INDONESIAN TREASURY REVIEW INDONESIAN TREASURY REVIEW:
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
INDONESIAN TREASURY REVIEW
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ISSN 1N No. 2527-‐2721 Volume omor 1, 2016
ISSN No. 2527-‐2721 Volume 1 Nomor DAFTAR ISI 1, 2016 Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016
INDONESIAN TREASURY REVIEW: Hlm. JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK i Halaman Sampul Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan iii Kata Pengantar Dewan Redaksi v Halaman Editorial vii ISSN No. 2527-‐2721 Daftar Isi ix Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016 1-‐10 Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham 11-‐21 LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
Sekretariat: Subdirektorat Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan; Direktorat Sistem Sekretariat: Subdirektorat Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan; Direktorat Sistem Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 23-‐38 Perbendaharaan; Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Kementerian Keuangan, d.a. Gedung Prijadi Praptosuhardjo Daerah Perbendaharaan; Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Kementerian Keuangan, d.a. Gedung Prijadi Praptosuhardjo III, Lantai Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta, 10710; Telp. (021) 3449230 ext. 5638, Faks. (021) 3849670, email: di I4, ndonesia, 2008 – 2012 III, Lantai K4, Jalan Budi Utomo No. Jakarta, 10710; Telp. (021) 3449230 ext. 5638, Faks. (021) 3849670, email:
[email protected], website: w6, ww.djpbn.kemenkeu.go.id. Abdillah hamdana
[email protected], website: www.djpbn.kemenkeu.go.id. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap 39-‐50 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
Perbandingan
Pengujian Capital Asset Pricing Model dan 51-‐66 Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo Sekretariat: Subdirektorat Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan; Direktorat Sistem Perbendaharaan; Direktorat Jenderal Perbendaharaan; Kementerian Keuangan, d.a. Gedung Prijadi Praptosuhardjo Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 III, Lantai Jalan A Budi Utomo No. 6, Jakarta, 10710; Telp. (021) 3449230 ext. 5638, Faks. (021) 3849670, email: pada Akhir 4, Tahun nggaran
[email protected], Fandi Zaenudinsyah website: www.djpbn.kemenkeu.go.id.
Indeks Lampiran
85.1 – 85.3 85.5 – 85.12
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
ii
KATA PENGANTAR Dengan diterbitkannya “Indonesian Treasury Review (ITRev): Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara
dan Kebijakan Publik”, jurnal ilmiah (scientific journal) Direktorat Jenderal Perbendaharaan ini, saya memberikan apresiasi dan berharap dapat dijadikan sebagai forum diskusi ilmiah dalam mengembangkan dialektika keilmuan
dan mewujudkan governance sistem perbendaharaan yang semakin modern, efisien, efektif, akuntabel dan berkelanjutan. Hal ini selaras dengan visi Direktorat Jenderal Perbendaharaan: to be a world-‐class state treasury
manager, bahwa untuk mewujudkan pengembangan organisasi sesuai dengan tata kelola yang terbaik
membutuhkan inovasi dengan basis penelitian dan pengembangan (research and development) yang memadai. Pengembangan strategic values melalui research and development diharapkan dapat memantik terbentuknya budaya learning organization, sebuah kerangka keorganisasian yang memegang teguh nilai-‐nilai perbaikan secara
berkelanjutan (continuous improvement).
ITRev dapat menjadi wahana ruang publik (public sphere) untuk saling berinteraksi dalam pengembangan
ide dan gagasan dalam perspektif ilmiah. Keberadaan ITRev juga dapat melengkapi konsep tata kelola
keorganisasian yang baik, utamanya dalam hal pembuatan kebijakan diperlukan adanya spektrum luas dengan pertimbangan/ referensi yang komprehensif melalui penelitian dan pengembangan (research-‐based policy).
Akhirnya, saya berharap, ITRev dapat dimanfaatkan oleh semua pihak: baik insan perbendaharaan,
praktisi, peneliti dan akademisi serta masyarakat secara umum dalam pengembangan inovasi tata kelola
perbendaharaan dan keuangan negara ke depan.
Direktur Jenderal Perbendaharaan,
Marwanto Harjowiryono
iii
iii
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
iv
KATA PENGANTAR
Mengawali diterbitkannya “Indonesian Treasury Review (ITRev): Jurnal Perbendaharaan, Keuangan
Negara dan Kebijakan Publik”, Volume 1 No. 1 Tahun 2016, kami berharap bahwa media jurnal ilmiah dapat memberikan inspirasi bagi terwujudnya transformasi tata kelola sistem perbendaharaan yang berkelanjutan. Hal
ini selaras dengan values organisasi untuk selalu menjadi yang terbaik dalam pengelolaan perbendaharaan negara
termasuk layanan publik, sebagaimana dituangkan dalam visi Direktorat Jenderal Perbendaharaan yaitu to be a world-‐class state treasury manager.
Dasar penerbitan ITRev adalah Surat Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. KEP-‐
269/PB/2016 dan memiliki International Standard Serial Number (ISSN) No.2527-‐2721. Hal yang hendak disasar
dalam penerbitan ITRev adalah pengembangan budaya ilmiah dalam keorganisasian. Budaya kerja di sektor
swasta (private sector) secara umum menempatkan penelitian dan pengembangan (research and development)
sebagai piranti dalam menetaskan gagasan strategic dan inovasi dalam meningkatkan kualitas/kuantitas output.
Untuk memperkaya perspektif dan spektrum keorganisasian yang handal, orientasi outward-‐looking diperlukan
untuk mengakomodasi dinamika modernisasi tata kelola perbendaharaan dan keuangan negara yang sangat
dinamis. Mengimitasi konsepsi business values yang efisien dan efektif pada private sector ke dalam tata kelola publik (business-‐like governance) diperlukan dalam mewujudkan suatu konsepsi perbaikan terus menerus (lazim
disebut kaizen-‐continuous improvement).
ITRev diharapkan dapat memberikan peran dalam mewadahi dialog, komunikasi, sosialisasi, edukasi dan
kulturisasi dalam suatu kerangka perspektif ilmiah sebagai upaya mengakselerasi transformasi kelembagaan. ITRev Volume 1, No. 1 Tahun 2016 ini mengangkat beberapa karya tulis ilmiah diantaranya: (1). Efektivitas Jalur-‐
Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi, (2). Abnormal Return dan Trading
Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank
Sentral Amerika Serikat, (3). Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012, (4). Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia, (5). Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia, (6). Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada
Akhir Tahun Anggaran.
Substansi yang diangkat dalam ITRev Volume 1, No. 1 Tahun 2016 ini memiliki keragaman topik yang
diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif, berkaitan secara langsung/ tidak langsung dalam
pengembangan tugas pokok dan fungsi perbendaharaan dan keuangan negara. Akhirnya, pada kesempatan ini, kami berharap bahwa ITRev ke depan senantiasa dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam me-‐ redesign tata kelola perbendaharaan dan keuangan negara yang modern dan memenuhi kaidah best practices.
Dewan Redaksi ITRev v
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
vi
INDONESIAN INDONESIAN TTREASURY REASURY RREVIEW: EVIEW
JURNAL NN EGARA DD AN KK EBIJAKAN PUBLIK JURNAL PPERBENDAHARAAN, ERBENDAHARAAN, KKEUANGAN EUANGAN EGARA AN EBIJAKAN PUBLIK
Jurnal Ilmiah Perbendaharaan “Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik” (ITRev) merupakan publikasi ilmiah yang memuat hasil pengembangan, kajian dan pemikiran di bidang Volume 1 Npenelitian, omor 1, 2016 perbendaharaan, keuangan negara, dan kebijakan publik. ITRev diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.269/PB/2016 dan mendapatkan ISSN (International Standard Serial Number) No. 2527-‐2721. Untuk pertama DAFTAR ISI terbit empat kali setahun. Karya Tulis Ilmiah yang kali ITRev diterbitkan pada tahun 2016 secara periodik dengan masa diterbitkan telah melalui proses penyuntingan, evaluasi, koreksi dan review secara substantif oleh Dewan Redaksi, Mitra Bestari Hlm. dan Anggota Staf Editorial. ITRev terbuka untuk umum, praktisi, peneliti, dan akademisi untuk mengirimkan Karya Tulis Ilmiah dengan prosedur yang telah ditetapkan sebagaimana Lampiran dalam Jurnal ini. Isi dan hasil penelitian dalam ITRev sepenuhnya menjadi tanggung Halaman Sampul jawab Penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Direktorat Jenderal Perbendaharaan, i Kementerian Keuangan. Hasil penelitian dalam ITRev ini merupakan hak cipta dari Penulis yang bersangkutan.
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan STAF EDITORIAL Kata Pengantar Dewan Redaksi Halaman Editorial
PENANGGUNG JAWAB DR. MARWANTO HARJOWIRYONO, M.A DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
KETUA DEWAN REDAKSI R. M. WIWIENG HANDAYANINGSIH, S.H DIREKTUR SISTEM PERBENDAHARAAN Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Drs. HARYANA, M.Soc.Sc dengan Sasaran Tunggal Inflasi SEKRETARIS D IREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Mohamad Yusuf
Daftar Isi
DEWAN REDAKSI Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham MUHDI, S .E., S .IP., MIS, Ph.D. LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative HERU P UDYO N UGROHO, S.E., M.B.A. Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat TEGUH DWI NUGROHO, S.E., M.M. Muhammad Falih Ariyanto
iii v vii ix 1-‐10
11-‐21
MITRA BE ESTARI Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan konomi 23-‐38 SUDARTO, S .E., M .B.A., P h.D SAIFUL ISLAM, S.E., M.B.A., Ph.D Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Dr. BILMAR PARHUSIP, M.Si. MEI LING, S.E., Ak., M.B.A., Ph.D Abdillah Khamdana MUHDI, S.E., S.IP., MIS, Ph.D MEDIYA LUKMAN, S.E., M.E., Ph.D Analisis Pengeluaran Pemerintah Terhadap 39-‐50 NOOR FPengaruh AISAL ACHMAD, S.E., Ak., M.Sc., Ph.D YOGI RAHMAYANTI, S.E., S.ST., Ak., M .P.P., Ph.D Pertumbuhan dan Indeks Pembangunan Manusia di WINDRATY AEkonomi RIANE SIALLAGAN, S.E., M.A., Ph.D MOCH. ALI HANAFIAH, S.Kom., M.Sc. Ph.D Indonesia SYAFRIADI, S.E., M.Ec., Ph.D Ginanjar Aji Nugroho EDITOR IWAN T EGUH ETIAWAN, Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing SModel dan S.T., M.A 51-‐66 MUHAMAD S ODIKIN, S .E., M Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental .M. SETIA PTerhadap ARASIAN, SReturn .S.T., Ak., M.PROF.ACC(EXT) Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Saham AZIZATUL MUNAWAROH, S.Psi., M.Si. di Bursa Efek Indonesia PURWO WIDIARTO, S.E., M.Si. Puji Hartoyo EDITOR PELAKSANA Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 AGUNG ANGGA SOMANTRI pada Akhir Tahun Anggaran LAURENTIUS ADE WIDA KURNIAWAN Fandi Zaenudinsyah LUQMAN ELHAKIM Indeks 85.1 – 85.3 RENO SAMUDRA M. TAUFIQUR ROHMAN WISNU CAHYONO Lampiran 85.5 – 85.12 DESIGN GRAFIS TINO ADI PRABOWO SUGENG WISTRIONO DARYONO SEKRETARIAT ADHI KUS SETYAFITRINUGROHO ANWAR ARAFAT HERU PRABOWO vii ix
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
viii
INDONESIAN TREASURY REVIEW INDONESIAN TREASURY RKEVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN EBIJAKAN PUBLIK
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016 Volume 1 N omor 1, 2016
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Halaman Sampul Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Kata Pengantar Dewan Redaksi
Kata Pengantar Dewan Redaksi Halaman Editorial
Halaman Editorial Daftar Isi
Daftar Isi Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Mohamad Yusuf dengan Sasaran Tunggal Inflasi Abnormal Return Mohamad Yusuf dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Abnormal dan Trading Easing oleh Return Bank Sentral Amerika Volume Serikat Activity Saham-‐Saham LQ45 pada FPeristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Muhammad alih Ariyanto Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Muhammad Falih Ariyanto Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Pengaruh esentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Abdillah KDhamdana Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Abdillah Khamdana Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Analisis Ginanjar Aji Nugroho Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Ginanjar ji Nugroho Arbitrage A Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental
Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan di B ursa E fek I ndonesia Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Puji Hartoyo Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa E fek Indonesia Penumpukan Pencairan Dana APBN Analisis Faktor Penyebab Puji pada HAartoyo khir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Indeks Fandi Zaenudinsyah Lampiran Indeks Lampiran
ix ix
ix
Hlm.
Hlm. i i iii iii v v vii vii ix 1-‐10 ix 1-‐10
11-‐21
11-‐21
23-‐38
23-‐38
39-‐50
39-‐50
51-‐66
51-‐66
67-‐83
67-‐83 85.1 – 85.3 85.5 – 85.12 85.1 – 85.3 85.5 – 85.12
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
x
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
INDONESIAN TTREASURY REASURY REVIEW: EVIEW INDONESIAN
JURNAL PPERBENDAHARAAN, ERBENDAHARAAN, K KEUANGAN NEGARA JURNAL EGARA D DAN AN K KEBIJAKAN EBIJAKAN PPUBLIK UBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI Hlm. Halaman Sampul i
Mohamad Yusuf Mohamad Y usuf Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Sekretariat DDirektorat irektorat Jenderal Perbendaharaan Sekretariat Jenderal Perbendaharaan Alamat KKorespondensi: orespondensi: medaksi
[email protected] Kata Pengantar Dewan R Alamat
[email protected]
iii v Halaman Editorial vii INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK Daftar Isi ix The purpose of this study is to examine the effectiveness of four monetary Diterima Pertama policy transmission channels, i.e. direct monetary, interest rate, credit, and Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 1-‐10 exchange rate, on inflation rate in Indonesia as the single target, and to 19 Mei 2016 dengan Sasaran Tunggal Inflasi determine the most suitable variables for operational target on the most Mohamad Yusuf
effective channel. The quantitative research method applied in this study Dinyatakan Diterima used Saham-‐Saham Vector Auto Regression (VAR) model to analyze the effectiveness of 15 Juli 2016 Return dan Trading Volume Activity Abnormal 11-‐21 monetary policy transmission channels in Indonesia in the period from the LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative first quarter of 2000 to the third quater of 2013. The data were taken from KATA KUNCI: Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Indonesia Finance Statistics (SEKI), Bank Indonesia Annual Reports, IMF Monetary Policy, Macroeconomic Policy, Muhammad Falih Ariyanto Finance Statistics, and Publication of the Central Bureau Statistics. The Inflation Targeting Framework (ITF), results show that the interest rate channel is the most effective method Interest Rate, Exchange Rate, Vector Auto Pertumbuhan Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Ekonomi 23-‐38 compared with the other channels. The analysis done through testing Regression Model. 2008 – 2012 Daerah d(i VAR) Indonesia, impulse response and variance decomposition tests indicates the reliability of Abdillah Khamdana interest rate channel in reaching the inflation target. The interest rate of the KLASIFIKASI JEL: Analisis Pengeluaran Pemerintah Terhadap interbank m oney market is the most suitable indicator for 39-‐50 operational target C5, E4, E5, E6, Pengaruh O1 of the interest rate di channel. Test results using path impluse response method Manusia Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan indicates that shocks of RPUAB get a strong and fast response. Indonesia Ginanjar Aji Nugroho Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui di antara keempat jalur transmisi Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan 51-‐66 kebijakan moneter, yaitu jalur moneter langsung, jalur suku bunga, jalur Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental kredit, dan jalur nilai tukar yang lebih efektif dalam implementasi Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia dan di Bursa Efek Indonesia mengetahui variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran Puji Hartoyo operasional pada jalur yang paling efektif. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 Vector Autoregression (VAR). Penelitian ini merupakan studi kasus untuk pada Akhir Tahun Anggaran Indonesia periode tahun 2000 triwulan I sampai dengan tahun 2013 Fandi Zaenudinsyah
Indeks Lampiran
triwulan III. Data bersumber dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Laporan Finance Tahunan Bank Indonesia, IMF 85.1 – 85.3 Statistics, dan publikasi Badan Pusat Statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur suku bunga merupakan jalur yang paling efektif dibanding 85.5 – 85.12 dengan jalur-‐jalur lainnya. Analisis yang dilakukan melalui uji impulse response dan uji variance decomposition menggambarkan keandalan penggunaan jalur suku bunga dalam mencapai sasaran akhir inflasi, terlihat dari respon yang diberikan oleh inflasi dan varians dari variabel-‐variabel yang terlibat dalam jalur ini. Pengujian pada jalur suku bunga menunjukkan bahwa shock RPUAB mendapatkan respon yang kuat dan juga cepat dari inflasi sehingga cocok digunakan sebagai sasaran operasional dalam mencapai sasaran akhir inflasi.
ix
Halaman 1
EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Efektifitas Jalur-jalurJALUR-‐JALUR Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Dengan D Sasaran Tunggal Inflasi DI INDONESIA ENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI Muhammad YMuhammad usuf Yusuf Halaman 2
1. PENDAHULUAN
Undang-‐undang (UU) Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diamandemen dengan UU No. 3 tahun 2004 pada pasal 7 menyatakan bahwa tujuan Bank Indonesia (BI) adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Pada UU tersebut Bank Indonesia diberikan kewenangan penuh dalam melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan nilai Rupiah. Kebijakan moneter dengan tujuan stabilisasi nilai Rupiah mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 2000, namun secara formal diterapkan mulai Juli tahun 2005. Tujuan tunggal kebijakan moneter BI tersebut terangkum dalam kerangka kerja penargetan inflasi (Inflation Targeting Framework).
Penargetan inflasi adalah sebuah kerangka kerja kebijakan moneter dengan ciri adanya pernyataan resmi dari bank sentral bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, dan mengumumkan target inflasi tersebut kepada publik (Warjiyo dan Solikin, 2003).1 Inflation Targeting Framework (ITF) diyakini dapat membantu bank sentral untuk mencapai dan memelihara kestabilan harga dengan menentukan sasaran kebijakan moneter secara eksplisit berdasarkan proyeksi dan target inflasi tertentu. Tabel 1. Negara-‐negara yang telah Menerapkan ITF
Negara Selandia Baru Kanada Israel Inggris Australia Finlandia
Tahun 1990 1991 1991 1992 1993 1993
Negara Swedia Spanyol Thailand Korea Filipina Indonesia
Sumber: Cavoli (2010), Hakim (2001).
Tahun 1993 1995 1997 1998 2002 2005
Dalam kerangka inflation targeting, perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter oleh bank sentral bersifat forward-‐looking, yang artinya bahwa kebijakan moneter yang ditempuh pada saat ini sebagai langkah antisipatif dalam mencapai target inflasi di masa yang akan datang. Kebijakan moneter yang berorientasi pada masa depan disebabkan oleh adanya selang waktu (time lag) dari pengaruh perkembangan suatu variabel ekonomi terhadap variabel ekonomi lainnya. Dengan adanya efek tunda (lag) dalam kebijakan moneter, mendorong perlunya memahami mekanisme transmisi kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi riil, yang mana 1
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 P a g e | 2
P. Warjiyo dan Solikin, Kebijakan Moneter di Indonesia, Seri Kebanksentralan No. 6, PPSK, (Jakarta: Bank Indonesia, 2003).
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
mekanisme tersebut dapat dilalui dengan berbagai jalur atau saluran.
Transmisi kebijakan moneter menuju sasaran akhir berlangsung dengan selang waktu yang lama dan bervariasi. Hal ini terkait dengan pola hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara bersangkutan. Efektivitas jalur-‐ jalur transmisi kebijakan moneter menjadi sangat penting, karena hal tersebut digunakan untuk mengetahui saluran transmisi mana yang paling dominan dalam ekonomi untuk dipergunakan sebagai dasar dalam perumusan strategi kebijakan moneter. Juga untuk mengetahui seberapa kuat dan lamanya tenggat waktu masing-‐masing saluran transmisi tersebut bekerja. Hal ini penting untuk menentukan variabel ekonomi dan keuangan mana yang paling kuat dijadikan leading indicators terhadap pergerakan inflasi serta variabel mana sebagai indikator untuk penentuan sasaran operasional kebijakan moneter (Warjiyo, 2004). Hubungan antara instrumen pengendalian moneter dengan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan waktu yang relatif panjang. Oleh karena itu, para ahli dan praktisi di bidang moneter menambahkan indikator yang disebut dengan sasaran operasional. Sasaran tersebut merupakan indikator guna menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter dan dapat digunakan untuk mengarahkan tercapainya sasaran akhir. Penelitian ini akan menganalasis empat jalur transmisi kebijakan moneter, yaitu jalur moneter langsung, jalur suku bunga, jalur kredit, dan jalur nilai tukar untuk mengetahui jalur mana yang paling efektif dalam implementasi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. Dari jalur yang paling efektif tersebut juga akan dicari variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran operasional.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANG-‐ AN HIPOTESIS 2.1. Inflasi
Pengertian umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-‐barang secara umum yang berlangsung terus menerus, bukan hanya satu macam barang dan bukan dalam waktu sesaat. Inflasi menggambarkan kenaikan tingkat harga rata-‐rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang proporsional dari barang dan jasa yang dikonsumsi. Secara garis besar ada tiga teori mengenai inflasi yaitu teori kuantitas, teori Keynes, dan teori strukturalis (Boediono, 1982).2 Teori kuantitas lebih menyoroti peranan 2
Boediono, Ekonomi Makro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2. Edisi Ketiga,
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Muhammad Yusuf Muhammad Yusuf
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 P 2016 a g Hal e 1-10 | 3 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1,
Efektifitas Jalur-jalurD Transmisi Kebijakan Moneter DI INDONESIA ENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI di Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
dalam proses terjadinya inflasi yang disebabkan dua faktor, yaitu jumlah uang beredar dan ekspektasi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga. Menurut teori Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Hal ini terjadi karena masyarakat mengetahui keinginannya dan menjadikan keinginan tersebut dalam bentuk permintaan yang efektif terhadap barang. Teori strukturalis juga disebut dengan teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-‐sebab munculnya inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi terutama yang terjadi di negara berkembang. 2.2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam prakteknya yang disebut dengan perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro yang tercermin pada stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta cukup luasnya lapangan kerja yang tersedia.3 2.3. Inflation Targeting
Inflasi merupakan indikator stabilitas perekonomian yang menjadi pusat perhatian dalam kebijakan makro ekonomi sehingga laju perubahannya selalu diusahakan berada pada tingkat yang rendah dan stabil. Pengendalian inflasi di Indonesia dilakukan dengan menerapkan strategi penargetan inflasi (inflation targeting). Dalam perkembangannya, inflation targeting mulai digunakan sebagai alat yang efektif untuk mempertahankan tingkat harga yang rendah dan stabil, hal tersebut telah mendorong sejumlah otoritas moneter di beberapa negara untuk meneliti kemungkinan penerapannya. 2.4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Bank Indonesia menggunakan kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian sasaran inflasi. Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut dengan istilah mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTM). Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-‐jalur yang dilalui oleh kebijakan untuk dapat (Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM, 1982).
Halaman 3
mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan inflasi.4 Mekanisme transmisi kebijakan moneter terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. 2.5. Penelitian Tedahulu
Terdapat penelitian-‐penelitian sebelumnya yang dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. Wulandari (2012) meneliti apakah jalur kredit dan jalur suku bunga memainkan peran penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan menggunakan model Structural Vector Autoregression (SVAR).5 Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa jalur suku bunga memainkan peran penting pada mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam menjaga inflasi, sedangkan jalur kredit secara efektif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Natsir (2011) melakukan penelitian untuk menganalisis dan membuktikan efektivitas jalur suku bunga dalam MTM di Indonesia serta menganalisis dan membuktikan peranan suku bunga pasar uang antar bank sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia.6 Model penelitian yang digunakan adalah model Vector Auto Regression (VAR). Hasil kajian dimaksud menunjukkan bahwa MTM melalui jalur suku bunga efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia periode 1990:2-‐2007:1. Variabel utama jalur ini yaitu RPUAB berfungsi secara efektif sebagai sasaran operasional kebijakan moneter di Indonesia.
Penelitian dilakukan oleh Maski (2005) untuk membuktikan bahwa jalur tingkat bunga lebih efektif dibandingkan jalur moneter, membuktikan bahwa jalur nilai tukar tidak efektif, dan untuk mengetahui sektor mana yang dominan pengaruhnya pada jalur kredit perbankan dengan menggunakan model VAR.7 4
5
6
7
John B. Taylor, “The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical Framework”, The Journal of Economic Perspective, 1995, Vol.09, No. 04, hlm. 11-‐26.
Ries Wulandari, “Do Credit Channel and Interest Rate Channel Play Important Role in Monetary Transmission Mechanism in Indonesia? A Structural Vector Autoregression Model”, Procedia-‐Social and Behavioral Sciences, 2012, No. 65, hlm. 557-‐563. M. Natsir, “Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) Periode 1990-‐2007”, Majalah Ekonomi, 2011, Vol. XXI, No. 2. GhozaliMaski, “Studi Efektifitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter dengan Sasaran Tunggal Inflasi (Pendekatan VAR)”. Disertasi tidak
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneter EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER di Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi DI INDONESIA D ENGAN S ASARAN TUNGGAL INFLASI Muhammad Yusuf Halaman 4 Muhammad Yusuf
Hasil pengujian melalui estimasi VAR menggambarkan keandalan penggunaan jalur suku bunga (RPUAB) dalam mengejar target kebijakan inflasi. Jalur nilai tukar Rupiah ($/Rp) pengaruhnya terhadap inflasi terlalu kecil dan cenderung terabaikan. Pada jalur kredit perbankan, kredit sektor pertanian paling dominan pengaruhnya terhadap inflasi. Chow (2004) menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter di Singapura dimana jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar.8
Penelitian ini menggunakan analisis Vector Auto Regression (VAR). Melalui Impulse Response Function (IRF), penelitian ini ingin mengetahui bagaimana respon yang dihasilkan oleh shock dari nilai tukar terhadap output, suku bunga, harga dan nilai tukar itu sendiri. Variance Decompositions (VD) menunjukkan bahwa inovasi nilai tukar merupakan sumber yang lebih penting dari fluktuasi output, dibandingkan dengan shock suku bunga. Di akhir penelitian ditunjukkan bahwa variabel suku bunga bisa menjadi variabel endogen atau eksogen, hal tersebut terlihat dari impulse response yang tidak jauh berbeda. 2.6. Kerangka Pikir
Berdasarkan penjelasan teori dan konsep sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka pikir penelitian sebagai berikut: Tabel 2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting di Indonesia Jalur MTM
Variabel Instrumen
Sasaran Operasional
Jalur Moneter
M0
M1, M2, KRDT, OG
Jalur Kredit
RSBI
Jalur Suku Bunga Jalur Nilai Tukar
Keterangan: M0 M1, M2 OG RSBI RDEPO
8
: Uang Inti : Uang Sekunder : Output Gap : Suku Bunga SBI : Suku Bunga Deposito
Sasaran Akhir
RPUAB, RDEPO, RKRDT, OG
RDEPO, CB, KRDT, INFLASI OG
RDEPO, PSB, CAPIN, KURS KURS RPUAB KRDT CAPIN CB
: Nilai Tukar : Suku Bunga PUAB : Kredit Perbankan : Capital Inflows : Cadangan Bank
dipublikasikan, 2005, (Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang).
Hwee Kwan Chow, “A VAR Analysis of Singapore’s Monetary Transmission Mechanism”, SMU Economics & Statistics Working Paper Series, 2004.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 a gHal e 1-10 | 4 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1,P2016
RKRDT : Suku Bunga Kredit
PSB
: Paritas Suku Bunga
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sumber Data
Jenis pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini merupakan studi kasus di Indonesia untuk periode antara tahun 2000 triwulan I sampai dengan tahun 2013 triwulan III. Data yang diperoleh bersumber dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Laporan Tahunan Bank Indonesia berbagai edisi, IMF Finance Statistics, dan publikasi dari Badan Pusat Statistik. Variabel-‐ variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
Inflasi (INF), yaitu inflasi berdasarkan IHK, dinyatakan dalam satuan persen.
Uang Inti (M0), yaitu uang kartal ditambah reserve money, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
Uang Sekunder (M1), terdiri atas uang kartal dan rekening koran,dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
Uang Sekunder (M2), terdiri atas uang kartal, rekening koran dan uang kuasi, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
Output Gap (OG), yaitu selisih antara Produk Domestik Bruto (PDB) aktual dengan PDB potensial, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
Suku Bunga SBI (RSBI), dengan jangka waktu 1 bulan, dinyatakan dalam satuan persen.
Suku Bunga Deposito (RDEPO), dengan jangka waktu 3 bulan, dinyatakan dalam satuan persen. Suku Bunga Kredit (RKRDT), kredit bank umum untuk investasi, dinyatakan dalam satuan persen. Nilai Tukar (KURS), nilai Dollar Amerika terhadap Rupiah ($/Rp).
10. Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (RPUAB), adalah tingkat suku bunga yang dikenakan oleh pihak bank kepada bank yang melakukan pinjaman, dinyatakan dalam satuan persen. 11. Kredit Perbankan (KRDT), kredit perbankkan pada berbagai sektor ekonomi, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
12. Capital Inflows (CAPIN), yaitu aliran modal yang masuk ke dalam negeri, dinyatakan dalam satuan juta Dollar Amerika.
EFEKTIVITAS ALUR-‐JALUR RANSMISI KEBIJAKAN MONETER Efektifitas Jalur-jalur JTransmisi KebijakanTMoneter diDI Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf
13. Cadangan Bank (CB), yaitu cadangan uang yang dimiliki bank, dinyatakan dalam satuan miliar Rupiah.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10 P a g e | 5
Halaman 5
c. Step 3: Analisis VAR
Metodologi Vector Auto Regression (VAR) merupakan pemodelan persamaan simultan dimana kita memiliki beberapa variabel endogen secara bersamaan. Namun, masing-‐masing variabel endogen dijelaskan oleh lag, atau masa lalu, dari nilainya sendiri dan variabel endogen lainnya dalam model.9 Media yang digunakan untuk melakukan estimasi dalam model VAR adalah Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition. IRF digunakan untuk mengestimasi respon yang ditunjukkan setiap variabel ketika terjadi shock pada variabel tertentu. Sedangkan Variance Decomposition digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kontribusi varian setiap variabel terhadap perubahan yang terjadi pada variabel tertentu.
14. Paritas Suku Bunga (PSB), yaitu selisih antara suku bunga domestik (RDEPO) dengan suku bunga deposito perbankan di Singapura (SIBOR), dinyatakan dalam satuan persen. 3.2. Model VAR Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif berupa Vector Auto Regression (VAR). Adapun model VAR dapat diformulasikan sebagai berikut: (1) Mekanisme transmisi jalur moneter langsung 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑀𝑀0!!! + 𝑎𝑎! 𝑀𝑀1!!! + 𝑎𝑎! 𝑀𝑀2!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! + 𝑎𝑎! 𝑂𝑂𝑂𝑂!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
(2) Mekanisme transmisi jalur suku bunga 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! + 𝑎𝑎! 𝑂𝑂𝑂𝑂!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
(3) Mekanisme transmisi jalur nilai tukar 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃!!! + 𝑎𝑎! 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
(4) Mekanisme transmisi jalur kredit 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐶𝐶 + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅!!! + 𝑎𝑎! 𝐶𝐶𝐶𝐶!!! + 𝑎𝑎! 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾!!! + 𝑎𝑎! 𝑂𝑂𝑂𝑂!!! + 𝑎𝑎! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!!! + 𝜀𝜀
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Pengujian Stasioneritas Variabel
Prosedur yang digunakan untuk menguji suatu data stasioner atau tidak adalah dengan membandingkan antara nilai statistik dari Dickey-‐ Fuller (DF statistic) dengan nilai kritisnya pada tingkat signifikansi tertentu (1%, 5%, dan 10%). Jika nilai absolut dari statistik ADF lebih besar dibandingkan dengan nilai kritisnya, maka data tersebut berarti stasioner.
Model VAR tersebut di atas, ditampilkan hanya sebagian, yaitu pada persamaan inflasi saja karena fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas jalur-‐jalur transmisi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi. 3.3. Metode Analisis
a. Step 1: Uji Stasioneritas dan Derajat Integrasi
Untuk menganalisis data yang bersifat time series perlu menguji ada tidaknya korelasi antar waktu. Pengujian ini akan dilakukan dengan unit roots test. Masing-‐ masing variabel akan diuji, apakah variabel tersebut stasioner atau tidak. Apabila variabel yang diuji tidak stasioner pada tingkat level maka dilanjutkan dengan uji derajat integrasi.
b. Step 2: Penentuan Lag Length
Ada lima kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui berapakah jumlah lag yang sesuai untuk model yang diamati. Indikator criterion lag length tersebut adalah: LR, FPE, AIC, SC dan HQ. Hasil dari tahapan ini akan menunjukkan lag optimal yang direkomendasikan.
9
Damodar N. Gujarati dan Dawn C. Porter, Dasar-‐ Dasar Ekonometrika, Terj. Raden Carlos Mangunsong, Buku 2, Edisi 5, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2012).
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneter
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER di Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi Muhammad Yusuf SASARAN TUNGGAL INFLASI DI Halaman INDONESIA DENGAN 6 Muhammad Yusuf
Tabel 3. Hasil Uji Akar-‐akar Unit Terhadap Variabel Penelitian dengan Pendekatan Augmented Dickey-‐ Fuller (ADF) Variabe l INF M0 M1 M2 OG RSBI RDEPO RKRDT KURS
-‐5.467340* -‐16.22604* -‐16.08217* -‐10.95531* -‐39.28269* -‐4.181443* -‐3.581224** -‐4.520854* -‐7.013081*
-‐4.152511 (1%) -‐3.502373 (5%)
CAPIN
-‐4.809156*
Variabel M0, M1, M2, KRDT, dan OG stasioner pada beda dua (2nd different).
PRUAB KRDT CB
PSB
ADF Statistik
-‐8.769732* -‐4.435195*
-‐3.502339** -‐3.835629**
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1,P2016 a gHale1-10 | 6
Lag
ADF Kritis
0 1 2
-‐3.180699 (10%)
Variabel RDEPO, RKRDT, dan CAPIN stasioner pada level.
Log -‐ L
LR
NA
-‐ 1051.96 487
9.95 414 -‐ 263.32* 6.34 385
FPE
AIC
SC
HQ
8.91
184. 185.19
184.87
2.53*
139 60 175.90
166.61*
1.72
164. 67 172.19* 167.39 .81*
4.3. Analisis VAR (Variance Decomposition dan Impulse Response Function)
Variabel INF, CB, KURS, PSB, RPUAB, dan RSBI stasioner pada beda satu (1st different).
Analisis Variance Decomposition dilakukan untuk mengetahui variabel-‐variabel mana yang mempunyai peran yang relatif penting dalam perubahan variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Analisis Variance Decomposition inflasi pada jalur moneter langsung menunjukkan bahwa varians M0 sebagai variabel instrumen, dan juga variabel-‐variabel lainnya yang bisa dijadikan sebagai sasaran operasional nilainya jauh lebih kecil daripada varians inflasi itu sendiri. Sedangkan pada jalur suku bunga terlihat bahwa varians RSBI sebagai variabel instrumen mempunyai nilai yang jauh lebih besar dari inflasi itu sendiri, selain itu varians RPUAB dan RDEPO memberikan kontribusi yang rata-‐rata meningkat dari waktu ke waktu.
Dari hasil uji akar-‐akar unit (unit roots test) menunjukkan bahwa variabel-‐variabel yang diteliti stasioner pada derajat yang berbeda-‐beda, maka dalam penelitian ini menggunakan model VAR indifference.
Tabel 4. Hasil Uji Penentuan Lag Optimal
Dari tabel 4 terlihat bahwa tanda bintang yang 5.58 paling banyak berada pada lag 2. Hal ini menunjukkan bahwa lag optimal yang direkomendasikan adalah lag 2.
Catatan: * signifikan pada taraf 1% ** signifikan pada taraf 5%
4.2. Penentuan Lag Optimal
Kemudian pada jalur kredit dan jalur nilai tukar memperlihatkan bahwa variabel Cadangan Bank (CB) dan Kredit (KRDT) pada jalur kredit dan variabel KURS pada jalur nilai tukar yang seharusnya memegang peranan penting pada jalur-‐jalur tersebut mempunyai nilai varian yang sangat kecil. Analisis Variance Decomposition inflasi pada keempat jalur ini menunjukkan bahwa jalur suku bunga lebih efektif dibandingkan dengan jalur-‐jalur lainnya.
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi KebijakanT Moneter EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR RANSMISI KEBIJAKAN MONETER di Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi
DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI Muhammad Yusuf Muhammad Yusuf
Jalur Moneter Per
Indonesian Treasury ReviewN Vol. 1 No. 1, 2016H Hal 1-10 Indonesian Treasury Review Vol.1, o.1, 2016, al.1-‐10 Halaman P a g 7e | 7
Tabel 5. Hasil Uji Variance Decomposition
S.E.
D2M0
D2M1
D2M2
D2KRDT
D2OG
DINF
1
2.139088
0.051547
0.327149
1.087827
9.073196
0.893136
88.56715
10
3.636005
5.763224
0.589945
6.703470
16.62779
1.935270
68.38030
5
3.519237
Jalur Suku Bunga Per
S.E.
2.032630 DRSBI
0.310004 DRPUAB
6.020843 RDEPO
17.51047 RKRDT
2.014474 D2OG
72.11158 DINF
1
1.578380
7.829868
0.908110
0.123753
8.928700
4.076128
78.13344
10
3.580901
30.85708
15.05190
17.21578
11.48383
1.961365
23.43005
5
Jalur Kredit Per
1 5
10
3.353119
11.18409
18.24560
11.86966
1.988567
24.84646
S.E.
DRSBI
RDEPO
DCB
D2KRDT
D2OG
DINF
3.102316
25.04413
33.52583
6.863338
2.032168
1.883357
30.65118
1.666668 3.420494
Jalur Nilai Tukar Per
31.86563
S.E.
11.50126 23.22559 DRSBI
0.092113 38.16072 RDEPO
1.750883 6.691585 DPSB
1.685373 2.596647 CAPIN
1.849253 2.941838 DKURS
83.12111 26.38363 DINF
1
1.747006
14.38382
0.118061
11.60723
0.861570
1.533756
71.49556
10
3.765087
37.86463
21.85966
11.54744
2.832079
1.584906
24.31129
5
3.430109
43.91374
22.40516
Analisis Impulse Response dilakukan untuk melihat respon suatu variabel ketika terjadi shock (kejutan/goncangan) pada variabel lainnya. Analisis Impulse Response inflasi pada jalur moneter langsung menunjukkan lemahnya respon inflasi terhadap shock M0 yang menjadi variabel instrumen pada jalur ini dan juga terhadap variabel M1 dan M2 yang merupakan variabel penting pada jalur ini. Shock satu standar deviasi variabel M0 pada periode pertama direspon positif oleh inflasi hanya sebesar 0,05%, kemudian pada periode-‐periode berikutnya direspon negatif, pada periode keenam mendapatkan respon sebesar -‐0,36%. Respon inflasi terhadap shock satu standar deviasi variabel M2 sebesar 0,22% pada periode pertama dan respon terkuat hanya sebesar -‐0,52% pada periode keempat.
6.327946
0.860827
1.290615
25.20171
-1
2
4
6
4
8
-1 -1 -1 -1 -1 Response -1R 8 2 Response 4of RDEPO 6 RDEPO 8 2 Response 4 8 to DRPUAB 2 Response 8 to RDEPO 2 Response 4 8 to RKRDT 10-1 10 -1 10 -1 10 10 of to8 DRSBI of4 6RDEPO of 64RDEPO of 6RDEPO Response of to DRPUAB of 24RDEPO to RDEPO RDEPO to RKRDT 2 4 6to DRSBI 2 RDEPO 6 8 6 8 2 4 RKRDT 6 8 Response of Response of 4RDEPO Response of4 RDEPO Response of4ofRDEPO to 10 2 Response 10 Response 10 2 2 4 RDEPO 6 to DRSBI 8 6 to DRPUAB 8 2 6 to RDEPO 8 6 8 10 20,000 10 20,000 10 20,000 10 20,000 10 20,000 2 2 20,000220,000 20,000 20,000 220,0002 2 20,000 2 22 2 2 2 20,000 220,000 2 2 20,000
6
Response of RDEPO to DRSBI Response of RDEPO to DRSBI 2
10
2
2
Response of RDEPO to RDEPO Response of RDEPO to DCB Response of RDEPO to D2KRDT Response of RDEPO to D2OG Response of RDEPO to DRSBI Response Response of RDEPO to RDEPO Response of RDEPO to DCB Response Response Response of Response of RDEPOoftoRDEPO D2OG to D2KRD 1 RDEPO to RDEPO 1 of RDEPO to DCB 1 of RDEPO to D2KRDT 1 12 1 2 1 2 1 21 10
0 1
0 0 20 02 Innov ations ± 2 S.E. Response to Cholesky One S.D. 2 2
0
0
0 1
2
2
0
0
0 1 0 2
2
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Response of DRSBI to-20,000 RDEPO Response of DRSBI to DPSB Response of DRSBI to CAPIN Response of DRSBI to DKURS Response of DRSBI to DINF -20,0000 -20,000 -20,000 -20,000 1 1 1 1 1 -20,000 -20,000-20,000 -20,000-20,000 -20,000-20,000 -20,000-2 -20,000 1 1 Response of DRSBI to RDEPO 1 1 to DRSBI of to DPSB Response of DRSBI to CAPIN 1 1 1 22 1 2 4 -1 Response 6 8of DRSBI 2 2 4 6 8 22 4 Response 6 8 DRSBI 4 6 8 2 Efektifitas Jalur-jalur Transmisi 1Kebijakan 2 Moneter 10 10 10 10 -1 -1 -1 2 2 2 2 -1 24 46 68 810-1 10 -1 24 46 68 810 -110 -1 24 46 68 810 24 46 68 810 10 10 -1 -1 -1 -1 -1 2 2 2 di Indonesia Sasaran Tunggal Inflasi2 Response of DRSBI to DPSB ResponseDengan of DRSBI to RDEPO Response of DRSBI to CAPIN Response of DRSBI to DKURS Response of DRSBI to DINF
BI to DRSBI
Response to Cholesky One S.D. Innov ations ± 2 S.E.
1
DRSBI to DRSBI
O
2
01
0
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 DI INDONESIA DENGAN SResponse ASARAN TUNGGAL INFLASI Response P-22016 aofg D2O e 1-10 |G 8to D2KRDT 01 0 0 1, 1 10 Indonesian Review Vol. 1 1No. of D2O GoftoD2OG D2M0to D2M0 -2 of D2OofG D2OG to D2M1 Response D2O G toTreasury D2M2 Response -2 -2 0of 2Halaman 8 2 2 0 0-2 0 0 ofHal -2 2 Response -2 -2 Muhammad Yusuf Response to D2M1 Response of D2OG to D2M2 Response D2OG to D2KRDT -2 0 -2 0 2-2 -2 0 Response of D2OG to D2M0 Response of D2OG to D2M1 Response of D2OG to D2M2 -2 Response of D2OG to D2KRDT -2 0 Muhammad Yusuf 1 142 1 4 2 4 6 810 24 46 68 88,000 10 2 4 6 10 2 10 10 2 42 6 64 8 86 10 108 8,000 21 10 10 8 8,000 8,000 8,000 28,000 4 2 6 4 8 6 6 8 44 66 88 10 8 10 10 8,000 8,0002 8,000 2 8,000
8,000 8,000 8,000 8,000 01 0 10 1 0 1 -1 -1 -1 -1 0 0-1 Response of RKRDT to DRPUAB 0 -1 0 -1 -1 4,000 -1 4,000-1 4,000-1 Response 4,000 Response of to4,000 DRSBI of 6RKRDT of 6to RKRDT 4,000 4,000 4,000 Response 4,000 Response to 8DRSBI of4 RKRDT Response of 4RKRDT to RDEPO RKRDT RKRDT 4,000 4,000 2ofResponse 4,000 2 Response 2RKRDT 4oftoRKRDT 6 RKRDT 2 RKRDT 6 to DRPUAB 8 8 to RDEPO 4 8 to RKRDT 10 Response 10 -1 10 10 4,000 10 4,000-1R of DRSBI Response of to DRPUAB Response RKRDT to RDEPO Response ofofRKRDT 2 6 4 8 6 10 8 2 6 4 8 6 10 8 2 6 4 8 6 10 8 2 6 to4 RKRDT 6 10 8 10 2-1 10 -12 10 2 6 8 2 -1 0 4.8 4 8 0 0 .8 0 .8 -1 2 .8 .84 .8 4 .8 .8 .8.8 .8 .8 .8 .8 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 Response of DCB to DRSBI Response of DCB to RDEPO Response of DCBDCB to DCB ResponseResponse of DCB to Response of DCB toDCB D2OG -2 -1 -2 -2 -2 of DCB to DRSBI Response to RDEPO -1 .4 of D2KRDT DCB to DCB Response -1 -1 .4 -2 Response .4 .4 .4 Response of DCB to DRSBI Response DCB to RDEPO Response of DCB toofDCB Response of DCB to D2KRDT of DCB to of D2OG to D2KRDT .4-1 .4of Response .4 .4.4 .4 .4 .4 .4 3,0003,000 3,000 3,000 3,000 -2 3,000 3,0 8 2 4 6 8 2 4 6 8 -4,000 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 10 3,000 10 -4,000 10 -4,000 10 10 -2 -2 -2 -4,000 10 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 3,000 -4,000 -4,000 3,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,0002 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 10 10 10 10 -2 -2 -2 .0 -2 .0 .0 .0 .0 .0-2 .0 .0 .0.0 2,000 2,0002,000 2,000 2,0 .0 .0 .0 2,000 .0 2,000 2,000 2,000 2,000 6to 2,000 8 2 6 to -8,000 82,000 10-8,000 -8,000 2 4of RDEPO 6 2 4 of RDEPO 6 8 2 4 6 8 to DKURS 2 Response 4 6 8 10 10 -8,000 -8,000 10 2,000 10 -8,000 -8,000 -8,000 2,000 2,000 2,000-8,000 -8,000 -8,000 -8,000 -8,000 DRSBI Response of 4RDEPO RDEPO Response to8DPSB Response to CAPIN Response of RDEPO of RDEPO to10DINF -8,000 2 4 2 62 4 84 6 2 4 2 2 2 4 24 646 868 10 10 2 2 4 Response 10 DPSB 68 2 46 4 68RDEPO 6 810 to810 2 4 6 46of 8RDEPO 6 8 10 8 810 101,000 10 1,000 10 1,000 10 of RDEPO to810 DRSBI of RDEPO to Response of RDEPO to CAPIN 1,000 2 1,000 1,0 -.4Response -.4Response -.4 -.4 2 -.4 -.42 1,000 -.4 2 1,000 -.4 1,000 1,000 -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 2 -.4 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
-1
-1
0
1
2 -1 4 0
8 10
Gambar 1. Respon Inflasi terhadap Variabel-‐variabel pada Semua Jalur
-1,000 -2,000 2
1
1
0
Jalur Moneter
2 Response of RDEPO to DPSB 2 2 2 Response of RDEPO to RDEPO Response of RDEPO to CAPIN Response of RDEPO to DKURS Response of RDEPO to DINF 0 0 0 0 Response of DINF to DINF D2M0 Response DINF D2M1 Response DINF to of ofDINF 0-.8 0 of Response 0 of to D2M0 Response of to DINF to D2M1 Response of DINF to D2M2 Response DINF toD2KRDT D2KRDT Response of DINF to D2M0 of DINF to D2M1 Response of D2M2 DINF to D2M2 -.8 oftoDINF to D2KRDT -.8 2 2 2 -.8 0 Response -.8 -.8 0 of -.8 Response -.8 2 Response -.8 -.8 0 -.8 0 -.8 0 2-.8 -.8 0
0
0
-2,000
6
RDEPO to DRSBI
-1,000
4
4
2
6
4
8
3 3 10 321 3 3 1 2 23 68 810 3 10 2 31 26 468 6810 8 10 1033 31 4 3 2 4 23 4 42 6 64 8 86 10 108 10 2 62 4 84 6 423 442 66 4 88 6 10 10 8 -1,000 -1,000-1,000 -1,000 -1,000 -1,000 -1,000 -1,0 -1,000 1 1 1 1 -1,000 -1,000 -1,000 -1,000 -1,000 2 2 2 2 2 22 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 -2,000 -2,000-2,000 Response of D2OG to DRPUAB-2,000 -2,000 Response of D2OG to RDEPO -2,000 -2,000 -2,0 -2,000 Response of D2OG to DRSBI Response of D2OG to RKRDT Response of D2OG to DRSBI Response of D2OG to DRPUAB Response of D2OG to RDEPO Response of D2OG to RKRDT -2,000 Response -2,000 -2,000 -2,000 -2,000 Response of2 D2O G to DRPUAB Response of D2O G to 6RDEPO Response of D2O G to RKRDT 0 of2 D2O G4 to DRSBI 0 0 0 8 8 2 4 86 2 42 64 86 10 10 10 8 2 6 4 86 6 10 8 10 1 10 2 2 46 4 68 6810 810 1 10 1 2 2 4 8 8 1 10 11 1 10,000 2 110,000 4 6 2 10 4 6 8 10 10,0001 10 10,000 10 10,000 10,000 10,0001 10,000 0 41 014 01 10,000 10,000 10,00010,000 10,000 10,000
6
0 of D2KRDT to DRSBI -1Response 5,000 Response of D2KRDT to DRSBI
0
0 00 00 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 0 of D2KRDT to RDEPO Response of D2KRDT to DCBRDEPO of D2KRDT to D2KRDT Response of D2KRDT to D2OG 5,000 5,000 5,000 of D2KRDT 5,000 DRSBI5,000 Response of to D2KRDT Response D2KRDT to DCB -1 Response D2KRDT D2KRD 5,000 5,000 5,000 -1Response -1 5,000 -1 Response 5,000 5,000 Response of Response D2KRDT of to D2KRDT RDEPO to Response of D2KRDT DCB to5,000 Response toofD2KRDT Response of D2KRDTofto D2OG to 5,000 -1-12 -1 -1 40,0 -1 10 40,000 -1 -1 40,000 -1 -1 2 -1 -1 -1 -12 -1 40,000 -1 -1 -1 4 6 8 4 6 8 4 6 8 2 4 6 8 10 40,000 10 10 -140,000 10 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 10 -1 10 10 -1 -1 -1 0 -1 100 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 -2 2 -2 -2 -2 -2 2 -2 4 -2 -2 -2 -2 -2 6 8 2 4 6 8 -2 4 6 8 2 4 6 8 2 -2 4 6 8 6 8 10 10 10 10 -2 10 10 6to 810 2 46 of 4DPSB 6to 810 2 4 6of 4DPSB 810 B to DRSBI 20,000 Response of DPSB to RDEPO 20,000 of84DPSB Response Response of 2 6 8 DPSB 2 68 810CAPIN 2 4 6 8 6to 8 DKURS 2 4 Response 62 4 4 2 2 2 Response 4 24 646DPSB 868 to DINF 10 2 10 10 10 10 10 810 10 20,000 20,000 20,000 20,0 20,000 20,000 Response of DPSB to DPSB 20,000 DRSBI Response of DPSB to CAPIN 20,000 20,000 20,000 -5,000 20,000 20,000 20,000 20,000 -5,000 Response of DPSB to-5,000 -5,000 Response of DPSB to RDEPO -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 -5,000 2 2 2 2 2 DPSB to DRSBI Response of DPSB to RDEPO Response of DPSB to CAPIN Response of DPSB to DKURS Response of DPSB to DINF 2 Response of DPSB to DPSB 2 2 2 2 2 2-10,000 2 -10,000 2 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 01 01 0 1 10 10 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 68 810 26 468 6810 8 10 2 10 2 10 10 0 4 2 42 6 64 8 86 10 108 10 41 2 62 4 84 6 2 21 442 66 4 88 6 10 10 8 142 1 4 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0Response 0 of DINF 0 0 Response of DINF to -20,000 DRSBIResponse Response of to DINF to DRPUAB to RDEPO Response of DINF to RKRDT -20,000 -20,000 -20,000 -20,000-20,000 -20,000 -20,0 ofDRSBI DINF to DRSBI Response of to DINF DRPUAB Response of DINF toDINF RDEPO Response DINF to to RKRDT RKRDT of DINF to DRPUAB ofResponse DINF to of RDEPO ofofDINF -20,000 -20,000 -20,000 -20,000 -20,000 Response -20,000 Response -20,000 Response -20,000 02 0 0 8 8 4 6 6 86 42 6 64 8 8 6 10 2 64 4 86 6 10 8 102 10 20 2 46 4 68 6810 810 2 10 2 4 8 8 02 210 2 22 4 2 224 22 4 2 2 2-12 22 2 6 4 86 2 -1 42 2 10 10 10 10 10 8 -1 4 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 Response 1 Response 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 Response of to D2OG to RDEPO Response of D2OG to DCB of D2OG D2KRDT Response of D2OG to D2OG of D2OG to DRSBI of DCB D2OG to RDEPO Response oftoD2OG to DCB Response of D2OG D2OG to D2KRD Response of D2OGoftoD2OG DRSBIto DRSBI 1 Response of D2OG RDEPO Response of D2OG to Response of D2OG to D2KRDT of D2OG to -2 Response -2 Response -2 -2 Response -2 -2 2 -2 -22 8,000 -2 8,0 88,000 10 8,000 2 4 6 8 8,00010 8,0008,000 4 6 8 4 6 8 2 4 6 8 4 6 8 10 8,000 8,0002 10 108,0008,000 10 8,000 8,000 8,000 -2 -2 -2 -2 10 2 4 6 8 8,000 10 -2 2 4 6 8 8,00010 2 4 6 8 2 4 6 8 10 0 0 0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 10 10 10 10 10 10 4,000 4,0004,000 4,0 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 N to DRSBI Response of CAPIN to RDEPO Response of CAPIN to DPSB Response of CAPIN to CAPIN4,000 4,000 Response of CAPIN to DKURS 4,0004,000 Response of CAPIN to DINF -1 Response of CAPIN to DRSBI -1 Response of CAPIN to RDEPO -1 Response of CAPIN to DPSB -1 Response of CAPIN to CAPIN-1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1,200 Response of CAPIN to CAPIN 1,200 1,200 CAPIN to DRSBI 1,200 Response of CAPIN to RDEPO 1,200 Response of CAPIN to DPSB Response of CAPIN to DKURS Response of CAPIN to DINF 1,200 1,200 1,200 1,200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,200 0 0 0 1,200 1,200 1,200 1,200 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 800 800 800 800 800 800 80042 68 810 26 468 6810 8 4 2 4 42 6 64 8 86 10 108 2 2 4 2 62 4 84 6 2 800 442 66 4 88 6 10 2 10 2 800 10 10 10 10 10 8 -4,000 800 -4,000 -4,000 -4,000 -4,0 800 800 -4,000 800 800 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 -4,000 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 -8,000 0 -8,000 -8,000 -8,0 -8,000 -8,000 -8,000 -8,000 -8,000 -8,000 -8,000-8,000 -8,000 -8,000 0 0-8,000 0 -8,000 0 0 0 0 0 2 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 42 6 6 4 8 8 6 10 10 8 10 2 6 4 8 6 10 8 10 2 6 4 8 6 10 810 2 6 4 8 6 10 10 8 0 10 2 10 20 10 2 40 6 8 2 4 2 4 4 10 0 4 0 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 -400 Response to RDEPO Response of DINF to DCB Response of DINF to Response of DINF toDINF D2OG of DINF to DRSBI Response DINF to RDEPO -800 Response of D2KRDT DINF to DCB -800 Response Response to D2KRDT Response of DINF of to DINF DRSBIto DRSBI Response of Response DINFoftoDINF RDEPO Response of DINF toofDCB Response of DINF to D2KRDT of DINF toofD2OG -800 Response -800 -800 -800 -800 -800 -800 2 -800 2 2 2 2 8 4 6 8 4 4 6 6 8 8 102 10-8002 4 6 8 2 4 6 8 2 22 4 2 2 2 22 2 10 10 -800 -800 -800 2 10 210 2 2 2 4 6 8 2 4 6 8 4 6 6 8 8 10 10 10 102 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 2 4 6 8 10 10 10 10 10 10
8 10 40,000 40,000
2
4
6
8
Jalur Suku Bunga
Jalur Kredit
1 1 1 RS to DRSBI Response of DKURS to RDEPO DKURS to DRSBI 600 Response of DKURS to RDEPO 0 600 400 400 -1 200 200 -2 0 2 4 02
0
-1 -2
6 4
-200 -200 6
8
8
10
-400 -400 2 10
FDINF to DRSBI to DRSBI
6 8
8 10
10
2
4
0
-1
86
-2 10
108
3
2
2
1
1
0
0
-1
-1
-2
-2
4
6
6
8
8
10 10
2
0 6000 400 400 400 -1 -1 200 200 200 -2 -2 0 0-2 8 10 24 10 20 0
400400 400 -1 -1 200200 200 -20 -2 0 0 42 2
-400 -400 -400
2 64
4 86
6 10 8
2 46
4 68
6810
810
-200-200 -200 2
2 2
4 4 4
6 6
6
8 8
8
4 Jalur2 4Nilai 4 6 6Tukar 68 8
2 4 6
4 8 6
86 10
8 10 10
-400-400 -400 2 10 2
Response DINF CAPIN Response of DINF to RDEPO Response ofofDINF toto CAPIN
0 0 600 0 400 400 400 -1 -1 -1 200 200 200 -2 -2 0-2 0 8 0 10 2 2 4 10 -200
42
4
64
6
86
8
-400 -400 -400 2 8 10 10 2 4 10
Response of DINF to DKURS Response of to DPSB Response of DINF to DINF DKURS
3
3
2
2
2
2
2
2
11 1
11
1
1
1
1
1
1
1
00 0
00
0
0
0
0
0
0
0
-1-1-1
-1 -1
-1
-1 -1
-1
-1
-1
-1
-2 -2
-2
-2 2
-2 24
8 8
1010
-2-2-2
22 2
44 4
66
6
8
8
10 10 10
3
3
3
3
22
Pada jalur suku bunga terlihat bahwa shock RSBI sebagai variabel instrumen direspon positif dan sangat kuat oleh inflasi. Guncangan pada variabel lainnya, seperti RPUAB dan RDEPO juga direspon oleh inflasi dengan cukup kuat. Shock satu standar deviasi variabel RSBI pada periode pertama direspon positif oleh inflasi sebesar 0,44%, kemudian terus meningkat hingga 1,02% pada periode ketiga. Respon inflasi terhadap shock satu standar deviasi variabel RPUAB dan RDEPO juga cukup kuat hingga diatas 0,8%.
