INHERITED EPIDERMOLYSIS BULLOSA
Oleh:
Farida Tabri
Dipersentasikan Di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2016
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI FAKUL TAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Departemen I SMF.llmu Kesehatan Kulit dan Kelamin I Rumah Sakit UNHAS (Lt. 4) JI. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea, Makassar 90245 Telp. (0411). 580345 (direct) Fax: (0411) 582353 E-mail:
[email protected] Website: http:llwww.med.unhas.ac.id
SURAT KETERANGAN Nomor: t1Bt
/UN4.7.4.5.16/PP.17/2017
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Dr.dr. Siswanto Wahab, Sp.KK
NIP
: 19650527 199903 1 002
Jabatan
: Ketua Departemen/SMF I.K. Kulit dan Kelamin FK UNHAS/RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
Dengan ini menerangkan bahwa Nama : Dr.dr. Farida Tabri, Sp.KK(K), FINSDV, F AADV NIP I Gol
: 19540128 198303 2 002 /IVb
Jabatan
: StafDosen Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Unhas
Benar yang bersangkutan telah membawakan makalah dengan judul :
"INHERITED EPIDERMOLYSIS BULLOSA" Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
r
INHER1TED EPIDERMOLYSIS BULLOSA Farida Tabri Departemen Ilmu Kesehatan Kulit clan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
[email protected] Subdivisi Dermatologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
L
PENDAHULUAN
Inherited Epidermolysis Bullosa (EB) adalah sebuah kelompok penyakit herediter yang ditandai
oleh kerapuhan
yang ekstrim pada kuJit dan membran
rnukosa,
yang
menyebabkan pembentukan buJa dan uJkus bahkan setelah trauma yang ringan.c1-3> Sebagai
area dari tubuh yang paling sering terkena adalah area yang sering mengalami tekanan atau gesekan, sehingga kondisi ini biasa disebut juga penyakit mekanobulosa.t'- 4> Pasien dengan EB dapat menunjukkan gambaran klinis dalam bentuk vesikeJ yang keciJ atau hula yang lebih besar yang dapat terjadi baik pada permukaan kulit maupun pada permukaan Kerapuhan
mukosa.
pada kulit dan mukosa serta produksi traumatik dari bula yang nyeri dapat
ditemukan pada semua kasus EB. <3• 4> Akan tetapi, distribusi dari keterlibatan, kedalaman dari pembentukan buJa dan keparahan dari proses pembentukan hula bervariasi pada subtipe dari EB yang berbeda
dan tergantung
pada defek molekular
herediter
yang mendasari.Pl
Kompleksitas klinis tersebut, membuat penyakit ini sampai sekarang tidak tersembuhkan dan diperparah lagi dengan manifestasi ekstra kutaneus yang meliputi keterlibatan adneksa kulit,
gigi, saJuran pencernaan, saluran kencing dan epitel saJuran pemafasan.
CJ)
Angka kejadian penyakit ini dilaporkan bervariasi dari tiap-tiap daerah, didapatkan sekitar 19,6 per .satu juta kelahiran hidup dan 8,22 per satu juta populasi 500.000 kasus dise]uruh dunia.!':
2•
5)
dengan perkiraan
Insiden tidak dipengaruhi o1eh ras dan ke1ompok etnis
dan rasio antara pria dan wanita untuk menderita penyakit ini sama. 0.5) Pam peneliti te1ah mengidentifikasi
lebih dari 10 gen yang terlibat dalam etiologi dari EB clan telah melaporkan
ada lebih dari 1000 mutasi yang dapat terjadi secara de novo atau diturunkan baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif <2> Protein target meliputi keratin 5 dan 14,
.
plectin, kolagen tipe Vil clan XVII, a6t}4 integrin clan laminin 332. Tingkatan . pembentukan
dari
bula terjadi didekat dermo epidermal junction (DFJ) clan bidang ceJah yang
pasti terjadi (intra epidermal,
larnina Jucida atau sub lamina densa) bergantung
pada
gen/protein yang mana yang mengalami mutasi.(6) 1
Bentuk dari EB dikategorikan menjadi 4 subtipe sebagai berikut; EB simpleks, EB
junctional, EB distrofik, berdasarkan keratinosit
tingkatan
dan sindrom
dimana
(EB 'simpleks-Ebfi),
tingkat
Kindler.
(Z,
pemisahan
7)
Keempat
epidermisnya
subtipe yaitu
ini dibedakan didalam
basal
antara keratinosit dengan lamina basalis (EB Junctional-
JEB), pemisahan dibawah lapisan lamina basalis (EB Distrofik-DEB), dan tingkatan multipel yaitu di intralamina lucida dan dibawah lamina basalis (Sindrom Kindler).(2) Epidermolisis bulosa simpleks merupakan bentuk yang paling sering (92%) , dan EB distrofik merupakan insiden tertinggi kedua (5%) diikuti dengan EB tipejunctional (1%) <7,&)
'!tt~~~~IJ f:~/f!TW'·t~
~ ~ l.Ml!M
:
'*""-""
Gambar 1. Komponen dari membran dermo epidermal basal <3)
::
2
Keratin 5 Keratin 14 \
EBS
( },: ·' - -~-· ..
-
.
•;
~
desmoplakin
.
JEB
DEB
MM
,~:~~-:~m-~, · :· _ ,,lll% 'bfut~·~rex;;;-~:
~filla9entype~I
;' jimdiorii\hptdermbl)rl;is OOI{QSltf DEOO:i~: · ~hi<: epidennOJ}"SiS bulfqsa{ KS'. Kindler , sy~me
collagen type t
..' .
.r _'
•
_
=o-::+-· _ ~-~·',_
flGl'RE 1: Representation of the proteins .Jffectt.-d in dirterent t:·rt--~ of inherited epiderrnolvsis bullosa
Gambar 2. Skema diagram yang menggambarkan posisi kunci ultrastruktural yang relevan dengan adhesi epidermal dan integritas struktural basal keratinosit.(9)
IL KLASIFIKASI EPIDERMOLISIS BULOSA Pada tahun 1962, Pearson mengembangkan sistem pertama untuk klasifikasi EB. Dengan menggunakan mik:roskop elektron, tiga subtipe utama dari EB dapat dibagi berdasarkan pada bidang pemisahannya. Klasifikasi ini masih digunakan untuk praktik klinis, pendidikan dan penelitian.
(I)
Selama tahun 1980, dengan kemajuan teknologi imunofluorosens, para pene1iti mengembangkan antibodi monoklonal dan poliklonal
immunostaining dari sampel kulit
menunjukkan perbedaan subtipe dari EB berdasarkan pola pewamaan antigen. Perkembangan selanjutnya dalam teknik analisis mutasional memungkinkan mengidentifikasi dari defek genetik dan molekuler yang pasti yang berkaitan dengan masing-masing subtipe dari EB.
(I,
JO)
Klasifikasi dari EB bergantung utamanya pada studi ultrastruktural untuk mengevaluasi tingkat terbentuknya celah dan sisi terbentuknya hula. Bidang spesifik dari pembentukan hula berasal dari defek struktural dan molekular protein target mayor pada ketiga jenis EB ini. Studi genetik molekular terkini menunjukkan abnormalitas dari protein spesifik pada tipe EB. EBS menunjukkan celah intra epidermal dan defek molekular pada molekul keratin, EBJ ditandai lepuhan pada tingkat lamina lucida dan defek molekuler pada rantai Iaminin, dan EB tipe ketiga yaitu DEB, bidang celahnya pada sub lamina densa dan defek molekuler terjadi pada kolagen tipe VII.
(I I)
3
Tabel 1. Klasifikasi epidermolisis
bulosa berdasarkan
The Third International Consensus
Meeting on Diagnosis and Classification of Epidermolysis Bullosa. Tipe EB simpleks (EBS)
Subtipe Mayor Suprabasal
Basal
s:
(!, IO)
Subtipe - Lethal acantholytic
Protein target Desmoplakin
- Defesiensi Plakophilin
Plakophilin -1
-
? Keratin 5 dan 14 Keratin 5 dan 14 Keratin 5 dan 14
-
EBS superfisialis (EBSS) EBS, Lokalisata (EBS-loc) EBS, Dowling-Meara (EBS-DM) EBS, generalisata (EBS, gennonDM, gen-DM) EBS dengan pigmen berbintik bintik (EBS-MP) EBS dengan distrofi otot (EBSMD) EBS dengan atresia py1orik (EBSPA) EBS, resesif autosomal (EBS-
Keratin 5 Plektin Plektin; a6j34 integrin Keratin 14
AR) - EBS, Ogna (EBS-Og) - EBS, migrasi sirsinata migr)
Junctional EB (JEB)
JEB, Her]itz (JEB-H) JEB, Other (JEB-0
(EBS-
Plektin Keratin 5 Laminin-332
- JEB, non-herJitz, generalisata Laminin-332; kolagen (JEB-nH gen) tipe XVII - JEB, non HerJitz, Iokalisata ( Ko]agen tipe XVII JEB-nHLoc) - JEB dengan atresia pylorik (JEBIntegrin u6~4
P A) - JEB, inversa (JEB-I) - JEB, late onset (JEB-lo) - Laryngo-onycho cutaneous syndrome (LOC) EB distrofik
(DEB)
DominanDEB (dDEB)
.. "
-
dDEB, generalisata ( dDEB-gen) dDEB, akral (DDEB-ac) dDEB, pretibial (DDEB-pt) dDEB, pruriginosa ( dDEB-pr) dDEB, hanya kuku {DDEB"'.na) dDEB, Bullous dermolysis of the newborn (DDEB-BDN)
Larninin-3 32 ? Laminin-332 rantai a3 -
ko]agen kolagen ko]agen kolagen koJagen kolagen
tipe tipe tipe tipe tipe tipe
VII VII VII VII
vn VII
,
ResesifDEB (rDEB)
- rDEB generalisata berat ( rDEBsev gen) - rDEB, generalized other (rDEB0) - rDEB, inversa (rDEB-I) - rDEB, pretibial (rDEB~pt) - rDEB, pruriginosa (rDEB-pr) - rDEB, centrinetalis (rDEB-Ce)
- Kolagen tipe VII - Kolagen tipe VII -
Kolagen Kolagen Kolagen Kolazen
tipe tipe tipe tipe 4
VII VII VII VII
r
-
rDEB, bullous dermolysis of the newborn (rDEB-BDN)
Sindrom Kindler
rn, s:
-
Kolagen tipe VII
Kindlin-1
ETIOLOGIDANPATOGENESIS Semua bentuk epidermoJisis
buJosa ditandai oJeh kulit yang rapuh secara
mekanik, sebagai hasil dari mutasi genetik pada beberapa sedikitnya sepuluh gen yang mengkode
protein
dermoepidermal,
struktural
yang
normalnya
berada
atau lapisan paling atas papilla dermis.
