PELAKSANAAN HAK INISIATIF DI DPRD PROVINSI KEPULAUAN RIAU DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2009-2011 Oleh: Suhendra Yulianto & Oksep Adhayanto Dosen dan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Maritim Raja Ali Haji Abstract Given function of legislation to Parliament one of which is a legislative function, the function of making a legal product in the form of local regulations regarding the substance of the issue in society and the legal needs of people in the area. Implementation of the legislative function is given by the rule reaffirmed by the right of initiative given to each member of parliament to propose a draft local regulations. Right of initiative in Parliament Riau Islands province is very limited legislators Kepri desire to initiate a regulatory region, within the period of 2009 to 2011, only one regulatory area that is the right of initiative, namely the Provincial DPRD Riau Riau Islands Province Day. Judging from the existence of local legislative bodies that represent the community, these regulations do not show enthusiasm towards the needs of the fundamental interests of society. Regulation is more ceremonial than to advance society toward a better regulation can be given its social engginering for social change for the better. Keywords: Functions Legislation, Regulations Areas, Rights Initiative A. Latar Belakang Pelaksanaan fungsi beserta peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Indonesia merupakan implementasi dari keadaan sistem politik dan pemerintahan yang dianut Indonesia sekarang yakni demokrasi, dengan meletakkan wakil-wakil yang dipilih secara langsung untuk memperjuangkan nasib yang diwakili melalui kebijakan-kebijakan publik berupa peraturan daerah. Peraturan daerah (Perda) merupakan manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi disesuaikan dengan kondisi dan kepentingan masyarakat di daerah. Pemerintah daerah mempunyai tugas untuk menampung aspirasi masyarakat daerah untuk kemajuan dan kemaslahatan masyarakat di daerah disesuaikan dari peraturan perundang-undangan di atasnya karena berhasilnya pemerintah daerah dalam konteks demokrasi dan otonomi daerah dewasa ini dapat dilihat dari bagaimana pemerintah daerah mampu menampung keinginan masyarakat untuk ditransformasikan dan diformulasikan menjadi kebijakan publik berupa perda yang berpihak pada masyarakat daerah. Dilihat dari aspek otonomi daerah dewasa ini, peran pemerintah daerah semakin memegang peranan yang sangat penting untuk menciptakan kondisi keinginan
masyarakat daerah. Disebutkan dalam pasal 14 undangundang No 12 Tahun 2011 materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah. Pembuatan peraturan daerah merupakan bagian dari fungsi yang diberikan oleh undang-undang kepada DPRD untuk menciptakan produk hukum berdasarkan keinginan dan kebutuhan hukum masyarakat di daerah serta direncanakan secara matang di awal tahun. Pada undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan pasal 32, sebelum menyusun peraturan daerah, DPRD dan pemerintah daerah merencanakan sebuah program legislasi daerah yang dijelaskan dalam pasal 33, prolegda memuat program pembentukan peraturan daerah Provinsi dengan judul Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Kekuatan utama DPRD dalam fungsi legislasi dalam penyusunan peraturan daerah menjadi suatu hal yang sangat penting mengingat pula bahwa anggota DPRD merupakan hasil pemilihan langsung oleh rakyat (konstituen) di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing
323
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
sehingga diharapkan dapat menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Hal ini dipertegas dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 pasal 35 (d), penyusunan daftar ranperda provinsi disusun berdasarkan aspirasi masyarakat daerah yang menjadi domain anggota DPRD. Peranan DPRD dalam menciptakan peraturan daerah dapat dilakukan dengan leluasa dengan mempertimbangkan kebutuhan hukum masyarakat daerah karena dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 pasal 60 ayat 1 anggota DPRD dapat mengajukan ranperda dalam hal ini, inisiatif anggota DPRD perseorangan pun dapat membuat Ranperda selain diajukan oleh komisi maupun gabungan komisi. Jadi
dapat dilihat bahwa peraturan telah mendukung agar anggota DPRD dapat lebih memaksimalkan peran perwakilan dalam legislasi dengan cermat dan cepat untuk menangkap aspirasi publik yang dituangkan dalam peraturan daerah. Peraturan daerah merupakan produk dari fungsi legislasi DPRD, tugas dan wewenang dalam hal legislasi belum dapat dilaksanakan secara maksimal di DPRD Provinsi Kepulauan Riau, informasi yang diperoleh dari Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepri dan Biro Hukum Provinsi Kepri, menunjukkan bahwa masih kurangnya hak inisiatif DPRD dalam pembuatan perda seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1 Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011 2009
2010
PERDA APBD 2009
PERDA APBD 2010
PERDA RPJPD
PERDA PERPUSTAKAAN
PERDA APBDP 2009
PERDATERUMBU KARANG
LPP APBD 2008
LPP APBD 2009 PERUBAHAN APBD 2010
ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK PELAYANAN RSUD SEBAGAI BLUD PENGELOLAAN BARAN G MILIK DAERAH
2011 PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG HARI JADI PROVINSI KEPRI (hak inisiatif DPRD) PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KEPADA PT. BANK RIAU KEPRI RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) 2010-2015 ORGANISASI DAN TATA KERJA SETDA,SETWAN DAN DINAS DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT,BAPPEDA,LEMBAGA TEKNIS DAERAH,SATPOL PP DAN LEMBAGA LAIN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG POKOK -POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PENGARUSUTAMAAN GENDER PAJAK DAERAH LPP APBD APBD-P APBD TAHUN ANGGARAN 2012 RETRIBUSI DAERAH
Sumber: Biro Hukum Provinsi Kepulauan Riau Seperti yang tergambar di atas mengenai kinerja DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam hal legislasi masih jauh dari harapan dan ekspektasi yang diberikan pada DPRD melalui perangkat peraturan yang ada. Ini dilihat dari aspek kemauan untuk menciptakan produk hukum (hak inisiatif) masih sangat rendah, dari 25 peraturan daerah tahun 2009-2011 hanya 1 dari hak
inisiatif DPRD Provinsi Kepri yaitu peraturan daerah nomor 1 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Hari Jadi Provinsi Kepri. Hak inisiatif tersebut juga dirasakan belum merepresentasikan kedudukan lembaga yang mewakili rakyat untuk mengedepankan aspirasi rakyat, karena peraturan daerah tersebut tidak menyangkut substansi
324
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
persoalan yang ada di tengah masyarakat, peraturan daerah tersebut masih berkisar pada seremonial berupa revisi penetapan hari jadi Provinsi Kepri. Hak inisiatif DPRD Kepri untuk mengajukan suatu
rancangan peraturan daerah pada tahun 2009-2011 hingga menjadi suatu produk hukum berupa peraturan daerah masih sangat minim seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Daftar Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Berdasarkan Yang Mengusulkan (Leading Sektor) pada tahun 2009-2011 Tahun
Diundangkan
Hak inisiatif DPRD
