Analisis Psikografi Penonton Film Indonesia di Surabaya Edwyn Charisma Putra Budi Setiawan Muhammad Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract. The purpose of this research was to find segmentation of Indonesian movie audience in Surabaya and its characteristic based on the psychography aspect. This research aimed to solve the problems that happened in the movie industry, in which the movie industry hasn't known the characteristic of its consumers very well proved with many complaints of Indonesian movies. The segmentation of psychography used in this research was personality based psychography, which identified movie audience based on the characteristic of personality type. The type of research was using descriptive-explorative method. The variables used to form profile of each segment were taken from Myers-Briggs personality type, demographic variable and variable of watching movie habit. The tools for data collection used here are demographic questionnaire, habit of watching movie, and Myers-Briggs personality type questionnaire. Population in this research was Indonesian movie audience in Surabaya. The sampling technique used accidental sampling with 402 respondents. The data analysis had been done in two steps, 1) cluster analysis using KMeans cluster technique to form segment based on personality type; and 2) chi-square test (crosstabs) to determine the demographic variable and watching movie habit that can be used to form the profile of each segment. Based on the result of research data analysis, there are 4 segmens of Indonesian movie audience in Surabaya: 1) devotee in which the segment was 22%; 2) scientist in which the segment was 29,1%; 3) Artist in which the segment was 19%; 4) detective in which the segment was 28%.
Keywords: segmentation, psychography, moviegoers, Myers-Briggs personality type Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui segmen-segmen penonton film Indonesia di Surabaya beserta karakteristiknya berdasarkan aspek psikografi. Penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada industri film, dimana Industri film belum mengenal karakter konsumennya dengan baik yang dibuktikan dengan banyaknya keluhan penonton film terhadap film Indonesia. Segmentasi psikografi yang digunakan adalah personality based psychography yang mengelompokkan penonton film berdasarkan karakteristik tipe kepribadian. Tipe penelitian yang digunakan disini adalah kuantitatif deskriptif. Variabel-variabel yang digunakan untuk membentuk profil masing-masing segmen adalah variabel tipe kepribadian Myers-Briggs, variabel demografi dan variabel kebiasaan menonton. Alat pengumpulan data berupa kuesioner demografi, kebiasaan menonton dan kuesioner tipe kepribadian Myers-Briggs. Populasi dalam penelitian ini adalah penonton film Indonesia di Surabaya. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling dengan jumlah responden 402 orang. Analisis data dilakukan dengan dua tahap yaitu 1) analisis cluster
Korespondensi: Budi Setiawan Muhammad, Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, E-mail:
[email protected]
193
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Edwyn Charisma Putra, Budi Setiawan Muhammad
menggunakan teknik K-Means cluster untuk membentuk segmen berdasarkan tipe kepribadian; dan 2) uji chi-square (crosstabs) untuk menentukan variabel demografi dan kebiasan menonton yang bisa digunakan untuk membentuk profil masing-masing segmen. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, terdapat 4 segmentasi penonton film Indonesia di Surabaya yaitu: 1) penikmat, segmen ini berjumlah 22%; 2) ilmuwan, segmen ini berjumlah 29,1%; 3) seniman, segmen ini memiliki proporsi sebanyak 19%; 4) detektif, segmen ini berjumlah 28%.
