INDONESIA DI TENGAH ABAD ASIA: IKUT BANGKIT, MENJADI PENONTON, ATAUKORBAN?
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal, 19 Agustus 2013 di Yogyakarta
Oleh: Prof. Dr. Sri Adiningsih
Yang saya /lOrlllati, Ketua, Sekretaris dan para Anggota Mqje/is Curu Besar Cadjall Mada, Ketua, Sekretaris dan para Anggota M(~je/is Wali AI/wnat Cadjall Mada, Ketua, Sekretaris dan para AIIggota Sell at AkadclIlik Cadjall Mada, Rektor dan Wakil Rektor Universitas Ca((jall Mada Dekan, Wakil Dekan, Doscn, dan Sivitas Akadclllika Cadjall Mada, Kolega, Kelllarga dan Tamu undallgan sekalian,
Universitas Universitas Universitas
Universitas
Selalllat pagi dan salalll sejalltera lIntuk kita sellllla, Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan karunia dan rahmatNya kepada kita semua, sehingga pagi hari ini kita bisa berkumpul di Balai Senat yang agung ini dalam keadaan sehat tidak kurang sesuatu apa. Pagi hari ini saya mendapatkan kehormatan untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Pidato ini saya susun sebagai respons dan tanggung jawab saya sebagai akademisi, melihat proses globalisasi ekonomi yang semakin luas dan dalam telah mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Oleh karena itu, saya memberanikan diri untuk berdiri di hadapan hadirin yang terhormat untuk menyampaikan pidato yang betjudul:
INDONESIA DI TENGAH ABAD ASIA: IKUT BANGKIT, MENJADI PENONTON, ATAU KORBAN? Saudara-salldara
yang ter/lOrlllat,
Ekonomi dunia berubah dengan cepat dalam beberapa dekade terakhir ini. Demokratisasi yang semakin meluas, perkembangan teknologi informasi yang pesat, dan globalisasi ekonomi telah mengubah ekonomi dunia. Oemokratisasi telah mengubah cara
J
mengelola ekonomi di berbagai tingkat, menuntut good governance dalam pengelolaan ekonomi negara, bisnis ataupun organisasi sosial. Demikian juga perkembangan teknologi informasi telah membuat arus informasi bergerak dengan bebas dan cepat tanpa mengenal batas. Globalisasi telah membuat ekonomi dunia semakin terbuka dan integrasi ekonomi antar negara meningkat. Berbagai perkembangan tersebut telah mengubah ekonomi dunia, sehingga ekonomi dunia semakin maju, berkembang, dan dinamis dengan integrasi ekonomi antar negara yang semakin besar, namun menghadapi volatilitas yang semakin tinggi. Ekonomi dunia yang semakin global dan dinamis telah membuat ekonomi negara-negara Asia bangkit dan berkembang, khususnya di Asia Timur. Asian Miracle yang teljadi di Asia pada tahun 1960 hingga 1980-an telah membangkitkan ekonomi Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong menjadi Macan Asia. Demikian juga negara-negara Asia Tenggara sepel1i Indonesia, Malaysia, dan Thailand disebut-sebut sebagai Newly Industrializing Economies atau NIEs (Page, 1994), siap tinggallandas. Namun sayang, klisis ekonomi Asia tahun 1998 yang bermula dari Thailand telah menghancurkan ekonomi Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Pasca krisis ekonomi 1998, ekonomi Asia mulai bangkit, yang dimotori oleh kebangkitan ekonomi Republik Rakyat China (RRC). Ekonomi RRC yang tumbuh pesat dan semakin terintegrasi dengan ekonomi global setelah menjadi anggota. World Trade Organization (WTO) pada tahun 200 I telah bangkit, dan dalam satu dekade setelahnya menjadi ekspoI1ir terbesar di dunia (UN Comtrade, 2011). RRC adalah negara yang bisa memanfaatkan globalisasi ekonomi dengan baik. Demikian juga ekonomi India tumbuh dengan pesat karena memanfaatkan keterbukaan ekonominya (Sodhi, 2008). Asia yang dimotori RRC dan India mencuri perhatian dunia, karena dua negara raksasa dengan jumlah penduduk masing-masing 1,35 milyar dan 1,20 milyar orang tersebut pada tahun 2012 (CEIC, 2013), ekonominya tumbuh dengan pesat dalam bebcrapa dekade terakhir. Indonesia beruntung berada di Asia, benua yang tengah bangkit pada abad 21 ini. Apalagi ekonomi Indonesia juga cukup terbuka dan bekel~ja sama erat dengan negara-negara ASEAN ataupun Asia lainnya. Namun demikian, ekonomi Indonesia yang terbuka di tengah
3 ketidakpastian ekonomi global menghadapi semakin banyak masalah, hambatan, tantangan, dan ancaman. Oleh karena itu, menarik untuk dicelmati berbagai perkembangan ekonomi yang teljadi dalam perekonomian internasional dan domestik, untuk menganalisis ekonomi Indonesia ke depan, di tengah kebangkitan Asia. Hadirin yang saya horTl/ali,
KEBANGKITAN EKONOMI ASIA Kebangkitan ekonomi Asia merupakan suatu fenomena yang diyakini tidak pernah terbayangkan bisa teljadi pada abad 20 yang lalu, di mana ban yak Negara Asia baru merdeka. RRC adalah contoh negara yang berhasil memanfaatkan keterbukaan ekonominya untuk membangun negaranya. Masuknya RRC ke WTO pada tahun 2001 telah dimanfaatkan dengan baik. sehingga satu dekade setelahnya RRC menjadi eksportir terbesar di dunia pada tahun 2011 (pada tahun 1993 masih defisit dalam neraca perdagangan barangnya) dan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor dua di dunia pad a tahun 2012, padahal pada tahun 1978 kekuatan ekonominya kurang dari 1% ekonomi dunia (World Bank. 2013). RRC yang mereformasi ekonominya sejak 1979 telah berhasil membangun ekonominya. Laju pel1umbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 9,5 persen dari 1978 hingga 1992. Pembukaan ekonomi yang disiapkan dengan baik dengan memodernisasi atau mereformasi ekonominya telah membuat ekonomi RRC tumbuh pesat. RRC telah mencapai tujuan yang ditetapkan untuk dirinya sendiri pada tahun 1978 (Bijian, 2005). Demikian juga Sodhi (2008) menyampaikan bahwa India adalah negara yang bisa memanfaatkan globalisasi dengan baik, sehingga ekonominya tumbuh pesat. Setelah perekonomian India semakin terbuka, negara tersebut dapat mendorong pel1umbuhan ekonomi dan menarik masuk investasi asing. Faktor pendorong utama India membuka pasarnya adalah precariolls foreign exchange reserves. Organisasi internasional, sepel1i Bank Dunia dan IMF, yang memberikan pinjaman dengan' persyaratan pembukaan pasar, privatisasi badan usaha milik negara, dan reformasi sektor fiskal telah mengubah India, sehingga PDB India tumbuh tinggi dan sektor manufaktur menjadi pendorong utama pel1umbuhan ekonomi.