2009
4
0
2010
9
0
2011
12
1
Jumlah
25
1
Sumber: Biro Hukum dan Sekretariat Dewan Provinsi Kepri Indikasi tidak maksimalnya fungsi legislasi DPRD Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari kuantitas maupun kualitas produk hukum yang dihasilkan oleh Pemerintah Daerah. Dari segi kuantitas, belum banyak peraturan daerah baru yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat yang dihasilkan oleh pemerintah daerah. Kepala Daerah dan khususnya DPRD masih berkutat pada Perda-Perda lama yang perlu direvisi dan disesuaikan dengan kondisi sekarang, tapi kurang dalam memproduksi peraturan daerah yang baru. Dari segi kualitas, produk hukum yang dihasilkan oleh pemerintah daerah cenderung bersifat kepentingan dan memihak pada salah satu golongan. Seperti yang terjadi di DPRD Kepri Perda-Perda yang dihasilkan masih seputar masalah APBD, kedudukan protokoler dan keuangan DPRD dan seremonial seperti Hari jadi Provinsi Kepri. Karena pengukuran kinerja DPRD dilihat dari fungsi legislasi maka dapat diukur dari berapa banyak Perda yang disahkan secara konteks membela kepentingan masyarakat di daerah, menggerakkan sektor ekonomi daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Indikasi lain dari tidak maksimalnya fungsi legislasi DPRD adalah kurangnya inisiatif DPRD dalam mengajukan rancangan peraturan daerah. Peraturan daerah yang dihasilkan Pemerintah Daerah kebanyakan inisiatif dari Kepala Daerah beserta jajarannya. Sedangkan DPRD hanya ikut serta membahas atas usulan peraturan daerah tersebut dan ikut mengesahkan. Sehingga fungsi legislasi anggota DPRD dipandang
tidak memuaskan dilihat dari kewenangan yang dimiliki DPRD saat ini. Fenomena di atas memberikan gambaran bahwa kompetensi anggota dewan dibidang legal dan perundangan lemah dan hanya sebagai lembaga stempel atas apa yang dinginkan pemda. B. Perumusan Masalah Penelitian ini diberikan batasan masalah pada tahun 2011, periode anggota DPRD Provinsi Kepri 2009-2014, karena penelitian ini berlangsung pada saat tahun 2011 dan periode anggota DPRD 2009-2014. Dilihat dari gejala yang penulis utarakan di latar belakang pada tahun 2009-2011 peraturan daerah yang diundangkan hanya satu hak inisiatif DPRD Provinsi Kepri, berupa penetapan hari jadi Provinsi Kepri yang tidak memilki nilai substansi atas keberadaan lembaga perwakilan rakyat dibandingkan masalah yang ada di daerah Provinsi Kepri, dan kurangnya inisiatif DPRD dalam membuat peraturan daerah menarik bagi penulis untuk melihat pelaksanaan hak inisiatif DPRD Provinsi Kepri dalam pembuatan peraturan daerah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pelaksanaan hak inisiatif dalam penyusunan peraturan daerah di DPRD Provinsi Kepulauan Riau”? C. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan instrumen paling penting dalam sebuah penelitian ilmiah, metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara bagaimana penelitian ilmiah bekerja menurut kaidah-kaidah keilmuan yang ada.
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode yang digunakan menekankan pada proses penelusuran data/informasi hingga dirasakan telah cukup digunakan untuk membuat suatu interpretasi. Penelitian ini akan melihat gambaran pelaksanaan hak inisiatif dalam pembuatan peraturan daerah di Provinsi Kepri berdasarkan fakta-fakta dan penelusuran data/informasi hingga dirasakan cukup untuk melakukan interpretasi. 2. Informan Penelitian ini menggunakan informan kunci (key person) dari orang yang dianggap memahami masalah. Sumber data (informan) merupakan hal paling penting dalam sebuah penelitian, pada penelitian deskriptif penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah sebagai berikut: · Sekretariat DPRD Provinsi Kepulauan Riau · Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau
No 1 2 3 4
Tabel 3 Informan Dalam Penelitian Informan Syarafuddin Aluan, SH, MH ( Ketua Komisi 1 DPRD) H. M. Sadar (Ketua BK DPRD) Ing, Iskandarsyah ( Wakil Ketua DPRD ) Ferri, SH (Kabag Persidangan Sekwan)
Sifat Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara
3. Teknik Pengumpulan Data Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur dengan alasan bahwa responden terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifat yang khas yakni memilki pengetahuan, mendalami situasi, dan mereka lebih mngetahui informasi yang diperlukan. D. Kerangka Teori 1. Lembaga Perwakilan Menurut Alfred De Grazia dalam (Pito, dkk, 2006:102) “…Perwakilan diartikan sebagai hubungan di antara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil di mana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil….”. Teori Abcarian Menurut Gilbert Abcarian dalam (Pito, dkk, 2006:107). Ada empat tipe mengenai hubungan antara wakil
325
dengan yang diwakilinya, yaitu: 1) Sang wakil bertindak sebagai wali (truste) Dalam hal ini wakil bebas mengambil keputusan atau bertindak berdasarkan pertimbangannya sendiri tanpa harus berkonsultasi dengan yang diwakilinya. 2) Sang wakil bertindak sebagai utusan (delegate) Wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, artinya wakil senantiasa selalu mengikuti perintah atau instruksi serta petunjuk dari apa yang diwakilinya dalam melaksanakan tugas. 3) Sang wakil bertindak sebagai “politico” Wakil dalam hal ini kadang-kadang bertindak sebagai wali (truste), dan ada kalanya dapat juga bertindak sebagai utusan (delegate). Tugasnya ini tergantung pada materi (issue) yang akan dibicarakan. 4) Sang wakil bertindak sebagai “partisipan” Wakil bertindak sesuai keinginan atau program dari partai (organisasi) si wakil. Setelah si wakil di pilih oleh pemilihnya (yang diwakilinya) maka lepaslah hubungannya dengan partai (organisasi) yang mencalonkannya dalam pemilihan tersebut. Kondisi perwakilan sebagai sistem dalam pemerintahan juga dapat dilihat dari pendapat Hanna F. Pitkin dalam Marijan (2010:40) yang menyatakan sebagai berikut: 1) Perwakilan Formal (formalistic representation) Perwakilan dipahami di dalam dua dimensi otorisasi dan akuntabilitas. Dimensi pertama berkaitan dengan otorisasi apa saja yang diberikan kepada para wakil. Ketika wakil melakukan sesuatu di luar otoritasnya, dia tidak lagi menjalankan fungsi perwakilannya. Sedangkan dimensi akuntabilitas menuntut adanya pertanggungjawaban dari para wakil tentang apa yang telah dikerjakan. 2) Perwakilan deskriptif (descriptive representation) Adanya para wakil yang berasal dari berbagai kelompok yang diwakili (standing for), meskipun tidak bertindak untuk yang diwakilinya. Para wakil biasanya merefleksikan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat (seperti yang diwakilinya) tetapi tidak secara inheren melakukan sesuatu untuk kepentingan orang-orang yang diwakilinya tersebut. 3) Perwakilan simbolik (symbolic representation) Para wakil merupakan simbol perwakilan dari kelompok atau bangsa yang diwakili (all representation as kind of symbolization, so that political representative is to be understood on the model of flag representing the nation, or emblem representing a cult) 4) Perwakilan substantif (substantive representation) Para wakil bertindak sebaik mungkin atas keinginan
326
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