Kata kunci: segmentasi, psikografi, penonton film, tipe kepribadian Myers-Briggs
Dunia saat ini sedang mulai memasuki era ekonomi baru. Peradaban sedang bergerak dari era informasi menuju era kreatif. Era kreatif adalah era dimana kreatifitas dan inovasi adalah motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini selaras dengan Daniel H. Pink (2005) dalam A Whole New Mind menjelaskan bahwa ekonomi bergerak dari era informasi ke era konseptual dan desain. Perubahan ini merupakan tantangan baru bagi masyarakat dunia karena era baru tentunya membutuhkan respon yang baru. Tantangan global tersebut harus direspon dengan cepat dan tepat oleh setiap negara agar mampu bertahan dan berkembang di lingkungan yang telah berubah. Indonesia menjawab tantangan global tersebut dengan dicanangkannya tahun 2009 sebagai tahun Industri kreatif oleh presiden Republik Indonesia. Kementrian Perdagangan dan Industri juga telah menyiapkan rencana pembangunan Industri kreatif indonesia 20092015. Rencana tersebut untuk meningkatkan sektor kreatif Indonesia yang pada rentang 20022008 menunjukkan kontribusi rata-rata 6,3 % terhadap PDB nasional atau setara dengan 152,5 triliun rupiah (Depdagri, 2008). Kelompok film, video, dan fotografi (selanjutnya disingkat FV&F) adalah salah satu di antara 14 kelompok industri kreatif. Ruang lingkup kelompok film, video dan fotografi merupakan kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film,
sinematografi, sinetron, dan ekshibisi film (Depdagri, 2008). Berbagai data menunjukkan bahwa subsektor FV&F memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Selama periode 2002-2006, produk domestik bruto (PDB) industri kreatif memberi kontribusi rata-rata Rp 152,5 trilyun atau 6,28% dari total PDB nasional. Dari jumlah itu, subsektor FV&F menyumbang rata-rata Rp 261,4 milyar atau 0,25% dari rata-rata kontribusi PDB industri kreatif (Depdagri, 2008). Kenaikan jumlah produksi film dari tahun 2006 sampai 2008 berpotensi meningkatkan kontribusi subsektor FV&F. Hal ini dapat dilihat dari data Direktorat Nilai Budaya, Seni, dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir, produksi film nasional yang tayang di bioskop cenderung stabil dan terus meningkat dari 33 judul pada tahun 2005 hingga mencapai 87 judul pada tahun 2008 (Soelistyo, 2009). Film memiliki peran penting untuk masyarakat Indonesia. Riri Riza, sutradara film Indonesia, mengatakan bahwa sejarah terekam dengan baik melalui banyak film. Film juga menyumbang besar sekali terhadap perubahan politik dan sosial di banyak tempat (“Yang Utama adalah Industri Film”, 2010). Asrul Sani (1990) mengatakan bahwa film sesungguhnya adalah seni tapi ia juga medium komunikasi dan ia begitu berpengaruh karena dapat meniru pesan yang ia bawa sehingga mudah sekali ditangkap bahkan oleh orang-orang berpikiran sederhana. Film
Korespondensi: Budi Setiawan Muhammad, Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, E-mail:
[email protected] INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
194
Analisis Psikografi Penonton Film Indonesia di Surabaya
mampu mengubah pandangan sebuah masyarakat terhadap lingkungannya (Sani, 1990). Meskipun Industri perfilman sedang menunjukkan kebangkitannya, terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh perfilman nasional. Sebuah data menunjukkan 80 sampai 85 judul film yang telah beredar pada tahun 2009 lalu, separuhnya tidak laku di pasar. Hal itu terjadi karena penonton film Indonesia lelah dan bosan dengan tema film Indonesia yang nyaris seragam yakni seputar dunia hantu dengan bumbu seks (“Hadir Memecah Kebutuhan Film Nasional”, 2010). Keseragaman genre dan cerita tersebut memang merupakan keluhan utama yang disampaikan oleh masyarakat penonton film Indonesia (Rahman, 2010). Di Surabaya sendiri, yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia dan memiliki bioskop yang memutar film-film Indonesia juga mengalami masalah serupa. Sebuah survei yang dilakukan oleh salah satu media di Surabaya yang menanyakan tentang hal-hal apa saja yang harus dibenahi oleh bioskop di Surabaya untuk memuaskan penontonnya, 27% responden justru mengeluhkan kualitas film yang ditayangkan. Menurut mereka genre film Indonesia yang kurang beragam dan alur cerita yang monoton (“Film Kurang Berkualitas”, 2010) Berbagai data di atas mengindikasikan bahwa Industri belum mengenal karakter pasarnya dengan baik. Padahal sebagai media komunikasi, film bisa dibilang sukses jika berhasil berkomunikasi dengan publiknya yang dalam hal ini adalah penonton film. Film-film yang hanya mengandalkan judul provokatif dan mengikuti trend untuk sekedar mendapatkan keuntungan komersil semata, tentu tidak akan mampu menjalankan perannya dengan baik dan hanya akan menyebabkan turunnya minat masyarakat terhadap film nasional. Sebaliknya, film yang hanya mengandalkan kualitas dan tidak memperhatikan bagaimana cara menarik penonton juga akan gagal mengkomunikasikan idenya karena tidak dilihat oleh penonton film. Film harus melakukan pemasaran dengan tepat agar mampu menarik penonton ke bioskop. Oleh karena itu para pelaku industri film harus mengenal karakter pasarnya dengan baik untuk bisa melakukan pemasaran dengan tepat. Salah satu cara untuk mengenal karakter pasar adalah
195
dengan melakukan proses segmentasi.
