BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Identifikasi Masalah Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, dan orang – orang yang menjalankan program serta analisis laporan tahunan puskesmas. Proses ini juga dilakukan dengan melihat data sekunder berupa laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2011 dan Laporan Januari- September Puskesmas Pauh tahun 2012. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di puskesmas Pauh adalah :
Tabel 4.1 Daftar Masalah di Puskesmas Pauh No
1.
Program
Promosi
Masalah
-
Kesehatan
Target / Pencap
Kesenja
Indikator aian
ngan
80%
46,33%
33,67%
75%
33,33 % 41,67%
70 %
37 %
Ket
Cakupan Kunjungan Balita belum tercapai
2.
Kesehatan
-
Lingkungan
Masih kurangnya jamban yang memenuhi syarat
3.
Surveilans
-
& P2P
Penemuan
33 %
kasus TB paru BTA (+) belum tercapai
4.
KIA/ KB
-
Masih ada
11 kematian
kematian bayi
bayi balita
balita dan ibu
2 kematian ibu
5.
Gizi
-
Pemberian ASI
60 %
39,32 % 25,68 %
Ekslusif masih rendah
1. Cakupan Kunjungan Balita Belum Tercapai Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2011 dan diskusi dengan pemegang program dan pimpinan Puskesmas, didapatkan bahwa cakupan kunjungan balita di wilayah kerja Puskesmas Pauh masih belum mencapai target. Kunjungan balita baru mencapai 46, 33 %, sementara target dari Puskesmas Pauh adalah 80 %. Hal ini dapat terlihat dari grafik berikut : Grafik . CAKUPAN KUNJUNGAN BALITA PUSKESMAS PAUH TAHUN 2011
120.00 100.00
JU ML AH
80.00 60.00 40.00
70.06
61.30
53.45
46.21
46.33
45.07
43.34
KP.KOTO
BINUANG KOTO LUA CP. TANGAH LM.SELATAN
42.73
20.00
41.77
36.46
0.00 LB.BUKIK PIAI TANGAH LIMAU MANIS PISANG
PUSKESMAS
KELURAHAN
2. Masih Kurangnya Jamban yang Memenuhi Syarat Setelah mempelajari laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2011 dan berdiskusi dengan pemegang program dan pimpinan Puskesmas, didapatkan bahwa jumlah jamban sehat keluarga yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Pauh masih kurang, yakni 33,33 %. Sementara target Puskesmas Pauh adalah 75 % rumah telah memiliki jamban sehat. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik . Survey Perumahan di Puskesmas Pauh Tahun 2011
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
92.25 70.54
33.33 6.24 %Rumah Diperiksa
%Jamban memenuhi syarat
%SAB memenuhi syarat
%SPAL memenuhi syarat
3. Penemuan kasus TB paru BTA (+) Belum Tercapai Setelah mempelajari laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2011 dan berdiskusi dengan pemegang program dan pimpinan Puskesmas, didapatkan bahwa penemuan kasus TB paru BTA ( + ) baru mencapai 37 %, sementara target adalah 70 %. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel HASIL PENGOBATAN PENDERITA TB TAHUN 2011
4. Masih Ada Kematian Ibu dan dan Bayi Balita Setelah mempelajari laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2011 dan berdiskusi dengan pemegang program dan pimpinan Puskesmas, didapatkan bahwa masih adanya kematian ibu dan bayi di wilayah kerja Puskesmas. Terdapat 11 kasus kematian bayi dan balita, dengan diagnosa 2 orang IUFD, 3 orang asfiksia, 3 orang diare, 1 kematian balita karena tenggelam, 1 orang pembesaran hati, dan 1 orang dengan BBLR. Sedangkan kematian ibu berjumlah 2 orang, dengan diagnosa eklampsia dan preeklampsia.