dan kehendak orang-orang yang diwakilinya atau publik (acting in the best interest of the public) Perwakilan yang diharapkan terjadi di Indonesia setelah pemerintahan orde baru adalah perwakilan substansial antara wakil dan terwakil “…berarti adanya para wakil yang bertindak sebagaimana kepentingan atau yang diinginkan oleh orang-orang yang diwakilinya…” (Marijan 2010:52). Sistem perwakilan seperti di atas berimplikasi pada kegiatan para wakil untuk memperjuangkan kepentingan terwakil sehingga diharapkan “…para wakil rakyat berusaha memperjuangkan kepentingan dan berupaya menyelesaikan permasalahan di daerah pemilihannya melalui kebijakan-kebijakan….” (Marijan 2010: 53). Lebih lanjut Marijan (2010:53) mengatakan “…kerangka perwakilan itu dirancang agar para wakil rakyat lebih responsif terhadap isu-isu yang berkembang di daerah pemilihannya masing-masing untuk diperjuangkan melalui keputusan-keputusan politik….”. Demokrasi perwakilan yang secara umum lembaga ini dinamakan parlemen atau lembaga legislatif adalah “…sebagai lembaga tempat untuk menyuarakan berbagai kepentingan dan kehendak masyarakat, yang melahirkan output atau keluaran berupa kebijakan yang diwujudkan dalam bentuk undang-undang….” (Maksudi, 2012:168). 2. Fungsi dan Peran Lembaga DPRD Sebelum membahas fungsi dan peran lembaga legislatif, terlebih dahulu dikemukakan pengertian fungsi dan peran. Fungsi menurut The Liang Gie dalam Tangkilisan (2007:43) adalah: “Sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaannya, ataupun pertimbangan lainnya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa untuk melakukan suatu usaha kerja sama, aktivitasaktivitas yang sama jenisnya itu biasanya digabung menjadi satu kesatuan dan diserahkan pada tanggungjawab seorang pejabat atau satuan organisasi” Secara sosiologis pengertian peran adalah dinamisasi dari status atau penggunaan hak-hak dan kewajiban atau bisa juga disebut status subjektif. Kemudian ia mengatakan bahwa status adalah “…kedudukan subjektif yang memeberikan hak dan kewajiban kepada orang yang mempunyai kedudukan tersebut….” Hal ini senada dengan pendapat Soekanto (dalam Tangkilisan, 2007:43) yang mengatakan bahwa peran adalah “…aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia
menjalankan suatu peran….” Peranan DPRD dalam konteks demokrasi yang dijalankan oleh Indonesia dapat dipahami bahwa DPRD sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan aspirasi rakyat seperti yang dikemukakan oleh Budiardjo (2008:315) “…Menurut teori yang berlaku rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu “kehendak”….”. Mengenai pengertian fungsi dan peran DPRD yang pada umumnya disebut fungsi parlemen atau lembaga legislatif, Abcarian dan Masannat (dalam Tangkilisan, 2007:44) menunjukkan adanya beberapa fungsi lembaga legislatif sebagai berikut: “Secara tradisional fungsi utama legislatif terkait dengan pembuatan kebijakan publik yang mewakili kepentingan publik atau masyarakat….Dan kewenangan atau kekuasaan anggota legislatif tersebut tentunya bervariasi antara sistem politik yang satu dengan yang lainnya dan kewenagan itu meliputi pengawasan terhadap pihak eksekutif, melakukan penyelidikan, memilih mengubah dan memberikan pandangan terhadap perundangan yang berkaitan dengan kepentingan publik, sekligus memberikan pelayanan dalam konteks mekanisme politik” Pamudji (dalam Tangkilisan, 2007:45) mengatakan bahwa kedudukan fungsi dan hak-hak yang melekat pada DPRD secara formal telah menempatkan DPRD sebagai instansi penting dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pamudji mengatakan bahwa “…Sebagai unsur pemda DPRD menjalankan tugas-tugas dibidang legislatif. Sebagai badan perwakilan DPRD berkewajiban menampung aspirasi rakyat dan memajukan kesejahteraan rakyat….”. Sedangkan Kaho (dalam Tangkilisan, 2007:45) mengatakan bahwa “…DPRD mempunyai dua fungsi yaitu sebgai partner kepala daerah dalam merumuskan kebijaksanaan daerah dan sebagai pengawas atas pelaksanaan kebijaksanaan daerah yang dijalankan oleh kepala daerah….”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi DPRD adalah sebagai wakil rakyat, DPRD harus mampu mewakili masyarakat yang memilihnya ia harus mampu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakatnya. Secara umum fungsi DPRD Provinsi sama dengan fungsi yang dijalankan DPR RI yaitu legislasi, pengawasan dan penganggaran sesuai dengan pasal 41 undang-undang 32 tahun 2004, sejalan dengan hal ini Nurcholis (2007:219) mengatakan,”…DPRD Provinsi adalah lembaga yang mewakili rakyat untuk daerah provinsi yang bersangkutan. Anggota DPRD provinsi dipilih oleh rakyat Provinsi yang bersangkutan dalam
327
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
pemilu dari partai politik. Fungsi utama DPRD provinsi adalah legislasi, pengawasan dan anggaran….” 3. Fungsi Legislasi DPRD Program legislasi menurut Marzuki (dalam Wasistiono dan Wiyoso, 2009:64) “…menegaskan bahwa program legislasi adalah program perencanaan di bidang perundang-undangan….” Sebelum membahas fungsi legislasi yang dimiliki DPRD ada baiknya terlebih dahulu memahami dan melihat makna legislasi dalam sudut pandang hukum dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang berimplikasi bagi publik dengan batas-batas teritorial daerah. Sejalan dengan pendapat Bentham (2010:3) bahwa hukum adalah instrumen stabilitas sosial sekaligus perantara perubahan sosial. Fungsi legislasi menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009:58) adalah: “…suatu proses untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak pemangku kepentingan (stakeholders), untuk menetapkan bagaimana pembangunan di daerah akan dilaksanakan. Dengan demikian fungsi legislasi mempunyai arti yang sangat penting untuk menciptakan keadaan masyarakat yang diinginkan (sebagai social engineering) maupun sebagai pencipta keadilan sosial bagi masyarakat…..” Pelaksanaan fungsi legislasi dikhawatirkan apabila lebih banyak berasal dari pihak pemerintah, maka
urgensi fungsi legislasi di dalam tubuh DPRD menjadi tidak terlihat seperti yang dikhawatirkan oleh Marijan (2010:42) bahwa “…secara konstitusional kekuasaan legislasi memang berada ditangan DPR/D bersama-sama presiden/pemerintah daerah. Hanya saja, konstruksi konstitusi semacam itu ditafsirkan bahwa draft kebijakan-kebijakan penting (RUU dan Ranperda) berasal dari eksekutif, sementara DPR/D hanya secara formal saja membahas dan mengabsahkannya padahal desain kelembagaan pasca Orba adalah untuk membangun lembaga perwakilan yang memilki otoritas lebih besar….” E. Pembahasan Pada kasus DPRD Kepri selama pengamatan penulis dan penelusuran dokumentasi selama tahun 2010 dan 2011 saja dapat dilihat tidak pernah terpenuhinya target ranperda yang telah ditetapkan dalam prolegda dalam satu tahun masa kerja pada tahun 2010 dari 18 skala prioritas Ranperda hanya 10 yang berhasil diselesaikan menjadi perda, pada tahun 2011 agak meningkat menjadi 13 Ranperda 11 yang berhasil diundangkan menjadi perda. Tetapi selama dua tahun tersebut tidak ada yang dapat terpenuhi sesuai dengan target, dua tahun ini merupakan contoh saja untuk menggambarkan pelaksanaan fungsi legislasi di DPRD Kepri. Berikut ini tabel perbandingan prolegda dengan perda yang diundangkan dalam satu tahun pada tahun 2010 dan 2011.