(1,
dalam 12)
epidermis,
tautan
Inherited EB berasal dari
defek pada perlekatan keratinosit lapisan basal ke lapisan dermis. Defek-defek ini dapat timbul dari bagian dalam membran
plasma keratinosit
daerah membrana basalis dermoepidermal.
atau secara ekstraselular
dalam
Beberapa jaringan seperti kulit dan komea yang
rentan terkena gangguan dari Iuar karena mengandung daerah membrana basalis kompleks yang terdiri dari sekelompok komponen khusus yang bergabung bersama untuk membentuk kompleks penahan. (3,
~
13)
III. l Epidermolisis bulosa simpleks (EBS) Kebanyakan pasien dengan BBS yang dianalisis pada tingkat genetika dimana kebanyakan bentuk EB simpleks di turunkan dalam pola autosomal dominan. Umumnya EB simpleks muncul sebagai basil mutasi dominan negatif pada gen keratin 5 (K5) atau keratin 14 (Kl 4 ), keratin-keratin
ini yang umumnya ada dalam lapisan basal epidermis. Tingkat
pemisahan kulit pada pasien-pasien dengan penumpukan
ini terjadi pada bagian tengah sel basal yang terkait
filamen intennediet
yang bervariasi.
Hemidesmosom
BMZ lainnya cukup normal pad.a pemeriksaan mikroskop elektron.
C3)
dan struk:tur
Pad.a ketiga subtipe
mayor dari EB simpleks, hula muncul dalam bagian paling bawah dari intrasitoplasma basal
keratinosit. Pada satu subtipe yaitu herpetifonnis,
filamen keratin cenderung menyatu
menjadi gumpalan elektron yang lebih besar.02)
5
r·-·-~---·----- ·------·--...,··-·--·----------------~-··:---:---~--. --------·-·--·
;
;,
. i ~ -··.
;: • .
,. c-
.
:·._.,,....... - .
..
Gambar 3. Pembentukan bula secara ultrastruktural pada EB simpleks.<12>
III.2 Junctional Epidermolisis Bulosa Semua bentuk junctional EB (JEB) diturunkan sebagai penyakit autosomal resesif. JEB bisa terkait dengan mutasi-mutasi gen yang mengk:odekan sub-unit a3,~3, atau -y2 dari :.
laminin-332 (Yakni masing-masing LAMA3, LAMB3, LAMG2). Ketiadaan dari 3 rantai ini menghasilkan kurangnya perakitan dan sekresi lamini-332 trimerik yang menghasilkan fenotip pelepuhan yang serupa. Subtipe paling berat. JEB-herlitz, merupakan hasil penggabungan mutasi heterozigot (memicu terminasi kodon yang prematur) dalam gen-gen yang mengkode beberapa dari tiga protein subunit dari Laminin-332, komponen kunci dari lamina lucida pada tautan dermoepidermal, Pada pasien Ietalis, semua mutasi sejauh yang dapat dideteksi adalah yang menghasilkan kodon terminasi prematur, yang menghasilkan ketiadaan ekspresi Iaminin-332. Bentuk lebih ringan dari JEB, JEB non herlitz, berasal dari mutasi dalam gen salah satu dari Laminin 332 atau lebih dikenal sebagai kolagen tipe XVII. JEB dengan atresia pylorik berasal dari mutasi salah satu dari dua gen yang mengkode subunit integrin a6~4.c2•11) Semua bentuk JEB, ditandai dengan pembentukan hula dalam
.
lamina lucida tautan dermoepidermal. Dengan demikian, lamina densa tetap melekat erat pada dermis yang membentuk dasar rongga blister. Subbasal pelat padat dan filamen penahan tidak muncul di kedua subtipe JEB. Hemidesmosom tidak muncul di JEB Herlitz, sedangk:an mereka berkurang dalam jumlah dan tampil sederhana dalam struktur di dalam kulit dari pasien dengan JEB non Herlitz. 02)
6
;;
.
Gambar 4. Pembentukan hula secara ultrasutruktural pada EB junctional <12>
III.3 Epidermolisis Bulosa Distrofik Epidermolisis Bulosa Distrofik diturunkan dari salah satu pola autosomal dominan atau autosomal resesif. EB distrofik dominan berasal dari mutasi negatif dominan dalam gen kolagen tipe VIl dan EB distrofik resesif berasal dari gabungan mutasi heterozigot dalam gen ko]agen ripe VII. (2•10> Pembentukan hula pada semua bentuk EB distrofik terjadi pada bagian bawah lamina densa. Mengingat serat penahan tampak normal pada EB distrofik dominan, namun bisa berkurang dalam jumlah dan masih dempet dengan atap dari hula yang terdiri dari epidermis yang masih intak. Sebaliknya, serat penahan pada EB distrofik resesif sepenuhnya hilang. (J J) Epidenno]isis bulosa distrofik ditemukan terkait pada semua kasus sejauh ini yang memiliki mutasi gen yang mengkodekan kolagen tipe VII (COL7Al). Pada bentuk-bentuk yang resesif, mutasi biasanya menyebabkan kodon terminas:i prematur yang menghasilkan :)
kurangnya kolagen tipe VII dalam jaringan. Disamping itu protein terpotong yang tidak
disekresikan atau tidak dirak:it ke dalam fibril pelekat bisa menunjukkan peralihan yang cepat. Salah satu atau kedua mekanisme ini bisa menjelaskan kurangnya kolagen tipe VII yang bisa dideteksi pada jaringan individual dengan Resesif DEB parah yang terkait dengan · mutasi yang menghasilkan kodon terminasi prematur.C3>
7
OOt . e tl•~u·,1·>
••
: -i.''
·•J. ~ ','· ·- .. , '·t
'>.:1r
~JE
i
•. ·
:;;,_.
!'
o.!,
s. t.
ii; · .."
: :~ "'
Gambar 5. Pembentukan bula secara ultrastrktural pada EB Distrofik,02>
IV. IV.1
GAMBARANKLINIS EPIDERMOLISIS BUWSA SIMPLEKS Lepuh muncul pada saat lahir, berkembang sebagai tanggapan terhadap trauma, dan
sering terutama mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Bulanya lembek dan meninggalkan krusta berwarna madu tetapi tidak mengakibatkan atrofi kulit atau jaringan parut. Lepuh terbentuk paling sering pada masa bayi, dan frelruensinya berlrurang seiring dengan usia_04) Presentasi yang paling sering adalah EB simpleks tipe lokalisata (WeberCockyene), t:ipe generalisata (Koebner), dan herpet:iformis (Dowling-Meara). Ada beberapa varietas yang tidak umum, yang mencalrup varian EBS Ogna, EBS Superfisialis, dan EBS dengan pigmentasi bercorak. c3, 13)
EBS LOKALISATA
..
EBS ini merupakan bentuk EB yang lebih ringan dan sering disebut sebagai EBS sub tipe Weber-Cockayne. Merupakan bentuk EB yang paling umum dan sering terjadi
selama masa bayi atau anak-anak dan terkadang tampak pada masa dewasa muda. <15) Diduga bahwa ada beberapa kasus bentuk EBS tipe ini yang tidak terdiagnosa, karena kemungkinan cukup ringan sehingga tidak terdeteksi se]ama kunjungan k]inis.C3) Biasanya hanya terbatas pada telapak tangan clan kaki yang ditandai dengan Iepuhan dengan halo eritematous yang disebabkan oleh gesekan dan diperluas oleh keringat atau panas yang berlebih. us, 16) Ku lit kepala yang paling jarang terkena dan erosi erosi oral ringan sangat 8
jarang dan biasanya sembuh seiring dengan peningkatan · usia. Keterlibatan jarang dengan subtipe EB ini. Abnormalitas tidak ditemuk:an skar dan milia. (3,
kuku cukup
pigmen pasca inflamasi dapat terjadi tetapi
16>
Gambar6
...' . :;;
.
A EBS tipe lokalisata. Bula yang terbentuk akibat trauma.<3> B dan C. Keratodenna palmop]antar O>
EBS GENERALISATA
..
EBS tipe ini dikenal juga sebagai varian Koebner, EBS generalisata menunjukkan onset pelepuhan pada saat lahir atau paling lambat selama awal masa bayi. Paling sering mengenai tangan, kaki, dan dapat meluas keseluruh tubuh. C15> Lesi dapat menyembuh dengan meninggalkan hiperpigmentasi atau hiperpigmentasi pasca inflamasi dan atrofi serta m:ilia sesekali dapat terjadi namun jarang dibandingkan pada EB herpetiformis. Bisa ditemukan hiperkeratosis palmoplantar dan erosi. Dapat terjadi erosi ringan dimukosa mulut, tetapi dapat membaik seiring dengan bertambahnya usia. (3)
9
....- .
.. Gambar 7. Lepuhan yang meluas pada seorang bayi dengan EBS generalisata, (3)
EBS HERPETIFORMIS
(Dowling-Meara)
Biasa disebut EBS Dowling-Meara dan muncul pada saat lahir, Distribusinya generalisata dan dipandang sebagai bentuk berat dari subtipe EBS. Penyakit ini sering dihubungkan dengan munculnya hula herpetifonnis yang muncul pada wajah, trunkus dan ekstremitas proksimal yang terkait dengan tingkat kematian yang lebih tinggi terutama disebabkan sepsis dan bila sembuh tidak meninggalkan jaringan parut.(3,
l7)
Pembentukan
bula bersifat generalisata disertai dengan palmoplantar keratoderma dengan keterlibatan membran mukosa dan kuku dan pelepuhan sering mengalami perdarahan/P-
J7)
Terkadang
keterlibatan esofagus pada EB herpetiformis berkisar mulai dari erosi hingga atresia pylorik dan kadang sampai di saluran pernafasan. (3)
Gambar8.
A EBS tipe dowling-meara, lepuhan generalisata yang berat pada periode neonatal.(13)
B. Pembentukan bula yang khas pada EBS tipe dowling meara (herpetiformis).(3)
Pada kasus langka, EB simpleks bisa timbul dengan distrofi otot atau atresia pyloric EB simpleks dengan pigmentasi berbintik-bintik adalah bentuk jarang yang lain dari jenis ini. (I,Z) 10
..... .
;
. Gambar 9. EB simpleks dengan akantolisis letal.(l)
Ectodermal dysplasia skin fragility syndrome. merupakan
gangguan
bawaan
pada
epidermal suprabasal, ditandai erosi generalisata dan kadang-kadang hula superfisial pada saat lahir. Alopesia
merupakan
tanda khas, terdapat
disertai fisura yang nyeri, perkembangan
pula keratodenna
palmoplantar
lambat, cheilitis, hipohidrosis dan gatal. Seperti
EBS superfisial gangguan ini dihubungkan dengan distrofi kuku <1-3) IV.2 JUNCTIONAL EPIDERMOLISIS BULOSA (JEB) Epidermolisis
bulosa tipe ini diturunkan secara autosomal resesif yang ditandai
oleh lepuhan pada lamina lucida dan distribusi lesi dapat lokalisata atau generalisata
(8,
14)
Secara umum, semua subtipe JEB ditandai dengan lepuhan, erosi, distrofi kuku, hipoplasia email gigi, dan karies. (I,
13>
Pada penyembuhan,
lepuh rneninggalkan bekas Iuka atrofi. <3>
Semua varian dari jenis EB yang bermanifestasi saat lahir dengan pengecualian pada JEB onset lambat, Ada 3 bentuk JEB yang umum yakni, penyakit herlitz, JEB non herlitz, dan JEB atresia pylorik. <3,
14• 18)
JEBHERLITZ JEB tipe ini juga disebut dengan JEB lethal dan biasanya pasien dengan JEB tipe
ini tidak bertahan hidup di masa bayi dan tingkat kematian diperkirakan 40 persen pada
tahun pertama kehidupan. Dari mereka yang bertahan hidup dimasa bayi, kebanyakan meninggal
sebelurn usia 5 tahun. Varian ini ditandai
dengan pernbentukan
blister
generalisata dan pengernbangan hiperplastik jaringan granulasi dan sekitar mu]ut, hidung, kuku, dan di tempat yang terkena oleh hula. Ada juga keterlibatan esofagus, _ rektum,
kandung
empedu,
vagina, saluran kencing, kornea,
mukosa laring,
clan bronkus.