5. Pemberian ASI Ekslusif Masih Rendah Setelah mempelajari laporan tahunan Puskesmas Pauh tahun 2011 dan berdiskusi dengan pemegang program dan pimpinan Puskesmas, didapatkan bahwa cakupan pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Pauh masih rendah, yakni 39,32 %,. Sementara target Puskesmas Pauh adalah 60 %. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik. Cakupan Pemberian ASI Ekslusif Puskesmas Pauh Tahun 2011
120.00 100.00 80.00
JUMLAH
60.00 40.00 20.00
71.88
71.43
60 %
62.50 43.64
41.38
31.03
27.71
39.32 23.04
21.51
0.00
KELURAHAN
4.2. Penentuan Prioritas Masalah Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas tidak memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu dilakukan prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar.Dalam hal ini metode yang kami gunakan adalah Metode
Hanlon. Dari masalah tersebut akan dibuat Plan of Action untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan. Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut: Urgensi: merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan Nilai 1 : tidak penting Nilai 2 : kurang penting Nilai 3 : cukup penting Nilai 4 : penting Nilai 5 : sangat penting Intervensi Nilai 1 : tidak mudah Nilai 2 : kurang mudah Nilai 3 : cukup mudah Nilai 4 : mudah Nilai 5 : sangat mudah Biaya Nilai 1 : sangat mahal Nilai 2 : mahal Nilai 3 : cukup murah Nilai 4 : murah Nilai 5 : sangat murah Kemungkinan meningkatkan mutu Nilai 1 : sangat rendah Nilai 2 : rendah Nilai 3 : cukup sedang Nilai 4 : tinggi
Nilai 5
: sangat tinggi
Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah Berdasarkan Metode Hanlon menggunakan skoring Identifikasi Masalah 1
-
Urgensi
Kemungkinan Intervensi
Biaya
Mutu
Skor Total
Prioritas
Angka kunjungan balita ke
3
4
3
4
14
II
3
2
2
3
10
IV
4
2
2
4
12
III
4
2
2
4
12
III
4
4
4
4
16
I
Posyandu (D/S) belum tercapai 2
-
Masih kurangnya jamban yang memenuhi syarat
3
-
Penemuan kasus TB paru BTA (+) belum tercapai Masih ada
4
kematian bayi dan ibu Pemberian ASI
5
ekslusif masih rendah
Dari tabel penilaian prioritas masalah di atas, kami mengambil prioritas yang pertama untuk Plan Of Action yaitu angka pemberian ASI ekslusif yang belum tercapai. Penulis menganggap perlu untuk menganalisis penyebab rendahnya pemberian ASI ekslusif guna mencari solusi dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas Pauh.
Keterangan: 1. Angka kunjungan balita ke Posyandu (D/S) belum tercapai
Urgensi (skor 3, cukup penting) : KIA, KB, Imunisasi, gizi, penanggulangan diare merupakan beberapa program pokok di Posyandu. Jika kunjungan balita ke posyandu rendah maka beberapa pelayanan kesehatan tersebut yang seharusnya di dapatkan di posyandu tidak bisa dipantau. Pemantauan status gizi bayi dan balita tidak bisa dilakukan sehingga tidak bisa mendeteksi secara dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Intervensi (skor 4, mudah) Intervensi dapat dilakukan dengan pendekatan dan komunikasi yang baik terhadap aparat kelurahan untuk menggerakkan masyarakat datang ke posyandu dan meningkatkan peran kader dalam mengajak ibu hamil dan menyusui untuk datang ke posyandu. Selain itu, berbagai inovasi baru bisa diterapkan di posyandu seperti pemberian PMT atau penyuluhan dengan media yang menarik sehingga masyarakat tidak bosan dengan kegiatan yang monoton.
Biaya (skor 3, cukup murah) Biaya untuk melakukan intervensi murah dengan memperbanyak pamflet dan stiker dan memanfaatkan mobil puskesmas keliling dalam mempromosikan kunjungan masyarakat ke posyandu. Program pemberian PMT yang tidak lagi ada dari DKK bisa dengan swadaya masyarakat atau bantuan PKK setempat.
Mutu (skor 4, tinggi) Mutu pemecahan masalah ini tinggi. Dengan meningkatnya angka kunjungan ke posyandu
maka tumbuh kembang bayi dan balita dapat dipantau sehingga akan
meningkatkan derajat kesehatan anak di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Dan permasalahan kesehatan balita seperti terjadinya gizi buruk dapat menurun dari tahun ke tahun. 2. Jamban yang memenuhi syarat
Urgensi (skor 3, cukup penting )
Angka prevalensi warga sekitar puskesmas yang sudah menggunakan jamban untuk kegiatan sehari- hari sebagai indikator PHBS masih sangat kurang dalam kehidupan sehari-hari, disebabkan karena sulitnya mengubah pola pikir masyarakat sekitar.