Tabel 6 Perbandingan Antara Skala Prioritas Ranperda Dalam Prolegda Dengan Perda Yang Diundangkan Tahun 2010
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Skala Prioritas Ranperda dalam Prolegda Ta 2010 Ranperda RTRW Ranperda tentang Pengelolaan terumbu karang Ranperda tentang Perpustakaan Ranperda tentang Perlindungan Anak Ranperda tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Ranperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Ranperda tentang LPP APBD Ta 2009 Ranperda APBD-P Ta 2010 Ranperda tent ang Pelayanan RSUD Prov Kepri Tg Uban sebagai BLUD Ranperda tentang SOTK RSUD Tanjungpinang Revisi perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Diundangkan Menjadi Perda
-
Keterangan
328
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
j gp g Revisi perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah Revisi perda tentang SOTK Revisi perda Nomor 11 Tahun 2007 tentang Kedudukan Protokoler, Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Revisi perda tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Ranperda tentang RPJMD Ranperda tentang APBD Ta 2011 Ranperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ranperda tentang Master Plan Pusat Pemerintahan Prov Kepri di Pulau Dompak
Hak Inisiatif -
Sumber: Sekretariat Dewan Provinsi Kepri Tabel 7 Perbandingan Antara Skala Prioritas Ranperda Dalam Prolegda Dengan Perda Yang Diundangkan Tahun 2011
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Skala Prioritas Ranperda dalam Prolegda Ta 2011 Ranperda tentang RPJMD Tahun 2011 2015 Ranperda tentang Penyertaan Modal Daerah kepada PT.Bank Riau Kepri Ranperda perubahan perda Nomor 4 Tahun 2005 tentang peneta pan Tanggal 24 September sebagai Hari Jadi Provinsi Kepri Ranperda perubahan perda Nomor 7, 8, 9, 10 Tahun 2008 tentang SOTK Provinsi Kepri Ranperda tentang Pajak Daerah Ranperda tentang Retribusi Daerah Ranperda p erubahan Perda Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Ranperda tentang Pengarusutamaan Gender Ranperda tentang LPP APBD Tahun 2010 Ranperda tentang APBD-P Ta 2011 Ranperda tentang APBD Provinsi Kepri Ta 2012 Ranperda tentang RTRW Ranperda tentang Legislasi Daerah atau Penyertaan Modal Daerah kepada PDAM Tirta Kepri
Diundangkan Menjadi Perda
Keterangan
Hak Inisiatif
Hak Inisiatif
Sumber: Sekretariat Dewan Provinsi Kepri Pelaksanaan Hak Inisiatif DPRD Provinsi Kepulauan Riau Hak inisiatif harus diajukan oleh 5 (lima) orang anggota DPRD dari fraksi yang berbeda dengan alasan
dan argumentasi yang kuat mengenai pengajuan hak inisiatif tersebut, apabila alasan dan argumentasi untuk mengajukan hak inisiatif tersebut kuat maka akan diterima oleh anggota DPRD dalam sidang paripurna.
