KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MERAJUT KEBERSAMAAN PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn PAMERAN: NASIONAL PESTA KESENIAN BALI XXXIII 10 Juni-9 Juli 2011 Di Taman Budaya Denpasar Bali
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA 2011
Foto Karya.Merajut Kebersamaan, 2010. Bahan : Tanah Stoneware (tanah singkawang & samot) Glasir : Oksida hijau Ukuran keramik a: p,l,t ; 50, 45, 45 cm Karya ini didisplai di atas pustek. . (Foto : Pintara, 2010)
PENGERTIAN JUDUL: Karya keramik ini berjudul : ”Merajut Kebersamaan”. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, 1991: 881. ”Merajut” memiliki arti: membuat jaring-jaring, membuat rajut. Sedangkan ”kebersamaan” memiliki arti: hal bersama. Pengertian judul dari karya ini adalah: suatu hal yang dilakukan secara bersamasama (bergotong royong) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
SUMBER KAJIAN PENCIPTAAN Dari pengalaman hidup, kita banyak mendapatkan pelajaran dan cara menyikapi yang akhirnya menimbulkan makna. Dari pengalaman dan kejadiankejadian yang kesemuanya itu bisa menjadi sumber kajian penciptaan karya seni. Apapun bisa menjadi rangsangan, baik dari alam, mimpi, obsesi, maupun kejadian nyata yang ada dalam ruang-ruang imaji. Semua itu mampu merangsang jiwa seniman dalam mencipta karya, baik dalam mencerna benda berwujud ciptaan Tuhan, simbol-simbol pada kebudayaan tertentu, hasil karya ciptaan manusia dari kebudayaan. Sedemikian terbentang luas semua itu bisa menjadi sumber ide penciptaan seni. Penciptaan karya penulis masih bertemakan wanita Hindu Bali, dalam kehidupan keseharian, kekinian yang selaras dengan alam dan budayanya. Perwujudan karya mengambil objek bunga tertai sebagai simbol wanita. Penggunaan lambang atau simbol, sebenarnya banyak dipergunakan dalam kesenian untuk memberikan gambaran atau arti yang mendalam kepada apa yang disajikan atau tergambarkan. Simbol yang dibuat dan mengesankan bisa memperkuat intensitas dari karya seni. Dalam penerapan simbol pada suatu karya seni hendaknya perlu dipikirkan pemakaian simbol-simbol yang telah dipergunakan dan merupakan hal-hal yang telah lazim dipakai dan dikenal oleh masyarakat. Simbol juga harus memikirkan dimana lingkungan simbol tersebut dipakai. Dalam pengantar estetika, simbol atau petanda, wangsit adalah sesuatu yang mempunyai arti tertentu, yang lebih luas dari apa yang dilihat nyata orang atau didengar (Djelantik, 1990: 49). Dari uraian di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa simbol merupakan suatu hal atau keadaan yang merupakan pengantar pemahaman terhadap objek. Simbol biasanya banyak digunakan dalam berkesenian untuk memberikan arti yang mendalam kepada apa yang disajikan, baik itu seni tari, musik, dan seni rupa. Dari sebuah sim bol akan dapat memperkuat intensitas dari sebuah karya seni. Buku yang menulis mengenai simbol yaitu seperti buku The Power Of Symbols
atau
Daya
Kekuatan
Simbol,
dijelaskan
tentang
bagaimana
sesungguhnya simbol atau lambang timbul, bagaimana fungsi dan pengaruhnya
dan bagaimana pula lambang-lambang tersebut dapat memudar artinya (F.W. Dillistone, 2002: 38). A.A.M. Djelantik (1999: 182) menjelaskan tentang pemakaian simbol yang tepat, yakni: simbol harus sesuai dengan lingkungan dimana simbol itu dipakai, juga dibahas mengenai pemakaian simbol dalam berkesenian. Begitu pula Titib (2001: 185) buku ini sangat membantu penulis untuk lebih memahami simbol-simbol yang ada pada ajaran agama Hindu dan memaknai apa sebenarnya makna filosofis yang ada pada lambang-lambang agama Hindu. Seiring proses berjalannya waktu yang penulis alami dan sebagai umat yang beragama Hindu, diketahui bahwa Agama Hindu sangat kaya dengan simbol-simbol agama dengan penampilan sangat indah dan menarik. Sebagai umat Hindu simbol-simbol tersebut menggetarkan kalbu penulis, yang akhirnya membawa penulis pada pemaknaan dan pemahaman yang mendalam dari arti yang terkandung pada simbol tersebut. Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan dan telah dijelaskan pula bahwa simbol adalah suatu lambang tentang sesuatu. Simbol sebenarnya sangat sering
digunakan dalam kehidupan
keseharian atau dalam kehidupan berkesenian. Menurut Tjetjep Rohendi Rohidi (1999: 80) menyebutkan bahwa seniman menggunakan simbol dalam mewujudkan karya seninya bertujuan untuk memberikan makna yang lebih pada karyanya. Seni adalah suatu simbol yang termasuk ke dalam perangkat simbol pengungkapan perasaan atau simbol seni adalah suatu kegiatan manusia yang menjelaskan dan dengan ini menciptakan realita baru dalam suatu cara yang suprarasional dan berdasarkan pengamatan serta menyajikan realita secara simbolis atau kiasan sebagai sebuah ungkapan jagad kecil yang mencerminkan jagad besar. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka penulis di sini menggunakan bunga teratai sebagai simbol wanita, karena bunga teratai telah dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Bunga teratai memiliki keindahan dari bentuk dan warnanya, di samping itu bagi masyarakat tertentu bunga teratai memiliki makna filosofis. Di harapkan bagi penikmat seni dapat merasakan getaran-getaran emosi perasaan dan estetik
penulis, dan yang nantinya mampu menyampaikan nilai serta pesan moral yang menjadi muatan isinya.