Intervensi ( skor 2, kurang mudah )
Berdasarkan dari data laporan tahunan puskesmas Pauh tahun 2011 pencapaian target baru 33,33% angka pencapian tersebut masih jauh dari target yaitu 75 %, sehingga sangat diperlukan promosi kesehatan melalui kegiatan kesling yang bekerjasama dengan lintas sektor , demi mencapai target dibulan selanjutnya. Biaya (skor 2, mahal ) Di perlukan pembiayaan yang tidak sedikit untuk membangun Jamban sehat yang memenuhi syarat, sementara masyarakat sekitar rata-rata
ekonomi
menengah
kebawah, ini merupakan salah satu kendala yang paling nyata.. Mutu (skor 3, cukup sedang ) Mutu pemecahan masalah ini cukup tinggi. dengan meningkatnya angka pencapaian target sasaran, melalui promosi kesehatan dari orang puskesmas dan bantuan dana dari pemerintah untuk membangun satu wc umum sebagai percontohan didalam satu wilayah kerja.
3. Cakupan penjaringan suspect TB Urgensi (skor 4, penting) Rendahnya angka penjaringan suspect TB merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan karena dengan rendahnya angka penjaringan mengindikasikan masih banyak penderita TB yang belum terdeteksi. Hal ini dapat menyebabkan tingginya resiko penyebaran TB di masyarakat. Intervensi (skor 2, kurang mudah) Intervensi yang perlu dilakukan berupa penjaringan aktif, dimana petugas secara langsung turun kelapangan menjaring sputum dari suspek TB. Hal ini membutuhkan jumlah petugas yang lebih banyak. Sedangkan untuk penjaringan secara pasif kurang terlaksana karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah unuk memeriksakan dirinya. Biaya (skor 2, mahal) Jika dilakukan pelaksanaan penjaringan suspect TB secara aktif membutuhkan biaya yang cukup besar karena membutuhkan peralatan yang lengkap dan dana harian petugas yang cukup tinggi
Mutu ( Skor 4, tinggi ) Dengan penjaringan suspect TB yang memenuhi target, kasus TB dapat ditemukan sedini mungkin sehingga pengobatan dapat diberikan dengan segera serta dapat mengurangi kemungkinan penularan. 4. Masih ada kematian bayi dan ibu.
Urgensi (skor 4, penting)
Angka kematian ibu dan bayi masih ada di masyarakat sekitar wilayah kerja Puskesmas Pauh, karena tingkat kesadaran ibu untuk melakukan pemeriksaan pada masa ANC masih rendah, sehingga angka kesakitan ibu semasa hamil juga meningkat, begitu juga dengan angka kematian bayi . Jadi,dapat disimpulkan angka kematian bayi dan ibu sebagai salah satu indikator keberhasilan program KIA.
Intervensi ( skor 2, kurang mudah ) Intervensi untuk program ini kurang mudah untuk dilakukan mengingat penyebab dari kematian bayi dan ibu yang beragam. Berdasarkan dari data laporan tahunan puskesmas Pauh tahun 2011 ditemukan angka kematian bayi 8 orangyang disebabkan oleh diare, asfiksia, serta IUFD, balita 1 orang yang disebabkan oleh tenggelam , dan kematian ibu 2 orang karena eklampsia. Kebanyakan dari penyebab tersebut karena kondisi kesehatan yang sudah buruk berlarut-larut. Jadi perlu upaya dari semua program terutama penyuluhan dari tenaga kesehatan Puskesmas mengenai Gizi dan KIA.
Biaya (skor 2, mahal ) Di perlukan pembiayaan yang tidak sedikit untuk pengadaan sarana dan prasaran kesehatan ibu dan anak, kelas ibu hamil , bayi dan balita , sementara pendanaan untuk pengadaan tersebut masih kurang
Mutu (skor 4, tinggi )
Mutu program ini cukup tinggi. Dengan menekan angka kematian ibu dan bayi , melalui perbaikan program dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat akan tercapailah dua dari 8 tujuan MDGs 2015 yaitu menekan angka kematian bayi dan ibu.