Shock variabel Cadangan Bank (CB) dan Kredit (KRDT) pada jalur kredit dan variabel KURS pada jalur nilai tukar yang seharusnya memegang peranan penting pada jalur-‐jalur tersebut hanya mendapat sedikit respon dari inflasi. Shock satu standar deviasi variabel CB mendapat respon terkuat pada periode kedua namun hanya sebesar -‐0,44%. Respon terkuat inflasi terhadap shock satu standar deviasi variabel
2 44
4 6 6
68 8
810 10
-2 -2 -2 10 2 2
42
4
64
6
86
8 10 8 10
-2
42 6
64 8
8 6 10 10 8
-2
2 46
4 68
6 8 10
8 10
10
Response of DINF to DINF Response DINF to CAPIN Response of DINF toofDINF
2
6 6
3
0
-1
-200 -200
22
4
33
0
-200-200 -200
-400-400 -400 2 10 2 10 10
Response of DINF to Response DINF to DRSBI Response of of DINF to DPSB DPSB
0
400 400 400 -1 -1 -1 200 200 200 -2 -2 -2 0 0 0 2 4 2 10
22 2
4
33 3
0 600
-1
2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Response of of DKURS to DPSB Response of DKURS to CAPIN Response of DKURS to DKURS Response of DKURS to DINF Response DKURS to DRSBI Response of DKURS to RDEPO Response of DKURS to DPSB Response of DKURS to CAPIN Response of DKURS to DPSB Response of DKURS to CAPIN Response of DKURS to DKURS Response of DKURS to DINF 600 600 600 600 600 600
-200 -200 -200
Response of of DINF to to RDEPO Response DINF RDEPO
3
1
600600 0 0 600
10
2 46
4 68
KRDT hanya sebesar 0,34% pada periode kedua. Shock satu standar deviasi variabel KURS mendapat respon terkuat pada periode kedua namun hanya sebesar -‐0,25%. Analisis ini menunjukkan bahwa kedua jalur tersebut dinilai kurang efektif dalam implementasi kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. Melihat respon inflasi terhadap shock yang terjadi pada variabel-‐variabel yang terlibat dengan keempat jalur, maka bisa dikatakan bahwa jalur suku bunga lebih efektif bila dibandingkan dengan jalur-‐jalur lainnya.
6 8 10
8 10
10
O to DRSBI EPO to DRSBI
2 1
6
8
2
2 1
1
Response of RDEPO to RDEPO Response of RDEPO to RDEPO 2
Muhammad Yusuf
10
-2 2
2
4
4
6
6
8
-2
8 10
10
-2 2
2 1
1
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER 0 0 0 0 DI INDONESIA ENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI Efektifitas Jalur-jalur D Transmisi Kebijakan Moneter -1 -1 Muhammad YusufSasaran di Indonesia Dengan Tunggal Inflasi -1 -1 -2
8 10
Response of RDEPO to DRPUAB Response of RDEPO to DRPUAB
2
4
4
6
6
8
8 10
0 -1
10
-2
Response of RDEPO to RKRDT Response of RDEPO to RKRDT 2
2 1
1
Response of RDEPO to D2OG Response of RDEPO to D2OG 2
1
1
Indonesian Treasury Review V0 ol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 0 0 P a g e | 9
-2 2
0
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10 -1
-1
-1
2
4
4
6
6
8
-2
8 10
10
-2 2
2
2
4
4
6
Halaman 9 6
8
810
-1 -2 10
Respons R 2 1 0 -1 -2 2
berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil. Hasil of RKRDT to RDEPO Response of RKRDT to RKRDT Response of RKRDT to D2OG Respons Berdasarkan uji Variance Response Decomposition pada Response of RKRDT to RDEPO Response RKRDT to RKRDT Response of RKRDT to D2OG R penelitian mofenunjukkan bahwa ekanisme transmisi .8 .8 .8 m .8 .8 .8 .8 .8 .8 jalur suku bunga didapatkan hasil bahwa varians melalui jalur suku bunga telah bekerja dengan efektif .4 .4 .4 .4 .4 RPUAB dan RDEPO mempunyai .4 .4selisih yang sangat .4 dan .4 mengikuti paradigma uang .4 pasif, yakni shock tipis, yakni hanya 2% saja, sehingga perlu .0 .0 .0RSBI .0 .0 .0 .0 .0 .0 mempengaruhi suku .0bunga jangka pendek, mempertimbangkan hasil uji Impulse Response dalam hal ini RPUAB sebagai sasaran operasional. -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 -.4 Function. Uji IRF pada jalur suku bunga menunjukkan Selanjutnya ditransmisikan ke sektor riil melalui -.8 -.8 -.8 -.8 -.8 bahwa shock RPUAB dan RDEPO mendapatkan -.8 -.8 -.8 -.8 -.8 pengaruh terhadap output 2 4 2 4 2 2 2 6 8 8 10 4 6 6 8 8 10 4 6 6 8 8 10 2 4 RDEPO 4 6 6 8 dan 8 10RKRDT 24 46 6 8 gap 810 10 10 10 10 10 respon 2 sama-‐sama kuat dari inflasi, 2 namun terlihat dan selanjutnya terhadap inflasi sebagai sasaran bahwa respon inflasi terhadap Response shock lebih to DRSBI Response of D2OG to DRPUAB ofRPUAB D2OG to RDEPO Response of D2OG to RKRDT Response of D2OG to D2OG Respon 2OG to DRSBI Response of D2OG to DRPUAB Response of D2OG to RDEPO of D2OG to RKRDT Response of D2OG to D2OG R akhir Response kebijakan moneter. 10,000 10,000 10,00010,000 10,00010,000 10,00010,000 10,000 10,000 terkuat dari shock cepat daripada RDEPO. Respon RPUAB berada di periode 5,000 kedua, sedangkan pada 5,000 5,000 Kebijakan moneter oleh bank sentral, secara 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 RDEPO b erada d i p eriode k etiga. teori bisa mempengaruhi likuiditas perbankan (bank 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 reserve) dan kemudian akan berpengaruh terhadap -5,000 -5,000-5,000 -5,000-5,000 -5,000-5,000 -5,000 keputusan perbankan dalam pemberian kredit. -5,000 -5,000 Gambar 2. Perbandingan Respon Inflasi terhadap Berdasarkan hasil pada -10,000 penelitian ini, perubahan -10,000-10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 -10,000 an R-10,000 DEPO 2 8 2 2 2 2 6 8 8 10 2 4 4 6 6RPUAB 8 10 d10 2 4 4 6 6 8 8 10 2 4 4 6 68 8 10 24 46 68 810 10 10 10 10 yang terjadi pada suku bunga SBI tidak banyak berpengaruh terhadap bank to DRSBI Response of DINF to DRPUAB Response of DINF to RDEPO Response of DINF to RKRDT Response of DINF to D2OG Respo INF to DRSBI Response of DINF to DRPUAB Response of DINF to RKRDT cadangan Response of maupun DINF to D2OG 2 2 Response of DINF to RDEPO 2 2 2 2 2 2 2 jumlak kredit perbankan yang 2 disalurkan. Hal ini bisa disebabkan o leh p erilaku s ektor p erbankan d alam h al 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 implementasi fungsi intermediasinya. Situasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ekonomi yang tidak menentu menjadikan bank lebih -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 memilih memutarkan uangnya di pasar uang antar daripada menyalurkan kepada masyarakat, -2 -2 -2bank -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 2 2 4 4 6 6 8 8 10 10 2 2 2 2 6 8 8 10 2 4 4 6 6 8 8 10 2 4 4 6 68 8 10 24 46 68 810 10 10 10 selain itu tingginya non 10 performing loans (NPL) menjadikan perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Dari hasil pengujian yang dilakukan maka dapat Pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa dinyatakan bahwa suku bunga pasar uang antar bank mekanisme transmisi kebijakan moneter pada jalur (RPUAB) sebagai variabel yang paling cocok nilai tukar kurang efektif dibandingkan dengan jalur digunakan sebagai sasaran operasional pada jalur suku bunga. Hasil studi ini berbeda dengan kondisi suku bunga dalam kebijakan moneter dengan sasaran yang disyaratkan dalam teori purchasing power parity tunggal inflasi di Indonesia. bahwa gejolak nilai tukar berpengaruh terhadap variablitas harga barang-‐barang yang 5. PEMBAHASAN diperdagangkan (tradeable) yang selanjutnya berpengaruh terhadap variabilitas inflasi, tidak Berdasarkan hasil pengujian, jalur kuantitas uang relevan dengan kondisi perekonomian Indonesia (moneter) di Indonesia pada periode penelitian dalam periode studi ini. Hal ini terjadi karena nilai dinilai tidak cukup efektif. Hal ini disebabkan bahwa tukar rupiah terhadap dolar AS selain dipengaruhi perekonomian Indonesia telah berubah dengan cepat oleh faktor ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor dan semakin terbuka sehingga hubungan dengan non-‐ekonomi misalnya faktor sentimen pasar dan negara lain semakin terintegrasi. Selain itu, sektor gejolak politik. keuangan berkembang sangat cepat ke arah bekerjanya mekanisme pasar, timbulnya inovasi 6. KESIMPULAN DAN SARAN produk-‐produk keuangan baru, serta membaurnya operasi bank dengan lembaga-‐lembaga keuangan 6.1. Kesimpulan lainnya. Hal-‐hal tersebut telah menyebabkan proses penciptaan uang lebih banyak terjadi di luar kendali Berdasarkan hasil pengolahan data dan otoritas moneter dan proses money multiplier tidak pembahasan pada bagian sebelumnya, maka lagi dapat diprediksi dengan baik, sehingga penelitian analisis efektivitas jalur-‐jalur transmisi paradigma lama sistem pengendalian moneter kebijakan moneter di Indonesia dapat disimpulkan dengan sasaran kuantitas tersebut menjadi semakin sebagai berikut: kurang relevan. 1. Di antara empat jalur transmisi kebijakan moneter, dalam hal ini jalur moneter langsung, Jalur suku bunga (interest rate channel) jalur suku bunga, jalur nilai tukar, dan jalur kredit, menekankan pentingnya aspek harga di pasar jalur suku bunga merupakan jalur yang paling keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di efektif dibanding dengan jalur-‐jalur lainnya. sektor riil. Kebijakan moneter yang ditempuh bank Analisis yang dilakukan melalui uji impulse sentral akan mempengaruhi perkembangan berbagai response dan uji variance decomposition suku bunga di sektor keuangan dan selanjutnya akan
to DRSBI RDT to DRSBI
.8
Response of RKRDT to DRPUAB Response of RKRDT to DRPUAB
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.1-‐10 P a g e | 10
EFEKTIVITAS JALUR-‐JALUR TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA DENGAN SASARAN TUNGGAL INFLASI
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi di
Muhammad YMuhammad usuf Yusuf Halaman 10
menggambarkan keandalan penggunaan jalur suku bunga dalam mencapai sasaran akhir inflasi, terlihat dari respon yang diberikan oleh inflasi dan varians dari variabel-‐variabel yang terlibat dalam jalur ini. 2. Suku bunga pasar uang antar bank merupakan variabel yang paling cocok digunakan sebagai sasaran operasional pada jalur suku bunga dalam kebijakan moneter dengan sasaran tunggal inflasi di Indonesia. Hasil uji impulse response pada jalur suku bunga menunjukkan bahwa shock RPUAB mendapatkan respon yang kuat dan juga cepat dari inflasi. 6.2. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat diajukan, baik untuk pengembangan pengetahuan maupun untuk kepentingan praktis, antara lain:
1. Jalur suku bunga yang telah terbukti efektif dapat digunakan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. 2. Stabilitas suku bunga pasar uang antar bank sebagai sasaran operasional kebijakan moneter hendaknya perlu dijaga agar sasaran akhir berupa inflasi juga bisa terkendali.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono. (1982). Ekonomi Makro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, No. 2. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM.
Cavoli, Tony. (2010). “What Drives Monetary Policy in Post-‐Crisis East Asia? Interest Rate or Exchange Rate Monetary Policy Rules”, Journal of Asian Economics, No.21, hlm. 456-‐ 465. Chow, Hwee Kwan. (2004). “A VAR Analysis of Singapore’s Monetary Transmission Mechanism”, SMU Economics & Statistics Working Paper Series.
Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter, (2012). Dasar-‐Dasar Ekonometrika, (Terj. Raden Carlos Mangunsong), Buku 2, Edisi 5. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Hakim, Lukman. (2001). “Penerapan Pentargetan Inflasi dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 1990.1-‐2000.4”, Media Ekonomi, Vol. 7, No. 2.
Maski, Ghozali. (2005). Studi Efektifitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter dengan Sasaran
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10
Tunggal Inflasi (Pendekatan VAR). Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya.
Natsir, M. (2011). “Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) Periode 1990: 2-‐2007:1”, Majalah Ekonomi, Vol. XXI, No. 2.
Taylor, John B. (1995). “The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical Framework”, The Journal of Economic Perspective. Vol. 09, No. 04, hlm. 11-‐26.
Warjiyo, P dan Solikin. (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan No. 6. PPSK. Jakarta: Bank Indonesia. Warjiyo, Perry. (2004). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan No. 11. PPSK. Jakarta: Bank Indonesia.
Wulandari, Ries. (2012). “Do Credit Channel and Interest Rate Channel Play Important Role in Monetary Transmission Mechanism in Indonesia? A Structural Vector Autoregression Model”, Procedia-‐Social and Behavioral Sciences, No. 65, hlm. 557-‐563.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
INDONESIAN TREASURY REVIEW: JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA D KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIAN TREASURY RAN EVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
ABNORMAL RETURN DAN 1 T RADING Volume Nomor 1, 2016 VOLUME ACTIVITY SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN KEBIJAKAN DAFTAR ISI QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT
Hlm.
i iii Kata Pengantar Dewan Redaksi v INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK vii Halaman Editorial This research is an empirical study to analyze international event and its impacts Diterima Pertama on Indonesian capital market. The international event in this study i s expansionary monetary policy issued by the Federal Reserve in the form of quantitative easing 23 Mei 2016 Daftar Isi ix policies that were announced in three stages, on 26 November 2008, 4 November 2010, and 14 September 2012 (Indonesia Stock Exchange trading day). The study Dinyatakan Diterima Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 1-‐10 analyzed the abnormal return and trading volume activity occured at each event 15 Juli 2016 dengan Sasaran Tunggal Inflasi period. Observation period in this study used 120-‐day estimation period and 11-‐ Mohamad Yusuf
Muhammad Falih Falih Ariyanto Muhammad Halaman Sampul Ariyanto Kantor Wilayah Wilayah Direktorat Direktorat Jenderal Jenderal Perbendaharaan Perbendaharaan Provinsi Provinsi Aceh Aceh Kantor Alamat K orespondensi: f
[email protected] Kata Pengantar Direktur
[email protected] enderal Perbendaharaan Alamat Korespondensi:
day event period at each stage of the quatitative easing announcement. The event KATA KUNCI: Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham 11-‐21 study was done in Indonesian capital market represented by 127 shares that are Monetary Policy, Quantitative Easing, catagorized LQ45 index and actively traded in each event period. The Financial Market, Event Pengumuman Study, LQ45 pada Peristiwa Kebijakan as Quantitative assumption that Indonesian capital market is co-‐integrated with international Abnormal Return, Volume Serikat Easing oleh Bank STrading entral Amerika capital market can make the announcement of quantitative easing policy as Activity. Muhammad Falih Ariyanto positive information for investors in Indonesia. The analysis results show that a Pengaruh DJEL: esentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi significant positive abnormal return around the event date 23-‐38 and a significant KLASIFIKASI Daerah Indonesia, increase in the intensity trading activities after the quantitative easing E4, E5, E6, dFi 3, G14, G15 2008 – 2012 announcement, occured. The market test results show that Indonesian capital Abdillah Khamdana market has efficient information in a semi-‐strong form, so that the investors Analisis Pengaruh Pengeluaran cannot Pemerintah Terhadap 39-‐50 return) in a use the published information to get profits (positive abnormal Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di long run (around the date of the event only). Indonesia Ginanjar Aji Nugroho Penelitian ini merupakan studi empiris untuk menganalisis peristiwa internasional dan dampaknya terhadap pasar modal Indonesia. Peristiwa Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan 51-‐66 internasional yang diteliti adalah pengumuman kebijakan moneter ekspansif Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh F aktor F undamental yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, yaitu quantitative easing Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi yang Terhadap Return Saham dilakukan dalam tiga tahapan pengumuman pada tanggal 26 November di Bursa Efek Indonesia 2008, 4 November 2010 dan 14 September 2012 (hari perdagangan bursa di Puji Hartoyo Indonesia). Penelitian dilakukan dengan menganalisis abnormal return dan trading volume activity yang terjadi disetiap periode peristiwa. Penelitian ini Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 menggunakan periode pengamatan yang terdiri dari 120 hari periode estimasi pada Akhir Tahun Anggaran dan 11 hari periode peristiwa disetiap tahapan pengumuman quantitative Fandi Zaenudinsyah easing. Analisis studi peristiwa dilakukan pada pasar modal Indonesia yang diwakili oleh 127 saham yang indeks LQ45 dan Indeks pernah masuk dalam kategori 85.1 – 85.3 secara aktif diperdagangkan disetiap periode peristiwa. Asumsi bahwa pasar modal Indonesia terkointegrasi enyebabkan Lampiran dengan pasar modal internasional 85.5 – 8m5.12 pengumuman kebijakan quantitative easing dapat menjadi informasi yang positif bagi pemodal di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi abnormal return positif yang signifikan di sekitar tanggal peristiwa dan peningkatan intensitas perdagangan yang signifikan setelah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing. Hasil pengujian efisiensi pasar menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia efisien secara informasi dalam bentuk setengah kuat sehingga pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan keuntungan (abnormal return positif) dalam jangka waktu yang lama (hanya di sekitar tanggal peristiwa). ix
Halaman 11
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 P a g e | 12 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21 Falih Ariyanto Muhammad FMuhammad alih Ariyanto Halaman 12
ABNORMAL ETURN AN TActivity RADING VOLUME ACTIVITY Abnormal ReturnR dan Trading D Volume Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pada tahun 2008, Amerika Serikat mengalami krisis subprime mortgage yang berakibat pada kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, The Fed meluncurkan kebijakan yang dinilai tidak biasa yaitu kebijakan stimulus berupa pelonggaran moneter (Quantitative Easing) dengan melakukan pembelian Mortgage Backed Securities (MBS) dan Treasury Notes.
Quantitative easing diputuskan oleh Federal Open Market Committee (FOMC) yang berada di bawah kendali The Fed dan diumumkan pada tanggal 25 November 2008 untuk kebijakan quantitative easing tahap pertama, 3 November 2010 untuk kebijakan quantitative easing tahap kedua, dan 13 September 2012 untuk kebijakan quantitative easing tahap ketiga. Lembaga keuangan di Amerika Serikat yang memperoleh uang tunai dari kebijakan quantitative easing tersebut akan menggunakan dana yang dimilikinya untuk memperoleh keuntungan. Cara yang dilakukan antara lain dengan menyalurkan kembali dana tersebut dalam bentuk kredit perbankan dan kemudian memperoleh keuntungan dari pembayaran bunga pinjaman.
Cara lain yang dilakukan oleh lembaga keuangan tersebut adalah menyalurkan dana melalui berbagai instrumen investasi diluar Amerika Serikat akibat terjadinya surplus mata uang dan pelemahan nilai Dollar Amerika Serikat sehingga pemodal di Amerika Serikat mengalihkan investasi ke negara-‐negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Statistik Pasar Modal yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-‐LK) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan nilai perdagangan yang dilakukan oleh pemodal asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) di sekitar tanggal peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing.
Pasar modal Indonesia yang terkointegrasi dengan pasar modal di Amerika Serikat menyebabkan kebijakan quantitative easing berdampak pada kinerja bursa saham di Indonesia. Dampak kebijakan quantitative easing bagi pasar modal Indonesia adalah limpahan dana melalui aktivitas pemodal asing yang melakukan transaksi perdagangan saham di Indonesia. Data LQ45 memperlihatkan pergerakan harga yang berbeda antara periode sebelum dan sesudah pengumuman paket kebijakan tersebut.
Adanya reaksi pergerakan indeks LQ45 di sekitar periode pengumuman dapat diteliti dengan menggunakan metode studi peristiwa untuk menguji kandungan informasi dari suatu peristiwa. Pengukuran yang biasa digunakan dapat menggunakan abnormal return yang menunjukkan adanya perubahan harga dari saham yang diteliti (Dyckman, 1984). Jika peristiwa tersebut mempunyai kandungan informasi bagi pemodal maka peristiwa
tersebut memberikan reaksi bagi pasar modal dalam bentuk abnormal return dan intensitas perdagangan melalui trading volume activity yang meningkat.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANG-‐ AN HIPOTESIS 2.1. Quantitative Easing
Quantitative easing dilakukan ketika tingkat bunga berada di tingkat yang sangat rendah karena pada kondisi tersebut Bank Sentral tidak mungkin untuk mengeluarkan kebijakan moneter melalui penurunan tingkat suku bunga. Untuk melakukan intervensi pasar, Bank Sentral melakukan pembelian obligasi pemerintah dari sektor perbankan dengan tujuan meningkatkan cadangan likuiditas pada lembaga keuangan. Paket kebijakan quantitative easing yang telah diumumkan oleh FOMC setelah krisis keuangan di Amerika Serikat terangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Pernyataan FOMC tentang Paket Kebijakan Quantitative Easing
No.
Tanggal Paket Kebijakan Pernyataan 1. Tahap I: The Fedakan membeli T-‐ 25 November 2008 Notes, MBS dan obligasi perbankan. Pembelian dilakukan bertahap dan mencapai US$2.1 Trilyun pada Juni 2010. 2. Tahap II: The Fed akan membeli aset 03 November 2010 sebesar US$75 Milyar per bulan sampai dengan bulan Juni 2011. 3. Tahap III: The Fed akan membeli MBS 13 September 2012 sebesar US$40 Milyar per bulan dan tetap menjalankan kebijakan QE Tahap II. Total pembelian yang dilakukan The Fed mencapai US$85 Milyar per bulan. Sumber: diolah dari Federal Reserve Press Release. 2.2. Kointegrasi Pasar Modal Indonesia Ekonomi dunia yang semakin terintegrasi menyebabkan hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia terpengaruh dengan aliran modal antar negara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bapepam-‐LK (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara aliran masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia dengan pergerakan IHSG yang berpengaruh secara positif.1 Penelitian yang 1
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Analisis Hubungan Kointegrasi Dan Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar Dan
ABNORMAL ABNORMAL RRETURN ETURN D DAN AN TTRADING RADING VVOLUME OLUME AACTIVITY CTIVITY
I ndonesian Indonesian TTreasury reasury RReview eview VVol.1, ol.1, NNo.1, o.1, 22016, 016, HHal. al. 111-‐21 1-‐21 P Paaggee | |1 13 3
Abnormal Return dan Trading Volume Activity SAHAM-‐SAHAM SAHAM-‐SAHAM LLQ45 Q45 PPADA ADA PPERISTIWA ERISTIWA PPENGUMUMAN ENGUMUMAN Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman KEBIJAKAN KEBIJAKAN QQUANTITATIVE UANTITATIVE ASING ASING OOLEH LEH BBANK ANK SSENTRAL ENTRAL AAMERIKA MERIKA SSERIKAT ERIKAT Kebijakan Quantitative Easing Oleh BankEE Central Amerika Serikat
Muhammad Muhammad FFalih alih AAriyanto riyanto Muhammad Falih Ariyanto
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21 Halaman 13
dilakukan dilakukan Abimanyu Abimanyu (2008) (2008) menemukan menemukan bahwa bahwa pasar pasar modal modal Indonesia Indonesia mempunyai mempunyai hubungan hubungan secara secara internasional dengan dengan pasar pasar saham saham antara antara lain lain pasar pasar internasional saham di negara-‐negara ASEAN (Malaysia, Singapura saham di negara-‐negara ASEAN (Malaysia, Singapura dan Thailand), Thailand), pasar pasar saham saham negara-‐negara negara-‐negara Asia Asia dan Pasifik (Tiongkok, (Tiongkok, Korea, Korea, Jepang, Jepang, Hongkong Hongkong dan dan Pasifik Taiwan), pasar pasar saham saham di di Amerika Amerika Serikat Serikat dan dan pasar pasar Taiwan), saham di di negara-‐negara negara-‐negara Eropa Eropa Barat Barat (Perancis, (Perancis, saham Jerman, BBelanda elanda ddan an Inggris). Inggris).22 Jerman,
∝∝! ! : : Intercept Intercept uuntuk ntuk ssekuritas ekuritas kke-‐i e-‐i 𝛽𝛽𝛽𝛽! ! : : Koefisien Koefisien slop slop yang yang merupakan merupakan Beta Beta dari dari sekuritas sekuritas kke-‐i e-‐i 𝑅𝑅𝑅𝑅!,! Return indeks indeks ppasar asar ppada ada pperiode eriode eestimasi stimasi kke-‐j e-‐j !,! : : Return 𝜖𝜖𝜖𝜖!,!!,! : : Kesalahan Kesalahan residu residu sekuritas sekuritas ke-‐i ke-‐i pada pada periode periode estimasi estimasi kke-‐j e-‐j
Kenaikan Kenaikan harga harga saham saham akan akan memberikan memberikan return return positif positif dan dan penurunan penurunan harga harga saham saham akan akan memberikan memberikan return return negatif negatif bagi bagi investor. investor. Menurut Menurut Hartono Hartono (2013), (2013), actual actual return return dapat dapat berupa berupa capital capital gain gain atau atau capital capital loss loss yang yang merupakan merupakan selisih selisih dari dari harga harga sekuritas sekuritas terhadap terhadap harga harga dalam dalam periode periode yang yang lalu. lalu.33 Return saham (𝑅𝑅 Return saham (𝑅𝑅!,!!,!) diperoleh dari harga saham ) diperoleh dari harga saham harian harian (𝑃𝑃 (𝑃𝑃!,!!,!) ) sekuritas sekuritas i i pada pada periode periode t, t, dikurangi dikurangi harga harga saham saham 𝑃𝑃𝑃𝑃!,!!! sekuritas i i pada pada periode periode 𝑡𝑡𝑡𝑡−−1, 1, !,!!! sekuritas dibagi dibagi harga harga saham saham harian harian (𝑃𝑃 (𝑃𝑃!,!!! ) ) sekuritas sekuritas i i pada pada !,!!! periode 𝑡𝑡 periode 𝑡𝑡−−1. Actual return tersebut dapat dijelaskan 1. Actual return tersebut dapat dijelaskan dengan dengan ppersamaan ersamaan ssebagai ebagai bberikut: erikut: !! !! !!!,!!! 𝑅𝑅𝑅𝑅!,!!,!== !,!!,! !,!!! .…………….………………..………(2.1) .…………….………………..………(2.1)
2.5. 2.5. A Abnormal bnormal RReturn eturn
2.3. 2.3. Actual Actual RReturn eturn
!!!,!!! !,!!!
2.4. 2.4. Expected Expected RReturn eturn
Expected Expected return return merupakan merupakan return return yang yang diharapkan diharapkan oleh oleh investor. investor.44 Salah Salah satu satu model model yang yang dapat dapat digunakan digunakan untuk untuk memperoleh memperoleh estimasi estimasi return return pada pada periode periode peristiwa peristiwa adalah adalah Market Market Model. Model. Tahapan Tahapan ddalam alam m menghitung enghitung rreturn eturn eekspektasi kspektasi ddengan engan market market model model dilakukan dilakukan dengan dengan 2 2 langkah. langkah. Pertama, Pertama, membuat membuat model model ekspektasi ekspektasi dengan dengan menggunakan menggunakan data data rrealisasi ealisasi sselama elama pperiode eriode eestimasi. stimasi. KKedua, edua, ddengan engan menggunakan menggunakan model model ekspektasi ekspektasi dari dari hasil hasil langkah langkah pertama pertama untuk untuk digunakan digunakan mengestimasi mengestimasi return return ekpektasi ekpektasi ppada ada pperiode eriode pperistiwa. eristiwa. Untuk Untuk membentuk membentuk model model ekspektasi ekspektasi dapat dapat digunakan digunakan tteknik eknik rregresi egresi OOrdinary rdinary LLeast east SSquare quare ((OLS) OLS) dengan dengan ppersamaan ersamaan ssebagai ebagai bberikut: erikut: 𝑅𝑅𝑅𝑅!,!!,!= ∝ = ∝! + +𝜖𝜖𝜖𝜖!,!!,!…………………….………….…(2.2) …………………….………….…(2.2) ! +𝛽𝛽𝛽𝛽 ! ! 𝑅𝑅𝑅𝑅!,! !,! +
Keterangan: Keterangan:
𝑅𝑅𝑅𝑅!,!!,! : : Return Return realisasi realisasi sekuritas sekuritas ke-‐i ke-‐i pada pada periode periode estimasi estimasi kke-‐j e-‐j Pergerakan Pergerakan IHSG IHSG Di Di Pasar Pasar Modal Modal Indonesia, Indonesia, (Jakarta: (Jakarta: BBapepam-‐LK, apepam-‐LK, 22008). 008). 22 Yoopi Yoopi AAbimanyu bimanyu eet t aal, l, International International LLinkages inkages tto o tthe he Indonesian Indonesian Capital Capital Market: Market: Cointegration Cointegration Test, Test, (Jakarta: (Jakarta: Capital Capital Market Market and and Financial Financial Institution Institution Supervisory Supervisory AAgency, gency, 22008). 008). 33 Jogiyanto Jogiyanto Hartono, Hartono, Teori Teori Portofolio Portofolio dan dan Analisis Analisis Investasi, Investasi, Edisi Edisi ke-‐8, ke-‐8, (Yogyakarta: (Yogyakarta: BPFE, BPFE, 2013), 2013), hlm. hlm. 664.4. 44 I bid., Ibid., hhlm.69. lm.69.
Return Return pasar pasar dapat dapat dihitung dihitung berdasarkan berdasarkan nilai nilai indeks indeks LLQ45 Q45 ddengan engan ppersamaan ersamaan ssebagai ebagai bberikut: erikut: !"!" !"!"! !!"!" ! !!"!" !!! !!!
= 𝑅𝑅𝑅𝑅!,! !,!=
!"!" !"!"!!! !!!
………….……………..………(2.3) ………….……………..………(2.3)
Hartono Hartono (2013) (2013) menjelaskan menjelaskan bahwa bahwa abnormal abnormal ) merupakan selisih antara actual return return (𝐴𝐴𝑅𝑅 return (𝐴𝐴𝑅𝑅!,!!,!) merupakan selisih antara actual return 𝑅𝑅𝑅𝑅!,!!,! dan dan rreturn eturn nnormal ormal yyang ang m merupakan erupakan rreturn eturn yyang ang Model yang yang diharapkan diharapkan oleh oleh investor investor 𝐸𝐸(𝑅𝑅 𝐸𝐸(𝑅𝑅!,!!,!).).55 Model digunakan digunakan aadalah: dalah:
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐴𝐴𝐴𝐴!,!!,! == 𝑅𝑅𝑅𝑅!,!!,!−−𝐸𝐸(𝑅𝑅 𝐸𝐸(𝑅𝑅!,!!,!))………………..(2.4) ………………..(2.4)
2.6. 2.6. T Trading rading VVolume olume AActivity ctivity
Beaver Beaver (1968) (1968) dan dan Morse Morse (1981) (1981) menjelaskan menjelaskan bahwa peristiwa yang memiliki kandungan informasi bahwa peristiwa yang memiliki kandungan informasi dapat dapat mempengaruhi mempengaruhi investor investor untuk untuk membeli membeli lebih lebih banyak banyak saham saham atau atau menjual menjual sebagian sebagian saham saham yang yang telah telah dimiliki. dimiliki. Oleh Oleh karena karena itu, itu, reaksi reaksi yang yang ditimbulkan ditimbulkan oleh oleh suatu suatu peristiwa peristiwa yang yang memiliki memiliki kandungan kandungan informasi informasi dapat dapat ditunjukkan ditunjukkan melalui melalui perubahan volume perdagangan. Perubahan aktivitas perubahan volume perdagangan. Perubahan aktivitas volume volume perdagangan perdagangan (trading (trading volume volume activity) activity) dapat dapat dilihat dilihat dari dari perbandingan perbandingan antara antara jumlah jumlah saham saham yang yang diperdagangkan diperdagangkan dengan dengan jumlah jumlah saham saham yang yang beredar beredar yang yang dapat dapat dapat dapat diukur diukur dengan dengan formulasi formulasi sebagai sebagai berikut: berikut: 𝑉𝑉𝑉𝑉!,!!,!==
!"!!" !"#$%!&'&(')&( !"#" !"#$% ! !"!!" !"#$%!&'&(')&( !"#" !"#$% ! !"!!" !"#$ !"#"$%# !"#" !"#$% ! !"!!" !"#$ !"#"$%# !"#" !"#$% !
…….…(2.5) …….…(2.5)
2.7. 2.7.Studi Studi PPeristiwa eristiwa
Menurut Menurut Hartono Hartono (2013), (2013), studi studi peristiwa peristiwa dapat dapat digunakan digunakan untuk untuk mengukur mengukur kandungan kandungan informasi informasi Jika suatu suatu peristiwa peristiwa memiliki memiliki dari dari suatu suatu peristiwa. peristiwa.66 Jika kandungan kandungan informasi, informasi, maka maka pasar pasar akan akan bereaksi bereaksi melalui melalui abnormal abnormal return. return. Selain Selain itu, itu, studi studi peristiwa peristiwa dapat dapat digunakan digunakan untuk untuk pengujian pengujian efisiensi efisiensi pasar pasar sebagai pengujian lanjutan dari pengujian kandungan sebagai pengujian lanjutan dari pengujian kandungan informasi informasi untuk untuk mengukur mengukur kecepatan kecepatan rekasi rekasi pasar pasar atas atas informasi informasi suatu suatu peristiwa. peristiwa. Pasar Pasar dikatakan dikatakan efisien efisien secara secara informasi informasi jika jika suatu suatu peristiwa peristiwa atau atau informasi informasi ddapat apat ddirespon irespon ddengan engan ccepat epat ooleh leh ppasar. asar. Dalam Dalam mengukur mengukur pasar pasar yang yang efisien efisien berpedoman berpedoman pada pada hubungan hubungan harga harga sekuritas sekuritas dan dan informasi. informasi. Bodie Bodie (2011) (2011)77 dan dan Hartono Hartono (2013) (2013)88 55
I bid., Ibid., hhlm.93. lm.93. I bid., Ibid., hhlm.7. lm.7. 77 Zvi Zvi Bodie, Bodie, et et al, al, Investment Investment and and Portofolio Portofolio edition, (New York: McGraw Hill, Management, 9 Management, 9thth edition, (New York: McGraw Hill, 2011), 2011), hhlm. lm. 3375. 75. 88 H Hartono, artono,Loc Loc CCit. it. hhlm. lm. 5 548. 48. 66
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 P a g e | 14 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21 Falih Ariyanto Halaman 14 Muhammad FMuhammad alih Ariyanto
ABNORMAL ETURN AN TActivity RADING VOLUME ACTIVITY Abnormal Return R dan Trading D Volume Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
menjelaskan mengenai bentuk-‐bentuk efisiensi pasar yang dibedakan ke dalam 3 kategori antara lain (1) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form), yaitu apabila harga-‐harga saham menggambarkan seluruh informasi yang berasal dari periode masa lalu sehingga investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk memperoleh abnormal return, (2) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi-‐strong form) yaitu apabila harga-‐harga saham secara penuh mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk juga informasi mengenai prospek perusahaan ke depan sehingga pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk mendapatkan abnormal return dalam jangka waktu yang lama, (3) Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form) yaitu apabila harga-‐harga saham secara penuh mencerminkan informasi yang tersedia termasuk juga informasi yang hanya diketahui oleh pihak internal perusahaan (insider information) sehingga investor tidak dapat memperoleh abnormal return hanya dengan memiliki informasi internal perusahaan. 2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai hubungan kebijakan moneter terhadap pasar modal serta hubungan arus modal asing terhadap pasar modal antara lain dilakukan oleh Rigobon (2003) yang melakukan penelitian mengenai reaksi pasar modal terhadap kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Sentral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan moneter berdampak pada pasar modal dipengaruhi melalui dua saluran. Pertama, dipengaruhi oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh Gubernur Bank Sentral. Kedua, pergerakan harga saham dipengaruhi oleh naik turunnya suku bunga acuan yang berdampak pada biaya modal.
Penelitian yang dilakukan Conover (2005) melalui obervasi pada kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh The Fed pada periode 19 Juli 1963 sampai dengan 2 Januari 2001 menemukan bahwa kebijakan moneter yang ekspansif mempunyai hubungan yang kuat dengan return sekuritas. Return saham di Amerika Serikat meningkat secara konsinsten dan relatif stabil ketika The Fed mengumumkan kebijakan moneter ekspansif dan berpengaruh secara global. Menurut hasil penelitian, para profesional menjadikan kondisi moneter sebagai pertimbangan dalam melakukan analisis fundamental perdagangan sekuritas di pasar AS dan Internasional. 2.9. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kajian literatur, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Terdapat abnormal return yang positif pada saham-‐saham LQ45 selama periode peristiwa pengumuman kebijakan QE.
H2 : Terdapat rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar pada saham-‐saham LQ45 sesudah pengumuman kebijakan QE.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45 di BEI. Pemilihan indeks LQ45 disebabkan karena penelitian dengan metode studi peristiwa yang menggunakan data harian memerlukan data sekuritas yang mempunyai tingkat likuiditas tinggi dan nilai kapitalisasi pasar besar. Teknik penyampelan menggunakan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan sebagai berikut: 3.1.1 Sekuritas yang telah terdaftar dalam indeks LQ45 pada periode perdagangan pengumuman paket kebijakan quantitative easing tahap I, II dan III. 3.1.2 Perusahaan yang tidak melakukan corporate action (pembagian dividen, stock split dan right issue) selama periode peristiwa. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghindari adanya peristiwa pengganggu (comfounding effects) yang mengganggu validitas reaksi pasar.
Berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh jumlah sampel saham LQ45 sebanyak 127 sekuritas yang dapat dikategorikan meliputi 42 sampel sekuritas pada peristiwa quantitative easing Tahap I, 40 sampel sekuritas pada peristiwa quantitative easing Tahap II dan 45 sampel sekuritas pada peristiwa quantitative easing Tahap III. 3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh antara lain dari Bloomberg, www.idx.co.id, dan finance.yahoo.com. Data tersebut kemudian dipilih dengan langkah sebagai berikut:
3.2.2. Data saham yang digunakan merupakan saham-‐saham LQ45 yang sesuai dengan kriteria penyampelan. 3.2.3. Data saham merupakan harga saham penutupan harian, volume perdagangan, dan jumlah saham yang beredar selama periode penelitian. 3.2.4. Data harga saham harian dikumpulkan selama periode 𝑡𝑡 − 125 atau 125 hari sebelum diumumkan kebijakan quantitative easing Tahap I, II dan III oleh The Fed sampai dengan 𝑡𝑡 + 5 atau 5 hari setelah diumumkan kebijakan quantitative easing Tahap I, II dan III oleh The Fed. 3.2.5. Data volume perdagangan dan jumlah saham yang beredar dikumpulkan selama periode peristiwa yaitu 𝑡𝑡 − 5 atau 5 hari sebelum pengumuman sampai dengan 𝑡𝑡 + 5 atau 5 hari
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 P a g e | 15
Abnormal Return dan Trading Volume Activity SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
Muhammad Falih Ariyanto
Muhammad Falih Ariyanto
setelah diumumkan kebijakan quantitative easing Tahap I, II dan III oleh The Fed.
Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 131 hari bursa yang terdiri dari 2 periode, yakni periode estimasi dan periode peristiwa. Tanggal peristiwa (𝑡𝑡! ) ditetapkan 1 hari bursa setelah peristiwa kebijakan quantitative easing diumumkan oleh The Fed karena adanya perbedaan waktu perdagangan bursa di Amerika Serikat dan Indonesia.
Statistik deskriptif data abnormal return selama periode peristiwa terangkum sebagaimana Lampiran I menunjukkan bahwa pada peristiwa quantitative easing tahap I terdapat rata-‐rata abnormal return yang positif pada t-‐3 dan t-‐1. Kemudian statistik deskriptif pada peristiwa II menunjukkan adanya rata-‐rata abnormal return positif yang jumlahnya lebih banyak dari peristiwa I antara lain pada pada t-‐5, t-‐3, t-‐2, t-‐1, t0, t+1 dan t+5. Sedangkan pada peristiwa III sebagian besar tanggal di sekitar tanggal peristiwa memiliki rata-‐rata abnormal return positif, namun masih terdapat abnormal return negatif pada hari t-‐4 dan t+2
Statistik deskriptif rata-‐rata trading volume activity selama periode peristiwa terangkum sebagaimana Lampiran II menunjukkan bahwa puncak intensitas perdagangan saham pada peristiwa quantitative easing tahap I dan III terjadi pada hari peristiwa pengumuman kebijakan (t0) yaitu sebesar 0,010405 dan 0,004368. Akan tetapi, pada peristiwa II nilai rata-‐rata trading volume activity tertinggi terjadi sehari setelah peristiwa pengumuman (t+1) sebesar 0,005748 dan intensitas perdagangan saham-‐ saham yang menjadi sampel pada peristiwa II tersebut cenderung datar. 3.3. Pengujian Hipotesis
3.3.1. Pengujian Hipotesis I Menurut Hartono (2013), pengujian abnormal return yang menggunakan market model dalam penentuan expected return dapat menggunakan pengujian-‐t untuk menguji hipotesis nol bahwa abnormal return adalah lebih besar dari nol.9 Langkah pengujian-‐t tersebut dilakukan antara lain dengan menghitung deviasi standar masing-‐masing sekuritas (σi), menghitung nilai abnormal return terstandardisasi untuk sekuritas ke-‐i pada waktu ke-‐t (SARi,t) dan terakhir menghitung nilai t. Pengujian–t dilakukan untuk return portofolio melalui rata-‐rata return semua sekuritas pada hari ke-‐t selama periode peristiwa. 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! portofolio k-‐buah sekuritas untuk periode ke-‐t juga merupakan nilai statistik t (t-‐hitung) yang dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: 𝑡𝑡!!!"#$% = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! = 9
! !!! !"#!,!
!
……………………………..(3.1)
Jogiyanto Hartono, Op.Cit., hml. 117
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21 Halaman 15
Untuk membuktikan hipotesis pertama digunakan pengujian-‐t dengan satu sampel yang bertujuan untuk melihat apakah nilai abnormal return yang positif mempunyai signifikansi. Pertimbangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan menerima atau menolak H0 dalam pengujian satu arah (one tailed) sisi kanan sebagai berikut: a. Jika nilai t-‐hitung>t-‐tabel maka H0 ditolak yang artinya terdapat abnormal return yang positif dan signifikan. b. Jika t-‐hitung
3.3.2. Pengujian Hipotesis II
Hipotesis kedua menguji rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar pada saham-‐saham LQ45 sesudah pengumuman kebijakan QE. Langkah-‐ langkah pengujian yang dilakukan sebagai berikut: a.
b. c.
d.
Menghitung rata-‐rata trading volume activity (𝑉𝑉!,! ) sebelum dan sesudah peristiwa. Menghitung rata-‐rata selisih antara trading volume activity (𝑑𝑑) yang berpasangan. Menghitung deviasi standar dari rata-‐rata selisih antara trading volume activity (𝑆𝑆! ) yang berpasangan dengan menggunakan formula sebagai berikut: 𝑆𝑆! =
!!!(!!!)! !!!
!!!
…………………………………… (3.2)
Uji statistik untuk menghitung nilai t-‐hitung diperoleh dengan formula sebagai berikut: 𝑡𝑡!!!"#$% =
!
!! / !
……………………………………… (3.3)
Untuk membuktikan hipotesis kedua, digunakan uji beda satu arah (one tailed) sisi kiri dengan sampel yang berhubungan (paired sample t-‐test) dengan membandingkan t-‐hitung dan t-‐tabel sebagai berikut:
Jika t-‐hitung
t-‐tabel, maka H0 tidak dapat ditolak artinya tidak terdapat rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar dan signifikan pada saham-‐saham LQ45 sesudah peristiwa. a.
4. HASIL PENELITIAN
Pengujian hipotesis menggunakan pengujian-‐t untuk menguji keberadaan abnormal return dan trading volume activity selama periode peristiwa. Pengujian statistik yang digunakan adalah pengujian secara parametrik karena distribusi data yang diuji menggunakan uji normalitas Kolmogorov-‐Smirnov selama periode peristiwa terdistribusi normal. Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk membuktikan apakah pemodal mendapatkan
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 P a g e | 16
Abnormal Return dan Trading Activity SAHAM-‐SAHAM LQ45 Volume PADA PERISTIWA PENGUMUMAN Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH Serikat BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika
Muhammad Falih Ariyanto Halaman 16
Muhammad Falih Ariyanto
abnormal return positif akibat peristiwa pengumuman kebijakan quantitatve easing pada tahap I, II dan III. Prosedur pengujian–t dilakukan dengan membandingkan t-‐hitung yang diperoleh dari rata-‐rata abnormal return terstandarisasi semua
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21
sekuritas yang menjadi sampel penelitian dengan menggunakan persamaan (3.1). Tabel 2 menampilkan perbandingan nilai t-‐hitung dan nilai kritis (t-‐tabel) pada pengujian hipotesis pertama.
Tabel 2.Uji Signifikansi Rata-‐Rata Abnormal Return
Tahap I t Rata-‐rata AR t-‐hitung -‐5 -‐0,014856 -‐1,5822 -‐4 -‐0,008116 -‐0,7555 -‐3 0,003838 *** 0,2926 -‐2 -‐0,010160 -‐0,6438 -‐1 0,017425 *** 2,4375 0 -‐0,015931 -‐1,9827 1 -‐0,011134 -‐1,1313 2 -‐0,005632 -‐0,6164 3 -‐0,004565 -‐0,3987 4 -‐0,003429 -‐0,5238 5 -‐0,003967 -‐0,5580
Keterangan :
Tahap II Rata-‐rata AR t-‐hitung 0,002870 0,7756 -‐0,001557 -‐0,5342 0,003949 0,4788 0,006390 1,1748 0,000128 -‐0,2414 0,003668 1,0490 0,001918 0,3621 -‐0,002583 -‐0,0817 -‐0,002817 -‐0,3548 -‐0,000970 -‐0,1641 0,005384 0,7258
** Signifikan pada tingkat 5% *** Signifikan pada tingkat 1% Tahap I : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=41) = 1,683 dan t-‐(α=0,01,df=41) = 2,421 Tahap II : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=39) = 1,685 dan t-‐(α=0,01,df=39) = 2,426 Tahap III : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=44) = 1,680 dan t-‐(α=0,01,df=44) = 2,414
terdapat di t-‐2 dan t-‐0 dengan tingkat signifikansi 5 persen dan pada t+3 dengan tingkat signifikansi 1 persen. Hipotesis kedua adalah menguji intensitas perdagangan melalui rata-‐rata trading volume activity yang lebih besar sesudah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing tahap I, II dan III. Tabel 3 menampilkan hasil pengujian-‐t rata-‐rata trading volume activity sebelum dan sesudah peristiwa pengumuman quantitative easing tahap I, II dan III.
Hasil pengujian hipotesis I menunjukkan bahwa terdapat abnormal return positif dan signifikan disekitar tanggal peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing I dan III. Pada peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing I, abnormal return yang positif terjadi di hari t-‐3 dan t-‐ 1pada tingkat signifikansi 1 persen. Akan tetapi, abnormal return positif pada peristiwa II terdapat di t-‐5, t-‐3, t-‐2, t0, t+1 dan t+5 dan tidak signifikan. Pada peristiwa III, abnormal return positif dan signifikan Tahap I
Tahap II
Tahap III
Keterangan Tahap I Tahap II Tahap III
Tahap III Rata-‐rata AR t-‐hitung 0,000617 0,1111 -‐0,002410 -‐0,6005 0,005806 1,6729 0,008694 ** 2,2383 0,004691 0,9322 0,007531 ** 1,9152 0,005712 1,2854 -‐0,002651 -‐0,8440 0,012885 *** 3,0372 0,005818 1,5953 0,001664 0,2533
Tabel 3. Uji Signifikansi Rata-‐Rata Trading Volume Activity Rata-‐rata TVA σ TVA N Sebelum 0,005712 0,0133441 42 Sesudah 0,007198 0,0146822 Sebelum 0,004315 0,0068020 40 Sesudah 0,004825 0,0072370 Sebelum 0,002418 0,0030786 45 Sesudah 0,002882 0,0031766
: ** Signifikan pada tingkat 5% : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=41) = -‐1,683 : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=39) = -‐1,685 : nilai kritis t-‐(α=0,05,df=44) =-‐1,680
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada peristiwa quantittaive easing tahap I dan III terdapat rata-‐rata trading volume activity sesudah pengumuman peristiwa yang lebih besar dibandingkan sebelum peristiwa dan signifikan pada tingkat kepercayaan 5 persen. Akan tetapi, hasil pengujian pada peristiwa II menunjukkan hanya terdapat rata-‐rata trading
t-‐hitung -‐2,197 ** -‐1,253
-‐2,367 **
volume activity yang lebih besar sesudah peristiwa namun tidak signifikan. Hasil pengujian-‐t pada abnormal return selama periode peristiwa quantitative easing tahap I, II dan III menunjukkan bahwa hanya terdapat abnormal return positif dan signifikan pada periode di sekitar pengumuman quantitative easing tahap I dan III saja.
ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 17 Abnormal Return Q dan Trading Volume Activity KEBIJAKAN UANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Saham-Saham Peristiwa Muhammad LQ45 Falih Pada Ariyanto Pengumuman Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
Tabel 4. Abnormal Return dan Cumulative Abnormal Return selama Periode Peristiwa Tahap I, II dan III
-‐5
Tahap I Rata-‐rata AR CAR -‐0,01486 -‐0,014856
-‐2
-‐0,010160
t -‐4 -‐3 -‐1 0 1 2 3 4 5
-‐0,008116
-‐0,02297
0,017425 ***
-‐0,01187
0,003838 *** -‐0,015931 -‐0,011134 -‐0,005632 -‐0,004565 -‐0,003429 -‐0,003967
Halaman 17
-‐0,01913 -‐0,02929 -‐0,0278
-‐0,03893 -‐0,04457 -‐0,04913 -‐0,05256 -‐0,05653
Tahap II Rata-‐rata AR CAR 0,002870 0,00287
Tahap III Rata-‐rata AR CAR 0,000617 0,000617
0,006390
0,008694 **
-‐0,001557
0,001313
0,000128
0,01178
0,003949 0,003668 0,001918
-‐0,002583 -‐0,002817 -‐0,000970 0,005384
Keterangan : ** Signifikan pada tingkat 5% *** Signifikan pada tingkat 1% Berdasarkan data yang tercantum dalam Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa pada tahap I, abnormal return yang positif dan signifikan terjadi (t-‐3) sebesar 0,0038 dan (t-‐1) sebesar 0,0174. Reaksi pasar dari peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing tahap I pada harga saham yang diteliti belum terlalu kuat karena hanya terdapat dua abnormal return positif dan masih terdapat banyak abnormal return negatif disekitar tanggal peristiwa pengumuman quantitaive easing tahap I.
Akan tetapi, hasil pengujian menunjukkan bahwa peristiwa pengumuman tersebut mempunyai kandungan informasi bagi pemodal, terlihat dari adanya respon yang diberikan pemodal yang lebih cepat terhadap pasar. Respon yang cepat tersebut terlihat dari nilai abnormal return yang tinggi dibandingkan hari-‐hari lainnya yaitu pada tanggal 𝑡𝑡 − 1. Abnormal return yang positif pada 𝑡𝑡 − 3 kemungkinan diakibatkan dari peristiwa lain yang terjadi bersamaan di periode peristiwa I. Berdasarkan indeks berita detik.com pada tanggal 21 November 2008 (𝑡𝑡 − 3) beberapa indeks saham di Amerika Serikat mengalami kenaikan yang relatif cukup tinggi sebagai dampak dari pernyataan Presiden Amerika Serikat terpilih, Barack Obama, yang akan memilih Timothy Geithner sebagai Menteri Keuangan Amerika Serikat. Pasar modal Indonesia yang terkointegrasi dengan pasar modal Amerika Serikat mengalami dampak yang sama pada pernyataan yang dikeluarkan oleh Obama tersebut, sehingga pada 𝑡𝑡 − 3 terjadi abnormal return positif dan signifikan. Pada tahap II, sampel saham-‐saham yang diteliti lebih banyak mempunyai nilai abnormal return positif namun tidak signifikan. Hasil semacam
0,005262 0,011652 0,015448 0,017366 0,014783 0,011966 0,010996 0,01638
-‐0,002410
-‐0,00179
0,004691
0,017398
0,005806
0,007531 ** 0,005712
-‐0,002651
0,012885 *** 0,005818 0,001664
0,004013 0,012707 0,024929 0,030641 0,02799
0,040875 0,046693 0,048357
ini tidak sesuai dengan harapan penelitian, informasi mengenai kebijakan moneter ekspansif yang dikeluarkan The Fed seharusnya memberikan pengaruh pada return yang positif saham-‐saham yang diperdagangkan di BEI. Hasil pengujian yang tidak signifikan berarti tidak ada abnormal return pada sampel saham yang diteliti atau abnormal return sama dengan nol (0). Pemodal menganggap informasi yang diterima mengenai kebijakan quantitative easing tahap II bukan sebagai informasi yang baru.
Pada tahap III, hampir seluruh nilai abnormal return disekitar periode peristiwa memiliki nilai positifkecuali pada 𝑡𝑡 − 4 dan𝑡𝑡 + 2. Namun, abnormal return positif dan signifikan hanya terdapat pada 𝑡𝑡 − 2(0,008694), 𝑡𝑡0(0,007531), dan 𝑡𝑡 + 3(0,012885). Abnormal return di 𝑡𝑡 − 2 (tanggal 12 September 2009) merupakan reaksi pasar atas keputusan pengadilan Jerman yang memberikan bailout untuk mengatasi krisis utang Uni Eropa. Informasi tersebut berdampak pada penguatan pasar saham di Eropa dan Wall Street, dan berdampak pada pasar modal di Indonesia yang telah terintegrasi dengan bursa saham internasional. Abnormal return yang positif dan signifikan pada 𝑡𝑡 + 3 merupakan respon pemodal terhadap keputusan yang dikeluarkan The Fed. Menurut analisis AAA Sekuritas sebagaimana dikutip detik finance menyatakan bahwa sampai dengan tanggal 19 September 2012 pemodal bersikap wait and see, menunggu hasil pemilihan Presiden Amerika Serikat. Hal tersebut didukung dengan pergerakan bursa saham Amerika Serikat yang cenderung bergerak sideways.
Berdasarkan analisis, pemodal telah melakukan antisipasi sebagai dampak informasi yang terlebih dahulu diterima pemodal, sehingga pemodal melakukan respon lebih cepat sebelum keputusan
Abnormal Return dan Trading Volume Activity ABNORMAL RETURN DAN TRADING VOLUME ACTIVITY Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman SAHAM-‐SAHAM Q45 Oleh PADA ERISTIWA ENGUMUMAN Kebijakan Quantitative L Easing BankPCentral AmerikaPSerikat
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 P a g e | 18 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21 Muhammad Falih Ariyanto Halaman 18 Muhammad Falih Ariyanto
The Fed diumumkan. Hal tersebut didukung penelitian yang dilakukan Husnan (1996) yang menyatakan bahwa keuntungan abnormal return (abnormal return yang positif) tidak akan diperoleh informasi telah Keuntungan diperoleh pemodal sesudah terjadi yang peristiwa. abnormal sebelumnya. return sebelum peristiwa dimungkinkan karena adanya antisipasi dari volume pemodal atau digunakan kebocoran Pengujian trading activity informasi yang telah diperoleh pemodal sebelumnya. untuk membuktikan adanya perbedaan intensitas perdagangan Fed activity mengumumkan Pengujian setelah trading The volume digunakan kebijakan quantitative easing. Hasil pengujian trading untuk membuktikan adanya perbedaan intensitas volume activity menunjukkan adanya perbedaan perdagangan setelah The Fed mengumumkan intensitas perdaganganyang lebih besar antara kebijakan quantitative easing. Hasil pengujian trading periode sesudah dan sebelum pengumuman volume activity menunjukkan adanya perbedaan peristiwa. Sebagaimana pengujian menggunakan intensitas perdagangan yang lebih besar antara abnormal return, pengujian menggunakan trading
periode sesudah dan sebelum pengumuman peristiwa. Sebagaimana pengujian menggunakan abnormal return, pengujian menggunakan trading volume activity activity membuktikan bahwa pengumuman volume membuktikan bahwa pengumuman kebijakan quantitative easing pada tahap I dan kebijakan quantitative easing pada tahap I dan III III dianggap memiliki memiliki kandungan kandungan informasi sehingga dianggap informasi sehingga pemodal memberikan memberikan reaksi reaksi dengan dengan melakukan pemodal melakukan aktivitas perdagangan yang lebih besar pada periode aktivitas perdagangan yang lebih besar pada periode setelah pengumuman kebijakan tersebut. setelah pengumuman kebijakan tersebut.