4 Melihat .
kinelja
ekonomi
beberapa
negara
Asia,
maka
berdasarkan proyeksi skenario yang dibuat oleh Hawkswot1h dan Tiwari, (20 II), perekonomian E-7 (RRC, Brazil, Rusia, Indonesia, Mexico, India, dan Turki) pada tahun 2050 diperkirakan akan 64% lebih besar dari perekonomian G-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, dan Kanada) dilihat dari POB dolar AS yang berlaku, atau 2 kali lipat lebih besar dari G-7 jika dilihat dari POB berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP). Sebagai perbandingan, sekarang ini skala perekonomian E-7 hanya sekitar 36% dari perekonomian G-7 (POB pada nilai tukar pasar) dan sekitar 72% POB berdasarkan PPP. Perekonomian Indonesia diperkirakan akan masuk dalam kategori 10 perekonomian terbesar dunia pada tahun 2050 jika diukur dari POB berdasarkan PPP. Proyeksi kebangkitan Asia juga dilaporkan oleh Standard Chartered Bank tentang The Super Cycle Report (Lyons, 2011), yang menyatakan bahwa dunia tengah berada dalam super cycle ketiga, sebuah kelanjutan peri ode pet1umbuhan ekonomi tinggi, atau supercycle, yang dimulai pad a tahun 2000, diperkirakan berlangsung setidaknya hingga beberapa dekade mendatang. Pet1umbuhan pesat ekonomi dunia disebabkan oleh pet1umbuhan perdagangan, investasi, urbanisasi dan technological innovation dari ekonomi negara besar. Pada tahun 2030 Asia diproyeksi akan memimpin ekonomi dunia, dan 4 dari 10 ekonomi terbesar dunia adalah negara-negara Asia. Saat ini, Jepang dan RRC sudah masuk dalam kategori 10 ekonomi besar dunia, di tahun 2030 India dan Indonesia akan masuk juga dalam kategori tersebut. Oleh karena itulah abad ini akan menjadi milik Asia, atau Abad Asia. Meski negara-negara Asia diproyeksikan akan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada masa mendatang, namun dalam laporan AOB bulan Agustus 20 II disebutkan bahwa di kawasan Asia 11 negarafast growing emerging economies berpotensi teljebak dalam pel1umbuhan yang stagnan (middle income trap), termasuk Indonesia. Jebakan ini ditandai dengan ketidakmampuan mereka untuk terus membangun ekonominya menjadi negara maju dan makmur. AOB menjelaskan ada 2 skenario yang bisa teljadi dalam perekonomian Asia, termasuk Indonesia di tahun 2050, yakni (i) menjadi pusat pel1umbuhan dunia, atau (ii) masuk ke dalam middle income trap. Pada umumnya, negara
5 yang masuk dalam middle income trap adalah mereka yang memiliki rasio investasi rendah. pel1umbuhan infrastruktur lamban, diversifikasi industri terbatas. dan pasar tenaga kelja yang buruk. ADB menyarankan negara-negara tersebut untuk mengurangi ketimpangan, meningkatkan kualitas SDM agar bertaraf intemasional, membangun institusi yang kredibel agar dapat melindungi property right, dan menyelesaikan perselisihan dengan baik. Penelitian Felipe (2012) menunjukkan bahwa beberapa negara Asia masuk ke dalam middle income trap di tahun 2010 seperti Filipina, Sri Lanka, dan Malaysia. Sementara itu, Indonesia dan Pakistan diprediksi akan masuk juga ke dalam middle income trap. Indonesia yang memiliki potensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia pada masa mendatang menghadapi ancaman masuk ke middle income trap. Apalagi Indonesia pemah mengalami kegagalan dalam membangkitkan ekonominya. Ingat pada mas a Orde Baru kita sering mendengar pemerintah yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh dan berkembang pes at, siap untuk tinggal landas, menjadi negara industri maju dan makmur seperti yang disampaikan oleh Rostow (Novack dan Lekachman, 1964). Namun, kita pada akhimya masuk jurang krisis ekonomi pada akhir 1997, dan ekonomi kita tel1inggal di landasan. Hadirin yang saya hormati,
GLOBALISASI UNTUK SIAPA? Globalisasi ekonomi diyakini akan memberikan manfaat bagi semua yang terlibat di dalamnya. Sepel1i yang telah dipelajari oleh mahasiswa/i ekonomi dalam ilmu Ekonomika Intemasional, teori perdagangan antar negara, baik teori Absolute Advantage dari Adam Smith, ataupun Comparative Advantage dari David Ricardo (Salvatore, 2004), maupun Competitive Advantage dari Michael P0I1er menunjukkan bahwa perdagangan antar negara memberikan manfaat bagi negara yang melakukan perdagangan (P0I1er, 1985). World Trade Organization (WTO, 2013) menunjukkan bahwa total trade tahun 1950 hingga 2000 tumbuh 22 kali, dan ekspor barang tumbuh 6% ratarata per tahun. Demikian juga total perdagangan sejak tahun 2000
6 hingga 2012 tumbuh 2,17 kali (UN Comtrade, 2013). WTO menyatakan bahwa cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa perdagangan mendorong pel1umbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Namun tidak semua negara ataupun orang yang terlibat dalam perdagangan dunia mendapatkan manfaat. World Commission on the Social Dimension of Globalization (2004), mengeluarkan laporan dampak negatif globalisasi berdasarkan survei di 73 negara di seluruh penjuru dunia. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa kecuali Asia Selatan, Amerika Serikat dan Uni Eropa, jumlah pengangguran dunia meningkat antara tahun 1990-2002, dan 59% masyarakat dunia hidup di negara dengan kesenjangan yang meningkat, hanya 5% tinggal di negara-negara dengan kesenjangan menurun. Menurut mereka ada lima masalah yang harus menjadi perhatian, yaitu: aturan main global yang tidak adil (lebih menguntungkan negara maju), lebih mengedepankan nilai kebendaan, telah mencabut sebagian kedaulatan negara-negara berkembang, ban yak pihak dirugikan dmi globalisasi, dan pemaksaan sistem ekonomi liberal di negara berkembang. Selanjutnya, Maskin (2010) mengatakan bahwa globalisasi belum tentu menjanjikan kemakmuran terhadap negara-negara miskin, meskipun mungkin berhasil di RRC dan India. Menurut dia, globalisasi meningkatkan kesenjangan di negara-negara sedang berkembang, seperti di Mexico. Oleh sebab itu, Maskin menekankan bahwa globalisasi adalah salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan, terutama di negara berkembang. Globalisasi dapat menaikkan pendapatan rata-rata tetapi menimbulkan masalah distribusi pendapatan. Untuk itu, Stiglitz (2007) mengusulkan adanya sebuah kontrak sosial global antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang untuk mencapai keseimbangan baru. Salah satu usulan yang dikemukakan adalah perlunya komitmen negara-negara maju untuk mengaplikasikan perdagangan yang adil. Selain itu, juga disampaikan bahwa perdagangan mestinya adil, di mana sistem perdagangan yang timbul jika semua subsidi dan hambatan dalam perdagangan dihilangkan. Namun kita tahu bahwa perdagangan seperti itu tidak ada di dunia. Oleh karena itu, negara sedang berkembang perlu diperlakukan berbeda agar adil.