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
“ Lima orang anggota berbeda fraksi mengajukan inisiatif kemudian menyampaikan alasan-alasan dalam paripurna terhadap pengajuan hak inisiatif perda, setelah alasan-alasan para inisiator diterima oleh anggota DPRD pada saat paripurna maka hak inisiatif ini masuk dalam agenda baleg” Setelah diterima dalam sidang paripurna maka balegda akan mempelajari ranperda tersebut dilihat dari segi formal dan materil, apabila telah memenuhi persyaratan tersebut kemudian balegda menyampaikan kepada pimpinan DPRD bahwa ranperda hak inisiatif sudah siap untuk dibahas bersama pemerintah “Kemudian banleg akan mempelajari ini, apakah sudah memenuhi unsur formal suatu perda, unsur materil adalah diteliti dan dibahas baleg kemudian baleg menyampaikan kepada pimpinan DPRD bahwa ranperda hak inisiatif DPRD sudah dapat diagendakan untuk di bahas maka pimpinan DPRD menyampaikan kepada bamus untuk mengagendakan dan membentuk apakah rekomendasi pimpinan kepada bamus diserahkan kepada pansus, komisi atau alat kelengakapan DPRD lainnya untuk membahas ranperda hak inisiatif” Apabila dicermati dari proses pengajuan rancangan peraturan daerah dari pihak eksekutif maupun DPRD sama-sama melewati tahapan dari badan/panitia yang menguasai masalah hukum terutama perundangundangan yakni Biro hukum dan Balegda maka seharusnya pengajuan dari inisiatif DPRD dapat dengan mudah terealisasi melihat mekanisme pengusulan ranperda dari DPRD tersebut, tetapi ada perbedaan mendasar dari kedua badan “hukum” tersebut, dari wawancara lanjutan dengan anggota DPRD Provinsi Kepri Syarafuddin aluan bahwa “Banleg itu hanya mempelajari suatu ranperda apakah sudah memenuhi persyaratan belum, itu saja tapi tidak menggodok dari awal, dia bukan dapurnya, kalau biro hukum memang dapurnya” Pembentukan peraturan daerah dari DPRD di Provinsi kepri jauh lebih sedikit dibanding dari pihak eksekutif (Kepala daerah dan jajarannya). Hal ini diakui oleh Anggota DPRD Fraksi PKS H. M. Sadar karena ketimpangan kualitas antara kedua lembaga tersebut dan tidak adanya komitmen dari DPRD . “Memang saya lihat eksekutif lebih banyak karena tidak adanya komitmen, SDM yang rendah dikarenakan sistem terbuka misalnya ketua ojek yang masanya 2-3 ribu kalau dia mencalonkan bisa jadi dewan, walaupun dia SMP lalu bersaing dengan eksekutif dengan pendidikan S1, S2, S3”
329
Peraturan daerah apabila banyak berasal dari DPRD akan menunjukkan peranan perwakilan untuk menampung aspirasi masyarakat akan lebih besar, karena berangkat dari kebutuhan masyarakat di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan hal-hal lain. Sebaliknya apabila lebih banyak dari pihak pemerintah daerah maka akan menjadikan peraturan daerah hanya memilki nilai kepentingan-kepentingan tertentu seperti peningkatan PAD, kedudukan SKPD dan tidak mewakili aspirasi masyarakat (down top). Seperti yang terjadi di provinsi Kepri dalam hal penyusunan peraturan daerah masih lebih banyak datang dari Kepala daerah dan jajarannya dibanding dengan DPRD sangat minim menginisiasi suatu peraturan daerah. Kurangnya menginisiasi peraturan daerah dan melaksanakan fungsi legislasi secara umum di DPRD Provinsi Kepulauan Riau sangat lemah, wawancara lanjutan dengan Ketua Komisi1 DPRD kepri Syarafuddin Aluan sependapat akan hal itu “Memang fungsi legislasi ada pada DPRD sebagai pembuat perda tapi kita menyadari bahwa kita punya kelemahan dalam hal menggodok suatu perda, karena tidak mudah menyusun/merangkai dari satu UU, PP kemudian menjadi ranperda itu tidak mudah, kalau walaupun mempunyai fungsi legislasi, fungsi legislasinya tidak terlalu nampak dan tidak kelihatan” Kelemahan dalam fungsi legislasi dapat dilihat dari sejauhmana DPRD Kepri dapat memproduk suatu perda yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas dan merupakan aspirasi masyarakat yang harus diperjuangkan, apabila peraturan daerah lebih banyak ide dari eksekutif dikhawatirkan perda hanya bersifat untuk meningkatkan keuangan daerah melalui pajak dan retribusi serta APBD sehingga hal-hal yang penting untuk diperjuangkan bagi provinsi baru ini menjadi kurang. Kelemahan dalam memproduk peraturan daerah inisiatif dewan juga menunjukkan kemauan secara umum apakah anggota DPRD memilki semangat untuk mengadakan perbaikan bagi daerah ke arah yang lebih baik, tidak hanya menunggu dan mengikuti kemauan eksekutif saja karena. Kekuasaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan kepada DPRD di bidang legislasi menunjukkan bahwa DPRD di tuntut untuk memaksimalkan fungsi legislasi dalam konteks membuat suatu peraturan daerah hasil inisiasi dari anggota DPRD karena sebagai insan politik yang langsung dipilih oleh masyarakat secara langsung diharapkan dapat mampu menjembatani keinginan dari masyarakat itu. Terlihat pada tabel di bawah ini daftar urutan rancangan peraturan daerah yang diundangkan berdasarkan yang
330
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
mengusulkan dari tahun 2005 hingga 2011 atau dari berdirinya pemerintah provinsi kepri dan DPRD Kepri menunjukkan bahwa dari 77 perda hanya 4 yang berasal
dari inisiasi DPRD Kepri dan sebagian besar belum menyangkut substansi permasalahan yang dihadapi masyarakat di daerah.
Tabel 8 Daftar Urutan Rancangan Peraturan Daerah Yang Diundangkan Berdasarkan Leading Sektor Pada Tahun 2005-2011 No
Perda Nomor
Tentang
Leading Sektor
1
1 Tahun 2005
Lambang Dan Motto Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
2
2 Tahun 2005
Kedudukan Protokoler Dan Keuangan Ketua Dan Aanggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Inisiatif DPRD
3
3 Tahun 2005
APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2005.
Biro Keuangan
4
4 Tahun 2005
Hari Jadi Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
5
5 Tahun 2005
Biro Hukum
6
6 Tahun 2005
Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Dan Sekretariat Dewan Provinsi Kepulauan Riau Struktur Organisasi Dinas Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
7
7 Tahun 2005
Struktur Organisasi Badan Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
8
8 Tahun 2005
Struktur Organisasi Kantor Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
9
9 Tahun 2005
Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
10 11
10 Tahun 2005 1 Tahun 2006
APBD Perubahan APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006
Biro Keuangan Biro Keuangan
12
2 Tahun 2006
BUMD Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