12
Hipoplasia email gigi menimbulkan prevalensi yang lebih tinggi terjadinya karies. 0 3,
14)
Pseudosyndaetyly mungkin terjadi, tetapi tidak umum. Siadrom Iaryngo-onycho-cutan ditandai dengan adanya jaringan granulasi kronis pada laring, distrofi kuku, dan erosi kulit. Varian ini diwariskan sebagai sifat resesif autosomal yang disebabkan oleh mutasi pada gen LAMA3A pengkodean
a3A protein laminin.v" Tanda-tanda
dan gejala klinis
yang hadir pada saat lahir dan tennasuk hula dan ulserasi kulit terutama pada wajah dan
leher, hipoplasia email gigi, serta symblepharon dan kebutaan sekunder dari jaringan granulasi konjungtiva. Pasien dapat mengalami kelainan saluran pemapasan akibat pendarahan dari erosi. rz,
3, 12)
Pelepuhan bersifat menyeluruh dan sering ekstensif
pada saat lahir. Membran mukosa, khususnya oral, gastrointestinal, pemapasan,
atau anemia
okular, dan saluran
paling utama terkena pada JEB jenis ini. Kuku biasanya sangat parah dan
sering hilang selama masa bayi. Apabila kuku masih ada, biasanya mengalami distropi clan sering terkait dengan jaringan granulasi hipertropi. Kelainan-kelainan
gigi terdapat pada
penyakit ini, ditandai dengan berlubangnya email gigi. Erosi mukosa orofaring biasanya terdapat dan bisa tersebar luas. Erosi semua jaringan epitel skuamous, tennasuk konjungtiva, •
esofageal,
Temuan-temuan
nasal,
trakea, laringeal, rektal, dan mukosa rektal, bisa terkena.
C3)
sistemik terkait pada kasus-kasus yang berat merupakan faktor penting
dalam keparahan penyak:it ini. Keterlibatan pemapasan awalnya berupa stridor atau suara serak dan mungkin berakhir dalam kegagalan pernapasan. Sepsis adalah penyebab utama kematian pada pasien dengan JEB, diikuti dengan kegagalan pernafasan. Ct-3)
Gambar10.
A.
JEB tipe herlitz : lepuhan yang meluas pada bayi saat lahir (3)
B.
Pembentukan jaringan granulasi di belakang leher pasien dengan JEB herlitz <2>
13
...
JEB NON HERLITZ Epidermolisis buJosa tipe ini pada awalnya pasien biasanya menunjukkan fenotip mirip Herlitz yang bertahan hidup pada masa bayi dan secara klinis membaik seiring dengan penambahan usia. Keparahan pelepuhan dan erosi oral yang lebih ringan dari
...
bentuk letal, Khususnya, kurangnya .suara .serak yang signifikan dianggap sebagai sebuah tanda prognostik yang baik atau tanda dari manifestasi penyakit dalam yang kurang parah. Lesi kulit kepala dan kuku, serta erosi periorifasal yang sukar sembuh, rnerupakan temuan-temuan paling umum pada pasien-pasien ini selama masa anak-anak. Meskipun kurangnya keparahan pada masa bayi, pasien-pasien ini tetap bisa mengalami abnonnalitas seperti adhesi epiteliurn yang.berat dan trakeostomi bisa membantu dalam kelanjutan hidup pasien. Penyakit ini lebihjarang dibanding pasien JEB Herlitz. <3• 12) Generalized atrophic benign EB (GABEB) merupakan jenis JEB non herlitz yang muncul pada saat lahir dengan keterlibatan kutaneous menyeluruh. Meskipun terjadi pelepuhan kutaneous luas, erosi oral relatif jarang. Walaupun terbentuk lesung email gigi, karies gigi ekstensif, dan distropi kuku bisa paraa, serta terdapat sedikit keterlibatan ekstra-kutaneous Jainnya yang ditemukan.
C2)
Lepuh pada pasien-pasien ini, yang sembuh
disertai jaringan parut atropi khas, sangat me]emahkan dan bisa tersebar luas, tetapi meski demikian, pasien-pasien ini umumnya memiliki usia hidup normal. Pelepuhan membaik seiring dengan bertambahnya usia, pertumbuhan normal, dan anemia jarang terlihat. <2, 3,
12)
Beberapa pasien dengan penyakit ini mengalami kehamilan dan persalinan normal. Salah satu karakteristik yang membedakan dari pasien-pasien ini adalah alopesia progresif pada . kulit kepala dan mmbut terminal pada .suatu hagian di tubuh. Kehilangan rambut mulai menjadi parah setelah onset pubertas, dan walaupun kehilangan rambut terkait dengan
jaringan parut atropi telah ditemukan, seringkali alopesia agak difus dan jaringan parut yang timbul sangat halus atau tidak ada.
13)
.'
14
Gambar 11
A
Krusta dan erosi pada wajab hayi denganJEB non herJitz <1>
B. Area lepuban kulit yang meluas akibat gesekan pada bayi dengan JEB (I)
C. Pitting enamel gigi pada pasien JEB <5>
JEB Lokalisata Salah satu sub-tipe JEB yang sangat jarang, yang juga dikenal sebagai JEB <,
:c
minima. Pasien-pasien ini pada umumnya menunjukkan penyakit ringan yang bisa menonjol pada daerah-daerah terlokalisasi, paling sering pada tangan, kaki, clan daerah
pretibial, Kuku terkadang bisa terkelupas atau menjadi distropi, dan pembentukan lesung ·l
email gigi bisa terjadi. Erosi oral atau nasal juga bisa terjadi; akan tetapi, tidak terdapat
keterlibatan internal. Pasien-pasien ini pada umumnya memilild prognosis yang baik clan umur hidup yang normal. C3)
15
JEB dengan atresia pyforik Pasien yang mengaJami
JEB dengan atresia pyJorik menunjukkan
kerapuhan
kutaneous dan mukosal yang ekstrim dan juga bisa mengaJami berbagai kelainan urologik, termasuk hidronefrosis dan nefritis. Pada pasien-pasien
ini, hemidesmosom
hampir tidak
ada atau .belum sempuma, dan tingkat pemisahaa sedemikian rupa sehingga fragmen- - -· fragmen membran plasma sel basal tetap melekat ke basis lepuh.. Kebanyakan
••
kasus
penyakit ini cukup parah dan mematikan pada rnasa bayi karena pengelupasan epitelium ekstra-kutaneous
yang ekstensif
disamping
pelepuhan
luas pada kulit dan mukosa.
Terkadang kasus ringan dari penyakit ini telah ditemukan, yang muncul sebagai akibat dari kehilangan fungsi integrin
P4 secara
parsial.
C3)
IV.3 EPIDERMOLISIS BULOSA TIPE DISTROFIK Epidermolisis
bulosa tipe distrofik juga disebut EB dermolitik, ditandai dengan
lepuhan lokalisata ataupun generalisata tergantung dari subtipenya dan Jesi meninggalkan
skar distrofik dan pembentukan milia pada masa penyembuhan.
0,3)
DEB bisa diwariskan
baik secara resesif autosomal atau secara-doraiaan. Terlepas dari cara pewarisan, DEB bisa ditimbulkan oleh kecacatan
ultrastruktural yang dikenal sebagai fibril penahan, yang
menghasilkan pemisahan sublamina densa 0-3) Ada empat sub-tipe utama dari DEB tetapi ada juga beberapa sub-tipe tambahan lainnya. Keempat sub-tipe utama ini harus dibedakan
melalui kriteria klinis clan mencakup DEB dominan Cockayne-Touraine (Lokalisata), DEB dominan albopapuloid, varian Pasini (generalisata), DEB resesif lokalisata (RDEB), dart DEB resesif generalisata.
(J)
EpidermoJisis Bulosa Distrofik Dominan Lokalisata. Juga disebut Tipe Cockayne-Touraine dari DEB dominan bisa tampak pada saat lahir, tetapi, terkadang, tidak muncul sampai pada masa anak-anak. Walaupun pelepuhan menyeluruh terkadang bisa terjadi secara dini dalam masa kehidupan, pelepuhan biasanya · menjadi terlokalisasi clan mewakili daerah-daerah yang mengalami trauma seperti lutut,
clan permukaan akral. 02) Hal ini menunjukkan suatu penarnpakan distropi yang mengalami jaringan parut yang khas. Umumnya terjadi distropi kuku atau kehilangan kuku diserta jaringan parut atropi pada jari-jari distal. Lesi-lesi oral jarang dan gigi biasanya tidak
terkena, Pasien-pasien ini memiliki prognosis yang baik clan umur yang normal. <3, 12) 16
Gambar12
A. Epidennoiisis bnlosa distrofi dominan dengan 'Skar atrofi dan milia residual pada tangan (l:l) B. Distrofi keseluruhan kuku pada pasien dengan DEB <1>
Epidermolisis BuJosa Distro:fik Generalisata (dominan aJbopapuloid, varian pasini) Tipe ini terjadi pada saat lahir dengan fenotip pe]epuhan yang lebih parah dan luas dibanding dengan varian Cockayne-Touraine. Lepuh pada sub-tipe Pasini sembuh disertai plak-plak jaringan parut dan milia dengan cara yang mirip dengan sub-tipe DEB.(3)
.
. Disamping :itu; penyakit iru -ditandai dengan penampakan khas papula-papula yang mirip skar yang khas dan berwama seperti daging pada trunkus. Lesi-lesi albopapuloid ini merupakan ciri khas dari sub-tipe Pasini tetapi tidak patognomonik, karena lesi-Iesi ini bisa ditemukan pada sub-sub tipe EB yang lain <2,
3, 12)
Seiring pertambahan usia,
pelepuhan menyeluruh pada akhimya bisa terlokalisasi pada ekstremitas. Pasien sering menunjukkan kuku yang distropi atau kehilangan kuku.(2.
12)
Erosi-erosi oral yang tidak
ekstensif disertai kelainan email gigi bisa ditemukan pada beberapa pasien <3)
Gambar 13. Skar hipertrofik pada pasien dengan DEB Dominan generalisata <2>
17
Epidermolisis Bulosa Distrofik Resesif(RDEB) Terdapat 3 subtipe utama dari DEB tipe resesif yaitu : 1) Resesif DEB generalisata berat (dulunya disebut Hallopeau Siemens (HS)), 2) Non-Hallopeau-Siemens, 3) ResesifDEB inversa. Masing-masing muncul saat lahir.<2) Subtipe paling parah, RDEB generalisata
merupakan
penyakit 'yang
diturunkan
secara
genetik
yng
dapat
menghancurkan sistem multi organ manusia. C3) Penyakit ini ditandai dengan lepuhan generalisata saat lahir, progresif clan seringkali meninggalkan skar yang mengarah kepada kontraktur fleksi dari tangan serta tungkai. cz,
3)
Selain itu terclapat keterlambatan
pertumbuhan, anemi, striktur esofagus, dan kelemahan deformitas tangan dan kaki ~.,,._
(Pseudosyndactyly). Striktur esofagus dan pseudosindactyly merupakan dua komplikasi ekstrakunaeus yang pen~ng.
