Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
INISIATIF KRISTELIG FOLKEPARTI DALAM KEMUNCULAN KEBIJAKAN KONTANTSTØTTE DI NORWEGIA TAHUN 1998 Tita Adelia, Nuri Soeseno Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
ABSTRAK Jurnal ini membahas lolosnya kebijakan Kontantstøtte di parlemen Norwegia (Storting) pada tahun 1998. Diinisiasi oleh partai kecil, yakni Kristelig Folkeparti, kebijakan Kontantstøtte merupakan kebijakan yang kontroversial terkait dengan dualisme kebijakan keluarga yang diakibatkannya. Melalui model penelitian kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebuah partai kecil yang tergabung dalam pemerintahan minoritas dapat meloloskan sebuah kebijakan yang kontroversial. Analisis menggunakan teori koalisi mengungkap bahwa dukungan dari partai diluar koalisi akan kebijakan tersebut, muncul dari adanya mutually beneficial agreement antara pemerintahan minoritas dengan partai diluar koalisi. Kata kunci: Norwegia, Kontantstøtte, Kristelig Folkeparti, koalisi, Storting
ABSTRACT This jurnal scrutinizes the passing of Kontantstøtte policy by Norwegian parliament (Storting) in 1998. Initiated by small party namely Kristelig Folkeparti, Kontantstøtte is a controversial policies related to the causes of family policy dualism. Through a qualitative research model, this study aims to determine how a small party, who are members of a minority government, can pass a controversial policy. The analysis uses the coalition theory, reveals the support from outside coalition that arise from the existence of mutually beneficial agreement between the minority government coalition and parties outside coalition. Key words: Norway, Kontantstøtte, Kristelig Folkeparti, coalition, Storting
1 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Kebijakan Kontantstøtte1 diprakarsai oleh Kristelig Folkeparti (KrF) pada tahun 1997 bersama dengan partai koalisinya Venstre dan Senterpartiet. KrF merupakan sebuah partai kecil yang berideologi Kristen demokrat. Kebijakan Kontantstøtte ini seringkali disebut sebagai sebuah produk political struggle dari partai pendukungnya.2 Terdapat pro-kontra yang tegas terhadap kebijakan ini ketika masih berada dalam ranah rancangan di Storting. Arbeiderpartiet yang merupakan bagian utama dari koalisi tengah-kiri, adalah yang paling keras menolak diperkenalkannya kebijakan ini di masyarakat. Berbicara mengenai penyikapan partai terhadap suatu isu, Norwegia merupakan negara yang partai politiknya masih memiliki platform ideologis yang jelas terlihat dari penyikapan-penyikapan partai dalam berbagai bidang kebijakan. Pada tahun 1997, KrF memenangkan 13.7%3 suara dari jumlah suara nasional dan Kjell Magne Bondevik, pemimpin KrF, menjadi Perdana Menteri. Koalisi yang dibentuk oleh Bondevik bersama Venstre dan Senterpartiet merupakan koalisi minoritas, jumlahnya bahkan tidak mencapai 50% dari keseluruhan anggota Storting. Koalisi pemerintahan ini disebut sebagai koalisi terlemah secara jumlah dari koalisi yang pernah terbentuk di Norwegia. Ellingsæter dan Leira dalam bukunya, Politicising Parenthood in Scandinavia, menyebutkan bahwa keberadaan kebijakan Kontantstøtte ini mengakibatkan adanya dua jalur dalam kebijakan keluarga di Norwegia. Mengutip dari bukunya yang mengidentifikasi kebijakan keluarga di Norwegia tertuliskan bahwa “This family policy dualism has been noted as the Norwegian
1
Kebijakan Kontantstøtte merupakan kebijakan yang memberikan alternatif cara pengurusan anak bagi orang tua yang memiliki anak dibawah umur dua tahun. Bagi orang tua yang tidak menggunakan fasilitas daycare, maka akan menerima uang sebesar NOK 3,300 per bulan. 2 Anne Lise Ellingsæter dan Arnlaug Leira, Politicizing Parenthood in Scandinavia: Gender Relations in Welfare States. Bristol: The Policy Press, 2006. Hlm. 121. 3 Ketil Bjugan, The 1997 Norwegian Parliamentary Election: A Swing Towards Parliamentary Power. New York: Blackwell Publishers, 1998. Hlm. 180.