7 Globalisasi menjanjikan peningkatan pembangunan ekonomi dan lapangan kelja, namun meningkatkan volati litas ekonomi karena goneangan yang teljadi di suatu negara atau kawasan dengan eepat dapat merembet ke kawasan lain baik karena tetjadinya contagion atau spillm'er efTect. Contagion effect terjadi jika krisis di suatu negara atau kawasan merembet ke negara atau kawasan lain karena dipersepsikan memiliki karaktelistik yang sarna, sehingga mendapatkan perlakuan yang sarna daJi pasar, sepel1i krisis Asia 1998 yang lalu. Sementara itu, spillover efTect teljadi jika krisis teljadi di suatu negara dan karena terdapat hubungan ekonomi dengan negara tersebut maka ekonominya terpengaruh, sepeni krisis "keuangan global 2008 yang lalu. Akibatnya, krisis ekonomi dan keuangan semakin sering teljadi di berbagai negara dalam beberapa dekade terakhir ini (peITY dan Lederman, 1998). Saudara-saudara
yang saya honnati.
KRISIS KEUANGAN ATAU EKONOMI Prakash (200 I) menyatakan bahwa globalisasi ekonomi yang telah meningkatkan integrasi ekonomi antar negara menyebabkan perubahan seeara struktural perekonomian maupun institusi (noneconomic causes) suatu negara. Namun demikian, negara yang tidak bisa melakukan penyesuaian bisa menghadapi konsekuensi serius dari globalisasi, sepel1i halnya Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan yang akhimya harus masuk jurang krisis ekonomi tahun 1997 karena tidak menyesuaikan pengelolaan ekonomi mereka dengan lingkungan yang semakin liberal akibat globalisasi. Permasalahannya adalah, negara-negara di Asia Timur pad a umumnya merupakan kumpulan negara berkembang yang sedang ingin memaeu perekonomian mereka, sehingga mereka mengadopsi model deregulasi dan liberalisasi yang dianut negara-negara maju. Kenyataannya model ini tidak coeok untuk negara-negara Asia Timur karena beberapa sebab sepel1i: regulasi yang masih lemah, rendahnya akuntabilitas dan transparansi, sel1a manajemen utang yang buruk. Park dan Wyp1.osz (2007) menyatakan bahwa penyebab krisis ekonomi di Asia dapat dikategorikan ke dalam 3 masalah, yaitu: (1)
8 kesalahan kebijakan ekonomi makro yang menyebabkan memburuknya neraca transaksi beljalan, sehingga menyebabkan capital ou(flmv, (2) sektor keuangan yang tidak efisien dan memiliki kelemahan struktural, serta (3) kelemahan kelembagaan di semua lini. Khan (2004) menyatakan bahwa krisis Thailand menjadi salah satu pemicu utama terjadinya krisis Asia 1998, yang di mulai dari krisis mata uang dan merambat ke negara-negara Asia lain melalui Bank Lending Channel dan Capital b~flows. Krisis Asia lebih disebabkan oleh contagion e.ffect karena ketakutan gaga I bayar terhadap utang dari investor yang menarik dananya dari Asia Timur. Semen tara itu, King (2001) menyatakan bahwa investor yang bersifat institusi seperti bank komersial, manajer investasi, perusahaan swasta menjadi aktor penting di balik krisis Asia 1998. Saat klisis terjadi, investor portafel tersebut menarik dananya hingga mencapai US$ 105 milyar yang membuat mata uang kawasan anjlok. Krisis ekonomi Asia yang dimulai tahun 1997 telah menggoncang ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi Thailand masuk ke Indonesia sebagai dampak contagious e.ffect melalui anjloknya nilai rupiah (dengan dihapuskannya rentang kurs intervensi pada 14 Agustus 1997) telah meluas menjadi krisis ekonomi, bahkan telah masuk ke ranah sosial dan politik, sehingga pemerintah pun harus berganti. Krisis ekonomi telah memaksa Indonesia mereformasi ekonominya, diawali dengan paket kebijakan ekonomi yang tertuang dalam Letter of Intents (LoIs) dan Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) dengan International Monetary Fund (IMF). Reformasi ekonomi meliputi ekonomi makro, restrukturisasi sektor keuangan dan reformasi struktural. Oemikian juga, Indonesia meref01masi sistem legal dengan mengamandeman konstitusi, dan munculnya berbagai lembaga baru. Reformasi yang telah dilakukan Indonesia berhasil membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi (Adiningsih et al., 2008). Krisis ekonomi 1998 yang telah menghancurkan Indonesia pada akhimya berlalu. Pada akhir tahun 2003 Indonesia graduate daJi program IMF dengan mulus, sehingga bangsa Indonesia dapat kembali mengelola ekonomi secara mandiri, setelah lebih dari 6 tahun di bawah program IMF. Indonesia adalah negara yang paling lama keluar dari klisis Asia 1998. Namun demikian, Adiningsih et al.
9 (2008) menunjukkan bahwa satu dekade setelah krisis ekonomi 1998. meski
menunjukkan
perbaikan,
ekonomi
Indonesia
belum
bisa
mencapai potensi yang dimilikinya, dan kualitas pembangunan ekonomi rendah. Perbaikan sektor keuangan tidak diiringi dengan perbaikan sektor riil, dan juga kelembagaan yang ada. Sektor industri manufaktur dan investasi belum bisa menjadi motor penggerak ekonomi lagi. Oemikian juga modal asing yang masuk rendah. Oleh karena itu, ekonomi Indonesia dapat diibaratkan sebagai pesawat terbang yang menggunakan satu mesin saja, yaitu mesin pasar keuangan, sedangkan mesin lainnya mati (Adiningsih et al., 2008).