(I,
2)
Ankyloglossia berat dan mikrostomia biasanya terdapat pada DEB tipe ini yang menyebabkan gangguan dalam intake makanan padat. (I,
~2•
12)
Pasien-pasien RDEB yang
paling parah meninggal pada masa bayi akibat sepsis dan komplikasi lain dari pelepuhan ekstensif. Dengan dukungan perawatan Iuka clan gizi yang telah rnembaik, pasien-pasien ini biasanya bisa bertahan hidup sampai usia belasan tahun atau sampai usia dewasa, Akan , tetapi, setelah pubertas, komplikasi yang berbahaya lainnya, karsinoma sel skuamous (SCC), bisa terjadi clan sering, muncul. Diperkirakan bahwa 50 persen sampai 80 persen pasien HS-RDEB pada akhimya mengalami karsinoma ini, clan banyak yang meninggal karena metastasis penyakit. Karsinoma yang terkait dengan RDEB sangat agresif, dengan keeenderungan kuat untuk invasi clan metastasis. (2, 3)
Gambar 14
.
- '"'
A
Pseudosyndactily pada pasien dengan RDEB generalisata
<2)
B. Deformitas mutilasi komplit pada pasien RDEB <2>
18
Subtipe RDEB yang kedua yaitu Non Hallopeau-Siemens memiliki kemiripan dengan tipe generalisata tetapi dengan keterlibatan ku1it yang lebih sedikit dan resiko yang lebih rendah dari striktur esofagus, trauma stratum komeum,
atau defonnitas tangan dan
kaki. Gangguan pertumbuhan dan anemia jarang terjadi, akan tetapi masih beresiko tinggi menderita kanker sel skuamosa tetapi resiko kematian akibat metastasisnya ::
masih lebih
rendah dari tipe RDEB generalisata c2> IV.4 SINDRO:M KINDLER Sindrom Kindler merupakan penyakit automal resesif yang disebabkan defisiensi protein Kindlin-1 akibat mutasi pada gen KIND 1. Kindlin-1 berfungsi untuk menstabilkan tautan dennoepidermal matriks ekstraseluler.
CI)
dengan pengikatan
actin mikrofilamen
dari sitoskeleton
pada
Tipe ini ditandai dengan lepuhan ku1it generalisata saat lahir dan
fotosensitifitas selama periode neonatal dan bayi serta poikiloderma dalam beberapa tahun kemudian. 0.2) Pembentukan ~ '
menyembuh dorsum
hula bisa secara spontan atau berkaitan dengan trauma, dan
seiring dengan usia. Atrofi kulit dapat generalisata
dan sering mengenai
tangan dan kaki, lutut dan siku. Cl) Gejala yang lain dilaporkan
keratoderma palmoplantar,
meliputi
distrofi kuku, alopesia, stenosis uretral, esofageal, anal dan
perianal, fimosis, dan sindaktili.
(l,l)
Gambar 15
A
Sindrom kindler di dada bagian depan dengan poikiloderma disertai lepuhan dan erosi. CI)
B. Terdapat bula dan krusta akibat trauma di daerah lengan dan siku 0)
19
V.
DIAGNOSIS Diagnosis dari EB berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.v'?'
Langkah pertama dalam menegakkan diagnosis EB diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Informasi anamnesis meliputi onset usia munculnya bula dan aclanya riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga yang lain. Informasi mengenai sistem pencernaan, respirasi, peng]ihatan, tu1ang, gigi dan sa]uran kencing penting untuk mengeva]uasi tumbuh kembang secara umum pasien. Pemeriksaan fisis tidak hanya pemeriksaan kulit semata-mata, tetapi evaluasi yang teliti dari jaringan mukosa, rambut, kuku, clan gigi. Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan saat kunjungan awal meliputi pemeriksaan adanya anemia dan status gizi.<3) Tujuan dari proses diagnostik adalah mengetahui dari subtipe EB yang dimiliki pasien pada tiap-tiap kasus karena informasi ini penting untuk menje]askan prognosis" klinis dan genetik serta untuk menggambar.kan . rencana terapi yang tepat. (I) Epidermolisis buJosa dapat didiagnosis berdasar.kan anamnesis yang lengkap dimana terdapat riwayat kulit rapuh dan bennanisfestasi menjadi '
hula sebagai respon terhadap trauma yang kecil serta pemeriksaan fisis meliputi penilaian terhadap distribusi lesi dan adanya komplikasi atau tanda klinis khas yang lain. Selanjutnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang menggunakan mikroskop elektron dan teknik imunofluoresens untuk mengidentifikasi pada tingkat ultrastruktural lapisan mana pemisahan terjadi clan pembentukan bulanya. <2• 1• 19) V.1 PemeriksaanMikroskopElektron Pemeriksaan mikroskop elektron merupakan pemeriksaan standar untuk klasifikasi EB karena dapat menyediakan informasi baik pada bidang pemisahan clan kelainan ultrastruktur protein yang terkena (filamen keratin, desmosom, hemidesmosom, serat
.
penahan dan filamen penahan), jumlah dan penampilan yang berubah pada subtipe EB
I
yang berbeda. <2>
20
Gambar 16, Pemeriksaan Mikroskop Elektron <5)
A. Pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan pembentukan hula pada EBS (dowling -meara), celah muncul di lapisan basal epidermis yang mengandung agregat keratin yang padat. C5> B.
Pembentukan hula pada JEB Herlitz menunjukkan celah muncul pada lapisan lamina lucida, dimana keratinosit basal menjadi atap celah dan lamina densa menjadi dasar.i"
C.
Pembentukan bula pada DEB, dimana pada dermo-epidermal function (DEJ) kulit normal terdapat fibril penahan, tetapi tidak terdapat pada pasien DEB dan pembentukan bula di bawah lamina densa.<5>
V.2 Pemeriksaan Pemetaan Imunofluoresens Pemetaan imunofluoresens merupakan alat diagnostik yang sangat berguna karena dapat digunakan untuk mengetahui bidang pemisahan dan mengidentifikasi protein yang terkena pada tiap-tiap kasus.<1) Keakuratan diagnostiknya hampir sama dengan mikroskop elektron tetapi memiliki keuntungan yaitu relatif lebih sederhana, lebih murah
. .
dan lebih cepat dilakukan dan diinterpretasikan.I" <19) Untuk alasan tersebut, pemetaan imunofluoresens direkomendasikan konfirmasi diagnosis EB.
sebagai pemeriksaan penunjang primer untuk
(I)
Bahan yang akan diproses berasal dari biopsi kulit pada hula atau vesikel segar yang terjadi secara spontan atau diinduksi gesekan (sebagai contoh sebuah hula dihasilkan dengan menggosokkan kulit pasien dengan penghapus pensil) yang ukurannya tidak lebih besar dari alat punch biopsi untuk memastikan bahwa bula tidak pecah. Selanjutnya 21
sampel disimpan dalam media transport yang sesuai seperti larutan Michel yang dibekukan dalam medium beku.I':
7• 19)
Dari jaringan beku tersebut, diambil jaringan setebal 4 mm dan ditempatkan di kaca objek yang sudah di silanisasi yang kemudian dipapar ke rangkaian antibodi monoklonal yang berikatan dengan fluoresein yang akan mengikatkannya ke protein struktural yang lokasinya pada BMZ telah diketahui.v''"
Antibodi-antibodi berikut
dipetakan untuk mengetahui bidang terjadinya pemisahan jaringan pada pembentukan hula.
(l)
Pada EB simpleks, celah terbentuk pada lapisan basal clan deposit fluoresens ditemukan pada dasar hula dengan semua penanda antigenik seperti Bullous pemphigoid antigen (BPAG), laminin, kolagen tipe IV dan tipe VII. Seperti pada gambar 17 A.(l,
19)
Pada EB tipe junctional, celah terbentuk di bagian lamina lucida dengan BPAG terlihat pada atap hula, sedangkan penanda fluoresens lain ditemukan di dasar hula. (gambar 17 B). Pada EB tipe distrofik, celah terjadi di bagian sub lamina densa, dimana pada dominan DEB (DDEB), deposit fluoresens terjadi pada atap hula dengan semua penanda antigen (gambar 17 C). Pada Resesif DEB (RDEB), fluoresens berkurang banyak atau tidak ada
.
sama sekali antibodi anti kolagen (gambar 17 D). Hal ini dapat menjadi penanda diagnosis dari tipe yang sangat berat dari EB.<19>
-
.
22
Gambar 17. Pemeriksaan imunofluoresens pada EB <19>
.
~;:"=~:~
. .
''°
. , .......... •;,~ ~1.,· • ..,.
~
r....... ,...,.::0 ... 1 ,lhh..at.....
• '
~
"
••
, , ,;,_
.
•
6t
...
~·"~"''"'•'"t""'"'f"'>';;:o>··I ~t\1'.;.·• . -•u
...h•
• •
'"-~
r ~.:•~. ~-..
_ ... ,,
.1.<W-l>oll~r,;~t '!I
1r<W
.\>.1\ 1~
,,.,.:,1,.~,.,. ..