2 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
„ambivalence‟ or „double track”.4 Dalam menjelaskan mengenai dualisme kebijakan keluarga, terlebih dahulu perlu diketahui bahwa terdapat tiga model kebijakan yang akan memberikan implikasi yang berbeda pada pengurusan anak dan kesetaraan gender. Ketiga model kebijakan tersebut adalah model kebijakan yang mendukung model keluarga orangtua pencari nafkah (dualearner family), model kebijakan yang mendukung model keluarga tradisional laki-laki pencari nafkah (traditional male breadwinner family), dan model kebijakan yang menyerahkan soal pengurusan anak kepada individu masing-masing untuk diurus secara privat atau menemukan solusi melalui pasar kerja. Dalam konteks dualisme ini Norwegia memiliki dua model kebijakan keluarga yakni kebijakan yang mendukung model keluarga orangtua pencari nafkah dan, dengan kemunculan Kontantstøtte, kebijakan yang juga mendukung model keluarga tradisional laki-laki pencari nafkah Berdasarkan pada latar belakang di atas, permasalahan terletak pada munculnya dualisme kebijakan keluarga sejak disahkannya kebijakan Kontantstøtte yang dimotori oleh KrF serta koalisi partai tengah-kanannya. Dualisme kebijakan keluarga dapat dikatakan sebagai sebuah permasalahan karena karakteristik women-friendly5 yang dimiliki Norwegia seolah dinihilkan dengan munculnya kebijakan yang mengacu pada susunan keluarga tradisional. Hal ini menjadi sebuah masalah yang menarik karena Kontantstøtte diinisiasi oleh partai kecil, yakni KrF serta koalisi tengah-kanannya. Dalam konteks dualisme kebijakan keluarga tersebut, maka pertanyaan
4
Anne Lise Ellingsæter dan Arnlaug Leira, Ibid. Hlm. 121. Negara yang memiliki karakter woman-friendly tidak akan memaksakan pilihan yang lebih sulit kepada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, atau mengizinkan perlakuan tidak adil berdasarkan pada jenis kelamin. Di negara woman-friendly perempuan akan melanjutkan perannya untuk memiliki anak, namun tetap terbuka jalan-jalan lain untuk merealisasikan diri. Di negara tersebut perempuan tidak harus memilih masa depan yang meminta pengorbanan lebih banyak daripada apa yang diharapkan kepada laki-laki. Secara singkat, negara tersebut akan menjadi negara dimana ketidakadilan yang berdasar pada gender akan sebagian besar lenyap tanpa pertambahan ketidakadilan dalam bentuk lain, seperti yang terjadi pada beberapa kelompok perempuan. Lihat Helga Hernes, Welfare State and Woman Power. Essays in State Feminism, Vojens: Norwegian University Press:, 1987, hlm. 15. dalam Anette Borchrost, Scandinavian Welfare Policies, Gender Equality and Globalization. Diakses dari http://vbn.aau.dk/files/16519664/AB.Sino-Nordic.pdf pada 28 Juli 2013. 5
3 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
penelitian yang muncul adalah mengapa kebijakan Kontantstøtte yang diinisasi oleh KrF dapat lolos di parlemen Norwegia? Konteks perpolitikan serta concern masyarakat Norwegia pada saat itu menjadi hal yang penting untuk dianalisis dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut. Pembahasannya kemudian akan lebih bersifat diskursus ideologis serta membahas kepentingankepentingan politik yang meliputi kebijakan tersebut. Kerangka Teori Pemerintahan koalisi tengah hanya akan dapat terbentuk di negara yang ideologi politiknya terpolarisasi.6 Keputusan koalisi merupakan hasil dari perundingan atau tawar-menawar antara opini masyarakat dengan ancaman yang secara konstan diperlihatkan oleh pesaing politik yang ingin menggantikan mereka. Størm mengemukakan bahwa tawar-menawar adalah mesin dari pemerintahan koalisi (bargaining is the engine of coalition governance).7 Keputusan koalisi merupakan produk dari persetujuan antara anggota koalisi dan sekutu, melalui proses tawarmenawar (bargaining) sebuah persetujuan itu dapat terbentuk. Teori keputusan koalisi yang berbasiskan pada pendekatan tawar-menawar (bargaining approach) memiliki premis utama, yakni menjadikan proses tawar-menawar sebagai usaha dari koalisi partai politik untuk memenuhi syarat pertama dari kebertahanannya koalisi. Serta memelihara persetujuan dengan partai-partai lain dalam rangka mendapat dukungan. Tawarmenawar ini bergantung pada apa yang sebuah partai politik dapat berikan terhadap partai politik yang lain serta apa keuntungan yang akan didapatkannya.