Segmentasi Segmentasi pasar adalah proses pengkotakkotakan pasar (yang heterogen) ke dalam kelompok-kelompok “potention customers” yang memiliki kesamaan kebutuhan dan/atau kesamaan karakter-yang memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya (Kotler, 1996, Wells dan Kamakura , 2000, Kasali, 2001, Sciffman dan Kanuk, 2007) . Cuadrado dan Frasquet (1999) menunjukkan bahwa melakukan segmentasi untuk penonton film harus dilakukan untuk memperoleh informasi tentang konsumen yang berguna dalam melakukan strategi pemasaran agar dapat memenuhi kebutuhan penonton film dan meningkatkan kehadiran di bioskop.
Segmentasi Psikografi Untuk mengetahui karakter konsumen secara mendalam diperlukan pengelelompokan berdasarkan aspek psikografis. Menurut Wells dan Kamakura (2000:259), tujuan utama dari studi psikograf is adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai konsumen sebagai seseorang dengan mengukur berbagai dimensi psikologis seperti bagaimana kehidupan, hal yang disenangi dan pendapat atau opini terhadap berbagai topik. Mengungkapkan bahwa orang yang berada dalam kelompok demografi maupun geografi yang sama dapat mempunyai ciri psikografi yang berbeda (Kotler, 1996:241). Penonton film dengan kelompok demografi yang sama bisa jadi akan menonton film yang berbeda. Sciffman dan Kanuk (2007:56-57) mengatakan bahwa psikografi mengacu pada sebuah analisa gaya hidup, yang merupakan cakupan dari pelaksanaan promosi pemasaran, seperti pembedaan produk. Segmentasi psikografik membagi pembeli menjadi kelompok yang berbeda berdasarkan karakteristik kelas sosial, gaya hidup, atau kepribadian (Kotler 1996:151). Emanuel Denby (dalam Gountas & Gountas, 2001) yang secara umum dipercaya sebagai pencipta istilah tersebut, memberikan definisi yang lebih luas : Pemakaian faktor psikologis, sosiologis dan antropologis, seperti manfaat yang diinginkan
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Edwyn Charisma Putra, Budi Setiawan Muhammad
(dari perilaku yang dipelajari), konsep diri, gaya hidup (atau gaya yang dijalani) untuk menentukan bagaimana pasar dipangsa menurut kecenderungan kelompok dalam pasar yang bersangkutan - dan alasan mereka - untuk mengambil keputusan tertentu mengenai produk, orang, ideologi, atau kalau tidak,menganut suatu sikap atau menggunakan suatu medium. Gountas dan Gountas (2001) mengklasifikasikan segmentasi psikografis konsumen menjadi tiga bagian. Yang pertama adalah segmentasi psikografis yang berdasarkan pada gaya hidup, lalu segmentasi psikografis yang berdasarkan pada nilai atau value, dan yang terakhir adalah segmentasi psikografis yang berdasarkan kepribadian (personality based value).