A Pada EBS, Semua marker antigen berada pada dasar hula dan celah intraepidermal. c19> B. Pada JEB, marker antibodi anti BP berada di atap hula sedangkan yang lainnya berada di dasar hula, menunjukkan celah di lamina lucida. <19> C. Pada DDEB, semua marker antibodi berada di atap hula, menunjukkan eelah di sublamina densa. <19> D. Pada RDEB, tiga penanda antibodi berada di atap hula dan tidak terdapat antibodi anti kolagen VU, celah di sublamina densa. <19)
V.3 Analisis Mutasional Analisis Mutasional merupakan metode yang ideal untuk menjelaskan mode pewarisan clan mutasi yang spesifik yang menyebabkan EB pada masing-masing kasus yang istimewa. Pemeriksaan ini menjadi peran kunci dalam diagnosis prenatal dan juga menjadi alat penelitian yang unggul. Masa depan perkembangan terapi gen akan berdasarkan pada identifikasi mutasi spesifik yang muncul pada masing-masing subtipe. Pada saat ini analisis mutasional tidak dianggap sebagai alat diagnostik lini pertama untuk EB. 0) V.4 Diagnosis Prenatal Diagnosis prenatal penting bagi pasangan yang beresiko menurunkan penyakit ini. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan spesimen biopsi kulit fetus yang diambil dari fetoskopi. Saat ini biopsi kulit fetus dapat dituntun dengan ultrasound dan sampel di analisis dengan pemeriksaan imuno:fluoresen dan mikroskop e]ektron.(I,
2)
Prosedur ini dapat
23
dilakukan .setelah kehamilan
15 .,.17 minggu dimana kulit fetus .telah berkembang
memungkinkan untuk di analisis.
yang
(t)
Kemajuan dalam studi patologi molekular EB telah memungkinkan pengenalan teknik diagnosis prenatal berdasarkan analisis DNA fetus yang berasal dari cairan amnion dan sel vilus korionik. ((l,
2•
1)
Sayangnya, Amniosentesis dan pangambilan sampel viii korionik
keduanya innvasif dan beresiko dan hanya untuk 2 tipe EB yang parah yaitu JEB dan DEB. (l) Kelemahan yang lainnya, satu-satunya solusi dari analisis kulit dan DNA fetus setelah diagnosis EB ditegakkan adalah terminasi kehamilan,(1)_ Teknik diagnostik prenatal terbaru meliputi biopsi blastomere tunggal dari 6-10 sel tahap embrio yang diikuti analisis mutasional sel DNA tunggal. Emrio-embrio yang tidak memiliki penyakit kemudian ditanam di dalam rahim, dengan cara demikian terminasi kehamilan dapat dihindari.P-" Akan tetapi teknik ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu biaya yang relatif sangat mahal dan membutuhkan keahlian tingk:at tinggi. Selain itu, kesuksesan persalinan yang sangat rendah disertai biaya yang mahal menyebabkan diagnosis preimplantasi ini menjadi pilihan yang kurang menarik. (7) Metode diagnostik yang kurang invasif lainnya masih terus dikembangk:an,termasuk menggunakan USG tiga dimensi dan analisis DNA fetus yang berasal dari sampel darah maternal. VL
CI)
DIAGNOSIS BANDING Epidermolisis bulosa umumnya didiagnosis banding dengan penyakit genodermatosis
lainnya yang bermanifestasi bula seperti eritroderma iktiosiforrn bulosa kongenital, penyakit autoimun seperti, linear imunoglobulin A, pemphigoid bulosa, dan pem:figus vulgaris, atau penyakit infeksi seperti herpes simpleks, staphylococcal scalded skin syndrome, dan impetigo bulosa, <2, 13• 14• 20>
..
Diagnosis banding umumnya menjadi masalah selama periode neonatal. <20> Selama periode neonatal, tidaklah bijak mencoba membedakan tipe varian EB secara klinis terutama bila riwayat keluarga tidak terlalu banyak bisa didapat,
04• 20)
Biopsi awal
diagnostik sangat penting tetapi membutuhkan keterampilan yang tinggi dalam membaca basil. <19)
24
VIL PENATALAKSANAAN
Untuk saat ini tidak ada pengobatan yang defenitif untuk EB dan tujuan terapi adalah untuk mengurangi gejala dan menyediakan tindakan yang suportif Oleh karena itu terapi difokuskan kepada pencegahan lesi dan komplikasi. Kompleksitas strategi terapi bergantung pada keparahan dari lesi pasien. Penatalaksanaan yang optimum dari penyakit ini hanya dapat diterima melalui tim multidisiplin yang terdiri dari beberapa spesialis: dermatologis, ahli bedah, .ahli gizi, Ahli THI, dokter gigi, . fisiorerapist, perawat, ahli psikolog, ahli nyeri dan ahli genetik. (1,
21)
Rencana perawatan harus bersifat individual, dan komunikasi yang optimal antara anggota tim merupakan faktor penting dalam mendapatkan basil yang baik. Kesehatan mulut akan menumbu:hkan membran mukosa yang sehat
dan meningkatkan fungsi
mengunyah, menelan, nutrisi, pernapasan, dan bicara. Sebuah rehabilitasi rutin harian akan mencegah pembentukan kontraktur sendi. Dukungan psikologis bagi orang tua dan anggota keluarga penting, dan.proteksi berlebihan.pada pasien.harus dihindari. .EB bukan merupakan kontraindikasi untuk mendapatkan vaksinasi. (I) Perawatan kulit suportif Prinsip .· yang mendasari ~ dasar perawatan kulit. untuk semua pasien EB adalah menghindari terbentuknya hula ( oleh lapisan pelindung yang cermat dari kulit) dan pencegahan infeksi sekunder (oleh perawatan Iuka yang cermat, difasilitasi oleh penggunaan pembalut hidrokoloid non-perekat sintesis yang steril sintetis.P' Perawatan kulit pada pasien EB harus menggabungkan dua tujuan yakni perlindungan terhadap trauma dan menyediakan kondisi optimal untuk penyembuhan bula dan erosi sehingga dapat meminimalkan kecacatan. czo) Perlindungan terhadap trauma dapat dilakukan dengan •
meminimalkan .kegiatan traumatik seperti menggunakan sepatu yang lembut, pas
dan
nyaman, serta mengindari suhu yang panas. Pelembab dapat diberikan untuk mengurangi gesekan. Bila terjadi hula, perluasan dapat dicegah dengan mengaspirasi cairan hula dengan needle steril tetapi atap bula tetap disisakan. (l4,
22)
Bila bula pecah, Iuka dirawat dengan
membersihkan dengan menggunakan solusio yang lembut dan kurang toksik seperti air, normal saline, atau asam asetat (0,25o/o-l,0%).<21) Pasien dimandikan dengan pembersih
yang lembut, dan setelahmandi, erosi dari hula dapat di balut atau ditutupi dengan dressing atau pembalut yang sesuai untuk mencegah infeksi sekunder, mencegah trauma dan mempercepat proses penyembuhan di area lepuhan.04, zo, 22J Karakteristik dari dressing yang .25
.ideal untuk Ebmencakup
: dapat mengendalikan.keseimbangan
kelembaban, non-adherent
dan tidak traumatik, dapat mengurangi nyeri, memudahkan proses epitelisasi: mempercepat penyembuhan, mudah didapat dan tidak mahal. c23)
Pengebatan Infeks]. Penatalaksanaan infeksi kulit merupakan bagian penting dari perawatan pasien EB karena infeksi dan inflamasi dapat mengganggu proses penyembuhan. <3•
22)
Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pyogenes merupakan agen penginfeksi yang umum ditemukan. Infeksi gram-negatif dengan Pseudomonas aeruginosa juga bisa terjadi.<22) Sepsis merupakan penyebab umum kematian pada pasien JEB letalis. Infeksi dapat dikontrol dengan memberikan antibiotik topikal seperti golongan asam fusidat, mupirosin, polimiksin B gramisidin, dan.silver sulfadizine yang diberikan sehabis rnandi, dimana antibiotik topikal ini hanya diberikan dalam jangka pendek dan diganti tiap 2 hingga 6 minggu untuk mencegah resistensi clan sensitisasi .. c22) bila terdapat tanda-tanda infeksi jaringan lebih dalam, dapat diberikan pengobatan antibiotik sistemik, dan pilihan jenis antibiotik sistemik berdasarkan basil pemeriksaan kultur dan sensitifitas antimikroba. c3• 22)
Perawatan Bedab
Perawatan bedah .penting- dilakukan ·bagi. · pasienEB . yang .mengalami komplikasi ekstra lrutaneus yang membutuhkan pengawasan yang ketat. Seperti contoh pada pasien yang mengalami Striktur esofagus harus sering dilebarkan agar supaya mendapat asupan nutrisi yang cukup melalui mulut. Bagi anak yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup melalui mulut maka suplement nutrisi diberikan melalui gastrostomi. <2) Diantara populasi pasien EB, mereka yang mengalami varian HS-RDEB parah pada umumnya adalah mereka yang paling memerlukan intervensi bedah. Pseudosindaktili pada pasien-pasien ini bisa ;
...
dilepaskan dengan teknik bedah; akan ·tetapi, prosedurini bisaharus di ulangi secara berkala . .
akibat kecenderungan kuat kondisi ini untuk kambuh. Perawatan ekstra harus dilakukan untuk meminimalisir trauma mukosa mulut pada pasien EB selama intubasi.
C3) Deformitas
tangan, jika tidak dapat dicegah dengan pembungkus yang cennat untuk jari pada malam, mungkin sementara dapat diperbaiki dengan prosedur bedah degloving. a. 3J
Pengebatan Tumor Karsinoma sel skuamosa (KSS) yang biasa timbul pada dekade kedua pada pasien yang mengalami RDEB dan JEB herlitz.<2•3) Karsinoma sel skuamosa bisa muncul pada 26
banyak tempat utama, khususnya pada daerah-daerah yang tidak sembuh. Surveilans cennat terhadap daerah-daerah yang tidak sembuh sangat penting karena pasien sering meningga] akibat metastasis penyakit.
C3)
Eksisi bedah dengan menggunakan pendekatan Mohs atau
non-Mohs merupakan sebuah metode utama yang penting, dengan radiasi terapi yang dibatasi oleh respons tumor buruk clan penyembuhan ternpat terganggu. (2,3> Isotretinoin telah digunakan untuk pasien RDEB untuk kemopreventif KSS. Walaupun tempak ditolerir dengan baik, masih belum jelas apakah ini bisa meningkatkan kelangsungan hidup pasienpasien ini.C3)
PENANGANAN UNTUK KETERLIBATAN EKSTRAKUTANEUS Pasien dengan EB subtipe yang diketahui beresiko tertinggi untuk komplikasi ekstrakutaneus yang spesifik perlu pengawasan yang cermat untuk terjadinya mereka, dan pelaksanaan intervensi yang tepat berbagai bidang (penyakit dalam, bedah, gigi, gizi, THT, dan psikologi) sebelum jaringan yang terkena menjadi terluka parah. (l) Penatalaksenaan gastrointestinal Lesi-lesi esofageal sering menjadi komplikasi yang paling membahayakan yang ditemukan pada RDEB dan JEB pada varietas Herlitz dan non-Herlitz. Striktur esofageal biasanya merespon terhadap dilatasi; akan tetapi, rekurensi struktur setelah dilasi cukup umum. Interposisi ko]onik te]ah terbukti efektif pada kasus-kasus lanjut. Insersi tabung gastrostomi telah efektif dalam menyediakan gizi bagi individu-individu yang mengalami struktur esofageal. <3• 24) Asupan cairan dan serat yang meningkat dan pelunak stool bisa j uga bermanfaat pada pasien EB yang menderita konstipasi. <3) Lesl mata Tanda dan gejala aktivitas penyakit komea awal perlu evaluasi yang cepat dengan dokter mata sehingga dapat mencegah perkembangan jaringan parut komea permanen dan gangguan penglihatan.F' Pasien EBS, khususnya sub-tipe Dowling-Meara, bisa mengalami inflamasi rekuren pada kelopak mata, dengan lesi-lesi bulosa pada konjungtiva. Pasien JEB dan RDEB bisa mengalami ulserasi komeal disertai jaringan parut, obliterasi saluran air mata, dan lesi kelopak mata, Konjungtivitis yang sikatrik juga bisa terjadi pada pas ien RDEB. Erosi-erosi korneal diobati dengan pengaplikasian salep-salep antibiotik dan penggunaan agen-agen sik1oplegik untuk mengurangi spasme badan siliar dan memberikan 27
kenyamanan.