Grafik 1 I ntensitas Perdagangan Grafik 1 Intensitas Perdagangan pada P eristiwa Q uantitative E asing Tahap , IdI an dan pada Peristiwa Quantitative Easing Tahap I, III III III
0.012 0.012 0.01 0.01 0.008 0.008 0.006 0.006 0.004 0.004 0.002 0.002 0 0
-‐5 -‐5
-‐4 -‐4
-‐3 -‐3
-‐2 -‐2
-‐1 -‐1
0 0
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
ATVA(1) 0.004410952 0.004478903 0.003571002 0.009102441 0.00699094 0.010403682 0.007230247 0.009025824 0.006126494 0.006991949 0.003384421 ATVA(1)
0.004410952 0.004478903 0.003571002 0.009102441 0.00699094 0.010403682 0.007230247 0.009025824 0.006126494 0.006991949 0.003384421
ATVA(2) 0.004083405 0.0032496 0.004701316 0.004757508 0.004814857 0.004415406 0.005747609 0.005342447 0.004920981 0.004156106 0.004354444
ATVA(2) 0.004083405 0.0032496 0.004701316 0.004757508 0.004814857 0.004415406 0.005747609 0.005342447 0.004920981 0.004156106 0.004354444
ATVA(3) 0.002617943 0.002328826 0.002063638 0.002140017 0.002922354 0.004367774 0.003080357 0.002104095 0.00274621 0.002622495 0.002368228
ATVA(3) 0.002617943 0.002328826 0.002063638 0.002140017 0.002922354 0.004367774 0.003080357 0.002104095 0.00274621 0.002622495 0.002368228
Grafik 1 secara umum menunjukkan terjadinya peningkatan intensitas perdagangan pada periode peristiwa tahap I dan III yang dimulai dari 𝑡𝑡 − 3 sampai dengan 𝑡𝑡 + 3. Pada periode tersebut, tanggal peristiwa (𝑡𝑡0) tahap I dan II terjadi intensitas perdagangan tertinggi dibandingkan hari-‐hari lain pada periode peristiwa, sedangkan pada periode peristiwa II intensitas perdagangan saham-‐ saham yang diteliti mengalami pergerakan yang cenderung datar. Hal tersebut selaras dengan hasil pengujian trading volume activity yang menyatakan bahwa pada tahap II tidak ada perbedaaan yang lebih besar setelah peristiwa pengumuman kebijakan, pemodal tidak melakukan respon atas peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengumuman kebijakan quantitative easing mempunyai kandungan informasi bagi pasar modal Indonesia, hal tersebut didukung karena adanya kointegrasi antara pasar modal di Amerika Serikat dan pasar modal di Indonesia yang menyebabkan peristiwa international dapat berpengaruh pada abnormal return dan intensitas perdagangan di pasar modal Indonesia. Harapan pemodal terhadap kebijakan moneter ekspansif yang diputuskan oleh The Fed adalah keuntungan melalui return saham yang positif. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengujian dan analisis dapat disimpulkan bahwa: (1).Kandungan informasi dari peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing ditunjukkan dengan abnormal return yang positif antara lain sehari sebelum (𝑡𝑡 − 1) peristiwa tahap I,
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 P a g e | 19 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Halaman 19 Muhammad Falih Ariyanto Muhammad Falih Ariyanto ABNORMAL ETURN AN TActivity RADING VOLUME ACTIVITY Abnormal Return R dan Trading D Volume Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat
dan 𝑡𝑡 − 2, 𝑡𝑡0 dan 𝑡𝑡 + 3 sesudah peristiwa tahap III, (2).Terjadi intensitas perdagangan yang lebih besar pada periode setelah peristiwa pengumuman kebijakan quantitative easing tahap I dan III, dan trading volume activity tertinggi pada tanggal peristiwa (𝑡𝑡0) di tahap I dan III. Hasil ini mendukung kesimpulan pertama dan membuktikan bahwa pengujian efisiensi pasar secara informasi di pasar modal Indonesia dapat dinyatakan sebagai pasar modal yang efisien secara informasi dalam bentuk setengah kuat, (3).Pemodal tidak dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan tersebut untuk mendapatkan keuntungan (abnormal return positif) dalam jangka waktu yang lama (hanya disekitaran tanggal peristiwa), hal tersebut juga dibuktikan dengan intensitas perdagangan yang meningkat hanya pada periode 𝑡𝑡 − 3 sampai dengan 𝑡𝑡 + 3.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menguji perbedaan abnormal return dan trading volume activity berdasarkan kelompok sampel saham yang memiliki posisi net buying dan net selling oleh pemodal asing. Keterbatasan data net buying dan selling per sekuritas secara harian menyebabkan pengujian hipotesis adanya keterkaitan aliran modal asing yang terjadi disekitar tanggal peristiwa sebagai dampak limpahan likuidas akibat adanya kebijakan quantitative easing tidak dapat dibuktikan
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES)
Abimanyu, Yoopi et al (2008), International Linkages to The Indonesian Capital Market: Cointegration Test. Jakarta: Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (2008), Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas Serta Hubungan Dinamis Antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Bapepam-‐LK.
Beaver, William H. (1968), “The Information Content of Annual Earnings Announcements”, Journal of Accounting Research, Vol. 6, hlm. 67-‐92
Bodie, Zvi et al (2011), Investment and Portofolio Management, 9th edition. New York: McGraw Hill Conover, C. Mitchell et al (2005), ”Is Fed Policy Still Relevant for Investors?” Financial Analysts Journal, Vol. 61, No. 1, hlm. 70-‐79.
Dyckman, Thomas et al (1984), ”A Comparison of Event Study Methodologies Using Daily Stock Returns: A Simulation Approach”, Journal of Accounting Research, Vol. 22, Studies on Current Econometric Issues in Accounting Research, hlm. 1-‐30.
Hartono, Jogiyanto (2013), Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi ke-‐8. Yogyakarta: BPFE.
Husnan, Suad et al (1996), “Dampak Pengumuman Laporan Keuangan Terhadap Kegiatan Perdagangan Saham dan Variabilitas Tingkat Keuntungan”, Kelola, No. 11/V/1996, hlm. 110-‐ 125.
Morse, Dale (1981), “Price and Trading Volume Reaction Surrounding Earnings Announcements: A Closer Examination”, Journal of Accounting Research, Vol. 19, No. 2, hlm. 374-‐383.
Rigobon, Roberto and Brian Sack (2003), “Measuring the Reaction of Monetary Policy to the Stock Market”, The Quarterly Journal of Economics, Vol. 118, No. 2, hlm. 639-‐669.
Abnormal Return dan Trading Volume Activity
Saham-SahamRLQ45 Pada D Peristiwa Pengumuman ABNORMAL ETURN AN TRADING VOLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank Central Amerika Serikat SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 20 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 11-21 Falih Ariyanto Halaman 20 QMuhammad KEBIJAKAN UANTITATIVE EASING O BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT ABNORMAL R ETURN DAN TRADING VLEH OLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 Muhammad Falih Ariyanto SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN P a g e | 20 KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Lampiran I: Statistik Deskriptif Abnormal Return pada Peristiwa Quantitative Easing Tahap I, II dan III Lampiran I: Statistik Deskriptif Abnormal Return pada Peristiwa Quantitative Easing Paket Tahap QE t I, II dN Min. Maks. Rata-‐rata Deviasi Standar an IIIJarak Tahap I Paket QE Tahap I
Tahap II Tahap II
Tahap III Tahap III
tt -‐5 t-‐4 t-‐5 t-‐3 t-‐4 t-‐2 t-‐3 t-‐1 t-‐2 t0 t-‐1 t+1 t0 t+2 t+1 t+3 t+2 t+4 t+3 t+5 t+4 t-‐5 t+5 t-‐4 t-‐5 t-‐3 t-‐4 t-‐2 t-‐3 t-‐1 t-‐2 t0 t-‐1 t+1 t0 t+2 t+1 t+3 t+2 t+4 t+3 t+5 t+4 t-‐5 t+5 t-‐4 t-‐5 t-‐3 t-‐4 t-‐2 t-‐3 t-‐1 t-‐2 t0 t-‐1 t+1 t0 t+2 t+1 t+3 t+2 t+4 t+3 t+5 t+4 t+5
N
42 42
40 40
45 45
0,1626 Jarak 0,1710 0,1626 0,2948 0,1710 0,2983 0,2948 0,3115 0,2983 0,2980 0,3115 0,2417 0,2980 0,2991 0,2417 0,2281 0,2991 0,1295 0,2281 0,2579 0,1295 0,0987 0,2579 0,0752 0,0987 0,1240 0,0752 0,0804 0,1240 0,0949 0,0804 0,0980 0,0949 0,0972 0,0980 0,0984 0,0972 0,1110 0,0984 0,0960 0,1110 0,0829 0,0960 0,0923 0,0829 0,0929 0,0923 0,0789 0,0929 0,1021 0,0789 0,0928 0,1021 0,0964 0,0928 0,1081 0,0964 0,0433 0,1081 0,1607 0,0433 0,2023 0,1607 0,0988 0,2023
0,0416783 -‐0,0860 0,0766 Rata-‐rata -‐0,014856 Deviasi Standar Min. Maks. -‐0,0685 0,1025 -‐0,008116 0,0413236 0,0416783 -‐0,0860 0,0766 -‐0,014856 -‐0,1466 0,1482 0,003838 0,0633209 -‐0,0685 0,1025 -‐0,008116 0,0413236 -‐0,1058 0,1925 -‐0,010160 0,0590124 -‐0,1466 0,1482 0,003838 0,0633209 -‐0,1146 0,1969 0,017425 0,0712066 -‐0,1058 0,1925 -‐0,010160 0,0590124 -‐0,1303 0,1678 -‐0,015931 0,0507928 -‐0,1146 0,1969 0,017425 0,0712066 -‐0,1030 0,1387 -‐0,011134 0,0573133 -‐0,1303 0,1678 -‐0,015931 0,0507928 -‐0,1262 0,1728 -‐0,005632 0,0596849 -‐0,1030 0,1387 -‐0,011134 0,0573133 -‐0,0799 0,1482 -‐0,004565 0,0411818 -‐0,1262 0,1728 -‐0,005632 0,0596849 -‐0,0727 0,0567 -‐0,003429 0,0303661 -‐0,0799 0,1482 -‐0,004565 0,0411818 -‐0,0949 0,1631 -‐0,003967 0,0432923 -‐0,0727 0,0567 -‐0,003429 0,0303661 -‐0,0341 0,0646 0,002870 0,0194309 -‐0,0949 0,1631 -‐0,003967 0,0432923 -‐0,0361 0,0391 -‐0,001557 0,0157789 -‐0,0341 0,0646 0,002870 0,0194309 -‐0,0514 0,0726 0,003949 0,0223819 -‐0,0361 0,0391 -‐0,001557 0,0157789 -‐0,0366 0,0438 0,006390 0,0171157 -‐0,0514 0,0726 0,003949 0,0223819 -‐0,0490 0,0459 0,000128 0,0177907 -‐0,0366 0,0438 0,006390 0,0171157 -‐0,0292 0,0688 0,003668 0,0209501 -‐0,0490 0,0459 0,000128 0,0177907 -‐0,0398 0,0574 0,001918 0,0217777 -‐0,0292 0,0688 0,003668 0,0209501 -‐0,0428 0,0556 -‐0,002583 0,0230933 -‐0,0398 0,0574 0,001918 0,0217777 -‐0,0430 0,0680 -‐0,002817 0,0231372 -‐0,0428 0,0556 -‐0,002583 0,0230933 -‐0,0382 0,0578 -‐0,000970 0,0169830 -‐0,0430 0,0680 -‐0,002817 0,0231372 -‐0,0191 0,0638 0,005384 0,0166862 -‐0,0382 0,0578 -‐0,000970 0,0169830 -‐0,0464 0,0459 0,000617 0,0183716 -‐0,0191 0,0638 0,005384 0,0166862 -‐0,0426 0,0503 -‐0,002410 0,0194194 -‐0,0464 0,0459 0,000617 0,0183716 -‐0,0182 0,0608 0,005806 0,0147304 -‐0,0426 0,0503 -‐0,002410 0,0194194 -‐0,0186 0,0835 0,008694 0,0218211 -‐0,0182 0,0608 0,005806 0,0147304 -‐0,0237 0,0692 0,004691 0,0195907 -‐0,0186 0,0835 0,008694 0,0218211 -‐0,0264 0,0700 0,007531 0,0224017 -‐0,0237 0,0692 0,004691 0,0195907 -‐0,0447 0,0634 0,005712 0,0211432 -‐0,0264 0,0700 0,007531 0,0224017 -‐0,0247 0,0186 -‐0,002651 0,0104803 -‐0,0447 0,0634 0,005712 0,0211432 -‐0,0245 0,1362 0,012885 0,0305375 -‐0,0247 0,0186 -‐0,002651 0,0104803 -‐0,0349 0,1674 0,005818 0,0285191 -‐0,0245 0,1362 0,012885 0,0305375 -‐0,0327 0,0661 0,001664 0,0184708 -‐0,0349 0,1674 0,005818 0,0285191
0,0988 -‐0,0327
0,0661
0,001664
0,0184708
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-Saham LQ45 Pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing Oleh Bank D Central Amerika Serikat ABNORMAL RETURN AN TRADING VOLUME ACTIVITY
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 11-21
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 SAHAM-‐SAHAM LQ45 PADA PERISTIWA PENGUMUMAN Halaman P a g 21e | 21 ABNORMAL R DAN TRADING VLEH OLUME ACTIVITY Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 11-‐21 KEBIJAKAN QETURN UANTITATIVE EASING O BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT SAHAM-‐SAHAM LQ45 P P a g e | 21 Muhammad Falih Ariyanto ADA PERISTIWA PENGUMUMAN KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING OLEH BANK SENTRAL AMERIKA SERIKAT Muhammad Falih Ariyanto
Muhammad Falih Ariyanto
Lampiran II: Statistik Deskriptif Trading Volume Activitypada Peristiwa Quantitative Tahap I, II dan Trading III Lampiran II: Easing Statistik Deskriptif Volume Activitypada Peristiwa Quantitative Easing T ahap I , I I d an I II Paket QE t N Jarak Min. Maks. Rata-‐rata Standar Deviasi Paket Q E Deviasi N Jarak Min. Maks. Tahap I tt 0,0459 0,0000 0,0459 Rata-‐rata 0,004414 Standar 0,0086239 -‐5 Tahap I
t-‐5 -‐4
0,0569 0,0459 0,0000
0,0569 0,0459
0,004476 0,004414
0,0094303 0,0086239
t-‐2 -‐1
0,1000 0,0000 0,1661
0,1000 0,1661
0,006988 0,009102
0,0180441 0,0262790
t-‐4 -‐3 t-‐3 -‐2 tt-‐10
0,0461 0,0000 0,0569
42
tt+1 0 42 t+2 +1 t+2 +3 Tahap II Tahap II
t+3 +4 t+5 +4 t+5 -‐5
t-‐2 -‐1 tt-‐10
40
t+2 +3 t+3 +4 t+5 +4
Tahap III t+5 -‐5 Tahap III
t-‐5 -‐4 t-‐4 -‐3 t-‐3 -‐2 t-‐2 -‐1
tt-‐10 45 tt+1 0 45 t+1 +2 t+2 +3
t+3 +4 t+4 +5 t+5
0,0796 0,0000 0,1437 0,1456 0,0796 0,0000
0,1661 0,0461 0,1437 0,1000 0,0796 0,1437 0,1456 0,0796
0,0483 0,0000 0,0483 0,1456 0,1456 0,0895 0,0000 0,0483 0,0895 0,0483 0,0457 0,0000 0,0895
0,0457 0,0895
0,0587 0,0002 0,0259 0,0003 0,0434 0,0587 0,0004 0,0002
0,0589 0,0262 0,0438 0,0589
0,0259 0,0001 0,0003 0,0297
tt+1 0 40 t+1 +2
0,1437 0,0000 0,1000
0,0297 0,0000 0,0001 0,0457
t-‐5 -‐4 t-‐4 -‐3 t-‐3 -‐2
0,1661 0,0000 0,0461
0,0461 0,0569
0,0455 0,0004 0,0001 0,0434 0,0398 0,0001 0,0003 0,0455 0,0458 0,0003 0,0001 0,0398 0,0364 0,0001 0,0002 0,0458 0,0247 0,0002 0,0006 0,0364 0,0451 0,0002 0,0247 0,0006 0,0297 0,0451 0,0004 0,0002 0,0210 0,0004 0,0000 0,0297 0,0117 0,0000 0,0210 0,0144 0,0000 0,0117 0,0122 0,0000 0,0144 0,0236 0,0122 0,0000 0,0228 0,0000 0,0236 0,0183 0,0228 0,0000 0,0132 0,0000 0,0183 00141 0,0000 0,0132 0,0219 00141 0,0000 0,0158 0,0000 0,0219 0,0158 0,0000
0,0299 0,0457 0,0262 0,0299 0,0455 0,0438 0,0400 0,0455 0,0460 0,0400 0,0365 0,0460 0,0253 0,0365 0,0453 0,0253 0,0301 0,0453 0,0210 0,0301 0,0117 0,0210 0,0144 0,0117 0,0122 0,0144 0,0236 0,0122 0,0228 0,0236 0,0183 0,0228 0,0132 0,0183 0,0141 0,0132 0,0219 0,0141 0,0158 0,0219 0,0158
0,003569 0,004476 0,009102 0,003569 0,010405 0,006988 0,007224 0,010405 0,009024 0,007224 0,006129 0,009024 0,006998 0,006129 0,003386 0,006998 0,004083 0,003386 0,003250 0,004083 0,004701 0,003250 0,004758 0,004701 0,004815 0,004758 0,004415 0,004815 0,005748 0,004415 0,005342 0,005748 0,004921 0,005342 0,004156 0,004921 0,004354 0,004156 0,002618 0,004354 0,002329 0,002618 0,002064 0,002329 0,002140 0,002064 0,002922 0,002140 0,004368 0,002922 0,003080 0,004368 0,002104 0,003080 0,002746 0,002104 0,002622 0,002746 0,002368 0,002622 0,002368
0,0075801 0,0094303 0,0262790 0,0075801 0,0237841 0,0180441 0,0147712 0,0237841 0,0232608 0,0147712 0,0099489 0,0232608 0,0145975 0,0099489 0,0072682 0,0145975 0,0064408 0,0072682 0,0049032 0,0064408 0,0099486 0,0049032 0,0078482 0,0099486 0,0095606 0,0078482 0,0074416 0,0095606 0,0093236 0,0074416 0,0086518 0,0093236 0,0057666 0,0086518 0,0079768 0,0057666 0,0072345 0,0079768 0,0039921 0,0072345 0,0031130 0,0039921 0,0032055 0,0031130 0,0026362 0,0032055 0,0044674 0,0026362 0,0047350 0,0044674 0,0034771 0,0047350 0,0027694 0,0034771 0,0032786 0,0027694 0,0044510 0,0032786 0,0029182 0,0044510 0,0029182
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
22
INDONESIAN TREASURY REVIEW
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38
REVIEW EVIEW JURNAL INDONESIAN PINDONESIAN ERBENDAHARAAN, T KREASURY EUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK T REASURY R JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN N EGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 N omor 1, 2016 PENGARUH DDESENTRALISASI ESENTRALISASI FISKAL TISI ERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAFTAR PENGARUH FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH I INDONESIA, 2008 – 2 012 DAERAH DI D INDONESIA, 2008 – 2012
Abdillah Kampul hamdana Abdillah Halaman KShamdana Program Ekonomika Pembangunan, Program MMagister agister Ekonomika Pembangunan, Fakultas E konomika d an B isnis, U niversitas G adjah Mada Fakultas E konomika d an B isnis, U niversitas Gadjah Mada Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Alamat K orespondensi: k [email protected] Alamat Korespondensi: [email protected] Kata Pengantar Dewan Redaksi
Hlm.
i iii v Halaman E ditorial vii INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK Diterima P ertama This study aims to analyze the effect of fiscal decentralization on the economic Daftar Isi ix growth in Diterima Pertama Indonesian This study aims to The analyze the effect of fiscal decentralization on the economic growth in 24 Mei 2016 provinces. analysis of fiscal decentralization used three indicators, i.e. Mei 2016 Indonesian provinces. The analysis of fiscal decentralization used of three indicators, i.e. revenue, expenditure, and autonomy, added by control variables that consists 24 Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 1-‐10 population revenue, expenditure, autonomy, added control inflation variables that consists population growth, ratio of domestic and investment to GDP, and by regional rate. This study of used Dinyatakan Diterima dengan Sasaran Tunggal Inflasi growth, ratio of domestic investment to GDP, and regional inflation rate. This Dinyatakan study used panel data of 33 provinces in Indonesia from the period of 2008-‐2012 with Random Effect 15 Juli 2016 Diterima Mohamad 15 Juli 2016 Yusuf panel data of 33 provinces in Indonesia from the period of 2008-‐2012 with Random Effect
Model (REM) method. The results show that fiscal decentralization has been proven not significantly increase the economic growth of the provinces. Therefore, reconsidering fiscal KATA KUNCI: Return dan Trading Abnormal Model (REM) method. The results that fiscal decentralization has been proven not Volume Activity Saham-‐Saham show 11-‐21 related to increase regional planning and budgeting, determining development priority Fiscal Policy, Peristiwa Fiscal Pengumuman significantly the economic growth of and the provinces. Therefore, reconsidering fiscal KATA policy LQ45 KUNCI: pada Kebijakan Quantitative scale are needed. Consequently, it is necessary strengthen the determining capacity and development capability of priority Decentralization, Economic policy related to regional planning and to budgeting, and Fiscal Policy, Fiscal Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat ublic officials in fiscal and public olicy matters. Growth, Regional Inflation scale pare needed. Consequently, it is pnecessary to strengthen the capacity and capability of Decentralization, Economic Muhammad Falih Ariyanto regional regional public officials in fiscal and public policy matters. Rate, Local Government Growth, Regional Inflation bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap Expenditure, Local Fiskal Penelitian Pengaruh Desentralisasi T erhadap ini Pertumbuhan Ekonomi 23-‐38 Rate, Local Government pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia. Analisis desentralisasi fiskal menggunakan Government Rndonesia, evenue. 2008 – 2012 Daerah d i I Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap Expenditure, Local indikator pendapatan, indikator belanja, dan indikator otonomi serta menggunakan Abdillah Khamdana pertumbuhan ekonomi provinsi Indonesia. Analisis desentralisasi fiskal menggunakan Government R evenue. variabel pengendali yang terdiri dari di pertumbuhan populasi, rasio investasi domestik KLASIFIKASI JEL: indikator pendapatan, indikator indikator data otonomi serta menggunakan Analisis Pengaruh Pengeluaran belanja, 39-‐50 terhadap PPemerintah DRB, dan tingkat Terhadap inflasi daerah. Studi ini dan menggunakan panel 33 provinsi di E6, H3, H5, O1, R5 variabel pengendali yang terdiri dari pertumbuhan populasi, rasio investasi KLASIFIKASI J EL: Pembangunan Manusia di metode Random Effect Model (REM). Hasil penelitian domestik Indonesia periode 2008–2012 dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks PDRB, bahwa dan tingkat inflasi daerah. tudi ini menggunakan data panel 33 provinsi di H3, H5, O1, R5 ini terhadap menunjukkan desentralisasi fiskal Stidak terbukti signifikan meningkatkan E6, Indonesia Indonesia pekonomi eriode 2008–2012 dengan etode Random Effect Model (REM). kembali Hasil penelitian Ginanjar Aji Nugroho pertumbuhan provinsi. Atas dasar mhal tersebut, diperlukan peninjauan ini menunjukkan bahwa fiskal tidak terbukti kebijakan fiskal daerah terkait desentralisasi perencanaan dan penganggaran, serta signifikan penetapan meningkatkan skala Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan konsekuensi, 51-‐66 prioritas pembangunan daerah. Sebagai perlu adanya upaya peninjauan penguatan kembali pertumbuhan ekonomi provinsi. Atas dasar hal tersebut, diperlukan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental kapasitas dan kfiskal apabilitas aparatur daerah di bidang kebijakan fiskal dan kebijakan publik. kebijakan daerah terkait perencanaan dan penganggaran, serta penetapan skala Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham prioritas pembangunan daerah. Sebagai konsekuensi, perlu adanya upaya penguatan
di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
kapasitas dan kapabilitas aparatur daerah di bidang kebijakan fiskal dan kebijakan publik.
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
Indeks Lampiran
67-‐83
85.1 – 85.3 85.5 – 85.12
ix
Halaman 23
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Abdillah Khamdana Halaman 24 Abdillah Khamdana
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Banyak negara telah mengimplementasikan desentralisasi fiskal diantaranya adalah Indonesia yang dimulai pada tahun 2001. Guna membuktikan dampak dari penerapan desentralisasi fiskal, banyak ekonom telah meneliti pengaruh desentralisasi fiskal bagi perekonomian. Indikator yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi yang merefleksikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian terbagi atas tiga kelompok sesuai argumentasi logis dan bukti empiris masing-‐masing. Zhang dan Zou (1998), Davoodi dan Zou (1998), Xie et al. (1998), dan Pose dan Ezcurra (2010) memperoleh fakta bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Woller dan Phillips (1998) memiliki bukti bahwa desentralisasi fiskal tidak mempunyai kaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Sementara, Akai dan Sakata (2002), Iimi (2005), Wibowo (2008), Samimi et al. (2010), dan Faridi (2011) menemukan hasil bahwa desentralisasi fiskal berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi dasar hukum pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada masyarkat. Untuk mendukung pelaksanaan tugas-‐ tugas pemerintahan di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan atau dana transfer kepada daerah. Sepanjang tahun 2008–2012, jumlah dana perimbangan terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 1.1., yang menujukkan bahwa rasio dana perimbangan terhadap jumlah belanja negara berada pada rentang 28 persen hingga 31 persen. Sementara untuk rasio untuk DBH terhadap Dana Perimbangan ada pada rentang 26,5 persen hingga 29,1 persen, rasio untuk DAK terhadap Dana Perimbangan ada pada rentang 6,3 persen hingga 8,6 persen, dan rasio untuk DAU terhadap Dana Perimbangan ada pada rentang 64,4 persen ke
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016 a g Hal e |23-38 24
66,5 persen. Sementara itu bagi pemerintah daerah, Dana Perimbangan menjadi penyumbang pendapatan daerah terbesar, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Dengan adanya pemberian kewenangan kepada daerah untuk menjalankan otonomi seluas-‐ luasnya dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan termasuk kebijakan fiskal beserta pembiayaannya, maka kewenangan belanja pemerintah daerah menjadi bertambah besar. Berdasarkan data keuangan pemerintah konsolidasi dapat diketahui bahwa sepanjang tahun 2008, belanja pemerintah daerah (pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) berkontribusi sebesar 28,45 persen terhadap belanja pemerintah konsolidasi. Angka ini semakin meningkat pada tahun-‐tahun berikutnya sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3.
Semakin besarnya kontribusi belanja pemerintah daerah diharapkan mampu memberikan dampak signifikan bagi perekonomian daerah melalui penyediaan kebutuhan dan preferensi masyarakat di masing-‐masing daerah. Untuk melihat pengaruh realisasi belanja pemerintah daerah, salah satu indikator yang dapat digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan ukuran Produk Domestik Bruto (PDB) riil per kapita, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan sejak kebijakan desentralisasi fiskal mulai diterapkan, seperti terlihat pada Tabel 1.4. Dengan peningkatan jumlah belanja sepanjang periode 2008–2012, terdapat daerah dengan pertumbuhan PDRB riil per kapita yang cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun seperti Provinsi Aceh dan Papua Barat. Namun di sisi lain, terdapat pula daerah yang mengalami kondisi sebaliknya seperti Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sementara itu, beberapa daerah lain memiliki pertumbuhan yang berfluktuatif seperti Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat ketimpangan kinerja perekonomian antar daerah, yang mana hal ini merupakan output atas kebijakan fiskal tiap-‐tiap pemerintah daerah.
Tabel 1.1 Realisasi Belanja Negara, 2008 – 2012
Belanja Negara 985.730,7 937.382,0 1.042.117,2 1.294.999,1 1.491.410,2
Dana Perimbangan 278.714,6 287.251,4 316.711,2 347.246,2 411.293,1
Sumber: Kementerian Keuangan, 2008 – 2012
DBH 78.420,1 76.129,9 92.183,4 96.908,9 111.537,2
(Milyar Rupiah) DAU DAK 179.507,1 20.787,3 186.414,1 24.707,4 203.571,4 20.956,3 225.533,7 24.803,5 273.814,4 25.941,4
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan EkonomiDDaerah di Indonesia, 2008-2012 PENGARUH ESENTRALISASI FISKAL TERHADAP
Abdillah Khamdana PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012
Abdillah Khamdana
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38 Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 Halaman 25 P a g e | 25
Tabel 1.2 Komposisi Pendapatan Pemerintah Daerah Di Indonesia, 2008 – 2012
Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 Pendapatan Pemda Rp376 T Rp393 T Rp446 T Rp547 Rp646 T Share Dana Perimbangan 73,35% 71,56% 68,10% 62,97% 62,80% Share PAD 17,20% 17,16% 18,15% 19,94% 20,40% Keterangan: Pemerintah daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Sumber: Kementerian Keuangan, 2008 – 2012 (diolah) Tabel 1.3 Realisasi Belanja Pemerintah Konsolidasi, 2008– 2012
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Rp1,248 T Rp1,024 T Rp1,119 T Rp1,389 T Rp1,605 Belanja Konsolidasi Share Belanja Pempus 71,55% 61,38% 62,31% 63,59% 62,95% Share Belanja Pemda 28,45% 38,62% 37,69% 36,41% 37,05% Keterangan : Untuk belanja pemerintah pusat dan provinsi, nilai belanja adalah angka belanja netto (tanpa memperhitungkan belanja transfer). Sumber : Kementerian Keuangan, 2008–2012 (diolah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Tabel 1.4 Pertumbuhan PDRB Riil Per Kapita Provinsi di Indonesia, 2008 – 2012
Provinsi 2008 Aceh -‐7.29 Sumatera Utara 4.93 Sumatera Barat 5.17 Riau 1.93 Jambi 4.30 Sumatera Selatan 2.91 Bengkulu 3.74 Lampung 3.76 Kep Bangka Belitung 1.29 Kepulauan Riau 1.76 DKI Jakarta 4.47 Jawa Barat 3.98 Jawa Tengah 4.90 D.I Yogyakarta 3.65 Jawa Timur 4.83 Banten 2.74 Bali 3.51 Nusa Tenggara Barat 1.34 Nusa Tenggara Timur 2.48 Kalimantan Barat 4.19 Kalimantan Tengah 4.04 Kalimantan Selatan 4.13 Kalimantan Timur 1.01 Sulawesi Utara 9.15 Sulawesi Tengah 5.47 Sulawesi Selatan 6.23 Sulawesi Tenggara 4.85 Gorontalo 5.15 Sulawesi Barat 8.96 Maluku 1.23 Maluku Utara 3.24 Papua Barat 3.93 Papua -‐6.21 Nasional 3.87 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2008 – 2012
2009 -‐5.39 4.00 2.99 -‐0.87 3.63 2.23 3.89 4.02 0.38 -‐1.87 3.68 2.32 4.98 3.46 4.36 1.81 3.09 10.90 2.15 3.94 3.78 3.27 -‐1.76 6.63 5.71 5.14 5.35 5.09 3.15 2.46 3.44 9.51 15.27 3.36
2010 -‐2.15 5.34 4.61 0.72 4.81 3.82 4.51 4.73 2.91 2.23 5.09 4.28 5.53 3.94 6.02 3.30 3.73 5.23 3.21 4.58 4.71 3.59 1.37 5.87 6.73 7.01 6.09 5.40 9.11 3.65 5.47 24.00 -‐8.05 4.45
2011 2.65 5.08 4.79 2.27 6.49 4.86 4.58 5.03 4.14 3.24 5.51 4.79 5.12 3.89 6.43 3.89 5.14 -‐4.09 3.79 4.15 4.22 4.07 1.32 6.09 7.22 6.34 6.55 5.87 8.20 4.13 4.02 23.67 -‐7.21 5.22
2012 3.01 4.73 4.95 0.85 5.45 4.42 4.76 5.17 3.40 3.49 5.34 4.60 5.46 4.06 6.53 3.74 5.33 -‐2.49 3.65 4.04 4.18 3.74 1.27 6.58 7.38 7.17 8.02 5.95 6.92 5.85 4.33 12.88 -‐0.92 9.99
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 26
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN KONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pengaruh DesentralisasiEFiskal Terhadap Abdillah Khamdana Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 Halaman 26
Berdasarkan uraian di atas, dua hal yang menjadi pokok perhatian adalah: 1).Saat ini Indonesia sedang menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal; 2).Kebijakan desentralisasi fiskal dan peningkatan belanja pemerintah daerah memberikan pengaruh yang berbeda-‐beda bagi perekonomian daerah. Atas dasar hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi di Indonesia.
2. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANG-‐ AN HIPOTESIS
2.1. Teori Pertumbuhan
Kuznets (1966) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada penduduknya yang tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologi yang diperlukannya.1 Sementara itu, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi dengan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang.2 Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan per kapita.3 Indikator ini merefleksikan upaya dari suatu wilayah untuk meningkatkan PDRB pada suatu titik dimana tingkat pertumbuhan PDRB lebih besar dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk.
Model Pertumbuhan Solow (Solow Growth Model) menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam suatu perekonomian terhadap output total barang dan jasa suatu negara.4 Akumulasi modal terjadi pada saat sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan tenaga kerja produktif sementara pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Namun model Solow juga memprediksikan bahwa negara-‐negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan
M.L. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2012), hlm. 57. 2 Boediono, Teori Pertumbuhan Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 1999), hlm. 1. 3 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makroekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 416. 4 N. Gregory Mankiw, Macroeconomics (New York: Worth Publisher, 2012), hlm. 205. 1
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38
Abdillah Khamdana
memiliki tingkat PDB per kapita yang lebih rendah. Artinya semakin besar jumlah penduduk maka semakin kecil jumlah modal per pekerja dan berdampak pada rendahnya output per pekerja. Kemajuan teknologi menurut Solow merupakan variabel eksogen yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu.
2.2. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi sebagai proses transfer kekuasaan dalam membuat keputusan pada pemerintah daerah.5 Oates (2007) menyebutkan bahwa desentralisasi memberikan keunggulan informasi, kedekatan fisik, dan institusi bagi pemerintah daerah untuk mencapai efisiensi ekonomi dalam penyediaan pelayanan publik di daerah. Iimi (2005) menyatakan bahwa desentralisasi memiliki beberapa dimensi yaitu desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal adalah cara setiap negara dalam mengatur sektor publik yang mencerminkan sejarah, geografi, keseimbangan politik, tujuan politik, dan karakteristik lain yang berbeda.6 Menurut Tiebout (1956) dan Klugman (1994), teori desentralisasi fiskal berangkat dari keunggulan informasi dan pemahaman yang lebih baik atas preferensi masyarakat sehingga pemerintah daerah lebih mampu menyediakan pelayanan dan barang publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.7 Desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab serta pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan maupun aspek pengeluaran.8 Dalam membahas desentralisasi fiskal, umumnya terdapat dua variabel yang seringkali digunakan sebagai representasi desentralisasi fiskal yaitu desentralisasi penerimaan dan desentralisasi pengeluaran, sebagaimana diajukan oleh Zhang dan Zou (1998) dan Woller dan Phillips (1998). Namun, Akai dan Sakata (2002) menambahkannya dengan indikator otonomi dengan pertimbangan: 1) pengeluaran pemerintah daerah dapat bersumber dari block transfer yang berasal dari pemerintah pusat. Porsi pengeluaran pemerintah daerah yang
Bird and F. Vaillancourt, Fiscal Decentralization in Development Countries (London: Cambridge University Press, 1998), hlm. 4. 6 Ibid., hlm. 15. 7 Andres Rodrigues Pose and Roberto Ezcurra, Is Fiscal Decentralization Harmful for Economic Growth? Evidence from the OECD Countries, Spatial Economic Research Center, 2010, hlm. 6. 8 Abdul Halim, (2009). Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat-‐ Daerah (Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM, 2009), hlm. 45. 5 R.M.
PENGARUH DESENTRALISASI Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap FISKAL TERHADAP Pertumbuhan Ekonomi E Daerah di Indonesia, 2008-2012 PERTUMBUHAN KONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Abdillah Khamdana
Abdillah Khamdana
besar tidak serta merta mengindikasikan kemandirian dikarenakan masih terkandung dana perimbangan yang merupakan perwujudan otorisasi dari level pemerintah yang lebih tinggi, 2) suatu daerah dapat dikatakan memiliki kemampuan fiskal secara otonom apabila memiliki sumber PAD yang cukup besar meskipun porsinya terhadap penerimaan dan pengeluaran pemerintah keseluruhan tidak besar.
Teori pertumbuhan menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi modal. Salah satu tujuan desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan akumulasi modal yang ada di daerah dengan memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam perencanaan dan pemanfaatan anggaran. Akumulasi modal di daerah diharapkan dapat memberikan pengaruh positif bagi perekonomian daerah. 2.3. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi Oates (1993) menegaskan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian preferensi antara masyarakat dan pemerintah daerah. Secara teori, desentralisasi fiskal diperkirakan akan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan masyarakat dan mempunyai keunggulan informasi sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang benar-‐benar dibutuhkan di daerahnya.9 Keterkaitan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi didasarkan pada dua asumsi bahwa: 1) bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi ekonomi karena pemerintah daerah diposisikan lebih baik dari pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan publik sebagai hasil keuntungan informasi; dan 2) kebutuhan penduduk dan persaingan antarpemerintah daerah untuk pelayanan publik akan menjamin sesuai kebutuhan masyarakat lokal dan pemerintah daerah.10 Prud’homme (1995) meyakini bahwa desentralisasi fiskal dapat berdampak positif terhadap perkembangan ekonomi daerah di masa datang. Secara eksplisit dinyatakan bahwa pengeluaran publik terutama penyediaan infrastruktur bagi masyarakat akan lebih efektif dilakukan oleh pemerintah daerah karena lebih mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat lokal. 9
P. Wibowo, (2008). “Mencermati Dampak Desentralisasi Fiscal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1, hlm 56.
10
H. Davoodi & H. Zou, (1998). “Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross-‐ Country Study”, Journal of Urban Economics, hlm. 244 – 257.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38 P a g e | 27
Halaman 27
2.4. Model Penelitian Berdasarkan teori pertumbuhan dan hasil empiris yang ada pada studi-‐studi sebelumnya, maka penelitian ini akan memasukkan tiga variabel yang akan dijadikan sebagai variabel pengendali, yaitu pertumbuhan penduduk, investasi, dan inflasi. Oleh karena itu, model ekonometrik yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ∆𝑌𝑌!" = 𝛽𝛽! + 𝛽𝛽! 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃!" + 𝛽𝛽! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!" + 𝛽𝛽! 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼!" +∝! 𝑅𝑅𝑅𝑅!" +∝! 𝐸𝐸𝐸𝐸!" +∝! 𝐴𝐴𝐴𝐴!" + 𝜀𝜀!" Dimana:
∆Y Poprates Inflasi
: pertumbuhan PDRB riil per kapita; : pertumbuhan populasi; : tingkat kenaikan harga-‐haga secara umum; Investasi : rasio investasi domestik terhadap PDRB; RI : indikator pendapatan; EI : indikator belanja; AI : indikator otonomi; ε : random error yang diasumsikan bersifat homoskedastic, terdistribusi secara normal, dan independen; β0 : intercept yang menunjukkan endowment pertumbuhan ekonomi; β1,2,3 : estimasi parameter nilai variabel pengendali; α1,2,3 : estimasi parameter nilai indikator desentralisasi fiskal; i : provinsi; dan t : periode waktu. 2.5. Hipotesis Hipotesis penelitian diidentifikasikan sebagai dasar untuk menganalisis pertanyaan penelitian. Hipotesis dirumuskan sebagai berikut. Ho:
α1,2,3 ≤ 0
Ha:
α1,2,3 ≥ 0
Desentralisasi fiskal tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB riil per kapita. Desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB riil per kapita.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data panel yang mana merupakan gabungan antara data time series dan data cross section. Data time series menggunakan data dari tahun 2008–2012, dan data cross section menggunakan 33 provinsi di Indonesia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Keuangan. Penggunaan data sampai dengan tahun 2012 lebih dikarenakan keterbatasan data PDRB tahun setelahnya.
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap FISKAL TERHADAP PENGARUH DESENTRALISASI Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Abdillah Khamdana Halaman 28 Abdillah Khamdana
3.2. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu metode regresi data panel. Untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat tiga metode yang digunakan yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model.11 Tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel adalah sebagai berikut yaitu Uji Statistik F, Uji Hausman, dan Uji Lagrange Multiplier (LM).12 Instrumen penelitian terdiri atas pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik meliputi uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas, uji Multikolinieritas, dan uji Normalitas, namun tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada data panel. Sementara pengujian hipotesis meliputi koefisien determinasi, uji F, dan uji t.
Sebagaimana studi yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, analisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memasukkan beberapa variabel pengendali yang menjadi determinan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar pengaruh desentralisasi fiskal tersebut dapat juga dilihat secara bersama-‐sama dengan variabel lain dalam peranannya terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel pengendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 3.2.1
3.2.2
3.2.3
Pertumbuhan penduduk, adalah perubahan jumlah penduduk tahun berjalan dibanding tahun sebelumnya dengan menggunakan satuan persentase. Variabel ini digunakan pula dalam penelitian Woller dan Phillips (1998), Akai dan Sakata (2002), Iimi (2004), dan Wibowo (2008). Investasi, adalah rasio investasi domestik terhadap PDRB dengan menggunakan satuan persentase. Variabel ini digunakan dalam penelitian Zhang dan Zou (1998), Woller dan Phillips (1998), Xie et al. (1999), dan Wibowo (2008). Inflasi, adalah kenaikan harga-‐harga secara umum dan terus menerus di tiap-‐tiap provinsi dengan menggunakan satuan persentase. Variabel ini digunakan dalam penelitian Zhang dan Zou (1998), Woller dan Phillips (1998), Xie et al. (1999), dan Faridi (2011).
Sementara variabel indikator desentralisasi fiskal terdiri atas indikator pendapatan, indikator belanja, dan indikator otonomi. Indikator ini digunakan dalam penelitian Zhang dan Zou (1998),
11
12
A Widarjono, (2007). Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia, hlm 251.
Ibid., hlm. 258.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 a g Hal e |23-38 28 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
Woller dan Phillips (1998), Akai dan Sakata (2002), dan Wibowo (2008). Definisi dari masing-‐masing indikator desentralisasi fiskal tersebut adalah sebagai berikut. a.
b.
c.
Indikator pendapatan (RI). Rasio RI merupakan share jumlah pendapatan seluruh pemerintah daerah di suatu provinsi terhadap pendapatan pemerintah konsolidasi (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota). Rasio ini serupa dengan indikator yang diajukan oleh Woller dan Phillips (1998).
Indikator belanja (EI). Rasio EI menghitung share jumlah belanja seluruh pemerintah daerah di suatu provinsi terhadap belanja pemerintah konsolidasi. EI merupakan modifikasi dari indikator yang diusulkan oleh Akai dan Sakata (2002).
Indikator otonomi (AI). Indikator ini digunakan karena suatu daerah dapat memperoleh dana perimbangan yang kecil, akan tetapi pendelegasian fiskal disebut tinggi apabila PAD daerah tersebut mampu mendanai pengeluaran dalam porsi yang lebih besar. Rasio AI merupakan share total PAD terhadap jumlah pendapatan seluruh pemerintah daerah dalam satu provinsi dengan memperhitungkan dana perimbangan. AI merupakan modifikasi dari indikator yang diusulkan oleh Akai dan Sakata (2002).
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Uji Akurasi Instrumen dan Hasil Estimasi Guna menentukan model yang paling tepat untuk mengestimasi data panel, terlebih dahulu dilakukan pengujian model. Pada uji Statistik F, diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik F Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
Cross-‐section F 4.706422 (32,126) 0.0000 Cross-‐section Chi-‐ square 129.741222 32 0.0000 Sumber: Lampiran II Hasil uji memperlihatkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil dibandingkan level kesalahan 5 persen. Dengan demikian, Fixed Effect Model merupakan metode yang lebih baik digunakan untuk melakukan analisis data panel. Sementara pada uji Hausman diperoleh hasil sebagaimana pada Tabel 4.2.
PENGARUH DESENTRALISASI Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap FISKAL TERHADAP Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Abdillah Khamdana
Abdillah Khamdana
Chi-‐Sq. Statistic Chi-‐Sq. d.f.
Cross-‐section random 7.062177 Sumber: Lampiran III
Prob.
6
0.3151
Hasil uji memperlihatkan bahwa nilai probabilitas lebih besar dibandingkan level kesalahan 5 persen. Dengan demikian, Random Effect Model merupakan metode yang paling tepat untuk menganalisis data panel dalam penelitian ini. Untuk model dengan menggunakan data panel dan metode Random Effect Model, tidak perlu dilakukan uji asumsi klasik dikarenakan: 1).Masalah multikolinearitas yang mengakibatkan tidak tepatnya penaksiran dapat diatasi dengan menggabungkan data cross section dan time series;13 2).Tidak perlu dilakukan uji heteroskedastisitas dikarenakan pada data panel dengan metode Random Effect Model sudah terkandung generalized least square (GLS) dalam estimasinya.14 Hasil estimasi data panel adalah sebagaimana Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Estimasi Variable
Coefficient
C 5.792767 Poprates -‐0.143563 Investasi 0.357353 Inflasi -‐0.157816 RI 273.8013 EI -‐275.7708 AI -‐1.962564 R-‐squared 0.098037 F-‐statistic 2.862251 Prob (F-‐ statistic) 0.011279 Sumber: Lampiran IV
t-‐Statistic
5.610022 -‐2.171945 1.940796 -‐2.458220 1.147628 -‐1.351879 -‐0.449421
Prob.
0.0000 0.0314 0.0541 0.0150 0.2529 0.1783 0.6537
Nilai estimasi R2 menunjukkan angka 0,098 yang berarti variabel pengendali memberikan kontribusi sebesar 9,8 persen terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Hasil uji F menunjukkan probabilitas lebih kecil dibandingkan level kesalahan 5 persen. Artinya keseluruhan variabel secara bersama-‐sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Sementara hasil uji t memperlihatkan bahwa tidak satupun indikator desentralisasi fiskal yang terbukti memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi provinsi. 13 14
Halaman 29
4.2. Pembahasan
Tabel 4.2 Hasil Uji Hausman
Test Summary
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38 P a g e | 29
Maryatmo Insukindro & Aliman, (2001). Modul Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi, hlm. 71.
Akbar Suwardi, (2011). STATA: Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel. Jakarta: Departemen Ilmu Ekonomi FEUI, hlm. 3.
Berdasarkan hasil estimasi, variabel pengendali yang secara empiris menjadi determinan pertumbuhan ekonomi terbukti dalam penelitian ini. Semua koefisien menunjukkan arah yang sesuai dengan teori. Pertumbuhan populasi memiliki arah hubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi, seperti pendapat yang dikemukakan oleh teori Solow bahwa semakin besar jumlah penduduk akan mengakibatkan jumlah modal per pekerja yang semakin kecil dan berdampak pada rendahnya output per pekerja. Tingkat investasi berhubungan positif terhadap kinerja ekonomi. Inflasi secara signifikan mengurangi laju perekonomian sejalan dengan teori kuantitas uang yang menyatakan bahwa pertumbuhan output akan menurun pada saat terjadi inflasi.
Selanjutnya, hasil estimasi memperlihatkan bahwa dari tiga jenis indikator variabel desentralisasi fiskal, tidak ada satu pun yang terbukti signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Artinya bahwa hasil estimasi tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan. Dalam risetnya, Woller dan Phillips (1998) juga menemukan kesimpulan yang sama.
Indikator pendapatan yang diwakili oleh variabel RI memiliki arah koefisien positif. Artinya adalah desentralisasi pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin besar pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Indikator pendapatan dengan arah koefisien positif ini dapat ditemukan pula pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Akai dan Sakata (2002), Wibowo (2008), Samimi (2010), dan Faridi (2011), namun berkebalikan dengan hasil temuan Woller dan Phillips (1998). Namun demikian, kesimpulan tersebut dapat diabaikan dikarenakan tingkat signifikansi yang tidak dapat dicapai pada berbagai tingkatan.
Indikator belanja yang diwakili oleh variabel EI memiliki arah koefisien negatif, artinya adalah desentralisasi belanja yang diterima oleh pemerintah daerah cenderung menghambat perekonomian daerah. Hasil penelitian serupa dapat ditemukan pada penelitian Zhang dan Zou (1998), Davoodi dan Zou (1998), dan Pose dan Ezcurra (2010), namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Akai dan Sakata (2002), Iimi (2005), Wibowo (2008), dan Faridi (2011) yang menyatakan bahwa belanja pemerintah daerah memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimungkinkan terjadi apabila kebijakan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah belum mampu memenuhi prioritas yang yang dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak berorientasi pada upaya perbaikan iklim perekonomian. Hal ini dapat pula diartikan dengan kekurangmampuan aparatur pemerintah daerah dalam menyusun perencanan dan penganggaran
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap PERTUMBUHAN KONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pertumbuhan EkonomiE Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana Abdillah Khamdana Halaman 30
yang baik. Program dan kegiatan tidak ditujukan untuk menerapkan program-‐program yang merangsang investasi, akibatnya pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak terjadi. Misalnya, realisasi belanja daerah yang lebih didominasi oleh belanja pegawai dan belanja barang. Namun demikian, kesimpulan ini dapat diabaikan dikarenakan signifikansi yang tidak dapat dicapai pada berbagai tingkatan.
Sementara indikator otonomi memiliki arah koefisien yang negatif. Hasil ini juga diperoleh Akai dan Sakata (2002) dan Wibowo (2008) dalam risetnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kebijakan perolehan penerimaan daerah (pajak daerah dan retribusi daerah) sepanjang periode penelitian cenderung membebani perekonomian daerah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena aparatur daerah kurang memahami best practices pengelolaan anggaran, kurang berpengalaman dalam mengelola anggaran, ataupun memiliki persiapan yang kurang matang dalam menghadapi era otonomi.15 UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengenakan pungutan atas pajak daerah dan retribusi daerah. UU tersebut mengatur batas tertinggi tarif pajak daerah yang dapat dikenakan. Dengan keleluasaan tersebut, disinyalir pemerintah daerah berusaha untuk memaksimalkan pendapatannya dengan menetapkan tarif pajak dengan batas tertinggi tanpa melalui kajian-‐kajian yang memadai terkait dampak yang timbul bagi masyarakat. Namun demikian, kesimpulan ini dapat juga diabaikan dikarenakan signifikansi yang tidak dapat dicapai pada berbagai tingkatan.
Davoodi dan Zou (1998) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan desentralisasi fiskal menjadi kurang menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Faktor-‐faktor tersebut antara lain: 4.2.1 Komposisi pengeluaran pemerintah daerah yang kurang tepat. Hal ini dimungkinkan terjadi bila belum ada persepsi dan pemahaman yang sama dalam mengkategorikan jenis belanja, rencana kerja, dan kerangka pembangunan. Pengeluaran yang berlebihan untuk alokasi yang kurang tepat berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang rendah; 4.2.2 Penetapan kewenangan perolehan pendapatan yang kurang tepat pada pemerintah daerah, sebagai contoh: pemerintah daerah dapat mengenakan pajak yang pada hakekatnya menjadi hak/ kewenangan pemerintah pusat; 15
P Wibowo, (2008). Mencermati Dampak Desentralisasi Fiscal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1, hlm 73.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 30
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38
4.2.3 Masih adanya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terkait dengan penentuan perolehan pendapatan dan kebijakan belanja; 4.2.4 Pemerintah daerah belum mampu memenuhi preferensi dan kebutuhan masyarakat. Hal ini terjadi karena aparatur daerah tidak memiliki kapabilitas yang memadai, dan masyarakat tidak diberikan hak untuk melakukan evaluasi kinerja.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa desentralisasi fiskal tidak terbukti signifikan berhasil memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi daerah sebagaimana yang diharapkan. Hasil penelitian ini melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh Woller dan Phillips (1998).
5.2. Saran Indikator desentralisasi fiskal yang lebih tepat perlu dikembangkan terutama untuk menganalisis dampak otonomi fiskal. Proses institusional dan keputusan politik yang mempengaruhi penentuan pendapatan dan alokasi pengeluaran publik perlu diakomodir dalam model. Dengan demikian, pada penelitian selanjutnya perlu untuk mengusulkan suatu model yang lebih komprehensif, dengan indikator desentralisasi fiskal yang lebih luas serta cakupan waktu yang lebih panjang untuk mengetahui dampak desentralisasi fiskal terhadap pembangunan.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN 6.1. Implikasi
Implikasi kebijakan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
6.1.1 Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas aparatur pemerintah daerah dalam bidang pendapatan daerah, terkait dengan dasar pemungutan pajak daerah, retribusi daerah dan dampaknya bagi perekonomian. 6.1.2 Upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas juga perlu dilakukan pada aparatur pemerintah daerah dalam bidang belanja daerah terkait penyusunan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan prioritas pembangunan, preferensi dan kebutuhan masyarakat.
6.2. Keterbatasan
Indikator desentralisasi fiskal yang disusun dalam penelitian ini cenderung menggunakan ukuran-‐ukuran akuntansi, yaitu pendapatan dan belanja. Penelitian ini hanya berupaya menunjukkan bukti empiris yang menyatakan adanya hubungan positif antara pendelegasian fiskal yang semakin besar dengan tingkat kesejahteraan penduduk di daerah. Sementara dalam kenyataannya, konsep
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP
Pengaruh DesentralisasiEFiskal Terhadap PERTUMBUHAN KONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012
Abdillah Khamdana
Abdillah Khamdana
desentralisasi fiskal merupakan hasil dari keputusan dan kebijakan pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai variabel, seperti politik dan faktor kelembagaan. Dengan demikian, model yang mengakomodir hubungan timbal balik antar variabel-‐ variabel dimaksud, dibutuhkan untuk keakuratan analisis atas dampak desentralisasi fiskal terhadap kemajuan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES)
Akai, Nobuo & Sakata, Masayo. (2002). “Fiscal Decentralization Contributes to Economic Growth: Evidence from State Level Cross Section Data for the United States”, Journal of Urban Economics, Vol. 52, 93 – 108, 22 Maret 2002. BPS.Statistik Pusat Indonesia. Jakarta.
Bird, R.M. & Vaillancourt, F. (1998). Fiscal Decentralization in Development Countries. Cambridge University Press. London.
Davoodi, H. & Zou, H. (1998). “Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross-‐Country Study”, Journal Of Urban Economics, 43, hlm. 244 – 257. Article No. UE972042.
Faridi, M.Z. (2011). “Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth: Evidence from Pakistan”, Pakistan Journal of Social Science, Vol. 31, No. 1, 1-‐13. Halim, Abdul. (2009). Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat-‐ Daerah. Sekolah Pascasarjana UGM. Yogyakarta.
Iimi, Atsushi. (2005). “Decentralization and Economic Growth Revisited: An Empirical Note”, Jurnal of Urban Economics, 57, hlm. 449 – 461.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P 2016 a g Hal e 23-38 | 31 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1,
Halaman 31
Pose, Andres Rodrigues & Ezcurra, Roberto. (2010). “Is Fiscal Decentralization Harmful For Economic Growth? Evidence from the OECD Countries”, Spatial Economic Research Center. Prud’homme, Remy. (1995). “On the Danger of Decentralization”, The World Bank, Policy Research Working Paper, 1252. Washington DC.
Samimi, A.J., Petanlar, S.K., Haddad, G.K., and Alizadeh, M. (2010). “Fiscal Decentralization and Economic Growth: Non Linear Model for Provinces of Iran”, Iranian Economic Review, Volume 15, No. 26.
Sukirno, Sadono. (2002). Pengantar Teori Makroekonomi: Edisi Kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Suwardi, Akbar. (2011). STATA: Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel. Departemen Ilmu Ekonomi FEUI. Jakarta. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Wibowo, P. (2008). “Mencermati Dampak Desentralisasi Fiscal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah”, Jurnal Keuangan Publik, Vol. 5 No. 1. Widarjono, A. (2007). Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Ekonisia. Yogyakarta.
Woller, M. Gary and Phillips, Kerk. (1998). “Fiscal Decentralization and LDC Economic Growth: An Empirical Investigation”, The Journal of Development Studies, Vol. 34, No. 4.
Insukindro, Maryatmo, dan Aliman. (2001). “Modul Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi”, Disampaikan pada Workshop Ekonometrika dalam Rangka Penjajakan Leading Export, Makassar.
Xie, D., Zou, H. and Davoodi, H. (1999). “Fiscal Decentralization and Economic Growth in the United States”, Journal of Urban Economics 45.
Kementerian Keuangan. Data Keuangan Daerah. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. http://www.djpk.depkeu.go.id.
Jhingan, M.L. (2012). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kementerian Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. http://www.perbendaharaan.go.id. Mankiw, N. Gregory. (2012). Macroeconomi. United States of America: Worth Publisher.
Oates, Wallace E. (2007). “On The Theory and Practice of Fiscal Decentralization”, Centro Di Recerca Interdipartementale Di Economia Della Institution, Working Paper No. 1/2007.
Zhang, T. and Zou, H. (1998). “Fiscal Decentralization, Public Spending, and Economic Growth in China”, Journal of Public Economics, LXVII, hlm. 221-‐240.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 32
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Abdillah Khamdana Fiskal Terhadap Pengaruh Desentralisasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana
Halaman 32
NO
PROV.
THN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aceh Sumatera Utara
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan
Bengkulu Lampung Babel Kepulauan Riau
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38
LAMPIRAN I Data Penelitian
Y
POP
INV
INF
RI
EI
AI
-‐7.29 -‐5.39 -‐2.15 2.65 3.01 4.93 4.00 5.34 5.08 4.73 5.17 2.99 4.61 4.79 4.95 1.93 -‐0.87 0.72 2.27 0.85 4.30 3.63 4.81 6.49 5.45 2.91 2.23 3.82 4.86 4.42 3.74 3.89 4.51 4.58 4.76 3.76 4.02 4.73 5.03 5.17 1.29 0.38 2.91 4.14 3.40 1.76 -‐1.87 2.23 3.24 3.49
1.66 1.62 3.00 4.03 0.85 1.62 1.58 -‐2.01 2.39 -‐0.28 1.39 1.36 0.39 4.56 -‐1.61 2.33 2.26 4.37 1.00 6.38 1.68 1.65 9.11 1.02 4.19 1.45 1.42 3.15 2.69 1.01 1.56 1.52 2.92 5.53 -‐2.07 1.39 1.36 1.55 3.38 -‐0.77 1.43 1.39 7.48 -‐0.60 7.15 4.32 4.28 10.81 1.72 9.50
0.00 0.11 0.05 0.30 0.06 0.18 0.87 0.24 0.39 0.73 0.00 0.60 0.08 1.04 0.80 0.71 1.14 0.30 1.80 1.16 3.17 0.48 0.41 3.37 1.99 0.28 0.42 1.10 0.59 1.42 0.00 0.00 0.05 0.00 0.22 1.00 0.62 0.25 0.64 0.21 0.01 1.08 0.00 1.69 1.55 0.13 0.38 0.23 1.71 0.05
10.27 3.50 4.64 3.32 0.07 10.63 2.69 7.65 3.54 1.97 12.68 2.05 7.84 5.37 1.34 9.02 1.94 7.00 5.09 1.77 11.57 2.49 10.52 2.76 2.94 11.15 1.85 6.02 3.78 1.04 13.44 2.88 9.08 3.96 1.28 14.82 4.18 9.95 4.24 1.67 18.40 2.17 9.36 5.00 2.83 11.90 1.43 6.17 3.32 0.71
0.011969 0.012567 0.012111 0.011511 0.011557 0.013066 0.015257 0.014744 0.014975 0.016129 0.007368 0.008507 0.007695 0.007498 0.007549 0.013361 0.011255 0.012292 0.013315 0.013640 0.004801 0.005383 0.005912 0.005482 0.005738 0.009195 0.009993 0.010731 0.010938 0.011506 0.003362 0.003629 0.003494 0.003351 0.003367 0.006101 0.007005 0.007264 0.007604 0.008012 0.002749 0.002861 0.002451 0.002751 0.002743 0.004141 0.004749 0.004625 0.004455 0.004739
0.012301 0.017011 0.015881 0.014054 0.013218 0.013238 0.018292 0.018237 0.018141 0.019503 0.007515 0.010275 0.010036 0.008926 0.009134 0.013260 0.016668 0.014365 0.014099 0.014846 0.005320 0.006879 0.006890 0.006216 0.006606 0.009877 0.011827 0.012311 0.012807 0.013209 0.003746 0.004415 0.004343 0.004006 0.003946 0.006223 0.008004 0.008693 0.009450 0.009665 0.002667 0.003637 0.003321 0.003016 0.003140 0.003755 0.006082 0.005333 0.005805 0.005515
0.044401 0.073655 0.066737 0.063873 0.069327 0.122927 0.156373 0.178783 0.209389 0.201057 0.078963 0.120845 0.138824 0.147168 0.135590 0.083872 0.171839 0.147890 0.142979 0.149119 0.096084 0.117897 0.116875 0.146655 0.127959 0.091533 0.126397 0.128879 0.145540 0.142994 0.063316 0.092495 0.092855 0.098335 0.100477 0.107601 0.125051 0.150657 0.141744 0.151706 0.078953 0.130952 0.156081 0.150752 0.140069 0.072241 0.184230 0.165720 0.190624 0.179508
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana Abdillah Khamdana
NO
PROV.