6
Tasos Kalandarak, A Theory of Minority and Majority Governments, Working Paper No. 47 Political Economy University of Rochester, 2007. 7
Kare Størm dan Arthur Lupia, Coalition Governance Theory: Bargaining, Electoral Connections, and the Shadow of the Future. London: Oxford University Press, 2003. Hlm. 4. Diakses dari http://www.researchgate.net/publication/242076046_Coalition_Governance_Theory_Bargaining_Electoral_Connecti ons_and_the_Shadow_of_the_Future/file/60b7d52a0c95149753.pdf pada 28 April 2014.
4 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
Tawar-menawar merupakan sebuah proses dimana aktor politik berkomunikasi dengan aktor lainnya dalam rangka menemukan persetujuan yang dapat menguntungkan keduanya (mutually beneficial agreement). Partai politik yang tergabung dapat melakukan tawar-menawar hanya ketika mereka telah memeroleh otoritas untuk membuat kebijakan oleh masyarakat. Otoritas yang diberikan ini bukan berarti partai politik yang berada dalam koalisi akan melakukan tawarmenawar hanya untuk memuaskan mereka, masih terdapat keterkaitan elektoral yang menjadi landasan partai-partai dalam proses tawar menawar. Metode Penelitian Pendekatan secara kontekstual diperlukan dalam penelitian mengenai kebijakan keluarga. Dalam mengekspos aktor yang dinamis, ide-ide, dan hal-hal yang membentuk sebuah kebijakan, penelitian berjenis studi kasus tidak dapat dihindari.8 Studi kasus adalah sebuah studi yang mempelajari kasus yang terjadi secara natural. Kuantifikasi data dalam studi kasus bukanlah sebuah prioritas, namun kualitas data yang dapat diperlakukan secara lebih superior. 9 Konsentrasi utama dari studi kasus adalah pemahaman mendalam mengenai kasus tersebut, dengan tidak berkepentingan untuk menyimpulkan secara teoritis atau menggeneralisasi secara empiris.10 Lokasi penelitian adalah di Norwegia, dalam lingkup nasional, dan subjek penelitiannya adalah Partai KrF. Partai KrF ini muncul sejak tahun 1933, namun yang menjadi bagian dalam subjek penelitian adalah Partai KrF dalam konteks kemunculan kebijakan Kontantstøtte tahun 1998 ketika Bondevik menjadi pemimpin di Norwegia. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ialah pendekatan dimana peneliti
8
Eric S. Einhorn dan John Logue, Scandinavian Politics and Policy in the Global Age. London: Preager, 2003. Hlm. 122. 9 Roger Gomm, et al (eds.), Case Study Method: Key Issues, Key Texts. London: SAGE Publications Inc., 2002. Hlm. 4. 10 Robert K. Yin, Case Study Research: Design and Methods. California: Sage Publications, Inc., 2003. Hlm. 1.
5 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
menggunakan perspektif konstruktivis atau advokatif.11 Pendekatan kualitatif digunakan berdasar pada rumusan permasalahan yang diangkat. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yakni dokumentasi dan archival records. Pembahasan Pemilu legislatif tahun 1997 mencerminkan sebuah turbulensi politik di Norwegia. Pemilu tersebut menjadi sebuah pemecah rekor dimana partai KrF dan Fremskrittspartiet (Progress Party) mendapat suara tertingginya dibandingkan dengan capaian di pemilu yang lalu. Dalam kampanye tahun 1997, partai-partai kanan seperti Fremskrittspartiet dan Høyre mengedepankan isu kesejahteraan. KrF sendiri khususnya lebih fokus pada isu kebijakan keluarga. Disini Kontantstøtte mulai diperkenalkan konsepnya sebagai sebuah alternatif baru dari cara pengurusan anak yang telah ada sebelumnya. Berhubungan dengan pergeseran isu di Norwegia, hal tersebut akan membantu menjawab mengapa dalam pemilu 1997 isu yang dikedepankan oleh partai kanan serta KrF pada saat kampanye dapat menjadi pilihan yang cocok bagi para pemilih. Isu yang akan diperjuangkan partai politik merupakan sebuah faktor signifikan lain bagi masyarakat Norwegia menentukan preferensi partai mereka. A. Naiknya KrF ke dalam Pemerintahan Norwegia Survey yang dilakukan AC Nielsen menunjukan bahwa isu kesehatan dan eldercare merupakan isu yang dianggap paling penting oleh para pemilih. Survey yang sama memperlihatkan bahwa Fremskrittpartiet yang merupakan partai kanan jauh mendapatkan peningkatan persentase suara terbanyak dalam pemilu 1997. Survey lainnya dari Gallup pada akhir bulan Juni juga menunjukan hal yang searah, Fremskrittpartiet mendapatkan 22% suara pada pemilu 1997. Ada
11
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications Inc., 2003. Hlm. 18.
