahasan : Paradigma penelitian kualitatif, segi dalam penyusunan teori. Tujuan Instruksional Khusus : Menjelaskan secara singkat pengertian dan penerapan paradigma kualitatif. Sebelum secara lebih mendalam membahas karakteristik penelitian kualitatif, terlebih dahulu, akan ditunjukkan kondisi penelitian di lingkungan lembaga perguruan tinggi seni pada umumnya dan terutama media rekam pada khususnya. Hampir semuanya dan tampaknya bisa dikatakan seratus prosen laporan tugas akhir mahasiswa jurusan seni media rekam khususnya dan bidang seni umumnya menggunakan paradigma penelitian kualitatif.
Hal ini sanagt
mungkin dikarenakan kelebihan karakteristik penelitian kualitatif
yaitu
kelenturan proses peneleitiannya sehingga mampu menemukan kenyataan dengan nuansa yang memiliki makna yang kuat sebagi kesatuan yang utuh dari beragam unsure di lapangan studinya. Pada bagian ini, beberapa buku utama yang menjadi sumber penulisan antara lain: Metodologi Penelitian Kualitatif (2002) karangan HB.Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif (2006) tulisan Lexy J Moleong, Studi Kasus: Desain dan Metode (1997) karangan Robert K. Yin , Basics of Qualitative Research : Grounded Theory, Procedures and Technique. (1990) tulisan Strauss, Anselm and Juliet Corbin. dan terjemahan dalam dua versi tahun 1997 serta 2003.
65
Di samping buku-buku pendukung seperti dalam daftar pustaka bagian akhir tulisan ini.
C. Karakteristik Penelitian Kualitatif Sebagaimana telah sedikit disinggung di awal buku ini untuk melakukan penelitian yang melandaskan dirinya pada sisi ilmu pengetahuan ilmiah maka peneliti harus berlandaskan kepada paradigm yang menenkankan pada keyakinannya yang didukung oleh beragam teori yang memperkuat. Paradigma dan teori yang tepat tersebut secara kuat menjadi dasar dan membentuk metodologi penelitian dengan berbagai karakteristik yang pasti berbeda dengan paradigm dan teori yang lain juga. Peneliti seharusnya mengenal dan memahami karakteristik penelitian kualitatif sehingga ia akan mudah untuk mengambil arah dan jalur yang benar baik ketika memilih topic penenlitian , menyusun proposal melakukan pengumpulan data, serta menganalisisnyahingga pada tahap mengembangkan laporan studinya.
Sebaliknya minimnya pengetahuan dalam mengenal dan
memahami karakteristik tersebut
akan sanagt mudah membawa pada terjadi
ketersesatan berpikir secara konseptual dan pemilihan beragam bentuk tekis dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini dikarenakan
kemungkinan besar akan terjadi
pencampurdukan antara penggunaan metodologi yang berbeda dalam satu kegiatan. Berangkat dari bercampuraduknya metodologi tersebut akan berakibat pada hasil penelitian yang tidak bagus.
66
Sepanjang perjalanan perkembangan penelitian kualitatif selama ini karakteristik paradigm peneleitian kualitatif selalu tampak ada. Karakteristik tersebut adalah : 1. Natural setting Penelitian kualitatif selalu diarahkan pada kondisi asli dan apa adanya dari subyek penelitian tersebut. Kondisi subyek penelitian sama sekali tidak dijamah oleh perlakuan treatment tertentu yang dikendalikan secara ketat oleh peneliti. Hal ini yang membedakan dengan penelitian dengan paradigma kuantitaif diman eksperimen selalu berbarengan dengan perlakuan yang ketat. Penelitian kualitatif melakukan peneliitian pada latar alamiah. Hal ini dikarenakan paradigm kualitatif menghendaki adanya kenyataan –kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisah-pisah dari konteksnya. Kemudian, koneks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya. Serta, untuk keperluan pemahaman maka pengamatan yang mempengaruhi apa yang dilihat sehingga hubungan penelitian harus mengambil peran dan tempat pada eutuhan konteks. Contoh kegiatan penelitian berlatar alamiah dalam penelitian tindakan partisipatif (participatory action research) yaitu beragam kegiatan penelitian yang dilakuka secara langsung bersumber dari subyek yang diteliti. Artinya peneleiti hanya berfungsi sebagai motivator dan pendamping atau fasilitator bagi berlangsungnya kegiatan tersebut. Contoh berikutnya yang lebih sederhana ketika meneliti mahasiswa fakultas kedokteran berarti peneliti mengikuti mahasiswa
67
sebagai subyek penelitiannya ke dalam ruang kuliah, laboratorium, atau rumah sakit. 2. Permasalahan Terkini Penelitian
kualitatif
mengarahkan
kegiatannya
secara
dekat
kepada
permasalahan terkini . Kepentingan pokoknya diletakan pada eristiwa nyata dalam dunia atau kondisi seasli mungkin, bukan sekedar pada secarik laporan yang telah ada. Subyek peristiwa yang diteliti adalah subyek masa kini dan bukan subyek yang kadaluwarsa.
Dengan demikian, penelitian kualitatif mempunyai sifat
empiris dengan sasaran penelitiannya yang berupa beragam permasalahan yang terjadi pada masa kini. Penelitian sejarah masa lampau serta penelitia filosofis yang biasanya merupakan penelitian kepustakaan meski menggunakan pola pikir kualitatif dari aspek kekinian permasalahannya, sering dianggap sebagai penelitian kualtatif dengan sasaran khusus.
3. Laporan Deskriptif Penelitian kualitatif melibatkan proses kegiatan secara nyata. Data yang dikumulkan terutama berupa kata-kata , kalimat atau gambar-gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi yang sebenarnya untuk mendkung penyajian data. Sehingga dalam mencari pemahaman penelitian kualitatif cenderung tidak memotong halaman cerita dan data lainnya dengan symbol-sinbol angka. Peneliti berusaha menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu pengumpulan
68
data. Hal ini tidak saeperti penelitian kuantitatif yang cenderung menggunakan bahasa proposisi yang bersifat ‘de facto’ yang merupakan reduksi kualitas an realitas yang penting untuk diketahui. Bahasa proposisi adalah suatu indicator utama atas kualitas yang tidak mampu menangkap beragam nuansa perbedaaan, tidak sekedar perbedaan hitam-putih. Padahal dalam hubungan antar manusia nuansa adalah berperan sanagt penting. Sifat kualitatif lebih cocok untuk menghadapai realitas yang jamak, multi perspektif untuk mendapatkan kedalaman makna. 4. Peneliti sebagai Instrumen Penelitian Utama Berbagai alat pengumpul data sanagt mungkin dapat kita pakai dalam penelitian. Tetapi alat penelitian yang paling utama adalah peneliti sendiri. Penggunaan instrument
yang kaku dalam
penelitian kuantitatif sanagt
menyulitkan bagi terjadinya kelenturan sikap penelitian kualitatif yang selalu siap terbuka dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru dan berubah. Berkaitan dengan peneliti sebagai instrument utama maka dalam penelitian kualitatif ada keyakinan bahwa hanya manusia yang mampu menggapai dan menilai makna dari berbagai nteraksi.
Instrumen pengumpul data yang biasanya dikenal seperti
pedoman wawancara, daftar pertanyaan dan alat ukur lainnya kedudukannya hanya sebagai alat pendukung yang digunakan oleh peneliti. 5. Purposive Sampling Penelitian Kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random) yang merupakan alat sampling yang paling jamak dignakan dalam penelitian kuantitatif. Tetapi teknik cuplikan cenderung bersifat purposive
69
karrena dipandang akan lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapai realitas yang tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permaslaahan yang sedang diteliti. Cuplikan jenis ini memberikan kesempatan maksimal pada kemampuan peneliti untuk menyusun teori yang dibentuk dari lapangan (grounded research) dengan juga memperhatikan kondisi local dengan kekhususan nilai-nilai idiografis. (Grounded research adalah teknik penelitian yang dikembangan Bernie Glasser dan Anselm Strauss yang meneliti tingkat kematian yang terus meninggi menimpa pasien golongan kelas bawah di Perancis). Teknik cuplikan dalam penelitian kualitatif sering juga disebut dengan ‘internal sampling’
karena ia sama sekali tidak dirahakan untuk melakukan
generalisasi pada populasi tetapi untuk mendapatkan kedalaman studi. Cuplikan ini bukan mewakili populasinya tetapi mewakili informasinyasehingga bila generalisasi terpaksa harus dilakukan maka arahnya cenderung sebagai generalisasi atas teori.
6. Tacit Knowledge Penelitian dengan paradigma kualitatif sanagt mendukung pemanfaatan pengetahuan yang bersifat intuitif dan dirasakaan sebagai tambahan pengetahuan yang proposional. Hal ini dikarenakan seringkali nuansa realitas yang tidak tungal dapat dipahami hanya dengan cara ini, dan kebanyakan interkasi peneliti dengan yang diteliti terjadi pada tingkat ini.