13
3 Tahun 2006
Perubahan APBD Provinsi Kepulauan Riau
Biro Keuangan
14
4 Tahun 2006
Pajak Daerah
DISPENDA
15
5 Tahun 2006
Sumbangan Pihak Ketiga Pada Provinsi Kepulauan Riau
DISPENDA
16
6 Tahun 2006
Usaha Perikanan Provinsi Kepulauan Riau
DISPENDA
17
1 Tahun 2007
APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007
Biro Keuangan
18
3 Tahun 2007
Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Biro Keuangan
19
4 Tahun 2007
Biro Hukum
20
5 Tahun 2007
Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Dan Sekretariat Dewan Provinsi Kepulauan Riau Struktur Organisasi Dinas Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
21
6 Tahun 2007
Struktur Organisasi Badan Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
22
7 Tahun 2007
Struktur Organisasi Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
23
8 Tahun 2007
Struktur Organisasi Kantor Daerah Provinsi Kepulauan Riau
Biro Hukum
24
9 Tahun 2007
Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Kepri
Biro Hukum
25
10 Tahun 2007
Bantuan Keuangan Pada Partai Politik
Kesbangpol
26
11 Tahun 2007
Perubahan Perda Protokoler, Keuangan Ketua, Anggota DPRD
Inisiatif DPRD
27
12 Tahun 2007
Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak
Biro Hukum
28
13 Tahun 2007
APBD PERUBAHAN
Biro Keuangan
29
14 Tahun 2007
Pengikatan Dana, Program, Kegiatan Pembangunan Tahun Jamak
Biro Hukum
30
15 Tahun 2007
Biro Hukum
31
1 Tahun 20 08
Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS Dan IMS Di Provinsi Kepulauan Riau APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2008
32
2 Tahun 2008
Biro Hukum
33
3 Tahun 2008
Perubahan Atas Perda Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pengikatan Dana, Penetapan Program, Kegiatan Pembangunan Tahun Jamak Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2006
Biro Keuangan
Biro Keuangan
331
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
34
4 Tahun 2008
Perusahaan Air Minum Daerah
Inisiatif DPRD
35
5 Tahun 2008
APBD-Perubahan
Biro Keuangan
36
6 Tahun 2008
37
8 Tahun 2008
Pembagian Urusan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Organisasi Dinas Provinsi Kepulauan Riau
Biro Adm dan Biro hukum Biro Hukum
38
9 Tahun 2008
Biro Hukum
39
10 Tahun 2008
40
11 Tahun 2008
Organisasi Tata Kerja Inspektorat, Bappeda, Lembaga Teknis Daerah Dan Satpol PP Provinsi Kepulauan Riau Organisasi Tata Kerja Badan Narkotika Provinsi,Sekretariat KPID Dan Sekretariat KORPRI Provinsi Kepri Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Tanjunguban
41
12 Tahun 2008
Retribusi Pelayanan Pengendalian Dampak Lingkungan
42
13 Tahun 2008
Retribusi Pelayanan Perhubungan, Pos Dan Telekomunikasi
43
14 Tahun 2008
Retribusi Pelayanan Kelautan Dan Perikanan
44
15 Tahun 2008
Retribusi Pelayanan Ketenagakerjaan
45
16 Tahun 2008
Retribusi Pelayanan Pertanian, Peternakan Dan Perkebunan
46
17 Tahun 2008
Retribusi Pelayanan Perindustrian Dan Perdagangan
47
18 Tahun 2008
LPP APBD 2007
48
19 Tahun 2008
Perubahan Kedua Perda Multi Years
49
20 Tahun 2008
Perubahan Sumbangan Pihak Ketiga
50
1 Tahun 2009
PERDA APBD 2009
Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukun dan Dispenda BKKD
51
2 Tahun 2009
PERDA RPJPD
BAPPEDA
52
3 Tahun 2009
PERDA APBDP 2009
BKKD
53
4 Tahun 2009
LPP APBD 2008
BKKD
54
1 Tahun 2010
PERDA APBD 2010
BKKD
55
2 Tahun 2010
PERDA Perpustakaan
Badan Perpustakaan
56
3 Tahun 2010
PERDATerumbu Karang
Dinas Kelautan
57
4 Tahun 2010
LPP APBD 2009
BKKD
58
5 Tahun 2010
APBD Perubahan 2010
BKKD
59
6 Tahun 2010
Organisasi, Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kesbang/Dinsos
60
7 Tahun 2010
Penyelenggaraan Perlindungan Anak
61
9 Tahun 2010
Pelayanan RSUD Sebagai BLUD
Biro Pemberdayaan Perempuan RSUD Provinsi Kepri
62
10 Tahun 2010
Pengelolaan Barang Milik Daerah
RSUD Provinsi Kepri
63
1 Tahun 2011
Inisiatif DPRD
64
2 Tahun 2011
Perubahan Atas Perda Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Hari Jadi Provinsi Kepri Penyertaan Modal Pemerintah Kepada PT. BANK RIAU KEPRI
65
3 Tahun 2011
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010-
BAPPEDA
66
4 Tahun 2011
Biro Hukum
67
5 Tahun 2011
68
6 Tahun 2011
69
7 Tahun 2011
Organisasi Dan Tata Kerja Setda,Setwan Dan Dinas Daerah Provinsi Kepulauan Riau Organisasi Dan Tata K erja Inspektorat,BAPPEDA,Lembaga Teknis Daerah,SATPOL PP Dan Lembaga Lain Provinsi Kepri Perubahan Atas Perda Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pokok -Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Pengarusutamaan Gender
Biro Hukum Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan Dispenda Biro Hukum dan BKKD
Biro Perekonomian
Biro Hukum Biro Hukum Biro P P A
332
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
70
8 Tahun 2011
Pajak Daerah
DISPENDA
71 72 73 74
9 Tahun 2011 10 Tahun 2011 11 Tahun 2011 12 Tahun 2011
LPP APBD APBD-P APBD Tahun Anggran 2012 Retribusi Daerah
BKKD BKKD BKKD BKKD
Sumber: Biro Hukum Provinsi Kepulauan Riau Kondisi seperti terlihat dalam tabel di atas apabila digambarkan dalam bentuk grafik mengenai perban-
dingan jumlah leading sektor (yang mengusulkan) antara pemerintah provinsi Kepri dan DPRD Kepri menjadi seperti berikut:
Grafik 1 Jumlah Perda berdasarkan Leading Sektor Antara Pemerintah Provinsi Kepri Dan DPRD Provinsi Kepri Tahun 2005-2011
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Jumlah Perda yang diusulkan berdasarkan Leading Sektor Tahun 2005-2011
DPRD Provinsi Kepri
Pemerintah Provinsi Kepri
Sumber: Data di ambil dari tabel 8 Apabila digambarkan dalam bentuk grafik alokasi peraturan daerah Provinsi kepri selama 2005-2011
kebanyakan alokasi perda masih untuk SOTK dan APBD seperti terlihat sebagai berikut:
Grafik 2 Alokasi Peraturan Daerah Berdasarkan Jenis Kebutuhan Penggunaan Pada Tahun 2005-2011 25 20 15 10
Alokasi Perda Provinsi Kepri
5 0 APBD
Pajak
SOTK
Seremoni
DLL
Sumber: Data di ambil dari tabel 8 Kedua grafik di atas merupakan gambaran produk hukum di Provinsi Kepulauan Riau berupa peraturan daerah provinsi Kepri, pada grafik pertama menggambarkan bahwa inisiatif utnuk mengajukan peraturan daerah masih sangat besar berasal dari Pemerintah Provinsi Kepri ketimbang DPRD Provinsi Kepri, grafik kedua memberikan gambaran bahwa peruntukan peraturan daerah provinsi kepri selama ini masih berkisar pada Susunan Organisasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pajak/Retribusi, dalam