6 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
pula survey yang menunjukan elektabilitas partai tersebut hingga mencapai 25%.12 Dalam masa kampanye di tahun 1997, preferensi sikap partai politik terkait dengan kebijakan imigrasi mendapatkan perhatian yang lebih sedikit daripada isu kesejahteraan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penolakan keras Jagland dalam proposal terakhir yang diajukan oleh oposisi terkait kenaikan dana pensiun. Tabel 1. Prioritas Isu yang dimiliki Partai Politik di Norwegia dalam Pemilu 1997 SV A V KrF SP H FrP Semua Eldercare 10 16 23 33 38 32 31 50 Kesehatan 24 23 28 26 30 31 33 42 Anak dan Keluarga 17 12 11 6 15 7 16 37 Pendidikan 12 17 13 8 19 3 14 36 Energi, Sumber Daya Alam 5 8 8 6 5 10 32 31 Social Redistribution 10 11 12 11 5 3 10 17 Pajak 6 6 5 3 3 9 19 15 Isu ekonomi secara umum 2 9 4 3 8 11 9 11 Pengangguran 6 7 3 3 4 4 7 13 Kebijakan daerah, desentralisasi 5 1 9 3 2 1 7 38 Imigrasi 10 3 3 3 1 5 6 20 Uni Eropa 2 2 5 3 3 3 4 26 Industri dan Bisnis 0 4 2 6 9 3 4 11 Interest rate 1 9 1 1 0 2 3 4 Pemerintah alternatif 0 6 5 4 3 5 2 4 Oil fund 1 5 4 2 1 2 3 3 Isu moral-religius 1 1 0 3 1 0 2 12 N 109 487 75 235 116 222 159 1644 Sumber: Bent Aardal, One for the Record – the 1997 Storting Election. Scandinavian Political Studies Vol. 21 – No. 41. Scandinavian University Press. 1998. Hlm. 377.
Keadaan Norwegia pada tahun 1997 menyebabkan isu perekonomian dan penurunan angka pengangguran yang diusung oleh Arbeiderpartiet menjadi tidak terlalu signifikan. Semua indikator ekonomi telah menunjukan bahwa Norwegia telah mengalami banyak kemajuan, pertumbuhan ekonomi juga termasuk yang tertinggi di Eropa. Anggaran negara menunjukan neraca surplus. Tingkat pengangguran juga rendah, yakni sekitar tiga persen. Apresiasi masyarakat kepana Arbeiderpartiet tidak setinggi yang dibayangkan. Karena telah majunya
12
Bernt Aardal, One for the Record – the 1997 Storting Election. Scandinavian Political Studies Vol. 21 – No. 41. Scandinavian University Press. 1998. Hlm. 370.
7 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
ekonomi dan rendahnya tingkat pengangguran saat itu, isu ekonomi yang dibawa Arbeiderpartiet tidak lagi menjadi primadona bagi para pemilih.13 Hal ini sejalan dengan yang telah dijelaskan sebelumnya dalam fenomena unik dalam preferensi pemilih di Norwegia. Hasil pemilu 1997 dengan fragmentasi partai politiknya menambahkan konsep baru dalam demokrasi parlementer di Norwegia. Pemerintahan minoritas yang telah terbentuk membutuhkan dukungan dari partai-partai non pemerintah untuk meloloskan setiap kebijakan. Berdasarkan pada kondisi fragmentasi politik tahun 1997, memang pemerintahan koalisi minoritas inilah satusatunya yang dapat menjadi alternatif pemerintahan untuk menggantikan koalisi yang dibentuk Arbeiderpartiet sebelumnya. Terdapat sebuah paradoks dari fragmentasi ini, terbentuknya pemerintahan minoritas dan komposisi Storting hasil pemilu 1997 malah membawa ke arah kestabilan kebijakan politik.14 Sebelum pemilu tahun 1997 berlangsung, pemimpin partai Arbeiderpartiet, Thorbjørn Jagland, terbawa ke dalam semangat pemilu. Pernyataannya yang keluar beberapa hari sebelum pemilu menjadi penting bagi masa depan pemerintahan yang tengah dipegang Arbeiderpartiet ketika itu. Jagland berkata, bahwa jika Arbeiderpartiet gagal mendapat suara setidaknya sebesar pemilu tahun 1993 terakhir, yakni 36.9%, maka ia akan mengundurkan diri dari pemerintahan. Selama kampanye, melalui beberapa survey Jagland memang terlihat berhasil dalam menjaga pencapaian suara Arbeiderpartiet agar dekat dengan targetnya. Namun beberapa hari sebelum pemilihan umum berlangsung, dalam debat pemimpin partai yang menjadi ritual nasional, Jagland dianggap berbohong dan terlalu sombong dalam perdebatan itu. Harapannya dalam mencapai suara 36.9% ternyata gagal pada akhirnya dengan selisih jumlah 1.9% dari target.