70
Pengetahuan (Michael Polanyi menyebutnya tacit dimension yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang tersembunyi dalam ilmu pengetahuan) jenis ini juga mencerminkan secara adil dan akurat nilai-nilai penelitinya. Oleh karena itu, dalam proses pengumpulan data, peneliti kualitatif tidak hanya mencatat berbagai hal yang dinytakan secara verbal formal tetapi juga mencatat berbagai hal yang dirasakan dan ditangkap secara intuitif oleh peneliti. Semuanya akan tercermin dalam data pada bagian deskripsi dan refleksinya. Berbagai hal yang awalnya dapat dtangkap secara intuitif
harus dipandang sebagai petunjuk untuk
mengusahakan secara lebih teliti
seta menelusuri mengenai apa saja yang
dirasakan sehingga ditemukan kenyataan yang sebenarnya. Dengan demikian pengetahuan intuisi bukan data melainkan petunjuk dari hal yang tidak jelas. 7. Makna Sebagai Perhatian Utama Penelitian Penelitian kualitatif memusatkan pada apa yang disebut dengan participant’s perspective atau people point of view. Penelitian ini menghindarkan diri dari merumuskan makna sesuatu dari dalam konteksnya berdasarkan pandangan peneliti sendiri. memperhatikan proses
Dalam proses pengumpulan data, peneliti sangat
bagaimana sesuatu itu terjadi karena makna sesuatu itu
dipengaruhi proses bagaimana sesuatu itu terjadi. Sesuatu yang diperoleh dengan perjuangan yang berat akan dipandang lebih bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang sama tetapi hasil dari pemberian.
Dengan kata lain penelitian
kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau hasil semata. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dikarenakan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati
71
dalam proses. Peneliti juga menekankan pada pertanyaan pertanyaan: asumsi apa yang telah diajukan oleh orang tentang kehidupan mereka sendiri. Bagaiman mereka menafsirkan pengalamanya, dan membentuk dunia social mereka dalam kehidupannya? Bagaimana orang merundingkan makna? Manfaat yang diperoleh ketika peneleitian kualitatif menekankan pada proses adalah penelitian pendidikan dalam menjelaskan prediksi pencapaian diri seperti tampak pada telaah sikap guru terhadap karakteristik siswa-siswanya. Peneliti mengamati dalam hubungan kegiatan sehari-hari, kemudian menjelaskan tentang sikap yang diteliti. Dengan kata lain peranan proses besar sekali.
8. Analisis Induktif Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif bukan analisis deduktif. Data yang telah dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menyusun abstraksi sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan dalam proses pengumpulan data. Teori yan dikembnagkan dimulai dari lapangan yang terpisah-pisah sehingga atas bukti yang terkumpul dan saling berkaitan. Dengan demikian peneliti asuk ke dalam lapangan studinya dengan sangat netral. Analisis data dengan cara induktif dapat digunakan dengan baik dikarenakan pertama, proses induktif lebih dapat menemukan kenyataankenyataan yang jamak, kedua, analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit dapat dikenal dan akuntable, ketiga,
72
analisis induktif lebih dapat menguraikan latar belakang secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat/tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya. Keempat, analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan –hubungan, kelima, analisis induktif lebih dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik.
9. Holistik/KOmprehensif Penelitian kualitatif cenderung selalu holistic. Hal ini berarti cara pandang berbagai maslah selalu di dalam kesatuannya, tidak terlepas dari kondisi yang lain dan menyatu dalam suatu konteks. Berbagai variable/konsep memiliki arti atau makna yang lengkap bila mana kondisinya dikaitkan dengan kesatuannya. Dalam pengertian holistic, variable sebab/ independent variable tidak dapat dipisahkan dengan variable akibat /dependent variable. Mereka saling berhubungan dan membentuk kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proposal penelitian , peneliti sudah menentukan focus pada variable tertentu. Namun demikian, peneliti tidak melepas dari variable pilihan dari sifat holistiknya. Sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan dalam posisi saling berkaitan guna menemukan makna yang lengkap.
10. Disain Penelitian Bersifat Lentur
73
Disain penelitian disusun secara lentr dan terbukauntuk dapat disesuaikan dengan kondisi sebenarnya yang dijumpai di lapangan studi. Penelitian kualitatif tidak menerima disain peneitian yang ditentukan sebelunya secara kaku dan apriori. Hal ini untuk mengantisipasi relaitas yang tidak tunggal serta berbagai permaslaahan yang mungkin muncul yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam hal ini, biasanya peneliti melakukan terlebih dahulu studi awal atau pilot study dalam rangka menyusun proposal penelitiannya meskipun tidak menjamin dengan apa yang benar-benar ditemukan di lapangan studi nantinya. Susunan proposal penelitian dengan disainya yang masih bersifat garis besar dan tetap dalam posisi spekulatf, dengan catatan bahwa apa yang telah dirumuskan dalam proposal tetap akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan penelitian. Keterbukaan disain ini juga sudah terlihat dari teknik pengumpulan datanya dengan jenis sampling yang ‘purposive’. Mengingat sifat disain penelitian yang lentur sehingga penelitian kualitatif tidak berpola linear seperti pada kuantitatif, melainkan cenderung menggunakan pola penelitian siklus. Dengan pola siklus, peneliti memiliki kekebebasan untuk mengulang kegiatan yang sudah dilakukan guna mendapatkan kemantapan, atau mengubah hal-hal yang tidak tepat untuk disesuaikan dengan kenyataan konteksnya. Disain penelitian kualitatif juga bersifat terus menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan. Hal ini memiliki manfaat pada beberapa hal seperti pertama, tidak dapat dibayangkan tentang kenyataan yang jamak di lapangan,
74
kedua, tidak dapt diramlkan apa sajayang berubah selama di lapangan , ketiga, bermacam-macam system nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak dapat diramalkan.
11. Negotiated Outcomes Penelitian kualitatif cenderung untuk merundingkan makna dan inerpretasi dengan narasumber utamanya ( keynote informant review). Hal ini dikarenakan bentukan realitas yang akan disusun oleh peneliti berasal darinya. Oleh karena itu hasil penelitiannya sanagt tergantung pada kondisi dan kualitas hubungan peneliti dengan yang diteliti. Selainitu, untuk pemantapan hasil akhir juga dapat dilakukan dengan jalan berdiskusi dengan para peneliti lain. Hal ini sering disebut dengan kegiatan ‘member check’ yang perannya sama dengan pembahasan bersama informan kunci tersebut.
Usaha seperti ini bukan
merupakan kelemahan metodologis tetapi salah satu upaya meningkatkan validitas penelitian dengan berdasarkan bahwa realitas selalu multiperspektif dan menghasilkan intersubyektif. Proses negosiasi hasil akhir ini memiliki beberapa tujuan yaitu pertama, realitas dan susunannya berasal dari narasumber ,kedua, hasil penelitian tergantung pada hakikat dan kualitas hungan antara peneliti dengan yang diteliti, ketiga, konfirmasi hipotesis kerja akan menjadi lebih baik apabila diketahui dan dikonfirmasikan oleh mereka yang terlibat.
75
Pada bagian akhir karakteristik penelitian kualitatif berikut akan disarikan dalam bentuk bagan:
Karakteristik Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Karakter
Penelitian
Penelitian
Kualitatif
Kuantitatif
Latar
Alamiah
Laboratorium
Instrumen
Peneliti
Kertas pensil atau alat alat lainnya
Waktu
Selama dan
Sebelum
terbuka
penelitian
Gaya
Seleksi
Intervensi
Sumber teori
Teori dari
Apriori
pengumpulan Data dan Analisis
Dasar/grounded theory Persoalan
‘x’ dan’y’ saling
Dapatkah ‘x’
Kausalitas
berhubungan
menyebakan ‘y’
Satuan Kajian
Pola
Variabel
Desain
Lentur
Kaku dan preordinate
Perlakuan
Bervariasi
Stabil
76
D. Persoalan-Persoalan dalam Penelitian Kualitatif Pada bagian ini akan dipaparkan persoalan-persoalan yang ditemui dalam penelitian kualitatif antara lain:
1. Persoalan Generalisasi Pada dasarnya, tujuan ilmu penegtahuan adalah untuk meramalkan dan mengontrol. Peramalan dan control landasan.
tersbut tidak akan dapat dicapai tanpa
Landasan-landasan itu terletak pada peranan suatu hokum dan
pernyataannya. Hal ni dikenal dengan istilah generalisai nomologis. Generalisasi nomologis memiliki ciri-ciri
dan yang terpenting ialah harus benar-benar
universal , tidak terbatas pada tempat dan waktu, serta harus merumuskan apa yang senantiasa menjadi kasus diman-mana. Dengan kata lain , generalisasi mempertahankan nilai-nilai yang bebas konteks. Generalisasi menjadi konsep yang menarik Karen a terjebak pada tujuannya untuk menjelaskan bahwa apa-apa yang baik bagi sesuatu akan baik pula bagi keseluruhannya. ATau pertanyaan ‘APakah suatu kegiatan ilmiah yang ditujukan pada sesuatu di luar jangkauan pencapaian generalisasi akan mendapatkan manfaat?