konteks inisiatif DPRD pada tahun 2009-2011 hanya satu terlihat pada tabel di atas yakni berkisar pada masalah seremonial. Kurangnya hak inisiatif DPRD provinsi kepri setelah penulis menanyakan langsung dengan Wakil Ketua DPRD Kepri Iskandarsyah menyatakan bahwa selama ini usulan atau ide masyarakat tidak pernah ada yang mengusulkan agar DPRD membuat perda kebanyakan hanya bersifat alokasi anggaran di APBD. “Misalnya aspirasi masyarakat minta bantuan
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
apa tapi kan tidak memerlukan perda, berapa banyak masukan masyarakat untuk mendorong DPRD membuat perda itu tidak ada, masyarakat tidak ada mengajukan perda, jika ada masyarakat mengajukan perda lalu DPRD tidak menangkap hal tersebut baru bisa dikatakan DPRD kinerjanya lemah, namun selama saya disini, tidak pernah ada masyarakat mengajukan atau mengusulkan agar DPRD membuat perda, kebanyakan hanya alokasi anggaran di APBD” Pemerintahan daerah dengan UU 32 tahun 2004 menempatkan pemerintah dan DPRD memiliki kedudukan yang sejajar, ini berarti tidak saling membawahi satu sama lain, apabila melihat dari pengajuan rancangan peraturan daerah maka semuanya akan melalui pembahasan dan diasahkan oleh DPRD baru ranperda bisa menjadi sebuah perda yang berkekuatan hukum sehingga peran DPRD untuk menginisiasi juga dilihat dari prioritas keperluan daerah, apabila pemerintah telah mengusulkan prioritas ranperda maka DPRD tinggal membahas untuk kemudian disahkan menjadi perda “Sebenarnya semuanya melalui pembahasan DPRD, Cuma ketika bicara hak inisiatif maka domainnya DPRD, mengapa tahun 2011 hanya satu ada beberapa variabel pertama hak inisiatif inikan tergantung dengan kebutuhan kita, jadi kalau misalnya rancangan pemerintah ada yang kita selesaikan itu yang masuk prioritas, jadi ukuran 1 2 atau 3 itu relatif, karena bagaimanapun juga pasti ranperda akan dibahas oleh DPRD” Hak inisiatif dalam mengajukan rancangan peraturan daerah merupakan fungsi dari legislasi yang dimilki oleh DPRD provinsi kepri, namun hak inisiatif harus berdasarkan juga skala prioritas, apabila pemerintah telah membuat suatu perda maka perda yangh berasal dari pemerintah di bahas karena pemerintah lebih tahu mengenai prioritas seperti dijelaskan Iskandarsyah “Fungsi legislasi tidak bisa diukur dengan hak inisiatif memang ketika kita bicara legislasi tidak terlepas dari produk hukum berupa perda yang berasal dari ranperda, Cuma usulan dari anggota maupun komisi DPRD, Cuma bicara pembahasan perda itu menurut prioritas, sehingga apabila ada dari pemerintah itu yang menjadi prioritas. Misalnya ada inisiatif dari DPRD mengenai suatu hal tetapi ada prioritas lain dari pemerintah seperti retribusi, APBDP ini kami bahas dulu, jadi tidak bisa diukur semata-mata melalui hak inisiatif. Saya pikir variabel dan jawabannya itu banyak sebab-sebab nya, jadi
333
sering orang menyimpulkan ukuran produktifitas DPRD dari ide ide inisiatif, sebenarnya DPRD inikan dia lebih kepada pengawasan, dan perda dapat diganti dengan pergub, cuman dari segi kekuatan hukum pergub masih lemah dibandingkan dengan perda” Kemampuan untuk menginisiasi perda tersebut juga bukan murni berasal dari kemampuan dan kapasitas para anggota Dewan, seperti terungkap dari wawancara dengan anggota DPRD Provinsi Kepri Syarafuddin Aluan, SH, MH berikut ini: “Penetapan hari jadi provinsi, lambang daerah, setelah itu hak inisiatif tentang HIV/AIDS inisiatif DPRD menyangkut HIV/AIDS itu karena sudah ada contoh dari daerah lain jadi hanya melihat dan copy kemudian ranperda mereka (daerah lain) kita ambil kemudian baru kita ajukan untuk daerah kita” Apabila pengajuan inisiasi perda berasal dari daerah lain maka dapat dipastikan bahwa tidak mencerminkan penyerapan aspirasi kebutuhan hukum masyarakat di daerah yang baik dari kalangan anggota dewan, dan rendahnya kemampuan dalam membuat suatu draft rancangan peraturan daerah. Jika berbicara kemampuan DPRD untuk menangkap situasi kondisi masyarakat lalu dituangkan dalam bentuk perda itu merupakan hal yang terlalu ideal dan berangan-angan karena itu memerlukan kecerdasan dalam melihat kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, seperti kita ketahui bersama anggota dewan tidak semuanya memiliki kecerdasan tersebut karena berasal dari pemilihan umum kemudia dipilih karena dipercayai masyarakat tidak memandang apakah memilki kecerdasan untuk menangkap dan memperjuangkan apa yang menjadi permasalahan di masyarakat dan sejalan dengan apa yang dikatakan Iskandarsyah, “Masalah latar belakang pendidikan, kecerdasan dalam melihat situasi kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat “ Faktor kejelian dalam menangkap situasi sosial masyarakat dapat dikategorikan sebagai faktor kualitas dan kapasitas anggota DPRD. Dapat dikategorikan faktor yang menghambat anggota DPRD dalam menginisiasi perda adalah sebagi berikut: 1. Kemauan Faktor utama yang menjadi penghambat anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam pelaksanaan hak inisiatif dalam penyusunan peraturan daerah adalah kapasitas para anggota dewan yang minim pengetahuan dalam segi perundang-undangan sehingga untuk mengajukan suatu rancangan peraturan daerah yang
334
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
memuat berbagai legal drafter menjadi pekerjaan yang sangat sulit untuk dilakukan, sebagaimana disampaikan Syaraffudin Aluan dengan mengatakan: “Kita rasakan sulit, saya sudah 3 periode memang saya latar belakang orang hukum, saya sarjana hukum tapi banyak kendala, kalau sudah ada bentuk perdanya kita paham, tapi untuk merangkai suatu perda tidak mudah karena disana memuat ketentuan normatif, berangkat dari itu ada landasan yuridis, undang-undang di atasnya sebagai konsideran terhadap suatu perda itu, dari segi judul saja kita tidak terlalu paham, maka yang lebih paham orang yang memakai perda, pemerintah dan DPRD sebagai pengawas.” Kurangnya hak inisiatif untuk mengajukan rancangan peraturan daerah itu dikarenakan peraturan daerah bersentuhan dengan pemerintah sebagai pelaksana, pemerintah memilki badan, dinas untuk menjalankan sebuah peraturan daerah dan DPRD mengawasi jika tidak berjalan maka Gubernur bisa dipanggil, sehingga domain untuk memerlukan sebuah perda lebih banyak dari pemerintah. Tetapi semua rancangan perda akan tetap melalui DPRD, pembahasan dilakukan di DPRD, koordinatornya juga dari internal Banleg seperti dikatakan oleh Kabag Persidangan dan Risalah Sekretariat DPRD Provinsi Kepri: “Masalah perda Cuma masalah inisiatif, dan pemerintah itu kan berjalan dengan aturan-aturan sehingga