THN
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
Y 4.47 3.68 5.09 5.51 5.34 3.98 2.32 4.28 4.79 4.60 4.90 4.98 5.53 5.12 5.46 3.65 3.46 3.94 3.89 4.06 4.83 4.36 6.02 6.43 6.53 2.74 1.81 3.30 3.89 3.74 3.51 3.09 3.73 5.14 5.33 1.34 10.90 5.23 -‐4.09 -‐2.49 2.48 2.15 3.21 3.79 3.65 4.19 3.94 4.58 4.15 4.04 4.04 3.78 4.71 4.22
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, P 2016 a g Hal e 23-38 | 33 Halaman 33
POP
INV
INF
0.90 0.84 4.17 -‐0.30 3.16 1.46 1.43 3.74 0.47 3.29 0.76 0.73 -‐1.47 3.44 -‐2.76 0.99 0.96 -‐1.27 0.47 1.64 0.54 0.52 0.51 1.39 0.02 1.90 1.88 8.68 0.82 4.87 1.04 1.00 9.57 0.42 4.16 1.66 1.61 1.49 2.34 -‐0.09 1.92 1.88 1.39 2.22 2.13 1.69 1.65 1.78 6.67 -‐4.55 1.43 1.39 6.05 3.30
0.27 1.28 0.53 0.94 0.77 0.68 0.68 2.05 1.30 1.20 0.36 0.66 0.18 0.55 1.04 0.00 0.08 0.02 0.00 0.59 0.45 0.62 1.04 1.10 2.15 1.42 2.87 3.41 2.23 2.40 0.06 0.08 0.47 0.42 3.70 0.00 0.00 3.64 0.09 0.09 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.50 0.95 1.94 2.10 3.75 2.08 3.94 8.24 6.88
11.11 2.34 6.21 3.97 1.47 10.23 2.11 4.53 2.75 1.76 10.34 3.19 7.11 2.87 2.32 9.88 2.93 7.38 3.88 1.63 8.73 3.39 7.33 4.72 1.56 13.91 4.57 6.18 2.78 2.09 9.25 4.37 8.10 3.75 2.65 13.01 3.14 11.07 6.38 2.51 10.90 6.49 9.97 4.32 2.44 11.19 4.91 8.52 4.91 3.69 11.65 1.39 9.49 5.28
RI
EI
AI
0.014154 0.012780 0.543944 0.015532 0.019046 0.550342 0.015969 0.019255 0.559889 0.016098 0.019020 0.629952 0.017827 0.019657 0.622988 0.024752 0.024431 0.156930 0.031010 0.034917 0.222726 0.030042 0.036849 0.250609 0.029941 0.036721 0.273066 0.032775 0.037544 0.275518 0.022969 0.024002 0.118582 0.026710 0.030258 0.201128 0.025462 0.030171 0.210909 0.025709 0.030711 0.205627 0.027588 0.030178 0.210155 0.003852 0.004187 0.120979 0.004211 0.004909 0.216443 0.003956 0.004915 0.220063 0.003872 0.004645 0.229174 0.004140 0.004623 0.237484 0.026381 0.027122 0.145486 0.032228 0.037110 0.226808 0.032361 0.038452 0.236258 0.031510 0.036469 0.264953 0.033482 0.037790 0.254493 0.006294 0.006014 0.194335 0.007258 0.007885 0.290652 0.007605 0.008854 0.304360 0.008308 0.009300 0.352104 0.009027 0.010048 0.350079 0.005555 0.005323 0.139911 0.006663 0.007588 0.317872 0.006284 0.007317 0.346039 0.006217 0.007326 0.388829 0.006915 0.007800 0.384678 0.004208 0.004455 0.072299 0.005071 0.005824 0.114333 0.005309 0.006660 0.111534 0.005040 0.006101 0.155502 0.004998 0.005973 0.132819 0.005755 0.006377 0.030363 0.007153 0.009560 0.068663 0.006245 0.008093 0.073262 0.006613 0.008113 0.074186 0.006589 0.008028 0.080200 0.006094 0.006509 0.070909 0.007199 0.008533 0.098868 0.006896 0.008675 0.111105 0.006673 0.008052 0.137057 0.006793 0.008093 0.137207 0.005842 0.006462 0.047982 0.006776 0.008365 0.079010 0.006084 0.007515 0.088662 0.005927 0.006618 0.111838
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana Khamdana Abdillah Halaman 34
NO
PROV.
THN
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kalimantan Selatan
2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010
Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo Sulbar Maluku Maluku Utara Papua Barat
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 34
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38
Y
POP
INV
INF
RI
EI
AI
4.18 4.13 3.27 3.59 4.07 3.74 1.01 -‐1.76 1.37 1.32 1.27 9.15 6.63 5.87 6.09 6.58 5.47 5.71 6.73 7.22 7.38 6.23 5.14 7.01 6.34 7.17 4.85 5.35 6.09 6.55 8.02 5.15 5.09 5.40 5.87 5.95 8.96 3.15 9.11 8.20 6.92 1.23 2.46 3.65 4.13 5.85 3.24 3.44 5.47 4.02 4.33 3.93 9.51 24.00
0.49 1.47 1.44 3.73 1.68 2.26 2.31 2.27 12.27 1.61 6.37 0.97 0.94 1.87 3.20 -‐0.62 1.76 1.72 6.24 1.23 2.78 1.36 1.33 1.60 2.67 -‐0.34 2.14 2.09 5.40 1.53 2.82 1.24 1.21 5.71 2.59 1.93 1.53 1.50 10.59 1.45 3.97 1.44 1.42 14.48 2.68 3.14 1.62 1.60 6.47 2.51 3.60 1.95 1.90 2.23
8.11 1.29 1.69 3.37 3.11 4.62 0.09 0.03 2.45 1.68 1.40 0.15 0.15 0.26 0.79 1.44 0.00 0.00 0.41 5.91 1.18 1.30 1.14 2.73 2.90 1.45 0.00 0.00 0.07 0.18 2.48 0.00 0.00 0.21 0.13 1.59 0.00 0.00 7.65 1.70 1.59 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.22 4.63 2.11 0.23 0.66
2.95 11.62 3.86 9.06 3.98 2.74 12.69 4.06 7.00 6.23 2.24 9.71 2.31 6.28 0.67 2.89 10.40 5.73 6.40 4.47 2.29 11.79 3.24 6.82 2.87 2.43 15.28 4.60 3.87 5.09 3.57 9.20 4.35 7.43 4.08 2.85 11.66 1.78 5.12 4.91 0.84 9.34 6.48 8.78 2.85 7.72 11.25 3.88 5.32 4.52 1.68 20.51 7.52 4.68
0.006042 0.006027 0.007816 0.006921 0.007200 0.008262 0.018253 0.017660 0.018263 0.020314 0.021404 0.003983 0.005231 0.005069 0.004848 0.004631 0.004334 0.004673 0.004776 0.004679 0.004664 0.009962 0.011300 0.011139 0.011071 0.011016 0.004030 0.004855 0.004496 0.004426 0.004615 0.001901 0.002248 0.002106 0.002028 0.001943 0.001725 0.002015 0.000895 0.001900 0.001906 0.003237 0.003898 0.003891 0.003646 0.003488 0.002841 0.003112 0.002760 0.002929 0.002878 0.005295 0.006885 0.006500
0.006856 0.006010 0.008693 0.008768 0.007951 0.007873 0.018086 0.027196 0.021900 0.019467 0.021531 0.004065 0.005945 0.006166 0.005829 0.005514 0.004438 0.005612 0.005989 0.005716 0.005630 0.010868 0.014063 0.013343 0.013103 0.012909 0.004276 0.005952 0.005557 0.005348 0.005396 0.002007 0.002818 0.002579 0.002542 0.002391 0.001906 0.002549 0.001144 0.002325 0.002266 0.003528 0.004974 0.004834 0.004430 0.004157 0.003108 0.004336 0.003522 0.003395 0.003542 0.005887 0.008325 0.007921
0.120635 0.128558 0.144598 0.172348 0.195245 0.199267 0.083520 0.153788 0.142844 0.167403 0.168280 0.059615 0.081422 0.089296 0.099603 0.111849 0.045565 0.083565 0.090396 0.097085 0.105475 0.091563 0.142128 0.144996 0.155489 0.163988 0.055134 0.065007 0.082973 0.075120 0.080427 0.036774 0.083271 0.085449 0.080724 0.099293 0.026399 0.045733 0.023001 0.054674 0.061451 0.027309 0.059893 0.053409 0.057826 0.060055 0.019527 0.051693 0.058431 0.067899 0.073085 0.010637 0.028472 0.030776
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP
Pengaruh DesentralisasiEFiskal Terhadap PERTUMBUHAN KONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana Abdillah Khamdana
NO
PROV.
THN
33
Papua
2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 35 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38 Halaman 35
Y
POP
INV
INF
23.67 12.88 -‐6.21 15.27 -‐8.05 -‐7.21 -‐0.92
1.84 6.13 2.03 1.99 35.08 5.93 5.48
3.81 3.64 0.13 2.37 0.00 12.55 0.00 1.92 0.06 4.48 0.06 3.40 0.06 0.24
RI
EI
AI
0.006057 0.005738 0.013631 0.016247 0.015417 0.014701 0.014030
0.007017 0.006913 0.014730 0.018608 0.019049 0.017523 0.017050
0.028598 0.032838 0.019325 0.043888 0.039601 0.035176 0.051592
LAMPIRAN II Hasil Uji Statistik F Redundant Fixed Effects Tests Pool: DF_PROV Test cross-‐section fixed effects d.f. Effects Test Statistic F Cross-‐section 4.706422 (32,126) Cross-‐section Chi-‐square 129.741222 32 Cross-‐section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 09/28/15 Time: 06:28 Sample: 2008 2012 Included observations: 5 Cross-‐sections included: 33 Total pool (balanced) observations: 165 Error Variable Coefficient Std. t-‐Statistic C 5.849477 0.854183 6.848041 POP? -‐0.241982 0.078146 -‐3.096539 INV? 0.412552 0.185586 2.222973 INF? -‐0.121906 0.080119 -‐1.521568 R? 247.7332 300.4467 0.824550 E1? -‐263.0633 262.5500 -‐1.001955 A1? -‐1.657272 2.905443 -‐0.570403 R-‐squared 0.110687 Mean dependent var Adjusted R-‐squared 0.076915 S.D. dependent var S.E. of regression 3.634617 Akaike info criterion Sum squared resid 2087.250 Schwarz criterion Log likelihood -‐443.4816 Hannan-‐Quinn criter. F-‐statistic 3.277530 Durbin-‐Watson stat Prob(F-‐statistic) 0.004578
Prob. 0.0000 0.0000 Prob. 0.0000 0.0023 0.0276 0.1301 0.4109 0.3179 0.5692 4.193571 3.783014 5.460383 5.592150 5.513872 1.022246
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 36
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Pengaruh DesentralisasiEFiskal Terhadap PERTUMBUHAN KONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana Halaman 36
Abdillah Khamdana
LAMPIRAN III Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects -‐ Hausman Test Pool: DF_PROV Test cross-‐section random effects Chi-‐Sq. Statistic Test Summary random Cross-‐section 7.062177 random effects t est comparisons: Cross-‐section Variable Fixed Random POP? -‐0.109431 -‐0.143563 INV? 0.341885 0.357353 INF? -‐0.164957 -‐0.157816
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 23-38
Chi-‐Sq. d.f. 6 Var(Diff.) 0.000340 0.009556 0.001586 77158.53117 3 R? 509.639270 273.801336 -‐ 263.478762 -‐275.770750 3981.462181 E1? A1? -‐6.709403 -‐1.962564 78.905372 random effects t est equation: Cross-‐section Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 09/28/15 Time: 06:29 Sample: 2008 2012 Included observations: 5 Cross-‐sections included: 33 Total pool (balanced) observations: 165 Error Variable Coefficient Std. t-‐Statistic C 4.098217 2.771538 1.478680 POP? -‐0.109431 0.068623 -‐1.594669 INV? 0.341885 0.208467 1.639993 INF? -‐0.164957 0.075546 -‐2.183523 R? 509.6393 366.1681 1.391818 E1? -‐263.4788 213.5268 -‐1.233938 A1? -‐6.709403 9.898228 -‐0.677839 Effects Specification fixed (dummy variables) Cross-‐section R-‐squared 0.594898 Mean dependent var Adjusted R-‐squared 0.472724 S.D. dependent var S.E. of regression 2.746988 Akaike info criterion Sum squared resid 950.7890 Schwarz criterion Log likelihood -‐378.6110 Hannan-‐Quinn criter. F-‐statistic 4.869282 Durbin-‐Watson stat Prob(F-‐statistic) 0.000000
Prob. 0.3151 Prob. 0.0642 0.8743 0.8577 0.3959
0.8455 0.5931 Prob. 0.1417 0.1133 0.1035 0.0308 0.1664 0.2195 0.4991 4.193571 3.783014 5.061951 5.796084 5.359961 2.242718
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Abdillah Khamdana Daerah di Indonesia, 2008-2012 Abdillah Khamdana
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 P a g e | 37 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016 Hal 23-38 Halaman 37
LAMPIRAN IV Hasil Estimasi Regresi
Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-‐section random effects) Date: 09/27/15 Time: 17:34 Sample: 2008 2012 Included observations: 5 Cross-‐sections included: 33 Total pool (balanced) observations: 165 Swamy and Arora estimator of component variances Error Variable Coefficient Std. C 5.792767 1.032575 POP? -‐0.143563 0.066099 INV? 0.357353 0.184127 INF? -‐0.157816 0.064199 RI? 273.8013 238.5803 EI? -‐275.7708 203.9907 AI? -‐1.962564 4.366869 Random Effects (Cross) _ACEH-‐-‐C -‐4.592521 _SUMUT-‐-‐C 0.698338 _SUMBAR-‐-‐C 0.228928 _RIAU-‐-‐C -‐2.460414 _JAMBI-‐-‐C 0.342739 _SUMSEL-‐-‐C -‐0.548138 _BENGKULU-‐-‐C 0.067649 _LAMPUNG-‐-‐C 0.369261 _BABEL-‐-‐C -‐1.280809 _KEPRI-‐-‐C -‐1.621492 _JAKARTA-‐-‐C 1.210314 _JABAR-‐-‐C 0.381397 _JATENG-‐-‐C 1.102969 _YOGYA-‐-‐C -‐0.444249 _JATIM-‐-‐C 1.594018 _BANTEN-‐-‐C -‐1.048761 _BALI-‐-‐C 0.172698 _NTB-‐-‐C -‐1.632410 _NTT-‐-‐C -‐0.647166 _KALBAR-‐-‐C -‐0.351700 _KALTENG-‐-‐C -‐1.496507 _KALSEL-‐-‐C -‐0.977118 _KALTIM-‐-‐C -‐2.237063 _SULUT-‐-‐C 1.686953 _SULTENG-‐-‐C 1.504116 _SULSEL-‐-‐C 1.414198 _SULTRA-‐-‐C 1.568957 _GORONTALO-‐-‐C 0.854989 _SULBAR-‐-‐C 1.732778 _MALUKU-‐-‐C -‐0.189019 _MALUT-‐-‐C -‐0.353249 _PAPBAR-‐-‐C 8.311125 _PAPUA-‐-‐C -‐3.360811 Effects Specification random Cross-‐section Idiosyncratic random
t-‐Statistic 5.610022 -‐2.171945 1.940796 -‐2.458220 1.147628 -‐1.351879 -‐0.449421 S.D. 2.390948 2.746988
Prob. 0.0000 0.0314 0.0541 0.0150 0.2529 0.1783 0.6537 Rho 0.4310 0.5690
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008-2012 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI INDONESIA, 2008-‐2012 Abdillah Khamdana Halaman 38 Abdillah Khamdana
R-‐squared Adjusted R-‐squared S.E. of regression F-‐statistic Prob(F-‐statistic) R-‐squared Sum squared resid
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 23-‐38 a g Hal e |23-38 38 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
Weighted Statistics 0.098037 Mean dependent var 0.063785 S.D. dependent var 2.756206 Sum squared resid 2.862251 Durbin-‐Watson stat 0.011279 Unweighted Statistics 0.099636 Mean dependent var 2113.186 Durbin-‐Watson stat
1.916515 2.848551 1200.274 1.771113 4.193571 1.005980
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
INDONESIAN REASURY RREVIEW EVIEW INDONESIAN TREASURY
JURNAL PPERBENDAHARAAN, ERBENDAHARAAN, KEUANGAN EUANGAN N JURNAL NEGARA EGARA DDAN AN KKEBIJAKAN EBIJAKAN PPUBLIK UBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH DAFTAR I SI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA D I INDONESIA Hlm.
Halaman Sampul GinanjarAAji Ginanjar ji NNugroho ugroho Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Program MMagister agister Ilmu Ekonomi Program Ilmu Ekonomi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan dan Bisnis Universitas Brawijaya Pascasarjana Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya Kata PK engantar Dewan [email protected] edaksi Alamat orespondensi: Alamat Korespondensi: [email protected]
i iii v Halaman Editorial vii INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK Daftar I si ix The puposes of this study are (1) to analyze the effects of government expenditures on and human Diterima Pertama education, health and infrastructure sectors toward economic growth Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 1-‐10 development index in Indonesia, (2) to investigate the impacts of economic growth on 23 Mei 2016 human dvelopment index, (3) and to examine the effects of government expenditures dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad DYiterima usuf on education, health and infrastructure sectors toward human development index Dinyatakan
both directly and through the economic growth. The study used samples from twenty 15 Juli 2016 Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham 11-‐21 provinces, which were selected using simple random sampling, divided into two LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative groups; the first group comprised higher HDI provinces; the second group consisted of KATA KUNCI: Easing oleh Policy, Bank Sentral Amerika Serikat lower HDI provinces. To examine the model, the study applied path analysis method. Fiscal Economic Muhammad FRegional alih Ariyanto The mean test was also applied to determine whether there were statistical average Development, Economy, differences between the two groups. The results of this study show different responds Government Expenditure, Economic Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 23-‐38 between the higher HDI provinces and lower HDI provinces. The higher HDI provinces Growth, Human Development Index. Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 show that government expenditures on health and infrastructure have positive and Abdillah Khamdana significant impacts on human development index through economic growth indirectly; KLASIFIKASI JEL: E62, H3, O11, O15, R5 Analisis Pengaruh Pengeluaran on the other hand, the lower HDI provinces show that only expenditure on education Pemerintah Terhadap 39-‐50 positive and Manusia significant Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks gives Pembangunan di impacts on human development index. Meanwhile, the economic growth shows positive and significant impacts on human development index Indonesia in both higher HDI and lower HDI provinces. Ginanjar Aji Nugroho Penelitian ini bertujuan pengaruh pengeluaran Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model untuk: dan (1).Mengetahui 51-‐66 pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur terhadap pertumbuhan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental ekonomi dan Return indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia, (2).Mengetahui Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Saham pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap IPM, dan (3).Mengetahui pengaruh di Bursa Efek Indonesia pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur Puji Hartoyo terhadap IPM, baik secara langsung maupun melalui pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan sampel dua puluh provinsi yang dipilih dengan teknik Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 simple random sampling yang kemudian dibagi kedalam dua kelompok, yaitu pada Akhir Tahun Anggaran kelompok daerah dengan angka IPM tinggi dan kelompok daerah dengan angka IPM Fandi Zaenudinsyah rendah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur. Sebagai Indeks 85.1 – 8ada 5.3 tidaknya pendukung, juga dilakukan uji beda rata-‐rata untuk mengetahui terhadap dua kelompok tersebut. Hasil estimasi perbedaan rata-‐rata secara statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan respon diantara dua Lampiran 85.5 kelompok – 85.12 daerah tersebut. Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, terlihat bahwa pengeluaran kesehatan dan infrastruktur mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada kelompok daerah dengan angka IPM rendah terlihat bahwa hanya pengeluaran pendidikan yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap angka IPM. Adapun pertumbuhan ekonomi, terlihat menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap IPM. Hal ini terjadi pada kedua kelompok daerah, baik kelompok daerah dengan IPM tinggi maupun IPM rendah. ix
Halaman 39
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis P engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50 Ginanjar Aji Nugroho Halaman 40
Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
1. PENDAHULUAN
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sendiri dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara termasuk dalam kategori negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM adalah indeks komposit untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek ekonomi.2 Kondisi saat ini, catatan angka IPM antarprovinsi masih menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok. Hal ini menimbulkan gap antara daerah dengan IPM tinggi dan daerah dengan IPM rendah. Pada tahun 2013, angka IPM tertinggi dimiliki oleh provinsi DKI Jakarta dengan angka sebesar 78,59 sedangkan angka terendah tercatat di provinsi Papua dengan angka sebesar 66,25. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut:
1
2
Lilis Setyowati dan Yohana Kus Suparwati, “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-‐Jawa Tengah)”, Prestasi, 2012, Vol. 9, No. 1. Fhino Andrea Christy dan Priyo Hari Adi, Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia, The 3rd National Conference UKWMS, 2009.
80 78 (Angka IPM)
P a g e | 40
Gambar 1. Angka IPM Antarprovinsi tahun 2013
1.1. Latar Belakang
Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan pembangunan, dan bukan sema-‐mata sebagai alat pembangunan. Menurut Ginting et al (2008) dalam Setyowati dan Suparwati (2012), sumber daya pembangunan tidak lagi meletakkan prioritas pada kekuatan sumber daya alam, melainkan pada kekuatan sumber daya manusia.1 Dengan demikian, diperlukan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan sumber daya manusia yang berhasil, akan mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk mengukur standar pembangunan manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-‐Bangsa (PBB) adalah melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (BPS, 2009).
77.36 (Sulut)
77.33 (Kaltim)
76
77.37 (DIY)
74
70
66 64
77.25 (Riau)
Angka IPM
72
68
78.59 (DKI Jakarta)
68.77 (NTT)
67.73 (NTB)
66.25 (Papua)
(Provinsi)
Sumber: BPS (data diolah)
Provinsi DKI Jakarta mempunyai peningkatan yang dinamis, dimulai pada tahun 2009 angka IPM tercatat sebesar 77,36 kemudian meningkat menjadi sebesar 77,60 pada tahun 2010 dan secara dinamis meningkat pada tahun-‐tahun selanjutnya dan tercatat sebesar 78,59 pada tahun 2013. Lima provinsi dalam catatan tertinggi angka IPM dari tahun ke tahun selalu dimiliki oleh provinsi-‐ provinsi seperti: DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Riau dengan angka IPM berada pada kisaran 77,00 sampai dengan 79,00. Sedangkan data lima terendah IPM dari tahun ke tahun selama masa observasi tahun 2009-‐2013 adalah sebagian provinsi yang berada pada wilayah timur Indonesia yaitu Maluku Utara, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Papua dengan kisaran angka IPM antara 66,00 sampai dengan 69,00.
Secara konseptual, kinerja ekonomi suatu provinsi dapat dilihat dari jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam era otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Pengalokasian belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan usaha nyata dan bentuk perhatian pemerintah daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan serta mendukung terciptanya peningkatan kualitas manusia. Komposisi pengeluaran pemerintah, dapat dilihat pada gambar berikut:
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50 Pertumbuhan dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis PEkonomi engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Ginanjar Aji Nugroho Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji Nugroho
Gambar 2. Perbandingan Pengeluaran Pemerintah di Beberapa Provinsi
(jutaan rupiah)
80,000,000.00 70,000,000.00
Kesehatan
40,000,000.00
Pendidikan
30,000,000.00
Infrastruktur
20,000,000.00 10,000,000.00
-‐
2010
2011
2012
(tahun)
2013
Sumber: www.djpk.kemenkeu.go.id (data diolah) Pengeluaran infrastruktur terlihat mempunyai kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan pembangunan sarana dan prasarana tersebar merata di hampir semua daerah. Hal ini juga menunjukkan besarnya peranan pengeluaran infrastruktur sebagai komponen penting dalam penyelenggaraan proses pembangunan. Namun, secara implementasi, kebutuhan akan pembangunan fasilitas infrastruktur pendukung tidak diiringi dengan penyediaan anggaran. Hal ini terlihat dari porsi alokasi untuk pengeluaran infrastruktur yang masih lebih kecil dari porsi pengeluaran kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran kesehatan terlihat lebih kecil apabila dibandingkan dengan pengeluaran pendidikan maupun infrastruktur. Dari tahun ke tahun, realisasi di sektor kesehatan terlihat lebih kecil daripada realisasi di sektor pendidikan dan infrastruktur. Komposisi pengeluaran yang seperti ini terlihat pada sebagian besar daerah provinsi. Hal ini tentunya mengundang perhatian pemerintah untuk lebih memperhatikan pola dan alokasi pengeluaran pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih merata.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain: 1). Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah angka IPM rendah; 2). Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap IPM untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah angka IPM rendah; 3). Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap IPM untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah dengan angka IPM rendah, serta untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap IPM melalui
41 P a g Halaman e | 41
1.1.1. Hipotesis Penelitian
90,000,000.00
50,000,000.00
pertumbuhan ekonomi untuk daerah dengan angka IPM tinggi dan daerah dengan angka IPM rendah.
100,000,000.00
60,000,000.00
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori-‐teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-‐fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis dapat juga dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sangat sementara. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi untuk daerah yang IPM-‐nya tinggi dan daerah yang IPM-‐nya rendah di Indonesia pada periode 2009-‐2013. 2. Diduga pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM untuk daerah yang IPM-‐nya tinggi dan daerah yang IPM-‐nya rendah di Indonesia pada periode 2009-‐2013. 3. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM baik secara langsung maupun melalui pertumbuhan ekonomi untuk daerah yang IPM-‐nya tinggi dan daerah yang IPM-‐nya rendah di Indonesia pada periode 2009-‐2013.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBA-‐ NGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Desentralisasi
Terdapat dua perspektif dalam kajian tentang fiscal federalism yaitu the traditional theories dan the new perspective theories. 2.1.1. The Traditional Theories (First Generation Theories) Teori ini menekankan tentang manfaat atau keuntungan alokatif yang diperoleh dengan adanya desentralisasi fiskal. Maksud dari keuntungan alokatif adalah bahwa dengan adanya fiscal federalism, pemerintah daerah memperoleh kemudahan dalam mendapatkan informasi dari masyarakat. Ada 2 (dua) hal yang mendasari adanya keuntungan alokatif, seperti yang dikemukakan oleh Hayek (1945) dan Tiebout (1956). Yang pertama adalah pendapat Hayek (1945) tentang penggunaan “knowledge in society”. Menurut Hayek (1945), proses pengambilan keputusan dalam konteks desentralisasi akan lebih mudah dilaksanakan disebabkan dengan adanya penggunaan informasi yang efisien.3 Informasi yang efisien dapat diperoleh 3
F. A. Hayek, “The Use of Knowledge in Society”, American Economic Review, 1945, Vol. XXXV, hlm. 519-‐530.
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis Ekonomi Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50 Ginanjar Aji Nugroho Halaman 42
Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji Nugroho
disebabkan oleh posisi pemerintah daerah yang lebih dekat dengan masyarakat. Keadaan seperti inilah yang kemudian mendukung terciptanya allocative efficiency (Khusaini, 2006). Manfaat kedua dari adanya desentralisasi dikemukakan oleh Tiebout (1956) yang menyoroti tentang adanya ruang atau kesempatan bagi pemerintah daerah untuk saling berkompetisi.4 Selain kedua manfaat yang telah disebutkan sebelumnya, desentralisasi juga memungkinkan adanya local experiment bagi pemerintah daerah untuk mempelajari pengalaman daerah lain. Pemerintah daerah dapat mencontoh keberhasilan daerah lain dan sekaligus belajar dari kegagalan daerah lain pula. Local experiment seperti ini mengurangi risiko kegagalan sistem yang bersifat sentralistik. 2.1.2. New Perspective Theories (Second Generation Theories) Pada dasarnya, new perspective theories menitikberatkan kepada dua mekanisme dalam rangka menciptakan keselarasan antara kepentingan pemerintah daerah dengan kemakmuran ekonomi, interaksi horizontal antar pemerintah daerah dan interaksi vertikal antar level pemerintahan. Pertama, pada situasi pasar dengan mobilitas tinggi, kompetisi antar pemerintah daerah menjadi instrumen penting dalam rangka penyediaan barang dan jasa publik. Strategi dan persaingan antar pemerintah daerah dalam memberikan pelayanannya kepada pasar akan mampu mendorong pergerakan perekonomian yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya, apabila peraturan pemerintah dan jasa publik yang disediakan tidak kondusif untuk pasar dan masyarakat, maka hal ini akan memunculkan potensi mobilitas faktor produksi ke daerah lain yang pada akhirnya akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat lokal. Sedangkan poin kedua yaitu, hubungan antara penerimaan dan pengeluaran daerah yang begitu erat juga dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kondisi perekonomiannya. 2.2. Pengeluaran Pendidikan
Pemerintah
di
Sektor
Pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang sangat mendasar. Adapun dikatakan mendasar karena masing-‐masing mempunyai arti yang penting. Pendidikan merupakan bagian penting 4
Charles M. Tiebout, “A Pure Theory of Local Expenditure”, Journal of Political Economy, 1956, Vol. 64, hlm. 416-‐424.
P a g e | 42
dalam pencapaian kapabilitas manusia, yang juga bersifat esensial bagi kehidupan masyarakat. Sedangkan kesehatan merupakan bagian penting dalam upaya pencapaian kesejahteraan serta merupakan bagian fundamental dalam peningkatan kapabilitas manusia (Todaro dan Smith, 2011). Modal manusia merupakan investasi produktif terhadap orang-‐orang; mencakup pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan gagasan. Hal ini merupakan komponen penting dalam rangka mendukung program pembangunan, terutama pembangunan ekonomi dengan skema benefit spillover. Maka dari itu, modal manusia harus mendapat perhatian langsung dan khusus karena arti pentingnya, terlebih lagi dalam keadaan perekonomian yang tumbuh dengan pesat. Besarnya pengeluaran pemerintah dalam sektor pendidikan akan menentukan seberapa besar pencapaian hasil pembangunannya. Lin (1998), dalam sebuah studinya mengenai keterkaitan antara pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dengan modal manusia, mengungkapkan bahwa meningkatnya pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan cenderung meningkatkan ketersediaan modal manusia. 2.3. Pengeluaran Kesehatan
Pemerintah
di
Sektor
Kesehatan menjadi isu sentral dalam pembahasan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. Kesehatan juga menjadi sektor yang tidak kalah penting dengan sektor pendidikan. Dalam posisinya sebagai tujuan pembangunan yang paling mendasar, kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan. Bersama-‐ sama dengan pendidikan, dua hal ini adalah hal fundamental bagi peningkatan kapabilitas manusia sebagai inti makna pembangunan. Aisa dan Pueyo (2006) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan mempunyai pengaruh positif terhadap harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi, yang didukung dengan pengeluaran yang cukup. Hal ini terutama terjadi pada negara-‐ negara berkembang. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami kecenderungan untuk meningkat pula. 2.4. Pengeluaran Infrastruktur
Pemerintah
di
Sektor
Infrastruktur menjadi bagian penting dalam peranannya sebagai modal fisik untuk mendukung kelancaran pencapaian tujuan pembangunan, baik di sektor pendidikan, kesehatan maupun kegiatan perekonomian. Penciptaan modal manusia (human capital) pada sektor kesehatan dan pendidikan
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Indonesian 1 No. 1, 39-50 Pertumbuhan dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis PEkonomi engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Treasury Vol.1, Review No.1, Vol. 2016, H2016 al. 3Hal 9-‐50 Ginanjar Aji Nugroho Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji Nugroho
memerlukan sarana infrastruktur seperti gedung sekolah atau gedung pelatihan pendidikan dan kesehatan. Keberadaan sarana infrastruktur jalan maupun sarana transportasi yang memadai, dapat mendukung kelancaran aktivitas perekonomian. Proses distribusi barang dan jasa dari satu daerah menuju daerah lain dapat terselenggara dengan lancar. Kelancaran ini tentunya akan membuat aktivitas perekonomian menjadi kondusif. Mourmouras dan Lee (1999) mengungkapkan bahwa peningkatan pengeluaran infrastruktur mempunyai kecenderungan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi.5 Dengan demikian, ketiga aspek seperti yang telah disebutkan di atas, yakni pendidikan, kesehatan dan infrastruktur secara bersama-‐ sama mempunyai peranan vital dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan, tidak terkecuali pembangunan modal manusia (Todaro dan Smith, 2011).
2.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Dalam perkembangannya, gagasan mengenai penggunaan sebuah indeks komposit tunggal muncul setelah UNDP menyiapkan Human Development Report pada 1989. Terdapat beberapa alasan pentingnya penggunaan indeks komposit ini. Pertama, indeks yang baru ini mampu menghitung konsep dasar dari pembangunan manusia dalam rangka memperluas pilihan dalam hidupnya. Pilihan-‐pilihan ini meliputi keinginan untuk hidup lebih lama, kesempatan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan, kesempatan untuk memperoleh kehidupan yang layak serta kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Kedua, indeks memuat indikator variabel yang terbatas sehingga memudahkan dalam pengaturannya. Ketiga, indeks ini cenderung lebih terkonsep dan tidak sekadar indeks yang terbagi-‐bagi. Artinya indeks-‐indeks yang menyusun terbentuknya indeks pembangunan manusia merupakan satu indeks yang mampu menjelaskan satu kesimpulan secara komprehensif. Keempat, indeks pembangunan manusia mengakomodir pilihan-‐pilihan sosial maupun ekonomi. 2.6. Penelitian Terdahulu
Ranis, Stewart dan Ramirez (2000) mengungkapkan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia terjadi dua arah, yakni bahwa pada satu sisi pembangunan manusia merupakan tujuan utama dari aktivitas manusia dan pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai instrumen yang potensial dalam 5
I.A. Mourmouras dan Jong-‐Eun Lee, “Government Spending on Infrastructure in an Endogenous Growth Model with Finite Horizons”, Journal of Economics and Business, 1999, Vol. 1, No. 5.
43 P a g Halaman e | 43
rangka meningkatkan pembangunan manusia, dan pada sisi yang lain, pencapaian tujuan dalam pembangunan manusia mempunyai kontribusi penting dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.6 Suri, et al (2010) menyebutkan dalam hasil studinya bahwa dalam pengambilan kebijakan hendaknya perlu memberikan perhatian yang lebih intensif kepada program pembangunan manusia, bukan semata-‐mata karena pembangunan manusia sebagai tujuan utama namun pembangunan manusia juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Studi yang dilakukan Ranis dan Stewart (2005) mengungkapkan pentingnya hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia sehingga menjadikan keterkaitan ini adalah bersifat hubungan yang saling menguatkan.7 Shome dan Tondon (2010) melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara pembangunan manusia dengan pertumbuhan ekonomi dengan studi kasus pada 5 negara ASEAN, yaitu Filipina, Singapura, Thailand, Indonesia dan Malaysia.8 Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia, namun hanya terjadi pada sebagian negara saja. Ranis (2004) melakukan studi tentang keterkaitan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi ini berusaha untuk memperluas tujuan pembangunan sekaligus memberi penegasan tentang adanya hubungan timbal balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat studi deskriptif kuantitatif, dimana suatu permasalahan dicoba untuk dipecahkan melalui tahapan pengumpulan dan penyusunan data-‐data yang kemudian akan diolah, dianalisis, diinterpretasikan dan disimpulkan agar pihak lain dapat memperoleh gambaran mengenai sifat dan karakteristik (Kuncoro, 2013). Data yang digunakan bersifat data pooling, yaitu 6
7 8
Gustav Ranis, Frances Stewart dan Alejandro Ramirez, “Economic Growth and Human Development”, World Development, 2000, Vol. 28 No. 2, hlm. 197-‐219. Gustav Ranis dan Frances Stewart, “Dynamic Links between the Economy and Human Development”, DESA Working Paper, 2005, No. 8.
Swaha Shome dan Sarika Tondon, “Balancing Human Development with Economic Growth: A Study of ASEAN 5”, Annals of the University of Petrosani, Economics, 2010, Vol.10 (1), hlm. 335-‐ 348.
Sumber: Hasil Outp Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis PGinanjar engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Treasury Vol.1, Review No.1, Vol. 2016, al. 3Hal 9-‐50 Indonesian 1 No. 1,H2016 39-50 Aji Nugroho Halaman 44 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 44 Ginanjar Aji Nugroho data yang merupakan gabungan antara data time Gambar 3. Diagram Jalur series dan cross section (Kuncoro, 2013). Penelitian ini menggabungkan data time series selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013, dan pengamatan cross section pada 20 provinsi di Indonesia. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui 9 Imam Ghozali, Model Persamaan Struktural: studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0, untuk mendapatkan informasi melalui catatan, (Semarang: Badan Penerbit Universitas literatur, dokumentasi dan lain-‐lain yang masih Diponegoro, 2011). relevan dengan penelitian ini. Sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple Keterangan: random sampling adalah cara pengambilan sampel INF : Pengeluaran Infrastruktur; dari anggota populasi tanpa memperhatikan KES : Pengeluaran Kesehatan; tingkatan dalam anggota populasi tersebut PEND : Pengeluaran Pendidikan; (Riduwan dan Kuncoro, 2014). Dalam kata lain, PE : Pertumbuhan Ekonomi; setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan IPM : Indeks Pembangunan Manusia yang sama untuk dipilih (Kuncoro, 2014). 3.1. Analisis Jalur 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan metode analisis Hasil pengujian menggunakan analisis jalur jalur dengan tujuan untuk membuktikan dan diperoleh hasil sebagai berikut: menganalisis pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Pengaruh tersebut dapat Gambar 4. Hasil Analisis Jalur untuk IPM Tinggi ditunjukkan dengan penggunaan variabel bebas,
variabel antara dan variabel terikat. Menurut Riduwan dan Kuncoro (2014), teknik analisis jalur digunakan untuk menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y serta dampaknya kepada Z. Analisis jalur dapat digunakan untuk menguji persamaan regresi yang melibatkan beberapa variabel eksogen dan variabel endogen sekaligus, sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel antara .9 Gambar 3. Diagram Jalur
9
Imam Ghozali, Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2011).
Sumber: Hasil Output IBM SPSS AMOS 21.0
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Halaman 45 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 45 Ginanjar Aji Nugroho
Ginanjar Aji Nugroho
Gambar 5. Hasil Analisis Jalur untuk IPM Rendah
Sumber: Hasil Output IBM SPSS AMOS 21.0 Rangkuman hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Hubungan antara Variabel Eksogen dan Endogen (IPM Tinggi) Variabel Endogen Variabel IPM Eksogen PE IPM melalui PE INF Signifikan Tidak Signifikan signifikan KES Signifikan Tidak Signifikan signifikan PEND Tidak Tidak Tidak signifikan signifikan signifikan PE -‐ Signifikan -‐
Sumber: Output IBM SPSS AMOS 21.0 (data diolah) Tabel 3. Hubungan antara Variabel Eksogen dan Endogen (IPM Rendah) Variabel Endogen Variabel PE IPM IPM melalui Eksogen PE INF Tidak Tidak Tidak signifikan signifikan signifikan KES Tidak Tidak Tidak signifikan signifikan signifikan PEND Signifikan Tidak Signifikan signifikan PE -‐ Signifikan -‐ Sumber: Output IBM SPSS AMOS 21.0 (data diolah) 4.1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada daerah dengan IPM yang tergolong tinggi, ditemukan bahwa kontribusi yang relatif besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi terdapat pada pengeluaran di sektor kesehatan dan infrastruktur. Kesimpulan ini sependapat dengan hasil penelitian dari Alexiou (2009) yang
menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini juga menguatkan pendapat Aisa dan Pueyo (2006) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan mempunyai kontribusi positif terhadap harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi.
Hasil pengujian tentang pengeluaran pemerintah, memberikan kesimpulan tentang kebenaran teori pertumbuhan ekonomi yang salah satunya mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output dalam jangka panjang (Boediono, 2012). Hal ini dapat ditunjukkan melalui hasil PDRB provinsi yang cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sebagian besar daerah obyek penelitian tercatat mempunyai pencapaian PDRB yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hanya provinsi NTB dan Papua yang tercatat mengalami penurunan PDRB, yaitu di provinsi NTB terjadi pada tahun 2011 dan tahun 2012, serta di Papua terjadi pada tahun 2010 dan 2011. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB relatif besar tercatat di provinsi Sulawesi Barat dan Papua Barat. Berkaitan dengan pencapaian kualitas manusia yang dideskripsikan dengan angka IPM, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang dilihat dari laju pertumbuhan PDRB, tidak serta merta mencerminkan angka IPM yang tinggi pula. Sektor kesehatan juga perlu mendapat perhatian guna menciptakan sumber daya yang kompeten untuk ikut andil dalam proses pembangunan mengingat kontribusinya yang relatif besar dalam menggerakkan roda perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Butkiewicz dan Yanikkaya (2011) yang menyebutkan bahwa pengeluaran total pemerintah mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.10 Untuk dapat menstimulasi terjadinya pertumbuhan ekonomi, beberapa negara berkembang perlu membatasi pengeluaran untuk konsumsi dan lebih banyak melakukan investasi di sektor infrastruktur. Meluasnya perkembangan wilayah industri dapat menimbulkan adanya eksternalitas, seperti terganggunya sektor pertanian yang memerlukan lahan untuk berproduksi. Studi yang dilakukan oleh Hidayat, Sari dan Aqualdo (2011) menyebutkan bahwa pengeluaran infrastruktur, meskipun menunjukkan adanya hubungan searah yang positif, tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap 10
James L Butkiewicz dan Halit Yanikkaya, “Institutions and the Impact of Government Spending on Growth”, Journal of Applied Economics, 2011, Vol. XIV, No. 2, hlm. 319-‐341.
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Analisis PGinanjar engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Treasury Vol.1, Review No.1, Vol. 2016, al. 3Hal 9-‐50 Indonesian 1 No. 1,H2016 39-50 Aji Nugroho Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 46 Ginanjar Aji Nugroho
Halaman 46
Suatu daerah dikatakan berada dalam kondisi pertumbuhan ekonomi apabila terlihat proses kenaikan output dalam jangka panjang (Boediono, 2012).14 Hasil dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi terlihat memberikan sinyal adanya trickle down effect pada perkembangan IPM. Hal ini dapat terlihat pada daerah dengan angka IPM tinggi maupun pada daerah dengan angka IPM rendah. Selain menunjukkan eksistensi trickle down effect, penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan Subagyo dan Algifari (2013) tentang kausalitas pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi di lingkup Jawa dan Bali yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap angka IPM. Selama lima tahun masa observasi, daerah obyek penelitian menunjukkan angka IPM yang cenderung mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: 11
12
13
Muhammad Hidayat, Lapeti Sari dan Nobel Aqualdo, “Analisis Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota Pekanbaru”, Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, 2011, Vol. II, No.4.
E. Baldacci, et al, “Social Spending, Human Capital, and Growth in Developing Countries”, World Development, 2008, Vol. 36, No. 8, hlm. 1317-‐1341. James L Butkiewicz dan Halit Yanikkaya, Op.Cit.
14 Boediono, Op.Cit.
Gambar 6. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
Sumber: BPS, 2015 (data diolah) Sesuai dengan gambar diatas, terlihat bahwa provinsi Kalimantan Tengah dan DIY yang mewakili dari sebagian besar daerah yang menjadi obyek penelitian menunjukkan angka IPM yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diikuti dengan kecenderungan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah. Fenomena ini terlihat pada daerah yang tergolong sebagai daerah dengan IPM tinggi dan juga pada daerah dengan angka IPM rendah, seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Ekonomi
(Pertumbuhan Ekonomi)
pertumbuhan ekonomi.11 Hal yang kontras diungkapkan oleh Prasetyo dan Firdaus (2011) yang menyimpulkan bahwa pengeluaran infrastruktur, baik itu berupa listrik, jalan maupun air bersih, menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Baldacci, et al. (2008) mengungkapkan bahwa pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dan pendidikan pada akhirnya dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi.12 Namun pengeluaran pemerintah sendiri tidak cukup mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan tersebut perlu didukung dengan kebijakan pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan pengeluaran pemerintah, seperti misalnya kebijakan penekanan laju inflasi. Hal ini juga sependapat dengan Butkiewicz dan Yanikkaya (2011) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah, terutama kebijakan fiskal, mempunyai peran utama dalam menentukan terjadinya pertumbuhan ekonomi.13 4.2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00
Kalteng
3.00
DIY
2.00 1.00 0.00
2009 2010 2011 2012 2013 (Tahun)
Sumber: BPS, 2015 (data diolah)
Kesimpulan yang dapat diambil dari fenomena di atas adalah bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai kontribusi yang besar dalam menaikkan angka IPM pada sebagian besar daerah di Indonesia. Hal ini juga memperkuat eksistensi trickle down effect yang ditimbulkan dari pertumbuhan ekonomi terhadap angka IPM yang didalamnya terdiri dari komponen-‐ komponen seperti angka harapan hidup, angka melek huruf dan rata-‐ rata lama sekolah dan pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan (purchasing power parity).
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50 Pertumbuhan EkonomiEdan Indeks Pembangunan di Indonesia Manusia di Indonesia Pertumbuhan konomi dan Indeks Manusia Pembangunan Indonesian P a g e | 47
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Halaman 47 Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia P a g e | 47 Ginanjar Aji Nugroho
Ginanjar Aji Nugroho Ginanjar Aji Nugroho
4.3. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pembangunan Manusia 4.3. terhadap Pengaruh Indeks Pengeluaran Pemerintah melalui Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Pertumbuhan Ekonomi Pada kelompok daerah dengan angka IPM tinggi, kontribusi melalui Pada kelompok positif daerah ditunjukkan dengan angka IPM pengeluaran di sektor kesehatan dan infrastruktur tinggi, kontribusi positif ditunjukkan melalui dengan kontribusi yang relatif besar pengeluaran di sektor kesehatan dan dibandingkan infrastruktur dengan jenis pengeluaran lainnya. Sedangkan pada kontribusi yang relatif besar dibandingkan kelompok daerah dengan angka IPM rendah, dengan jenis pengeluaran lainnya. Sedangkan pada kontribusi melalui IPM pengeluaran kelompok positif daerah ditunjukkan dengan angka rendah, pendidikan yang relatif lebih melalui besar dibandingkan kontribusi positif ditunjukkan pengeluaran jenis pengeluaran lainnya, yakni dibandingkan pengeluaran pendidikan yang relatif lebih besar infrastruktur ataupun lainnya, pengeluaran Hal jenis pengeluaran yakni kesehatan. pengeluaran ini sependapat dengan Sasana kesehatan. (2012) yang infrastruktur ataupun pengeluaran Hal mengemukakan pemerintah ini sependapat bahwa dengan pengeluaran Sasana (2012) yang mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui mengemukakan bahwa pengeluaran pemerintah peningkatan sarana dan prasarana umum mempunyai kualitas pengaruh terhadap IPM melalui atau program-‐program langsung yang umum dapat peningkatan kualitas sarana dan prasarana merangsang produktivitas langsung yang lebih yang besar dapat bagi atau program-‐program masyarakat pelaku usaha daerah. Namun, merangsang serta produktivitas yang di lebih besar bagi hal ini berbeda masyarakat serta dengan pelaku hasil usaha penelitian di daerah. Sumiyati Namun, (2008) yang menyebutkan belanja atau hal ini berbeda dengan hasil bahwa penelitian Sumiyati pengeluaran dilakukan pemerintah (2008) yang yang menyebutkan bahwa belanja tidak atau mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IPM. pengeluaran yang dilakukan pemerintah tidak Badrudin dan Khasanah (2011) juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IPM. mengungkapkan yang sama (2011) yang dalam Badrudin dan hal Khasanah juga penelitiannya menunjukkan mengungkapkan hal yang bahwa sama belanja yang daerah dalam yang diproksikan dengan alokasi belanja di daerah sektor penelitiannya menunjukkan bahwa belanja pendidikan, kesehatan dan belanja infrastruktur yang diproksikan dengan alokasi di sektor mempunyai signifikan pendidikan, pengaruh kesehatan yang dan tidak infrastruktur terhadap pembangunan mempunyai pengaruh manusia yang yang tidak diproksikan signifikan 15 kedalam terhadap IPM. pembangunan manusia yang diproksikan kedalam IPM.15 yang dilakukan oleh Lubis (2013) Penelitian mengemukakan bahwa pengeluaran di (2013) sektor Penelitian yang dilakukan oleh Lubis pendidikan dan bahwa kesehatan dapat meningkatkan mengemukakan pengeluaran di sektor kualitas sumber manusia melalui konsumsi pendidikan dan daya kesehatan dapat meningkatkan nutrisi baik, pendidikan, dan kualitas yang sumber daya partisipasi manusia melalui konsumsi kemudahan kesehatan sehingga nutrisi yang akses baik, terhadap partisipasi pendidikan, dan setiap individu ketahanan fisik, kemudahan akses mempunyai terhadap kesehatan sehingga kemampuan, pengetahuan, keterampilan setiap individu mempunyai dan ketahanan fisik, sebagai modal dasar manusia (human capital). Hal kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan ini juga modal menguatkan pendapat (human Asri, Nikensari sebagai dasar manusia capital). dan Hal Kuncara (2013) yang dalam penelitiannya ini juga menguatkan pendapat Asri, Nikensari dan mengungkapkan pemerintah Kuncara (2013) bahwa yang pengeluaran dalam penelitiannya khususnya pada bahwa sektor pengeluaran pendidikan mempunyai mengungkapkan pemerintah kontribusi relatif besar pendidikan terhadap angka IPM.16 khususnya yang pada sektor mempunyai kontribusi yang relatif besar terhadap angka IPM.16 15 15
16 16
Rudy Badrudin dan Mufidhatul Khasanah, “Pengaruh Pendapatan Belanja Khasanah, Daerah Rudy Badrudin dan dan Mufidhatul Terhadap PPembangunan “Pengaruh endapatan dan Manusia Belanja di Provinsi Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta”, Buletin Terhadap Pembangunan Manusia di Ekonomi, Provinsi Jurnal Istimewa Manajemen, Akuntansi Buletin dan Ekonomi, Ekonomi Daerah Yogyakarta”, Pembangunan, 2011, VAkuntansi ol. 9, No. 1, hdan lm. 23-‐30. Jurnal Manajemen, Ekonomi Pembangunan, 2011, Vol. 9, No. 1, hlm. 23-‐30. Meylina Astri, Sri Indah Nikensari dan Harya Kuncara “Pengaruh Pengeluaran Meylina W, Astri, Sri Indah Nikensari Pemerintah dan Harya Daerah Sektor Pendidikan dan Pemerintah Kesehatan Kuncara Pada W, “Pengaruh Pengeluaran Terhadap Indeks Manusia di Daerah Pada Sektor Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.1. Kesimpulan Penelitian ini mengungkapkan beberapa kesimpulan yaitu, bahwa pengeluaran Penelitian ini pertama, mengungkapkan beberapa pemerintah kontribusi dalam kesimpulan mempunyai yaitu, pertama, bahwa positif pengeluaran menciptakan pertumbuhan ekonomi. positif Akan tetapi, pemerintah mempunyai kontribusi dalam terdapat pola pertumbuhan yang berbeda diantara Akan dua tetapi, obyek menciptakan ekonomi. penelitian, dimana kelompok daerah terdapat pola yang pada berbeda diantara dua dengan obyek angka IPM tinggi menunjukkan bahwa pengeluaran penelitian, dimana pada kelompok daerah dengan kesehatan dan infrastruktur kontribusi angka IPM tinggi menunjukkan memiliki bahwa pengeluaran yang relatif besar dibandingkan dengan kesehatan dan lebih infrastruktur memiliki kontribusi pengeluaran lainnya dalam mendorong yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan kelompok pengeluaran ekonomi. lainnya Adapun dalam pada mendorong daerah dengan ekonomi. angka IPM Adapun rendah mengindikasikan pertumbuhan pada kelompok bahwa pengeluaran pendidikan mempunyai daerah dengan angka IPM rendah mengindikasikan kontribusi yang relatif lebih besar dibandingkan bahwa pengeluaran pendidikan mempunyai pengeluaran mendorong kontribusi yang lainnya relatif lebih dalam besar dibandingkan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pengeluaran lainnya dalam pertumbuhan mendorong ekonomi mempunyai kontribusi yang pertumbuhan relatif besar pertumbuhan ekonomi. Kedua, dalam menentukan angka IPM. Hal ini relatif terjadi besar pada ekonomi mempunyai kontribusi yang baik daerah dengan angka IPM tinggi dalam kelompok menentukan angka IPM. Hal ini terjadi pada maupun kelompok daerah dengan IPM baik kelompok daerah dengan angka angka IPM tinggi rendah. juga memperkuat pendapat maupun Kesimpulan kelompok ini daerah dengan angka IPM tentang adanya trickle down effect pertumbuhan rendah. Kesimpulan ini juga memperkuat pendapat ekonomi adanya terhadap IPM. Terakhir, pengeluaran tentang trickle down effect pertumbuhan pemerintah mempunyai secara ekonomi terhadap IPM. kontribusi Terakhir, positif pengeluaran tidak langsung dalam mendorong meningkatnya pemerintah mempunyai kontribusi positif secara IPM. ini dapat terjadi melalui meningkatnya pertumbuhan tidak Hal langsung dalam mendorong ekonomi komponen perantaranya. Namun IPM. Hal sebagai ini dapat terjadi melalui pertumbuhan terdapat perbedaan perilaku antara kelompok ekonomi sebagai komponen perantaranya. Namun daerah dengan angka IPM tinggi antara dengan kelompok terdapat perbedaan perilaku daerah dengan angka IPM IPM tinggi rendah. Pada kelompok dengan daerah dengan dengan angka angka IPM tinggi, pengeluaran IPM rendah. Pada kelompok kesehatan dan infrastruktur mempunyai daerah dengan angka IPM terlihat tinggi, pengeluaran kontribusi tidak langsung yang besar kesehatan dan infrastruktur terlihat relatif mempunyai terhadap angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. kontribusi tidak langsung yang relatif besar Sedangkan pada kelompok daerah dengan angka terhadap angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. IPM rendah pada terlihat bahwa pengeluaran pendidikan Sedangkan kelompok daerah dengan angka mempunyai kontribusi secara tidak langsung dalam IPM rendah terlihat bahwa pengeluaran pendidikan menentukan angka IPM melalui pertumbuhan mempunyai kontribusi secara tidak langsung dalam ekonomi. menentukan angka IPM melalui pertumbuhan ekonomi. 5.2. Saran 5.2. SSaran esuai dengan kesimpulan yang telah
disebutkan atas, dapat diajukan saran Sesuai di dengan kesimpulan yang sebagai telah berikut: disebutkan di atas, dapat diajukan saran sebagai berikut: 5.2.1 Pengeluaran pemerintah mempunyai langsung mempunyai terhadap 5.2.1 kontribusi Pengeluaran secara pemerintah pertumbuhan secara ekonomi dan kontribusi secara kontribusi langsung terhadap tidak langsung ekonomi terhadap dan Indeks Pembangunan pertumbuhan kontribusi secara Manusia (IPM). Namun, tidak Pembangunan semua jenis tidak langsung terhadap Indeks Manusia (IPM). Namun, tidak semua jenis
Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 2013, Vol. 1, Jurnal No. 1. Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Indonesia”, 2013, Vol. 1, No. 1.
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis Ekonomi Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50 Ginanjar Aji Nugroho Halaman 48
Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji Nugroho
pengeluaran memberikan kontribusi yang sama. Untuk itu, kelompok daerah dengan angka IPM rendah perlu memaksimalkan pengeluarannya, terutama pada pengeluaran yang terindikasi mempunyai kontribusi positif, seperti pada pengeluaran pendidikan. Sedangkan untuk daerah dengan angka IPM tinggi, perlu memperhatikan pengeluarannya di sektor kesehatan, seperti misalnya:
a. Untuk daerah dengan IPM tinggi, dimana pengeluaran kesehatan mempunyai peranan yang vital, maka pemerintah dapat mengoptimalkan pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK);
b. Untuk daerah dengan IPM rendah, dimana pengeluaran pendidikan mempunyai peranan yang lebih penting, maka pemerintah dapat mengoptimalkan pemberian Bantuan Operasional Pendidikan (BOP).
5.2.2 Pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah instrument penting yang dapat digunakan untuk melihat kondisi perekonomian suatu daerah. Meskipun tidak bersifat mutlak, namun pertumbuhan ekonomi mampu menjadi tolok ukur untuk mengetahui kondisi perekonomian, apakah sehat atau tidak. Untuk itu, pemerintah, baik pada kelompok daerah IPM tinggi maupun kelompok daerah IPM rendah perlu menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Alternatif yang dapat dilakukan antara lain: a.
b. c.
d.
Meningkatkan arus investasi daerah, baik dari dalam maupun luar negeri dengan melakukan promosi investasi serta menyelenggarakan reformasi birokrasi terkait dengan pengurusan administrasinya;
Membangun sarana infrastruktur yang dapat menunjang aktivitas ekonomi, seperti pembangunan jalan, jembatan dan pelabuhan; Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal;
Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah daerah perlu menjaga tingkat inflasi daerah.