77
Penerapan generalisasi sebagi tujuan ilmu ternyata memiiki beberapa kelemahan mendasar yang perlu untuk ditinjau kembali. Hal ini seperti dikemukakan berikut:
a. Kelemahan konsep generalisasi klasik (1) Bergantung pada determinasi, pada analisis akhir tidak aka nada generalisasi jika tanpa determinasi. Jika tidak ada penghubung yang sesuai seseorang tidak akan dapat menarik pernyataan tentang cara-cara universal yang benar. (2) Bergantung pada logika induktif, generalisasi tidak ditemukan dalam alam, tetapi merupakan ciptaan manusia. Secara empiris generalisasi tergantung pada pengalaman pembuatnya. (3) Bergantung pada asumsi bebas waktu dan konteks, generalisasi harus dalam bentuk senantiasa berlaku bagi kasus-kasus dimana-mana. (4) Terjerat dalam kekeliruan reduksionis, generalisasi memerlukan reduksi. Dengan demikian ia mengurangi hamper seluruh fenomena dari populaasi yang ditentukan untuk keprluan generalisasi tunggal. b. Generalisasi alamiah sebagai alternatif Studi kasus sering diminati karena secara epistemologis sesuai dengan pengalaman pembaca dan bagi para peneliti kasus merupakan dasar alamiah untuk generalisasi.
2. Persoalan Kausalitas
78
Konsep penelitian yang berusaha mencari sebab akibat berasal dari penelitian klasik yan lebih banyak member perhatian terutama pada latar eksperimen.
Kemampuan peneliti tentamg hal itu sangat sedikit, perhatikan
ilustrasi berikut : Eksperimen tentang frustasi, hasil penemuan eksperimen itu sudah diverifikasi oleh peneliti lain dan menjadi bagian dari kepustakaan psikologi secara ilmiah. Hasil eksperimen tersebut akibat anak-anak yang mengalami frustasi sebagai yang didefinisikan dan proses yang menghasilkan akibat tersebut. Hasilnya
frustasi jarang ditemukan terjadi pada masa kanak-kanak dan
apabila frustasi terjadi tidak ada akibat perilaku yang diamati di laboraturium. Lofland dan Lofland (1980) menyatakan bahwa sanagt tepat apabila peneliti ingin mengetahui sebab musabab , sejauh mana ia mengenal apapun yang berkenaan dengan hipotesis atau teori. Selanjutnya mereka menganjurkan agar peneliti menelaah kualitas yang mungkin berhubungan sebab akibat berikut : (1) hubungan tunggal (2) hubungan dengan sejumlah penyebab (3) hubungan denga jumlah penyebab yang bertambah.
3. Persoalan Etik dan Emik Pada saat ini persoalan etik dan emik lebih popular di bidang antropologi dan keduanya sangat relevan untuk dibahas dalam penelitian kualitatif. Pendekatan etik terhadap data, maka ia melakukan generelisasi tentang (1) mengelompokan sistematis seluruh data
yang dapat diperbandingkan. (2)
79
menyediakan seperangkat criteria untuk mengelompokan setiap unsure data (3) mengorganisasikan
data yang telah diklasifikasikan ke dalam tipe-tipe (4)
mempelajari dan menemukan serta menguraikan setiap data baru
ke dalam
kerangka system. Pendekatan etik terdiri atas kumpulan rumit antara tujuan dan prosedur. Pertama,
salah satu tujuannya dapat dikatan non-struktural atau mengikuti
peneglompokan. Hal ini berarti ketika kita menggunakan pendekatan etik peneliti menyusun system kategori yang logis , cara pengelompokan dan satuan-satuan tanpa
mempedulikan
struktur
yang
ada
dalam
bahasa
perorangan.
Peneglompokan non structural demikian dapat berupa salah satu dari tipe atau kombinasi tipe-tipe. Sehingga dalam ini pendekatan etik dapat berawal dari seperangkat criteria yang dipilih oleh analisi secara sistematis atau secara arbitrer tanpa menghiraukan system emik yng telah diketahui.
Kriteria tersbutdapa
diterapkan pada satuan-satuan yang dipilih diantara berbagai kegiatan system emik. Tetapi diklasifikasikan berdasar kriteriayang logis. Satuan-satuan perilaku yang diklasifikasikan demikian diperlakukan atas dasar cirri-ciri fisik semata. Sebaliknya pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk suatu bahasa atau kebudayaan pada satu kurun waktu tertentu. Pendekatan emik merupakan usaha untuk dapat mengungkapkan dan menguraikan pola suatu bahasa atau kebudayaan itu berkaitan satu dengan yang lainnya dalam melakukan fungsi sesuai dengan pola tersebut. Sehingga pendekatan emik ini tidak berusaha menguraikan segi generalisasi ke dalam klasifikasi yang diperoleh sebelum melakukan studi.
80
Pendekatan emik merupakan structural yang berarti bahwa peneliti berasumsi bahwa perilaku manusia terpolakan dalam system pola itu sendiri. Satuan-satuan darisistem terpola tersebut secara bersama-sama membentuk masyarakat tertentu melaui aksi dan reaksi para anggotanya. Sehingga pendekatan emik bukan terdiri dari tindakan analis untuk mencapai konstruksi yang dapat diterapkan pada data itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendekatan emik adalah mengungkapkan dan menguraikan system perilaku bersama satuan strukturnya dan kelompok structural satuan-satuan itu. Perbandingan tujuan pokok pendekatan etik dengan emik sebagai berikut : pendekatan etik adalah aplikasi , suatu klasifikasi etik yang telah dibuat atas dasar tipe-tipe yang telah disusun sebelumnya terhadap system budaya atau bahasa tertentu. Contoh pendekatan etik adalah pra structural. Hal ini berarti bahwa pendekatn etik memanfaatkan penggunaan cara khusus sebagai perkiraan samapai pada capaian analisis system struktur bahasa dan kultur emiknya. a. Titik pandang “ dari dalam” dan “ ke luar” Titik pandang pendekatan emik dapat dikatan ‘dari dalam’ atau internal. Hal demikian disebabkan
oleh cara emik yang mengklasifkasikan perilaku
berkenaan dengan system yang dengannya menjadi bagain menyatu. Atau kebiasaan-kebiasaan dari satu budaya tertentu Titik pandang etik dapat dikatan ‘ke luar’ atau eksternal. Hal ini dikarenakan atas dasar seorang analis seharusnya berada dan berdiri jauh dari luar. Dari situlah mereka dapat memandang peristiwa-peristiwa berbedaterutama
81
dalam hubungan dengan persamaan dan perbedaan serta membandingkannya dengan kebudayaan lain. b. Hubungan dengan keseluruhan Pendekatan emik dapat mempersoalkan beberapa perbandingan cirri bahasa dan budaya tanpa mempedulikan keseluruhan
data yang berasal dari
masing-masing kebudayaan. Secara teoretis, pendekatan emik tidak akan puas sama sekali apabila data suatu bahasa atau kebudayaan sekecil apapun tidak mengkaitkan analisisnya dengan secara keseluruhannya. Hal demikian dikarenakan analisis emik per bagian bergantung pada hubungan dengan keseluruhan. Pendekatan emik harus berkaiatan dengan peristiwa sebagai bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Sebaliknya pendekatan etik dapat mengabstraksikan peristiwa agar dapat mengelompok ke dalam skala duia tanpa memperhatikan esensi struktur sutau bahasa atau budaya. c. Hakekat Fisik, Respond an Distribusi Pendekatan etik, memusatkan dirinya hanya pada diri fisik suatu peristiwa tanpa menunjkkkan pada maksuda dan penegrtian, atau penggunaannya dan tanpa menunjukan pada tempat-tempat potensial atau actual terjadinya peristiwa itu dalam hubungannya dengan urutanperistiwa lainnya. Sebaliknya pendekatan emik, pada seluruh tingkatan nalaisisnya berkaitan secara langsung maupun tidak langsung pada cirri-ciri fisik suatu peristiwa maupun distribusinya. lainnya.
Satuan-satuan emik dinyatakan dalam kerangka fisik
82
d. Identitas. Kriteria identitas pada pendekatan etik adalah unsure-unsur yang tercatat secara sistematis dan dikemukakan oleh analis sebagai
kerangka semua
kebudayaan atas dasar pengalaman umum sebelum ia memulai kegiatannya. Pada pihak lain untuk maksud-maksud emik criteria identitas pada tahap struktur yang ditelaah ditentukan
dengan merujuk pada identitas atau perbedaan respons
terhadap berbagai kegiatan Jadi, criteria pendekatan etik menampilkansegi kemutlakan dalam kerangka rentangan sensitsivitas alat penelitian sedangkan criteria emik lebih menampilkan kenisbian dengan identitas kegiatan yang ditentukan dengan cara menunjuk pada system tertentu. e. Titik Tolak dari Segi Nilai Pendekatan etik menenkankan nilai dari segi berikut: Pertama, dengan jalan memberikan kepada mashsiwa untuk dapat mengenal secara lebih luas perbedaan jenis-jenis peristiwa yang diamati dan membantunya agar dapat membedakan secara tajam perbedaan-perbedaan dalam peristiwa yang sama., Kedua, selama proses berlangsung mahasiswa dapat memperoleh teknik dan simbolisme mencata peristiwa-peristiwa dalam suatu kebudayaan. Ketiga, Sesesorang yang berasal dari kebudayaan tidak ada jalan lain untuk memulai analisis emiknya dengan deskripsi peristiwa secara kasar dan tentative.