13
Ketil Bjugan, The 1997 Norwegian Parliamentary Election: A Swing Towards Parliamentary Power. Reports and Surveys. New York: Blackwell Publishers, 1998. Hlm. 179. 14 Ketil Bjugan, Ibid. Hlm. 179.
8 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
Sehari setelah pemilu, Perdana Menteri Jagland, mengumumkan bahwa kabinetnya akan mengundurkan diri. Alasan formal dari pengunduran diri tersebut adalah pencapaian suara Arbaiderpartiet yang tidak bisa lebih tinggi daripada pemilu periode sebelumnya. Jagland menepati janjinya. Ia akan mengundurkan diri jika hal tersebut terjadi. Kejadian tersebut menjadikan koalisi tengah minoritas sebagai satu-satunya alternatif pemerintahan di Norwegia. B. Lolosnya Kebijakan Kontantstøtte di Storting Analisis lolosnya kebijakan Kontantstøtte dimulai dari komposisi dua lembaga politik yang memiliki signifikansi dalam proses perumusannya. Kedua lembaga politik tersebut ialah kabinet pemerintahan Bondevik dan Storting. Pembahasan dimulai dari komposisi kabinet yang ada dalam pemerintahan Bondevik karena keberadaan kebijakan ini bermula dari proposal yang diajukan oleh Kementerian Anak dan Keluarga kepada Storting. KrF mendominasi susunan kabinet sebanyak 47%. Dua posisi yang signifikan dalam pembuatan kebijakan Kontantstøtte yakni Kementerian Anak dan Keluarga serta Perdana Menteri dipegang oleh KrF. Setelah proposal pengajuan kebijakan diserahkan oleh pemerintah kepada Storting, maka Storting akan menentukan apakah kebijakan tersebut dilaksanakan atau tidak. Oleh karena itu komposisi di dalam Storting menjadi hal yang penting. Jumlah keseluruhan kursi di dalam Storting adalah 165. Sejumlah 157 kursi dipilih secara langsung melalui sistem proporsional dari 19 wilayah. Dalam Grafik 1 dibawah terlihat bahwa jumlah kursi yang diduduki oleh partai koalisi pemerintahan hanya mencapai angka 24%.
9 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
Grafik 1. Komposisi Alokasi Kursi dalam Storting pada tahun 1997-2000
SV 5% FrP 15%
KrF 15% V 4% SP 7%
H 14% A 40%
Sumber: Diolah oleh penulis dari berbagai sumber.