5.2.3 Pengeluaran pemerintah mempunyai kontribusi tidak langsung terhadap capaian angka indeks pembangunan manusia (IPM) melalui pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi terdapat respon yang berbeda antara dua kelompok daerah dalam memberikan kontribusi peningkatan angka IPM, dimana
P a g e | 48
pada kelompok daerah dengan IPM tinggi menunjukkan bahwa yang memiliki kontribusi secara tidak langsung terhadap IPM adalah pengeluaran kesehatan dan infrastruktur, sedangkan pada kelompok daerah dengan IPM rendah menunjukkan bahwa yang memiliki kontribusi secara tidak langsung terhadap IPM adalah pengeluaran pendidikan. Pendidikan dan kesehatan merupakan bagian fundamental dari pembangunan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan salah satu caranya yaitu pengelolaan terhadap human capital. Untuk itu, baik kelompok daerah IPM tinggi maupun kelompok daerah IPM rendah sama-‐sama perlu melakukan optimalisasi pengeluarannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan memperbaiki angka IPM pada khususnya. Pembentukan human capital dapat dilakukan dengan cara penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan serta penyediaan fasilitas-‐fasilitas publik yang memadai sehingga masyarakat dapat dengan mudah memperoleh akses pelayanan publik. Untuk daerah dengan IPM tinggi, pemerintah dapat memberikan prioritas pengeluaran kesehatan, sedangkan untuk daerah dengan IPM rendah maka pemerintah dapat mengoptimalkan pengeluaran pendidikan. Untuk mendukung hal ini, pemerintah dapat melakukan investasi yang lebih besar pada sektor pendidikan dan kesehatan. 6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Penelitian ini mempunyai implikasi terhadap pengambilan kebijakan yang diambil terkait dengan kondisi yang ditemui di lapangan sebagaimana disebutkan dalam hasil penelitian. Implikasi kebijakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan perbaikan pengelolaan pemerintah dalam hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia. Pada intinya, pemerintah daerah perlu mengoptimalkan pengeluarannya, khususnya pada pengeluaran pendidikan, kesehatan dan infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya berimplikasi pada peningkatan indeks pembangunan manusia. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sehingga berpotensi untuk dilakukan pengembangan pada penelitian berikutnya, antara lain: 6.1 Penelitian ini menggunakan sampel yang relatif sedikit untuk mewakili kelompok daerah yang mempunyai angka IPM tinggi dan kelompok daerah dengan angka IPM rendah. Dengan demikian, penelitian selanjutnya dapat
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Indonesian 1 No. 1, 39-50 Pertumbuhan dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis PEkonomi engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Treasury Vol.1, Review No.1, Vol. 2016, H2016 al. 3Hal 9-‐50 Ginanjar Aji Nugroho Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Ginanjar Aji Nugroho
menggunakan sampel yang lebih luas untuk memperkuat daya generalisasi.
6.2 Penelitian ini menggunakan periode tahun yang relatif cukup singkat, yaitu 5 tahun, sehingga untuk keperluan kolektivitas data yang lebih banyak maka dalam penelitian selanjutnya dimungkinkan untuk menambah masa periode observasi.
6.3 Penelitian ini menggunakan 3 jenis pengeluaran pemerintah, yakni pengeluaran kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia. Mengingat pengeluaran pemerintah dibagi ke dalam beberapa bidang, maka terbuka kemungkinan untuk dilakukan penelitian berikutnya guna mengetahui lebih lanjut variabel pengeluaran apa yang paling dominan memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia.
PENGHARGAAN (ACKNOWLEDGEMENT)
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan memberikan kontribusi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Bersama ini pula kami menyampaikan bahwa penelitian ini tidak terlepas dari kemungkinan eror, dan hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Dewan Redaksi Indonesian Treasury Review yang memungkinkan karya tulis ilmiah ini dapat diterbitkan. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (2006). Ekonomi Pembangunan. Erlangga. Jakarta.
Astri, Meylina, Sri Indah Nikensari dan Harya Kuncara W. (2013). “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah Pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia”, Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1 No. 1. Maret 2013.
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Indonesia 2014. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badrudin, Rudy dan Mufidhatul Khasanah. (2011). “Pengaruh Pendapatan dan Belanja Daerah Terhadap Pembangunan Manusia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Buletin Ekonomi, Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Vol. 9, No. 1. April 2009: 23-‐30. Baldacci, E. et al. (2008). “Social Spending, Human Capital, and Growth in Developing Countries”,
49 P a g Halaman e | 49
World Development. Vol. 36, No. 8, hlm. 1317-‐ 1341.
Barro, R. (2013). “Education and Economic Growth”, Annals of Economic and Finance. Vol. 14-‐2 (A), hlm. 277-‐304. Benos, Nikos dan Stefania Zotou. (2014). “Education and Economic Growth: A Meta-‐regression Analysis”, World Development, Vol. 64, hlm. 669-‐689.
Boediono. (2012). Teori Pertumbuhan Ekonomi, Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Butkiewicz, James L. dan Halit Yanikkaya. (2011). “Institutions and the impact of government spending on growth”, Journal of Applied Economics. Vol. XIV, No. 2, hlm. 319-‐341.
Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. (2009). “Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia”, The 3rd National Conference UKWMS.
Garson, G. David. (2012). Testing Statistical Assumptions. Statistical Associates Publishing,
Ghozali, Imam. (2011). Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 22.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Haryanto, Tommy Prio. (2013). “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-‐2011”, Economics Development Analysis Journal, Vol. 2 (3).
Harttgen, Kenneth dan Stephan Klasen. (2011). “A Household-‐Based Human Development Index”, World Development, Vol. 40, No. 5, hlm. 878-‐ 899.
Hayek, F. A. (1945). “The Use of Knowledge in Society”, American Economic Review, Vol. XXXV, hlm. 519-‐530.
Hidayat, Muhammad, Sari Lapeti dan Aqualdo, Nobel. (2011). “Analisis Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kota Pekanbaru”, Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, Vol. II, No.4.
Hyman, David N. (2004). Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, Eight Edition. South-‐Western. Jhingan, M.L. (1992). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali.
Kementerian Pekerjaan Umum. (2013). Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum 2013. Jakarta: Pusdata Kementerian Pekerjaan Umum.
Analisis Pengaruh Pengeluran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Analisis P engaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 39-‐50 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 39-50 Ginanjar Aji Nugroho Halaman 50
Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
Kuncoro, Mudrajad. (2006). Ekonomika Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kuncoro, Mudrajad. (2013). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Legowo, P.S. (2009). “Dampak Keterkaitan Infrastruktur Jaringan Jalan terhadap Pertumbuhan Sektoral Wilayah di Jabodetabek”, Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya. 14 November 2009.
Mangkoesoebroto, Guritno. (2013). Ekonomi Publik, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Melliana, Ayunanda dan Ismaini Zain. (2013). “Analisis Statistika Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Panel”, Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2, No. 2, hlm. 237-‐242.
Mirza, Denni Sulistio. (2012). “Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah Tahun 2006-‐2009”, Economic Development Analysis Journal, Vol. 1, No.1.
Mourmouras, I.A., dan Jong-‐Eun Lee. (1999). “Government Spending on Infrastructure in an Endogenous Growth Model with Finite Horizons”, Journal of Economics and Business. Vol. 1, No. 5.
Prasetyo, Ahmad Danu dan Ubaidillah Zuhdi. (2013). “The Government Expenxiture Efficiency towards the Human Development”, International Conference on Applied Economic (ICOAE) 2013, Procedia Economic and Finance, Vol. 5, hlm. 615-‐622.
Prasetyo, Rindang Bangun dan Firdaus, Muhammad. (2009). “Pengaruh Infrastruktur pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. Vol. 2(2), hlm. 222-‐236. Putra, I Gede Dwi Purnama dan I Made Adigorim. (2012). “Pengaruh Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi”, E-‐Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 1 No. 2, hlm. 61-‐120. Ranis, Gustav dan Frances Stewart. (2005). “Dynamic Links between the Economy and Human Development”, DESA Working Paper, No. 8.
Ranis, Gustav, Frances Stewart dan Alejandro Ramirez. (2000). “Economic Growth and
P a g e | 50
Human Development. World Development, Vol. 28 No. 2, hlm. 197-‐219.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Setyowati, Lilis dan Yohana Kus Suparwati. (2012). “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-‐Jawa Tengah)”, Prestasi, Vol. 9 No. 1. Shome, Swaha dan Sarika Tondon. (2010). “Balancing Human Development with Economic Growth: A Study of ASEAN 5”, Annals of the University of Petrosani, Economics, Vol. 10(1), hlm. 335-‐348.
Tiebout, Charles M. (1956). “A Pure Theory of Local Expenditure”, Journal of Political Economy. Vol.64, No. 5, hlm. 416-‐424. Todaro, Michael P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. (2011). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kesebelas, Jilid I. Jakarta: Erlangga Trihendradi, C. (2013). Step by Step IBM SPSS 21: Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andy Offset.
Ul Haq, Mahbub. (1995). Reflections on Human Development. Oxford University Press.
Universitas Brawijaya. (2009). Modul Pelatihan SEM (Structural Equations Modeling) 2009. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Vegirawati, Titin. (2012). “Pengaruh Alokasi Belanja Langsung Terhadap Kualitas Pembangunan Manusia (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Kota di Sumatera Selatan)”, Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi, Vol. 2, No. 1.
Welzel, C., Inglehard, R., dan Klingemann, Hans-‐ Dieter. (2003). “The Theory of Human Development: A Cross-‐cultural Analysis”, European Journal of Political Research. Vol 42, hlm. 341-‐379.
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/ tanggal 1 Desember 2014.
diakses
pada
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
INDONESIAN INDONESIAN TTREASURY REASURY RREVIEW: EVIEW
JURNAL P PERBENDAHARAAN, ERBENDAHARAAN, K JURNAL KEUANGAN EUANGAN N NEGARA EGARA D DAN AN K KEBIJAKAN EBIJAKAN PPUBLIK UBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPITAL DAFTAR ISI ASSET PRICING MODEL DAN ARBITRAGE PRICING THEORY: ANALISIS PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR M AKRO EKONOMI TERHADAP Hlm. RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Halaman Sampul i
Puji Hartoyo Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan
iii v Halaman Editorial vii INFORMASI ABSTRAK Daftar Isi ARTIKEL ix The purposes of this study are to assess the effect of each risk on stock returns and to Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 1-‐10 Diterima Pertama investigate the equilibrum model that has smaller standard error. The verificative type of dengan Sasaran Tunggal Inflasi 25 Mei 2016 this research used is to verify the hypothesis through data processing and statistical testing. Research data were obtained from secondary data of Indonesia Stock Exchange. Mohamad Yusuf Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Gorontalo Alamat orespondensi: pR [email protected] Kata PKengantar Dewan edaksi
The results show that the markert risk and exchange rate premium variables have Dinyatakan Diterima Abnormal Activity significant effects Saham-‐Saham as shown in the hypothesis; on the contrary, the SMB, 11-‐21 HML and premium 15 Juli 2016 Return dan Trading Volume Kebijakan inflation variables Quantitative are not the determinants of stock returns. Meanwhile, the Mean LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Average KATA KUNCI: Serikat Easing oleh Bank Sentral Amerika Deviation test has proven that the CAPM has smaller standard error rate than the APT; nevertheless, the average difference test has shown insignificant different rate. This Capital Asset Pricing (CAPM), Muhammad Falih Model Ariyanto research suggests that market risk and exchange rate premium factors are the main Arbitrage Pricing Theory (APT), Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi In addition, to maintain the 23-‐38 determinants of investment decision. confidence of the Market Risk, Inflation Premium, Daerah Rdate i Indonesia, Exchange Premium. 2008 – 2012 investors, company should maintain the stability of income because the SMB and HML factors are neglected in investment decision. Abdillah Khamdana KLASIFIKASI JEL: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah pengaruh masing-‐masing risiko 39-‐50 Tujuan penelitian ini Terhadap untuk mengkaji terhadap return C1, E4, G11, G14 Pembangunan Manusia di saham serta melihat model keseimbangan yang mempunyai standard error yang lebih Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Indonesia kecil. Jenis penelitian ini adalah verifikatif yaitu dengan melakukan hipotesis melalui pengolahan data dan pengujian secara statistik. Data penelitian diperoleh dari data Ginanjar Aji Nugroho sekunder di Bursa Efek Indonesia. Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa variabel Perbandingan Pengujian Capital risiko Asset pasar Pricing Model dan dan premi kurs b erpengaruh secara signifikan dan sesuai 51-‐66 dengan hipotesis, Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental sedangkan variabel SMB, HML dan premi inflasi bukan determinan return saham. Hasil pengujian lain dengan Mean Average Deviation membuktikan bahwa Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return menggunakan Saham model keseimbangan CAPM mempunyai tingkat standard error yang lebih kecil di Bursa Efek Indonesia daripada APT, namun dengan uji beda rata-‐rata menunjukkan perbedaan yang tidak Puji Hartoyo signifikan. Penelitian ini memberikan masukan kepada investor bahwa faktor yang Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 perlu diperhatikan sebelum melakukan investasi saham adalah memperhatikan faktor risiko pasar dan premi kurs. Sedangkan bagi perusahaan agar tetap menjaga stabilitas pada Akhir Tahun Anggaran pendapatan untuk menjaga kepercayaan investor, karena faktor SMB dan HML kurang Fandi Zaenudinsyah diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi.
Indeks Lampiran
85.1 – 85.3 85.5 – 85.12
ix
Halaman 51
PERBANDINGAN PENGUJIAN APM Faktor DAN APT: ANALISIS FAKTOR Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: C Analisis Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA
Puji Hartoyo Halaman 52 Puji Hartoyo
1. PENDAHULUAN
Perkembangan kegiatan investasi di Indonesia terutama pada pasar modal dapat dilihat berdasarkan pergerakan harga saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan nilai gabungan saham-‐saham yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Pergerakan IHSG menunjukkan tren positif dari Januari 2010 sampai dengan Mei 2013, namun terjadi tren menurun dari bulan Juni 2013 sampai dengan Desember 2013.
Dalam penelitian ini, faktor fundamental keuangan perusahaan dengan menggunakan faktor firm size perusahaan, book tomarket sebagai variabel yang mempengaruhi return saham. Sedangkanfaktor makro ekonomi yang digunakan adalahfaktor inflasidan nilai tukar (exchange rate) Dolar Amerika terhadap Rupiah. Investor juga harus memperhatikan risiko pasar saham atau yang biasa disebut risiko sistematis. Untuk mengukur risiko ini digunakan beta (β) yang menjelaskan return saham yang diharapkan.
Saham dengan book to market yang tinggi menghasilkan return lebih tinggi daripada kelompok saham dengan book to market yang rendah. Penelitian Rutledge, Zhang dan Karim (2008) menyimpulkan bahwa perusahaan dengan ukuran kecil memperoleh return saham yang lebih besar dan sebaliknya perusahaan yang mempunyai ukuran lebih besar akan memperoleh return yang lebih besar pada periode bearish.
Inflasi adalah fenomena yang selalu ada dan sangat berdampak pada perkembangan IHSG. Bodie, Kane, Marcus (2014) menjelaskan bahwa premi risiko adalah nol apabila β = 0 dan meningkat pada proporsi yang searah dengan β, sehingga premi risiko inflasi sebagai risiko makroekonomi akan berpengaruh positif terhadap return saham. Data IHSG dan premi inflasi bulanan di Indonesia tidak selalu menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan positif dengan return saham. Penguatan nilai tukar terhadap mata uang asing terutama Dolar Amerika merupakan sinyal positif bagi perekonomian. Adjasi, Biekpe, dan Osei (2011) menyimpulkan bahwa depresiasi nilai tukar menyebabkan penurunan harga pasar saham di Tunisia. Apresiasi nilai tukar Rupiah (yang diilustrasikan dengan garis kurs menurun) tidak selalu menunjukkan arah yang sebaliknya yaitu kenaikan garis return IHSG.
Return saham bisa diprediksi dengan menggunakan dua model yang sering digunakan yaitu Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan Arbitrage Pricing Theory (APT). Penelitan terdahulu yang dilakukan oleh Dhankar dan Singh (2005) meneliti keakuratan CAPM dan APT pada Indian Stock Exchange dengan menggunakan data mingguan dan bulanan periode tahun 1991 sampai dengan 2002 menyimpulkan bahwa model APT lebih akurat menjelaskan return saham daripada CAPM.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 52
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Penelitian lain, Febrian dan Herwany (2004) juga menjelaskan bahwa APT lebih akurat daripada CAPM dalam memprediksi return saham IHSG pada masa sebelum krisis, semasa krisis dan setelah krisis. Selain itu Zubairi dan Farooq (2011) menyimpulkan APT lebih akurat daripada CAPM. Oduro dan Adam (2012) melakukan penelitian pada 15 perusahaan yang terdaftar di Ghana Stock Exchange pada tahun 2000–2009 menyimpulkan bahwa APT menunjukan hasil prediksi yang lebih baik daripada CAPM.
Penelitian Dash dan Rao (2009) di Indian Stock Markets menyimpulkan bahwa CAPM lebih mampu menjelaskan return daripada APT. Widianita (2009) yang meneliti keakuratan CAPM dan APT terhadap return Saham LQ 45 pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan return saham bulanan periode tahun 2001-‐2007 tehadap 14 Perusahaan menunjukkan bahwa CAPM lebih akurat daripada APT. Premananto dan Madyan (2004) yang meneliti return saham industri manufaktur sebelum dan sesudah masa krisis pada BEI menyimpulkan bahwa CAPM lebih akurat daripada APT. Dari perbedaan keakuratan dua model keseimbangan tersebut, penulis akan melakukan penelitian kembali masalah perbandingan keakuratan model keseimbangan di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1.1 Apakah terdapat pengaruh faktor risiko pasar terhadap return saham? 1.2 Apakah terdapat pengaruh faktor fundamental keuangan perusahaan terhadap return saham? 1.3 Apakah terdapat pengaruh faktor makro ekonomi terhadap return saham? 1.4 Apakah ada perbedaan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi return saham? Tujuan dari penilitian ini adalah: a.
b. c.
d.
Menganalisis pengaruh risiko pasar terhadap return saham. Menganalisis pengaruh faktor fundamental keuangan perusahaan terhadap return saham. Menganalisis pengaruh faktor makro ekonomi terhadap return saham. Menganalisis tingkat error yang lebih kecil dalam menjelaskan return saham dengan menggunakan dua model yaitu CAPM dan APT.
Sejalan dengan tujuan dari penelitian ini, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi Emiten Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan di dalam pengambilan keputusan dalam bidang keuangan terutama dalam rangka memaksimumkan kinerja perusahaan dan pemegang saham, sehingga
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis Faktor FUNDAMENTAL EUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Fundamental Keuangan K dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo Puji Hartoyo
2. 3.
saham perusahaan dapat terus bertahan dan mempunyai return yang besar. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan investasi saham di BEI. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Manajemen Keuangan.
2. KERANGKA TEORI DAN PENGEMBA-‐ NGAN HIPOTESIS 2.1.Konsep Risk and Return
Saham menunjukkan hak kepemilikan keuntungan dan aset dari sebuah perusahaan (Elton et al, 2011). Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Return (kembalian) merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh pemodal atau investor atas investasi yang dilakukan.
Return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi (Halim, 2005). Return dibedakan menjadi dua yaitu return yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis, dan return yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa depan. Dua kompenen return yaitu untung/rugi modal (capital gain/ loss) dan imbal hasil (yield). Capital gain/ loss merupakan keuntungan/kerugian bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual/ harga beli di atas harga beli/ harga jual yang keduanya terjadi dipasar sekunder. Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Capital gain/ loss merupakan selisih antara nilai pembelian saham dengan nilai penjualan saham. Pendapatan yang berasal dari capital gain disebabkan oleh harga jual saham lebih besar daripada harga belinya. Sedangkan capital loss merupakan kerugian pemegang saham karena harga jual saham yang dimilikinya lebih rendah dari harga belinya.
Risiko menurut Eltonetal (2011) adalah “the existence of risk means that the investor can no longer associate a single number of pay–off with investment in any assets”. Sedangkan menurut Tandelilin (2010) risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan. Beberapa sumber risiko yang mempengaruhi besarnya risiko investasi menurut Tandelilin (2010), antara lain: 1).Risiko Bunga dimana perubahan tingkat suku bunga mempengaruhi variabilitas return saham secara terbalik. Artinya, jika suku bunga meningkat maka harga saham akan turun dan sebaliknya. 2).Risiko Pasar yaitu fluktuasi pasar secara keseluruhan yang
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 53
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66 Halaman 53
mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. 3).Risiko Inflasi, yang biasa disebut risiko daya beli, adalah menurunnya kekuatan daya beli yang disebabkan oleh peningkatan inflasi. 4).Risiko Bisnis yaitu risiko dalam menjalankan suatu jenis industri. 5).Risiko Finansial yaitu risiko yang berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk penggunakan hutang dalam pembiayaan modal. Semakin besar proporsi hutangnya semakin besar risiko finansial yang dihadapi perusahaan. 6).Risiko Likuiditas berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. 7).Risiko nilai tukar uang berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik terhadap nilai mata uang negara lain. 8).Risiko Negara atau Risiko Politik berkaitan dengan situasi perpolitikan suatu negara. Dalam teori portofolio modern telah diperkenalkan bahwa risiko investasi total dapat dibedakan menjadi dua jenis risiko, yaitu 1).Risiko sistematis (risiko pasar) yaitu risiko yang tidak dapat didiversifikasi, dan 2).Risiko tidak sistematis atau risiko spesifik (risiko perusahaan) yaitu risiko terkait dengan perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas (Tandelilin, 2010). 2.2. Capital Asset Pricing Model
Model ini pertama kali dikenalkan oleh Sharpe, Lintner, dan Mossin pada pertengahan tahun 1960. CAPM merupakan model yang menghubungkan tingkat return harapan dari suatu aset berisiko dengan risiko aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang. Menurut Husnan (2009), pemahaman dasar CAPM adalah, return dan risiko mempunyai korelasi yang positif dan linear yang berarti bahwa kenaikan risiko akan mengakibatkan kenaikan return, atau high risk high return. CAPM didasari oleh teori portofolio yang dikemukakan oleh Markowitz, dimana masing-‐masing investor diasumsikan akan mendiversifikasikan portofolionya dan memilih porfolio yang optimal. Beberapa asumsi dalam CAPM untuk menyederhanakan realitas yang ada, yaitu: 1).Semua investor mempunyai distribusi probabilitas tingkat return masa depan yang identik, karena mereka mempunyai harapan yang sama, 2).Semua investor mempunyai satu periode waktu yang sama, 3).Semua investor bisa meminjam atau meminjamkan uang pada tingkat return yang bebas risiko (risk-‐free rate of return), tidak ada biaya transaksi, tidak ada pajak penghasilan, tidak ada inflasi, terdapat banyak investor, dan tidak ada investor yang dapat mempengaruhi harga suatu sekuritas, dan pasar dalam keadaan seimbang (equilibrium). Walaupun banyak asumsi yang terlihat tidak realistis, kita menggunakan CAPM karena merupakan model yang parsimony bisa memprediksi realitas pasar yang komplek. Model CAPM merupakan model keseimbangan yang menggambarkan hubungan risiko dan return secara lebih sederhana, dan hanya
PERBANDINGAN PENGUJIAN APM Faktor DAN APT: ANALISIS FAKTOR Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: C Analisis Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA
Puji Hartoyo Halaman 54 Puji Hartoyo
menggunakan satu variabel (disebut juga sebagai variabel beta) untuk menggambarkan risiko. Dalam penilaian portofolio yang efisien perlu melihat posisi sekuritas pada keadaan overvalued atau undervalued. Jika tingkat return saham yang diharapkan lebih besar dari return realisasi, maka saham termasuk overvalued atau saham siap untuk dijual. Sedangkan, jika tingkat return saham yang diharapkan lebih kecil dari return realisasi, maka saham termasuk undervalued atau layak untuk dibeli.
Menurut Jogiyanto (2010), beta merupakan pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta ke–i mengukur volatilitas return sekuritas ke-‐i dengan return saham. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return saham. Sehingga beta merupakan pengukur risiko sistematik (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Risiko pasar (beta) sering dihubungkan dengan penyimpangan/deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Risiko ada dua yaitu risiko sistematik dan risiko non sistematik (Jogiyanto 2010). Risiko pasar yang besar akan memberikan informasi bagi investor untuk berhati-‐hati dalam pengambilan keputusan berinvestasi.
Volatilitas didefinisikan sebagai fluktuasi dari return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Jika fluktuasi return sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return pasar, maka beta dari suatu sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1. Beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematik dari sekuritas sama dengan risiko pasar. Hal ini menunjukkan jika return pasar bergerak naik ataupun turun, return sekuritas juga akan naik ataupun turun sama besarnya mengikuti return pasar. Persamaan regresi yang digunakan untuk mengestimasi beta didasarkan pada model CAPM, yaitu: 𝑅𝑅! = 𝑅𝑅𝑅𝑅 + 𝛽𝛽! 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 + 𝜀𝜀! ………………………… (2.1)
Keterangan: : Return saham ke i 𝑅𝑅! 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Return aktiva bebas risiko 𝑅𝑅𝑅𝑅 : return portofolio pasar 𝛽𝛽! : beta sekuritas ke i 2.3 Arbitrage Pricing Theory
Arbitrage Pricing Theory seperti halnya CAPM, menggambarkan hubungan antara risiko dan return, tetapi menggunakan asumsi dan return yang berbeda. Pada CAPM, portfolio pasar sangat berpengaruh karena diasumsikan bahwa risiko yang relevan adalah risiko sistematis yang diukur dengan beta. Sedangkan pada APT, return sekuritas tidak hanya dipengaruhi oleh portfolio pasar karena adanya asumsi bahwa return harapan dari suatu sekuritas bisa dipengaruhi oleh beberapa sumber risiko lain. Asumsi CAPM yang masih digunakan antara lain:
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 54
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
1).Investor mempunyai kepercayaan yang bersifat homogen, 2).Investor adalah risk-‐averse yang berusaha untuk memaksimalkan utilitas, 3).Pasar dalam kondisi sempurna, dan 4).Return diperoleh dengan menggunakan model faktorial.
APT didasarkan pada pendapat bahwa return harapan untuk suatu sekuritas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor–faktor tersebut akan menunjukkan kondisi ekonomi secara umum, dan bukan karakteristik khusus suatu perusahaan. Menurut Tandelilin (2010), faktor risiko tersebut harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1).Masing-‐masing faktor risiko harus mempunyai pengaruh luas terhadap return saham di pasar, 2).Faktor risiko tersebut harus mempengaruhi return harapan pada awal periode, 3).Faktor risiko tersebut tidak dapat diprekdisi oleh pasar karenamengandung informasi yang tidak diharapkan atau mengejutkan pasar.
APT mengasumsikan investor percaya bahwa return sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan n faktor risiko. Rumus model APT adalah: 𝑅𝑅! = 𝐸𝐸 𝑅𝑅! + 𝑏𝑏!! 𝑓𝑓! + 𝑏𝑏!! 𝑓𝑓! + ⋯ + 𝑏𝑏!" 𝑓𝑓! + 𝜀𝜀! …….(2.2)
Dimana : tingkat return aktual sekuritas i 𝑅𝑅! 𝐸𝐸 𝑅𝑅! : return harapan sekuritas i 𝑏𝑏! : sensitivitas sekuritas i terhadap faktor 1 f : deviasi faktor sistematis f dari nilai yang diharapkan 𝜀𝜀! : random error 2.3.1 Small Minus Big (SMB)
Firm size adalah ukuran dari suatu perusahaan yang dilihat dari market capitalization. Market capitalization adalah nilai total dari semua outstanding shares yang ada, perhitungannya dapat dilakukan dengan cara mengalikan banyaknya saham yang beredar dengan harga pasar saat ini. Market capitalization/ firm size dapat dihitung dengan rumus: Firm size = harga saham × saham beredar ……....... (2.3)
Firm size merupakan market value dari sebuah perusahaan. Pada umumnya, saham perusahaan yang lebih kecil cenderung memiliki return yang lebih besar dibandingkan dengan saham perusahaan yang lebih besar, fenomena ini biasa disebut dengan size effect. Small Minus Big (SMB) merupakan selisih return portfolio saham dengan firm size kecil dan return portfolio saham firm size besar. Sampel dilakukan pemeringkatan berdasarkan market capitalization dari terkecil hingga terbesar. Kemudian dipisahkan menjadi dua bagian perusahaan dengan firm size kecil dengan perusahaan dengan firm size besar. SMB adalah selisih antara rata–rata return total portfolio saham perusahaan firm size dengan
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM APT: AFNALISIS Indonesian Indonesian eview Vol.1, No.1, 2016, Hal. PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: DAAN NALISIS AKTOR FAKTOR Treasury TRreasury eview VRol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 51-‐66 FUNDAMENTAL KEUANGAN DA AN FAKTOR AKRO EKONOMI Indonesian TTreasury a FUNDAMENTAL EUANGAN AN FDAKTOR M AKRO EM KONOMI PHHal. aal. g55e1-‐66 |P 55 PERBANDINGAN PERBANDINGAN PKPENGUJIAN ENGUJIAN CD CAPM APM DAN AN APT: PT: AANALISIS NALISIS FFAKTOR AKTOR Indonesian reasury R R eview eview V V ol.1, ol.1, N N o.1, o.1, 2 2 016, 016, 1-‐66 g e | 55 Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis Faktor TERHADAP ETURN SI AHAM DEI FEK B URSA EEFEK INDONESIA TERHADAP RETURN SRAHAM BFURSA INDONESIA FUNDAMENTAL FUNDAMENTAL KEUANGAN EUANGAN DDD AN AN FAKTOR AKTOR MM AKRO AKRO EKONOMI KONOMI PPaaggee | |5 555 Fundamental Keuangan K dan Faktor Makro Ekonomi Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66 Puji H artoyo Puji H artoyo Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP TERHADAP RRETURN ETURN SSAHAM AHAM DDI I BBURSA URSA EEFEK FEK INDONESIA INDONESIA Halaman 55 Puji Hartoyo Puji Puji Puji H HHartoyo artoyo artoyo
capitalization dan terbesar, capitalization terkecil terkecil dan terbesar, atau market market
suatu uang mata dengan uang dengan mata lainnya, uang lainnya, atau suatu mata mata uang yang yang disebut nilai tukar valuta asing atau yang nilai tukar dapat diilustrasikan sbebagai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang suatu mata uang dengan mata uang lainnya, market market capitalization capitalization terkecil terkecil dan dan berikut: terbesar, terbesar, atau atau disebut nilai tukar valuta asing atau nilai tukar dapat diilustrasikan sebagai erikut: (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar disebut nilai tukar valuta asing atau nilai nilai tukar disebut nilai tukar valuta asing atau tukar dapat dapat d iilustrasikan ssebagai ebagai bberikut: erikut: (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar diilustrasikan valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar (Salvatore, 2008 dalam Pratikno, 2009). Nilai tukar valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 − perubahan dan penawaran valuta asing. ……... (2.4) valuta asing akan permintaan berubah-‐ ubah sesuai dengan 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 == (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) valuta asing akan berubah-‐ ubah sesuai dengan 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 −− ……... (2.4) perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan perubahan permintaan dan dan penawaran penawaran valuta valuta asing. asing. perubahan permintaan (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡) … ……... …... ((2.4) 2.4) Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran luar (impor), negeri (impor), dinyatakan High LM inus Low (HML) Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan 2.3.2. H2.3.2. pembayaran ke luar ke negeri dinyatakan dari dari igh Minus ow (HML) transaksi debit dalam neraca pembayaran pembayaran ke luar luar negeri negeri (impor), dinyatakan dari pembayaran ke dinyatakan dari 2.3.2. 2.3.2. HHigh igh M Minus inus LLow ow ((HML) HML) transaksi debit dalam (impor), neraca pembayaran to market ratio merupakan faktor risiko Book to Book market ratio merupakan faktor risiko internasional (Nopirin, 2000 Pdratikno, alam Pratikno, transaksi debit dalam neraca pembayaran transaksi debit dalam pembayaran internasional (Nopirin, 2000 dneraca alam 2009). 2009). yang harus diperhatikan oleh para investor, Book to to diperhatikan market market ratio ratio merupakan merupakan faktor faktor risiko risiko karena yang Book harus oleh para investor, karena internasional ((Nopirin, Nopirin, 22000 000 ddalam alam PPratikno, ratikno, 22009). 009). internasional Kurs dipergunakan yang dipergunakan dalam penelitian ini to market ratio yang investor, tinggi dijadikan dapat dijadikan yang yang harus diperhatikan diperhatikan oleh oleh tinggi para para investor, karena karena Kurs yang dalam penelitian ini book harus to book market ratio yang dapat adalah kurs Dolar Amerika terhadap bahwa perusahaan tersebut Kurs yang dipergunakan dipergunakan dalam penelitian ini nilai Kurs yang dalam penelitian ini book book to to indikator market market ratio ratio yang yang tinggi tinggi tersebut dapat dapat dijadikan dijadikan adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai indikator bahwa perusahaan masih masih Rupiah.Dolar dipilih karena merupakan undervalued. Rperusahaan asio to em arket meenyatakan quity menyatakan adalah kurs Amerika Dolar Amerika Amerika terhadap nilai adalah kurs Dolar Amerika terhadap nilai indikator indikator bahwa bahwa perusahaan tersebut tersebut masih masih Rupiah.Dolar dipilih karena merupakan undervalued. Rasio book to bmook arket quity mata yang uang yang paling stabil dan paling perbandingan book equity terhadap market Rupiah.Dolar Amerika dipilih karena merupakan Rupiah.Dolar Amerika dipilih merupakan undervalued. undervalued. RRasio asio bbook ook tto o m market arket eequity quity m menyatakan enyatakan mata uang paling stabil karena dan paling diakui diakui perbandingan book equity terhadap market equity equity sebagai mata uang tstabil u ntuk dan tdan ransaksi internasional perusahaan. Fequity ama dan rench m (market 1992) m endefinisikan mata uang yang paling stabil paling diakui mata uang yang paling paling diakui perbandingan perbandingan book book equity terhadap terhadap market equity equity sebagai mata uang untuk ransaksi internasional oleh oleh perusahaan. Fama dan French (F1992) endefinisikan semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan to market equity ((1992) sebagai “book common sebagai mata ata uuang ang ntuk ransaksi internasional leh kurs sebagai uuntuk ttransaksi internasional oo leh perusahaan. perusahaan. FFama ama ddan an FFrench rench 1992) m endefinisikan endefinisikan semua m negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs book to book market equity sebagai “book m common equity equity digunakan formula sbebagai berikut: for the fiscal year in calendar year (t-‐1), divided semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs semua negara. Untuk mengukur pertumbuhan kurs book book to to fmarket market equity equity sebagai sebagai “book “book common common equity digunakan formula sebagai erikut: for the iscal year ending ien nding calendar year (t-‐1), dequity ivided by emquity ending an t toalendar he nd oyyear f ear December of the t-‐ digunakan fformula ormula ssebagai ebagai bberikut: erikut: for for the he fiscal fiscal yyarket ear ear eaending ind ccalendar (o(t-‐1), ivided by tm arket t quity the ein f Deecember f t-‐1), the dd yivided ear (t-‐ year (digunakan !"#$ !!"#$!!! !"#$ !!"#$ 1)”. Book market dihitung dengan membagi by by m market arket eto equity quity aat to t tthe he eend nd odihitung of f ratio DDecember ecember oof f tthe he yyear ear ((t-‐t-‐ 1)”. Book market ratio dengan membagi 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘! = !!!!....................................... ....................................... 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = (2.7) (2.7) !"#$!!! !"#$ !"#$ !"#$!!"#$ !!"#$ !!"#$ !!! !!!!"#$ !!! !!! !!! per-‐share dclosing engan losing price b ulan Desember 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 1)”. 1)”. Book Book to to market market ratio ratio dihitung dihitung dengan dengan membagi equity pequity er-‐share dengan pcrice bulan Dmembagi esember 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = = ....................................... ....................................... ( (2.7) 2.7) !"#$ !"#$ !"#$!!! !!! !!! (akhir tahun), untuk membagi perusahaan equity equity er-‐share duntuk engan engan ccmembagi losing losing pprice rice bbulan ulan Djenis Desember esember (akhir pper-‐share tahun), d jenis perusahaan Keterangan: Keterangan: menjadi duntuk ua yaitu perusahaan dbengan to market (akhir (akhir tahun), tahun), untuk membagi membagi jenis jenis perusahaan perusahaan menjadi dua yaitu perusahaan dengan ook to bmook arket 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan Keterangan: Keterangan: 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : perubahan kurs kurs ratio raitu endah dan tinggi. engan bbook menjadi menjadi d dua ua yyd aitu perusahaan erusahaan ddengan ook tto o m market arket ratio rendah an tpinggi. 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 pada : kurs pada pkeriode ke t 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑃𝑃 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : : p p erubahan erubahan k k urs urs 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 : k urs p eriode e t ! ! ratio ratio rrendah endah ddan an ttinggi. inggi. Perhitungan nilai dilakukan HML dilakukan Perhitungan nilai HML dengan dengan : kurs pada skkebelum pe e eriod 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 urs ppp ada ada ppperiode eriode tt skebelum : : : kkkurs urs ada eriod e t ke t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘!!! !!! !!! mengambil sampel yang dilakukan dipilih, dibagi menjadi dua Perhitungan Perhitungan nilai HML dilakukan dengan dengan mengambil sampel nilai yang HML dipilih, dibagi menjadi dua : : k k urs urs p p ada ada p p eriod eriod s s ebelum ebelum k k e e t t 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 !!! !!! !!! kelompok book to market ratio dua tinggi dan mengambil mengambil sampel sampel dengan yang yang dipilih, dipilih, dibagi dibagi menjadi menjadi dua kelompok dengan book to market ratio tinggi dan 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kemudian selisih rata-‐ rata return kelompok kelompok dengan dengan book book to to dihitung market market ratio tinggi tinggi dan dan rendah. rendah. Kemudian dihitung selisih ratio rata-‐ rata return 2.4. 2.4. TTinjauan injauan PPenelitian enelitian TTerdahulu erdahulu Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya Hasil dari beberapa penelitiansebelumnya yang yang total portfolio saham dengan to market rendah. rendah. Kemudian Kemudian dihitung dihitung selisih selisih rata-‐ rata-‐ rata rata return return total portfolio saham dengan book to book market ratio ratio dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan Hasil Hasil dari dari beberapa beberapa penelitiansebelumnya penelitiansebelumnya yang yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan dengan tinggi dan rata-‐ rata book return portfolio total total portfolio portfolio saham saham dengan dengan book to to total market market ratio ratio saham tinggi dan rata-‐ rata return total portfolio saham penelitian i ni d apat d isampaikan s ebagai b erikut: dapat dapat dijadikan dijadikan referensi referensi dan dan perbandingan perbandingan dengan dengan penelitian i ni d apat d isampaikan s ebagai b erikut: dengan to return matio arket ratio portfolio rportfolio endah. saham tinggi tinggi dan dan rata-‐ rata-‐ rata rata total total saham dengan book to bmook arket rreturn rendah. penelitian penelitian i ni i ni d d apat apat d d isampaikan isampaikan s s ebagai ebagai b b erikut: erikut: dengan dengan ook tt o o m market arket rratio atio rrendah. endah. bbook 1) Heshmat melakukan penelitian 1) Heshmat (2012) (2012) melakukan penelitian dengan dengan 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = judul Aonalysis of A Csset apital Asset M Pricing Mtodel 1) 1) Heshmat Heshmat (2012) (2012) melakukan penelitian dengan dengan judul Analysis f Cmelakukan apital Ppenelitian ricing odel in he in the − 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 == 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ − Saudi oMarket Stock Market penelitian judul judul AAnalysis nalysis of f CCapital apital AAsset sset Pdengan Pricing ricing MMperiode odel odel in in tthe he Saudi Stock dengan periode penelitian (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) …(……….... 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖ℎ −− (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) ………….... 2.5) (2.5) Saudi Januari 2003 sampai November Saudi Stock Stock Market Market dengan dengan periode periode penelitian penelitian Januari 2003 sampai November 2009 2009 (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) (𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅-‐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙) … ………….... ……….... ((2.5) 2.5) menyatakan ahdanya hNovember ubungan ositif ntara beta Januari Januari 2003 2003 sampai sampai November 2009 2009 menyatakan adanya ubungan positif apntara baeta Perubahan 2.3.3. P2.3.3. erubahan Inflasi Inflasi dan saraham. shaham. menyatakan menyatakan aeturn danya danya hubungan ubungan ppositif ositif aantara ntara bbeta eta dan return 2.3.3. 2.3.3. PPerubahan erubahan IInflasi nflasi dan rreturn eturn ssaham. aham. dalah suatu m proses meningkatnya Inflasi aInflasi dalah sauatu proses eningkatnya harga-‐ harga-‐2) dan 2) Jasour, dan Fatolhahzadeh Jasour, Shoukri, Shoukri, dan Fatolhahzadeh (2013) (2013) harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan Inflasi Inflasi aadalah dalah ssuatu uatu pproses roses m meningkatnya eningkatnya hharga-‐ arga-‐ harga secara umum dan terus-‐ menerus berkaitan penelitian Surveying the 2) 2) Jasour, Jasour, Shoukri, Shoukri, dan dan Fatolhahzadeh Fatolhahzadeh (2013) (2013) dengan dengan judul judul penelitian Surveying the dengan mekanisme pasar yang disebabkan dapat disebabkan dengan harga harga secara secara umum umum dan dan terus-‐ terus-‐ menerus menerus berkaitan berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat Relationship between Beta, Firmsize, and dengan judul judul penelitian penelitian Surveying the the Relationship between Beta, Surveying Firmsize, and oleh berbagai faktor, lain: 1).Konsumsi Relationship dengan dengan mekanisme mekanisme pasar pasar yang yang antara dapat dapat 1).Konsumsi disebabkan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: Idiosyncratic Volatility with Stock and Return in Relationship between between Beta, Beta, Stock Firmsize, Firmsize, and Idiosyncratic Volatility with Return in masyarakat 2).Berlebihnya Idiosyncratic oleh oleh berbagai berbagai faktor, faktor, yang antara antara meningkat, lain: lain: 2).Berlebihnya 1).Konsumsi 1).Konsumsi masyarakat yang meningkat, Stock with Market menemukan Idiosyncratic Volatility Volatility with Stock Stock Return Return in in adanya Teheran Teheran Stock Market menemukan adanya likuiditas di yang pasar yang memicu konsumsi masyarakat masyarakat yang meningkat, meningkat, 2).Berlebihnya 2).Berlebihnya likuiditas di yang pasar memicu konsumsi atau atau Teheran hubungan pang ositif yang kuat raeturn ntara adanya ran eturn Teheran Stock Stock menemukan menemukan hubungan positif Market yMarket kuat antara dadanya size dan size spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi hubungan likuiditas likuiditas di di pasar pasar yang yang memicu memicu konsumsi konsumsi atau atau bahkan bahkan spekulasi, dan 3).Ketidaklancaran distribusi perusahaan pada pasar aham Teheran. hubungan ppositif ositif ang ang kkuat aantara ntara rreturn eturn ddan an ssize ize perusahaan pada yyp asar suat aham Tseheran. barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan bahkan bahkan spekulasi, spekulasi, dan dan 3).Ketidaklancaran 3).Ketidaklancaran distribusi distribusi barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan perusahaan perusahaan ppada ada ppasar asar ssaham aham TTeheran. eheran. 3) Barbee et al (1996) judul Do Sales-‐Price 3) Barbee et al (1996) dengan dengan judul Do Sales-‐Price nflasi digunakan umus sbebagai barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan barang (Sukirno, 1997). Untuk mengukur perubahan tingkat itingkat nflasi diigunakan rumus srebagai erikut: berikut: and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than 3) 3) Barbee Barbee et et al al (1996) (1996) dengan dengan judul judul Do Do Sales-‐Price Sales-‐Price and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than tingkat tingkat inflasi i nflasi ddigunakan igunakan rrumus umus ssebagai ebagai bberikut: erikut: Book-‐Market and Firm Size? menemukan and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than and Debt-‐Equity Explain Stock Return better than Book-‐Market and Firm Size? menemukan adanya adanya !"#$%&!!!! !"#$%&!! !!"#$%&! ! !!"#$%&!!!! 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = … ………………..………. = …………………..………. (2.6) (2.6) Book-‐Market hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan Book-‐Market and and Firm Firm Size? Size? menemukan menemukan adanya adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan !"#$%&! !"#$%&! !"#$%&! !"#$%&! !!"#$%&! !!"#$%&! !!!!"#$%&! !!!!!"#$%&! !!! !!! !!! !!! 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 … …………………..………. ………………..………. ((2.6) 2.6) == hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan return sreturn aham. saham. !"#$%&! !"#$%&! !"#$%&!!!! !!! !!!
Keterangan: Keterangan: 4) 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan Keterangan: Keterangan: 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : perubahan inflasi inflasi 4) 4) inflasi pada periodeke t 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑃𝑃 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 erubahan inflasi inflasi 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : : : ppierubahan nflasi p: ada periodeke t ! 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 inflasi pada sebelum period ke t 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 : : : inflasi iinflasi ada ppperiodeke eriodeke tt skebelum 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖!!! !!! nflasi p: ada ada eriod e t !!! pp : : inflasi ppada 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 inflasi ada pperiod eriod ssebelum ebelum kke e tt !!! !!! !!! Perubahan 2.3.4. P 2.3.4. erubahan Kurs Kurs 2.3.4. 2.3.4. PPerubahan erubahan KKurs urs Nilai Rupiah tukar Rupiah perbandingan Nilai tukar adalah adalah perbandingan nilai nilai 5) atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Nilai Nilai tukar tukar Rupiah Rupiah adalah adalah perbandingan perbandingan nilai nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. 5) 5) Perdagangan antar negara atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana dimana masing-‐ masing-‐ masing masing mempunyai alat tukarnya Perdagangan Perdagangan antar antar negara negara dimana dimana masing-‐ masing-‐ masing masing negara negara mempunyai alat tukarnya sendiri sendiri mengharuskan angka perbandingan negara negara mempunyai mempunyai alat alat tukarnya tukarnya sendiri sendiri mengharuskan adanya adanya angka perbandingan nilai nilai mengharuskan adanya adanya angka angka perbandingan perbandingan nilai nilai mengharuskan
return return ssaham. aham. 4) Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan Gharghori, Chan, dan Faff (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML Gharghori, Gharghori, Chan, Chan, dan dan Faff Faff (2007) (2007) melakukan melakukan penelitian menggunakan variabel SMB dan HML judul the Are the SMB Fama-‐French penelitian penelitian menggunakan menggunakan variabel variabel SMB dan dan HML HML Factors dengan dengan judul Are Fama-‐French Factors Proxying Default Risk? Hasilnya menunjukkan dengan dengan judul judul Are Are the the Hasilnya Fama-‐French Fama-‐French Factors Factors Proxying Default Risk? menunjukkan SMB dan HML mempunyai hubungan Proxying Proxying Default Default Risk? Risk? Hasilnya Hasilnya menunjukkan menunjukkan bahwa bahwa SMB dan HML mempunyai hubungan yang ositif dreturn engan eturn saham. bahwa bahwa SMB SMB dpdan dan HML HML mempunyai mempunyai hubungan hubungan yang positif engan sraham. yang yang ppositif ositif ddengan engan rreturn eturn ssaham. aham. 5) Ahmad et al (2011) yang membahas Ahmad et al (2011) yang membahas tentang tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham Ahmad Ahmad et et al al (2011) (2011) yang yang membahas membahas tentang tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap return saham di pengaruhnya Pakistan menyimpulkan inflasi inflasi dan dan pengaruhnya terhadap terhadap bahwa return return bahwa saham saham di Pakistan menyimpulkan inflasi inflasi mempunyai dampak dan signifikan di di Pakistan Pakistan menyimpulkan menyimpulkan bahwa bahwa inflasi inflasi mempunyai dampak negatif negatif dan signifikan terhadap eturn negatif snegatif aham. dan mempunyai mempunyai dampak dampak dan signifikan signifikan terhadap return sraham. terhadap rreturn eturn ssaham. aham. terhadap
PERBANDINGAN PENGUJIAN APM Faktor DAN APT: ANALISIS FAKTOR Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: C Analisis Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA
Puji Hartoyo Halaman 56 Puji Hartoyo
6) Hussain dan Aamir (2012) dengan penelitian yang berjudul The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Exchange menyimpulkan adanya hubungan yang positif antara nilai tukar dengan return saham untuk perusahaan energi di Istambul Stock Exchange.
7) Dhankar dan Singh (2005) meneliti keakuratan model keseimbangan CAPM dan APT pada Indian Stock Exchange yang menggunakan data mingguan dan bulanan periode tahun 1991 sampai dengan 2002 menyimpulkan bahwa model APT lebih mampu menjelaskan return saham daripada model CAPM.
8) Hasil pengujian ini juga didukung oleh Febrian dan Herwany (2004) yang membagi periode penelitian menjadi 3 (tiga) yaitu pada masa sebelum krisis, pada saat krisis dan periode setelah krisis dengan menyimpulkan bahwa APT lebih akurat dalam memprediksi return saham pada ketiga periode penelitian tersebut.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 56
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Theory). Return saham dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain:
1.
2.
9) Zubairi dan Farooq (2011) dengan menggunakan variabel perubahan GDP, tingkat inflasi, nilai tukar terhadap Dolar dan return market dengan judul Testing the Validity of CAPM and APT in the Oil, Gas and Fertilizer Companies Listedon the Karachi Stock Exchange. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa APT memiliki kemampuan memprediksi lebih baik daripada CAPM.
11) Dash dan Rao (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Asset Pricing Model in Indian Capital Markets memberikan kesimpulan bahwa model CAPM lebih mampu menjelaskan return.
13) Premananto dan Madyan (2004) yang meneliti return saham industri manufaktur menyatakan bahwa CAPM lebih baik daripada APT dalam memprediksi return saham. 2.5. Kerangka Pemikiran
Investor dalam melakukan investasi di Bursa Efek bisa melakukan prediksi atas return saham. Model keseimbangan yang sering dipergunakan dalam memprediksi return adalah CAPM (Capital Asset Pricing Model) dan APT (Arbitrage Pricing
Pengaruh Small Minus Big (SMB) terhadap return saham.
Fenomena size effect telah banyak dibuktikan di berbagai negara melalui penelitian-‐penelitian sebelumnya.Fama and French (1992, 1993, 1995) menemukan bahwa pada pasar Amerika return saham-‐ saham dari kelompok small firm mengungguli saham-‐ saham dari kelompok large firm. Fama dan French (1993) menyatakan bahwa harga pada saham yang memiliki ukuran perusahaan yang kecil cenderung mudah untuk bergerak ke atas dan ke bawah. Fama dan French (1993) menyatakan bahwa size memiliki sensitivitas terhadap faktor risiko yang juga merupakan faktor penentu pada variasi stock return dan membantu menjelaskan cross sections of average return. Bukti-‐ bukti pada penelitian mereka menunjukkan bahwa firm size berhubungan dengan keuntungan yang diperoleh.
10) Oduro dan Adam (2012) dengan menggunakan variabel jumlah uang yang beredar, tingkat inflasi, nilai tukar dan tingkat suku bunga mempunyai hasil yang mendukung penelitian sebelumnya bahwa model keseimbangan APT lebih baik daripada model CAPM.
12) Widianita (2009) dengan menggunakan variabel makroekonomi seperti inflasi, kurs terhadap Dollar dan jumlah uang yang beredar, dan data bulanan periode 2001 sampai dengan 2007 terhadap 14 perusahaan mengambil kesimpulan bahwa model CAPM lebih baik daripada APT.
Pengaruh Risiko Pasar (Beta) terhadap Return saham. Risiko pasar adalah risiko yang dihadapi suatu sekuritas yang disebabkan oleh faktor-‐ faktor pasar, seperti faktor ekonomi, politik, dan sebagainya (Tandelilin, 2010). Dalam model CAPM, risiko pasar digambarkan oleh beta (β) yang berkorelasi positif terhadap return. Semakin tinggi nilai beta, maka akan semakin tinggi pula nilai return yang diharapkan.
3.
SMB (small minus big) yang merupakan selisih return rata-‐ rata perusahaan yang mempunyai kapitalisasi pasar rendah dengan return rata-‐rata perusahaan yang mempunyai nilai kapitalisasi pasar tinggi berdasarkan three factors model dari Fama and French mempunyai pengaruh yang positif terhadap return saham. Pengaruh High Minus Low (HML) terhadap return saham.
Selain risiko pasar dan faktor size perusahaan, three factors model menggunakan value perusahaan sebagai variabel. HML merupakan selisih return rata-‐ rata perusahaan yang mempunyai book to market ratio tinggi dengan return rata-‐rata perusahaan yang mempunyai nilai book to market ratio rendah. Berdasarkan three factors model, Fama mengatakan bahwa saham dengan HML yang tinggi akan menghasilkan return yang tinggi. Sehingga HML akan berpengaruh positif terhadap return saham.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM D BURSA EFEK PERBANDINGAN PENGUJIAN CI APM DAN APT: INDONESIA ANALISIS F AKTOR Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis Faktor Puji Hartoyo FUNDAMENTAL K EUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi TERHADAP Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA
4.
Pengaruh Premi Inflasi terhadap return saham.
Puji Hartoyo Puji Hartoyo
4.
5.
5.
6.
Return merupakan fungsi dari risiko, istilah Pengaruh Premi Inflasi terhadap return saham. yang sangat dikenal dalam investasi adalah high merupakan fungsi dari risiko, risk Return high return. Inflasi sebagai salah satu istilah faktor yang sangat dikenal dalam investasi adalah high risiko juga mempengaruhi return saham. risk high return. Inflasi sebagai salah satu faktor Sehingga risk premium inflasi yang semakin risiko juga mempengaruhi return saham. berfluktuasi akan membuat return yang semakin Sehingga risk premium inflasi yang semakin berfluktuatif. Premi risiko adalah nol apabila β = berfluktuasi akan membuat return yang semakin 0 dan meningkat pada proporsi yang searah berfluktuatif. Premi risiko adalah nol apabila β = dengan β, sehingga premi risiko inflasi akan 0 dan meningkat proporsi searah berpengaruh positif pada terhadap return yang saham. dengan β, sehingga premi risiko inflasi akan Pengaruh Premi kurs terhadap return saham. berpengaruh positif terhadap return saham.
Return dan risk hubungan Pengaruh Premi kurs mempunyai terhadap return saham. yang positif, semakin besar return yang diinginkan Return dan risk mempunyai hubungan yang maka semakin besar pula risiko yang akan positif, semakin besar return yang diinginkan ditanggung oleh investor. Dalam penentuan nilai maka besar pula dilakukan risiko yang akan tukar semakin yang seharusnya dengan ditanggung o leh i nvestor. D alam p enentuan nilai perbandingan nilai Rupiah terhadap Dolar tukar yang seharusnya dilakukan kali dengan Amerika, namun dalam penelitian ini perbandingan terhadap Dolar digunakan nilai nilai tukar Rupiah Dolar Amerika terhadap Amerika, namun dalam kali ini Rupiah. Sehingga premi penelitian kurs berpengaruh digunakan nilai tukar Dolar Amerika terhadap negatif terhadap return saham yang artinya Rupiah. Sehingga premi kurs berpengaruh apresiasi nilai Rupiah akan meningkatkan return negatif terhadap return saham yang artinya saham. apresiasi nilai Rupiah akan meningkatkan return Perbandingan keakuratan model kesimbangan saham.