83
Keempat, barangkali seorang mahasiswa tidak emiliki kemampuan untuk melakukan studi emik secara lengkap tentang suatu kebudayaan. Untuk itu, mereka dapat membandingkan dengan pendekatan etik dengan jalan menarik sampel dari beberapa lokasi denagn mendalaminya secara emik. Sementara itu, nilai studi emik sebagai berikut: Pertama, mengarah pada pengertian tentang cara di tempat bahasa dan kebudayaan itu dikonstruksi. Kedua, Konstruksi dapat membantu peminatan bukan saja pada susunan kebahasaan tetapi juga memahami pemeran individual dalam drama kehidupan seperti sikap, motif, perhatian dan konflik serta perkembangan pribadi. Dengan demikian tampak adanya perbedaan diantara kedua pendekatan etik dan emik.
Persoalan penelitian kualitatif sehubungan dengan kedua
pendekatan itu adalah : jika benar-benar mau meaksanakn penelitian kualitatif pendekatan apa yang seharusnya kita pegan?
Jawabanya adalah jika mau
melakukan penelitian dengan paradigm alamiah maka pendekatan yang gunakan lebih tepat dengan emik tanpa melirik pendekatan etik. Dewasa ini kecenderungan dalam penelitian kualitatif tampak kebiasaan yang mendua mngambil pendekatan etik dan emik secara sembarangan. Oleh karena itu bagi peneliti pemula pemanfaatan semaksimal mungkin kedudukan, asumsi dan teknik-teknik yang tersedia dalam penelitian kualitatif untuk lebih mendasarkan pada pendekatan emik dibandingkan dengan pendekatan etik.
84
BAB IV MASALAH DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Pokok Bahasan : Menggali sumber masalah dalam penelitian kualitatif. Membuat rumusan masalah dalam penelitian kualitatif Tujuan Instruksiona Khusus : Menjelaskan secara singkat sumber-sumber masalah dalam penelitian kualitatif dan merumuskannya.
Pada bagian ini dipaparkan pengalaman empiric di dalam kelas ditambah dengan
proses konsultasi mahasiswa
bimbingan
Kebimbangan mereka, kebingungan , dan kesulitan
tugas akhir skripsi. sebagai peneliti pemula
ketika akan memilih tugas akhir skripsi, menemukan permasalahan dan menilai masalah penelitian hingga proses konsultasi hingga nilai akhir karya skripsi mereka. A.
Masalah dalam Penelitian
Suatu pertanyaan pembuka yang sering diajukan ketika mengampu mata kuliah Metode Penelitian I adalah “Siapa diantara anda yang hari ini punya masalah
karena di dompetnya cuma ada sedikit uang?
Jawabanya ada
beberapa
mahasiswa yang mengacungkan tangan tanda mengiyakan. Pertanyaan berikutnya
85
meluncur “ Mengapa Laptop Si Unyil tetap disukai meskipun banyak acara boneka dengan sentuhan animasi banyak di televisi? Jawabannya sangat beragam, salah satu yang menarik adalah adanya konten acara edukatif yang ringan dan menghibur , dimana menggabungkan tokoh boneka yang lucu dan menghibur dengan ilmu pengetahuan yang bersifat edukatif. Selanjutnya pola pikir mahasiswa dibawa kepada kenapa masalah yang pertama berhenti dan tidak menimbulkan ketertarikan akademik. Sedangkan yang kedua mampu menimbulkan ketertarikan akademik, berupa diadakannya sebuah penelitian ilmiah. Sebagai sebuah proses akademik, penelitian ilmiah atau scientific research diawali dengan munculnya pertanyaan ilmiah yang menarik, dibingkai dengan metodologi tertentu , data yang mendukung dalam jangkauan peneliti, dan hasil penelitian nantinya dapat bermanfaat untuk kalangan /disiplin tertentu. Sebagai peneliti pemula kesulitan pertama muncul antara lain konsep penelitian ilmiah sering kali disalahartikan sebagai mengumpulkan data sebanyakbanyaknya.
Setelah data terkumpul yang terjadi justru kebingungan dan
ketidaktahuan akan dikemanakan data itu? Atau apakah banyaknya data tetapi mereka belum juga menemukan masalah penelitiannya? Atau apakah masalah penelitian saya seperti ini , sudah layakkah untuk diangkat menjadi tugas akhir
86
skripsi? Atau mengapa sudah menemukan masalah penelitian yang sesuai tetapi data yang dibutuhkan membutuhkan banyak biaya dan waktu juga ketrampilan tertentu yang memberatkan? Seorang peneliti memang memerlukan proses berupa penjelajahan atau eksplorasi pemikiran
dengan
sungguh-sungguh
permasalahan penelitian dengan
sebelum
ia
mampu
merumuskan
baik. Seorang peneliti mungkin tidak selalu
mampu merumuskan maslahnya secara tepat sasaran, sederhana tetapi lengkap. Kalau sudah seperti ini mungkin peneliti dapat merumuskan secara garis besar terlebih dahulu dengan gagasan yang agak umum. Dalam buku Metodologi Penelitian Sosial dan Agama , Suprayogo dan Tobroni merujuk sebuah pendapat dari Mc Guigan tentang apa dan bagaimana masalah penelitian itu muncul : 1.
Ketika muncul informasi yang mengakibatkan adanya kesenjangan dalam
pengetahuan kita. 2.
Ketika muncul hasil-hasil penelitian yang bertentangan
3.
Ketika ada sesuatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskan melalui
peelitian ilmiah.
Berangkat dari pemahaman gagasan yang jelas, maka arah penelitian kita juga jelas. Sehingga arah penelitian yang jelas maka kita lebih mudah untuk dapat merumuskan permaslaahannya.
87
Selanjutnya Suprayogo dan Tobroni (2001: 33) mengutip pendapatnya Guba dan Lincoln yang menyatakan yang disebut dengan masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antar dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Bagi para peneliti pemula, kemampuan merumuskan masalah penelitian dapat diasah dengan meningkatkan kepekaan terhadap situasi sehari-hari terutama yang terkait dengan disiplin ilmu yang dipilih. Beberapa ahli telah merumuskan kegiatan-kegiatan pendukung untuk menemukan maslah penelitian, seperti Console Sevilla yang menyatakan aktivitas berikut: 1.
Membaca sebanyak-banyaknya literature yang berhubungan dengan
bidang kita dan bersikap kritis 2.
Enghadiri kuliah atau ceramah-cermah professional
3.
Mengadakan pengamatan dari dekat situasi atau kejadian di sekitar kita
4.
Memikirkan kemungkinan penelitian dengan topic-topik yang kita dapa
waktu kuliah 5.
Menghadiri seminar hasil penelitian
6.
Mengadakan penelitian –penelitian kecil dan mencatat hasil atau
penemuannya 7.
Menyusunpenelitian-penelitian dengan penekanan pada substansi dan
metodologi 8. diteliti
Mengunjungi berbagai perpustakaan untuk memperoleh topic yang dapat
88
9.
Berlangganan jurnal atau majalah yang berhubungan dengan disiplin kita
10.
Mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan disiplin kita
(Suprayogo dan Tobroni,2011 :34) Setelah mengetahui sumber permasalahan dan kegiatan pedukungnya, maka berikut ini adalah pertimbangan-pertimbangan apakah masalah itu layak dan pantas dilakukan penelitian ilmiah. Berikut adalah criteria maslah penelitian yang baik menurut Sevilla : 1.
Topik dan Judul yang diangkat benar-benar menarik
2.
Pemecahan masalah harus benar-benar bermanfaat bagi orang-orang yang
berkepentingan dengan bidang tersebut 3.
Mengundang rancangan yang lebih kompleks
4.
Sesuai dengan waktu yang diinginkan
5.
Tidak bertentangan dengan moral misalnya mendeskriditkan subyek yang
diteliti, menimbulkan kegocangan yang tidak perlu. (Suprayogo dan Tobroni 2001: 36) Setelah
mengetahui
criteria
masalah
penelitian
yang
baik
selanjutnya
permaslaahan penelitian yang telah ditentukan dilakukan analisis awal terlebih dahulu.
Hal ini supaya hasil penelitian dapat diperoleh dengan baik dan
pertimbangan proses dan tujuannya. Analisis awal itu dapat dilihat dari perspektif substansi, metodologi, manfaat penelitian dan proses penelitian.
89
1.
Analisis substansi penelitian. Masalah penelitian yang dipilih memiliki
relevansi akademikdalam arti termasuk ke dalam bidang keilmuan apa, misalnya sosiologi. 2.
Analisis metodologi . Maslah Penelitian yang dipilih sebaiknya dapat
dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoretiknya, dan metodologi penelitiannya 3.
Analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya
disesuaikan dengan institusi dimana peneliti melakukannya 4.
Analisis teori dan metode. Masalah yang diangkat hendaknya terjangkau
baik dari aspek pengumpulan data maupun datanya sendiri. 5.
Masalah yang diangkat hendaknya actual
Berikut ini beberapa kriteria dalam mengidentifikasi masalah–masalah penelitian: 1.
Masalahnya apa?
2.
Bermasalah menurut siapa?
3.
Dianggap maslah dalam konteks apa?
4.
Dalam perspektif apa?
B.
Perumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif
Sebelum memasuki inti pembahasan rumusan masalah penelitian, kita tinjau terlebih dahulu perkembangan penelitian ilmu social dalam cakrawala kehidupan sosial. Berkat hasil –hasil penelitian ilmiah terdahulu oleh sejumlah sarjana
90
bidang ilmu social terutama mereka yang telah berhasil mengungkapkan penemuan-penemuan baru, menyebakan ilmu social semakin berkembang. Setiap penemuan dari hasil penelitian ilmiah merupakan suatu sumbnagan pada suatu himpunan penegtahuan sehingga ilmu pengetahauan kita mengenai masyarakat terus bertambah. Oleh karena itu , sebelum memulai suatu usaha penlitian ilmiah seorang peneliti terlebih dahulu harus melakukan tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka yang ada agar dapat mengetahui hasil-hasil peneitian apa saja yang sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Sulit dibayangkan suatu studi tentang nasionalisme dan revolusi di Indonesia tanpa memanfaatkan karya penelitian ilmiah yang relevan seperti tulisan George Mc Turnan serta Benedict ROC. Anderson.
Hanya melalui tinjauan pustakalah seorang peneliti dapat
menegtahui sumbangan apa yang dapat diberikan melalui penelitian
yang
dilakukannya. Sering kali peneliti melakukanpenelitian terhadap suatu obyek tanpa terlalu memperhatikan hasil penelitian orang lain, yang berkecimpung di bidang yang sama. Dalam hal demikian mungkin saja bebrapa peneliti melakukan kegiatan penelitian serupa tanpa saling mengetahui kegiatan masing-masing. Dan masingmasing mngkin merasa bahwa ia melakukan penelitian yang asli. Dalam sejarah ilmu pengetahuan,
peristiwa semacam ini sering dijumpai dan tidak jarang
menimbulkan konflik. Perhatikan ilustrasi berikut : Selama tujuh tahun baik Dr. Luc Montagnier dari Institut Pasteur di Perancis maupun Dr Gallo dari Institut Kesehatan Nasional di Bethesda Maryland, Amerika Serikat masing-masing
91
bersikukuh bahwa hasil penelitian masing-masing berupakan penemuan pertama kali terhadap virus HIV yang menjadi penyebab penyakit AIDS. Semula tercapai kata sepakat bahwa keduanya berhak mendapat penghargaan sebagai penemu virus HIV tersebut tetapi kemudian terungkap bahwa Dr. Gallo telah melakukan kecurangan. (Kamanto SUnarto , 1993:224). Selain mempelajari hasil penelitian orang lain
dan menggunakannya dalam
rangka usahanya untuk merumuskan masalah penelitian (research problems) maka seorang peneliti wajib pula menyatakan pengakuannnya terhadap hasil penelitian dengan jalan menyebutkan nama dan hasil penelitian mereka. Setelah
mengetahui
letak
pentingnya
menegtahui
perkembanagn
ilmu
penegtahuan melalui hasil penelitian orang lain maka berikut akan dipusatkan pada perumusan maslaah yang aterdri dari : pembatasan masalah melalui focus, model perumusan masalah dan disertakan juga prinsip perumusan masalah ada bagian akhir. 1.
Pembatasan Masalah melalui Fokus
Pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dengan sesautu yang kosong , tetapi dilakukan dengan berdasarkan persepsi seseorang terhadap masalahnya. Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesautu focus. Penentuan masalah bergantung pada paradigm apakah yang dianutnya yaitu apakah ia seorang peneliti, evaluator atau kebijakan?. Dengan demikian ada tiga focus masalah apakah ia seoran peneliti , eavaluator atau penarik kebijakan.
92
Masalah dalam penelitian lebih dari sekedar pertanyaan dan jelas berbeda dengan tujuan. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua factor atau lebi yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda Tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya mencari jawabannya( Guba dan Lincoln dalam Moleong, 2006:93).
Faktor yang berhubungan tersebut dapat
berupa konsep, data empiris, ataupun pengalaman.
Sebagai contoh
Fokus
Penelitian nya adalah tawuran remaja. Untuk menelaah penyebabnya dilihat dari perhatian keluarga, gejolak dari dalam seorang remaja, kepemimpinan di sekolah dan masyarakat. Sedangkan tujuan penelitian adalah upaya untuk memecahkan masalah. Perumusan
masalah
dilakukan
dengan
jalan
mengumpulkan
sejumlah
pengetahuan yang memadai dan yang mengarah ke upaya untuk memahami dan memecahkan factor-faktor yang berakitan yang ada dalam masalah tersebut. Jadi dalam menetapkan focus penelitian yang jelas dan mantap , seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah.
Perumusan Masalah bertumpu pada okus dalam
penelitian kualitatif bersifat tentative artinya penyempurnaan rumusan focus atau masalah masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian. Rumusan Masalah yang bertumpu pada focus dapat berubah dan dapat disempurnakan dan dalam hal ini akan membrikan warna tersendiri pada penelitian kualitatif. Perhatikan contoh ilustrasi berikut:
93
Sebagai contoh Kuntjaraningrat (1985) pada mulanya ingin meneliti industry kopra di Irian Jaya (Papua) Akan tetapi ketika ia berada di sana ternyata tidak banyak pohon penghail kopra yang masih produktif dan sarana pengangkutan serta pemasarannya yang sudah mulai mundur. Oleh karena itu, ia mengalihkan focus perhatiannya kepada masalah lain yaitu hubungan kekerabatan yang mulai renggang di sana. Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat menentukan dalam penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih tentative. Hal ini dikarenakan: a.
Suatu penelitian tidak akan dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong.
Implikasinya peneliti seyogyanya membatasi masalah studinya yang bertumpu ada focus. Hal ini yang memungkinkan adanya acuan teori dari penelitian b.
Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber
dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang dipeolehnya melalui kepustakaan.
Implikasinya peneliti seyogyanya mendalami kepustakaan yang
relevan sebelum terjun ke lapangan. Implikasi yang lain adalah peneliti harus memanfaatkan paradigm. Dengan focus peneliti akan tahu data yang perlu dikumpulkan. c.
Tujuan Penelitian adalah memecahkan masalah yang telah dirumuskan .
Implikasinya rumusan masalah dilakukan dulu setelah itu tujuan penelitiannya.
94
d.
Masalah yang bertumpu pada focus ditetapkan dengan tentative, dapat
berubah sewaktu-waktu. Implikasinya peneliti membiaskan diri menghadapi perubahan
2.
Prinsip Perumusan Masalah
Cara / prinsip perumusan masalah yang disajikan pada dasarnya ditarik dari hasil pengkajian rumusan masalah. Hal-hal tersebut dimulai dari : a.
Prinsip Teori dari Dasar
Peneliti harus menyadari bahwa perumusan masalah dalam penelitian didasarkan atas upaya menemukan teori dari dasar sebagai acuan utama. Dengan demikian maka masalah sebenarnya berada di tengah-tengah kenyataan. Masalah yang sesungguhnya baru dapat dirumuskan setelah peneliti berada dalam pengunpulan data. b.
Prinsip Maksud Perumusan Masalah
Penelitian kualitatif utamanya berupa pencarian dan penyusunan teoribaru daripada sekedar menguji atau verifikasi. Sehingga perumusan masalah di sini bermaksud menunjang upaya penyusunan teori substantive yaitu teori yang bersumber dari data. c.
Prinsip Hubungan Faktor
Fokus sebagai sumber masalah penelitian merupakan rumusan yang terdiri dari dua factor atau lebih. Faktor- tersebut dapat berupa konsep, pengalaman, atau fenomena.
95
Prinsip ini berimplikasi bahwa peneliti pada waktu merumuskan masalah :1. Adanya dua factor aatu lebih, 2. Faktor-faktor tadi dihubungkan dengan hubungan yang logis dan bermakna,
3. Tegas dalam merumuskan masalah memisahkan
masalah dengan tujuan penelitian. d.
Prinsip tentang Cara Merumuskan Masalah
Contoh-contoh perumusan masalah anatar lain: (1)
Secara diskusi, cara ini sebagai bentuk pernyataan deskripsi namun perlu
diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian (2)
Secara proposional , yaitu cara langsung yang menghubungkan factor-
faktor secara logis dan bermakna (3)
Secara gabungan yaitu terlebih dahulu dilakukan diskusi sbaru dilakukan
penegasan dalam bentukproposional e.
Langkah-Langkah dalam Perumusan Masalah
(1)
Tentukan focus penelitian
(2)
Cari berbagai kemungkinan factor yang berkaitan dengan focus tersebut
(3)
Diantara factor-faktor tersebut diadakan kajian mana yang paling menarik
untuk ditelaah (4)
Kaitkan secara logis factor-faktor tersebut dengan focus penelitian
C.