Pemerintahan Bondevik harus pandai melakukan manuver dalam mencari dukungan akan kebijakan yang diusulkannya. Bondevik setidaknya masih membutuhkan dukungan kurang lebih sebesar 27% agar kebijakan Kontantstøtte dapat lolos. Dukungan sebesar itu jika bukan datang dari Arbeiderpartiet maka seharusnya datang dari dua partai kanan diluar koalisi yakni Høyre dan Fremskrittpartiet. Dalam proses tawar menawar ini, penulis melihat terdapat tiga faktor yang dapat menjelaskan dukungan yang muncul dari Høyre dan FrP. Ketiga faktor tersebut adalah dukungan yang muncul dari perspektif ideologis, dukungan yang muncul dari perspektif regulasi, dan dukungan yang muncul dari perspektif anggaran. Melalui rapat yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 1998, keputusan komisi adalah melanjutkan menerima kebijakan Kontantstøtte sebagai sebuah agenda yang harus dibahas pada rapat paripurna. Karena kebijakan ini bukan termasuk dalam kebijakan hukum ataupun fiskal, maka pembahasannya setelah disetujui oleh komisi akan langsung berlanjut ke paripurna, tidak melalui pembahasan oleh Odelsting. Terlihat bahwa dalam Komisi Keluarga dan Budaya, 6 dari 11 orang berasal dari partai tengah kanan, partai yang diasumsikan mendukung kebijakan ini. 10 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
Komposisi komisi merupakan hal yang signifikan dalam menentukan keberlanjutan kebijakan Kontantstøtte setelah diajukan ke Storting. Merupakan fokus dari fraksi KrF untuk menguasai Komisi Keluarga dan Budaya karena komisi inilah yang terkait dengan agenda utama yang dimiliki olehnya. Terdapat empat poin yang menjadi perdebatan dalam pembahasan rumusan kebijakan Kontantstøtte di dalam Storting. Perdebatan ini merupakan bagian yang signifikan dalam menjawab pertanyaan penelitian karena melalui hal tersebut akan terlihat alasan-alasan dari oposisi untuk menolak kebijakan ini. Poin perdebatan yang pertama adalah pembahasan mengenai anak-anak dalam keluarga imigran. Kebijakan ini dikhawatirkan akan menimbulkan keterasingan yang lebih jauh pada keluarga imigran. Poin kedua adalah pembahasan tentang pembangunan Taman Kanak-Kanak (TK). Sejumlah badan konsultatif menunjukan bahwa pengenalan kebijakan Kontantstøtte akan berpengaruh pada perkembangan TK dan layanan penitipan anak. Padahal, TK dipandang sebagai sebuah institusi yang penting bagi pertumbuhan anak maupun bagi orang tua. Poin ketiga adalah tentang pasar tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan. Arbeiderpartiet menganggap bahwa keluarga yang menerima bantuan tunai akan memiliki lebih sedikit insentif untuk terjun langsung ke dunia kerja. Hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat pasokan tenaga kerja. Poin keempat adalah mengenai dampak pada kesetaraan gender. Konsekuensi kebijakan ini pada kesetaraan gender merupakan perdebatan yang utama. Pihak yang kontra dengan kebijakan Kontantstøtte berpendapat bahwa kebijakan ini akan berkonflik dengan situasi ideal mengenai kesetaraan yang telah dibentuk. Karena perempuan akan memilih untuk menghabiskan waktu lebih banyak di rumah dengan anak, sedangkan laki-laki akan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat kerja. Kebijakan ini dianggap memiliki konsekuensi yang serius pada karir perempuan 11 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
dan kemandirian ekonomi perempuan. Pemerintahan Bondevik dalam menyikapi perdebatan tersebut adalah merujuk pada evaluasi lebih lanjut setelah kebijakan Kontantstøtte diimplementasikan. Tabel 2. Analisis Mutually Beneficial Agreement antara KrF, FrP, dan Høyre dalam Pelolosan Kebijakan Kontantstøtte di Storting Norwegia FrP
Høyre
KrF
Perspektif Ideologi
Kebebasan memilih (masuknya unsur elemen privat, menurunnya peran negara dalam mengurusi urusan privat).
Kebebasan memilih bagi perempuan untuk mengatur keluarga dan keuangan mereka.
Kebijakan Kontantstøtte
Perspektif Regulasi
Keluarnya kebijakan peningkatan pensiun minimal.
Keluarnya kebijakan penurunan pajak.
Perspektif Anggaran
Turunnya anggaran Komisi Keluarga dan Budaya di Storting sebesar £ 9,510,000.
Reduksi pajak terhadap dana pensiun minimum sebanyak 25% dari jumlah asuransi nasional.
Kenaikan jumlah pensiun minimum yang berasal dari reduksi pajak dana pensiun sebanyak 25%.