Dalam membandingkan keakuratan prediksi Perbandingan keakuratan model kesimbangan return saham, digunakan Mean Average Deviation Dalam membandingkan yaitu dengan mencari rata-‐ keakuratan rata selisih prediksi antara return s aham, d igunakan M ean Average Deviation return aktual dengan return harapan dari yaitu dengan mencari rata selisih masing-‐ masing model. rata-‐ Hasil rata-‐ rata antara Mean return dengan return harapan Average aktual Deviation merupakan ukuran error dari dari masing-‐ masing model. Hasil rata-‐ rata masing-‐ masing model, sehingga nilai error Mean yang Average Deviation merupakan error dari lebih kecil dapat dianggap ukuran sebagai model masing-‐ masing model, sehingga nilai error yang keseimbangan yang lebih akurat. lebih kecil dapat dianggap sebagai model yang tersebut lebih akurat. Dari keseimbangan pembahasan di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Dari pembahasan tersebut di atas, dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Investor Investor Model ekuilibrium Model ekuilibrium CAPM APT CAPM APT Inflasi Kurs SMB HML Beta Inflasi Kurs SMB HML Beta EXPECTED RETURN SAHAM EXPECTEDRETURN SAHAM ACTUAL RETURN SAHAM EXPECTEDRETURN SAHAM AHAM ACTUAL RETURN SAHAM EXPECTED RETURN SMAD CAPM MAD APT MAD CAPM MAD APT
6.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 57 Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 57
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Halaman 57 2.6. Hipotesis 2.6. Sebelum Hipotesis melakukan investasi, para investor perlu untuk melakukan prediksi besarnya return melakukan investasi, besarnya return para investor yang Sebelum diharapkan. Cara memprediksi perlu untuk melakukan prediksi besarnya return yang diharapkan bisa dilakukan dengan CAPM dan yang diharapkan. memprediksi APT, dimana telah Cara dilakukan banyak besarnya return penelitian yang yang diharapkan bisa prediksi dilakukan dengan CAPM dan menyimpulkan hasil yang berbeda tentang APT, dimana telah dilakukan banyak penelitian yang keakuratan kedua model tersebut. CAPM menyimpulkan hasil prediksi yang berbeda tentang memprediksi return saham dengan menggunakan keakuratan kedua model tersebut. CAPM faktor risiko, sedangkan APT menggunakan faktor memprediksi return saham dengan menggunakan premi risiko inflasi, premi risiko kurs, SMB (Small faktor risiko, sedangkan APT pasar menggunakan Minus Big) dari kapitalisasi dan HML faktor (High premi risiko inflasi, premi risiko kurs, SMB (Small Minus Low) dari Book to Market Ratio. Hipotesis yang Minus Big) dari kapitalisasi HML (High diajukan dalam penelitian ini apasar dalah sdan ebagai berikut: Minus Low) dari Book to Market Ratio. Hipotesis yang Hipotesis ertama: diajukan dpalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H.1 : Risiko pasar berpengaruh positif Hipotesis pterhadap ertama: return saham. H.1 : Risiko pasar berpengaruh positif Hipotesis kedua: terhadap r eturn saham. H.2.1 : SMB berpengaruh positif tehadap return Hipotesis ksaham. edua: H.2.1 H.2.2 : : SMB HML berpengaruh berpengaruh positif positif tehadap tehadap return return saham. saham. H.2.2 : kHML Hipotesis etiga: berpengaruh positif tehadap return saham. H.3.1 : Premi Inflasi berpengaruh positif tehadap Hipotesis kreturn etiga: saham. H.3.1 : : Premi Premi Inflasi positif tehadap H.3.2 kurs berpengaruh Rupiah terhadap Dolar return saham. Amerika berpengaruh negatif terhadap H.3.2 : Premi kurs Rupiah terhadap Dolar return saham. Amerika Hipotesis keempat: berpengaruh negatif terhadap saham. H.4 : return APT menghasilkan standard error lebih Hipotesis kkecil daripada CAPM dalam memprediksi eempat: H.4 : return. APT menghasilkan standard error lebih kecil daripada CAPM dalam memprediksi return. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. etode Penelitian 3. MMETODOLOGI PENELITIAN
penelitian yang digunakan adalah 3.1. MMetode etode Penelitian analisis verifikatif terhadap hipotesa melalui Metode dan penelitian yang digunakan adalah pengolahan pengujian data secara statistik. analisis verifikatif terhadap hipotesa melalui Analisis verifikatif bermaksud untuk mengetahui pengolahan dan yang pengujian data dengan secara pengaruh statistik. hasil penelitian berkaitan Analisis verifikatif bermaksud untuk mengetahui faktor fundamental keuangan perusahaan, faktor hasil berkaitan dengan makro penelitian ekonomi, yang pengaruh risiko pasar pengaruh terhadap faktor keuangan perusahaan, faktor return, sfundamental erta keakuratan model CAPM dan APT d alam makro ekonomi, pengaruh risiko pasar terhadap memprediksi return. return, serta keakuratan model CAPM dan APT dalam Data yang digunakan adalah data sekunder memprediksi return. yaitudata yang diperoleh secara tidak langsung dari Data yang adalah data sekunder sumbernya, yang bdigunakan erupa: yaitudata yang diperoleh secara tidak langsung dari 1) Harga penutupan saham per bulan dari saham-‐ sumbernya, yang berupa: saham yang menjadi sampel penelitian periode 1) Harga penutupan saham per bulan dari saham-‐ bulanan Januari 2010-‐Desember 2013. saham yang menjadi sampel penelitian periode 2) Indeks Harga Saham Gabungan per bulan dari bulanan publik Januari periode 2010-‐Desember 2013. saham Januari 2010–Desember 2) Indeks 2010. Harga Saham Gabungan per bulan dari Januari 3) saham Tingkat publik inflasi periode berdasarkan data 2010–Desember sekunder yang 2010. diperoleh dari website Bank Indonesia. 3) Tingkat inflasi berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari website Bank Indonesia.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR FUNDAMENTAL AN FAKTOR MAKRO EKONOMI PERBANDINGAN PEUANGAN ENGUJIAN C APM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Perbandingan PengujianK CAMP dan APT:D Analisis Faktor TERHADAP RETURN SAHAM DAN I BURSA EFEK INDONESIA Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL KEUANGAN D FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo Halaman 58 Puji Hartoyo 4) Nilai tukar Dollar menggunakan data nilai tukar
4) Nilai tukar Dollar menggunakan nilai 2010– tukar Rupiah terhadap Dolar periode data Januari Rupiah terhadap Desember 2013. Dolar periode Januari 2010– 5) Desember Firm size 2013. menggunakan kapitalisasi pasar 5) Firm size menggunakan bulanan dari w ww.idx.co.id. kapitalisasi pasar ari www.idx.co.id. 6) bulanan Book to dmarket ratio menggunakan data book 6) Book to market ratio menggunakan data book value bulanan dibagi dengan jumlah saham yang value bulanan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. beredar. Data tersebut di atas diperoleh secara Data tersebut atas berikut: diperoleh Indonesia secara onlinemelalui sumber di sebagai onlinemelalui sumber sebagai berikut: Indonesia Stock Exchange (www.idx.co.id), Badan Pusat Stock (www.idx.co.id), Badan Finance Pusat Statistik Exchange (www.bps.go.id), Yahoo Statistik (www.bps.go.id), Finance (www.finance.yahoo.com) dan Yahoo Bank Indonesia (www.finance.yahoo.com) dan Bank Indonesia (www.bi.go.id). (www.bi.go.id). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia perusahaan yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2013 periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2013 yang berjumlah 399 perusahaan. Pemilihan sampel yang berjumlah 399 perusahaan. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan stratified random sampling, dilakukan berdasarkan yaitu teknik penentuan stratified sampel random dengan sampling, membagi yaitu teknik penentuan dengan membagi populasi menjadi sub sampel populasi (diasumsikan populasi sub populasi (diasumsikan homogen) menjadi dan penentuan sample pada masing-‐ homogen) dan penentuan sample dengan pada masing-‐ masing sub populasi dilakukan simple masing sub populasi dengan simple random sampling dengan dilakukan memilih sampel 5 sampai random dengan memilih sampel dengan 6sampling saham yang mewakili setiap sektor 5 dsampai i Bursa dengan 6 saham yang mewakili setiap sektor di Bursa Efek Indonesia. Efek Indonesia. 3.2. Model Regresi 3.2. Model Regresi Pengujian hipotesis dengan menggunakan Pengujian hipotesis dengan menggunakan metode regresi linier berganda 2 (dua) steps APT metode regresi linier berganda 2 series (dua) dan steps APT yaitu regresi linier sederhana time regresi 1 Periode analisis data yaitu regresi linier sederhana time series dan regresi linier berganda cross sectional. 1 Periode analisis data linier berganda cross sectional. dilaksanakan pada Januari 2010–Desember 2013. dilaksanakan pada Januari 2013. Langkah pengujian pertama 2010–Desember menggunakan model Langkah linier pengujian pertama model regresi sederhana time menggunakan series untuk mencari regresi linier sederhana time series terhadap untuk mencari beta (β) setiap faktor pengaruh return beta (β) setiap faktor sebagai pengaruh terhadap return saham, dengan formula berikut: saham, dengan formula sebagai berikut: 𝑅𝑅! = 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽1(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛽𝛽2𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! + 𝛽𝛽3𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻! + 𝑅𝑅! = 𝛼𝛼 + 𝛽𝛽1(𝑅𝑅𝑅𝑅−−𝑅𝑅𝑅𝑅) 𝑅𝑅𝑅𝑅) 𝛽𝛽2𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! +−𝛽𝛽3𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 +(3.1) 𝛽𝛽4(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝛽𝛽5(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅)! !.… ! + ! + 𝛽𝛽4(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛽𝛽5(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! .… (3.1) Keterangan: Keterangan: 𝑅𝑅 : Return saham 𝑅𝑅 Return saham α : Intersept α Intersept β1,2,3,4,5 : Koefisien parameter variabel β1,2,3,4,5 : Koefisien variabel independen parameter independen 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi pasar 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 : Premi p masar .cap min-‐m.cap max 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 m/M .cap in-‐m.cap ax 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 : Premi B mm ax – B/M mmin 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 /M max – B/M min 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi B inflasi 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 −−𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi kinflasi urs 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅 : Premi kurs t Periode waktu t : Periode waktu Selanjutnya pada langkah kedua menggunakan Selanjutnya pada langkah kedua menggunakan model regresi linier berganda cross sectional sebagai model regresi linier berganda cross sectional sebagai berikut: berikut: 1 Stephen A. Ross, W. Westerfield Randolph, dan D. 1 Stephen A. Ross, W. Westerfield Randolph, dan D. Jordan Bradford, Pengantar Keuangan Perusahaan.
Jordan Bradford, Keuangan Jakarta: Salemba EPengantar mpat, 2008, hlm. 8. Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat, 2008, hlm. 8.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P Haal. g5 e 1-‐66 | 58 Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, P a g e | 58
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
! = 𝛾𝛾! + 𝛾𝛾! 𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛾𝛾! 𝛽𝛽𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! + 𝛾𝛾! 𝛽𝛽𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻! + 𝑅𝑅 𝑅𝑅! = 𝛾𝛾!!𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 + 𝛾𝛾! 𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅) +! 𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝛾𝛾! 𝛽𝛽𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆! +−𝛾𝛾𝑅𝑅𝑅𝑅) 𝛾𝛾 − 𝑅𝑅𝑅𝑅) ! 𝛽𝛽𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 ! + ! +! 𝛾𝛾 ! + 𝜀𝜀 𝛾𝛾! 𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝛾𝛾! 𝛽𝛽(𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅)! + 𝜀𝜀 (3.2) (3.2) Keterangan: Keterangan: 𝑅𝑅 : Return saham i ! 𝑅𝑅0! Return saham i γ : Intercept γ!,!,!,!,! Intercept : Koefisien parameter variabel 𝛾𝛾 0 : Koefisien variabel 𝛾𝛾!,!,!,!,! independen parameter independen β (Rm-‐Rf) : Beta premi pasar β (Rm-‐Rf) premi pasar βSMB : Beta M k. Cap Min – Mk. Cap Max βSMB M/M k. Chap M–in Mk. Cap Max βHML : Beta B igh B–/M low βHML Bremi /M high – B/M low β(RPinf-‐Rf) : Beta p Inflasi β(RPinf-‐Rf) premi Iknflasi β(Rpkurs –Rf) : Beta P urs β(Rpkurs –Rf) : Beta Premi kurs I Periode waktu I Periode waktu ε : error : error ε Formula untuk menghitung rata-‐rata penyimpangan Formula (Mean untuk Absolute menghitung rata-‐rata penyimpangan absolut Deviation) untuk model APT absolut (Mean Absolute Deviation) untuk model APT dan CAPM adalah: dan CAPM adalah: 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = |!!!!(!!)|…………………………………………. (3.3) ! |! !!(! )|
! ! 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = …………………………………………. (3.3) ! Keterangan: Keterangan: MAD : Mean Absolute Deviation MAD Mean Asbsolute 𝑅𝑅 : Return aham i Deviation ! 𝑅𝑅! ! ) : Return saham i yang diharapkan 𝐸𝐸(𝑅𝑅 𝐸𝐸(𝑅𝑅! ) : Jumlah Return saham i yang diharapkan n sampel dalam rentang n : pengujian Jumlah sampel dalam rentang pengujian 3.3. Pengujian Asumsi Klasik 3.3. Pengujian Asumsi Klasik Penggunaan model analisis regresi berganda model memenuhi analisis regresi berganda (cross Penggunaan sectional) harus asumsi-‐ asumsi (cross sectional) harus memenuhi asumsi-‐ asumsi klasik yang mendasari model tersebut. Pengujian klasik yang mendasari model Pengujian asumsi yang harus dipenuhi agar tersebut. persamaan regresi asumsi yang harus dipenuhi persamaan regresi dapat digunakan dengan baik agar adalah sebagai berikut: dapat digunakan dengan baik adalah sebagai berikut: 3.3.1 Uji Multikolinieritas 3.3.1 Uji Multikolinieritas Multikolinearitas berarti adanya hubungan berarti linear Multikolinearitas yang sempurna atau pasti, adanya diantara hubungan beberapa linear yang vsempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua ariabel yang menjelaskan model regresi. atau semua variabel adanya yang menjelaskan model regresi. Untuk mendeteksi multikolinearitas dapat Untuk mendeteksi adanya VIF multikolinearitas dapat dilakukan dengan metode (Variance Inflation dilakukan dengan metode VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF melebihi angka 10 maka diduga Factor). Jika nilai VIF melebihi angka 10 maka diduga ada multikolinearitas. ada multikolinearitas. 3.3.2 Uji Heteroskedasitas 3.3.2 Uji Heteroskedasitas Heteroskedasitas adalah keadaan dimana semua Heteroskedasitas adalah keadaan dimana semua gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi gangguan yang muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians yang sama. Model regresi yang tidak varians yang sama. Model regresi yang baik memiliki adalah jika memenuhi kondisi baik adalah jika atau memenuhi kondisi homoskedastisitas tidak terjadi homoskedastisitas Untuk atau tidak dilakukan terjadi heteroskedastisitas. membuktikan heteroskedastisitas. Untuk membuktikan dilakukan uji White Heteroscedasticity pada program Eviews. uji White pada program Hasil yang Heteroscedasticity diperhatikan adalah nilai F dan Eviews. Obs*R-‐ Hasil yang diperhatikan adalah nilai dan dari Obs*R-‐ Squared. Jika nilai Obs*R-‐Squared lebih F kecil X² Squared. Jika nilai Obs*R-‐Squared lebih kecil dari X² tabel, maka tidak terjadi heterokedastisitas. tabel, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis Faktor FUNDAMENTAL EUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Fundamental Keuangan K dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo Puji Hartoyo
3.3.3 Uji Linieritas
Uji linieritas adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui status linier tidaknya suatu distribusi data penelitian. Pada penelitian ini untuk melakukan uji linieritas dapat menggunakan Ramsey RESET Test (Ramsey Regression Equation Specification Error Test). Hasil yang diharapkan adalah nilai F stats yang lebih kecil dari (<) F tabel, yang berarti bahwa dalam distribusi data yang diteliti memiliki bentuk yang linier, dan apabila F stats lebih besar (>) dari F tabel maka berarti distribusi data yang diteliti adalah tidak linier. 3.4 Pengujian Hipotesis 3.4.1. Uji Statistik t (t-‐test) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Tabel 3.1. Pengujian Hipotesis, Uji Statistik t (t-‐test) Hipotesis H1 H2.1 H2.2 H3.1 H3.2
Keterangan
Risiko pasar berpengaruh positif terhadap return saham.
SMB berpengaruh positif tehadap return saham.
HML berpengaruh positif tehadap return saham.
Premi Inflasi berpengaruh positif tehadap return saham. Premi kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika berpengaruh negatif terhadap return saham.
Prediksi γ1 > 0 γ2 > 0 γ3 > 0 γ4> 0 γ5< 0
Apabila nilai signifikansi lebih rendah dari α (0.05), kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen mempengaruhi variabel dependen. a)
b)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji satu pihak kanan, sebagai berikut: 𝐻𝐻. 1 ∶ 𝛾𝛾! > 0, Beta berpengaruh positif tehadap return saham. 𝐻𝐻. 2.1 ∶ 𝛾𝛾! > 0, SMB berpengaruh positif tehadap return saham. 𝐻𝐻. 2.2 ∶ 𝛾𝛾! > 0, HML berpengaruh positif tehadap return saham. 𝐻𝐻. 3.1 ∶ 𝛾𝛾! > 0, Premi inflasi berpengaruh positif tehadap return saham. Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan uji satu pihak kiri, yaitu:
𝐻𝐻. 3.2 ∶ 𝛾𝛾! < 0, Premi kurs berpengaruh negatif tehadap return saham.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 59
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66 Halaman 59
3.4.2 Pengujian hipotesis H.4 dilakukan dengan uji two sample t-‐test. Persamaan 3.3 digunakan untuk menguji hipotesis 4 dengan membandingkan MAD hasil perhitungan dengan model APT dan model CAPM. Hasil MAD yang lebih kecil menunjukan model keseimbangan yang lebih akurat. Sedangkan untuk menguji signifikansi perbedaan rata-‐ rata dikatakan signifikan jika p-‐value< 0.05.
3.4.3. Koefisien Determinasi (Adjusted R²)
Koefisien Determinasi (adjusted R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai adjusted R² yang kecil berarti kemampuan variabel-‐variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-‐ variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel. 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Deskriptif Data Dari hasil pengujian statistik deskriptif dapat diketahui bahwa nilai rata-‐ rata return adalah 0.03258 atau rata-‐rata return dari 50 sampel selama periode pengujian adalah 3.25% per bulan. Artinya bahwa apabila kita membeli semua saham pada sampel maka return rata-‐ rata yang akan kita terima tiap bulan adalah sebesar 3.25%.
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: C Analisis PERBANDINGAN PENGUJIAN APM Faktor DAN APT: ANALISIS FAKTOR Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham K diEUANGAN Bursa Efek Indonesia
TERHADAP ETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA PujiR Hartoyo Halaman 60 Puji Hartoyo
Mean Median Maximum Minimum Std Dev Skewness Kurtosis JB test Probabilty
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 60
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Tabel 4.1 Data Analisis Deskriptif
Return
ERM
0.032548
1.285645
0.092636
2.851963
0.034500 -‐0.007361 0.021885 0.228823 3.136098 0.474922
0.788628
SMB
HML
-‐0.185017
0.103228
2.240575
1.412821
1.264621
-‐0.026212
0.156950
INF
KURS
-‐0.022085
0.317096
0.549695
2.434868
0.095273
-‐0.016277
-‐1.810675
-‐1.584763
-‐0.552291
-‐2.180250
0.307382
-‐0.455297
-‐0.473670
0.080979
-‐0.102095
1.368824
1.823669
2.070717
0.775592
0.736875
0.620460 2.471699 0.504387
0.857619
2.785108
0.401786
Nilai rata-‐rata dari premi pasar (ERM) sebesar 1.285645, dengan nilai ERM maximum sebesar 2,851963 mengindikasikan besarnya sensitivitas terhadap perubahan pasar, yaitu apabila ERM naik sebesar satu satuan maka return akan mengalami kenaikan sebesar 2,851963. Sedangkan nilai minimum yang mengindikasikan nilai minimum sensitivitas terhadap perubahan pasar yaitu sebesar 0,156950, yang artinya adalah kenaikan ERM satu satuan akan membawa akibat kenaikan pada return saham hanya sebesar 0,156950.
Nilai rata-‐rata SMB adalah -‐0.185017. Return saham yang paling sensitif terhadap SMB dengan nilai 2.240575 artinya bahwa kenaikan SMB sebesar satu satuan akan membawa perubahan kenaikan return saham sebesar 2,240575. Sedangkan saham yang mempunyai nilai terkecil yaitu -‐1.810675, hal ini menunjukkan hubungan negatif antara SMB dengan return, yang artinya kenaikan satu satuan SMB akan mengakibatkan penurunan return sebesar 1,810675. Rata-‐ rata variabel HML sebesar 0.103228. Saham yang mempunyai nilai HML terbesar yaitu sebesar 1.412821, artinya kenaikan satu satuan HML akan membawa dampak pada kenaikan return saham sebesar 1.412821. Kebalikannya adalah saham dengan nilai terkecil yaitu sebesar -‐1.584763, yang artinya kenaikan HML satu satuan akan memberikan dampak kerugian pada saham sebesar 1.584763.
Premi inflasi (INF) mempunyai nilai rata-‐rata -‐0.022085. Nilai terbesar yaitu 0.549695, dimana kenaikan satu satuan premi inflasi akan membawa dampak pada kenaikan return saham sebesar 0.549695. Sedangkan yang terkecil yaitu sebesar -‐0.552291, yang artinya kenaikan satu satuan INF akan memberikan pengaruh pada penurunan return saham sebesar 0.552291.
Nilai mean dari KURS adalah sebesar 0.317096. Nilai maksimum 2.434868, berarti return saham akan mengalami kenaikan sebesar 2.434868 apabila KURS naik sebesar satu satuan. Sedangkan yang terkecil sebesar -‐2.180250, artinya kenaikan KURS sebesar
0.641710
3.310628
0.355099
0.220518 3.588263 0.678551
0.299958 0.873384
3.558575 0.691814
satu satuan akan memberikan pengaruh penurunan sebesar 2.180250. Variabel yang memiliki nilai standar deviasi paling tinggi adalah variabel KURS sebesar 0.873384 yang berarti pada variabel KURS memiliki data dengan keragaman yang paling besar dan bervariasi dibandingkan variabel lainnya. Variabel yang memiliki standar deviasi terkecil adalah variabel return sebesar 0.02885 berarti bahwa pada variabel return sebagai variabel dependen mempunyai data yang lebih seragam dibandingkan variabel lainnya.
Keseluruhan sampel data dari setiap variabel dalam penelitian ini memiliki koefisien kemenjuluran (skewness) atau merupakan ukuran kemiringan data dengan beragam. Nilai skewness kurang dari (<) 0 (nol) berarti bahwa kuadrat data dari setiap variabel memiliki distribusi miring ke kiri atau data menumpuk pada nilai yang rendah. Variabel yang memiliki nilai skewness kurang dari 0 (nol) adalah KURSsebesar -‐0.102095, SMB sebesar -‐0.455297 dan HML sebesar -‐0,473670. Hal ini mengandung arti bahwa nilai-‐ nilai pada variabel KURS, SMB dan HML didominasi dengan nilai-‐ nilai rendah. Sedangkan kebalikan dari nilai skewness di atas yaitu variabel dengan nilai skewness lebih besar dari (>) 0 (nol) yang berarti kuadrat data dari setiap variabel memiliki distribusi miring ke kanan atau data menumpuk pada nilai yang besar. Variabel yang memiliki nilai skewness lebih besar (>) dari 0 (nol) adalah ERM sebesar 0.307382, return sebesar 0.228823 dan INF sebesar 0.080979.
Nilai Kurtosis menunjukkan bentukkeruncingan distribusi data atau derajat keruncingan suatu distribusi (biasanya diukur relatif terhadap distribusi normal). Kurva yang lebih runcing dari distribusi normal dinamakan leptokurtik, yang lebih datar platikurtik dan distribusi normal disebut mesokurtik. Distribusi normal memiliki kurtosis sama dengan atau sebesar 3, sementara distribusi yang leptokurtik biasanya kurtosisnya lebih besar 3. Pada tabel 4.1 di atas hampir semua variabel yang memiliki nilai
PERBANDINGAN ENGUJIAN APM D AN APT: ANALISIS FAKTOR Perbandingan Pengujian P CAMP dan APT: C Analisis Faktor Fundamental Keuangan K dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL EUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA
Puji Hartoyo
Puji Hartoyo
kurtosisnya lebih besar 3 yaitu INFsebesar 3.588263, KURS sebesar 3.558575, HML sebesar 3.310628, return sebesar 3.136098, sedangkan sisanya yaitu SMB memiliki nilai kurtosis lebih kecil dari 3 yaitu sebesar 2.785108 dan ERM sebesar 2.471699.
Berdasarkan hasil Jarque-‐Bera test pada tabel 4.1 dilakukan untuk melihat normalitas data danmemastikan tidak adanya outlier. Nilai probability menunjukkan bahwa hampir semua nilai variabel > 0.05, hal ini menyatakan bahwa data berdistribusi normal. 4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik 4.2.1. Uji Multikolinearitas
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 g eHal | 6 1 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.P1,a2016 51-66 Halaman 61
4.2.2. Uji Heteroskedasitas Berdasarkan pada Tabel 4.2 dengan menggunakan metode deteksi uji white dapat diketahui bahwa keseluruhan periode penelitian memiliki nilai Prob. Chi square lebih besar dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi telahlulus uji heteroskedastisitas.
4.2.3.Uji Linieritas Nilai Prob. F lebih besar dari derajat kepercayaan (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa model regresi diatas telah lolos uji Linieritas.
4.2.4. Uji Normalitas Nilai Probability lebih besar dari derajat Jika nilai VIF melebihi angka 10 maka diduga kepercayaan (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas. Berdasarkan pada Tabel 4.2 model regresi diatas telah lolos uji Normalitas. dapat diketahui bahwa keseluruhan periode penelitian memiliki nilai VIF yang lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa hasil regresi tidak mengandung multikolinearitas. Tabel 4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik No Uji Asumsi Klasik Metode Hasil Kesimpulan 1. Multikolinearitas VIF ERM : 1.138 Lolos uji SMB : 1.277 Lolos uji HML : 1.182 Lolos uji INF : 1.314 Lolos uji
3.
Linearitas
Ramsey Reset
2. 4.
Heterokesdasitas White Normalitas
Jarque Bera Test
Keterangan : (*) : signifikan pada α = 10% (**) : signifikan pada α = 5% (***) : signifikan pada α = 1%
KURS : 1.108
Lolos uji
3.459**
Lolos uji
1.515 *
0.0146*
Lolos uji Lolos uji
PERBANDINGAN ENGUJIAN APM DFaktor AN APT: ANALISIS FAKTOR Perbandingan PengujianPCAMP dan APT:CAnalisis Fundamental KeuanganKdan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL EUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo Halaman 62 Puji Hartoyo
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 62
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
4.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Var
C
Exp. Sign Coef
ERM
(+)
SMB
(+)
HML INF
KURS R²
Adj R² MAD
(+) (+) (+) (-‐)
Panel 1
0.015395*** 0.013341***
0.003171
-‐1.365551
0.145847 0.128052 0.102284
Keterangan : (*) : signifikan padaα = 10% (**) : signifikan padaα = 5% (***) : signifikan padaα = 1%
Panel 2
0.03270***
Tabel 4.3 Hasil Regresi Linier Berganda
Panel 3
0.033820***
Panel 4
0.016418*** 0.012477*** 0.003474
-‐0.005361
-‐0.012044
0.081034
0.047859
0.206203
0.104195
0.104187
0.102182
0.041929
-‐0.004849
0.007342
0.154434
Panel 5
0.013925**
0.016408***
-‐0.005742
Panel 6
0.034046***
0.003156
-‐0.006771
Panel 7
0.014313**
didukung
-‐0.007843**
didukung
0.217003
didukung
0.113096
0.296901
0.101912
0.104373
0.102016
0.034260
H 1
-‐0.004660
0.003952
0.24021
0.195783
didukung
0.003094
-‐0.004513
Kesimpulan
0.015977***
-‐0.002185
-‐0.008197**
H.2.1. tidak
H.2.2. tidak
H.3.1. tidak
H. 3.2.
didukung
Perbandingan Pengujian P CAMP dan APT: C Analisis Faktor PERBANDINGAN ENGUJIAN APM D AN APT: ANALISIS FAKTOR Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL K EUANGAN D AN F AKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
TERHADAP RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA Puji Hartoyo Puji Hartoyo
Panel 1 yang menggunakan satu variabel yaitu premi pasar menujukkan koefisien terlihat signifikan pada level 0,01. Dengan kata lain, berarti beta dapat menjadi penaksir return yang signifikan. Sedangkan untuk kebaikan model, dapat dilihat pada nilai R² sebagai koefisien determinasi. Nilai R² sebesar 0.145847 mengandung arti bahwa premi pasar mampu menjelaskan return sebesar 14.6%. Nilai Mean Average Deviation yang merupakan selisih nilai absolut kesalahan peramalan panel 1 sebesar 0,102284.
Panel 2 menggunakan variabel SMB dan HML memperlihatkan pengaruh yang tidak signifikan pada kedua variabel yang digunakan terhadap return. Untuk kebaikan model digunakan adjusted R² yang nilainya relatif rendah yaitu sebesar 0.041299 berarti bahwa kemampuan model untuk menjelaskan variasi return dengan menggunakan variabel SMB dan HML adalah hanya sebesar 4.13%, sedangkan selebihnya (95.87%) dijelaskan oleh variabel yang lain. Hal ini memperlihatkan kelemahan model pada panel 2 (faktor fundamental keuangan perusahaan) yang digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan market model. Kesalahan peramalan yang ditunjukkan dengan angka Mean Average Deviation sebesar 0.104195.
Panel 3 dimana return dipengaruhi faktor makro ekonomi antara lain premi inflasi dan premi kurs. Koefisien premi inflasi sebesar -‐0.012044 dan tidak signifikan, dan premi kurs menunjukkan nilai koefisien sebesar -‐0.004849 dan tidak signifikan. Nilai adjusted R² sebesar 0.0073 artinya yang dapat diterjemahkan secara umum bahwa kemampuan model untuk menjelaskan variasi return dengan menggunakan variabel premi inflasi dan premi kurs adalah hanya sebesar 0.7% saja. Hal ini memperlihatkan kelemahan model makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan market model. Mean Average Deviation untuk panel 3 sebesar 0.104187.
Panel 4 merupakan gabungan panel 1 dan panel 2 yang menggunakan variabel premi pasar dan variabel fundamental keuangan perusahaan (SMB dan HML) menunjukkan nilai koefisien ERM sebesar 0.012477 dan signifikan di bawah 0.01. Nilai koefisien SMB sebesar 0.003474 dan tidak signifikan, artinya SMB berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham. Variabel HML pada panel ini sebesar -‐0.005361, dimana HML berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. Nilai adjusted R² sebesar 0.2062 berarti variabel makroekonomi mampu menjelaskan return sebesar 20.62%. Nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan oleh MAD sebesar 0.102182.
Panel 5 merupakan gabungan panel 1 yang menggunakan variabel ERM dan panel 3 dengan variabel makroekonomi (INF dan KURS). Nilai koefisien ERM 0.016408 dan signifikan pada α = 0.01, berarti ERM berpengaruh positif dan signifikan
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 g eHal | 6 3 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.P1,a2016 51-66 Halaman 63
terhadap return saham. Variabel INF mempunyai nilai koefisien sebesar –0.005742 dan tidak signifikan. Variabel KURS hasil pengujian pada panel 5 menunjukkan nilai koefisen -‐0.008197 dan signifikan pada α = 0.05. Nilai adjusted R² sebesar 0.1958 berarti variabel makroekonomi mampu menjelaskan return sebesar 19.58 %. Nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan oleh MAD sebesar 0.101912.
Panel 6 menggunakan variabel fundamental keuangan perusahaan dan variabel makro ekonomi. Hasil pengujian menunjukkan nilai koefisien yang SMB sebesar 0.003156 dan tidak signifikan. Nilai koefisien pada HML sebesar -‐0.006771 juga tidak signifikan. Variabel INF menunjukkan nilai koefisien -‐0.002185 dan tidak signifikan, begitu juga variabel KURS mempunyai koefisien sebesar -‐0.004513 dan tidak signifikan. Nilai adjusted R² sebesar 0.034260 berarti variabel makro ekonomi mampu menjelaskan return sebesar 3.426 %. Nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan oleh MAD sebesar 0.104373. Panel 7 yang menggunakan seluruh variabel dalam penelitian, yaitu ERM sebagai faktor risiko pasar, faktor fundamental keuangan perusahaan (SMB dan HML) dan faktor makroekonomi (INF dan KURS). Dan hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Hipotesis kesatu Nilai koefisien untuk ERM adalah 0.015977 dan signifikan pada α = 0.01. Hal ini berarti premi pasar mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return, maka kesimpulannya adalah hipotesis 1 didukung.
2). Hipotesis kedua Koefisien untuk SMB sebesar 0.003952 dan tidak signifikan, artinya SMB berpengaruh positif dan tidak signifikan pada return saham, sehingga hipotesis 2.1 tidak didukung. HML mempunyai nilai koefisien -‐0.004660 artinya HML mempunyai pengaruh negatif, dan tidak signifikan terhadap return saham, maka kesimpulan hipotesis 2.2 tidak didukung.
3). Hipotesis ketiga Nilai koefisien INF sebesar 0.003094 dan tidak signifikan, artinya premi inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham sehingga hipotesis 3.1 tidak didukung. Sedangkan koefisien KURS sebesar -‐0.007843 dan signifikan pada α = 0.05 mengandung arti bahwa premi kurs berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham, hal ini menunjukkan hipotesis 3.2 didukung. 4). Hipotesis keempat Sedangkan nilai kesalahan estimasi yang ditunjukkan dengan nilai MAD terkecil pada panel 5 yaitu sebesar 0.101912. Hipotesis 4 yaitu MAD APT lebih kecil dari MAD CAPM, hasil pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa MAD CAPM yang ditunjukkan pada panel 1 sebesar 0.102284 dan MAD APT yang
Perbandingan Pengujian CAMP dan APT: Analisis Faktor PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi FUNDAMENTAL DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Terhadap Return SahamK diEUANGAN Bursa Efek Indonesia
TERHADAP ETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA PujiR Hartoyo Halaman 64 Puji Hartoyo
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 64
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
ditunjukkan oleh panel 6 mempunyai nilai 0.104373, sehingga hipotesis 4 tidak didukung.
Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian regresi linier semua variabel. Variabel ERM menunjukkan hasil yang konsisten selama pengujian baik pada panel 1, panel 4, panel 5 dan panel 7 dimana hasil pengujian menunjukkan nilai positif dan selalu konsisten pada α = 0.01. Hasil pengujian variabel SMB yang ditunjukkan pada panel 2, panel 4, panel 6 dan panel 7 mempunyai nilai koefisien yang konsisten dan menunjukkan nilai positif, dan tidak signifikan. Variabel HML yang ditunjukkan pada panel 2, panel 4, panel 6 dan panel 7 juga mempunyai nilai yang konsisten negatif dan tidak signifikan. Sedangkan variabel INF mempunyai hasil yang berbeda antar panel, dimana pada panel 3, panel 5 dan panel 6, variabel INF mempunyai pengaruh negatif, namun pada panel 7 yang menggunakan seluruh variabel penelitian mempunyai hasil bahwa INF berpengaruh positif dan pengaruh tersebut tetap tidak signifikan. Hasil pengujian variabel terakhir yaitu KURS yang ditunjukkan oleh panel 3, 5, 6 dan 7 menunjukkan hasil yang konsisten negatif namun variatif pada tingkat signifikansi, pada panel 3 dan 6 menunjukkan hasil yang negatif dan tidak signifikan, sedangkan hasil yang ditunjukkan pada panel 5 dan panel 7, KURS mempunyai nilai koefisien yang positif dan signifikan pada α = 0.05. Panel 7 memiliki nilai R² sebesar 0.2969 dan adjusted R² sebesar 0.217 yaitu nilai tertinggi di antara panel yang lain. Panel 5 memiliki nilai terbesar kedua dengan nilai R² sebesar 0.24 dan adjusted R² sebesar 0.195, kemudian panel 4 dengan nilai R² sebesar 0.206 dan adjusted R² sebesar 0.154. Panel 1 dengan variabel premi pasar mempunyai nilai R² sebesar 0.1458 dan adjusted R² sebesar 0.128. Panel 6 dengan menggunankan varial SMB, HML, premi inflasi dan premi kurs mempunyai nilai R² sebesar 0.113 dan adjusted R² sebesar 0.034, kemudian panel 2 dengan nilai R² sebesar 0.081 dan adjusted R² sebesar 0.041 dan terakhir panel 3 yang memliki R² sebesar 0.047 dan adjusted R² sebesar 0.007. Dari paparan data di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa variabel premi pasar (Panel 7, panel 5, panel 4 dan panel 1) mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap return saham diantara variabel lainnya, karena setiap ada variabel premi pasar selalu menunjukkan nilai R² dan adjusted R² yang lebih tinggi dibandingkan dengan panel yang tidak terdapat variabel premi pasar.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Risiko pasar yang diwakili oleh beta merupakan determinan return saham di Bursa Efek Indonesia. Hasil pengujian menunjukkan
2. 3.
4.
hubungan yang positif antara risiko dan tingkat keuntungan, yang artinya semakin besar beta maka semakin besar tingkat return yang diharapkan. Hasil ini mendukung teori Capital Asset Pricing Model yang menyatakan risiko pasar akan berpengaruh positif terhadap return.
Faktor fundamental keuangan perusahaan (SMB dan HML) bukan merupakan determinan return saham di Bursa Efek Indonesia.
Faktor makroekonomi terdiri dari premi inflasi dan premi kurs, premi inflasi bukan merupakan determinan return saham, sedangkan premi kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham yang artinya apresiasi nilai mata uang Rupiah akan meningkatkan return saham di Bursa Efek Indonesia. Model keseimbangan Capital Asset Pricing Model mempunyai Mean Average Deviation yang lebih kecil daripada Arbitrage Pricing Theory tetapi berdasarkan hasil uji beda rata-‐rata, perbedaan tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
5.2. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dan setelah memberikan kesimpulan atas hasil penelitian, penulis mengajukan saran-‐saran sebagai berikut: 1.
2.
Bagi Emiten Pihak manajemen perusahaan harus memperhatikan risiko sistematis dalam hal ini risiko pasar dan kurs yang merupakan determinan return saham. Pada saat kondisi perusahaan yang mengalami penurunan harga saham, pihak manajemen perusahaan agar dapat menjaga stabiltas keuntungan perusahaan agar kepercayaan investor dalam berinvestasi tetap terjaga.
Pihak Investor Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para investor untuk menanamkan sahamnya secara akurat dan pada saat yang tepat. Dalam konteks ini investor agar lebih memperhatikan pada risiko sistematis yang menjadi determinan return saham, yaitu faktor risiko pasar dan faktor premi kurs. Selain itu perlu juga melakukan analisis secara teknikal, serta melihat faktor fundamental keuangan perusahaan yang lain.
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN 6.1. Implikasi Manajerial
Setelah mengetahui hasil penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah menguraikan implikasi kebijakan yang dapat digunakan oleh pihak-‐ pihak yang berkepentingan. Implikasi penelitian ini bagi investor adalah dengan melihat risiko pasar atau
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR TERHADAP RETURN Sdan AHAM D I BURSA EFEK INDONESIA Perbandingan PengujianK CAMP APT:D Analisis Faktor MAKRO EKONOMI FUNDAMENTAL EUANGAN AN FAKTOR Puji Hartoyo Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi RETURN SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA TERHADAP Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
beta dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Investor yang berani mengambil akan beta dalam pengambilan keputusan risiko berinvestasi. berinvestasi p ada s aham y ang m empunyai b eta yang Investor yang berani mengambil risiko akan tinggi akan pada mendapatkan lebih berinvestasi saham yang mreturn empunyai beta tinggi. yang Sedangkan investor yang memilih berinvestasi pada tinggi akan mendapatkan return lebih tinggi. saham yang mempunyai beta rendah, maka pada akan Sedangkan investor yang memilih berinvestasi mendapatkan r ata-‐ r ata r eturn y ang l ebih r endah. saham yang mempunyai beta rendah, maka akan mendapatkan rata-‐ rata return investor yang lebih juga rendah. Selain risiko pasar, harus
Puji Hartoyo
memperhatikan faktor makroekonomi terutama Selain risiko pasar, investor juga harus perubahan nilai tukar atau kurs. Investor asing akan memperhatikan faktor makroekonomi terutama melihat bahwa apresiasi nilai Rupiah yang perubahan nilai tukar atau kurs. Investor asing akan menaikkan return saham sebagai opportunity cost, melihat bahwa apresiasi nilai Rupiah yang artinya investor mempertahankan investasi menaikkan return yang saham sebagai opportunity cost, akan mendapatkan kenaikan pada nilai investasi investasi artinya investor yang mempertahankan (kenaikan harga saham) akan tetapi akan mendapatkan kenaikan pada nilai kehilangan investasi kesempatan untuk menjual sahamnya dan menukar (kenaikan harga saham) akan tetapi kehilangan Rupiah ke Dolar. Dan Sebaliknya, yang kesempatan untuk menjual sahamnya investor dan menukar menjual saham dan menukarkan Rupiah akan Rupiah ke Dolar. Dan Sebaliknya, investor yang mendapatkan Dolar yang lebih banyak, tetapi akan menjual saham dan menukarkan Rupiah akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh kenaikan mendapatkan Dolar yang lebih banyak, tetapi akan nilai investasi. kehilangan kesempatan untuk memperoleh kenaikan manajemen perusahaan, risiko sistematis nilai iBagi nvestasi. yang Bagi perlu manajemen diperhatikan adalah kurs risiko yang msistematis erupakan perusahaan, determinan return saham. Pada kondisi yang perlu diperhatikan adalah kurs yang mdepresiasi erupakan atau pelemahan Rupiah Pada akan mengakibatkan determinan return saham. kondisi depresiasi penurunan harga saham. Kebijakan manajerial dalam atau pelemahan Rupiah akan mengakibatkan konteks ini lebih diarahkan pada pengendalian penurunan harga saham. Kebijakan manajerial dalam transaksi impor dan mengurangi konteks ini lebih diarahkan pada ketergantungan pengendalian produk dari luar negeri. Namun untuk transaksi impor dan mengurangi demikian ketergantungan menjaga stabilitas laba melalui produk dari luar negeri. Namun kebijakan demikian earning untuk management tetap laba diperlukan menambah menjaga stabilitas melalui untuk kebijakan earning kepercayaan pelaku bursa. Sehingga meskipun management para tetap diperlukan untuk menambah terjadi perubahan kurs tidak akan menimbulkan kepercayaan para pelaku bursa. Sehingga meskipun keresahan pada kurs para tidak pelaku karena terjadi perubahan akan bursa, menimbulkan perusahaan dapat memberikan jaminan investasinya keresahan pada para pelaku bursa, karena dengan mempertahankan stabilitas labanya. perusahaan dapat memberikan jaminan investasinya dengan mempertahankan stabilitas labanya. 6.2. Keterbatasan Penelitian 6.2. Keterbatasan enelitian Keterbatasan-‐ Pketerbatasan dalam penelitian
ini, antara lain: Keterbatasan-‐ keterbatasan dalam penelitian ini, a ntara l ain: 1. Penggunaan sample data dalam penelitian ini terbatas (50 data perusahaan), seandainya 1. masih Penggunaan sample dalam penelitian ini memungkinkan lebih lanjut dapat masih terbatas penelitian (50 perusahaan), seandainya dilakukan menggunakan data lebih yang lebih banyak. memungkinkan penelitian lanjut dapat dilakukan m enggunakan d ata y ang l ebih b anyak. 2. Periode penelitian hanya 4 tahun (Januari 2010– 2. 3. 3.
Desember 2013), agar hasil penelitian lebih Periode penelitian hanya 4 tahun (Januari 2010– akurat untuk dapat agar menambah waktu periode Desember 2013), hasil penelitian lebih penelitian. akurat untuk dapat menambah waktu periode penelitian. variabel yang digunakan dalam Penggunaan model keseimbangan Pricing Theory Penggunaan variabel Arbitrage yang digunakan dalam agar diperbanyak, karena variabel yang Theory telah model keseimbangan Arbitrage Pricing dipergunakan dalam penelitian menunjukkan agar diperbanyak, karena variabel yang telah MAD CAPM lebih kecil dpenelitian aripada MAD APT. dipergunakan dalam menunjukkan MAD CAPM lebih kecil daripada MAD APT.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 65 Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 65
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-66
Halaman 65
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES)
Adjasi, Charles K.D., Nicholas B. Biekpe, dan Kofi A. (2011). Prices and Exchange Rate Adjasi, Osei. Charles K.D., “Stock Nicholas B. Biekpe, dan Kofi A. Dynamics in Selected African Countries: A Osei. (2011). “Stock Prices and Exchange Rate Bivariate Analysis”, African Journal of Dynamics in Selected African Countries: A Economic and Management Studies, Vol.2, 143-‐ Bivariate Analysis”, African Journal of 264. Economic and Management Studies, Vol.2, 143-‐ 264. Ahmad, Muhammad Ishfaq, Muhammad Akram
Naseem, Mian Ishfaq, Muhammad Farooq, Akram dan Ahmad, Muhammad Muhammad Ramizur Rahman. (2011). “The Impact of High Naseem, Mian Muhammad Farooq, dan Inflation on Stock Market Return in Pakistan”, Ramizur Rahman. (2011). “The Impact of High Business trategies Journal, Return Vol.5(2). Inflation Son Stock Market in Pakistan”, Business S trategies J ournal, V ol.5(2). Barbee, William C., Sandip Mukherji, dan Gary A.Rainess. “Do Sales-‐Price Barbee, William (1996). C., Sandip Mukherji, and dan Debt-‐ Gary Equity Explain Stock Returns Better than A.Rainess. (1996). “Do Sales-‐Price and Debt-‐ Book-‐Market and Firm Size?”, Financial Equity Explain Stock Returns Better than Analysts Journal, Mar/Apr Vol. Financial 52,No.2, Book-‐Market and Firm 1996, Size?”, hlm. 5 6. Analysts Journal, Mar/Apr 1996, Vol. 52,No.2, 56. AlexKane, Alan J. Marcus. (2014). Bodie, hlm. Zvi., Portofolio Investasi, (2014). (Alih Bodie, Manajemen Zvi., AlexKane, Alan dan J. Marcus. Bahasa, Romi Bhakti Hartarto dan Zuliani Manajemen Portofolio dan Investasi, (Alih Dalimunthe). Jakarta: Salemba Empat. Bahasa, Romi Bhakti Hartarto dan Zuliani Jakarta: Empat. (2013). Das, Dalimunthe). Niladri dan J.K. Salemba Pattanayak. Affecting the (2013). Indian Das, “Fundamental Niladri dan Factors J.K. Pattanayak. Stock Market –A Comparative Study of Sensex “Fundamental Factors Affecting the Indian and Nifty”, Journal of Indian Business esearch. Stock Market –A Comparative Study Rof Sensex and Nifty”, Journal oRao. f Indian Business Research. Dash, Mihir dan Rishika (2009). “Asset Pricing Models in Rishika Indian Rao. Capital Markets”, Social Dash, Mihir dan (2009). “Asset Pricing Science Rin esearch Network. Models Indian Capital Markets”, Social Science Research Network. Dhankar, Raj S dan Rohimi Singh. (2005). “Arbitrage
Pricing and The Asset Pricing Model-‐ Dhankar, Raj S Theory dan Rohimi Singh. (2005). “Arbitrage Evidence from Indian Stock Market”, Journal of Pricing Theory and The Asset Pricing Model-‐ Financial M anagement & A nalysis, 8 .1, 1 4-‐27. Evidence from Indian Stock Market”, Journal of anagement & Analysis, 8.1, J. 14-‐27. Elton, Financial Edwin J., M Martin J. Gruber, Stephen Brown,
William N. Goetzmann. (2011). J. Modern Elton, dan Edwin J., Martin J. Gruber, Stephen Brown, Portfolio Theory and Investment Analysis, 8th dan William N. Goetzmann. (2011). Modern edition. N ew J ersey: J ohn W iley & S ons. Portfolio Theory and Investment Analysis, 8th edition. Jersey: John iley & S(ons. Fama, E ugene FN. ew dan Kenneth R. W French. 1992). “The Cross-‐Section of Expected Return”, The Journal Fama, Eugene F. dan Kenneth R. French. (1992). “The of Finance, Vol. XLVII, No.2. Cross-‐Section of Expected Return”, The Journal of FErrie inance, Vol. Aldrin XLVII, NHerwany. o.2. Febrian, dan (2009). “The
Performance Asset Herwany. Pricing Models Before, Febrian, Errie dan of Aldrin (2009). “The During and After Financial Crisis in Emerging Performance of Asset Pricing Models Before, Market: Evidence from Indonesia”, Working During and After Financial Crisis in Emerging Papers in Evidence Business, Mfrom anagement and Finance. Market: Indonesia”, Working Papers i n B usiness, M anagement a nd F inance. Fitriati, Ika Rosyada. (2010). Analisis Hubungan Distress Risk, Firm Size, dan Book Hubungan to Market Fitriati, Ika Rosyada. (2010). Analisis Ratio dengan Return Saham. Skripsi, Tidak Distress Risk, Firm Size, dan Book to Market PERBANDINGAN P ENGUJIAN C APM D AN A PT: A NALISIS F AKTOR Dipublikasikan, Universitas Diponegoro Ratio dengan Return Saham. Skripsi, Tidak FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Semarang. Dipublikasikan, Diponegoro TERHADAP RETURN SAHAM DI BUniversitas URSA EFEK INDONESIA Semarang. Puji Hartoyo Ghargory, Philip, Howard Chan, dan Robert Faff. (2007). “Are the Chan, Fama-‐French Factors Ghargory, Philip, Howard dan Robert Faff. Proxying Default Risk?”, Australian Journal of (2007). “Are Fama-‐French Factors Management, Vol the 32. No. 2.
Indone
Gore, A. (2006). “An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It”, Emmaus, PA: Rodale.
Halim, Abdul. (2005). Analisis Investasi. Jakarta:
In U
Premant (2 A sa se D
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66 P a g e | 66
PERBANDINGAN PENGUJIAN CAPM DAN APT: ANALISIS FAKTOR FUNDAMENTAL KEUANGAN DAN FAKTOR MAKRO EKONOMI Perbandingan Pengujian CAMPSAHAM dan APT:D Analisis Faktor TERHADAP RETURN I BURSA EFEK INDONESIA Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Puji Hartoyo Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia
Halaman 66
Gore, A. (2006). “An Inconvenient Truth: The Planetary Emergency of Global Warming and What We Can Do About It”, Emmaus, PA: Rodale.
Halim, Abdul. (2005). Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Hartono, Jogiyanto. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-‐ pengalaman. Yogyakarta: BPFE. Hartono, Jogiyanto. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 7. Yogyakarta: BPFE.
Heshmat, Nesma Ahmed. (2012). “Analysis of Capital Asset Pricing Model in the Saudi Stock Market”, International Journal of Management, Vol.29, No.2.
Husnan, Suad. (2009). Teori Portfolio dan Analisis Sekuritas, Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Hussain, M.M. and Mohammad Aamir. (2012). “The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Prices: An Empirical Analysis of Karachi Stock Exchange”, Mediterranean Journal of Social Sciences.
Jasuor, Jalal, Sasan Shokri, dan Omran Fatholhahzadeh. (2013). “Surveying the Relationship between Beta, Firmsize and Idiosyncratic Volatility with Stock Return in Teheran Stock Market”, International Journal of Marketting and Technology.
Maryanne, Donna. (2009). “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi dan Beta Saham terhadap Harga Saham”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
Michou, Maria, Sulaeman Mouselli, dan Andrew Stark. (2007). “Estimating the Fama and French in the UK-‐Empirical Review”, Manchester Business School Journal. Nugroho, Heru. (2008). “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang yang beredar terhadap Indeks LQ 45”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Diponegoro.
FAKTOR NOMI A
ournal of
th: The ming and aus, PA: Jakarta:
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 51-56
Puji Hartoyo
Proxying Default Risk?”, Australian Journal of Management, Vol 32. No. 2.
Oduro, Richard dan Anokye M. Adam. (2012). “Testing the Validity of Capital Asset Pricing Model (CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in the Ghana Stock Exchange”, GRP International Journal of Business and Economic. Vol 1 No.2, hlm. 159 – 184. Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 51-‐66
P a g e Nilai | 66 Pratikno, Dedy. (2009). “Analisis Pengaruh Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI)”, Tesis, Tidak di Dipublikasikan, Universitas Sumatera Utara Medan.
Premanto, Gancar Candra dan Muhammad Madyan. (2004). “Perbandingan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi tingkat pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi”, Jurnal Penelitian Dinamika Sosial, Vol.5 No.2, 125-‐139.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, dan
Indonesia (BEI)”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Sumatera Utara Medan.
Premanto, Gancar Candra dan Muhammad Madyan. (2004). “Perbandingan keakuratan CAPM dan APT dalam memprediksi tingkat pendapatan saham industri manufaktur sebelum dan semasa krisis ekonomi”, Jurnal Penelitian Dinamika Sosial, Vol.5 No.2, 125-‐139.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, dan Bradford D. Jordan. (2008). Pengantar Keuangan Perusahaan. (Alih Bahasa: Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine). Jakarta: Salemba Empat.
Rutledge, Robert W; Zhaohui Zhang, dan Khondkar Karim. (2008). “Is There a Size Effect in the Pricing of Stocks in the Chinese Stosk Markets?: The Case of Bull Versus Bear Markets”, Asia-‐Pacific Finan Markets, 15, hlm. 117-‐133.
Sudiyatmo, Bambang dan Mochamad Irsyad. (2011). “Menguji Model Tiga Faktor Fama and French dalam mempengaruhi Return Saham Studi pada Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), hlm. 126-‐136. Sukirno, Sadono. (1997). Ekonomi Pembangunan, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE. Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Ulina, Julia S. (2012). “Pengaruh Size Effect, Value Effect dan Model Multi Faktor Fama & French pada Return Saham di Bursa Effect Indonesia periode Juli 2005 sd Juli 2011”, Tesis, Tidak Dipublikasikan, Universitas Gadjah Mada.
Widianita, Sulistiarni. (2009). “Analisis Perbandingan Keakuratan CAPM dan APT dalam Memprediksi Return Saham LQ-‐45 di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, Tidak Dipublikasikan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Zubairi, Jamal dan Shaqia Farooq. (2011). “Testing the Validity of CAPM and APT in the Oil, Gas and Fertilizer Companies Listed on the Karachi Stock Exchange”, Financial Markets and Corporate Governance Conference.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
INDONESIAN T TREASURY INDONESIAN REASURY RREVIEW EVIEW
JURNAL PPERBENDAHARAAN, ERBENDAHARAAN, K KEUANGAN EUANGAN N PP UBLIK JURNAL NEGARA EGARA DDAN AN KKEBIJAKAN EBIJAKAN UBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Hlm. PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Halaman Sampul i
iii v Halaman Editorial vii INFORMASI ABSTRAK Daftar Isi ARTIKEL ix Central government expenditures as the largest component of state Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia 1-‐10 output and Diterima Pertama expenditures have an important role in determining national dengan Sasaran Tunggal Inflasi affecting allocation and efficiency of economic resources. The increase of 24 Mei 2016 state expenditures, both for central government expenditures and transfer to Mohamad Yusuf
Fandi Zaenudinsyah Zaenudinsyah Fandi Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Sekretariat DDirektorat irektorat Jenderal Perbendaharaan Sekretariat Jenderal Perbendaharaan Alamat K orespondensi: [email protected] Alamat Korespondensi: [email protected] Kata Pengantar Dewan Redaksi
Dinyatakan Diterima local governments, are ideally followed by responsive budget absorption Abnormal Saham-‐Saham 11-‐21 pattern. The high remaining budget at the end of the year indicates that the 15 Juli 2016 Return dan Trading Volume Activity LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative budget implementation is not optimal, which could lead to economic losses. Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat This low budget absorption pattern has also occurred at the spending units KATA KUNCI: Muhammad Falih Ariyanto Fiscal Policy, National Budget, Government at the State Treasury Service Office (KPPN) Jakarta V. This study aims to Expenditures, Fund Disbursement. determine the factors that cause a low budget absorption pattern of the Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 23-‐38 state budget (APBN) at the end of the fiscal year at KPPN Jakarta V. This Daerah d i I ndonesia, 2 008 – 2 012 KLASIFIKASI JEL: study used method of data analysis in the form of factor analysis. The results Abdillah Khamdana D2, H57, O21, O38 show that the low budget absorption pattern of the state funds at the end of the fiscal year is caused by eight factors, namely treasury administration, Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap 39-‐50 procurement implementation, budget planning, technical support Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di requirements, procurement schedule, human resources, competencies, and Indonesia job rotation.
Ginanjar Aji Nugroho
Belanja pemerintah pusat sebagai komponen terbesar belanja negara
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing dalam menentukan output 51-‐66 memiliki Model peran dan penting nasional dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Fmempengaruhi aktor Fundamental alokasi dan efisiensi sumber daya ekonomi. Peningkatan Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return belanja negara, Saham baik belanja pemerintah pusat maupun transfer ke daerah, di Bursa Efek Indonesia idealnya diikuti dengan pola penyerapan yang responsive. Penyerapan Puji Hartoyo anggaran yang masih menumpuk pada akhir tahun mengindikasikan bahwa pelaksanaan anggaran belum optimal, bahkan dapat menyebabkan
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN 67-‐83 kerugian negara secara ekonomis. Penumpukan pencairan dana tersebut pada Akhir Tahun Anggaran juga terjadi pada Satuan Kerja lingkup Kantor Pelayanan Perbendaharaan Fandi Zaenudinsyah Negara (KPPN) Jakarta V. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Indeks Lampiran
faktor-‐faktor penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir 85.1 – 85.3 tahun anggaran. Penelitian ini menggunakan metode analisis data berupa analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penumpukan 85.5 – 85.12 pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satuan Kerja lingkup KPPN Jakarta V disebabkan oleh delapan faktor, yaitu administrasi perbendaharaan, pelaksanaan pengadaan, perencanaan anggaran, persyaratan teknis pendukung, jadwal pengadaan, sumber daya manusia, kompetensi, dan mutasi pejabat.
ix
Halaman 67
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN ANALISIS FAKTOR pada Akhir Tahun Anggaran PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN
PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah
Halaman 68
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pasal 11 ayat (4) Undang-‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan bahwa penggunaan belanja negara adalah untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 Audited pada bagian Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan bahwa belanja pemerintah pusat sebagai komponen terbesar dari belanja negara berperan sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional. Hal ini karena besaran dan komposisi belanja pemerintah pusat dalam operasi fiskal pemerintah berdampak signifikan pada permintaan agregat yang menentukan output nasional dan mempengaruhi alokasi dan efisiensi sumber daya ekonomi.
Belanja pemerintah pusat berkaitan dengan ketersediaan dana dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Belanja Negara, baik Belanja Pemerintah Pusat maupun Transfer ke Daerah, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 Audited pada bagian Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan bahwa peningkatan belanja pemerintah berimplikasi terhadap makro ekonomi sektor riil. Implikasi tersebut berupa pengaruh terhadap konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, serta kesejahteraan masyarakat. Selain itu, laporan tersebut juga menjelaskan bahwa peningkatan belanja idealnya diikuti dengan pola penyerapan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang responsif sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi. Penyerapan anggaran yang masih menumpuk pada akhir tahun mengindikasikan bahwa pelaksanaan anggaran belum optimal. Penyerapan anggaran yang lambat dapat mengakibatkan kerugian negara secara ekonomis.1 Rencana penarikan dana pada DIPA mencerminkan kebutuhan dana pengguna anggaran, sehingga Bendahara Umum Negara (BUN) dalam hal ini adalah Menteri Keuangan, harus menyiapkan kebutuhan dana tersebut. Apabila Rekening Kas Umum Negara (R-‐KUN) tidak mencukupi kebutuhan dana, BUN mengusahakan pembiayaan dari berbagai sumber. Pembiayaan seringkali memunculkan beban bunga yang harus ditanggung pemerintah. Dengan demikian, tidak terserapnya dana yang telah disediakan akan menyebabkan kerugian ekonomis akibat menanggung beban bunga dan adanya idle 1
Hendris Herriyanto, Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anaggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta (Jakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, 2012), hlm. 2.
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal. 67-‐83 g eHal | 67-83 68 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.P1,a2016
cash pada rekening pemerintah. Pemerintah telah melakukan berbagai usaha untuk menyikapi lambatnya penyerapan anggaran. Namun demikian, usaha-‐usaha tersebut belum mampu mengeliminasi masalah penumpukan pencairan dana APBN di akhir tahun anggaran secara keseluruhan.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan, yang bertugas melaksanakan penyaluran pembiayaan atas beban anggaran kepada Satuan Kerja (Satker) Kementerian/ Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah, umumnya mengetahui fenomena lambatnya penyerapan anggaran dan menumpuk pencairan dana anggaran pada akhir tahun. Satker melaksanakan kegiatan pemerintahan tertentu yang dibiayai dari dana tersebut. Studi kasus yang dilakukan pada KPPN Jakarta V menunjukan telah terjadi permasalahan penyerapan anggaran yang lambat, terutama pada belanja barang dan belanja modal. Hal ini sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1. Belanja Bantuan Sosial tampak meningkat tajam pada Grafik tersebut, tetapi peningkatannya disebabkan oleh adanya revisi penurunan pagu yang signifikan, sehingga persentase penyerapan jenis belanja tersebut kurang representatif. Grafik 1. Trend Penyerapan APBN pada Satker Lingkup KPPN Jakarta V Tahun 2014 (Data Triwulan dan Tidak Akumulatif)
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2014 Per Jenis Belanja KPPN Jakarta V
Terdapat penelitian-‐penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor-‐faktor yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran dengan objek studi Satker lingkup pembayaran berbagai KPPN. Namun demikian, belum ada di antara penelitian-‐penelitian tersebut yang menjadikan Satker lingkup KPPN Jakarta V sebagai objek penelitian secara khusus. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penulis ingin
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN ANALISIS FAKTOR pada Akhir Tahun Anggaran PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN
PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah
mengetahui faktor-‐ faktor yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V. 1.2. Ruang Lingkup
Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini dengan memfokuskan penelitian pada penumpukan pencairan dana APBN berupa belanja pemerintah pusat khususnya belanja barang dan belanja modal. Selain itu, penulis membatasi responden penelitian ini pada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk setiap Satker lingkup KPPN Jakarta V. 1.3. Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini adalah: Faktor-‐ faktor apa yang menjadi penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V? 1.4. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-‐ faktor penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V. 1.5. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, sebagai bahan informasi dalam pertimbangan penyusunan kebijakan untuk mengatasi penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran. Selain itu, penulis juga mengharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi pada studi literatur bidang menajamen keuangan, khususnya sektor pemerintah, untuk kepentingan pengembangan dunia akademis dimasa mendatang terkait dengan penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran.