Contoh Perumusan Masalah
Langkah 1.Topik Penelitian : Kegiatan Seks Bebas di Kalangan Remaja Fokus penelitian : Kegiatan Seksual Bebas
96
Langkah 2. Peneliti tertarik meneliti kemungkinan penyebab terjadinya kegiatn seks bebas di kalngan remaja. Faktor-Faktor berupa konsep yaitu film porno, nilai etika dan moral dan agama yang longgar, kehidupan malam yang glamor. Upaya menentukan berbagai factor tersebut didasarkan pada telaah kepustakaan, media massa, hasil seminar, ceramah dll. Langkah 3. Faktor –faktor tersebut menarik untuk ditelaah namun peneliti harus menentukan mana-mana yang paling penting. Langkah 4. Peneliti mengkaitkan setiap factor tersebut dengan focus penelitian
Pada tahap
ini rumusan masalah sudah bisa dilakukan, dengan hasil berikut: a.
Bagaimana kebiasaan menonton film porno terkait dengan kegiatan
seksual bebas? b.
Bagaimana peranan cinta di usia muda pada kehidupan seksual bebas di
kalangan remaja? c.
Apakah kegiatan seksual bebas karena pengaruh lingkungan pergaulan di
kalangan remaja?
97
d.
Bagaimana peran etika moral, dan agaman di kalngan remaja yang
melakukan pergaulan seksual bebas? e.
Apakah pengaruh kehidupan malam bagi remaja pada kehidupan seksual
bebas? f.
Bagaimana kebiasaan bermain internet dengan menonton kegiatan seks
berakibat pada kehidupan seksual bebas di kalangan remaja?
98
BAB V DESAIN PENELITIAN (PROPOSAL SKRIPSI)
Pokok Bahasan : Keterkaitan antar unsur dalam susunan proposal penelitian / skripsi Tujuan Instruksional Khusus : Menjelaskan secara singkat keterkaitan antar unsure dalam proposal penelitian skripsi
Pada bagian ini dipaparkan secara ringkas keterkaitan unsur-unsur dalam
proposal
penelitian
skripsi.
Hal
ini
diharapkan
dapat
mempermudah peneliti dlam menyusun kesatuan proposal skripsi. Secara umum sebuah desain penelitian yang akan digunakan untuk proposal skripsi terdiri dari Bab-Bab Pendahulaun dan Metodologis dengan ada beberapa variasi tambahan sehingga sangat dimungkinkan beberpa desain proposal penelitian untuk skripsi. Berikut disajikan desain proposal yang sudah diolah sedemikian rupa dari referensi dalam daftar pustaka ditambah pengalaman penulis dan pengajar metode penelitian selama ini.
BAB PENDAHULUAN A. Berisi : Latar Belakang Masalah, pada bagian ini dipaparkan alasan ilmiah dilakukan penelitian ini. Peta situasi ilmiah penelitian merupakan sesuatu yang diperlukan. Konsep-konsep penting dalam
99
topik penelitian (sering kali merujuk ke judul penelitian) harus diberikan sebagai peta situasinya. Data pendukung yang penting secara ringkas dapat disajikan sebagi contoh sehingga referensi sangat penting. B. Rumusan Masalah, berisi perumusan tentang fokus permasalahan yang akan dikaji. Rumusan masalah biasanya dibuat dengan satu atau beberapa
kalimat
pertanyaan
yang
jawabannya
membutuhkan
penelitian yang akan dilakukan. Rumusan Masalah bisa juga dinyatakan dalam kaliamat penyataan. C. Tujuan Penelitian , berisi tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini yang telah dirumuskan dalam rumusan terdahulu. D. Manfaat Penelitian,
berisi manfaat setelah penelitian ini selesai
dilakukan, tidak harus ditujukan secara teoretis dan praktis. E. Kajian Teotetis , berisi kupasan teori atau beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini. DI sini sangat disarankan untuk menggunakan teori yang sedekat mungkin dengan ranah penelitian yang diharapkan menurunkan tingkat kesulitan dalam aplikasinya. Contoh Teori Ekonomi Politik Media, teori encoding-decoding, teori komodifikasi sangat mungkin berkaitan dan digunakan bersama. Tetapi proposal skripsi sudah mencukupi untuk menggnakan salah satu sehingga konsentrasi dalam melakukan analisis dapat dilakukan dengan tajam.
100
F. Tinjauan Pustaka, berisi uraian referensi-referensi yang terkait dengan proposal penelitian. Sering kali proposal mencantumkan banyak pustaka yang beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan fokus penelitian. Dalam tinjauan ini juga dimasukan penelitian – penelitian terkait yang pernah dilakukan. Hal ini penting sebagai ‘originalitas penelitian’ proposal penelitian ini nanti, di samping menjaga dari kemungkinan plagiasi. G. Metode Penelitian, berisi : Jenis Penelitian yang memuat paradigma penelitian Kualitatif atau Kuantitatif . 1Lokasi Penelitian, berisi tempat penelitian dilakukan 2Strategi Penelitian yang memuat cara melakukan penelitian berupa studi kasus, komparatif, deskriptif. 3Sumber Data, berisi data yang dipakai dalam penelitian 4Teknik Sampling, berisi cara pengambilan cuplikan atau sampel berupa purposive atau random sampling. 5Teknik Pengumpulan Data. Teknik Pengumpulan Data berisi rangkaian cara untuk mendapatkan data. Hal ini sanagt bergantung kepada jenis sumber datanya. Ketika sumber data nya berupa manusia maka jenis teknik pengumpulan data berupa interview atau wawancara. Sedangkan bila berupa benda, peristiwa atau media bisa digunakan observasi atau pengamatan. Sementara bila berupa buku atau arsip dapat dilakukan cara kajian isi atau content analysis.
101
H. Kerangka Pikir / Alur Pikir, berisi gambaran alur pikiran peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti berusaha menjelaskan hubungan antar unsur-unsur yang terlibat sehingga posisi setiap unsur tadi menjadi jelas. Keranga pikir biasanya didesain dengan bantuan bagan atau gambar. I. Sistematika Penulisan, berisi urutan materi yang akan dilakukan , biasanya dipaparkan secara deskriptif.
BAB DESKRIPSI Berisi deskrispsi program yang menjadi objek penelitian. Bagian ini sebaiknya dipaparkan sisi pentingnya atau korelasi antara fokus penelitian dengan program atau objek penelitian tersebut.
.
102
BAB VI PENGUMPULAN DATA DALAM PENELITIAN KUALITATIF
Pokok bahasan : Keterkaitan data dengan penelitian Kualitatif Tujuan Instruksional Khusus: Menjelaskan jenis-jenis sumber data, teknik pengumpulan data, dan cara mencatat data
Sebuah pernyataan pembuka dalam bagian ini adalah anda sudah mempersiapkan topik dan judul penelitian yang sangat brilian, belum ada yang meneliti dengan perspektif tersebut sehingga hasilnya akan sangat menakjukan. Data yang dibutuhkan menuntut anda harus tinggal di daerah terpencil di sebuah kepulauan di lautan lepas selama dua generasi. Jika
data tersebut sangat
memberatkan anda sebagai peneliti maka lupakankanlah penelitian tersebut dan gantilah dengan yang bisa anda jangkau. Tidak ada penelitian yang tidak ada datanya. Begitu pentingnya data dalam penelitian maka bagian ini secara khusus akan membahas teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. A.
Sumber Data Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian
yang sangat penting bagi peneliti. Hal ini dikarenakan ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menetukan ketepatan dan kekayaan data yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa sumber data. Betapun menariknya
103
topik penelitian tanpa ketersediaan sumber data maka tidak akan ada artinya sama sekali. Beragam sumber data bisa dikelompokan jenis dan posisinya , mulai dari yang paling nyata sampai dengan yang paling samar-samar. Mulai dari yang paling terlibat hingga yang bersifat sekunder. Oleh karena itu hal penting dalam pemilihan sumber data adalah peneliti harus benar-benar berpikir mengenai kemungkinan kelengkapan informasi yang akan dikumpulkan dan juga validitasnya. Adapun jenis sumber data secara menyeluruh dapat dikelompokkan berikut ini:
1.
Nara Sumber/Informan Jenis sumber data yang berupa manusia dalam penelitian pada umunya
dikenal dengan istilah rsponden. Istilah tersebut jamak digunakan dalam penelitian kuantitatif dengan pengertian bahwa peneliti memiliki posisi yang lebih penting. Responden posisinya semata-mata memberikan tanggapan atau respon pada apa yang diminta oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia/narasumber sangat penting sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan narasumber disini memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan semata-mata
memberikan
jawaban atas apa yang diminta peneliti tetapi narasumber dapat lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki. Karena posisi yang demikian maka sumber data yang berupa manusia dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan dibanding responden.
104
Manusia sebagai sumber data perlu dipahami bahwa mereka terdiri dari beragam individu yang juga memiliki beragam posisi. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kelengkapan akses informasi yang dimiliki. Oleh karena itu peneliti harus memahami posisi dengan beragam peran dan keterlibatannya. Kesalahan memilih informan akan mengasilkan data yang kurang mantap, validitas rendah dan mempersulit proses penelitian.
2.
Peristiwa atau AKtivitas. Data juga dapat dikumpulkan dari peristiwa, aktivitas atau perilaku
sebagai sumber data. Dari pengamatan pada peristiwa , peneliti dapat mengetahui proses terjadinya. Peristiwa sebagai sumber data bisa sangat beragam mulai dari yang sengaja ataupun tidak sengaja, aktitivitas rutin dan berulang ataupun sesekali.
3.