mereka yang bersentuhan dengan peraturan itu setiap hari, apa yang kurang apa yang perlu diatur, DPRD ini hanya mengawasi saja penegakan perda, jika tidak dilaksanakan kita panggil gubernurnya. Pemerintah ini kan punya dinas, badan semuanya bergerak jadi wajar jika pemerintah lebih banyak jadi masukanmasukan masyarakat bisa disalurkan melaui pemerintah dan DPRD dan itu dibahas di pembentukan prolegda DPRD juga yang membahas.internal pemerintah biro hukum internal DPRD banleg, rapat gabungan sekretarisnya banleg dia yang koordinator” Kemauan para anggota dewan sendiri untuk menginisiasi suatu rancangan perda berdasarkan aspirasi masyarakat, padahal setiap tahun anggota dewan diberi 3 (tiga) kali masa reses untuk menampung aspirasi di daerah pemilihannya masing-masing seperti dikemukakan oleh Ketua Badan Kehormatan DPRD Provinsi Kepri H. M. Sadar berikut ini: “Reses merupakan cara menyerap aspirasi masyarakat secara langsung ke lapangan, reses dilakukan rutin terus-menerus setahun tiga kali
setiap empat bulan, kemudian yang turun itu komisi masing-masing menurur dapilnya. Jadi turunnya ke dapil langsung turun ke konstituen” Kemauan untuk menciptakan produk hukum berdasarkan aspirasi masyarakat akan menjadi suatu hal yang sangat sulit jika pemahaman akan fungsi legislasi merupakan domain dari pemerintah daerah (baca: eksekutif) karena apabila hal ini yang terjadi urgensi dari pemberian fungsi legislasi DPRD menjadi menghilang, fungsi yang diharapakan dapat menjadi alat bagi DPRD untuk mnyerap aspirasi publik menjadi fungsi DPRD untuk memahami dan menyetujui kebutuhankebutuhan pemerintah daerah hal ini diungkapkan oleh Syarafuddin Aluan sebagai berikut: “Menginisiasi tidak mudah tapi kalau pemerintah kan berdasarkan kebutuhan, DPRD tidak tahu kebutuhan pemerintah ini tapi dalam praktek sehari-hari pemerintah tahu apa kebutuhannya, karena mereka yang akan melaksanakan itu sebagai pedoman dalam melaksanakan tugastugas mereka” 2. Latar belakang pendidikan Hal lain yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan hak inisiatif dan paling berpengaruh jika dilihat dari segi latar belakang pendidikan, latar belakang pendidikan formal tidak dapat dipungkiri akan menjadi suatu hal yang penting bagi anggota dewan dalam memahami suatu fungsi, dalam hal ini fungsi legislasi yang berkaitan dengan hukum, selain pendidikan formal di bidang hukum tingginya tingkat pendidikan tentu menjadi suatu nilai lebih bagi anggota DPRD dalam menjalankan fungsinya sehingga menjadi sangat terasa ketimpangan latar belakang pendidikan dengan eksekutif, seperti dijelaskan oleh Syarafuddin dalam lanjutan wawancara dengannya: “Pertama latar belakang pendidikan, ada yang sarjana, ada yang tamat SMA, yang kedua memang disadari bahwa faktor SDM juga yang ada pada anggota DPRD, karena berangkat dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, kemudian DPRD diberi hak oleh UU yaitu hak inisiatif, tapi DPRD inikan berangkat dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda kemudian tidak sama dengan birokrasi yang (pendidikannya) berjenjang sehingga paham betul tentang pelaksanaan di bidang pemerintahan, disinilah faktor kelemahan DPRD itu menggunakan hak inisiatif, karena masih belum tergambar apa yang akan diajukan sebagai hak inisiatif sesuai dengan kebutuhan daerah” Faktor latar belakang pendidikan berhubungan
Pelaksanaan Hak Inisiatif di DPRD Provinsi Kepulauan Riau dalam Pembuatan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009-2011
dengan penguasaan. Kelemahan menciptakan produk hukum adalah penguasaan akan materi suatu perda secara menyeluruh, penguasaan materi baik dari segi formil maupun materil menjadi hal yang sangat penting untuk menciptakan suatu produk hukum, apabila penguasaan akan masalah ini baik, maka kemungkinan besar tidak ada hambatan yang berarti dalam membuat suatu produk hukum berupa peraturan daerah berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dibantu oleh staf ahli yang mumpuni dibidangnya, namun hal ini menjadi faktor kendala seperti yang dikatakan oleh Ketua Komisi 1 DPRD Kepri Syarafuddin Aluan berikut ini: “ Penguasaan terhadap materi suatu perda, kita kan tidak terlalu menguasai apa yang mau di ajukan atau inisiasi untuk mengajukan perda, kita tidak terlalu paham akan hal itu” Menginisiai suatu peraturan daerah memerlukan penguasaan yang baik materi yang akan dijadikan muatan perda, perda harus berisi materi yang mnyangkut kaidah landasan yuridis, filosofis, historis sehingga perda yang dihasilkan berkualitas E. Kesimpulan Pelaksanaan hak inisiatif dapat menjadi indikator
335
apakah DPRD mampu menjalankan fungsi-fungsi nya sebagai lembaga perwakilan, dengan kurangnya hak inisiatif dalam menangkap aspirasi masyarakat untuk dituangkan menjadi peraturan daerah yang berpihak pada kepentingan masyarakat atau yang diwikalinya menjadikan indikator bahwa lembaga perwakilan belum berjalan dengan ideal. Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau dalam melaksanakan kekuasaan Legislasi setelah berlakunya UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan dan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak menunjukkan mempunyai semangat perubahan ke arah yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya ini terbukti dengan semakin minimnya DPRD Provinsi Kepulauan Riau untuk menginisiasi rancangan perda yang berpihak pada kepentingan dan aspirasi masyarakat. Inisiatif DPRD untuk mengajukan sebuah rancangan peraturan daerah kurang dikarenakan kejelian dalam melihat suatu kondisi masyarakat sehingga kualitas anggota menjadi faktor penting seperti faktor internal berupa kemauan untuk memproduk suatu perda inisiatif dan kualitas anggota DPRD seperti pengalaman dan latar belakang pendidikan
F. DAFTAR PUSTAKA Bentham, Jeremy, 2010, Teori Perundang Undangan, Bandung: Nuansa & Nusamedia Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Maksudi, Beddy Iriawan, 2012, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Grafindo Marijan, Kacung, 2010, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Kencana Nurcholis, Hanif, 2007, Teori & Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta: Grasindo.
Pito, Toni Adrianus, dkk, 2006, Mengenal Teori-Teori Politik, Bandung: Nuansa Sitepu, P, Anthonius, 2012, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2007, Manajemen Publik, Jakarta: PT Grasindo Wasistiono, Sadu dan Yonathan Wiyoso, 2009, Meningkatkan Kinerja DPRD, Bandung: Fokusmedia