Segmentasi Psikograf i Berdasar Kepribadian Kepribadian adalah salah satu dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen (Kotler, 1996, Sciffman & Kanuk, 2007). Karenanya, pendekatan Personality based segmentation bisa digunakan dalam melakukan segmentasi. Shank dan Langmeyer (dalam Gountas & Gountas, 2001:221) mengungkapkan bahwa MBTI bisa digunakan dengan baik untuk melakukan riset konsumen atau segmentasi. Atas dasar itulah Gountas & Gountas (2001) menggunakan variabelvariabel MBTI (Myer-Briggs Type Indicator) untuk melakukan segmentasi psikografis. S e g m e n t a s i pe n on ton f i l m d e n g a n pendekatan tipe kepribadian Myer-Briggs dapat memberikan gambaran secara psikografi penonton film Indonesia. Hal ini bisa dilakukan karena kepribadian, menurut beberapa penelitian ternyata mempengaruhi pemilihan media dan genre media (Hall, 2005, Weaver dan James, 1991, Weaver dan James, 1993). Dalam bidang perfilman sendiri, segmentasi psikografi penonton film berdasar kepribadian dilakukan oleh beberapa lembaga penelitian pemasaran, salah satunya adalah Mindset media. Pada awal Juli 2008, Mindset media melakukan penelitian tentang psikografi penonton film di Amerika. Penelitian tersebut menemukan hubungan antara trait kepribadian dengan pemilihan film tertentu. Mindset media kemudian membuat profil
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
penonton film dan mengelompokkannya ke dalam segmen-segmen psikografi (Handshew, 2008).
Tipe Kepribadian Sciffman dan Kanuk mendefinisikan kepribadian sebagai sekumpulan sifat psikologis manusia yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian). Salah satu tipologi keribadian yang digunakan dalam segmentasi psikografi berdasar kepribadian adalah MBTI. MBTI (Myers-Briggs Type Inventory) sebenarnya adalah sebuah alat ukur psychological type atau tipe kepribadian yang dikembangkan oleh Myers dan Briggs. Teori tipe kepribadian yang digunakan MBTI merujuk pada teori Jung tentang psychological types yang diintrepretasikan oleh Isabel Myers dan Katharine Briggs. MBTI (Myers-Briggs Type Indicator) adalah alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur preferensi individu berdasarkan bagaimana individu mempersepsikan dunianya dan membuat keputusan (Myers, 1998). Dasar teori yang digunakan dalam MBTI merujuk kepada teori Jung tentang psychological types yang diintrepretasikan oleh Isabel Myers dan Katharine Briggs. Myerss dan Briggs menjelaskan kepribadian dengan mengidentifikasikan empat dikotomi yang terpisah. Extraversion versus Introversion, Sensing versus Intuition, Thinking versus Feeling, dan Judging versus Perceiving. Individu dianggap memiliki pilihan atau preferensi untuk salah satu dari sepasang pilihan yang saling berlawanan tersebut. MBTI mengasumsikan setiap individu memiliki satu diantara dua kutub dikotomi. Tujuan dari MBTI adalah mengidentifikasi secara akurat preferensi responden dengan mengelompokkan responden kepada salah satu kategori (kutub yang dia pilih) dari masingmasing dikotomi yang menunjukkan seperti apa dirinya selama ini. Empat preferensi dari masingmasing dikotomi akan menunjukkan karakteristik dalam menggunakan persepsi (perception) dan penilaian (judgment) oleh seseorang. Preferensi ini mempengaruhi seseorang untuk bertindak tidak hanya terhadap apa yang akan dilakukan dalam situasi yang berbeda tetapi juga bagaimana kesimpulan dibuat berdasarkan apa yang telah diterima (perceived). MBTI mengklasifikasikan
196
Analisis Psikografi Penonton Film Indonesia di Surabaya
dikotomi pertama dan keempat sebagai sikap (attitude) atau orientasi sedangkan dua dikotomi yang berada di tengah sebagai fungsi (function) dan proses.