5. Angka pencapaian pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Pauh masih rendah
Urgensi (skor 4, tinggi)
Pemberian ASI eksklusif termasuk salah satu indikator MDGs. ASI merupakan nutrisi paling baik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Sehingga tidak dilaksanakannya pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi status gizi serta pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga nantinya juga bias menurunkan angka kesakitan bayi. Selain itu ASI juga dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan anak.
Intervensi (skor 4, mudah) Intervensi dapat dilakukan langsung sejak kehamilan ibu, baik itu pada kunjungan K1, K2, K3, K4, serta kelas ibu hamil. Dengan adanya ruang rawat inap bersalin di Puskesmas Pauh, penyuluhan ASI ekslusif dapat diberikan secara langsung oleh tenaga kesehatan Puskesmas yang menolong persalinan kepada ibu nifas. Kepada ibu menyusui melalui penyuluhan tentang ASI eksklusif oleh petugas Puskesmas maupun kader. Selain itu juga bisa dilakukan intervensi kepada tenaga kesehatan dalam hal pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)
Biaya (skor 4, murah) Intervensi dilakukan melalui penyuluhan di Puskesmas dan Posyandu secara komunikasi langsung maupun dengan menggunakan leaflet.
Mutu (skor 4, tinggi) Mutu pemecahan masalah ini tinggi. Dengan meningkatnya angka pencapaian pemberian ASI eksklusif akan meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
4.3 Analisis Sebab Akibat Masalah Berdasarkan
penilaian
prioritas
di
atas,
kami
menganggap
perlunya
pengidentifikasian, analisis, dan upaya penyelesaian masalah tidak tercapainya target pemberian ASI eksklusif di wilayahkerja Puskesmas Pauh. Pada tahap awal dilakukan wawancara dengan Kepala Puskesmas dan pemegang program Gizi, KIA, dan Promkes mengenai rendahnya angka pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap pemberian ASI ekslusif pada bayi yang berumur 0-6 bulan, dilakukan penyebaran kuesioner kepada 50 ibu hamil dan ibu menyusui. Dengan hasil sebagai berikut: 1. Lingkungan - Kebiasaan masyarakat yang masih memberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI pada umur kurang 6 bulan.
2. Manusia a. Masyarakat - Kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Hal ini terlihat dari 50 kuisioner yang dibagikan hanya 65 % ibu yang tau tentang ASI eksklusif - Kurangnya pengetahuan dan dukungan dari keluarga tentang ASI eksklusif, Hal ini terlihat dari kuisioner didapatkan dukungan keluarga hanya 70% - Adanya anggapan bahwa ASI saja tidak akan mencukupi kebutuhan bayi hingga bayi berumur 6 bulan dimana dari kuisioner didapatkan sebanyak 58 % menganggap bahwa ASI saja tidak cukup untuk bayi 0 – 6 bulan. b. Kader -
Kurangnya pelatihan mengenai ASI eksklusif untuk seluruh kader, berdasarkan hasil diskusi dengan pihak Puskesmas Pauh, belum ada pelatihan secara berkesinambungan mengenai ASI eksklusif.
c. Petugas kesehatan -
Masih adanya bidan swasta di wilayah kerja Puskesmas Pauh yang memberikan susu formula pada bayi hal ini didapatkan setelah berdiskusi dengan pemegang program gizi dan promkes.
3. Material -
Minimnya media promosi yang dapat digunakan karena minimnya dana.
4. Metode Belum adanya kelompok khusus yang memberdayakan masyarakat mengenai masalah pemberian ASI eksklusif dan konseling ASI.