Tempat atau lokasi Tempat atau lokasi yang erkait dengan sasaran atau permasalahan
penelitian juga merupakan sumber data. Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa dapat digali melalui sumber lokasinya baik yang berupa tempat maupun lingkungannya.
Dari pemahaman lokasi tersebut peneliti bisa secara cermat
mengkaji dan secara kritis menarik kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan.
105
4.
Benda, Gambar dan Rekaman Beragam benda yang terlibat dalam suatu peristiwa atau kegiatan yang
berupa benda sederhana sampai peralatan yang rumit bisa menjadi sumber data yang penting. Sumber data lain yang penting adalah rekaman yang terkait dengan seni media ekam secara langsung. Sumber data berupa rekaman dapat berwujud audio maupun visual . Sumber data yang dimaksud bukanlah hasil rekaman yang direkayasa peneliti. Bilamana rekaman sebagai sumber data dilakukan dalam proses penelitian maka aktivitasnya bisa dimasukan sebagai salah satu teknik khusus pengumpulan data. 5.
Dokumen dan Arsip Dokumen dan arsip adalah bahan tertulis yang berhubungan dengan
peristiwa terterntu. Apabila wujud bahan tulis lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi disebut arsip.
Dalam menganalisis dokumen tertulis peneliti
perlu menguji keaslian dokumen tersebut dengan kesaksian seseorang yang tahu atau dengan beragam aspek formalnya, mengingat dokumen yang aslipun belum tentu isinya benar.
B.
Teknik Pengumpulan Data Setelah kita memutuskan sumber data dalam penelitian, maka tahapan
selanjutnya bagaimana data atau informasi dapat diperoleh dari sumber data. Menurut Goetz dan LeCompte dalam Sutopo (2006:58) disebutkan adapun
106
strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua cara yang teknik pengumpulan data interaktif dan teknik pengumpulan data non interaktif. Metode interaktif meliputi wawancara mendalam /in depth interview, kemudian observasi berperan dalam beberapa tingkatan dan focus group discussion. Sementara itu yang termasuk dalam metode non interaktif terdiri atas lembar kuesioner, mencatat dokumen atau arsip, content analysis dan observasi tak berperan. 1.
Wawancara Sumber data yang penting dalam penelitian kualitatif adalah narasumber
atau
informan.
Untuk dapat mengumpulkan data atau nformasi darinya
diperlukan teknik atau metode pengumpulan data. Teknik tersebut adalah wawancara. Teknik wawancara ini paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif terutama penelitian lapangan. Secara umum teknik wawancara dibagi menjadi dua yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur atau in depth interview. Tujuan wawancara adalah melakukan konstruksi dalam suatu konteks sekarang terhadap pribadi, peristiwa, organisasi, persepsi, perasaan atau motivasi. Wawancara terstruktur merupakan jenis wawancara terfokus yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Dalam wawancara terstruktur maslaah penelitian ditentukan oleh peneliti sebelum wawancara. Daftar pertanyaan telah diformulasikan oleh peneliti dan responden diharapkan menjawab dengan baik dan lengkap.
Biasanya jenis wawancara ini dilakukan dalam suasana
terkondisikan dan formal.
107
Wawancara dalam penelitian kualitatif cenderung tidak dilakukan dengan struktur tetapi dipilih secara tidak terstruktur atau lebih sering disebut wawacara mendalam in depth interview. Hal ini dikarenakan peneliti merasa tidak tahu apaapa yang belum diketahuinya dari narasumber. Oleh karena itu, pertanyaan dalam wawancara jenis ini bersifat open ended dan mengarah pada menggali kedalaman informasi yang menjadi focus penelitian. Wawancara mendalam dapat dilakukan pada waktu dan kondisi yang dianggap paling tepat guna mendapatkan data yang lebih rinci dan jujur bahkan wawancara mendalam bisa dilakukan secara berulang-ulang. Perlu dipahami oleh peneliti bahwa ketika melakukan wawancara mendalam dia juga melakukan observasi narasumber. Catatan rinci dari hasil observasi dan wawancara mendalam ini sangat penting fungsinya sebagai gambaran yang lebih jelas tentang makna dari pernyataannya. Ketika melakukan wawancara mendalam , menciptakan suasana yang akrab sangat penting. Peneliti jangan langsung memberikan pertanyaan-pertanyaan pokok, tetapi pertanyaan ringan untuk menjalin keakraban. Cara wawancara yang menyangkut berbagai hal yang ringan dan menarik dengan tujuan menciptakan keakraban biasanya dalam penelitian kualitatif disebut grand tour questions. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dapat dipakai terutama peneliti pemula dalam penelitian kualitatif : a.
Penentuan siapa yang diwawancarai, peneliti harus dapat mewawancari
informan yang memang memiliki informasi yang benar, lengkap dan mendalam.
108
b.
Persiapan wawancara, peneliti perlu
mempersiapkan diri dalam
memahami pribadi informan. Peneliti mnyiapkan macam informasi yang diperlukan melalui catatan kecil c.
Langkah awal, peneliti perlu menjalin keakraban dengan informan dan
memberikan kesempatan kepadanya untuk menyusun apa-apa yang ada dalam pikirannya. d.
Pengusahaan wawancara yang produktif, peneliti jangan banyak
memotong pembicaraan, lebih baik menjadi pendengar yang setia tetapi tetap kritis. Tunjukkan kesan bahwa apa-apa yang diberikan informan adalah sesautu yang penting sehingga mampu menunjukkan rasa minatnya. Keberhasilan peneliti menjaga suasana wawancara sesuai dengan fokusnya membuat wawancara menjadi produktif. e.
Akhir wawancara dan kesimpulan, peneliti harus melihat apakah suasana
masih lancar, apabila kelelahan sudah datang baik bagi peneliti atau narasumber lebih baik dihentikan dan diagendakan wawancara kemudian sampai peneliti dapat menarik simpulan sesuai dengan fokusnya. Dalam kesempatan akhir sambil mengucapkan terimaksih perlu untuk dapat berjumpa lagi guna menambah kejelasan dan pendalaman makna.
2.
Focus Group Discussion (FGD) Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah focus group discussion atau
FGD. Teknik ini sangat bermanfaat untuk menggali data sikap, minat dan latar belakang suatu kondisi dari suatu kelompok masyarakat. Pada dasarnya jenis ini
109
adalah diskusi yang merupakan wawancara secara berkelompok dan data yang diperoleh sudah lebih mantap karena sudah dibahas oleh banyak narasumber sebagai anggota kelompok diskusi. Untuk dapat melakukan teknik ini , peneliti seharusnya sudah menetukan focus bahasan yang menjadi topik utama diskusi. Teknik diskusi kelompok ini pada awalnya berkembang dari penelitian pemasaran. Dalam perkembangan dewasa ini teknik diskusi kelompok sudah sangat banyak dilakukan dalam lembaga swadaya masyarakat sebagai bentuk usaha kegiatan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini peneliti harus sudah melakukan persiapan dengan mengembangkan pedoman tertulis mengenai focus permasalahannya. Peneliti juga mengatur waktu serta menjadi moderator yang baik untuk kelancaran diskusi. Dalam diskusi ini usahakan semua peserta berperan aktif, dan leluasa menyatakan pendapatnya. Peneliti harus menyadari pentingnya efektivitas jalannya diskusi. Oleh karena itu peneliti tidak boleh terhanyut pada dominasi baik individu atau topik yang meluas. Untuk itu jika diperlukan dapat ditunjuk asisten peneliti untuk membnatu. Perekaman jalannya diskusi dimungkinkan sebatas tidak mengganggu kealamiahan jalannya diskusi. 3.
Observasi Teknik pengumpulan data berikutnya adalah observasi atau pengamatan.
Observasi ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada observasi langsung dapat dipilih cara mengambil peran atau tidak berperan. Lebih detail, Spradley (dalam Sutopo, 2006:65) membagi observasi menjadi (1) tak
110
perperan sama sekali yaitu kehadiran peneliti sama sekali tidak dikethui oleh subyek yang diteliti. Observasi ini dapat dilakukan dengan teropong jarak jauh untuk mengamati subyek yang diteliti. Peneliti juga bisa menggunakan kaca ‘one way mirror ‘ termasuk menggunakan media rekam seperti foto ataupun video untuk mengamati suasana kelas misalnya.(2) berperan, yaitu peneliti mendatangi peristiwa yang diteliti. Apabila kehadiran membawa pengaruh terhadap kelamiahan peristiwa, sebaiknya peneliti jangan langsung mencatat sekitar 15 menit pertama untuk mengurangi kecurigaan atas kehadirannya. Untuk menjaga reliabilias studi maka observasi sebaiknya tidak dilakukan hannya satu kali (3) berperan penuh dalam arti peneliti menjadi anggota kelompok yang diamati. Hal ini dapat dilakukan seperti peneliti menjadi seorang guru kelas untuk mengamati perilaku murid di kelas tersebut.
Kelemahan teknik ini adalah kemampuan
kriisnya semakin kabur apalagi kalau ia larut dalam perannya. 4.