METODE PENELITIAN Subyek penelitian adalah penonton film Indonesia di Surabaya yang berusia 11-39 tahun dan memiliki akses terhadap film Indonesia serta pernah menonton film Indonesia. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik incidental sampling diperoleh 402 responden. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner yang terdiri dari kuesioner demografi, kuesioner kebiasaan menonton, serta kuesioner preferensi yang mengungkap tipe kepribadian berdasarkan konstruk kepribadian Myers-Briggs. Uji validitas kuesioner yang menggunakan validitas isi berdasarkan judgement ahli menghasilkan 100 butir pertanyaan yang kemudian diuji kembali menggunakan validitas kongkuren dengan mengkorelasikan skor alat ukur dengan skor alat ukur MBTI form M yang memiliki konstruk yang sama. Uji reliabilitas kuesioner menggunakan parallel form dengan cara mengkorelasikan skor yang diperoleh alat ukur dengan alat ukur lain yang dianggap parrarel. Hasil korelasi untuk uji validitas dan reliabilitas menghasilkan skor yang sama. Skor korelasi masing-masing dimensi yang mehasilkan koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut :
Ekstrovert menunjukkan r e e ' =0,917, untuk Introversion rii'=0,845 , Sensing dan Intuiting masing-masing sebesar rss'=0,838 dan rnn' =0,833, Thinking dan Feeling sebesar rtt' =0,796 dan rff'=0,794 , lalu kemudian Judging sebesar rjj'=0,855 dan yang terakhir Perceiving sebesar rpp'=0,862. Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan dua tahap. Tahap pertama dengan menggunakan analisis cluster. Analisis cluster adalah suatu prosedur multivariat untuk mengelompokkan individu-individu ke dalam cluster-cluster berdasarkan karakteristik tertentu (Kasali, 2001:590). Analisis cluster akan mengelompokkan dua puluh variabel tipe kepribadian yang terdiri dari dua dimensi yaitu dikotomi Sensing-Intuiting dan ThinkingFeeling.Pada penelitian ini, teknik partition cluster yang digunakan adalah K-Means cluster dan dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Tahap kedua adalah melakukan uji chi square untuk menguji signifikansi variabelvariabel demografi dengan kebiasaan menonton untuk menguji variabel mana saja yang bisa digunakan untuk membentuk profil masingmasing segmen.
HASIL DAN BAHASAN Analisis cluster mengelompokkan penonton film menjadi 4 segmen psikografi. Komposisi anggota masing-masing segmen ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Anggota tiap-tiap Segmen Segmen
Jumlah
Persentase
anggota 1
90
22%
2
123
29,1%
3
77
19%
4
112
28%
Jumlah
402
100%
Sumber :data diolah
197
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Edwyn Charisma Putra, Budi Setiawan Muhammad
Karakteristik masing-masing cluster ditunjukkan oleh tabel 2. Variabel-variabel Sensing-Intuiting disimbolkan dengan S sedangkan untuk variabel Thinking-Feeling disimbolkan dengan T. Skor yang
tampak menunjukkan skor rata-rata preferensi masing-masing subyek terhadap salah satu kutub tertentu. Skor ini bisa diintepretasikan menjadi karakteristik masing-masing kelompok.
Final Cluster Centers Cluster 1
2
3
4
S1
3.72
2.09
1.66
3.27
S2
3.90
2.07
3.25
3.49
S3
3.51
2.22
2.83
3.58
S4
3.08
2.52
1.60
2.32
S5
2.24
2.80
2.12
3.09
T1
2.80
2.83
1.31
3.55
T2
2.49
2.58
1.44
3.69
T3
1.64
2.29
1.91
3.33
T4
1.12
2.67
1.49
3.33
T5
1.74
2.46
1.43
3.60
Sumber : data diolah
Analisis selanjutnya kemudian dilanjutkan dengan uji chi square. Dari data hasil perhitungan chi square, ternyata hanya variabel pekerjaan, intensitas menonton dan genre film yang menunjukkan angka yang signifikan yaitu chi square hitung > chi square tabel dan bisa digunakan untuk membentuk profil penonton..Sementara variabel lain menunjukkan angka chi square hitung < chi square tabel sehingga tidak bisa digunakan dalam membentuk profil penonton.
Bahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat segmen penonton film Indonesia di Surabaya. Masing-masing segmen memiliki karakteristik dan profil tertentu. Karakteristik dan INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
profil masing-masing segmen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penikmat Sang penikmat adalah kelompok penonton film yang bertindak seakan diri mereka adalah petualang kuliner dan menganggap film sebagai suatu santapan yang beragam jenisnya. Mereka datang ke bioskop, mengamati film apa yang tampilannya paling sesuai, memeriksa tekstur dan aroma film tersebut dengan seksama, lalu menyantapnya dengan penuh hati-hati kemudian menggunakan segenap perasaan untuk merasakan makanan yang baru saja dilahapnya.
198
Analisis Psikografi Penonton Film Indonesia di Surabaya
Profil Penikmat Pekerjaan
Genre
Pelajar/Mahasiswa
64,4%
Karyawan swasta
17,8%
Wirausahawan
11,1%
Action
28,8%
Drama
21,1%
Horor
17,8%
Komedi Romantis Intensitas Menonton
2.