Manusia Masyarakat -
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai asi ekslusif
-
Adanya anggapan bahwa asi saja tidak akan mencukupi kebutuhan bayi hingga bayi berumur 6 bulan
-
Kurangnya pelatihan mengenai ASI eksklusif untuk seluruh kader
Kurangnya pengetahuan dan dukungan dari Keluarga tentang ASI eksklusif
Kader
Lingkungan - Kebiasaan masyarakat yang
Petugas kesehatan
masih memberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI pada umur kurang 6 bulan
-
Masih adanya bidan swasta di wilayah kerja Puskesmas Pauh yang memberikan susu formula pada bayi
Rendahnya angka pencapaian pemberian ASI ekslusif
Material
Metode
- Tidak adanya dana khusus untuk promosi asi ekslusif Minimnya media promosi yang dapat digunakan karena minimnya dana
Belum adanya kelompok khusus yang memberdayakan masyarakat mengenai eksklusif dan konseling ASI.
masalah pemberian ASI
4.4 Alternatif Penyelesaian Masalah
1. Lingkungan Kebiasaan masyarakat yang masih memberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI pada umur kurang 6 bulan. Rencana : o melakukan penyuluhan kepada masyarakat umum mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif dan cara pemberiannya o melakukan pendekatan kepada pemuka masyarakat, orang – orang yang berpengaruh di lingkungan masyarakat, untuk bisa turut mengajak masyarakat mendukung dan memberikan ASI ekslusif dan merubah kebiasaan yang masih memberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI pada umur kurang 6 bulan. Pelaksana : Kepala Puskesmas, Petugas Promkes, Gizi, dan KIA Target
: Masyarakat mendukung dan memberikan ASI ekslusif dan merubah
kebiasaan yang masih memberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI pada umur kurang 6 bulan.
2. Manusia a. Anggota Keluarga - Kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Hal ini terlihat dari 50 kuisioner yang dibagikan hanya 65 % ibu yang tau tentang ASI eksklusif Rencana : Melakukan penyuluhan kepada ibu di dalam dan luar gedung yang berkesinambungan tentang ASI Eksklusif , Inisiasi Menyusui Dini ( IMD ), dan Manajemen Laktasi mulai dari K1,K2, K3, K4, kelas ibu hamil, penyuluhan ibu nifas, hingga di posyandu bayi. Pelaksana : Target :
Petugas Promkes, Gizi, dan KIA Penyuluhan berjalan berkesinambungan, meningkatnya cakupan
pemberian ASI Eksklusif
- Kurangnya pengetahuan dan dukungan dari keluarga tentang ASI eksklusif, Hal ini terlihat dari kuisioner didapatkan dukungan keluarga hanya 70%
Rencana : Melakukan penyuluhan yang berkesinambungan tentang
ASI
Eksklusif, Inisiasi Menyusui Dini ( IMD ), dan Manajemen Laktasi di dalam dan luar gedung, yang tidak hanya pada ibu, tetapi juga kepada suami dan anggota keluarga di rumah yang turut merawat bayi atau calon bayi. Dengan memberitahukan agar masing – masing anggota keluarga tersebut secara bergantian menemani ibu mengikuti penyuluhan mulai dari K1,K2, K3, K4, kelas ibu hamil, penyuluhan ibu nifas, hingga di posyandu bayi. Pelaksana : Target
Petugas Promkes, Gizi, dan KIA
: Meningkatnya pengetahuan dan dukungan keluarga terhadap
pemberian ASI ekslusif.
- Adanya anggapan bahwa ASI saja tidak akan mencukupi kebutuhan bayi hingga bayi berumur 6 bulan dimana dari kuisioner didapatkan sebanyak 58 % menganggap bahwa ASI saja tidak cukup untuk bayi 0 – 6 bulan. Rencana : Melakukan penyuluhan yang berkesinambungan mengenai optimalnya ASI ekslusif terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, serta resiko jika memberikan makanan tambahan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan kepada ibu dan anggota keluarga yang turut merawat bayi atau calon bayi mulai dari K1,K2, K3, K4, kelas ibu hamil, penyuluhan ibu nifas, hingga di posyandu bayi. Pelaksana : Petugas Promkes, Gizi, dan KIA Target
: Seluruh anggota keluarga yang merawat bayi atau calon bayi
menyadari bahwa ASI ekslusif merupakan makanan terbaik untuk bayi selama 6 bulan pertama.
b. Kader -
Kurangnya pelatihan mengenai ASI eksklusif untuk seluruh kader, berdasarkan hasil diskusi dengan pihak Puskesmas Pauh, belum ada pelatihan secara berkesinambungan mengenai ASI eksklusif. Rencana : Melakukan pelatihan ke semua kader Pelaksana : Petugas Promkes, Gizi, dan KIA
Target : Meningkatnya pengetahuan semua kader tentang ASI eksklusif dan mampu memberikan konseling ASI secara sederhana namun efektif.