Konsep/Ide Penciptaan Berdasarkan pengalaman pribadi sebagai seorang wanita/ibu, melalui kajian pustaka, dan pendekatan dari berbagai media massa yang menyangkut masalah wanita, mengenai realitas kehidupan wanita Hindu Bali dalam aktivitas keseharian, semangat dan daya juang dalam mempertahankan hidup. Dalam hal ini wanita divisualkan dengan bunga teratai, yang dibuat menggunakan media keramik dan menggabungkan dengan media lain sebagai pendukung untuk merealisasikan ide penulis. Bentuk bunga teratai dibuat tunggal maupun kolektif. Bunga teratai dibuat ada yang menyerupai bentuk aslinya dan ada yang telah dideformasi, besar kecilnya bunga disesuaikan dengan gagasan yang telah terorganisasikan dengan memperhatikan keseimbangan dan harmoni realitas kehidupan wanita, yang divisualisasikan menjadi suatu kesatuan bentuk yang dapat memberikan gambaran secara langsung kepada penikmat seni. Dalam penciptaan karya ini, kesatuan bentuk dengan visualisasi realitas kehidupan wanita dapat dicapai dengan penggabungan bentuk dan benda-benda temuan di alam. Dengan melihat kesesuaian konsep serta gagasan ide yang diwujudkan. Bentuk temuan yang diwujudkan adalah bentuk-bentuk setengah lingkaran, yang menyerupai bentuk buah dada wanita. Apabila diamati secara mendalam, pada diri wanita ada beberapa tonjolan yang berbentuk setengah lingkaraan seperti: buah dada, rahim, dan jalan lahir. Warna bunga teratai yang
divisualkan, secara keseluruhan berwarna
putih, menggunakan glasir dof, dan daun menggunakan warna hijau dof yang ditambah dengan warna merah kecoklatan dengan menggunakan oksida besi (Fe) yang dipulas di atas daun. Karena karya penulis mengambil bentuk simbol, maka penggunaan warna putih pada bunga-bunga teratai ini, merupakan ungkapan simbolik. Bunga teratai bagi umat Hindu dan Budha merupakan simbol kesucian, dan warna putih adalah lambang dari kesucian itu sendiri,
warna hijau adalah
lambang kesuburan, kesejukan, kedamaian dan keagungan. Bunga teratai di sini merupakan ungkapan simbol yang ditujukan kepada wanita. Wanita yang ingin penulis tampilkan lewat simbol bunga adalah wanita yang memiliki kesucian hati, penuh kasih, tegar menghadapi kerasnya kehidupan sehingga orang yang berada di sekitarnya bisa merasakan kedamaian. Bila hal ini direalisasikan pada kehidupan sehari-hari, niscaya keharmonian hidup antara manusia, alam dan Tuhan sebagai pencipta akan tercapai.
Makna Karya Pada karya ini, pencipta mengambil bentuk dua buah bulatan setengah lingkaran yang penulis rangkai berhadap-hadapan dan di atasnya disusun bunga dan daun teratai dengan cara dirajut. Pada perwujudan karya ini, penulis juga menambah elemen lain berupa uang kepeng. Uang kepeng bagi umat Hindu, biasanya dipakai pada sarana persembahyangan, dibuat kawangen (rangkaian bunga yang disusun di atas daun pisang berbentuk kerucut setinggi 15 cm) difungsikan dalam memuja Tuhan. Uang kepeng berbentuk bulat dan bagian tengahnya berlubang (bolong), memiliki makna sebagai ”Vindu” atau pusat pikiran. Penggabungan uang kepeng pada karya ini memiliki makna bahwa wanita diharapkan selalu memusatkan pikiran kepada hal-hal yang baik, yaitu ”manacika” selalu berpikir positif, ”wacika” berkata-kata yang baik, dan ”kayika” selalu berbuat baik kepada sesamanya. Pemaknaan karya ini adalah: Dalam kehidupan berkeluarga segala hal dilakukan wanita-wanita Hindu Bali, secara bersama-sama, baik dalam hal pengasuhan anak-anak, urusan rumah tangga bahkan mencari nafkah untuk keluarga, sehingga perselisihan dan perbedaan tidak akan terjadi karena masing-masing menjalankan tugasnya sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan secara
bersama-sama,
biasanya
terlihat
dalam
pelaksanaan
upacara
keagamaan. Kegiatan yang dilakukan tanpa memandang jenis kelamin, kasta dan status sosial, mereka secara bergotong-royong bekerja menyelesaikan tugas masing-masing
dan
menjadi
seorang
wanita
hendaknya
selalu
bisa
menempatkan diri dan selalu bisa bekerjasama dengan orang lain, tanpa memandang perbedaan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Djelantik, A.A.M. (1999), Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia , Bandung Dillistone, F.W. (2002), The Power of Simbols, Kanisius Yogyakarta. Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia.(1991),
Departemen
Pendidikan
Dan
Kebudayaan, Balai Pustaka Jakarta. Rohendi Rohidi, Tjetjep. (1999), Kesenian dan Pendekatan Kebudayaan, STSI Bandung, Bandung Titib, I Made. (2001), Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, BLPHDI, Paramitha, Surabaya