Saudara-saudara
sekalian yang saya IlOrmati,
Krisis ekonomi ataupun keuangan semakin sering teljadi di dunia. Bahkan negara dengan ekonomi raksasa seperti Amerika Serikat juga tidak bisa menghindari krisis keuangan, sub prime mortgage crisis mulai tahun 2007, telah menyebar ke dunia menjadi global financial crisis 2008. Bahkan Eropa juga tidak bisa menghindari krisis ekonomi yang disebabkan oleh besamya utang pemerintah negara-negara Eropa sejak tahun 2009. Oleh karena itu, negara yang ekonominya terbuka seperti Indonesia perlu mengembangkan early warning system, agar bisa mendeteksi lebih awal potensi akan teljadinya krisis, sehingga otOl;tas ataupun pelaku ekonomi bisa mengantisipasinya dan mengambil respon yang diperlukan agar dapat menghindari krisis ekonomi yang berpotensi terjadi. Adiningsih, et al. (2002) menunjukkan bahwa early warning system terhadap macroeconomic vulnerability bisa dikembangkan di Indonesia dengan permodelan yang baik. Ini beral1i kita sebenamya bisa memprediksi kapan krisis ekonomi akan terjadi, sehingga dengan kebijakan antisipatif yang tepat, krisis dapat dihindari ataupun diminimisasi dampaknya. global
Ekonomi Indonesia tidak luput dari dampak krisis keuangan yang berasal dari Amerika Serikat. Namun demikian
restrukturisasi
pasar keuangan yang dijalankan Indonesia pada saat mengatasi krisis tahun 1998 telah memperkuat daya tahan sistem keuangan Indonesia, meskipun rupiah terdepresiasi, pasar modal jeblok, ekspor turun dan pel1umbuhan ekonomi pada akhimya juga
10 terpangkas menjadi 4,5% tahun 2009. Namun, ekonomi Indonesia secaJ'a umum masih bisa bet1ahan lebih baik dalam menghadapi ktisis keuangan global yang lalu (Adiningsih et al., 20 to). Hadirin yang saya hormati, B(;:LAJAR DARI NEGARA LAIN Krisis ekonomi dan keuangan semakin sering terjadi di berbagai negara dan benua akhir-akhir ini. Biasanya krisis keuangan ataupun utang pemerintah tetjadi di negara sedang berkembang. Namun, temyata Amerika Serikat pun juga tidak kebal terhadap krisis keuangan. Demikian juga negara maju seperti anggota Euro harus menghadapi krisis ekonomi yang berlarut-Iarut. SESRIC (Statistical. Economic and Social Research and Training Centre for Islamic Countries) Reports on the Global Financial Crisis (2011) menyatakan bahwa akhir tahun 2009 dunia dikejutkan dengan krisis utang Eropa, yang berdampak besar tidak hanya di Eropa tetapi juga negara-negara berkembang. Krisis ekonomi ataupun keuangan yang semakin sering tetjadi menunjukkan bahwa menjaga agar pembangunan ekonomi di suatu negara bisa berkelanjutan adalah tidak mudah. Beberapa negara Asia Timur berhasil tinggal landas, namun ban yak negara Amerika Latin masuk ke middle income trap. Asia Timur berbeda dengan Amerika Latin menurut Loser & Sood (20 to), karena pemimpin politik di Asia Timur fokus pada isu-isu ekonomi, dan iidak terpengaruh oleh isu geo-politik maupun perdebatan ideologi. Hal ini sangat berbeda dengan yang tetjadi di Amerika Latin. Kesuksesan negara-negara di Asia Timur, termasuk RRC dan India, disebabkan oleh keberhasilan mereka meningkatkan daya saing intemasional, memiliki tabungan dan investasi yang tinggi, membangun sumber daya manusia dan infrastruktumya lebih dari Amerika Latin. Ekonomi Asia Timur juga lebih terbuka dan menjadi manufaktur dunia, semen tara Amerika Latin masih tetap bergantung pada komoditas dan produk pertanian. Selain itu, Jankowska, et al. (2012) menunjukkan bahwa selama beberapa dekade terakhir, 28 negara baru telah mencapai status negara berpenghasilan menengah atau middle income status (diukur dengan
GNI per kapita antara USD 1,005 - USD 12,075 sebagaimana
11 didefinisikan oleh World Bank), dan hanya 12 negara yang berhasil meraih status negara berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa banyak negara mengalami kesulitan untuk naik dari status negara middle income menjadi high income. Pada saat ini ekonomi RRC pun menghadapi tekanan yang kuat untuk meningkatkan struktur industrinya menjadi knowledge intensive industries demi mempel1ahankan pel1umbuhan ekonominya yang tinggi, meski RRC telah berhasil menguasai produk manufaktur dunia. Hampir semua negara tidak bisa bersaing dengan prodllk RRC, misalnya sektor manufaktur Mexico terpuruk karena tidak bisa bersaing dengan manufaklur RRC selama satu dekade terakhir (Justin dan Treichel, 2012). Studi Adiningsih dan Lestari (2008) di Surakat1a juga rnenunjukkan hal yang sarna, industrialis lokal yang tidak bisa bersaing dengan produk RRC akhimya mernilih rnenjadi pedagang. Jepang adalah contoh negara yang teljebak ke dalarn resesi dalarn beberapa dekade ini sejak pecahnya gelernbung harga aset di tahun 1991, kondisi ini berbanding terbalik dengan high-growth economy selarna tahun 1960-an sarnpai 1980-an. Untuk itll pernerintah Jepang rnengarnbil kebijakan ekspansif. seperti tax-cllts, rneningkatkan investasi publik dengan menerbitkan obligasi, sel1a kebijakan rnoneter ekspansif, narnun tidak berhasil. Great recession Jepang adalah hasil dari serangkaian kesalahan kebijakan ekonorni rnakro dan kellangan (Posen, 2010). Pengalarnan dari berbagai negara rnenunjukkan bahwa rnernbangun ekonorni suatu bangsa agar berkelanjutan adalah tidak rnudah. Eropa yang pemah rnenjadi kekuatan ekonorni dunia pada abad 19 temyata sekarang rnenghadapi resesi ekonorni yang berkepanjangan. Oernikian juga Arnerika Serikat yang rnernirnpin ekonorni dunia pada abad 20 juga rnenghadapi rnasalah ekonomi yang berat. Ekonomi Jepang yang jaya pada tahun 1960-an sarnpai 1980an rnenghadapi kemandegan ekonorni dalarn beberapa dekade terakhir ini. Oernikian juga ekonorni RRC yang bcrjaya dalam 3 dekade terakhir ini rnulai rnenghadapi tantangan yang berat untuk bisa rnelanjutkan pembangunan ekonorninya yang pesat. Jelas dapat kita lihat bahwa suatu negara jika ingin berhasil rnernbangun ekonorninya secaJ'a berkelanjutan harus selalu "rnereformasi" ekonorninya, bahkan jika diperlukan rnelakukan rnodemisasi ekonominya.