c. Petugas kesehatan -
Masih adanya bidan swasta di wilayah kerja Puskesmas Pauh yang memberikan susu formula pada bayi hal ini didapatkan setelah berdiskusi dengan pemegang program gizi dan promkes. Rencana : Melakukan pemantauan dan pendekatan kepada praktek - praktek bidan swasta di wilayah kerja Puskesmas Pauh Pelaksana : Kepala Puskesmas Pauh, Petugas Promkes, Gizi, dan KIA Target
: Seluruh praktek bidan swasta mendukung dan melaksanakan
pemberian ASI ekslusif, dan tidak memberikan susu formula lagi kepada bayi tanpa indikasi yang tepat.
3. Material Minimnya media promosi yang dapat digunakan karena minimnya dana. Rencana : Pengadaan poster dan pamflet tentang ASI Eksklusif Pelaksana : Petugas promkes, KIA dan Gizi Target : Tersedianya berbagai media informasi yang bekaitan dengan ASI Eksklusif
4. Metode Belum adanya kelompok khusus yang memberdayakan masyarakat mengenai masalah pemberian ASI eksklusif dan konseling ASI. Rencana : Membentuk suatu kelompok berupa Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) Pelaksana : Petugas puskesmas, lurah, kepala RT/RW, tokoh masyarakat dan kader Target
: Terbentuknya Kelompok Pendukung ASI
BAB V RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM PEMBENTUKAN KELOMPOK PENDUKUNG ASI
5.1
Tahap Persiapan Untuk tahap pertama yang harus dilakukan adalah pengumpulan data, berupa data jumlah ibu hamil dan menyusui, jumlah kader tiap posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Data ini didapat dari laporan Promkes, Gizi dan KIA. Data aparatur dan tokoh masyarakat masing-masing kelurahan juga dibutuhkan, ini didapat dari kantor lurah pada kempat kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Pauh. Pendataan dilakukan pada minggu I bulan Januari 2013. Setelah data didapatkan, dilakukan diskusi pada minggu I bulan Februari 2013 dengan pimpinan Puskesmas tentang program-program yang dilakukan di Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI). Selanjutnya dilakukan advokasi dengan pegawai Puskesmas dan stakeholder pada minggu II-III Februari 2013 untuk mendapatkan dukungan program dam membina kerjasama lintas sektor untuk mensukseskan program ini.
5.2
Tahap Pelaksanaan 1. Sosialiasi Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) Tahap ini dimulai dengan sosialisasi kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) di puskesmas. Sosialisasi ini melibatkan semua petugas puskesmas, camat, lurah, kepala RT/RW, tokoh masyarakat, kader posyandu, ibu hamil dan menyusui beserta suami. Ini dilakukan pada minggu I Maret 2013.
2. Pembentukan Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) Pada minggu III bulan Maret 2013, tahap selanjutnya adalah pertemuan di tiap kelurahan. Pada pertemuan ini akan melibatkan petugas puskesmas, kepala lurah, kepala RW/RT, tokoh masyarakat, kader, ibu menyusui beserta suami/keluarga untuk membentuk suatu komitmen dan pembentukan Kelompok Pendukung ASI di tiap posyandu yang melibatkan unsur-unsur di atas dimana kader-kader posyandu adalah motor penggerak dari kelompok ini serta menyusun program kerja. Program yang akan dilakukan adalah :
a. Pendataan ibu hamil dan menyusui di wilayah kerjanya Pendataan ini dilakukan di awal
terbentuknya Kelompok
Pendukung ASI (KP-ASI), dan selanjutnya dilakukan tiap bulan untuk mendata ibu hamil yang baru untuk di ajak dan dilibatkan dalam kelompok pendukung ASI. b. Penyuluhan dan praktek menyusui yang benar Penyuluhan ini dilakukan per kelurahan yang melibatkan beberapa Kelompok Pendukung ASI. Penyuluhan dan praktek menyusui yeng benar dilakukan ke ibu hamil dan menyusui yang terlibat di masing-masing Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI). Tenaga penyuluh berasal dari pihak Puskesmas. Penyuluhan dilakukan sekali 4 bulan. c. Kunjungan rumah dan konseling ASI Kunjungan rumah dilakukan tiap bulan, ini dilakukan oleh kaderkader yang telah diberikan pelatihan oleh pihak puskesmas. Dalam kunjungan rumah ini dilakukan pemantauan dan konseling ASI jika ada permasalahan yang dihadapi oleh ibu yang menyusui. d. Pertemuan antar kelompok pendukung ASI Pertemuan antar kelompok pendukung ASI dilakukan sekali 3 Bulan. Pada pertemuan ini dilakukan koordinasi dan kerjasama antar KPASI untuk saling berbagi informasi dan pengalaman.