10%
Sekali sebulan
32,2%
Dua kali sebulan
23,3%
Sekali dalam seminggu
18,9%
Ilmuwan Sang Ilmuwan adalah kelompok p e n o n t o n film yang bertindak selayaknya ilmuwan ketika menonton film, mereka memandang film sebagai sebuah obyek penelitian yang sangat menarik. Penonton dalam kelompok ini datang ke bioskop dengan m e m b a w a sejumlah dugaan, memilih f i l m d e n g a n harapan menemukan s e s u a t u s e t e l a h menontonnya. Bioskop s e a k a n s e b u a h
laboratorium, dan m e n o n t o n f i l m merupakan pengalaman yang merangsang intuisi mereka. Mereka senantiasa berteori, m e n d u g a a p a a d e g a n ya n g te r j a d i selanjutnya dan menebak-nebak akhir cerita. Setelah film berakhir, mereka s e p e r t i telah berhasil menemukan s e b u a h penemuan baru.
Profil Ilmuwan Pekerjaan
Genre
Intensitas Menonton
199
Pelajar/Mahasiswa
54,4%
Karyawan swasta
30,9%
Wirausahawan
9,8%
Action
22%
Drama
15%
Horor
26,8%
Komedi Romantis
10%
Sekali dalam enam bulan
15%
Sekali sebulan
35%
Dua kali sebulan
16,3%
Sekali dalam seminggu
17,1%
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Edwyn Charisma Putra, Budi Setiawan Muhammad
3.
menduga-duga akan diapakan ide yang sedang disaksikannya. Selanjutnya m e r e k a akan menyaksikan film t e r s e b u t s e c a r a keseluruhan dan larut ke dalam film tersebut seakan sedang merasakan sebuah rasa dari karya seni.
Seniman Penonton dalam segmen ini bertindak seakan seniman ketika menonton s e b u a h film. Mereka mendatangi bioskop dengan harapan menemukan sekumpulan ide untuk diolah menjadi karya. Saat menonton film, mereka seolah-olah sedang berkarya dan
Profil Seniman Pekerjaan
Genre
Pelajar/Mahasiswa Karyawan swasta
6,5%
Wirausahawan
6,5%
Action
23,4%
Drama
23,4%
Horor
14,3%
Komedi Romantis Intensitas Menonton
4.
76,6%
10%
Sekali dalam enam bulan
31,2%
Sekali sebulan
31,2%
Dua kali sebulan
15,6%
Detektif Kelompok ke empat adalah detektif. Penonton dalam segmen ini bertindak selayaknya detektif ketika menonton film. Mereka mendatangi bioskop dengan harapan menemukan sebuah kasus untuk diselesaikan. Penonton dalam segmen ini pada mulanya menonton film tanpa dugaan apapun. Mereka mengamati dan melihat
dengan sabar semua detail yang ada d a l a m film. Setelah mengikuti cerita film dengan seksama mereka akan m u l a i m e n y u s u n detail-detail dalam film untuk membuat sebuah kesimpulan. Menonton film bagi segmen ini memberikan pengalamanseperti berhadapan dengan sebuah kasus, dimana rasa penasaran membuat m e r e k a h a r u s membuat pengamatan jeli dan berpikir utuk menyelesaikan kasus tersebut.
Profil Detektif Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa
68,8%
Karyawan swasta
21,4%
Wirausahawan Genre
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
3,6%
Action
28,6%
Drama
18,8%
Horor
12,5%
200
Analisis Psikografi Penonton Film Indonesia di Surabaya
Intensitas Menonton
Sekali setahun
31,2%
Sekali sebulan
21,4%
Dua kali sebulan
25,9%
Sekali dalam seminggu
17%
SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat segmen penonton film Indonesia di Surabaya. Keempat segmen tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Tabel Perbandingan 4 Segmen Psikografi Penikmat Karakteristik Psikografi Menikmati film secaradetil, sitematis, tanpa membuat dugaan. Melibatkan perasaan Pekerjaan
Genre Intensitas Menonton
201
Ilmuwan
Seniman
Detektif
Menduga -duga, berfantasi, memandang film secara garis besar. Menikmati film dengan logika.