12 Hadirin yang ter!zorlllat,
BAGAIMANA INDONESIA MEMANFAA TKAN GLOBALISASI? Ekonomi Indonesia yang terbuka menghadapi ancaman yang semakin berat karena persaingan yang semakin meningkat, namlln juga memiliki potensi untuk berkembang lebih besar karena pasar yang semakin Illas. Untuk itu Indonesia harus memanfaatkan pembukaan ekonominya secara maksimal. Apalagi Indonesia terletak di Asia yang tengah bangkit, maka Indonesia mesti memanfaatkan berbagai kerjasama ekonomi di kawasan Asia seperti dalam berbagai kerjasama ekonomi di ASEAN, ASEAN Plus 3, ASEAN Plus 6. APEC, RCEP, serta IJEPA. Indonesia memiliki keljasama ekonomi yang erat dengan semua kekuatan ekonomi besar di Asia seperti RRC, Jepang, Korea Selatan, dan India. Oengan demikian pintll telah terbuka lebar bagi Indonesia untuk ikut bangkit bersama negara Asia lainnya. Meski pintll telah terbuka lebar bagi Indonesia untuk ikut bangkit bersama Asia, namun jangan lupa bahwa terdapat ban yak masalah, hambatan, tantangan dan ancaman yang hanls dihadapi. Keterbukaan ekonomi yang semakin Iebar dan dalam membuat perkembangan intemasional semakin mudah teI1ransmisikan ke Indonesia dengan berbagai media, baik yang positif maupun negatif. Kita berharap mendapatkan manfaat posi~if dari pembukaan pasar, namun demikian kita juga tahu seperti mata uang dengan dua sisi, bahwa dampak negatif perkembangan intemasional juga akan mudah masuk Indonesia. Lihat saja krisis ekonomi 1998 yang lalu sebagai dampak contagios effect dari Thailand. Oemikian juga Indonesia menghadapi spillover effect dari pengaruh krisis finansial global 2008. Oleh karena itu, menjaga stabilitas ekonomi makro. khususnya sistem keuangan semakin tidak mudah, namun menjadi necessary condition bagi Indonesia bila ingin bangkit bersama bangsa Asia lainnya. Padahal Indonesia juga menghadapi tantangan yang besar karena perubahan sistem keuangan dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Oalam sistem baru tersebut pengaturan dan pengawasan microprudentia{ bcrada di OJK sedangkan pengaturan dan pengawasan lIlacroprudl'l1tia{ di bawah Bank Indonesia. Oleh
13 karena itu. Indonesia perlu memperkuat Bl dan OJK, dan memperkuat koordinasi otOlitas keuangan agar sistem keuangan yang efisien dan stabi L sel1a stabilitas ekonomi makro terjaga dengan baik. Selain itu untuk memanfaatkan berbagai keljasama ekonomi yang telah ada secaJ'a maksimal, Indonesia perlu menyiapkan semua sarana dan prasarana yang diperlukan agar memiliki daya saing intelllasional yang tinggi, supaya mendapatkan manfaat yang besar dari liberalisasi barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan modal dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Apalagi day a saing intelllasional Indonesia dilihat dari global c()1Ilpetitiveness illdo.: pada tahun 20 12~2013, menurut World Economic Forum, berada pada posisi ::;0 dari 144 negara yang disurvei, lebih rendah dari Singapura yang dipcringkat 2. Malaysia (25), Brunei Darussalam (28), dan Thailand (38). Indoncsia berada pada tahap 2 atau efficiency driven namun memiliki masalah serius dalam basic requirements dan etticienn m/1llncers. mcskipun memiliki kekuatan dalam inovasi dan Imssines sophistication. Kclemahan dasar Indonesia adalah dalam kelembagaan. infrastruktur dan pcndidikan dasar serta kesehatan. Selain itu Indonesia juga lemah dalam pasar tcnaga kel:ja. pendidikan tinggi dan training. efisiensi pasar barang dan pasar keuangan, serta kctcrscdiaan tcknologi (Schwab, 2012). Indonesia harus berubah dan beke~ja kcras untuk meningkatkan daya saing intelllasionainya agar paling tidak terdepan di ASEAN. Untuk itu, Indonesia harus memodernisasi ekonominya. Pada saat ini rcformasi atau modernisasi ckonOlTII hanls lebih difokuskan untuk meningkatkan daya saing intelllasional, agar menang bersaing di ASEAN ataupun Asia. Kegagalan Indonesia dalam meningkatkan daya saing internasionalnya akan membuat Indonesia hanya bisa menjadi pcnonton bahkan korban dari kebangkitan ekonomi Asia dan masuk dalam middle income trap atau bahkan bisa menujufailed state seperti yang dikemukakan oleh Wanandi (2002), ataupun Thefailed sTate index (Fund for Peace, 2013). Indoncsia harus tinggal landas atau bangkit bersama bangsa Asia lainnya. Untuk itu, kita bisa belajar dari RRC yang merefOlmasi atau modernisasi ekonominya pada waktu menyongsong masuknya RRC ke WTO (Adiningsih dan Lestari. 2008). Modelllisasi atau rcformasi ekonomi yang harus dilakukan Indonesia mencakup hampir
14 semua bidang. Indonesia harus membangun kelembagaan baik hukum ataupun pemelintahan agar berkualitas internasional, bersih dan efisien. Selain itu infrastruktur yang buruk harus dibangun agar logistik efisien sejajar dengan Singapura dan Malaysia. Oemikian juga kualitas sumber day a manusia perlu ditingkatkan melalui pendidikan, training dan penyediaan pelayanan kesehatan agar berkualitas internasional. Pasar tenaga kerja yang kaku dan efisien perlu dibenahi agar bisa mendukung daya saing. Otoritas ekonomi juga harus mendorong peningkatan efisiensi di pasar barang dan keuangan. Oemikian juga ketersediaan teknologi khususnya teknologi informasi perlu dikembangkan agar mendukung dunia usaha. Jelas bahwa ban yak yang harus dimodernisasi oleh Indonesia, perlu komitmen politik serta kerja keras dari otoritas dan semua pihak. Paling tidak dalam 5 tahun kedepan Indonesia perlu fokus atau memberikan prioritas untuk meningkatkan day a saing internasionalnya agar bisa terdepan di ASEAN. Indonesia harus berubah, tidak bisa business as ltsual. Indonesia harus berhasil meningkatkan daya saing internasionalnya pada semua pasar yang dibuka di MEA 2015. Usaha peningkatan daya saing internasional yang seluas itu tidak mudah dilakukan, namun harus dikerjakan. Oleh karena itu selain harus mendapatkan dukungan politik dan menjadi prioritas daJi semua otoritas juga perlu mendapatkan dukungan dana yang diperlukannya agar berhasil, agar Indonesia terdepan di ASEAN, bisa bersaing dan memanfaatkan pembukaan pasarnya dengan maksimal. Sehingga Indonesia bisa ikut bangkit bersama dengan negara Asia lainnya di Abad Asia ini.