Content Analysis Dokumen dan arsip merupakan salah satu sumber data dalam penelitian
kualitatif. Terutama apabila sasarannya adalah latar belakang atau sejarah dengan suatu peristiwa. Mencatat dokumen ini oleh Robert K Yin (dalam Sutopo 2006:(68) disebut dengan content analysis. Mengkaji dokumen ini dimaksdkan bahwa peneliti bukansekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumenatau arsip tetapi juga maknanya yang tersirat.
111
5.
Kuesioner Kuesioner merupakan daftar pertanyaan bagi pengumpulan data dalam
penelitian. Cara yang digunakan dapat berupa bahan tertulis atau secara lisan. Dalam pelaksanaan secara lisan pertanyaan dibacakan kepada responden untuk dijawab reponden dan dicatat oleh pengumpul data. Kuesioner yang dilakukan dengan cara tertulis biasanya dikirim langsung ke
responden. Setelah
terkumpulkan , jawaban dikirim kembali ke pengumpul data atau ke peneliti. Cara seperti ini disebut angket atau enquette. Salah satu kelebihan metode angket adalah dapat memperoleh banyak data dengan waktu yang lebih singkat. Penggunaan kuesioner dengan teknik angket dalam penelitian kualitatif sering dilandasi dengan alas an bahwa peneliti inin mendapatkan garis besar data secara cepat. Oleh karena itu jenis kuesioner dengan open ended quesionaire sering digunakan. Artinya dalam setiap daftar pertanyaan memang diberikan alternatif jawaban, tetapi pada bagian bawah diberikan ruang kosong untuk memberikan kesempatan informan menambah sesuatu.
C.
Cara Mencatat Data Data (bentuk jamak dari datum, Latin) dalam penelitian kualitatif biasanya
berupa deskripsi dalam bentuk kalimat dan biasanya catatan data tersbut dikenal dengan fieldnote atau catatan lapangn. Catatn lapangan ini disusun bersumber dari catatan pendek dengan kata-kata kunci dan sebaiknya ditulis segera setalah melaksanakan suatu prose pengumpulan datanya. Jangan ditunda terlalu lama agar ingatan mengenai informasinya masih segar. Catatan dengan kata-kata kunci
112
tersbut harus segera diubah dan dikembnagkan menjadi catatan lengkap. Catatan lapangan yang lengkap ini benar-benar bersumber pada catatan kunci dengan melibatkan semua ingatan yang mendukungnya. Bogdan dan Biglen (dalam Sutopo, 2006:73) menyatakan bagian-bagian filednote terdiri dari bagian deskriptif dan bagian reflektif. Pada bagian deskriptif dalam catatan lapangan ini meliputi potret subyek, rekonstrksi dialog, deskripsi keadaan fisik dan struktur tentang tempat dan barang-barang lain yang ada diskeitarnya serta catatan tentang berbagai peristiwa khusus (termasuk siap yang terlibat dengan cara bagaiman, gerak –gerik atau sikap penelitinya). Dengan menyadari bahwa tidak mungkin peneliti dapat menagkap secara lengkap , maka perlu berusaha untuk memindahkan apa yang bisa ditangkapnya pada kertas selengkap mungkin dengan mengingat apa yang menjadi tujuan utama penelitiannya. Lebih baik mencatatlengkap apa yang dikatakan narasumber daripada menyingkatnya. Pada bagian refleksi dapat ditemukan catatan dari sisi subyektif dalam proses penelitiannya yang penekannannya lebih kepada perasaan, spekulasi, masalah-masalah yang muncul dalam pikirannya, kesan dan bahkan prasangka peneliti. Bagian refleksi juga berisi bahan bagi kegiatan selanjutnya dan di akhir bagian ini biasanya peneliti merenungkan pengalamannya selama pengumpulan data sehari itu. Dari waktu ke waktu peneliti akan menambah tulisannya yang berupa potongan pikiran tentang perjalanan penelitiannya. Potongan yang panjang pada akhir catatan biasanya disebut memo.
113
Bagian refleksi dalam catatan data dapat meliputi beberapa jenis, yaitu: 1.
Refleksi analisis, berisi catatan terkait pola pikir analisis yang biasanya
berisi spekulasi tentang apa yang sedang terjadi. 2.
Refleksi metode, berisi catatan yang terkait bahan prosedur, dan strategi
dalam penelitian 3.
Refleksi teori, berisi catatan singkat yang mungkin terkait dengan teori
tertentu yang digunakan. 4.
Refleksi Etis, berisi catatan terkait dengan perlu tidaknya etika atau
perlindungan terhadap informan atau subyek yang diteliti, termasuk di dalamnya kemngkinan konflik-konflik yang dihadapi 5.
Refleksi Kerangka pikir, yang berisi catatan dalam menggambarkan
kernagka pikir , proses analisi dan berlaku sebagai dokumen pelelitian.
D.
Etika Penelitian Penelitian merupakan satu usaha untuk meningkatkan ilmu. Kepentingan
ilmu dan kepentingan masyarakat yang menjadi subyek penelitian tidak selalu sepadan ; dalam pencarian maupun pemanfaatan ilmu tersebut dapat melakukan hal-hal yan melanggar etika. Dalam pembahasa mengenai survey Babie (dalam Kamanto Sunarto , 2005: 230) disebutkan bahwa beberapa atural etika harus dihormati setiap peneliti. Meskipun ia hanya membahas survey, tetapi asas-asas yang dikemukakannya pada umumnya berlaku pula bagi penelitian yang menggunakan metode lain. Salah satu diantarnya adalah keikutsertaan secara
114
sukarela; Peneliti tidak dapat memaksa seseorang untuk ikut serta dalam suatu penelitian. Permintaan seorang peneliti kepada kepala desa untuk mewajibkan sejumlah warga desa datang ke kelurahan untuk diwawancarai atau permintaan kepada seorang kepala kantor untuk mewajibkan karyawannya datang ke suatu gedung
pertemuan kantor untuk mengisi daftar pertanyaan , misalnya, jelas
merupakan suatu pelanggaran terhadap etika penelitian karena keikutsertaannya sebagai subyek dalam penelitian tidak bersifat dengan sukarela melainkan dilakukan dengan paksaan. Babbie selanjutnya mengemukakan bahwa suatu penelitian tidak boleh membawa cedera bagi subyek penelitian . Tanpa disadari misalnya, seorang peneliti memepertentangkan jawaban seorang subyek dengan jawaban subyek lain (misalnya : apakah peristiwanya seperti yang bapak jelaskan? Karena menurut pak ketua RT kejadiannya bukan begitu? Keterangan seorang subyek yang kemudian disampaikan oleh peneliti kepada pihak lain atau pihak yang berwajib dapat saja mengakibatkan bahwa subyek penelitiajn ditindak oleh fihak berwajib tersebut. Dalam kasus-kasus seperti itu, peneliti dapat dikatakan meninggalkan benih konflik dalam masyarakat yang diteliti sehingga mungkin saja subyek tadi akan mengalami cedera, bukan hanya secara psikologis tetapi dapat juga secara fisik. Lebih lanjut Baabie menyebutkan bahwa terdapat dua jenis azas yang penting untuk dapat melindungi identitas subyek penelitian yaitu melalui asas anonimitas (anonymity) dn asas kerahasiaan (confidentiality) . Dalam penelitian survey , subyek penelitian adalah anonym / tidak dikena ; namanya tidak perlu dicantumkan pada daftar pertanyaa . Oleh karena itu , menurutnya lebih lanjut,
115
usaha peneliti untuk mencari identitas subyek yang mengikuti survey (seperti : member tanda tersembunyi pada daftar pertanyaan) tidak dapat dibenarkan karena merupakan pelanggaran terhadap etika penelitian. Peneliti
tidak
dibenarkan menyelidiki, misalnya, siapa yang memberikan jawaban secara politis peka,
siapa yang membuat penyataan yang dapat menyinggung
perasaan
kelompok tertentu, ataupun yang telah mengaku sering kali melakukan hubungan, misalnya, homoseks. Meskipun demikian, dalam penelitian dengan metode pengamatan identitas subyek tidak dapat disembunyikan , namun peneliti terikat aturan
mengenai
kerasahasiaan.
Tidak
jarang
peneliti
tidak
menyembunyikan nama subyek , tetapi bahkan juga nama subyek.
hanya Clifford
Geertz (dalam Kamanto Sunarto, 2001 : 231) misalnya menyebut nama kota kecil di Jawa Timur diganti dengan nama Mojokuto. Pemberian keterangan yang keliru untuk mendorong subyek agar mau ikut serta pun merupakan praktek melanggar etika. Seorang peneliti tidak dapat misalnya, memberikan informasi kepada subyek penelitiannya bahwa daftar pertanyaan penelitian wajib diisi karena merupakan bagian dari tugas kedinasan di kantor. Apabila daftar pertanyaan tersebut sebenarnya hanyalah merupakan suatu proyek pribadi belaka yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan data instansi. Penulisan dan penyajian laporan penelitianpun merupakan kegiatan yang terikat dengan berbagai macam aturan etika. Lebih lanjut dikemukakan oleh Babbie bahwa peneliti dituntut untuk enyajikan data penelitian secara jujur apa adanya. Temuan yang ternyata negatif , misalnya, perlu disajikan bersama dengan temuan
116
yang positif. Hipotesis harus telah dibuat sebelum penelitian diawali, bukan setelah hasil penelitian diketahui.