Berfantasi, mencari tau, mencari gambaran utuh. Larut dalam film, seakan merasakan sebuah karya seni
Pelajar/Mahasis wa Karyawan swasta Wirausahawan
Pelajar/Mahasis wa Karyawan swasta
Pelajar/Mahasis wa
Action
Horor
Drama
Sekali sebulan
Sekali dalam Seminggu
Sekali dal am enam bulan Sekali sebulan
Menyukai informasi yang mendetil, teliti. Logis, menikmati film dengan pikiran dan akal sehat.
Pelajar/Mahasis wa Karyawan swasta Action Drama Sekali setahun Sekali sebulan
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Edwyn Charisma Putra, Budi Setiawan Muhammad
PUSTAKA ACUAN
Cuadrado, M., & Frasquet, M. (1999). Segmentation of Cinema Audience : An Exploratory Study Applied to Young Consumers. Journal of Cultural Economics, 23, 257-267. Depdagri. (2008). Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015. Film Kurang Berkualitas. (2010, 26 Mei). Jawapos, hal. 39 Gountas, J. Y., & Gountas, S. C. (2001). A New Psychographic Segmentation Method Using Jungian MBTI Variables in The Tourism Industry. Consumer Psychology of Tourism, Hospitality and Leisure, 2, 215-229. Hadir Memecah Kebutuhan Film Nasional. (2010, 16 Mei). Harian Sumut Pos [on-line]. Diakses pada tanggal 17 Mei 2010 dari http://www.hariansumutpos.com/2010/05/hadir-memecah-kebutuhanfilm-nasional.html Hall, A. (2005). Audience Personality and the Selection of Media and Media Genres. Media Psychology, 7 (4), 377-398. Handshew, J. (2008, 1 Juli). The Moviegoer Mindset : People who go to the movies regularly have a distinct Mindset Profile, according to Mindset Media study. Mindset Media [on-line]. Diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 dari http://www.techfever.net/2008/07/the-moviegoer-mindset/. Kasali, R. (2001). Membidik Pasar Indonesia : Segmentasi, Targeting, Positioning. Jakarta: Gramedia Pustaka. Kotler, Philip. (1996). Manajemen Pemasaran Jilid 1 (terjemahan). Jakarta: Prehalindo. Myers, Isabel Briggs; McCaulley Mary H.; Quenk, Naomi L.; Hammer, Allen L. (1998). MBTI Manual (A guide to the development and use of the Myers Briggs type indicator). Consulting Psychologists Press; 3rd ed edition. Pink, D. H. (2005). A Whole New Mind.New York : Riverhead Books Rahman, L. (2009, Oktober). UU Perfilman 2009: Biarkan Masyarakat Tak Kunjung Mandiri. Rollingstones Magazine [on-line]. Diakses pada tanggal 30 Maret 2010 dari http://www.rollingstone.co.id/read/2009/10/10/312/8/2/UU_Perfilman_2009_Biarkan_Masyara kat_Tak_Kunjung_Mandiri. Sani, Asrul.(1990). Perkembangan film Indonesia dan Kualitas Penonton. Prisma Mei Vol. 19 5 Hal.29-39. Sciffman, L.E., & Kanuk, L.L. (2007). Consumer Behavior 7th Edition. London: Prentice Hall International. Soelistyo. (2009, 15 Juli). Sebuah Peta untuk Jalan Bersama. Gatra, 35. Wells, M., & Kamakura, W. (2000). Market Segmentation : Conceptual and Methodological Foundation Second edtion. London: Klumer Academis Publishers. Weaver, James. B. (1991). Exploring the links between personality and media preferences . Personality and Individual Differences, 12 (12), 1293-1299 . Weaver, James. B. (1993). Personality and movie preference : A comparison of American and German audience . Personality and Individual Differences, 14 (2), 307-315 . Yang Utama adalah Industri Film.( 2010, 1 April). Jurnalfootage.net. Diakses tanggal 30 Maret 2010 dari http://www.jurnalfootage.net/web/en/profile/265-riri-riza-yang-utama-adalah-industrifilem.html
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
202