Lubrikasi komea atau air mata tetes buatan juga umum digunakan
untuk
melindungi mata dari kekeringan. Kelopak mata atas yang terkena para bisa ditangai secara bedah dengan graf kulit seluruh lapisan. (3, 24) Koreksi gangguan mata pada pasien EB cukup
sulit dicapai. Penatalaksanaan iesi mata yang lebih baik pada pasien EB harus mencakup bantuan ahli oftalmologi untuk mencegah gangguan penglihatan yang serius. <3) Lesi-lesi orofaringeal Kesehatan gigi yang baik penting untuk pasien EB, dan kunjungan reguler ke dokter gigi khususnya penting. Cacat-cacat email gigi pada pasien JEB dan DEB sering mengarah pada karies gigi. Pelepuhan mukosa mulut bisa menyertai bentuk-bentuk JEB dan DEB. Penggunaan sikat gigi terhalus dan obat kumur larutan garam normal cukup efektif untuk pembersihan permukaan-permukaan mukosa.<24> Obat kumur yang mengandung alkohol atau agen keras lainnya hams dihindari. Brosi dan jaringan parut yang melibatkan trakea dan laring dengan penyempitan saluran udara yang dihasilkan bisa terjadi baik pada pasien JEB maupuan DEB dan harus dievaluasi dengan endoskopi oleh seorang otolaringologis atau spesialis bedah yang lain. Pada pasien dengan keterlibatan saluran udara, ada bahaya aspirasi paru.
C3)
Nutrisi dan anemia Penilaian dan dukungan nutrisi penting pada pasien EB karena beberapa alasan. Cedera kutaneous ekstensif terkait dengan perubahan respon hemodinamik dan metabolik, disertai kebutuhan protein dan energi yang meningkat. Lesi orofaringeal dan lesi saluran cerna memberikan ancaman yang terbesar bagi pemenuhan gizi. Ini mencakup pelepu.ban oral, motilitas esofageal yang abnormal, striktur, disfagia, diare, malabsorpsi, dan masalahmasalah gigi. Penilaian gizi hams mempertimbangkan faktor-faktor penyebab untuk mengembangkan resimen suplemental agar dapat mengurangi defisiensi · gizi. Pasien seringkali tidak mampu meningkatkan asupan makanan mereka untuk mengimbangi kebutuhan energi yang meningkat ini. Sebagai contoh, pembentukan email gigi hipoplastis pada sub-tipe EB tertentu yang bisa mengarah pada kerusakan gigi, pelepuhan mukosa, dan kandidiasis mulut. Semua komplikasi yang potensial ini bisa mengganggu kemampuan pasien untuk makan. <3) Tidak adanya perlekatan pada mukosa internal yang ekstensif dalam saluran cerna bisa menyebabkan motilitas pencernaan yang abnormal, struktur, dan diare, komplikasi yang bisa mengarah pada malabsorpsi zat besi dan zat-zat gizi lain. Anemia dari penyakit kronis bisa mempengaruhi semua sub-tipe EB yang parah. Pasien-pasien RDEB 28
sering menunjukkan kelainan absorpsi zat besi yang sangat parah dari saluran cema. Seringka1i pada pasien ini, anemia de:fisienzat besi bisa terjadi, yang mana tidak merespon terhadap suplementasi oral. Untuk itu, pemberian zat besi parenteral bisa membantu. Lebih lanjut, jika ditemukan keterbatasan respons retikulosit terhadap suplementasi zat besi pada pasien yang kekurangan zat besi, akan sangat membantu untuk menilai kadar eritropoitein, jika diper1ukan.<3•
24>
Transfusi juga bermanfaat dalam pengobatan anemia pada EB,
khususnya ketika gejala-gejala memerlukan koreksi yang cepat. De:fisiensi vitamin dan mineral seperti vitamin D dan zinc dapat terjadi pada pasien tipe RDEB. Osteoporosis dan fraktur juga menjadi komplikasi yang sering, clan suplemen vitamin D dan kalsium dapat menolong. <3) TERAPI LAIN YANG MASill DALAM PENELITIAN Saat ini, upaya untuk menemukan obat bagi penyakit genodermatosis ini telah menarik minat yang besar di seluruh dunia. Tujuan dari pengobatan yang ideal untuk EB akan memperbaiki de:fisiensi atau kekurangan protein tertentu di tautan dermoepidermal. Hal ini merupakan tujuan dari beberapa terapi terbaru seperti terapi protein, terapi sel, dan terapi gen yang saat ini sedang diteliti. Penelitian yang terns berkembang ini tampaknya menawarkan beberapa harapan untuk pasien EB. (I) Beberapa pendekatan eksperimental sekarang seclang dieksplorasi untuk penggunaan terapi yang memungkinkan. Termasuk, untuk jenis autosomal resesif dari EB, transplantasi penggantian gen fibroblas alogenik secara ex vivo (di RDEB, untuk menyediakan sumber tipe normal kolagen tipe VIl ), transplantasi sumsum tulang yang diturunkan dari se] induk, clan infus protein rekombinan (yaitu,
kolagen tipe VII untuk RDEB). (1,
2)
Untuk EB
autosomal dominan, berbagai penelitian sedang dikembangkan yang berfokus pada cara-
.'
cara yang memungkinkan baik untuk menurunkan gen riegatif yang dominan atau sebaliknya, mengimbanginya dengan meningkatkan gen lain. yang produknya setidaknya
secara
parsial
memberikan
peningkatan
stabilitas
struktur
kulit,
sehingga
mengesampingkan efek dari mutasi yang mendasari. (2) Terapi Protein Terapi protein didasarkan pada aplikasi langsung dari protein yang hilang, yang diperoleh dengan menggunakan metode rekombinan. Aplikasi topikal dari kolagen manusia VIl di tikus dengan gen COL7Al yang dilemahkan telah terbukti mendorong penyembuhan 29
luka lebih cepat. Pemberian kolagen manusia tipe VII secara intradermal atau intravena pada tikus dengan gen COL7Al yang dilemahkan menghasilkan peningkatan kadar protein ini dalam membran basal dan penahan fibril, mempercepat penyembuhan luka dan bahkan memperpanjang kelangsungan hidup.i': 3> Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk tipe distrofik untuk pemulihan
kolagen tipe VII yang memadai. Beberapa percobaan
telah
dilakukan untuk mengganti laminin 332, protein lain yang kurang atau hilang pada tipe
junctional EB. Semua penelitian saat ini masih dalam model murine.
(I)
Terapi sel Terapi sel didasarkan pada pengobatan lokal atau sistemik dengan sel-sel yang baik akan menghasilkan
protein yang dibutuhkan untuk adhesi yang tepat atau berdiferensiasi
menjadi sel lain yang akan menghasilkan sel-sel yang diperlukan. Sel induk dan fibroblast adalah pilihan yang paJing menjanjikan saat ini. Setelah transplantasi sumsum tulang pada tikus, peneliti telah mengamati bahwa sel-sel induk hematopoietik bermigrasi ke kulit dan berdiferensiasi menjadi sel induk epidermis yang pada gilirannya menghasilkan keratinosit. Selain itu, sel-sel induk ini akan diperlukan untuk mempertahankan
proses penyembuhan
sepanjang hidup pasien dengan EB, temuan
ke arah penggunaan
ini juga menunjuk
transplantasi sumsum tulang sebagai alat terapi untuk pengobatan EB. (1. 3) Fibroblast merupakan pilihan yang menarik dalam terapi sel karena mudah untuk dikultur
dan dikembangkan,
sederhana penggunaannya dermal
sendiri
dapat
lebih stabil, dapat dibekukan,
daripada keratinosit.
menghasilkan
kolagen
dimanipulasi,
Telah dilaporkan VII di tautan
serta lebih
pula bahwa fibroblas
dermoepidermal
setelah
pemberian fibroblast alogenik melalui injeksi intra.dermal untuk pasien dengan
EB tipe
distrofi resesif O, 3) Penggunaan sel induk mesenkimal juga sedang diteliti, dan telah dilaporkan bahwa penggunaannya
dalam
pasien
dengan
distrofi
resesif EB menghasilkan
peningkatan
penyembuhan Iuka dan ekspresi kolagen VII di tautan dermoepidennal. <1>
Terapi Gen Terapi gen melibatkan koreksi langsung dari genotipe yang rusak melalui transfer satu atau lebih gen ekstema] ke dalam sel. Gen-gen ini mungkin bisa atau bisa juga tidak menjadi bagian dari genom. Tujuannya adalah untuk menambah, mengganti, atau menek.an fungsi yang bila tidak berubah, menyebabkan fenotipe EB. T erapi gen dapat menjadi pilihan 30
yang realistis terhadap
isu-isu berikut
masih perlu ditangani:
a) sel apa yang harus
ditangani, b) pendekatan apa yang harus digunakan (ex vivo atau in vivo), dan c) apajenis vektor yang ideal ( virus atau nonviral).
0)
Dalani pendekatan in vivo, bahan genetik diperkenalkan secara langsung melalui kulit menggunakan cara topikal, injeksi, elektroporasi, atau biolistik dengan pistol gen. Kerugian dari teknik in vivo adalah rendahnya efisiensi transfer gen dan durasi singkat sintesis produk yang diinginkan. Metode ex vivo melibatkan ekspansi vitro dari biopsi kulit, pengenalan materi genetik ke dalam sel, dan regrafting kulit yang dimodifikasi secara genetik clan diperluas ke pasien. Gen juga dapat·dicapai dengan menggunakan vektor virus dan nonviral. Plasmid dan transposon adalah vektor nonviral yang mampu mentransfer segmen panjang DNA. Namun, kelemahan utama dari metode ini adalahrendahnya efisiensi transduksi dan ekspresi transien yang dicapai.I'? Vektor virus, seperti retrovirus dan lentivirus merupakan metode yang lebih efektif dan menjanjikan. Kerugian terkait dengan penggunaan vektor ini, termasuk ketidakmampuan mereka untuk mentransfer DNA segmen panjang, clan fakta bahwa mereka berpotensi onkogenik dan imunogenik. (J. 3) Penggunaan terapi gen sebagai pengobatan untuk JEB pada manusia baru-baru ini disetujui. Sel induk epidermal yang diperoleh dari pasien dewasa dengan JEB disebabkan oleh cacat pada rantai b3 laminin 332. LAMB3 DNA komplementer dipindahkan ke sel-sel ini menggunakan vektor retroviral dan sel-sel yang kemudian dibiakkan untuk mempersiapkan cangkok kulit. Cangkokan ini kemudian ditanamkan pada pasien. Analisis histologis berikutnya biopsi k:ulitmenunjukkan tingkat normal laminin 332 dan adhesi yang tepat dari epidermis, yang tetap stabiJ seJama periode tindak Janjut 1 tahun. Cl) PENGOBATAN ASPEK PSIKOLOGIS EPIDERMOLISIS BULOSA
•. -...