2. KERANGKA TEORI 2.1. Anggaran
Anggaran (budget) adalah komponen kunci dalam perencanaan keuangan untuk masa depan, yang memuat identifikasi tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.2 Penganggaran merupakan proses menyusun atau menghasilkan anggaran dan memiliki manfaat, yaitu memaksa manajer merencanakan, memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pembuatan keputusan, memberikan sebuah standar untuk mengevaluasi kinerja, dan menguatkan 2
Don R. Hansen dan M. Mowen Maryanne, Managerial Accounting. 8th edition, (Ohio: Thomson Learning South-‐Western, 2007), hlm. 316.
Indonesian Treasury Vol. 1 No. 1,H 2016 Hal 67-83 Indonesian Treasury Review Vol.1 Review No.1, 2016, al.67-‐83 P a gHalaman e | 669 9
komunikasi dan koordinasi3. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) menjelaskan bahwa anggaran adalah rencana keuangan yang merupakan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang dan memuat paparan rencana pengeluaran yang didasarkan pada ekspektasi pendapatan dan rencana pengeluaran tersebut sebaiknya mengindikasikan juga urutan prioritas dan ekspektasi kualitas dan kuantitas layanan4. 2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pasal 1 Undang-‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-‐undang. APBN memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabiliasasi. Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Penyusunan APBN setiap tahun adalah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.
Pasal 11 Undang-‐ Undang Nomor 17 Tahun 2003 menjelaskan bahwa APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-‐ undang yang terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pasal 12 UU No. 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa APBN disusun sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan menghimpun pendapatan negara. Kebijakan fiskal yang diimplementasikan melalui APBN memiliki peran penting dan strategis dalam mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-‐target pembangunan nasional dan berkaitan dengan tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi5.
Direktorat Jenderal Anggaran menyatakan bahwa siklus APBN merupakan rangkaian kegiatan yang berawal dari perencanaan dan penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN yang setiap tahun anggaran berulang dengan tetap dan teratur6. Siklus tersebut adalah sebagai berikut:
Ibid, hlm.317. Tim Penyusun BPPK, Dasar-‐Dasar Keuangan Publik, (Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), 2004), hlm. 71 5 Kementerian Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013-‐Audited, (Jakarta: Kementerian Keuangan, 2014), hlm. 20. 6 Kementerian Keuangan, Pokok-‐Pokok Siklus APBN di Indonesia: Penyusunan Konsep Kebijakan dan Kapasitas Fiskal Sebagai Langkah Awal, (Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014), hlm. 7. 3 4
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 70
ANALISIS AKTOR Penumpukan PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 70
1. Perencanaan dan Penganggaran APBN (Januari-‐Juli); 2. Pembahasan APBN (Agustus-‐Oktober); 3. Penetapan APBN (akhir Oktober); 4. Pelaksanaan APBN (sejak Januari); 5. Pelaporan dan Pencatatan APBN; 6. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN.
2.3. Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanan Anggaran menjelaskan bahwa, DIPA sebagai dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran yang berlaku 1 (satu) tahun anggaran dan memuat informasi satuan-‐ satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/ pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/ Kuasa Bendahara Umum Negara. PMK No. 171/PMK.02/2013 juga menyatakan bahwa pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan pengertian tersebut, DIPA merupakan kesatuan antara rincian rencana kerja dan penggunaan anggaran yang disusun oleh Kementerian Negara/ Lembaga dan disahkan oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Dengan demikian, DIPA menunjukkan perikatan Kementerian Negara/ Lembaga atau satuan kerja sebagai Pengguna/ Kuasa Pengguna Anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan yang didanai penyelenggaraanya oleh APBN. Dengan kata lain, DIPA menjadi dasar melakukan tindakan yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran negara dengan pencairan dana APBN untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan.
PMK Nomor 171/PMK.02/2013 membagi DIPA menjadi 2 (dua), yaitu DIPA Bagian Anggaran Kementrian Negara/ Lembaga (DIPA BA K/L) dan DIPA Bagian Anggaran Bendaraha Umum Negara (DIPA BA BUN). DIPA BA K/L terdiri atas DIPA Induk dan DIPA Petikan. DIPA Induk merupakan akumulasi dari DIPA per satker yang disusun oleh Pengguna Anggaran menurut Unit Eselon I Kementerian Negara/ Lembaga, sedangkan DIPA Petikan merupakan DIPA per satker yang dicetak secara otomatis melalui sistem yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satker dan pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN dan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk. Susunan DIPA Induk dan DIPA Petikan dinyatakan dalam PMK tersebut sebagai berikut: 1.
DIPA Induk terdiri atas Lembar Surat Pengesahan DIPA Induk, Halaman I yang memuat Informasi Kinerja dan Anggaran Program, Halaman II yang memuat Rincian Alokasi Anggaran per Satker, dan Halaman III yang memuat Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
2.
Penerimaan. DIPA Petikan terdiri atas Lembar Surat Pengesahan DIPA Petikan, Halaman IA yang memuat Informasi Kinerja dan Halaman IB yang memuat Sumber Dana, Halaman II yang memuat Rincian Pengeluaran, Halaman III yang memuat Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan, dan Halaman IV memuat Catatan.
Pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjelaskan bahwa DIPA dapat direvisi karena 4 (empat) alasan sebagai berikut: 1.
2.
3. 4.
Revisi DIPA karena alasan administratif meliputi perubahan kantor bayar, perubahan jenis belanja sebagai akibat kesalahan penggunaan akun sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama, dan perubahan lainnya akibat kekeliruan pencantuman dalam DIPA; Revisi DIPA karena alasan alokatif meliputi penambahan atau pengurangan alokasi pagu anggaran dan perubahan atau pergeseran rincian pagu anggaran. Namun, revisi DIPA karena alasan alokatif tersebut tidak dapat mengurangi pagu anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai, kecuali untuk pergeseran pagu anggaran belanja pegawai antar DIPA dalam lingkup Kementerian Negara/ Lembaga yang sama; Revisi DIPA karena perubahan rencana penarikan dana dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan realisasi belanja dan perubahan rencana Kegiatan; Revisi DIPA karena perubahan rencana penerimaan dana dilakukan dalam rangka menyesuaikan dengan realisasi Penerimaan Negara dan perubahan target Penerimaan Negara.
2.4. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Negara dalam postur APBN terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Laporan Realisasi Anggaran pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited) menunjukkan bahwa Belanja Pemerintah Pusat dikelompokkan menjadi beberapa jenis belanja, yaitu: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, dan Belanja Lain-‐lain.7 Setiap jenis belanja pemerintah pusat tersebut dijelaskan pada Bab II Bagian Penjelasan Segmen Bagan Akun Standar PMK Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar sebagai berikut: 1.
7
Belanja Pegawai merupakan pengeluaran sebagai kompensasi terhadap pegawai dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah baik dalam maupun luar
Kementerian Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013-‐Audited, hlm. 8.
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 a g Hal e |67-83 71 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
2.
3.
4.
5.
6.
negeri, kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas fungsi unit organisasi pemerintah selama periode tertentu, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja Barang merupakan pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa baik yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan serta pengadaan barang dan jasa yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri atas belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja barang BLU dan belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat. Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran guna memperoleh atau menambah aset tetap dan/ atau aset lainnya yang memberi manfaat ekonomis lebih dari satu periode akuntansi (12 bulan) serta melebihi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut digunakan untuk operasional kegiatan satker atau digunakan oleh masyarakat umum dan akan dicatat di dalam Neraca satker K/L. Belanja Pembayaran Bunga Utang/Kewajiban merupakan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu, belanja pembayaran bunga utang juga digunakan untuk pembayaran denda/ biaya lain terkait pinjaman dan hibah baik dalam negeri maupun luar negeri, serta imbalan bunga. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Belanja Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah, atau pihak ketiga lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui perusahaan negara dan/ atau perusahaan swasta yang diberikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Belanja Hibah merupakan pengeluaran pemerintah berupa transfer dalam bentuk uang/ barang/ jasa, yang dapat diberikan kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, pemerintah daerah, atau kepada perusahaan negara/ daerah yang secara spesifik telah
Halaman 71
7.
8.
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, yang dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemerintah selaku pemberi hibah dan penerima hibah, serta tidak terus menerus kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-‐undangan. Belanja Bantuan Sosial merupakan pengeluaran berupa transfer uang, barang, atau jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial dan meningkatkan kemampuan ekonomi dan/ atau kesejahteraan masyarakat. Belanja Lain-‐lain merupakan pengeluaran/ belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak dapat diklasifiksikan ke dalam pos-‐ pos pengeluaran di atas. Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah, bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
2.5. Pejabat Perbendaharaan Negara
Ketentuan mengenai Pejabat Perbendaharaan Negara diatur dalam PMK No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menteri atau Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran berwenang menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara Lainnya (kewenangan ini dilimpahkan ke KPA), yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP-‐SPM).
KPA melekat pada jabatan kepala satker sehingga bila terjadi pergantian pejabat, pejabat yang baru langsung menjabat menjadi KPA. Jika terdapat kekosongan jabatan kepala satuan kerja, Pengguna Anggaran menunjuk KPA dari pejabat lain. KPA melaksanakan penggunaan anggaran berdasarkan DIPA satkernya. Penunjukkan KPA berakhir bila tidak terdapat alokasi anggaran untuk program yang sama di tahun anggaran berikutnya. Untuk satu DIPA, KPA menetapkan satu PPK dan satu PPSPM (keduanya tidak dapat merangkap satu sama lain). Penetapan tersebut adalah dengan surat keputusan dan tidak terikat periode tahun anggaran. KPA menyampaikan surat keputusan tersebut kepada PPK, PPSPM disertai spesimen tanda tangan PPK, dan Kepala KPPN selaku Kuasa BUN disertai spesimen tanda tangan PPSPM dan stempel Satker. PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. PPSPM melaksakan kewenangan KPA untuk melakukan pengujian atas tagihan dan menerbitkan SPM. Kepala Pengeluaran
Satker mengangkat Bendahara yang ditetapkan dengan surat
ANALISIS AKTOR Penumpukan PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 72
keputusan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja dan tidak terikat periode tahun anggaran. Bendahara pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK, atau PPSPM. Satu bendahara pengeluaran ditetapkan untuk satu DIPA kecuali terdapat keterbatasan pegawai/ pejabat dan tidak perlu ditetapkan apabila dalam pengelolaan DIPA bersangkutan tidak memerlukan Bendahara Pengeluaran. Bendahara pengeluaran melaksanakan tugas kebendaharaan atas uang/ surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara; SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-‐ SPM untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA; SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 72
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012, Menteri Keuangan selaku BUN mengangkat Kepala KPPN selaku Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. KPPN selaku Kuasa BUN melaksanakan pencairan dana berdasarkan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPSPM atas nama KPA. Terkait dengan pelaksanaan pencairan dana, KPPN bertugas dan berwenang menguji dan meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PPSPM. 2.6. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 menjelaskan bahwa Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang/ jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/ jasa diselesaikan. Pengadaan barang/ jasa pemerintah dalam hal ini meliputi pengadaan atas barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya yang dilakukan oleh pejabat/ tim pengadaan bersertifikat dengan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/ tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Sebagaimana diatur oleh Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Perpres No. 70 Tahun 2012 (perubahan kedua), organisasi pengadaan meliputi PA/KPA, PPK, ULP/ Pejabat Pengadaan, dan Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Perpres No. 70 Tahun 2012 menegaskan bahwa pengangkatan dan pemberhentian pejabat dalam organisasi pengadaan tidak terikat tahun anggaran.
2.7. Mekanisme Pencairan Dana APBN
Mekanisme Pencairan Dana APBN diatur dalam PMK No. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Kegiatan Pencairan Dana APBN erat kaitannya dengan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang masing-‐masing didefinisikan sebagai berikut (Pasal 1, PMK No. 190/PMK.05/2012): 1.
SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
2. 3.
SPP dibuat dan ditandatangani oleh PPK dilampiri bukti hak tagih yang akan dibebankan kepada negara dalam pelaksanaan kegiatan. PP-‐SPM kemudian menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukungnya. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa SPP memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, PP-‐SPM menerbitkan SPM dengan membebankan tagihan pada mata anggaran yang telah disediakan dan melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran tersebut kepada KPA dilampiri pernyataan kebenaran perhitungan dan tagihan dan/atau data perjanjian. KPA kemudian menyampaikan SPM beserta dokumen pendukungnya kepada Kuasa BUN, yaitu KPPN.
Dalam pencairan dana atas SPM yang diajukan oleh KPA, Kuasa BUN menerbitkan SP2D setelah melakukan pengujian terhadap SPM dengan meneliti kelengkapan dokumen pendukung SPM, menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam SPM, menguji kesesuaian SPM dengan DIPA yang menjadi dasar pembayaran, dan menguji ketersediaan jumlah dana dalam DIPA. Yang dimaksud dengan jumlah dana dalam DIPA tersebut adalah jumlah pagu dana dikurangi dengan jumlah dana yang telah direalisasikan, jumlah dana yang telah dibuatkan perjanjian untuk aktivitas di luar pencairan dana, dan uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan oleh Bendahara Pengeluar-‐ an. Setelah pengujian dilakukan dan SPM telah memenuhi persyaratan pengujian, Kuasa BUN menerbitkan SP2D untuk memindahbukukan dari rekening pengeluaran ke rekening yang dituju dalam SPM. Jika SPM berdasarkan pengujian dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, Kuasa BUN berwenang menolak menerbitkan SP2D. 2.8. Penyerapan Dana APBN
Penyerapan merupakan realisasi atau pencairan anggaran.8 Dengan demikian, penyerapan dana APBN dapat diartikan sebagai proses direalisasikannya kegiatan-‐ kegiatan yang dimuat dalam DIPA Satker dan dana untuk membiayai kegiatan-‐ kegiatan tersebut dibayarkan kepada yang berhak menerimanya. Proses pembayaran tersebut mengakibatkan terjadinya pengeluaran negara yang umumnya ditandai dengan diterbitkannya SP2D oleh 8
Abdul Halim, Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 84.
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 a g Hal e |67-83 73 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
KPPN yang mengesahkan berpindahnya sejumlah uang dari Rekening Kas Umum Negara (R-‐KUN) ke rekening pihak yang berhak menerimanya. Penyerapan APBN atau pencairan dana tersebut terjadi sepanjang tahun dimana DIPA berlaku.
Proses pencairan dana dikatakan lambat apabila pencairan dana lebih lambat dari perencanaan dalam DIPA, dan dikatakan cepat apabila lebih cepat dari perencanaan dalam DIPA.9 Rencana pencairan dana dalam DIPA tersebut terdapat pada Halaman III. APBN berlaku untuk setahun dimulai dari awal tahun anggaran berkenaan. Dengan demikian, pelaksanaan APBN yang baik dan optimal seharusnya ditandai dengan terserapnya dana secara relatif merata sepanjang tahun. Hal ini sejalan dengan penjelasan pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited) bahwa peningkatan belanja pemerintah dari tahun ke tahun memiliki implikasi terhadap makro ekonomi sektor riil yang mempengaruhi konsumsi, investasi, dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan belanja pemerintah tersebut idealnya diikuti dengan pola penyerapan dana yang responsif terkait peran APBN sebagai stimulus ekonomi10.
Halaman 73
2.
3.
2.9. Hasil Penelitian Sebelumnya
Telah terdapat penelitian-‐ penelitian sebelumnya yang membahas mengenai topik yang berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu faktor-‐ faktor yang menjadi penyebab menumpuknya atau terkonsentrasinya pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran. Penelitian ini tidak terlepas dari penggunaan penelitian-‐ penelitian tersebut sebagai bahan pertimbangan penulisan dan pengolahan data (penentuan objek, penentuan sampel, perolehan data, dan metode pengolahan data) sehingga dapat memperkaya penelitian ini dan hasil dari penelitian ini dapat diperbandingkan dengan penelitian-‐ penelitian tersebut. Hasil dari penelitian-‐ penelitian sebelumnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Iwan Dwi Kuswoyo (2011), dengan tesis berjudul “Analisis atas Faktor-‐ faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran: Studi Kasus pada Satker Wilayah KPPN Kediri”, dengan metode analisis faktor, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terkonsentrasinya penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran, yaitu
9
Mashudi Adi Nugroho, Analisis Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Kasus di KPPN Malang), Skripsi, tidak dipublikasikan, (Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2013), hlm. 38.
10
Kementerian Keuangan, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013-‐Audited, hlm. 39.
4.
5.
faktor perencanaan anggaran, faktor pelaksanaan anggaran, faktor pengadaan barang/ jasa, dan faktor internal Satker.
Retno Miliasih (2012) dengan tesis berjudul “Analisis Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Kementerian Negara/ Lembaga TA 2010 di Wilayah Pembayaran KPPN Pekanbaru”. Dengan metode analisis menggunakan tabel analisis cross tabulation menyimpulkan bahwa 75,25% Satker yang diteliti mengalami keterlambatan penyerapan anggaran belanja dengan penyebab utama terletak pada permasalahan internal Satker.
Hendris Herriyanto (2012) dengan tesis berjudul “Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta: Studi Kasus pada Satker Wilayah KPPN Jakarta I dan KPPN Jakarta IV”. Dengan analisis faktor, penulis menemukan lima faktor yang menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada Satker di Wilayah Jakarta, yaitu faktor perencanaan, faktor administrasi, faktor sumber daya manusia, faktor dokumen pengadaan, dan faktor penggantian uang persediaan. 30 (tiga puluh) variabel dan pertanyaan kuesioner dalam penelitian ini digunakan kembali oleh penulis untuk meneliti objek dan tahun penelitian yang berbeda dengan pertimbangan mengurangi kemungkinan kegagalan instrumen penelitian, yaitu kuesioner, dalam pengujian validitas dan reliabilitas.
Prasetyo Adi Priatno (2013) dengan skripsi berjudul “Analisis Faktor-‐faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar” dengan menggunakan metode analisis faktor dan regresi logistik, menemukan tiga faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran Satker, yaitu faktor administrasi dan SDM (tidak signifikan), faktor perencanaan (signifikan), dan faktor pengadaan barang dan jasa (signifikan).
Mashudi Adi Nugroho (2013) dengan skripsi berjudul “Analisis Faktor-‐faktor yang Menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun Anggaran: Studi Kasus pada Satker Wilayah KPPN Malang”. Penelitian tersebut menggunakan metode analisis faktor, dan menunjukkan hasil bahwa ditemukan enam faktor yang menyebabkan terkonsentrasinya penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran, yaitu faktor perencanaan, faktor peraturan, faktor sumber daya manusia, faktor teknis, faktor kendala koordinasi, dan faktor pengadaan barang/ jasa.
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 74
ANALISIS AKTOR Penumpukan PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 74
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini. Arikunto menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif memiliki sifat umum antara lain kejelasan unsur (tujuan, subjek, dan sumber data), dapat menggunakan sampel, kejelasan desain, dan analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul, serta pertimbangan lain peneliti yaitu ketersediaan waktu, dana, dan minat peneliti. Penelitian ini bersifat deskriptif-‐eksploratif.11 Penelitian eksploratif digunakan untuk mengumpulkan data awal tentang sesuatu, dan penelitian deskriptif digunakan untuk mengkaji sesuatu seperti apa adanya (variabel tunggal) atau pola hubungan antara dua variabel atau lebih.12
Objek penelitian ini adalah Satker lingkup KPPN Jakarta V. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-‐faktor yang menjadi penyebab penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup KPPN Jakarta V. 3.2. Data Populasi dan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penulis memperoleh data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada narasumber pelaksana anggaran Satker, yaitu KPA atau PPK, sehingga didapatkan jawaban yang relevan dengan permasalahan penelitian. Kuesioner terdiri atas pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Penulis memperoleh data sekunder dengan mengumpulkan data dari dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan populasi adalah pejabat perbendaharaan tertentu, yaitu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), seluruh Satker lingkup KPPN Jakarta V yang berkaitan dengan penyerapan dana APBN. Jumlah sampel yang dianjurkan dalam analisis faktor adalah antara 50 sampai 100.13 Salah satu metode penentuan sampel adalah sampling kuota yang didefinisikan oleh Siregar sebagai metode menetapkan sampel dengan menentukan kuota terlebih dahulu pada setiap kelompok dan penelitian belum dianggap selesai sebelum kuota tersebut
11
12
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 13. Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-‐Ilmu Sosial, (Jakarta: DIA FISIP UI, 2007), hlm. 101. Singgih Santoso, Statistik Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), hlm. 58.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
terpenuhi.14 Dengan dasar tersebut, penulis menentukan sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 responden yang diambil dengan metode sampling kuota. 3.3. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan 30 variabel penelitian sebagaimana yang telah digunakan pada penelitian Herriyanto (2012) dengan objek penelitian yang berbeda. Variabel-‐variabel tersebut, yaitu:
1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14.
15.
16. 17. 18. 19. 20. 21.
14
Anggaran kegiatan diblokir (Q1); Salah dalam penentuan akun (Q2); Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek (Q3); SK Penunjukan/ Penggantian Pejabat Perbendaharaan terlambat ditetapkan (Q4); SDM (sumber daya manusia) pelaksana pengadaan kurang kompeten (Q5); Rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan (Q6); Ketakutan Pejabat melaksanakan pengadaan akibat pemberitaan penangkapan dengan tuduhan korupsi (Q7); Keengganan untuk menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima (Q8); Keterbatasan pejabat/ pelaksana pengadaan yang bersertifikat (Q9); SK Panitia Lelang terlambat ditetapkan (Q10); Terlambatnya penyusunan jadwal pelaksanaan lelang (Q11); Jadwal pelaksanaan lelang yang disusun tidak realistis atau tidak sesuai dengan kebutuhan (Q12); Kesulitan menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan HPS tidak ditentukan melalui keahlian dan survey pasar (Q13); Terlambat dalam pengesahan dokumen lelang (Q14); Proses lelang masih dalam masa sanggah dan masih menunggu proses hukum (Q15); Panitia/ Pejabat Pengadaan dan/ atau Unit Layanan Pengadaan (ULP) belum dibentuk (Q16); Kontrak belum ditandatangani karena terdapat berbagai permasalahan seperti masih menunggu persetujuan lender (PPHLN) (Q17); Adanya adendum kontrak (Q18); Pembentukan panitia pembebasan tanah terlambat ditetapkan (Q19); Terdapat permasalahan terkait pembebasan tanah (Q20); Terdapat permasalahan terkait pengadaan peralatan/ mesin (Q21);
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 33-‐34.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 a g Hal e |67-83 75 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
22. SK Penunjukan panitia pelaksana kegiatan swakelola belum ditetapkan (Q22); 23. Kurangnya pemahaman terhadap peraturan mengenai mekanisme pembayaran (Q23); 24. DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai dengan kebutuhan (Q24); 25. Kegiatan sudah dilaksanakan dengan UP tapi belum diganti melalui GUP (Q25); 26. Adanya tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP, tambahan/ luncuran PHLN/ PHDN, dan/ atau penerimaan hibah (Q26); 27. Pelaksanaan kegiatan/ proyek tidak melihat rencana/ jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27); 28. Pejabat/ pegawai pengelola keuangan sering mengalami mutasi (Q28); 29. Tidak adanya mekanisme reward dan punisment dalam pengelolaan anggaran pada Satker (Q29); 30. Terdapat kultur/ kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30). 3.4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data berupa analisis faktor. Pengujian atas kualitas instrumen, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas harus dilakukan sebelum analisis faktor.
Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner dimana kuesioner yang valid memiliki pertanyaan yang mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.15 Penulis melakukan pengujian ini dengan membandingkan 𝑟𝑟 hitung dan 𝑟𝑟 tabel. Nilai 𝑟𝑟 hitung dihasilkan dari nilai Corrected Item Total Correlation dengan bantuan program SPSS. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan 𝑟𝑟 tabel dengan 𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑛𝑛 − 2 dan nilai signifikansi ∝= 5%. Instrumen dikatakan valid jika 𝑟𝑟 hitung lebih besar dari 𝑟𝑟 tabel.
Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.16 Penulis melakukan pengujian ini dengan menggunakan Cronbach Alpha dimana koefisien alpha dimiliki oleh setiap pertanyaan. Instrumen dikatakan andal (reliable) jika Cronbach Alpha bernilai > 0,6. Analisis faktor adalah teknik mencari faktor yang mampu menjelaskan hubungan berbagai indikator independen yang diobservasi.17 Penelitian ini 15
16 17
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 22 Update PLS Regresi. Edisi ke-‐7, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013), hlm. 52. Ibid., hlm.47.
Agus Widarjono, Analisis Multivariat Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS, Edisi
Halaman 75
menggunakan Exploratory Factor Analysis, dimana sejumlah indikator dicari untuk membentuk faktor umum tanpa ada landasan teori sebelumnya atau merupakan sebuah metode untuk membangun teori.
Langkah-‐langkah analisis faktor yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Menghitung korelasi indikator
Menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat dalam analisis factor, adalah keputusan pertama yang harus dilakukan dalam analisis faktor.18 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Uji Bartlett (Bartlett’s test of sphericity), Kaiser-‐Meyer Olkin (KMO), dan Measure Sampling Adequacy (MSA) untuk menghitung korelasi indikator.
Uji Bartlett merupakan uji statistik untuk signifikansi menyeluruh semua korelasi di dalam matriks korelasi dan dilakukan dengan menguji apakah data yang diobservasi merupakan sampel dari distribusi populasi normal multivariat dengan semua koefisien korelasi bernilai nol. Metode KMO mengukur kecukupan sampling secara menyeluruh dan untuk setiap indikator dengan mengukur homogenitas indikator. Untuk analisis faktor, KMO harus bernilai di atas 0,5, signifikansi pada uji Bartlett di bawah 5%, dan MSA di bawah 0,5. b.
Ekstraksi faktor
Langkah ke-‐2 dalam analisis faktor adalah ekstraksi faktor, yang merupakan metode mereduksi data dari berbagai indikator untuk mendapat faktor yang lebih sedikit dan mampu menjelaskan korelasi antara indikator-‐indikator yang diobservasi. Pada tahap ini, item-‐item pertanyaan didistribusikan ke faktor-‐faktor yang telah dibentuk.19
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Principal Component Analysis sebagai metode ekstraksi faktor. Metode ini membentuk kombinasi linier dari indikator yang diobservasi dimana komponen utama pertama adalah kombinasi yang menjelaskan varian dengan jumlah terbesar dari sampel, komponen utama kedua menjelaskan varian terbesar kedua dan tidak berhubungan dengan komponen utama pertama, dan komponen utama berikutnya menjelaskan porsi lebih kecil dari varian sampel total dan tidak berhubungan dengan yang lainnya. c.
Rotasi faktor
Langkah berikutnya setelah melakukan ekstraksi faktor adalah rotasi faktor. Rotasi faktor diperlukan apabila ekstraksi faktor belum menghasilkan ke-‐3, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015), hlm. 189.
18 Ibid., hlm. 194 19
Ibid., hlm. 196
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 76
ANALISIS AKTOR Penumpukan PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 76
komponen faktor utama yang jelas dan memiliki tujuan untuk memperoleh struktur faktor yang lebih sederhana sehingga mudah diinterpretasikan.20 Penelitian ini menggunakan Varimax Method sebagai metode rotasi faktor orthogonal untuk meminimalkan jumlah indikator dengan factor loading tinggi pada setiap faktor. d.
Penamaan faktor
Setelah rotasi faktor mereduksi indikator-‐ indikator menjadi beberapa faktor, setiap faktor yang dibentuk diberi nama yang idealnya merupakan nama yang mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut. Namun, menurut Kuswoyo, apabila tidak dimungkinkan untuk memberi nama faktor yang dapat mewakili semua variabel pembentuk faktor tersebut, penamaan faktor dapat melihat variabel dengan factor loading tertinggi.21
4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada responden, yaitu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Satker lingkup kerja KPPN Jakarta V. Penentuan KPA atau PPK sebagai responden menimbang bahwa pejabat bersangkutan seharusnya lebih memahami permasalahan yang terjadi selama ini, khususnya berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan anggaran dari pada jabatan perbendaharaan yang lain, sehingga jawaban responden dapat benar-‐ benar mencerminkan keadaan sebenarnya dalam Satker tersebut. Selain itu, penulis memilih salah satu pejabat perbendaharaan, yaitu KPA atau PPK guna mendapat satu responden yang menjadi representasi Satker bersangkutan dan menghindari data yang bias apabila diisi lebih dari satu pegawai dari Satker yang sama. Pendistribusian dan penerimaan jawaban kuesioner dimulai dari awal Agustus 2015 sampai dengan awal September 2015. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas empat bagian, yaitu bagian pertama (A) berisi pertanyaan tentang identitas responden, bagian kedua (B) berisi pertanyaan tertutup berupa 30 pertanyaan berdasarkan persepsi responden, bagian ketiga (C) berisi pertanyaan terbuka, yaitu faktor penyebab utama menumpuknya pencairan dana APBN pada 20 Ibid., hlm.197 21
Iwan Dwi Kuswoyo, Analisis atas Faktor-‐Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri), Tesis, tidak dipublikasikan, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, 2011), hlm. 62.
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
akhir tahun anggaran untuk Satker bersangkutan, dan bagian keempat (D) berisi pertanyaan tentang profil Satker.
Penulis mendistribusikan kuesioner kepada responden sebanyak 300 eksemplar dan menerima jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 115 eksemplar atau 38,33% dari jumlah eksemplar yang didistribusikan, dan dari jumlah tersebut sebanyak 113 telah mengisi pertanyaan inti dengan lengkap. Dengan demikian, jumlah yang kembali tersebut telah memenuhi jumlah sampel yang dianjurkan dalam analisis faktor, yaitu 50 sampai 100 sampel. 4.2. Uji Kualitas Instrumen 4.1.1. Uji Validitas Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner dimana kuesioner yang valid memiliki pertanyaan yang mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.22 Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai 𝑟𝑟 hitung dan 𝑟𝑟 tabel. Nilai 𝑟𝑟 hitung dihasilkan dari nilai Corrected Item Total Correlation yang didapatkan dengan bantuan program SPSS versi 22.0. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan 𝑟𝑟 tabel dengan 𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝑛𝑛 − 2 dan nilai signifikansi 95% (∝= 5%). Penelitian ini menggunakan 113 data responden sehingga didapatkan nilai DF sebesar 111 (113–2). Dengan 𝐷𝐷𝐷𝐷 sebesar 111 dan nilai signifikansi 95% (∝= 5%) didapatkan nilai 𝑟𝑟 tabel sebesar 0,1848 (dari 𝑟𝑟 tabel uji 2 arah). Suatu instrumen dikatakan valid jika nilai 𝑟𝑟 hitung lebih besar dari nilai 𝑟𝑟 tabel.
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 30 pertanyaan, 1 pertanyaan (Q29: Tidak adanya mekanisme reward dan punishment dalam pengelolaan anggaran pada Satker) dinyatakan tidak valid karena memiliki 𝑟𝑟 hitung (0,1214) yang lebih rendah dari 𝑟𝑟 tabel (0,1848). Sebanyak 29 pertanyaan lainnya dinyatakan valid karena masing-‐ masing memiliki 𝑟𝑟 hitung yang lebih besar 𝑟𝑟 tabel sehingga dapat digunakan untuk dianalisis lebih lanjut. 4.1.2. Uji Reliabilitas
Setelah melakukan uji validitas dan mengeluarkan pertanyaan yang tidak valid, penulis melakukan uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.23 Penulis melakukan pengujian ini dengan menggunakan Cronbach Alpha dimana koefisien alpha dimiliki oleh setiap pertanyaan. Instrumen berupa kuesioner dikatakan andal (reliable) jika Cronbach Alpha bernilai lebih besar dari (>) 0,6. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha adalah sebesar 0,900
22 Imam Ghozali, Op.Cit., hlm. 52. 23
Ibid., hlm. 47.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 a g Hal e |67-83 77 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
(>0,6). Hal ini berarti bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan andal. 4.3. Analisis Faktor
4.2.1.Uji Korelasi Antar Variable Penulis melakukan uji korelasi antar variabel dengan metode Uji Bartlett (Bartlett’s test of sphericity) dan Kaiser-‐Meyer Olkin (KMO). Uji Bartlett merupakan uji statistik untuk signifikansi menyeluruh semua korelasi di dalam matriks korelasi dan dilakukan dengan menguji apakah data yang diobservasi merupakan sampel dari distribusi populasi normal multivariat dengan semua koefisien korelasi bernilai nol. Metode KMO mengukur kecukupan sampling secara menyeluruh dan untuk setiap indikator dengan mengukur homogenitas indikator. Untuk analisis faktor, KMO harus bernilai di atas 0,5.24 Hasil pengujian terhadap 29 pertanyaan yang valid menunjukkan nilai Kaiser-‐Meyer Olkin (KMO) sebesar 0,729 (>0,5) dan Bartlett’s test of sphericity sebesar 0,000 (<0,05), sehingga layak untuk dilakukan analisis faktor selanjutnya. Penulis melakukan uji korelasi antarvariabel lainnya dengan melihat nilai measure sampling adequacy (MSA). MSA untuk seluruh 29 pertanyaan memiliki nilai masing-‐ masing lebih besar dari 0,5 sehingga lolos uji korelasi. 4.2.2. Ekstraksi Faktor
Langkah kedua dalam analisis faktor adalah mereduksi data dengan ekstraksi faktor untuk mendapat faktor yang lebih sedikit dan mampu menjelaskan korelasi antara indikator-‐indikator yang diobservasi.25 Penulis melakukan ekstraksi faktor dengan menggunakan metode Principal Component Analysis dan kriteria eigenvalue> 1. Dari hasil ekstraksi faktor terbentuk 8 (delapan) faktor dengan eigenvalue>1 dan persentase varian kumulatif 68,324% dengan setiap faktor dijelaskan sebagai berikut: a.
b. c.
24
Faktor pertama memiliki eigenvalue sebesar 8,002 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 27,592%; Faktor kedua memiliki eigenvalue sebesar 2,811 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 9,693%; Faktor ketiga memiliki eigenvalue sebesar 2,126 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 7,330%;
Agus Widarjono, Analisis Multivariat Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan SMARTPLS, Edisi ke-‐3, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2015), hlm.194.
25 Ibid., hlm. 196
Halaman 77
Faktor keempat memiliki eigenvalue sebesar 1,834 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 6,325%; Faktor kelima memiliki eigenvalue sebesar 1,487 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 5,127%; Faktor keenam memiliki eigenvalue sebesar 1,347 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 4,643%; Faktor ketujuh memiliki eigenvalue sebesar 1,180 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 4,069%. Faktor kedelapan memiliki eigenvalue sebesar 1,028 yang mampu menjelaskan variasi seluruh item sebesar 3,544%.
d. e. f. g. h.
Penulis mendistribusikan variabel-‐ variabel ke setiap faktor berdasarkan nilai factor loading terbesar (nilai mutlak) item pada setiap komponen dengan bantuan SPSS 22.0. Terdapat banyak item pertanyaan yang masuk pada faktor (component) 1, terdapat item pertanyaan yang tidak jelas masuk ke faktor yang mana (Q4), dan terdapat faktor yang tidak mendapat distribusi item pertanyaan. Guna mendistribusikan-‐ nya secara lebih jelas dan merata diperlukan tahap berikutnya dalam analisis faktor, yaitu rotasi faktor. 4.2.3. Rotasi Faktor
Apabila ekstraksi faktor belum menghasilkan komponen faktor utama yang jelas dan guna memperoleh struktur faktor yang lebih sederhana agar mudah diinterpretasikan diperlukan rotasi faktor.26 Ekstraksi faktor yang telah dilakukan menghasilkan distribusi item pertanyaan ke faktor-‐ faktor secara tidak jelas dan tidak merata sehingga diperlukan rotasi faktor untuk meratakan distribusi tersebut.
Penulis menggunakan Varimax Method sebagai metode rotasi faktor orthogonal untuk meminimalkan jumlah indikator dengan factor loading tinggi pada tiap faktor. Tabel 1 menunjukkan distribusi item pertanyaan (variabel) ke faktor-‐faktor yang telah terbentuk setelah rotasi faktor. 26
Ibid., hlm.197
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN ANALISIS AKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Penumpukan pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 78
Tabel 1. Distribusi ke Faktor Setelah Dirotasi Tabel 1. Distribusi ke Faktor Setelah Dirotasi Faktor Item dan factor loading Faktor Item dan factor loading
Q27 (0,733), Q25 (0,714), Q23 (0,605), Q30 1 (0,567), Q22 (Q0,514), Q15 (Q0,494) Q27 (0,733), 25 (0,714), 23 (0,605), Q30 1 (0,567), Q22 (0,514), Q15 (0,494) 2 Q20 (0,804), Q19 (0,749), Q17 (0,673), Q18 (0,466) 2 Q20 (0,804), Q19 (0,749), Q17 (0,673), Q18 (0,466) 3 Q24 (0,777), Q3 (0,695), Q1 (0,624), Q2 (0,457) 3 Q24 (0,777), Q3 (0,695), Q1 (0,624), Q2 (0,457) 4 Q16 (0,777), Q4 (0,734), Q10 (0,549) 4 Q16 (0,777), Q4 (0,734), Q10 (0,549) 5 Q14 (0,846), Q12 (0,718), Q13 (0,523), Q21 (0,446) 5 Q14 (0,846), Q12 (0,718), Q13 (0,523), Q21 (0,446) 6 Q9 (0,726), Q8 (0,675), Q7 (0,621), Q6 (0,618) 6 Q9 (0,726), Q8 (0,675), Q7 (0,621), Q6 (0,618) 7 Q11 (0,800), Q5 (0,614), Q26 (-‐0,484) 7 Q11 (0,800), Q5 (0,614), Q26 (-‐0,484) 8 Q28 (0,814) 8 Q28 (0,814) Sumber: data primer, diolah dengan SPSS 22.0
Sumber: data primer, diolah dengan SPSS 22.0 4.2.4. Penamaan Faktor yang Terbentuk 4.2.4. Penamaan Faktor yang Terbentuk Setelah mendistribusikan setiap item pertanyaan Setelah mendistribusikan setiap item pertanyaan ke setiap faktor yang terbentuk, penulis memberi nama faktor-‐faktor tersebut. Penamaan setiap faktor ke setiap faktor yang terbentuk, penulis memberi nama faktor-‐faktor tersebut. Penamaan setiap faktor idealnya berdasarkan karakteristik yang idealnya berdasarkan yang merepresentasikan seluruh karakteristik item pertanyaan merepresentasikan seluruh yang item pertanyaan (variabel pembentuk faktor) ada pada faktor (variabel Namun pembentuk faktor) yang ada pada faktor tersebut. demikian, jika tidak dimungkinkan tersebut. Namun nama demikian, jika tidak dimungkinkan untuk memberi faktor yang dapat mewakili untuk memberi faktor yang dapat mewakili semua variabel nama pembentuk faktor tersebut, penamaan faktor dapat melihat faktor variabel tersebut, dengan semua variabel pembentuk penamaan faktor dapat 27 melihat variabel factor loading tertinggi. Pemberian nama dengan setiap 27 Pemberian factor yang loading tertinggi.dalam nama setiap faktor terbentuk penelitian ini adalah faktor yang terbentuk dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: sebagai berikut: a. Faktor 1 : Faktor Administrasi Perbendaharaan; a. Aelaksanaan dministrasi PPengadaan; erbendaharaan; b. Faktor 1 2 : Faktor P c. Faktor 3 erencanaan; Pengadaan; b. 2 : Faktor Pelaksanaan c. Faktor 3 erencanaan; d. 4 : Faktor Persyaratan Teknis Pendukung; d. Faktor 5 4 : Faktor P ersyaratan Teknis Pendukung; e. Jadwal Pengadaan; e. Faktor 6 5 : Faktor SJadwal engadaan; f. umber PD aya Manusia; f. Faktor 7 6 : Faktor SKumber Daya Manusia; g. ompetensi; g. Faktor 8 7 : Faktor M Kompetensi; h. utasi Pejabat. h. Faktor 8 : Faktor Mutasi Pejabat. Analisis faktor membentuk faktor pertama yang diberi nama faktor faktor administrasi perbendaharaan. Analisis membentuk faktor pertama yang diberi tersebut nama faktor administrasi perbendaharaan. Faktor merupakan faktor dengan eigenvalue Faktor tersebut merupakan faktor dengan yang eigenvalue tertinggi sebesar 8,022 dengan variansi dapat tertinggi sebesar 8,022 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item p ertanyaan sebesar menjelaskan variasi senam eluruh item pertanyaan sebesar 27,592%. Terdapat variabel yang membentuk 27,592%. Terdapat enam variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: faktor tersebut, yaitu: a. Proses lelang masih dalam masa sanggah dan proses hukum dengan a. masih Proses menunggu lelang masih dalam masa (Q15) sanggah dan masih loading menunggu proses hukum (Q15) dengan factor sebesar 0,494; loading sebesar 0,494; b. factor SK penunjukan panitia pelaksanaan kegiatan b. swakelola SK penunjukan panitia pelaksanaan kegiatan belum ditetapkan (Q22) dengan factor swakelola belum ditetapkan (Q22) dengan factor loading sebesar 0,514; sebesar 0,514; c. loading Kurangnya pemahaman terhadap peraturan mekanisme pembayaran (Q23) dengan c. tentang Kurangnya pemahaman terhadap peraturan tentang mekanisme (Q23) dengan factor loading sebesar pembayaran 0,605; factor loading sebesar 0,605; 27 27
Iwan Dwi Kuswoyo., Op.Cit., hlm. 62. Iwan Dwi Kuswoyo., Op.Cit., hlm. 62.
d. d.
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 PH a al.67-‐83 g e | 78 Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, P a g e | 78
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Kegiatan sudah dilaksanakan dengan UP tapi Kegiatan sudah dilaksanakan dengan UP factor tapi belum diganti dengan GUP (Q25) dengan belum diganti loading sebesar dengan 0,714; GUP (Q25) dengan factor loading sebesar kegiatan/proyek 0,714; e. Pelaksanaan tidak melihat e. rencana/ jadwal penarikan dana yang tercantum Pelaksanaan kegiatan/proyek tidak melihat rencana/ jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27) factor loading dalam halaman sebesar 0,733; 3 DIPA (Q27) factor loading sebesar 0,733; f. Terdapat kultur/ kebiasaan seperti menunda f. pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan Terdapat kultur/ kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30) dengan factor loading di menit terakhir (Q30) dengan factor loading sebesar 0,567. sebesar 0,567. Analisis faktor membentuk faktor kedua yang Analisis kedua Faktor yang diberi nama faktor faktor membentuk pelaksanaan faktor pengadaan. diberi nama faktor fpelaksanaan Faktor tersebut merupakan aktor dengan pengadaan. eigenvalue sebesar tersebut merupakan faktor igenvalue svebesar 2,811 dengan variansi yang ddengan apat meenjelaskan ariasi 2,811 dengan ariansi yang sebesar dapat m9,693%. enjelaskan variasi seluruh item vpertanyaan Terdapat seluruh variabel item pertanyaan sebesar 9,693%. empat yang membentuk faktor Terdapat tersebut, yaitu: empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: a. Kontrak belum ditandatangani karena terdapat a. berbagai Kontrak belum ditandatangani karena terdapat permasalahan seperti masih menunggu berbagai permasalahan seperti masih menunggu persetujuan lender (PPHLN) (Q17) factor loading persetujuan lender (PPHLN) (Q17) factor loading sebesar 0,673; ,673; b. sebesar Adanya 0addendum kontrak (Q18) factor loading b. Adanya kontrak (Q18) factor loading sebesar 0addendum ,466; c. Pembentukan sebesar 0,466; panitia pembebasan tanah c. terlambat Pembentukan panitia (Q19) pembebasan tanah ditetapkan factor loading terlambat ditetapkan (Q19) factor loading sebesar 0,749; sebesar 0,749; d. Terdapat permasalahan terkait pembebasan d. tanah Terdapat terkait 0,804. pembebasan (Q20) permasalahan factor loading sebesar tanah (Q20) factor loading sebesar 0,804. Analisis faktor membentuk faktor ketiga yang diberi nama faktor faktor membentuk perencanaan. Faktor tersebut Analisis faktor ketiga yang diberi nama faktor faktor perencanaan. Faktor tersebut merupakan dengan eigenvalue sebesar 2,126 merupakan dengan eigenvalue variasi sebesar 2,126 dan variansi faktor yang dapat menjelaskan seluruh dan variansi yang sebesar dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan 7,330%. Terdapat empat item pertanyaan sebesar faktor 7,330%. Terdapat variabel yang membentuk tersebut, yaitu: empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: a. Anggaran kegiatan diblokir (Q1) factor loading a. sebesar Anggaran kegiatan diblokir (Q1) factor loading 0,624; b. sebesar Salah dalam penentuan akun (Q2) factor loading 0,624; b. sebesar Salah dalam penentuan akun (Q2) factor loading 0,457; sebesar 0,457; dan penelaahan anggaran yang c. Masa penyusunan c. terlalu Masa penyusunan dan penelaahan nggaran yang pendek (Q3) factor loading saebesar 0,695; terlalu perlu pendek (Q3) factor loading ebesar dengan 0,695; d. DIPA direvisi karena tidak ssesuai d. kebutuhan DIPA perlu (Q24) direvisi karena tidak sesuai dengan factor loading sebesar 0,777. kebutuhan (Q24) factor loading sebesar 0,777. Analisis faktor membentuk faktor keempat yang diberi nama faktor faktor membentuk persyaratan teknis pendukung. Analisis faktor keempat yang diberi nama faktor persyaratan Faktor tersebut merupakan faktor teknis dengan pendukung. eigenvalue Faktor tersebut dengan eigenvalue sebesar 1,834 merupakan dengan faktor variansi yang dapat sebesar 1,834 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 6,325%. Terdapat tiga variabel yang membentuk 6,325%. Terdapat tiga faktor tersebut, yaitu: variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: a. SK Penunjukan/ Penggantian Pejabat a. Perbendaharaan SK Penunjukan/ Penggantian terlambat ditetapkan Pejabat (Q4) Perbendaharaan terlambat ditetapkan (Q4) dengan factor loading sebesar 0,734; factor loading sebesar 0,734; b. dengan SK Panitia Lelang terlambat ditetapkan (Q10) b. dengan SK Panitia Lelang terlambat ditetapkan (Q10) factor loading sebesar 0,549; dengan factor loading sebesar 0,549; c. Panitia/ Pejabat Pengadaan dan/ atau Unit c. Panitia/ Pengadaan dan/ atau (Q16) Unit Layanan PPejabat engadaan (ULP) belum dibentuk dengan loading sebesar 0,777. Layanan factor Pengadaan (ULP) belum dibentuk (Q16) dengan factor loading sebesar 0,777.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
Analisis faktor membentuk faktor kelima yang diberi nama faktor jadwal pengadaan. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,487 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 5,127%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: a.
b. c. d.
Jadwal pelaksanaan lelang yang disusun tidak realistis atau tidak sesuai kebutuhan (Q12) dengan factor loading sebesar 0,718; Kesulitan menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan HPS tidak ditentukan melalui keahlian dan survey pasar (Q13) dengan factor loading sebesar 0,523; Terlambat dalam pengesahan dokumen pengumuman lelang (Q14) dengan factor loading sebesar 0,846; Terdapat permasalahan terkait pengadaan peralatan/ mesin (Q21) dengan factor loading sebesar 0,446.
Analisis faktor membentuk faktor keenam yang diberi nama faktor sumber daya manusia. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,347 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 4,643%. Terdapat empat variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: a.
b. c. d.
Rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan (Q6) dengan factor loading sebesar 0,618; Ketakutan pejabat melaksanakan pengadaan akibat pemberitaan penangkapan dengan tuduhan korupsi (Q7) dengan factor loading sebesar 0,621; Keengganan untuk menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima (Q8) dengan factor loading sebesar 0,675; Keterbatasan pejabat/ pelaksana pengadaan yang bersertifikat (Q9) dengan factor loading sebesar 0,726.
Analisis faktor membentuk faktor ketujuh yang diberi nama faktor kompetensi. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,180 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi seluruh item pertanyaan sebesar 4,069%. Terdapat tiga variabel yang membentuk faktor tersebut, yaitu: a.
b. c.
SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten (Q5) dengan factor loading sebesar 0,614; Terlambatnya penyusunan jadwal pelaksanaan lelang (Q11) dengan factor loading sebesar 0,800; Adanya tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP, tambahan/ luncuran PHLN/PHDN, dan/ atau penerimaan hibah (Q26) dengan factor loading sebesar -‐0,484.
Analisis faktor membentuk faktor kedelapan yang diberi nama faktor mutasi pejabat. Faktor tersebut merupakan faktor dengan eigenvalue sebesar 1,028 dengan variansi yang dapat menjelaskan variasi
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 a g Hal e |67-83 79 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016 Halaman 79
seluruh item pertanyaan sebesar 3,544%. Satu-‐ satunya variabel yang membentuk faktor ini adalah pejabat/pegawai pengelola keuangan sering mengalami mutasi (Q28) dengan factor loading sebesar 0,814. 4.3. Pembahasan Faktor
4.3.1. Faktor Administrasi Perbendaharaan Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa enam variabel pembentuk faktor administrasi perbendaharaan (Q15, Q22, Q23, Q25, Q27, dan Q30) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 32,45%. Dua variabel pembentuk faktor administrasi perbendaharaan dengan persentase responden terbesar yang menyetujui keduanya sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah pelaksanaan kegiatan/proyek tidak melihat rencana/jadwal penarikan dana yang tercantum dalam halaman 3 DIPA (Q27) dan terdapat kultur/kebiasaan seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, mengerjakan pekerjaan di menit terakhir (Q30).
Atas masalah yang pertama (Q27), solusi kebijakan yang dapat diambil adalah dengan selalu mempertimbangkan halaman 3 DIPA yang memuat rencana/jadwal penarikan dana yang umumnya teratur per bulannya dalam pelaksanaan kegiatan/proyek. Dalam hal ini, kepala unit atau atasan langsung pelaksana kegiatan/proyek dapat melakukan perbandingan atas rencana kebutuhan dana atas kegiatan dengan rencana penarikan yang terdapat pada halaman 3 DIPA. Atas masalah yang kedua (Q30), solusi kebijakan yang dapat diambil adalah dengan membentuk unit pengawas satker baik yang bersifat internal dan independen maupun dari unit vertikal di atasnya seperti unit wilayah dan kantor pusat. Selain itu, meningkatkan insentif kerja seperti pemberian reward dan punishment dapat berperan untuk mengatasi masalah tersebut. 4.3.2. Faktor Pelaksanaan Pengadaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk faktor pelaksanaan pengadaan (Q17, Q18, Q19, dan Q20) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 37,17%. Dua variabel pembentuk faktor pelaksanaan pengadaan dengan persentase responden terbesar yang menyetujui keduanya sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah adanya adendum kontrak (Q18) dan adanya permasalahan terkait pembebasan tanah (Q20).
Guna mengatasi terjadinya adendum kontrak, satker harus lebih memperhatikan kebutuhan dalam membuat spesifikasi kerja yang akan disepakati
ANALISIS AKTOR Penumpukan PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 80
dengan pihak ketiga, mengawasi pekerjaan yang pihak ketiga lakukan, dan melakukan komunikasi rutin atas perkembangan hasil kerja dengan pihak ketiga. Guna mengatasi permasalahan dalam pembebasan tanah, satker dapat melakukan penelitian pendahuluan atas harga tanah yang akan dibebaskan pada tahun berikutnya dan menyesuaiakannya dengan rencana anggaran yang disediakan untuk membebaskan tanah tersebut. Satker juga dapat melakukan negosiasi awal dengan pemilik tanah sebelum merencanakan kegiatan/ proyek yang membutuhkan pembebasan tanah bersangkutan. Negosiator yang andal juga dapat dipilih untuk lebih melancarkan negosiasi terutama dengan keterbatasan alokasi dana yang tersedia. 4.3.3. Faktor Perencanaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk faktor perencanaan (Q1, Q2, Q3, dan Q24) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐ rata sebesar 55,09%. Tiga variabel pembentuk faktor perencanaan dengan persentase responden yang menyetujui ketiganya lebih dari 50% responden sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah salah dalam penentuan akun (Q2), masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek (Q3), dan DIPA perlu direvisi karena tidak sesuai kebutuhan (Q4). Guna mengatasi terjadinya kesalahan dalam menentukan akun, Satker harus teliti dalam memilih akun yang sesuai dengan kegiatan yang akan direncanakan pada tahun anggaran bersangkutan. Akun yang akan dipilih umumnya telah disertai penjelasan pada Bagan Akun Standar (BAS) sehingga memudahkan pencocokan dengan kegiatan tersebut. Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek perlu diatasi dengan kebijakan evaluasi penyediaan waktu yang memadai dalam menyusun dan menelaah anggaran. Selain itu, masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang terlalu pendek dapat diatasi dengan melakukan perencanaan kebutuhan kegiatan periode berikutnya secara lebih awal dan menyiapkan data pendukung yang memadai. Revisi DIPA dapat diminimalkan dengan cara merencanakan anggaran secara lebih matang sesuai kebutuhan. Namun, untuk membantu pelaksanaan kegiatan yang sulit direncanakan dan memerlukan revisi DIPA, perlu kebijakan yang memudahkan revisi sehingga tidak memakan waktu lama. 4.3.4. Faktor Persyaratan Teknis Pendukung
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa tiga variabel pembentuk faktor teknis pendukung (Q4, Q10, dan Q16) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 19,17%. Persentase responden yang
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 80
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
menyetujui ketiga variabel tersebut sebagai permasalahan yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah kurang dari 50% responden untuk setiap variabelnya di mana persentase terbesar responden (23,01%) terdapat pada keterlambatan penetapan SK Panitia Lelang (Q10). Tindak lanjut atas permasalahan ini dapat mengacu pada Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, yang menegaskan pelaksanaan pengadaaan barang/ jasa mendahului tahun anggaran. Dengan demikian, SK panitia lelang untuk menggantikan panitia sebelumnya beserta pelaksanaan lelang dapat ditetapkan sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan untuk mengantisipasi panjangnya proses lelang dan pelaksanaan pengadaan. 4.3.5. Faktor Jadwal Pengadaan
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk jadwal pengadaan (Q12, Q13, Q14, dan Q21) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐ rata sebesar 36,73%. Penentuan HPS (Q13) merupakan masalah dengan persentase responden menyetujui terbanyak dalam faktor ini (53,98%). Guna mendapatkan SDM berkualitas khususnya dalam menentukan HPS, Satker memerlukan pendidikan dan pelatihan sehingga dapat memanfaatkan survey pasar, data kontrak di masa lalu, perhitungan harga satuan, dan referensi lainnya dengan baik yang dapat membantu dalam menentukan HPS. Masalah dengan persentase responden terbanyak kedua (39,82%) dalam faktor ini adalah keterlambatan dalam pengesahan dokumen lelang (Q14). Dokumen lelang yang telah diuji dan diseleksi dalam batas waktu yang ditentukan harus segera disahkan sehingga: 1).Kegiatan berikutnya dapat segera ditindaklanjuti, 2).Pemenang lelang dapat segera diumumkan, 3).Pekerjaan sesuai kesepakatan lelang dapat segera dilaksanakan, dan 4).Anggaran yang dialokasikan atasnya dapat segera terserap. 4.3.6. Faktor Sumber Daya Manusia
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa empat variabel pembentuk faktor SDM (Q6, Q7, Q8, dan Q9) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 69,25%. Persentase responden yang menyetujui keempat variabel pembentuk faktor SDM sebagai penyebab penumpukan pencairan dana pada akhir tahun anggaran adalah masing-‐masing lebih dari 50%.
Rangkap tugas dalam jabatan panitia pengadaan (Q6) seharusnya dihindari sehingga pelaksanaan pengadaan dapat berjalan lebih efektif tanpa
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 a g Hal e |67-83 81 Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
terganggu adanya benturan kepentingan dan kesibukan karena pekerjaan lainnya. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk unit yang khusus menangani pengadaan barang/ jasa. Ketakutan pejabat atas risiko korupsi yang banyak diberitakan terjadi pada bidang pengadaan barang/ jasa (Q7) dapat dieliminasi dengan pendidikan anti korupsi kepada pegawai, sehingga timbulnya kesan bahwa kegiatan pengadaan barang/ jasa berkaitan dengan tindak korupsi dapat dieliminasi. Keengganan menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko dan imbalan (Q8) dapat diatasi dengan meninjau risiko pekerjaan pengadaan barang/ jasa untuk dijadikan sebagai dasar penentuan imbalan yang memadai. Guna menghindari keterbatasan pejabat/ pelaksana pengadaan berserfikat (Q9), Satker hendaknya rutin mengirimkan pegawainya pada pendidikan dan pelatihan yang bersertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah. 4.3.7. Faktor Kompetensi
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa tiga variabel pembentuk faktor kompetensi (Q5, Q11, dan Q26) merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran adalah rata-‐rata sebesar 35,99%. Dua permasalahan dengan persentase responden terbesar yang menyetujui ketiga variabel tersebut sebagai penyebab penumpukan pencairan dana pada akhir tahun anggaran adalah SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten (Q5) dan terlambatnya penyusunan jadwal pelaksanaan lelang (Q11).
Guna mengatasi permasalahan SDM pelaksana pengadaan kurang kompeten, Satker dapat mengirimkan pegawainya dalam pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi pengadaan barang/ jasa pemerintah. Dengan demikian, SDM satuan kerja tersebut akan meningkat kompetensinya dalam bidang pengadaan barang/ jasa. Selain itu, kompetensi pelaksana pengadaan akan terasah dengan pengalaman yang dihadapi selama melaksanakan pengadaan barang/ jasa. Jadwal pelaksanaan lelang yang terlambat disusun mengakibatkan proses lelang tidak dapat dilaksanakan di awal tahun sehingga baik keseluruhan proses lelang maupun kegiatan pengadaan setelah proses lelang menjadi terhambat. Sebagaimana diatur dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 yang mempertegas pelaksanaan pengadaaan yang mendahului tahun anggaran, jadwal pelaksanaan lelang dapat disusun dan pelaksanaan lelang dapat dilakukan sebelum memasuki tahun anggaran bersangkutan. 4.3.8. Faktor Mutasi Pejabat
Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa variabel pembentuk faktor mutasi pejabat, yaitu pejabat/ pegawai pengelola keuangan sering mengalami mutasi (Q28), merupakan masalah yang menyebabkan penumpukan pencairan dana
Halaman 81
APBN pada akhir tahun anggaran adalah sebanyak 25,66% responden. Mutasi pejabat perbendaharaan/ pengelola keuangan terutama pada pertengahan tahun berjalan akan menyebabkan macetnya kegiatan pengadaan dan penyerapan anggaran karena harus menunggu pejabat/ pengelola keuangan yang baru dilantik. Selain itu, umumnya diperlukan penyesuaian atas jabatan baru yang cukup memakan waktu untuk dapat menguasai pelaksanaan pekerjaan. Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan perbaikan kebijakan mutasi, yaitu melakukan mutasi pejabat/ pengelola keuangan setelah tahun anggaran berakhir dan segala kewajiban pejabat/ pengelola keuangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran harus diselesaikan sebelum mutasi dilakukan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan faktor, penumpukan pencairan dana APBN pada akhir tahun anggaran pada Satker lingkup Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V disebabkan oleh delapan (8) faktor dengan variansi kumulatif sebesar 68,324%, sedangkan sisanya sebesar 31,676% dijelaskan oleh faktor selain kedelapan faktor tersebut. Variansi dari kedelapan faktor tersebut menunjukkan besarnya prioritas permasalahan yang harus segera ditangani oleh pembuat kebijakan dengan urutan prioritas, yaitu: 1. 2. 3.