Para /wdirin yang soya /lOr1l1ati. Pada saat ini ekonomi dunia tengah berubah, demikian juga dengan ekonomi Indonesia, namun demikian jika tidak hati-hati bisa membawa Indonesia semakin menjauh dari cita-cita kemerdekaan. Kita harus membangun ekonomi kita, namun di tengah perekonomian yang semakin terbuka dengan volatilitas yang semakin tinggi pembangunan ekonomi tidaklah mudah. Apalagi serbuan semua yang berbau asing semakin meningkat, untuk itu harus ada pijakan dalam mengelola ekonomi. Kita bisa menyitir ajaran Bung Karno yang
15 disampaikan pada 17 AgUStllS 1964 yang dikenal dengan nama Trisakti Tavip yang mengemukakan tiga plinsip berdi,kari yaitu berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Menurut Bung Kamo tidak mungkin kita berdaulat dalam bidang politik dan berkepribadian dalam bidang kebudayaan tanpa berdikari dalam bidang ekonomi (Kompasiana, 2011). Ajaran Bung Kamo masih bisa kita gunakan sebagai pegangan dalam menata ekonomi Indonesia ke depan. Meskipun tentu saja perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman dalam interpretasinya karena Indonesia sudali akan masllk dalam MEA 2015. Dengan demikian penting untuk dijaga agar ekonomi kita bisa semakin maju, berkembang, adil dan makmur, bangkit bersama bangsa Asia lain namun tetap berdikari sebagai suatu bangsa. Kerjasama dengan pihak luar harus memberikan manfaat positif bagi bangsa Indonesia. Semoga. Hadirill yang terllOrlllat.
Kini sampailah kita pada bagian akhir pidato saya. Pel1amatama saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia yang besar kepada saya sehingga pagi hari ini saya bisa berdiri di sini mengucapkan pidato saya. Saya mengucapkan terimakasih kepada Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar, Rektor, Pembantu Rektor, Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik, di Universitas Gadjah Mada sel1a Dekan, Pembantu Dekan, Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, serta Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi di Universitas Gadjah Mada yang telah melancarkan pengajuan Guru Besar saya. Demikian juga kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mengangkat saya sebagai Guru Besar pada 1 November 2012 serta Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Ainun Nairn yang telah melancarkan proses pengajuan Guru Besar saya, saya ucapkan telimakasih. Terimakasih juga saya llcapkan kepada bapak atau ibu guru saya sejak di Taman Kanak-kanak IWKA, SDN 5, SMP Negeri 1, dan
16 SMA Negeri 1 Surakarta yang telah mengajari dan mendidik saya sejak masih anak-anak hingga menjadi remaja yang siap untuk mandiri, meraih ilmu di kota Yogyakat1a. Terimakasih juga saya ucapkan kepada bapak ibu dosen di Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang telah mengajari ilmu ekonomi sehingga saya bisa berdiri di sini. Khususnya kepada bapak Doktor Budiono Sri Handoko yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi. Demikian juga Prof. Soelistyo aim, Prof. Rukmono Markam aIm, Dr. AmilTudin Ardani aim, Drs. Bambang Kustituanto M.A. aIm. dan Prof. Dibyo Prabowo aim. yang telah ban yak mengajari saya selama belajar di fakultas, Prof. Boediono dan Prof. Gunawan Sumodiningrat yang telah membantu saya sehingga bisa melanjutkan S3, set1a Prof. Insukindro dan Prof. Mudrajad Kuncoro yang sudah membaca dan membeli asupan atas draft pidato ini, saya mengucapkan beribu terirnakasih. Demikian juga kepada dosen di program MSPE dan program doktor di Economic Department di University (~l Illinois Urbana-Champaif!.ll, AS, khususnya kepada Prof. Stefan Krasa sebagai pembimbing disel1asi, Prof. Anil Bera dan Prof. Anne VilIami I yang telah menjadi kopromotor dalam penulisan disel1asi saya, saya mengucapkan beribu terimakasih. Kepada seluruh kolega di Kampus Biru di Fakultas Ekonomika dan Bisnis maupun Pusat Studi Asia Pasifik, Pusat Studi Transpot1asi dan Logistik, set1a Penelitian dan Pelatihan Ekonornika dan Bisnis FEB UGM yang telah membantu saya t.umbuh dan berkembang selama ini say a ucapkan terimakasih. Demikian ternan-ternan semasa belajar di TK IWKA, SDN 5, wong Solo dari SMP 1 dan SMA 1, ternan-ternan kuliah angkatan 80 di Fakultas Ekonomi, dan juga ternan-ternan kuliah di Urbana Champaign yang saya sayangi. Kalian semuanya telah ban yak membantu sehingga saya dengan lancar mencapai puncak karir akademik pada pagi hari ini. Kepada ternan-ternan Ikatan Sarjana Ekonomi Pusat dan Daerah Yogyakat1a. ternan sepeljuangan di Persatuan Alumni GMNI, temanternan dalam Dewan Pakar PA GMNI, ternan-ternan di Center for Indonesia National Policv Studies (CINAPS), rekan-rekan di Megawati Institute, ternan-ternan dalam Asian Shadow Financial ReRulatory Committee saya ucapkan terirnakasih karena telah membantu saya dalarn proses pembelajaran saya sehingga menjadi
17 kritis dan memahami ilmu ekonomi dan penerapannya, sel1a masalah sosial dengan lebih baik selamaini. . Kepada orang tua saya bapak Oaswadi aim. dan ibu Sri Lulut aim. saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga karena telah membesarkan saya besel1a dengan adik-adik saya dengan kasih sayang dan semangat juang yang tak terhingga sehingga saya bisa menjadi profesor di UGM. Oemikian juga saya mengucapkan terimakasih kepada mertua saya bapak Suyadi aim. dan ibu mel1ua saya ibu Suyadi, saya mengucapkan terimakasih yang sebesarbesalllya karena telah mendampingi saya dengan keluarga melewati kehidupan di Jogja selama ini. Tentu saja kepada yang tercinta suami saya dr. Kunta Setiaji Sp.B. Onk dan putri semata wayang saya Stri Nariswasi Setiaji B.Comm. yang selama ini telah banyak berkorban, saya tinggalkan dan "abaikan" demi melancarkan jalan mama hingga pada puncak karier di bidang akademik, mama hanya bisa mengucapkan terimakasih yang tak terhingga karena telah mendampingi mama selama ini. Oemikian juga kepada adik-adik, ipar dan semua keponakan telimakasih sudah mendukung selama ini. Terakhir saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua asisten ataupun sekretaris yang selama ini telah membantu dalam berkarya ataupun menyusun pidato pengukuhan ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya hanya bisa mengucapkan terimakasih karena kalian semua telah memungkinkan saya bisa berada di sini. Akhir kata saya besel1a suami dan anak saya mengucapkan terimakasih kepada bapak ibu semuanya atas kehadirannya dan dengan sabar telah mendengarkan pidato saya pagi haJi ini. Saya mohon doa restu hadirin sekalian agar pencapaian Guru Besar ini akan bisa membuka cakrawala yang lebih luas dalam pengabdian saya kepada Universitas Gadjah Mada sel1a bangsa dan negara Indonesia. Semoga Allah yang maha kuasa memberkati kita semua. Amin.