Pasien-pasien dengan EB, khususnya subtipe yang parah, bisa terganggu oleh nyeri kronis dan kecacatan. Walaupun pada kondisi yang sangat parah, banyak pasien mencari cara untuk menjaga penampilan positif dalam kehidupannya, tetapi ada sebagian yang mengalami depresi. Pasien EB juga bisa menimbulkan stress bagi keluarganya. Sehingga, penting untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal dari depresi ketika muncul dan menggunakan pendekatan multi-disipliner dengan psikaiter dan psikologis klinis, jika diperlukan. Psikoterapi suportif dan pertemuan kelompok pendukung pasien bisa membantu pasien dan keluarganya dalam hal ini. Sumber dukungan tambahan untuk pasien dan
31
keluarganya
rnencakup
dukungan pasien.
beberapa
orgamsasi
penting
yang rnembantu
pendidikan
dan
C3)
VIII. PROGNOSIS Prognosis EB sangat tergantung pada subtipe penyakit yang timbul. Kebanyakan pasien EB, terutama mereka dengan EBS dan DDEB, memiliki harapan hidup yang normal, namun morbiditas yang signifikan dapat mempersulit untuk beberapa pasien. Sebaliknya, pasien dengan JEB, terutama mereka yang JEB-H, berada pada risiko utama kematian selama beberapa tahun pertama kehidupan, dan pasien dengan RDEB, terutama mereka -1
dengan RDEB umum yang parah, berada pada risiko kematian pada saat lahir atau setelah dewasa muda dari metastasis karsinoma sel skuamosa. CZ)
IX.
KESIMPULAN Inherited Epidermolysis Bullosa mencakup sejumlah penyakit yang ditandai dengan
pembentukan bula yang rekuren sebagai respon terhadap trauma ringan. Manifestasi klinisnya sangat luas, mulai dari bula lokalisata pada tangan dan kaki hingga bula yang generalisata pada kulit dan mukosa mulut serta menyebabkan trauma pada organ dalam. Semua subtipe EB berasal dari kelainan genetik dimana terjadi mutasi pada gen-gen yang mengkode beberapa protein struktural dalam keratinosit atau BMZ yang menyebabkan kerapuhan · struktur .· .kulit- , dan. · jaringan.. lain · yang terlibat, , · Penegakan diagnosis dan subklasifikasi tipe EB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang melalui pemetaan imunofluoresens, mikroskop elektron dan analisis DNA. Penanganan kasus EB meliputi pendekatan multidisiplin ilmu dan pencegahan terhadap L,
trauma, perawatan luka, dukungan nutrisi, clan intervensi bedah untuk mengkoreksi kemungkinan komplikasi ekstrakutaneus.
D.AFTAlfPUSTAKA 1. Slanes-Gonzales C, Pezoa-Jares R, Salas-Alanis JC. Congenital Epidermolysis Butlosa : A Review. Actas Dermosifilogr. 2009;100:842-56. 2. Fine J-D. Inherited Epidermolysis Bullosa.Journal of Rare Disease. 2010;5(12):1-17. 3. Marinkovich MP. Inherited Epidennolysis Bullosa. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8 ed. New York: McGraw Hill; 2012. p. 917-37. 4. Larralde M, Luna PC. Vesicupustular, bullous and errosive Diseases of the Newborn. In: schachner L, Hansen R, editors. Pediatric Dermatology. 11 ed. USA: Mosby Elsevier; 2011. p. 1-8. 5. Fine J-D, Burge SM. genetic Blistering Disease. In: Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 8 ed. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p. 1857-88. 32
. 6.
McGrath.JA. Recent Advance in the Molecular Pathology of Bullous Skin Disorders, Bahrain
Med Bull.
7.
2005;27(2):1-8.
JR M, HA l, MA, H S, RM K. Epidermolysis bullosa (EB-diagnosisand therapy. Wound Practice
and Research.
8.
2009;17:62- 70.
Kao C-H, Chen S-J, Hwang B, Yang A-H, Su C-Y, Huang C-H. Junctional Epidermolysis Bullosa. J
Chin Med Assoc.
2006;69(10):503-6.
9. Boeira VLSY, Souza ES, Rocha BdO, Oliveira PD, Oliveira MdFSPd, Rego VRPdA, et al. Inherited epidermolysis bullosa: clinical and therapeutic aspects. An Bras Dermatol. 2013;88(2):185-
98. 10. Fine J-D, Eady RAJ, Bauer EA, Bauer JW, Brucker-Tuderman L, Heagerty A, et al. The Classification of Inherited epidermolysis bullosa (EB} : Report of the Third International Consensus 'Meeting onDiagnosis and Classlfication c>fEB. I'Am 'Acad'Dermator. 2008~10-: 1-2U: 11. Jalalah SM, Sawan AS, Zimmo SK. Epidermolysis Bullosa : Experience from the Western Province of Saudi Arabia. JKAU; Med Sci. 2006;13(1):49-58. 12. Fine J-0. Epidermolysis Bullosa. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2 ed. USA: Elsevier; 2008. p. 1-11. 13. Mallory SB, Bree A, Chern P. lllustrate~: .Manual of Pediatric Dermatology. Led: TaylorFrancis; 2005. 14. Kane KS. Color Atlas and Synopsis Pediatric of Dermatology. 2 ed. New York: McGraw Hill;
r.
2009. 15.
Coulombe PA, Lee C-H. Defining Keratin Protein Function in Skin Epithelia : Epidermolysis Bullosa Simplex and its Aftermath. J invest Dermatol. 2012;132:763- 75. 16. James WO, BergerTG, Elston OM. Andrews Diseasesof the Skin.10 ed. USA: Elsevier; 2011. 17. Yordanova I, Vassileva S, Demerijieva Z, Gospodinov D, Tsankov N. Epidermolysis Bullosa Simplex Dowling-Meara- A Case Report. Jof/MAB. 2008;14(1):59-62. 18. Solovan C, Ciolan M, Olariu L. The biomolocular and ultrastructural basis of epidermolysis bullosa. Acta Dermatoven APA. 2005;14(4):127-35. 19. Oliveira ZNPd, Perigo AM, Fukurnori LMI, Aoki V~ immunological mapping in hereditary epidermolysis bullosa. An bras Dermatol. 2010;85(6):856-61. 20. Atherton DJ, Denver J. Epidermolysis Bullosa : An outline for proffesionals. 2 ed. Australia: Debra Australia Inc.; 2006. 21. Hasan I, Sajad P. Blistering Disorders : A Multispeciality Problem. J Turk Acad Dermatol.
2013;7(1):h6. 22. Pope E, Corales IL, Mallerio J, Martinez A, Schultz G, Burrell R, et al. A Consensus approach to wound care in eplderrnolvsls bullosa. J Am Acad Dermatol. 2012;1(16):1-14. 23. lo V, Lara-Corrales I, Stuparich A, Pope E. Amniotic membrane grafting in patients with epidermolysis bullosa with chronic wounds. J Am Acad Dermatol. 2009;62:1038-44. 24. Murat-Susie S, Husar K, Skerlev M, Marinovic B, Babic I. Inherited Epidermolysis Bullosa - the Spectrum of Complications. Acta Dermatovenereol Croat. 2011;19(4):255-63.
'I'
'- ,
33
~
r-, ,...;
~I
-
0
N
u ~
i:::
en ....... .....
-<::s
.....
ril
=
~;
~
~=
;:..,
..... ::s
~ .....
-= -=
ra
E-<
=
't:I
..... ::s
·sra
- ·s= ra
-
!U
ril QJ ril
0
ril QJ
u: 0
'"" .....c,
't:I
.'t:I'....i:i..."" . ra.... . ra.... ~E-
,.Q
ril
F 1
!U
't:I
=8
QJ
0
~QJ ~
.....!U ..8. .
ra
~ !U ~
..c:
rh
...; 't:I ...;
~ ..... en
't:I
0
...;
,....;
't:I
ra
r-J
::s
ra
..... ~'""
.srri
~-
.....ril
D
ril
!U
.
.....ril
so
..c:
~
"" ~';::..., en
0 ..d
't:I
..ril. .
::s=;::...,
0 ..d
QJ
.....ra= ....'0""
=~
~-
.....
~
bO bO
..i:i... ..
.....8
~
ra ril ra ra
-
~~ QJ
~
~ ~
raI
!U
-
ra
ril
..8. . .....QJ'"" ..... 't:I ... . ..=. .
80
ril
=rara
>
i:i...
ra ril
'"" ,.Q
ra
0
;....'
QJ
't:I .....
~
8ra ~ .....
0 ..d
ra
•• "O
..c:;.::::: QJ !U -0 ;;>
~
8::s '!U""
ril
z
..<::
.,....., E-< ::S ra
~ril .....::s
.....
QJ
o~
lr)
c::i c::i °'I
.....::s .....8
:::i
fO
"'"~"
~ ~
<:>. <))
..:.::
~
ti:;
_,
.s
sro
-
~
....roro
Q)
...s:: Q)
~ ~ .... ~ ~ ~ro
<Jl Q)
~
....ro
...s:: Q) <Jl
;::i
-
s ......
......
<.....
~ Q)
""ro
..0
:E ....i
s 2
E-< ro
.....
....
ro
"O ... .
<
0.. Q)
~"" ro
~
<Jl
0
~ ~ ro "O ......
:::J
i;:Q
......<Jl<Jl
,e-.
..0
~ :I:
ro
;::i
0
0
e
s ,.$
""
Q)
ro
"O
"O ......
..........
....ro
0..
..0
""
.Ero
o ~""ro
...s::
i:o
Q)
......
"O ......
;::i ';::i""
....-<
0 N
"O
<Jl Q)
\0
""'......
ro E-< ro
~
Q)
.....~
E-<
<~
..... CJ)
,.--_
<0
eo ~es "O ......
.....
....i
<
>
i::::
zro
:E
......
..0
-c-
"ti
"'
ro
0..
~ro
ro
:::J
.....i
<Jl
<,
:::J bO
0 '""
.... ~
~Q)
0 '""
~ ~
~ <, ~
~
-Ee
~Q) ~Q)
-o - ,.--_
ro
""'
'Jj
zro
--
e
....i
i
sro ...e. ro ......
......
"'
0..
bO ,.--_
:!'...,.,,
~ ...... <, ....ro so ~ ~ Q) ...... "O ......<Jl ~Q) es
:::J
<Jl
:::J bO
~Q)
0 '"" 0..
0.. ...s:: Q)
<,
0
~
0..
~ ro
- - -< - - .... - - .... < -s ;§ ....c c- :s s .... .... .... < .... .... s s s -< -< z z
,.--_
:::J
<Jl
0..
...s:: Q) 0
...c:Q)
......<Jl ...... ... . ~
0
:::J
~Q) ~ ......
bO
~Q)
0..
CJ)
E-< ..... E-<
-<
""'0
sr: :::J
~Q)
0.. <Jl
ro ........ ..
~Q)
"O
..... ,....;
<
Q)
.....i
,.--_
<,
'roQ)""
...s::
co ro
0..
~ro
......
u:
ro
;::i
~ 2<Jl ......
p... '""
<Jl
:::i
;::i ..0 <,
"O
...c: ..ro. .
~ <Jl ..._, ~ro . . . ......ro 0.. "O ~ ro ~ ro<Jl ·~ro ro bO ~Q) ;::i Q) ~ <Jl '"" ;::i ro .....i ...,._, ~ro ...... ro . . . "O ~Q) ;::i 0 ro
;::i
...... <Jl ...... ......