4. 5.
6. 7.
8.
Faktor Administrasi Perbendaharaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 27,592%; Faktor Pelaksanaan Pengadaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 9,693%; Faktor Perencanaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 7,33%; Faktor Persyaratan Teknis Pendukung yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 6,325%; Faktor Jadwal Pengadaan yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 5,127%; Faktor Sumber Daya Manusia yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 4,643%; Faktor Kompetensi yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 4,069%; Faktor Mutasi Pejabat yang menjelaskan variasi seluruh item yang ada sebesar 3,544%.
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tersebut di atas, dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. 2. 3.
Satker perlu melakukan evaluasi berkala atas kesesuaian realisasi dan rencana penarikan dana yang terdapat pada halaman 3 DIPA. Satker perlu meningkatkan disiplin pegawai dengan meningkatkan pengawasan vertikal dan internal serta pemberian insentif. Satker dapat mengurangi adendum kontrak dengan cara memperbaiki evaluasi kebutuhan
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN ANALISIS FPenyebab AKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN Fandi ZFaktor aenudinsyah Penumpukan Analisis Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN pada Akhir Tahun Anggaran PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Halaman 82
4. 4. 5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10.
10. 11. 11.
12. 12.
13. 13.
6. 6.
sebelum kontrak disepakati, mengawasi perkembangan pekerjaan pihak ketiga, dan sebelum kontrak disepakati, mengawasi berkomunikasi pihak pihak ketiga ketiga, secara rutin perkembangan dengan pekerjaan dan dalam penyelesaian pekerjaan. berkomunikasi dengan pihak ketiga secara rutin Satker perlu melakukan survey pendahuluan atas dalam penyelesaian pekerjaan. harga tanah dan kondisi-‐kondisi yang dapat Satker perlu melakukan survey pendahuluan atas menghambat proses pembebasan harga tanah dan kondisi-‐kondisi yang tanah, dapat sehingga permasalahan pembebasan tanah dapat menghambat proses pembebasan tanah, diatasi. sehingga permasalahan pembebasan tanah dapat Satker perlu lebih teliti dalam menentukan akun diatasi. kegiatan sehingga sesuai dengan Bagan Akun Satker perlu lebih teliti dalam menentukan akun Standar ( BAS). kegiatan sehingga sesuai dengan Bagan Akun Satker perlu melakukan perencanaan lebih awal Standar (BAS). dengan data pendukung yang memadai dan Satker perlu melakukan perencanaan lebih awal mengadakan evaluasi berkala sehingga anggaran dengan data pendukung yang memadai dan yang diusulkan lebih realistis sesuai kebutuhan. mengadakan evaluasi berkala sehingga anggaran Satker dapat menetapkan Surat Keputusan (SK) yang diusulkan lebih realistis sesuai kebutuhan. panitia lelang menetapkan dan melaksanakan lelang sebelum Satker dapat Surat Keputusan (SK) memasuki tahun anggaran bersangkutan. panitia lelang dan melaksanakan lelang sebelum Satker harus lebih cepat bdalam mengesahkan memasuki tahun anggaran ersangkutan. dokumen lelang sehingga kegiatan pengadaan Satker harus lebih cepat dalam mengesahkan tidak tertunda. dokumen lelang sehingga kegiatan pengadaan Satker perlu membentuk unit khusus yang tidak tertunda. menangani jasa yang dan Satker perlu pengadaan membentuk barang/ unit khusus menghindari terjadinya rangkap tugas dan menangani pengadaan barang/ jasa dan jabatan. menghindari terjadinya rangkap tugas dan Satker jabatan. dapat memberikan pendidikan anti korupsi an menawarkan insentif yang memadai. Satker ddapat memberikan pendidikan anti Satker perlu mengusahakan sertifikasi korupsi dan menawarkan insentif yang memadai. pengadaan barang/ mengusahakan jasa pemerintah untuk para Satker perlu sertifikasi pegawainya. pengadaan barang/ jasa pemerintah untuk para Satker harus memilih pegawai yang kompeten pegawainya. sebagai harus pelaksana pengadaan barang/ jasa dan Satker memilih pegawai yang kompeten menyusun jadwal pelaksanaan elang lebih awal. sebagai pelaksana pengadaan lbarang/ jasa dan Satker perlu memastikan bahwa pejabat/ menyusun jadwal pelaksanaan lelang lebih awal. pengelola keuangan terutama bahwa yang berkaitan Satker perlu memastikan pejabat/ dengan pelaksanaan anggaran telah pengelola keuangan terutama yang berkaitan menyelesaikan kewajibannya sebelum mutasi dengan pelaksanaan anggaran telah dilakukan. menyelesaikan kewajibannya sebelum mutasi dilakukan. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
IMPLIKASI DAN penelitian KETERBATASAN Penulis menyadari ini masih memiliki
keterbatasan yang dapat diperbaiki Penulis menyadari penelitian ini pada masih penelitian memiliki berikutnya untuk meningkatkan hasil keterbatasan yang dapat diperbaiki pada penelitian. penelitian Keterbatasan dalam meningkatkan penelitian ini, yaitu: berikutnya untuk hasil penelitian.
Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu: relatif sedikit 1. Jumlah responden dalam penelitian meskipun memenuhi jumlah sampel minimum 1. Jumlah responden dalam penelitian relatif sedikit yang d ianjurkan d alam a nalisis f aktor; meskipun memenuhi jumlah sampel minimum 2. yang Penelitian ini hanya berfokus pada belanja dianjurkan dalam analisis faktor; barang dan bini elanja modal; 2. Penelitian hanya berfokus pada belanja 3. Penelitian hanya mengakomodasi jawaban barang dan ini belanja modal; berupa p erspektif d ari S atker. 3. Penelitian ini hanya mengakomodasi jawaban
berupa perspektif dari Satker. DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi ke-‐6. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Jakarta: R ineka C ipta. Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi ke-‐6. Jakarta: Rineka Cipta. Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate AN DANA APBN Indonesian Treasury Review No.1, Hal.67-‐83 Dengan Program IBM Vol.1 SPSS 22 2016, Update PLS Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate P a g e | 82 Regresi. Edisi ke-‐7. Semarang: Badan Penerbit Dengan Program IBM SPSS 22 Update PLS
ngawasi a, dan ra rutin
an atas
Regresi. Edisi ke-‐7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul (Penyunting). (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik: Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 82 Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 82
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 67-83
Universitas Diponegoro.
Diponegoro. (2014). Manajemen Halim, Universitas Abdul (Penyunting). Keuangan Sektor Publik: Halim, Abdul (Penyunting). (2014). Problematika Manajemen Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Keuangan Sektor Publik: Problematika (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah). Jakarta: Salemba Empat. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah). Jakarta: Salemba EM. mpat. Hansen, Don R., dan Maryanne Mowen. (2007). Managerial Accounting. 8th edition. (2007). Ohio: Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. Thomson L earning S outh-‐Western. Managerial Accounting. 8th edition. Ohio:
Thomson Learning South-‐Western. Herriyanto, Hendris. (2012). Faktor-‐Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Herriyanto, Hendris. (2012). Faktor-‐Faktor yang Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Kementerian/ Lembaga di Wilayah Anggaran Belanja pada Satuan Jakarta. Kerja Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Kementerian/ Lembaga di Wilayah Jakarta. Ekonomi, Universitas Indonesia. Tesis, Tidak Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Kualitatif dan Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kuantitatif Ilmu-‐Ilmu Sosial. Jakarta: D IA Irawan, Prasetya. untuk (2007). Penelitian Kualitatif dan FISIP UI. untuk Ilmu-‐Ilmu Sosial. Jakarta: DIA Kuantitatif
FISIP UI. Keuangan. 2014. Laporan Keuangan Kementerian Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited). Kementerian Keuangan. 2014. Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Audited). Kementerian Keuangan. (2014). Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran 2014. Kementerian Keuangan. (2014). Nota Keuangan dan
APBN TKeuangan. ahun Anggaran 2014. Kementerian (2014). Pokok-‐Pokok Siklus APBN di Indonesia: Penyusunan Kementerian Keuangan. (2014). Pokok-‐Pokok Konsep Siklus Kebijakan Kapasitas Fiskal Sebagai APBN di dan Indonesia: Penyusunan Konsep Langkah Awal. Direktorat Kebijakan dan Jakarta: Kapasitas Fiskal Jenderal Sebagai Anggaran. Langkah Awal. Jakarta: Direktorat Jenderal
Anggaran. Kementerian Keuangan. (2015). Nota Keuangan dan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015. Kementerian Keuangan. (2015). Nota Keuangan dan
APBN Perubahan Tahun “Analisis Anggaran atas 2015. Kuswoyo, Iwan Dwi. (2011). Faktor-‐ Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Kuswoyo, Iwan Dwi. (2011). “Analisis atas Faktor-‐ Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Anggaran (Studi pada Satuan Kerja di Wilayah Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun KPPN Kediri)”. Tidak KDipublikasikan, Anggaran (Studi pTesis, ada Satuan erja di Wilayah Yogyakarta: Fakultas dan Bisnis, KPPN Kediri)”. Tesis, Ekonomika Tidak Dipublikasikan, Universitas G adjah M ada. Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas adjah M“Analisis ada. Miliasih, Retno. G (2012). Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja Satuan Kerja Miliasih, Retno. (2012). “Analisis Keterlambatan Kementerian/ Lembaga Belanja TA 2010 di Wilayah Penyerapan Anggaran Satuan Kerja Pembayaran KPPN Pekanbaru”, Tesis, Tidak Kementerian/ Lembaga TA 2010 di Wilayah Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi, Pembayaran KPPN Pekanbaru”, Tesis, Tidak Universitas I ndonesia. Dipublikasikan, Jakarta: Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia. Nugroho, Mashudi Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐ Faktor yang Menyebabkan Penumpukan Nugroho, Mashudi Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐ Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Faktor yang Menyebabkan Penumpukan Kasus di KPPN Malang”, Skripsi, Tidak Pencairan Dana APBN di Akhir Tahun (Studi Dipublikasikan, Malang: Fakultas Ekonomi Kasus di KPPN Malang”, Skripsi, Tidak dan Bisnis, Universitas Brawijaya. Dipublikasikan, Malang: Fakultas Ekonomi
dan Prasetyo Bisnis, Universitas Brawijaya. Priatno, Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐ Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Priatno, Prasetyo Adi. (2013). “Analisis Faktor-‐ Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Pembayaran pada KPPN Satuan Blitar”, Kerja Jurnal Lingkup Ilmiah Anggaran ANALISIS FAKTOR PENYEBAB P1ENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN Mahasiswa F EB. V ol. , N o. 2 , M alang: F akultas Pembayaran KPPN Blitar”, Jurnal Ilmiah PADA AEkonomi KHIR TAHUN ANGGARAN dan Bisnis, Brawijaya. Mahasiswa FEB. Vol. U 1, niversitas No. 2, Malang: Fakultas
Indo
Fandi Zaenudinsyah
Ekonomi dan B(2010). isnis, Universitas Santoso, Singgih. Statistik Brawijaya. Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat: Elex Media Komputindo.
Sekaran, Uma dan Roger Bougie. (2013). Research Methods for Business: A Skill-‐Building Approach, Sixth Edition. United Kingdom: John
Dokum
Kantor V Ja
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENUMPUKAN PENCAIRAN DANA APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN Fandi Zaenudinsyah
ANALISIS AKTOR Penumpukan PENYEBAB PENUMPUKAN Analisis FaktorFPenyebab Pencairan Dana APBN PENCAIRAN DANA APBN PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN pada Akhir Tahun Anggaran
Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Fandi Zaenudinsyah Fandi Zaenudinsyah Elex Media Komputindo. Sekaran, Uma dan dan Aplikasi Roger Bougie. (2013). Konsep dengan SPSS. Research Jakarta: Methods Business: A Skill-‐Building Elex Media for Komputindo. Approach, Sixth Edition. United Kingdom: John Sekaran, Uma dan LRoger Wiley & Sons td. Bougie. (2013). Research Methods for Business: A Skill-‐Building Siregar, Syofian. Metode Penelitian Approach, Sixth (2013). Edition. United Kingdom: John Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Wiley & Sons Ltd. Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Prenada Media Group. Kuantitatif: Dilengkapi Perbandingan Tim Perhitungan Penyusun Manual BPPK. & SPSS. (2004). Dasar-‐Dasar Jakarta: Kencana Keuangan Publik. Jakarta: Badan Pendidikan Prenada Media Group. dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Tim Penyusun BPPK. (2004). Dasar-‐Dasar Widarjono, Agus. (2015). Analisis Multivariat Keuangan Publik. Jakarta: Badan Pendidikan Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). SMARTPLS. Edisi ke-‐3. Yogyakarta: UPP STIM Widarjono, Agus. (2015). Analisis Multivariat YKPN. Terapan: Dengan Program SPSS, AMOS, dan Peraturan Perundang-‐undangan SMARTPLS. Edisi ke-‐3. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Undang-‐Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Peraturan Perundang-‐undangan Undang-‐Undang No. 27 17 Tahun 2014 2003 tentang Anggaran dan Belanja Negara Keuangan NPendapatan egara. Tahun 2015. Undang-‐Undang No. 27 Tahun 2014 tentang Peraturan Pemerintah Nomor Tahun Negara 2013 Anggaran Pendapatan dan 45 Belanja tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Tahun 2015. Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 Peraturan Presiden 54 tahun 2010 tentang tentang Tata Nomor Cara Pelaksanaan Anggaran Pengadaan Jasa N Pemerintah. Pendapatan Bdarang/ an Belanja egara.
Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Perubahan BKedua Pengadaan arang/ Jatas asa PPeraturan emerintah. Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Barang/ Jasa Pemerintah. Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Peraturan No. Nomor 54 Menteri Tahun 2010 Keuangan tentang Pengadaan 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Barang/ Jasa Pemerintah. Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Peraturan Menteri Keuangan No. Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian Peraturan Menteri No. Pelaksanaan Anggaran. Keuangan 171/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Peraturan Menteri Keuangan No. Penyusunan dan Pengesahan Daftar Isian 154/PMK.05/2014 Pelaksanaan Pelaksanaan Anggaran. tentang Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Peraturan Menteri Keuangan No. Peraturan Menteri tentang Keuangan No. 154/PMK.05/2014 Pelaksanaan 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Negara. Akun Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Standar. Peraturan Menteri Keuangan No. Peraturan Menteri tentang Keuangan No. 214/PMK.05/2013 Bagan Akun 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Standar. Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, Peraturan Menteri Keuangan No. dan Perencanaan Kas. 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.
Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83 P a g e | 83 Indonesian Treasury Review Vol.1 No.1, 2016, Hal.67-‐83
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. P 1, 2016 a g Hal e |67-83 83 Dokumen dan Sumber Lain Halaman 83
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta V. (2014). ahan Sosialisasi SPAN SAKTI KPPN Dokumen dan SBumber Lain Jakarta V. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta V. (2014). Bahan Sosialisasi SPAN SAKTI KPPN Jakarta V.
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
INDONESIAN TREASURY REVIEW
INDONESIAN TREASURY REVIEW
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
Halaman Sampul
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Kata Pengantar Dewan Redaksi Halaman Editorial
INDEKS Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Volume 1 Nomor 1, 2016 dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf Daftar Isi
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
i iii v vii ix 1-‐10
11-‐21
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana
23-‐38
Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo
51-‐66
Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho
Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah
Hlm.
Indeks Lampiran
ix
39-‐50
67-‐83 85.1 – 85.3 85.5 – 85.12
Halaman 85.1
INDEKS
Halaman 85.2
1 No. 1, 2016 Indonesian Treasury Review Vol.
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal.85.1-‐85.3 P a g e | 85.2
INDEKS INDEKS INDEKS 11 T, ahun Volume Nomor omor 2016 2016 Volume 11 N 1, 2016 Volume 1 Nomor
Abnormal Return, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 Abnormal Return, 11, 13, 16, 17, 20 Actual Return, 13 Allocative Efficiency, 41 APBN, 67, 68, 69, 70, 72, 73, 74, 76, 79, 80, 81, 82 Arbitrage Pricing Theory, 51, 52, 54, 56, 64, 65, 66 Badan Pusat Statistik, 1, 4, 26, 28, 49, 58 Bank Indonesia, 1, 2, 3, 4, 10, 57, 58 Bendahara Umum Negara, 68, 70, 71 BI Rate, 3 Book to Marketratio, 55 Bursa Efek Indonesia, 12, 51, 52, 58, 64, 66 Capital Asset Pricing Model, 51, 52, 53, 55, 56, 64, 66 Capital Gain, 13, 53 Capital Inflows, 4 Capital Loss, 13, 53 Closing Price, 55 Comfounding Effects, 14 Common Effect Model, 28 Cronbach Alpha, 75, 76 Cross Section, 28, 29, 43 Desentralisasi Fiskal, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 41 Dickey-‐Fuller, 5, 6 DIPA, 68, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 78, 79, 80, 81 Economic Development, 40, 49 Economic Growth, 23, 26, 27, 31, 40, 43, 49, 50 Emiten, 52, 64 Equityper-‐Share, 55 Event Study, 11, 19 Exchange Rate, 1, 10, 51, 65 Exploratory Factor Analysis, 75 Faktor Administrasi Perbendaharaan, 78, 79, 81 Faktor Jadwal Pengadaan, 78, 80, 81 Faktor Kompetensi, 78, 81 Faktor Mutasi Pejabat, 78, 81 Faktor Pelaksanaan Pengadaan, 78, 79, 81 Faktor Perencanaan, 78, 80, 81 Faktor Persyaratan Teknis Pendukung, 80, 81 Faktor Sumber Daya Manusia, 78, 80, 81 Federal Open Market Committee, 12 Financial Market, 11 Fiscal Decentralization, 23, 26, 27, 31 Fiscal Federalism, 41 Fiscal Policy, 23, 40, 67 Fixed Effect Model, 28
Fund Disbursement, 67 Generalized Least Square, 29 Human C apital, 42, 47 Human Development Index, 40, 49 Idle Cash, 68 Finance Statistics, 1, 4 IMF Impulse Response, 1, 4, 10 Indeks Pembangunan Manusia, 40, 43, 48 Inflasi, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 27, 28, 29, 52, 53, 55, 56, 57, 58, 59, 66 Inflation Premium, 51 Inflation Targeting, 1, 2, 3, 4, -‐ 87 -‐ Interest Rate, 1, 3, 10 Kaiser-‐Meyer Olkin, 75, 77 Kebijakan Moneter, 2, 3, 4, 10 2, 3 Keynes, KPA, 6 9, 71, 72, 74, 76 Lagrange Multiplier, 28 Local G overnment Expenditure, 23 Local Government Revenue, 23 11, 12, 14, 15 LQ45, Policy, 1 Macroeconomic R isk, 5 1 Market Market Value, 54 Marketequity, 55 Mean Average Deviation, 51, 57, 63, 64 Measure Sampling Adequacy, 77 Measure S ampling Adequacy, 75 Monetary Policy, 1, 10, 11, 19 Mortgage Backed Securities, 12 National Budged, 67 Nilai Tukar, 4, 7, 13, 19, 66 Non Performing Loans, 9 Ordinary Least Square, 13 Output G ap, 4 Pertumbuhan Ekonomi, 3, 12, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47, 48, 68, 73 Portofolio, 13, 14, 19, 65, 66 PPK, 69, 71, 72, 74, 76 PPSPM, 71, 72 Principal Component Analysis, 75, 77 Produk D omestik Bruto, 4, 24 Produk Domestik Regional Bruto, 40 Purchasing Power Parity, 10, 46 Quantitative Easing, 11, 12, 18, 20, 21 Random Effect Model, 23, 28, 29 Random Error, 27, 54
INDEKS
Regional Economy, 40 Regional Inflation Rate, 23 Risiko Bisnis, 53 Risiko Bunga, 53 Risiko Finansial, 53 Risiko Likuiditas, 53 Risiko Nilai Tukar, 53 Risiko Pasar, 53, 56 Risiko Politik, 53 RPUAB, 1, 3, 4, 6, 9, 10 Solow Growth Model, 26 SPM, 71, 72 Subprime Mortgage, 12 Suku Bunga Deposito, 4 Suku Bunga Kredit, 4
Indonesian Treasury Review 12 No. 1, 2016 Indonesian Treasury Review Vol.1, NVol. o.1, 016, Hal.85.1-‐85.3 Halaman 85.3 P a g e | 85.3
Suku Bunga SBI, 4, 66 The Fed, 12, 14, 15, 17, 18 Time Series, 5, 28, 29, 43, 58 Trading Volume Activity, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19 Trading Volume Activity, 11, 13, 16 Treasury Notes, 12 Trickle Down Effect, 46, 47 Uang Inti, 4 Uang Sekunder, 4 Uji Bartlett, 75, 77 Uji Statistik, 28, 36, 59 Variance Decomposition, 1, 10 Varimax Method, 75, 77 Vector Auto Regression, 1, 3, 4, 5
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No.1, 2016
Halaman ini sengaja dikosongkan This page intentionally left blank
INDONESIAN TTREASURY REASURY RREVIEW: EVIEW INDONESIAN JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
TREASURY REVIEW INDONESIAN Volume 1 Nomor 1, 2016
JURNAL PERBENDAHARAAN, K EUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan Kata Pengantar Dewan Redaksi
Halaman Editorial Daftar Isi
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
INDEKS LAMPIRAN Abnormal Return dan Trading Volume Volume Activity Saham-‐Saham 1 Nomor 1 Tahun 2016 Volume 1 Nomor 1, 2 016 LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
Hlm.
i iii v vii ix 1-‐10
11-‐21
Muhammad Falih Ariyanto
Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Indonesia, 2008 – 2012 Abdillah Khamdana Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Ginanjar Aji Nugroho Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di Bursa Efek Indonesia Puji Hartoyo Analisis Faktor Penyebab Penumpukan Pencairan Dana APBN pada Akhir Tahun Anggaran Fandi Zaenudinsyah Indeks Lampiran ix
23-‐38
39-‐50
51-‐66
67-‐83
85.1 – 85.3 85.5 – 85.12
Halaman 85.5
LAMPIRAN
Halaman 85.6
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.6
INDONESIAN TREASURY REVIEW JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DR AN KEBIJAKAN PUBLIK INDONESIAN TREASURY EVIEW
JURNAL PERBENDAHARAAN, KEUANGAN NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
Volume 1 Nomor 1, 2016
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
LOGO JURNAL
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perbendaharaan
Hlm.
i iii v vii ix 1-‐10
Kata Pengantar Dewan Redaksi
Halaman Editorial
Daftar Isi
Efektivitas Jalur-‐Jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Tunggal Inflasi Mohamad Yusuf
Abnormal Return dan Trading Volume Activity Saham-‐Saham LQ45 pada Peristiwa Pengumuman Kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Sentral Amerika Serikat Muhammad Falih Ariyanto
11-‐21
ARTI LOGO JURNAL Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 23-‐38 Daerah d i I ndonesia, 2 008 – 2 012 1. Gedung bersejarah yang dirancang pada masa Daendels dan diselesaikan pada tahun 1928, merupakan Abdillah Khamdana bagian induk istana pada masa itu, dan saat ini menjadi bagian dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap dimaksudkan 39-‐50 rumah/ dijadikan maskot pada logo Jurnal Ilmiah Perbendaharaan, untuk mengilustrasikan Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia di gelanggang/ wahana [San.:śāsana] dalam melakukan olah-‐rasa/ berdialog/ bermufakat [San.:bhāwa rasa] Indonesia yang berkelanjutan (sustainable) dalam mengawal nilai-‐ nilai kebijakan [San.:abyāsa]. Ginanjar Aji Nugroho 2. Simbol bulir padi emas yang berisi melambangkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal Perbandingan Pengujian Capital Asset Pricing Model dan 51-‐66 Perbendaharaan memegang teguh nilai-‐nilai profesionalisme, diantaranya adalah learning organization dan Arbitrage Pricing Theory: Analisis Pengaruh Faktor Fundamental research-‐based policy. Keuangan dan Faktor Makro Ekonomi Terhadap Return Saham di B ursa E fek I ndonesia 3. Warna emas pada gambar gedung perbendaharaan dan bulir padi melambangkan bahwa nilai-‐nilai yang Puji H artoyo dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertujuan untuk mewujudkan pelayanan publik
Analisis Penumpukan Pencairan Dana APBN masyarakat. 67-‐83 yang sFaktor emakin Penyebab baik (continuous improvement) untuk kesejahteraan pada Akhir Tahun Anggaran 4. Warna dasar biru dengan bingkai perisai melambangkan keteguhan dalam melaksanakan tugas berdasarkan Fandi Zaenudinsyah nilai-‐nilai Kementerian Keuangan, dengan selalu mengembangkan inovasi dan improvement yang Indeks 85.1 – 85.3 berkelanjutan. 5.Lampiran Tulisan “Indonesian Treasury Review” pada bagian atas bingkai menunjukkan nama 85.5 Jurnal – 85.12 Ilmiah Perbendaharaan, yang merupakan jurnal ilmiah dengan t ema sentral pengkajian di bidang: Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik.
6.
Motto pada logo bertuliskan Bahasa Latin [L.]: ⌜adæquatio intellectûs nostri cum rê⌟ yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris [Eng.]: ⌜conformity of our minds to the fact⌟; yang dalam Bahasa Indonesia merupakan ⌜kesesuaian antara apa yang kita pikirkan terhadap fakta⌟. Motto ini digunakan dalam epistemology [Cabang Ilmu Filsafat tentang hakikat ilmu pengetahuan] terkait pemahaman [Eng.]: ⌜the nature of understanding⌟ : adalah fenomena alamiah tentang paham/ persepsi/ pengetahuan/ pemikiran rasional.
ix
LAMPIRAN
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, al. 85.5-‐85.12 Indonesian Treasury Review Vol.21016, No. 1,H 2016 Halaman 85.7 P a g e | 85.7
Petunjuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah
1. Persyaratan penulisan Karya Tulis Ilmiah untuk dapat diterima/ dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Perbendaharaan adalah:
a. Menyampaikan Karya Tulis Ilmiah baik dalam bentuk softcopy dan hardcopy; b. Surat pernyataan orisinalitas Karya Tulis Ilmiah yang bermaterai Rp6.000,00 yang menjelaskan bahwa Karya Tulis Ilmiah berkenaan merupakan hasil karya sendiri/ tidak merupakan plagiat baik sebagian maupun seluruhnya, dan karya tulis tersebut belum pernah dipublikasikan/sedang dalam proses publikasi pada jurnal/media manapun; c. Menyampaikan Lembar Penjelasan Karya Tulis Ilmiah; d. Formulir Identitas Penulis (Curriculum Vitae);
Format formulir pada huruf a s.d. d sebagaimana terlampir.
2. Karya Tulis Ilmiah yang diajukan diketik dengan program Microsoft Word atau program pengolah kata sejenis dan disimpan dalam format docx berikut ketentuannya: a. Menggunakan huruf Cambria, ukuran huruf 11, spasi tunggal, b. Dicetak pada kertas A4 dengan jumlah 20 s.d. 30 halaman, c. Diserahkan dalam bentuk hardcopy/cetak sebanyak 1 eksemplar beserta softcopy-‐nya yang dapat dikirimkan melalui e-‐mail ke alamat: [email protected]
3. Karya Tulis Ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian adalah: a. Judul Penulisan judul tidak lebih dari 14 kata, dicetak dengan huruf kapital, center, Cambria 14, Bold.
b. Nama Penulis Nama Penulis ditulis tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal tempat peneliti melakukan penelitian. Dalam hal Karya Tulis Ilmiah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama wajib mencantumkan alamat korespondensi dan/atau alamat e-‐mail.
c. Abstrak disertai kata kunci c.1. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Panjang masing-‐masing abstrak tidak lebih dari 250 kata dalam bahasa Indonesia dan 200 kata dalam bahasa Inggris yang disertai dengan 3-‐5 kata kunci. Abstrak minimal berisi judul, tujuan, metode dan hasil penelitian. c.2. Penulisan Abstrak yang berbahasa Inggris mengacu pada kaidah penulisan abstrak karya ilmiah yang berlaku umum secara internasional. Dalam hal penerjemahan abstrak bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, penulis tidak diperkenankan melakukan copy-‐paste langsung dari software/ aplikasi/ web penerjemah bahasa. Untuk keperluan translasi, dalam hal terdapat kesulitan dalam melakukan penerjemahan, direkomendasikan menggunakan jasa penerjemah tersumpah. Adapun biaya yang muncul atas penggunaan jasa tersebut menjadi tanggung jawab penulis Karya Tulis Ilmiah. d. Pendahuluan Bagian ini menjelaskan latar belakang riset, rumusan masalah, pernyataan tujuan dan (jika dipandang perlu) organisasi penulisan Karya Tulis Ilmiah. e. Kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis Memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang menjadi landasan logis untuk mengembangkan hipotesis atau proporsi riset dan model riset.
f. Metode riset/penelitian Menguraikan metode seleksi dan pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional variabel, dan metode analisis data. g. Hasil dan pembahasan Menjelaskan analisis data riset dan deskripsi statistik yang diperlukan.
h. Kesimpulan Memuat simpulan hasil riset, temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf.
LAMPIRAN
Halaman 85.8
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.8
i. Implikasi dan keterbatasan Menjelaskan implikasi temuan dan keterbatasan riset, serta jika perlu saran yang dikemukakan peneliti untuk riset yang akan datang. j. Daftar Pustaka Memuat sumber-‐sumber pustaka atau referensi yang dikutip di dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. Hanya sumber yang dijadikan referensi dalam karya tulis ilmiah yang dimuat dalam daftar referensi ini. Untuk keseragaman penulisan, Daftar Pustaka ditulis sesuai dengan format American Psychological Association (APA). k. Lampiran Memuat tabel, gambar dan instrumen riset yang digunakan.
4. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah atau merujuk pada peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 04/E/2012. Karya Tulis Ilmiah berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan istilah-‐istilah yang telah dibakukan oleh Pusat Bahasa.
5. Semua Karya Tulis Ilmiah ditelaah secara anonim oleh Dewan Reaksi dan Mitra Bestari (peer-‐reviewer) yang ditunjuk oleh Dewan Redaksi Jurnal Ilmiah Perbendaharaan menurut bidang kepakarannya. Penulis Karya Tulis Ilmiah diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan atau revisi Karya Tulis Ilmiah atas dasar rekomendasi/ saran dari Dewan Redaksi dan Mitra Bestari. Kepastian pemuatan atau penolakan Karya Tulis Ilmiah akan diberitahukan secara tertulis.
6. Segala sesuatu yang menyangkut perijinan pengutipan, penggunaan software/ aplikasi komputer untuk pembuatan Karya Tulis Ilmiah atau hal lainnya yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dilakukan oleh Penulis, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul, menjadi tanggung jawab penuh Penulis Karya Tulis Ilmiah.
LAMPIRAN
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 Halaman 85.9 P a g e | 85.9
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA TULIS ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama Penulis Karya Tulis Ilmiah
: …………………………………………...…………
Pangkat / Golongan (jika ada)
: ………………………………………...……………
NIP / NRM/ No. Identitas Lain
Jabatan
: ……………………………….……………..………
: …………………………………………...…………
Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya susun dengan judul :
JUDUL MENGGUNAKAN HURUF TEBAL DAN KAPITAL
adalah benar-‐benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari karya tulis orang/ lembaga lain. Karya tulis ini juga belum pernah dipublikasikan pada jurnal atau media lain dan akan diserahkan kepada Indonesian Treasury Review untuk digandakan, diperbanyak dan/atau disebarluaskan. Apabila dikemudian hari pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-‐undangan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-‐benarnya, untuk dapat dipergunakan bilamana diperlukan. …………….., ………………………..….. Pembuat Pernyataan Materai Rp6.000 ...……………………………………… Catatan: Softcopy Formulir ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dimintakan melalui email: [email protected]
LAMPIRAN
Halaman 85.10
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 P a g e | 85.10
FORMULIR CURRICULUM VITAE PENULIS JURNAL ILMIAH PERBENDAHARAAN
Nama Lengkap NIP/NRM Tempat/Tgl Lahir Pangkat/Golongan Jabatan Unit Organisasi NPWP E-‐mail No. HP No. Rekening
Jenjang
Foto 4 x 6
Bank … Cabang …
Pendidikan Terakhir
Program Studi
Universitas
Unit Organisasi
Periode
Tahun Lulus
Riwayat Pekerjaan
Jabatan
: : : : : : : : : :
Prestasi/ Penghargaan/ Award
Riwayat Tulisan yang Pernah Dimuat
Catatan: Softcopy Formulir ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dimintakan melalui email: [email protected]
LAMPIRAN
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 Halaman 85.11 P a g e | 85.11
LEMBAR PENJELASAN KARYA TULIS ILMIAH Judul Karya Tulis
Beri tanda (√ ) pada ⊡ yang telah disediakan sesuai keadaan yang sebenarnya: a.
Jenis Artikel
b.
Hubungan dan relevansi antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
¨ Penelitian ini telah dilaksanakan dan berproses sejak (tanggal/bulan/tahun) _________________________________ sampai dengan (tanggal/bulan/tahun) _________________________________________ ¨ Merupakan penelitian baru yang belum pernah dilakukan oleh pihak manapun.
¨ Ringkasan/ Short version Skripsi/ Thesis/ Disertasi karya sendiri dengan judul ________________________________________________________________________________________________________________________
¨ Merupakan kajian lanjutan atas Karya Tulis Ilmiah sendiri yaitu (judul, kota penerbit: penerbit, tahun) ________________________________________________________________________________________________________________________ dengan perubahan pada ___________________________________________________________________________________________
¨ Merupakan kajian lanjutan atas Karya Tulis Ilmiah pihak lain yaitu (judul, kota penerbit: penerbit, tahun) _______________________________________________________________________________________________________________ dengan perubahan pada ___________________________________________________________________________________________
c. d.
e.
¨ Lainnya, sebutkan: _________________________________________________________________________________________________ Tempat penulis melakukan Penelitian/Pemikiran pada artikel ini
¨ Dilaksanakan di (tempat/negara) ________________________________________________________________________________ Pelaksanaan penelitian pada artikel ini merupakan bagian dari
¨ Pendidikan program ______________________________________________________________________(nama program studi) di _________________________________________________________________________________(nama Universitas dan Negara) ¨ Lainnya, yaitu _______________________________________________________________________________________________________ Sumber pembiayaan dalam melakukan Penelitian pada artikel ini adalah
¨ Sendiri _______________________________________________________________________________________________________________ ¨ Lainnya, yaitu _______________________________________________________________________________________________________
Dengan ini saya menyatakan bahwa: data yang Saya isi pada formulir ini adalah benar adanya dan tanpa rekayasa. Apabila dikemudian hari pernyataan Saya terbukti tidak benar, maka Saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan perundang-‐undangan yang berlaku. ………….., ……..……………………. Penulis Artikel, ……………………………………
Catatan : Softcopy Formulir ini dapat diperbanyak sesuai kebutuhan dan dapat dimintakan melalui email: [email protected]
LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN 85.12 Halaman L AMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN
Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 Indonesian Treasury Review Vol.1, No.1, 2016, Hal. 85.5-‐85.12 I ndonesian Treasury Review V ol.1, No.1, 2 016, H Pal. a8 g 5.5-‐85.12 e | 85.12 I ndonesian Treasury Review V ol.1, No.1, 2 016, H Pal. a8 g 5.5-‐85.12 e | 85.12 I ndonesian Treasury Review V ol.1, No.1, 2 016, H Pal. a8 g 5.5-‐85.12 e | 85.12 I ndonesian Treasury Review V ol.1, No.1, 2 016, H Pal. a8 g 5.5-‐85.12 e | 85.12 I ndonesian Treasury Review V ol.1, No.1, 2 016, H Pal. a8 g 5.5-‐85.12 e | 85.12 P a g e | 85.12 P a g e | 85.12
lmiah P Etika Etika P Penulisan enulisan JJurnal urnal II lmiah Perbendaharaan erbendaharaan Etika P enulisan JJurnal II lmiah P erbendaharaan Standar Penulisan Etika P enulisan urnal lmiah P erbendaharaan Standar Penulisan Etika P enulisan J urnal I lmiah P erbendaharaan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan Etika P enulisan J urnal I lmiah P erbendaharaan Standar P enulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan Standar Penulisan Etika P enulisan J urnal I lmiah P erbendaharaan metode disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk Standar ilmiah, Penulisan Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan
a. a. a. a. a. metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk a. Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan Standar Penulisan menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara Disamping itu, Karya metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akademis. akurat dan menggunakan analisis Tulis data Ilmiah untuk a. Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan Standar Penulisan menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara Disamping itu, Karya Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan metode ilmiah, disajikan dengan dukungan data yang valid, akademis. akurat dan menggunakan analisis Tulis data Ilmiah untuk hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca metode ilmiah, disajikan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah Penulis Karya Tulis Ilmiah (scientific article) diharuskan menyajikan naskah karya tulis dengan penggunaan hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca metode ilmiah, disajikan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis Tulis data untuk menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Ilmiah karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca metode ilmiah, disajikan dukungan data yang valid, akurat dan menggunakan analisis data untuk karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. itu, Karya Tulis Ilmiah hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai Disamping sehingga memungkinkan pembaca maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara memungkinkan p rinsip, Penulis dilarang hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga pembaca karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan menyajikan suatu informasi yang dapat diterima secara akademis. Disamping itu, Karya Tulis Ilmiah maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yang lebih kuat). Secara memungkinkan prinsip, Penulis pembaca dilarang hendaknya disampaikan dengan didukungan referensi yang memadai sehingga karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan melakukan tindakan yang dengan tidak etis/ tidak dapat diterima values publik akademis dalam melakukan karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yoleh ang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang hendaknya disampaikan didukungan referensi yang memadai sehingga memungkinkan pembaca melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan maksud m erefutasi/menggugurkan t eori d engan r ancangan y ang l ebih k uat). S ecara p rinsip, P enulis dilarang pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan penipuan, maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan yoleh ang lebih kuat). Secara pplagiarisme, rinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima values publik akademis dalam melakukan karya dimaksud melakukan replikasi (penelitian untuk menjawab penelitian yang sama, diantaranya dengan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, maksud merefutasi/menggugurkan teori dengan rancangan ang lebih kuat). Secara prinsip, Penulis dilarang melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima yoleh values publik akademis dalam melakukan menyajikan n askah a kademis y ang t idak a kurat, d an t indakan l ain y ang t idak/ k urang e tis. melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan pengkajian/ Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan penipuan, maksud merefutasi/menggugurkan eori engan ancangan yoleh ang lyebih uat). Skecara peplagiarisme, rinsip, Penulis dilarang menyajikan npenulisan askah akademis yang ttidak adkurat, dran tindakan lain ang ktidak/ urang tis. dalam melakukan tindakan yang tidak etis/ tidak dapat diterima values publik akademis melakukan pengkajian/ penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, pengkajian/ tindakan penulisan Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: melakukan tindakan plagiarisme, penipuan, menyajikan n askah a kademis y ang t idak a kurat, d an t indakan l ain y ang t idak/ k urang e tis. melakukan yang tidak etis/ tidak dapat diterima oleh values publik akademis dalam melakukan b. menyajikan Akses Data nPpenulisan enelitian pengkajian/ Karya yang Tulis Ilmiah, sebagai contoh: lain melakukan tindakan penipuan, askah akademis tidak akurat, dan tindakan yang tidak/ kurang eplagiarisme, tis. b. menyajikan Akses Data nPpenulisan enelitian askah akademis yang tidak akurat, dan tindakan yang tidak/ kurang eplagiarisme, tis. pengkajian/ Karya Tulis Ilmiah, sebagai contoh: llain melakukan tindakan penipuan, dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data menyajikan n askah a kademis y ang t idak a kurat, d an t indakan ain y ang t idak/ k urang e tis. b. Penulis, Akses D ata P enelitian dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta lain oleh pihak Editor untuk menyediakan data b. Penulis, Akses Data Paskah enelitian menyajikan n a kademis y ang t idak a kurat, d an t indakan y ang t idak/ k urang e tis. mentah/data y ang b elum d iolah d an d ata s etelah d iolah u ntuk k eperluan p elaksanaan p enelaahan. U ntuk hal b. Penulis, Akses Data Pyenelitian dalam situasi dan kondisi dapat diminta pihak pelaksanaan Editor untuk menyediakan data mentah/data ang belum diolah dan dtertentu ata setelah diolah untuk oleh keperluan penelaahan. Untuk hal b. Penulis, Akses Data Penelitian dalam situasi dan kondisi tertentu dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi dalam situasi dan kondisi dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data ang bharus elum ddapat iolah dmenyediakan an dtertentu ata setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal b. Penulis, Akses Data Py enelitian yang sama, Penulis akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi Penulis, dalam situasi dan kondisi dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data mentah/data ang bdelum diolah dan dtertentu ata setelah diolah kdeperluan pelaksanaan ptenelaahan. Untuk hal data. P enulis hy arus apat m enjelaskan secara teknis dkepada ata u yntuk ang ipergunakan dalam hal erdapat pihak-‐pihak mentah/data yarus ang bdharus elum ddapat iolah dmenyediakan an dtertentu ata setelah diolah uy ntuk kdeperluan pelaksanaan ptenelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis akses publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi Penulis, dalam situasi dan kondisi dapat diminta oleh pihak Editor untuk menyediakan data data. P enulis h apat m enjelaskan s ecara t eknis d ata ang ipergunakan d alam h al erdapat p ihak-‐pihak mentah/data yang bharus elum ddapat iolah dmenyediakan an data setelah diolah untuk keperluan pelaksanaan penelaahan. Untuk hal yang sama, Penulis akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang sama, Penulis harus dapat menyediakan akses kepada publik untuk keperluan klarifikasi atas akurasi data. P enulis hyarus apat m enjelaskan secara teknis dkepada ata yang ipergunakan dalam hal erdapat atas pihak-‐pihak mentah/data ang bd elum ddapat iolah dmenyediakan an data setelah diolah kd pelaksanaan pttenelaahan. Untuk hal yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang sama, Penulis akses publik untuk keperluan klarifikasi akurasi data. P enulis harus dharus apat m enjelaskan secara teknis data uyntuk ang deperluan ipergunakan dalam hal erdapat pihak-‐pihak yang w ajar sPenulis etelah pdharus ublikasi dilaksanakan. data. P enulis harus p apat m enjelaskan secara teknis dkepada ata yang dipergunakan dalam hal terdapat atas pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang sama, dapat menyediakan akses publik untuk keperluan klarifikasi akurasi yang w ajar s etelah ublikasi d ilaksanakan. data. Penulis harus dapat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang w ajar setelah pdublikasi dilaksanakan. data. Penulis arus apat menjelaskan secara teknis data yang dipergunakan dalam hal terdapat pihak-‐pihak c. Orisinalitas dhan Plagiarisme yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu yang w ajar setelah publikasi dilaksanakan. c. Orisinalitas dan Plagiarisme yang w ajar s etelah p ublikasi dilaksanakan. yang mempertanyakan akurasi data, sehingga Penulis harus menyimpan data dimaksud dalam jangka waktu Penulis harus m emastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil c. Penulis Orisinalitas d an P lagiarisme yang w ajar s etelah p ublikasi d ilaksanakan. harus dm emastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah merupakan hasil c. Orisinalitas an Plagiarisme yang wyang ajar soriginal, etelah publikasi dilaksanakan. kerja dan dapat diterima/diakui oleh semua alam pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan c. Penulis Orisinalitas dm an Plagiarisme harus emastikan bahwa hasil kerja yang disajikan bentuk arya Tulis Ilmiah merupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua d pihak. Dalam K menyampaikan suatu kutipan c. Penulis Orisinalitas dm an Plagiarisme harus emastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Khal arya Tulis Ilmiah merupakan hasil atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang kutipan akurat h arus m emastikan b ahwa h asil k erja y ang d isajikan d alam b entuk K arya T ulis I lmiah m erupakan hasil kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu c. Penulis Orisinalitas d an P lagiarisme atas karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan yang kutipan akurat Penulis harus memastikan bahwa hasil kerja yang disajikan dalam bentuk Khal arya Tulis Ireferensi lmiah merupakan hasil kerja hasil yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam menyampaikan suatu sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat Penulis h arus m emastikan b ahwa h asil k erja y ang d isajikan d alam b entuk K arya T ulis I lmiah m erupakan hasil sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam terdapat berbagai kerja hasil yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal prakteknya, menyampaikan suatu kutipan atas karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai kerja yang original, dan dapat diterima/diakui oleh semua pihak. Dalam hal menyampaikan suatu kutipan macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif atas hasil tidak karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan referensi yang akurat sehingga menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. menyampaikan Dalam prakteknya, terdapat berbagai merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif atas hasil karya/statement pihak lain, maka Penulis diwajibkan menyampaikan referensi yang akurat merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak cipta. Dalam prakteknya, terdapat berbagai macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hal yang sama dcipta. iberlakukan uprakteknya, ntuk kyang asus self-‐plagiarism atau macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas sehingga tidak menyalahi ketentuan terkait pelanggaran hak Dalam terdapat berbagai hasil p enelitian y ang d ilakukan o leh o rang l ain. H al y ang s ama d iberlakukan u ntuk k asus s elf-‐plagiarism atau macam bentuk plagiarisme, diantaranya: menyalin/menulis kembali bagian yang secara substantif merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil p enelitian y ang d ilakukan o leh o rang l ain. H al y ang s ama d iberlakukan u ntuk k asus s elf-‐plagiarism a tau macam bentuk yyaitu plagiarisme, menyalin/menulis kembali bagian secara substantif oto-‐plagiarisme atau lain. statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas hasil penelitian ang dmengutip ilakukan diantaranya: ohasil leh orang Hal yang sama diberlakukan untuk kyang asus self-‐plagiarism atau menyebutkan s umbernya. hasil p enelitian y ang d ilakukan o leh o rang l ain. H al y ang s ama d iberlakukan u ntuk k asus s elf-‐plagiarism a tau oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa merupakan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan referensi yang seharusnya atau melakukan klaim atas menyebutkan sumbernya. hasil penelitian yyaitu ang dmengutip ilakukan ohasil leh orang Hal yang sama diberlakukan untuk kasus self-‐plagiarism atau oto-‐plagiarisme atau lain. statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau lain. statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa s umbernya. hasil p enelitian y ang d ilakukan o leh o rang H al y ang s ama d iberlakukan u ntuk k asus s elf-‐plagiarism a tau d. menyebutkan Ketentuan P engiriman T ulisan oto-‐plagiarisme yaitu mengutip menyebutkan sumbernya. d. Ketentuan Pengiriman Tulisan hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa menyebutkan s umbernya. oto-‐plagiarisme yaitu mengutip hasil atau statement hasil karya sendiri yang sudah dipublikasikan tanpa Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang d. Penulis Ketentuan Pengiriman Tulisan menyebutkan sumbernya. tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang d. Ketentuan Pengiriman Tulisan menyebutkan sumbernya. sama kepada ldiperkenankan ebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, Penulis diwajibkan memberikan pernyataan di d. Penulis Ketentuan P engiriman Tulisan tidak melakukan publikasi/ publikasi naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama kepada ldiperkenankan ebih dari satu jurnal/media yang lain. Uproses ntuk itu, Penulis suatu diwajibkan memberikan pernyataan di d. Penulis Ketentuan Pengiriman Tulisan tidak melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang atas m eterai R p6.000,00 y ang m enyatakan b ahwa K arya T ulis I lmiah t ersebut m erupakan k arya t ulis o riginal Penulis tidak diperkenankan melakukan publikasi/ proses publikasi suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang sama epada ldiperkenankan ebih dari satu jurnal/media ybang lain. Uproses ntuk itu, Plmiah enulis tersebut diwajibkan memberikan ernyataan di d. Penulis Ketentuan PR engiriman T ulisan atas mk p6.000,00 yang menyatakan ahwa Karya Tulis IP merupakan arya p ulis original tidak melakukan publikasi/ publikasi naskah Karya kTulis Ilmiah yang sama keterai epada lebih dari satu jurnal/media yang lain. Untuk itu, enulis suatu diwajibkan memberikan pternyataan di dan tm idak sedang/pernah dang ipublikasikan ppublikasi/ ada jurnal/media lpublikasi ainnya. sama keterai epada ldiperkenankan ebih dari satu jurnal/media yada ang lain. Uproses ntuk itu, Plmiah enulis tersebut diwajibkan memberikan pternyataan di atas R p6.000,00 y m enyatakan b ahwa K arya T ulis I m erupakan k arya ulis o riginal Penulis tidak melakukan suatu naskah Karya Tulis Ilmiah yang dan t idak s edang/pernah d ipublikasikan p j urnal/media l ainnya. sama mketerai epada Rlebih dari satu jurnal/media lain. Untuk itu, IPlmiah enulis tersebut diwajibkan memberikan di atas p6.000,00 yang menyatakan ybang ahwa Karya Tulis merupakan karya pternyataan ulis original atas m eterai R p6.000,00 y ang m enyatakan b ahwa K arya T ulis I lmiah t ersebut m erupakan k arya t ulis o riginal idak sedang/pernah ipublikasikan pyada jurnal/media lainnya. sama keterai epada dari sRatu jurnal/media lain. Untuk itu, enulis tersebut diwajibkan memberikan di e. dan Pencantuman Sumber eferensi atas ttm Rlebih p6.000,00 yd ang menyatakan bang ahwa Karya Tulis IPlmiah merupakan karya pternyataan ulis original idak sedang/pernah d ipublikasikan pada jurnal/media lainnya. e. dan Pencantuman S umber R eferensi dan tm idak sedang/pernah d ipublikasikan pada jengakuan urnal/media lainnya. atas eterai R p6.000,00 y ang m enyatakan b ahwa K arya T ulis I lmiah t ersebut m erupakan k arya t ulis o riginal Penulis d iwajibkan m emuat/ m enyampaikan p d engan b enar a tas h asil k arya o rang l ain p ada K arya e. Penulis Pencantuman S umber R eferensi dan tidak sedang/pernah ipublikasikan pada pjengakuan urnal/media lainnya. diwajibkan memuat/ menyampaikan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya e. Pencantuman Sumber Rd eferensi dan tidak sedang/pernah ipublikasikan pada pjengakuan urnal/media lainnya. Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan e. Penulis Pencantuman Sumber Rd eferensi diwajibkan memuat/ menyampaikan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan e. Penulis Pencantuman Sumber Referensi diwajibkan memuat/ menyampaikan pengakuan dengan benar atas hasil karya orang lain pada Karya karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, atau diskusi diwajibkan memuat/ menyampaikan engakuan dengan benar interview, atas hasil korespondensi karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan e. Penulis Pencantuman Sumber Referensi karyanya. Informasi yang diperoleh secara p seperti halnya atau diskusi Penulis diwajibkan memuat/ menyampaikan ppribadi, engakuan dengan benar atas hasil korespondensi karya orang lain pada Karya Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan dengan dpihak ketiga, tidak diperoleh boleh dipergunakan atau seperti dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi yang secara pribadi, halnya interview, korespondensi atau diskusi Penulis iwajibkan m emuat/ m enyampaikan p engakuan d engan b enar a tas h asil k arya o rang l ain p ada Karya dengan pihak ketiga, yang tidak diperoleh boleh dipergunakan atau seperti dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan karyanya. Informasi secara pribadi, halnya interview, korespondensi atau diskusi berkenaan. karyanya. Informasi yang diperoleh secara pribadi, seperti halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi Tulis Ilmiah berkenaan. Penulis dalam hal ini menyebutkan publikasi yang berpengaruh dalam penyusunan berkenaan. karyanya. Informasi secara pribadi, halnya interview, korespondensi atau diskusi dengan pihak ketiga, yang tidak diperoleh boleh dipergunakan atau seperti dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi dengan pihak ketiga, yang tidak boleh dipergunakan atau seperti dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi karyanya. Informasi secara pribadi, halnya interview, korespondensi atau diskusi f. berkenaan. Authorship Tulisan dengan pihak ketiga, tidak diperoleh boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi berkenaan. f. berkenaan. Authorship Tulisan dengan pihak ketiga, tidak boleh dipergunakan atau dilaporkan tanpa izin tertulis dari sumber informasi Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya f. Adanya Authorship T ulisan berkenaan. penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya f. Authorship TPenulis ulisan berkenaan. Tulis Ilmiah. adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, f. Adanya Authorship T ulisan penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah. adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap desain, f. Adanya Authorship TPenulis ulisan penegasan para pihak memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam konsepsi, penulisan Karya metode penelitian, eksekusi di yang dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu terhadap pengkajian, semua desain, pihak penegasan para pihak memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam konsepsi, penulisan Karya Tulis Ilmiah. adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan f. Adanya Authorship TPenulis ulisan metode penelitian, eksekusi di yang dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu terhadap pengkajian, semua desain, pihak Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam konsepsi, penulisan Karya Tulis Ilmiah. Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam Ilmiah. memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus Tulis Penulis adalah orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak Adanya penegasan para pihak yang memberikan kontribusi signifikan (authorship) dalam penulisan Karya dalam Ilmiah. memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus Tulis Penulis eksekusi adalah orang yang penulisan, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, metode penelitian, di dalam atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua desain, pihak memastikan bahwa semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐ metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus Tulis Ilmiah. Penulis eksekusi adalah co-‐author orang yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap konsepsi, desain, memastikan bahwa semua telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐ metode penelitian, di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus author telah membaca dan co-‐author menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan bahwa semua telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐ metode penelitian, eksekusi di dalam penulisan, atau interpretasi dalam suatu pengkajian, semua pihak author memberikan telah bahwa membaca dan co-‐author menyetujui versi akhir atas karya serta telah Ilmiah, menyetujui dalam kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus memastikan semua telah dicantumkan dalam tersebut naskah Karya Tulis dan pengajuan semua co-‐ naskah u ntuk bahwa publikasi. memastikan semua co-‐author telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis Ilmiah, dan semua co-‐ author telah membaca dan co-‐author menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah Ilmiah, menyetujui dalam memberikan kontribusi signifikan dicantumkan sebagai co-‐author. Penulis korespondensi harus naskah u ntuk bahwa publikasi. memastikan semua telah dicantumkan dalam naskah Karya Tulis dan pengajuan semua co-‐ author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan author telah membaca dan yco-‐author menyetujui versi akhir atas karya serta Tulis telah menyetujui u ntuk publikasi. memastikan bahwa semua telah dicantumkan dalam tersebut naskah Karya dan pengajuan semua co-‐ g. naskah Kesalahan dalam Tulisan ang Dipublikasikan telah membaca dan yang menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah Ilmiah, menyetujui pengajuan naskah u ntuk publikasi. g. author Kesalahan dalam Tulisan Dipublikasikan naskah u ntuk publikasi. author telah membaca dan menyetujui versi akhir atas karya tersebut serta telah menyetujui pengajuan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah g. Dalam Kesalahan d alam T ulisan y ang D ipublikasikan untuk publikasi. hal Penulis kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah g. naskah Kesalahan dalam Tmenemukan ulisan yang suatu Dipublikasikan naskah untuk publikasi. dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. g. Dalam Kesalahan d alam T ulisan y ang D ipublikasikan hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. g. Dalam Kesalahan dalam Tmenemukan ulisan yang suatu Dipublikasikan hal Penulis kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor hal dapat/ Penulis menemukan kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas Editor karya melakukan yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. g. Dalam Kesalahan dalam dimungkinkan T ulisan yang suatu Duntuk ipublikasikan Hal yang dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya melakukan yang telah dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan Dalam hal Penulis menemukan suatu kesalahan yang signifikan atau ketidaktepatan atas karya yang telah penarikan kembali atau memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. Hal yang dapat/ dimungkinkan untuk dilakukan adalah Penulis bekerjasama dengan Editor melakukan kesalahan tkembali ersebut dimungkinkan batau erasal dari pihak ketiga, maka Padalah enulis Jika bPenulis ertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ Hal yang dapat/ untuk dilakukan bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan memperbaiki tulisan tersebut. sumber informasi atas suatu permasalahan/ dipublikasikan, maka Penulis bertanggung jawab untuk memberitahukan kesalahan tersebut kepada Editor. kesalahan tkembali ersebut dimungkinkan batau erasal dari pihak ketiga, maka Padalah enulis Jika bPenulis ertanggung jawab untuk dapat menarik kembali/ Hal yang dapat/ untuk dilakukan bekerjasama dengan Editor melakukan penarikan memperbaiki tulisan tersebut. sumber informasi atas suatu permasalahan/ melakukan koreksi dimungkinkan aatau tas tulisan tpersebut adilakukan tau m maka emberikan bbPenulis ukti kepada Eawab ditor uterkait kapat etepatan karya ilmiah penarikan kembali memperbaiki tulisan tersebut. Jika sumber informasi atas suatu permasalahan/ kesalahan t ersebut b erasal d ari ihak k etiga, P enulis ertanggung j ntuk d m enarik k embali/ Hal yang dapat/ untuk adalah bekerjasama dengan Editor melakukan melakukan tkembali koreksi baatau tas tulisan atau m maka emberikan bbukti kepada informasi ditor uterkait etepatan karya ilmiah penarikan memperbaiki tulisan tersebut. sumber atas suatu permasalahan/ kesalahan ersebut erasal dari tpersebut ihak ketiga, Penulis Jika ertanggung jEawab ntuk dkapat menarik kembali/ dimaksud. kesalahan ersebut erasal dari tpersebut ihak ketiga, Penulis Jika bukti ertanggung ntuk dkapat menarik kembali/ melakukan koreksi b atas tulisan atau m maka emberikan kepada jjEawab ditor u terkait etepatan karya ilmiah penarikan memperbaiki tulisan tersebut. sumber atas suatu permasalahan/ dimaksud. ttkembali kesalahan ersebut erasal dari tpersebut ihak ketiga, Penulis b ertanggung ntuk dkapat menarik kembali/ melakukan koreksi baatau tas tulisan atau m maka emberikan bbukti kepada informasi Eawab ditor uterkait etepatan karya ilmiah melakukan koreksi batas tulisan tpersebut atau m maka emberikan bbukti kepada jEawab ditor uterkait kapat etepatan karya ilmiah dimaksud. kesalahan t ersebut erasal d ari ihak k etiga, P enulis ertanggung ntuk d m enarik k embali/ melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud. dimaksud. melakukan koreksi atas tulisan tersebut atau memberikan bukti kepada Editor terkait ketepatan karya ilmiah dimaksud. dimaksud.
Efektifitas Jalur-jalur Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Dengan Sasaran Tunggal Inflasi Halaman 98
Muhammad Yusuf
Indonesian Treasury Review Vol. 1 No. 1, 2016 Hal 1-10