18 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, S., Ssenyonga, Muyanja, Rahutami, A. Ika, Devi, Laksmi Yustika, dan Kristiadi, Rosa. 2010. Contributing to Efforts for Greater Financial Markets Stability in APEC Economies. Pusat Studi Asia Pasifik UGM-APEC Secretariat. Adiningsih, Sri., A. Ika., Anwar, Ratih Pratiwi, Wijaya, R. Awang Susatya, Wardani, Ekaningtyas Margu. 2008. Satu Dekade Pasca-Krisis Indonesia: Badai Pasti Berlalu? Yogyakarta: Kanisius. Adiningsih, S., Rahutami, A. Ika, dan Lestari, Murti. 2008. The Analysis on Trade and Foreign Direct Investment ill East Asia, and Its Policy Implication Before and After Crisis (Case Study: South Korea, Indonesia and Thailand). ASEAN SecretariatCenter for Asia Pacific Studies UGM. Adiningsih, S., Setiawati, dan Dini N., Sholihah. 2002. Macroeconomic Vulnerability in Indonesia, EADN Regional Project on Indicators and Analysis of Vulnerability of Economic Crisis, TDRI. Adiningsih, S., Rahutami, A. Ika, dan Lestari, Murti. 2007. Impact (~f Foreign Investment Incentives on the Environment and SocioEconomy: A Case Study of the Chemical Industry in Indonesia.
Trade Knowledge Network
-
Southeast Asia, Center for Asia
Pacific Studies UGM. Adiningsih, S. dan Lestari, Murti., 2008., Dampak Penetrasi Produk China pada Usaha Kecil dan Menengah di Surakarta Jawa Tengah, Pusat Studi Asia Pasifik UGM. Asian Development Bank (ADB). 20 Ii. Asia 2050: Realizing the Asian Century. Diambil dali http://www.adb.org/sites/ defaul t/fi les/asia2050-executi ve-summary. pdf Bijian, Zheng. 2005. "RRC's "Peaceful Rise" to Great-Power". Foreign Affairs, Vol. 84, No.5. CEIC Data Manager. 2013. CEIC Data-Global Database-Asia-ChillaChina: Demographic and Labour Market-Table CN.GOI: Popul ation- Population. Felipe, J. 2012. Tracking the Middle-Income Trap: What is it, Who is in it, and Why. Asian Development Bank - ADB Economics
19 Working Paper Selies No. 306 March 2012. Oilihat pada Januari 20 13, http://www.adb.org/publications/tracking-middle-incometrap-what -who-and-whY-PaJ1-1. Fund For Peace. 2013. The Failed State Index. Diambil dari http://ffp.statesi ndex .org. Hawksworth, J and Ti wari, A. 2011. The World in 2050 : Report to PricewaterllOuse Coopers. Oiambil dari http://www.pwc.com /en_GX/gx/world-2050/pdf/worid-in-2050-jan-20 11.pdf. Jankowska, A., Nagengast, A. dan Perea, J. 2012., The Middle-Income Trap: Comparing Asian and Latin American Experiences: Report to the OECD Development Centre - Policy Insight No. 96 May 2012. Oiambil dan dilihat pada Januari 2013 dari http://www .oecd.orgl dev/50305488. pdf. Justin L., dan Treichel, Y. 2012. RRC's Rise and Leaving the MiddleIncome Trap in Latin America and the Caribbean Countries: A New Structural Economic Approach: Report to the World Bank
-
Policy
Research
Working
Paper
No
6165
August
http://si teresources. woridbank.orgIDEC/Resources/84 85060319/Justin_Lin_ECLAC_paper_may14.pdf, Januari 2013.