Turunnya pengeluaran pemerintah dari 52% menjadi 43% (dari PDB)
Dari segi ideologi, terdapat prinsip-prinsip yang tidak dapat ditolak oleh FrP dan Høyre dari kebijakan Kontantstøtte. Yakni berkaitan dengan bertambahnya opsi bagi keluarga dalam hal pengurusan anak. Opsi yang bertambah ini sejalan dengan prinsip partai-partai kanan yang ingin memberikan kebebasan memilih bagi masyarakat Norwegia. Anak-anak dan keluarga memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Maka dari itu setiap keluarga harus memiliki fleksibilitas dan kebebasan memilih cara apa yang akan digunakan untuk mengurus anak-anaknya. Høyre dan FrP dalam hal ini tidak dapat menolak bahwa salah satu tugas pemerintah adalah untuk menjamin 12 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
adanya kebebasan memilih bagi keluarga dengan menawarkan solusi yang beragam bagi keluarga.15 Dari produk legislasi yang dihasilkan pada saat pemerintahan Bondevik, terhitung sejak bulan Oktober 1997 hingga akhirnya pemerintahan tersebut jatuh pada Maret 2000, terdapat 214 produk legislasi yang dihasilkan. Jenisnya dapat berupa regulasi pusat maupun Undang-Undang. Dalam produk legislasi tersebut, terdapat satu amandemen undang-undang dan satu regulasi yang dapat diasumsikan sebagai titipan kepentingan Høyre dan FrP kepada pemerintahan minoritas sebagai timbal balik dari dukungan yang mereka berikan untuk kebijakan Kontantstøtte. Amandemen undang-undang tersebut adalah undang-undang terkait pajak. Dalam amandemen yang tercatat diberlakukan sejak 26 Maret 1999, terdapat pengurangan pajak dana pensiun yang jumlahnya sama dengan 25% dari jumlah asuransi nasional.16 Penambahan pajak yang tercantum dalam undang-undang tersebut juga dicabut ayatnya. Dan pensiun termasuk ke dalam kategori pemasukan kena pajak (taxable income), penurunan pajak bagi dana pensiun pada tahun 1999 ini memperbaiki posisi pemasukan dari para pensiunan.17 Hal tersebut menjadi sebuah regulasi yang diasumsikan sebagai hasil negosiasi dari partai kanan dengan pemerintahan tengah minoritas adalah regulasi mengenai kenaikan jumlah pensiun minimum. Dari segi anggaran, secara garis besar terjadi pengurangan anggaran khususnya di bidang publik. Hal tersebut tercermin dari turunnya pengeluaran pemerintah serta turunnya anggaran Komisi Keluarga dan Budaya untuk tahun 1999 yang merupakan target utama dari FrP dan Høyre dalam
15
Political Platform. Diakses dari http://www.regjeringen.no/pages/38500565/politisk_platform_eng.pdf pada 5 Mei 2014. 16 Diakses dari https://www.stortinget.no/no/Saker-og-publikasjoner/Vedtak/Beslutninger/Odelstinget/ 19981999/beso-199899-045/#a1.20 pada 4 Mei 2014. 17 Rune Ervik, Global Normative Standards and National Solutions for Pension Provision: The World Bank, ILO, Norway, and South Africa Comparative Perspective. Stein Rokkan Centre for Social Study, Bergen University Research Foundation. April 2003. Diakses dari http://www.ub.uib.no/elpub/ rokkan/N/N08-03.pdf pada 15 Mei 2014.
13 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
setiap kegiatan politiknya. Menteri Keuangan, Gudmund Restad, menyatakan dalam rilis media tanggal 21 Agustus 1998 bahwa Pemerintah memang sedang mempersiapkan anggaran yang ketat untuk tahun 1999.18 Restad berargumen bahwa pengetatan anggaran ini juga berfungsi untuk mengurangi tekanan-tekanan dari masalah moneter yang terjadi. Secara keseluruhan terjadi pengurangan pengeluaran pemerintah yang jumlahnya cukup besar. Dapat dilihat bahwa baru dari satu komisi saja pengurangan anggaran bisa mencapai £ 9,510,000. Sebelum tahun 1998, rata-rata jumlah pengeluaran pemerintah adalah sebesar 52% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), sedangkan pada tahun 1999 pengeluaran pemerintah hanya sebesar 43% dari jumlah PDB di Norwegia.19 Kesimpulan Regulasi dan penurunan anggaran yang dapat diberikan oleh KrF dalam bentuk koalisi tengah minoritas menjadi daya tawar untuk mendapatkan dukungan penuh bagi kebijakan Kontantstøtte. Masing-masing pihak mendapatkan hal yang menjadi kepentingan utamanya, KrF dengan kebijakan Kontantstøttenya, FrP dengan kebijakan dana pensiun minimum, dan Høyre dengan penurunan anggaran dan pajak. Hal tersebut merupakan hasil dari tawar-menawar yang dapat menguntungkan ketiga pihak (mutually beneficial agreement). Melalui dukungan yang didapatkan dari FrP dan Høyre, pemerintahan Bondevik mendapatkan dukungan sebesar 55% dari jumlah keseluruhan anggota legislatif di dalam Storting dalam rangka meloloskan kebijakan Kontantstøtte. Oleh karena itu, bagaimana pun perdebatan yang terjadi terkait dengan kebijakan Kontantstøtte, kebijakan tersebut tetap lolos di Storting dan mulai diimplementasikan sejak 1 Agustus 1998. 18
Press Release No. 47/98 “The 1999 Budget Will Be Tight”. 21 Agustus 1998. Diakses dari http://www.regjeringen.no/en/archive/Bondeviks-1st-Government/ministry-of-finance/Nyheter-ogpressemeldinger/1998/the_1999_budget_will_be_tight.html?regj_oss=1&id=239186 pada 4 Mei 2014. 19 The Current Undermining of the Welfare State. Diakses dari www.velferdsstaten.no/file.php?id= 9708 pada 4 Mei 2014.