"O
.....
c-.i
<
ro
~
Q)
~ 0
ro
~
'"" .~ ro
ro
'"" .~ 0
......<Jl
0 0.. Q)
'""
0 '""
-
0..
ro
:::J
~
;::i ..0
ro
~
'"" .~ Q)
~
......
..0
0
....'""
<Jl
Q)
'"" 0.. ;::i
....roro 0: ro :::J
~
sro
ro
"ti ..0
§u: :::J
<Jl
Q) ro ~'"" ..0 <Jl ro >-. ~ ro '""
~ ~
.s~
-
ro
E.-
ro
"O
;::i
:::J "O :::J ...,._,
~
§
.Ero
sro
-
.... ~ro
~ ro so ~Q) ~
-
;::i ..0
ro '""
;::i ...,._,
~ ....ro ......
.s "O
a
Q)
0..
"O
0
z,......; 0
> ....... . ro ,.....;-
~
..0
':::J"" ...,._,
2'""
U'J ......
...s:: ro E-<
zU'J
ro ~ 'ro0.. "" "Oro ro ro
s sro zro z
...... .. ....Q) ~Q)
..0
§
0..
bb ~ ...... "ti ...... <Jl
...... ro
;::i
<Jl Q) <Jl
eo
§
~
~
"O
-
;§
;::i
zi:o
~ro
~ro
i:o
0 '0.. ""
:::J
;::i ..0
U'J ......
>-. ......
""ro
bO
,.--_
..._, "'
....
~
lJ')
c::i c::i C'\l
...:::::<
~ ~ Q. ())
""'~<.t:;
':::ii
~
~ ::<;-
"'
t::O
"a
;....
~ ~~
~
~ <:::>
N ._
!:""'
;::,<:::>
Vi
~ ...... ,--.
-3
3 (!) Jg ~ n c "'d ~ 0..
~
>-l It)
-
~
.....
0 ::l rJJ
~.....
CJQ
..... It)
0
CJ)
::l
.....
O"' \'I>
-.::;::
..... rJJ ..... rJJ
o . '. .
c.....
::l
~
;:::
.......
"'d (!) 0...
§" ... p.)
0
::J"
3
'<:
p.)
p.)
::l
0
"'d
(!)
.....
p.)
..... 0 rJJ
->
?\
'--<
0
D D '<:
~
'<:
~
Jg 0... ..... 8" [-
-
0...
~
p.)
"'d
p.)
?\ ?\ (!)
Oi
::l
p.)
~ ~ ::l
"'d (!)
Jg
~
p.) ...... ......__
'--< p.)
er' p.)
s-::l >Tj
c Jg rJJ ..... 0
~
d 0
rJJ (!)
::l
,--.
3
D D ::r. ::r. 0...
~
!" ....._ ~ ~ ..... ~
0...
~
!" ....._ ~ ~ ..... ~
~ p.)
rJJ p.)
~ (!) rJJ
3 ..... "'d
?\
'1
'--<
c
8
~
z~ .0. . rJJ
?\
°' '--<
c.....
§.
z
'--<
c..... ::l
~
p.)
z
rJJ
rJJ
..... 0
p.)
..... 0
?\ ..,.. '--<
c.....
::l
~ ::l ~rJJ
..... 0
p.)
::l
p.)
::r.
cr'
~ ~
er'
0...
...... (!) .....
p.)
~ ..... (!)
0... ...
,..,. p.)
...
rJJ
(!)
.....
::l
p.)
e(!)
.....
O"'
~ ::J" ~ rJJ
rJJ
p.)
p.)
.......
....... ::l
::l
ft ..... ::l
p.)
..... 0 rJJ
-
::l p.)
...... ..... (!)
s·0... (!)
~ "'d p.) 0...
3c ::l ::r.
d
'--<
c.....
?\ N '--<
c.....
?\ ....... '--<
c.....
-s· - -s· ::l
~
::l
~
~
ft .....
::l
ft .....
...... (!) .....
p.)
0
p.)
::J" p.)
0... 0
~rJJ
... p.)
ft .....
s·0... (!)
::l
ft ..... ~ ~ .....
0
p.)
p.)
er, ::l
::l
p.)
p.)
rJJ
rJJ
..... 0
...
0
~
::l
~
::l
...... (!)
e-r-
er'
0... .....
.....
.....
0... (!)
0... (!)
(!)
...... p.) rJJ
~
(!)
.....
~
0... (!)
rJJ
::l
0
0...
~
0...
([q
d
p.)
::l ::l 0
[Ji
?\
n >Oi
,>--<
"'d p.) p.)
...... p.) er'
~rJJ
(!)
s·
0...
(!)
d
... c rJJ
::l
"'d
p.)
.....
p.)
::l n
0 ~
ft ..... p.)
::r. 0
-
::l
p.)
er'
~
§
::J" .....
~
rJJ
D
...
~ ~
D p.)
.....
c tr p.)
>Tj p.)
n ...... 0
-
3rJJ
~
~ (!)
p.)
::J"
(!)
~
F"· N 0
...... ..,.. ..__,
-s·
::l
ft ..... ::l ~
::r . 0
-
~::l
p.)
c
s·
(]q (]q
p.)
°'
D ~ '1
D ~ 00
.....
::l
~
~rJJ
...!;
::l
.0. .
~
-
...!;
D D
~<
...
~rJJ
.....
0..
D D ....._ ;:r• 0... p.)
0 ..... 0 n 0 "1:i '<:
::l
-
i:::
< ~
fa
0...
~ ..... 0
..... rJJ
..... 0... ::l
CJQ
......
\fJ
o t::O
<~
...
~...... 0 .....
3It) 3O"' It)
..... n It)
::l .....
~ ::l
CJQ
~ 0... ~
~<
~<
~ ~<
0...
0...
fl-
D
s
::l
..... ... 0.. ~ ~ ~< ....
c 3It) 3O"'
- - D D .....
.....
...
~ ~ rJJ ~
..... ..... 0... ~ ~ <~
..... .....
fl-
fl-
::l
::l
0...
~ ~ ~<
- - ..... ~ ~rJJ ~
... ~ ~ rJJ ~
..... 0...
-. -
fl~ ~rJJ ~ ::l
..... ~
It)
.....
.....
a,
0 .....
3~ rJJ .....
'<:
~ ::l
CJQ
.....
It) It)
<~
::l "1:i
~ 0... ~ ~ 0 ..... ~ ~
CJQ
::l
.....
~
It)
~ ::l ~
oD - z
t::O
3
It)
>-l 0
er'
D
::l .....
\fJ \fJ
.~. .
0...
"1:i It) .....
E: (!)
p.)
--
......
......
;.... ;....
~ It)
..... 0... p.) ..... ..... ::J"
rJJ
'<:
~ (.1J
p.)
n ......
p.)
~
~ w
c ...... p.)
(!)
c...... rJJ ...
3(!)
D D
..... (!) "'d
...
rJJ
~
N
(!)
~
"'d
~
p.)
(!)
.....
p.)
D
p.)
n 0
~ "'d
......
::l
(!)
d
D~
0 ::l
...!;
::l
.......
::l
0...
~.....
?\ i»
- - - - - s· s· ::l
Oi Oi ::l p.)
?\ U1
...... ~. c.....
d
-
z ~
..... .....
00
~ ::t.
._ It) ::l ..... rJJ
~ ~..... It)
t::O
>
rJJ It) rJJ
0 ::l
c...... ..... rJJ
rJJ It)
..!::'.;
-
,
I
[Jl t'O
[Jl t'O
[Jl t'O
J:il
J:il
J:il
fJl
DOD ..... [Jl
...... J:il
..... [/l
DODD -..... i.... .
..... ...... [Jl
'"O
[/l
fJl
=..... =..... =.....
'"O
J:il
aq
J:il
..... [/l
J:il
..... [/l
J:il
..... fJl
0
~ ~ aq
-
.....
J:il
.?
D
~ ...... J:il
D DOD
D
-.
HASIL PENILAIAN
Lampiran 8 LEMBAR SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW
KARY A ILMIAH : MAKALAH Judul Makalah (paper) Jumlah penulis Status Pengusul Identitas Makalah
: : : :
Antihistamin Hl Sistemik Pada Pedia Trik Dalam Bidang Dermatologi 1 (satu) orang Pertama a. Nama Makalah b. ISBN/ISSN c. Tahun terbit, tempat pelaksanaan : Tahun 2016 d. Penerbit/orginiser : Deparrtmen Ilmu Keswehatan Kulit dan Kelamin Fak. Kedokteran Unhas e. Alamat Repository PT/web Prisiding g. Terindeks di (jika ada)
Kategori Makalah Ilmiah (beri v pada kolom yang tepat)
Makalah Forum Ilmiah Intemasional Makalah Forum Ilmiah Nasional
Hasil Penilaian Peer Review: Komponen Yang dinilai
Nilai Maksimal Makalah 3x100% = 3 Internasional Nasional
c=J a.Kelengkapan unsur isi Artikel (10%) b.Ruang Iingkup dan kedalaman pembahasan (30%) c.Kecukupan dan kemutakhiran data/informasi dan Metodologi 30%
0
Nilai Akhir yang di peroleh
2/ .,_~
Ji{
t>,27
2.S£
-. J?y
w~
~t9y (
2-77
d.Kelengkapan unsur dan kualitas terbitan /prosiding (30%)
;;;1%
Total=(l00%)
C>t~; ,;_,;.. 3>
Nilai pengusul= Catatan penilaian paper oleh reviewer
Makassar, 19 Januari 2017 Reviewer 1
Prosi
As'ad,M.Sc.,Sp.GK NIP. 19600504 1966012002 Unit Kerja: Fakultas kedokteran
Lampiran 8 LEMBAR HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARY A ILMIAH : MAK.ALAR Judul Makalah (paper) Jumlah penulis Status Pengusul Identitas Makalah
: : : :
InheritedEpidermolysis Bullosa I (satu) orang Pertama a. Nama Makalah b. ISBN/ISSN c. Tahun terbit, tempat pelaksanaan d. Penerbit/orginiser
: Tahun 2016 : Deparrtmen Ilmu Keswehatan Kulit dan Kelamin Fak. Kedokteran Unhas
e. Alamat Repository PT/web Prisiding g. Terindeks di (jika ada) Kategori Makalah : [=:] (beri '1 pada kolom yang tepat) CJ
Makalah Forum Ilmiah Intemasional Makalah Forum Ilmiah Nasional
Hasil Penilaian Peer Review: Komponen Yang dinilai
Nilai Maksimal Makalah 3 x 100% = 3 lnternasional Nasional
CJ a.Kelengkapan unsur isi Artikel (10%) b.Ruang lingkup dan kedalaman pembahasan (30%) c.Kecukupan dan kemutakhiran data/informasi dan Metodologi 30% d.Kelengkapan unsur dan kualitas terbitan /prosiding (30%) Total=(100%)
~
.
Nilai Akhir yang di peroleh
2.,
!j-7
J)'l,,
o/:i.y
;8j
6/Py
;Oj
~r&J~
2r{
0;9/
,.
(!1%
~1J
Nilai pengusul= Catatan penilaian paper oleh reviewer
Makassar, 19 Janauri 2017
Prof. .Muh. Nasr Massi, Ph.D NIP. 19670910 19960310 Unit Kerja: Fakultas kedokteran