2012,
79711047 diunduh
Khan, Saleheen. 2004. "Contagious Asian Crisis: Bank Lending and Capital b!flows". Journal of Economic Integration, Yol. 19, No. 3, pp. 519-535. King, Michael R. 2001. "Who Tliggered the Asian Financial Crisis?". Review of International Political Economy. Yol. 8, No.3, pp. 438-466. Kompasiana. 2011. Wasiat Bung Karno yang Terabaikan, dalam sejarah.kompasiana.com /2011/09/24 /wasiat-bung-karno-yangterabai kan -398245 .html. Loser, c., Kohli, H., dan Sood, A. 2010.. Latin America 2040 Breaking A way ji-om Complacency: An Agenda for Resurgence. http://www .emergi ngmarketsforum.orglcontent/publ ications/lati nameri ca2040% E2 %80%93- breaki ng-away-from -comp lacenc y-
an-agenda-for-resurgence, diunduh Januari 2013. Lyons, Gerard. 2011. The Super Cycle Report. Diambil dari http://www.standardchartered.co.id/_documents/press-releases/ en/The%20Super-cycle%20Report-12112010-final.pdf
20 Maskin, Elic. 2010. Why Global Markets Have Failed to Reduce Inequality. Keynote speech on UTCC Lecture Series, University of the Thai Chamber of Commerce. https:1Iwww.google.com/url ?sa=t&rct=j &q=&esrc=s&source=w eb&cd=2&cad=lja& ved=OCD UQFjAB&url=http%3A %2F%2F peacefoundation. net. 7host.com %2Ffi le%2FTranscri ption %2520Prof. %2520Eric%2520S. %2520Maskin.doc&ei=q IdvUbv_L4 Wnr Ae SwYG YBg&usg=AFQjCNEfS2ns5k_fj bsoojqr XlwtaAxpg&bv m=bv.45368065,d.bmk, diunduh Januari 2013. Novack, David E. dan Lekachman, Robert. 1964. Development and Society the Dynamics of Economic Change. New York: St. MaJ1in's Press. Page, John. 1994. The East Asian Miracle: Four Lessons for Development Policy. NBER Macroeconomics Annual Vol. 9. MIT Press. Park, Yung Chul & Wyplosz, Charles. 2007. Emerging Economies in East Asia: Are They Safe from Future Crisis? IDS Bulletin, Vol. 38, No.4. PeITY, Guillermo E. dan Daniel Lederman. 1998. "Financial Vulnerability: Spillover Effects and Contagion: Lessons from the Asian Crisis for Latin America. Viewpoint Series. World Bank Latin American and Caribbean Studies. P0I1er, Michael E. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. New York: Free Press. Posen, Adam S. 2010. The Central Banker's Case for Doing More. Policy Briefs PB 10-24, Peterson Institute for Intemational Economics. Prakash, Aseem. 200 I. The East Asian Crisis and the Globalization Discourse. Review of Intemational Political Economy. Vol. 8, No.1 pp 119-146. Salvatore, Dominick. 2004. International Economics 8'11Edition: US: John Wiley & Sons, Inc. SESRIC Reports on the Global Financial Crisis. 2011. "European Debt Crisis and Impacts on Developing Countries", SR/GFC/11-9. Tersedia di www.sesI1cic.orglfiles/article/443.pdf
21 Sodhi, J. S. 2008. "An Analysis of India's Development: Before and After Globaliz.ation." Indian JOUlllal of Industrial Relations. Vol. 43, No.3. Stiglitz. Joseph E. 2007. Making Globaliz.ation Work. New YorkLondon: W.W. Norton & Company. Schwab, Klaus., 2012., Tile Global Competitiveness Report 20122013, World Economic Forum, Swiss. UN Comtrade. 2011. 2011 International Trade Statistics Yearbook. Diambil dmi http://comtrade.un.org/pb/. United Nations Statistics Division - Commodity Trade Statistics Database. 2013. Total World Exports. Diambil dari http://comtrade.un.org/db /dq BasicQuery .aspx Wanandi, Jusuf. 2002. "Indonesia: A Failed State ?". The Washington QUaJ1erly.Vol 25 No.3. World Bank. 2013. RRC Oven1iew. http://www.worldbank. org/en/country/RRC/overview, diunduh Januari 2013. World Commission on the Social Dimension of Globalization. 2004. A Fair Globaliz.ation: Creating Opportunities for All. http://www.i Io.org/wcms p5/ groups/pub Iic/mdgrepol1s/ m inte. gration/documents/publication/wcms_079151.pdf, diunduh Januari 2013. World Trade Organizations. 2013. Tile WTO in Brief Part 1 tile Multilateral Trading System-Past, Present and Future. http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_eli nbrieCe/i nbrO1 _e.htm, diunduh Januari 2013.
22 DAFT AR RIW A YA T HIDUP
Nama
: Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc.
Tempatltgllahir
: Surakat1a, II Desember 1960
Pangkat/Gol/Jabatan : Pembina Tk.VIVB/Guru Besar (31 Oktober 2012) Alamat Kantor : Gedung Pertamina Tower Lt.2. JI. Humaniora No.1, Bulaksumur. Yo.gyakarta 55281, Indonesia Alamat Rumah : Tirtasani Residence Blok H 15, Sleman,Yogyakarta 55291, Indonesia Nama Suami: Dr. Kunta Setiaji Sp.B. Onk. Nama Anak : Stri Nariswari B.Comm. Riwayaf Pendidikan
SO Negeri 5 Surakm1a, lulus 1974 SMP Negeri 1 Surakal1a, lulus 1977 SMA Negeri 1 Surakarta, lulus 1980 S 1 : Ekonomi, Universitas Gadjah Ma9a, Indonesia (1985) S2: S3:
Economic Policy, University of Illinois, USA (1989) Economics, Uni versity of Illinois, USA (1996)
Riwayat JabatanIPekerjaan (Terseleksi dmi jabatan/pekeljaan yang ada) 2013 - sekarang 2012 - sekarang 2003-2009
Direktur Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Ketua Macroeconomic Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Kepala Pusat Studi Asia and Pacific - Universitas Gadjah Mada
23 2007 2003-2004 2002-2005 2002-2004
2001 1996-2000
Independent Peer Review in APEC for Singapore (APEC Secretaliat) Sektretaris Komisi Konstitusi Komisaris Independen dari Bank Danamon Indonesia Anggota Tim Kelja Indonesia-Japan Economic Cooperation, Keputusan Presiden Indonesian No. 12tahun 2002 Pakar Panitia Ad Hoc Majelis Permusyawaratan Rak yat Pengel61a Program Pasca Sarjana Juruan Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada
Publikasi IImiah (terseleksi dari publikasi yang ada) Adiningsih, Sri. 2010. The III/pact ofCovemment Debt Issuance on Short- Term Interest rates in Indonesia. International Journal of Business Gadjah Mada University Vol. II No.3. Adiningsih, Sri. 2007. Indoncsia Ten Years After the Economic Crisis. Institute DeveloplI/cnl Sludies. United Kingdom, Volume 38 Number 4 Penelitian (Terseleksi dari penelitian yang dilakukan) 2011:Contlibuting to Eff0l1S for Greater Financial Markets Stability in APEC Economies, didanai oleh APEC Secreariat, 20 IO. (Koordinator) 2008:The Analysis on Trade and Foreign Direct Investment in East Asia, and Its Policy Implication Before and After Crisis, didanai dari ASEAN Secretatiat. (Koordinator) 2008:lmpact of Foreign Investment Incentives on The Environment: A Case Study of The Chemical Industry In Indonesia, didanai oleh IISD, Switzerland. (Koordinator Penelitian) 2007:Study Repol1 of The 2007 Individual Action Plan (lAP Peer Review of Singapore, APEC Secretatiat,. (salah satu peneliti)
24 2007:Technical Assistance and Support to Restructuring Telecommunications Industry: an Assessment on Industry Structure After Duopoly, September 2006 - February 2007, study by PT. Abdi Tama Mitra (Atmitra) and BAPPENAS, didanai dari Bank Dunia. (Ekonom) Penulisan Buku (Terseleksi dari buku yang ditulis/disunting) Adiningsih, Sri. 2012. Koordinasi dan/nteraksi Kebijakan Fiska/Moneter: Tantangan Ke Depan. Yogyakarta:ISEI-Kanisius. (Pen yunti ng) Adiningsih, Sri. 2008. Satu Dekade Pasca-Krisis Indonesia Badai Pasti Berlalu? Yogyakarta: Kanisius. (Salah satu penulis)