14 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
Daftar Pustaka Sumber Buku Anne Lise Ellingsæter dan Arnlaug Leira, Politicizing Parenthood in Scandinavia: Gender Relations in Welfare States. Bristol: The Policy Press, 2006. Eric S. Einhorn dan John Logue, Scandinavian Politics and Policy in the Global Age. London: Preager, 2003. John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications Inc., 2003. Kare Størm dan Arthur Lupia, Coalition Governance Theory: Bargaining, Electoral Connections, and the Shadow of the Future. London: Oxford University Press, 2003. Hlm. 4. Diakses dari http://www.researchgate.net/publication/242076046_Coalition_Governance_Theory_Bar gaining_Electoral_Connections_and_the_Shadow_of_the_Future/file/60b7d52a0c951497 53.pdf pada 28 April 2014. Ketil Bjugan, The 1997 Norwegian Parliamentary Election: A Swing Towards Parliamentary Power. New York: Blackwell Publishers, 1998. Roger Gomm, et al (eds.), Case Study Method: Key Issues, Key Texts. London: SAGE Publications Inc., 2002. Robert K. Yin, Case Study Research: Design and Methods. California: Sage Publications, Inc., 2003. Sumber Jurnal Anette Borchrost, Scandinavian Welfare Policies, Gender Equality and Globalization. Diakses dari http://vbn.aau.dk/files/16519664/AB.Sino-Nordic.pdf pada 28 Juli 2013. Ansolabehere, Stephen dan Shanto Iyengar. Riding The Wave and Claiming Ownership Over Issues: The Joint Effects of Advertising and News Coveraging in Campaign, Oxford Journals: Public Opinion Quarterly 58. 1994. Ellingsæter, Anne Lise. Cash for Childcare, Experiences from Finland, Norway, and Sweden. Friedrich Ebert Stiftung Intenational Policy Analysis, 2012. Ervik, Rune. Global Normative Standards and National Solutions for Pension Provision: The World Bank, ILO, Norway, and South Africa Comparative Perspective. Stein Rokkan Centre for Social Study, Bergen University Research Foundation. April 2003. Diakses dari http://www.ub.uib.no/elpub/rokkan/N/N08-03.pdf pada 15 Mei 2014 15 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014
George Tsebelis dan Eunyong Ha, Coalition Theory: A Veto Players’ Approach, dalam European Political Science Review. European Consortium for Political Research, 2013. Hardoy, Inés dan Pål Schøne. The Family Gap and „Family Friendly Policies‟: The Case of Norway, Oslo: Institute for Social Research, 2005. Diakses dari www.samfunnsforskning.no/content/.../file/file25061_p_2004_28.pdf pada 13 Agustus 2013 Tasos Kalandarak, A Theory of Minority and Majority Governments, Working Paper No. 47 Political Economy University of Rochester, 2007. Artikel Lembaga __________, Press Release No. 47/98 “The 1999 Budget Will Be Tight”. 21 Agustus 1998. Diakses dari http://www.regjeringen.no/en/archive/Bondeviks-1st-Government/ministryof-finance/Nyheter-ogpressemeldinger/1998/the_1999_budget_will_be_tight.html?regj_oss=1&id=239186 pada 4 Mei 2014. __________, Political Platform. Diakses dari http://www.regjeringen.no/pages/38500565/politisk_platform_eng.pdf pada 5 Mei 2014. Sumber Internet The Current Undermining of the Welfare State. Diakses dari www.velferdsstaten.no/file.php?id=9708 pada 4 Mei 2014
16 Inisiatif Kristelig..., Tita Adelia, FISIP UI, 2014