3. Pelatihan Kader Pelatihan ini dilakukan 3 kali pertemuan. Dengan tujuan untuk menambah pengetahuan kader mengenai ASI Eksklusif dan konseling ASI. Masing-masing posyandu mengutus dua orang kadernya. Dengan pelatihan kader ini maka akan terbentuk konselor ASI dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi ibu menyusui sebelum ditangani oleh pihak puskesmas dan memberi dukungan kepada ibu menyusui. Pelatihan ini dilakukan pada minggu II bulan April 2013
Tabel 5.1 Materi Pelatihan Kader No 1
Materi
Waktu
Pemateri
Hari
120 menit
Petugas
Hari Pertama
mengapa menyususi penting menilai proses menyusui mengatur posisi bayi pada
Puskesmas
payudara Membangun percaya diri dan dukungan 2
Kondisi payudara Menolak menyusu
120 menit
Pemeriksaan payudara 3
Petugas
Hari kedua
Puskesmas
Memerah ASI ASI tidak cukup Meningkatkan
ASI
dan
120 menit
relaktasi
Petugas
Hari ketiga
puskesmas
Mempertahankan menyusu Promosi susu formula
5.3
Tahap Monitoring dan Evaluasi Tahap ini bertujuan mengetahui kesuksesan jalannya kegiatan dalam Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI). Monitoring dilakukan rutin setiap bulan setelah pelaksanaan program. Selanjutnya dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan Kelompok Pendukung ASI (KPASI) dan mencari solusinya. Evaluasi dilakukan tiap 3 bulan pada saat lokmin triwulan Puskesmas Pauh. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan oleh petugas KIA dan Gizi dari Puskesmas Pauh.
Tabel 5.3 Tabel Indikator Keberhasilan Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) Indikator No
1
Kegiatan
keberhasilan Jumlah
Jumlah
peserta
kegiatan
Pendataan ibu hamil dan Semua menyusui
di
wilayah ibu hamil
kerjanya
Sumber Dana
Penanggung Jawab
1x
Iuran Anggota
sebulan
KP-ASI
setiap
Puskesmas
Kader posyandu
baru terdata
2
Penyuluhan dan praktek 75% dari menyusui yang benar
jumlah
4 bulan
Pemegang Program
ibu hamil dan menyusui 3
Kunjungan
rumah
konseling ASI
dan 90 % dari semua
1x
Iuran Anggota
sebulan
KP-ASI
Setiap 3
Iuran Anggota
bulan
KP-ASI
Kader Posyandu
Ibu menyusui 4
Pertemuan antar kelompok 80% dari pendukung ASI
semua KP-ASI
Ketua KP-ASI
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
KESIMPULAN Dari makalah ini dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak tercapainya cakupan
pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Kebiasaan masyarakat yang masih memberikan makanan atau minuman tambahan selain ASI pada umur kurang 6 bulan. 2. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Hal ini terlihat dari 50 kuisioner yang dibagikan hanya 65 % ibu yang tau tentang ASI eksklusif 3. Kurangnya pengetahuan dan dukungan dari keluarga tentang ASI eksklusif, Hal ini terlihat dari kuisioner didapatkan dukungan keluarga hanya 70% 4. Adanya anggapan bahwa ASI saja tidak akan mencukupi kebutuhan bayi hingga bayi berumur 6 bulan dimana dari kuisioner didapatkan sebanyak 58% menganggap bahwa ASI saja tidak cukup untuk bayi 0 – 6 bulan. 5. Kurangnya pelatihan mengenai ASI eksklusif untuk seluruh kader, berdasarkan hasil diskusi dengan pihak Puskesmas Pauh, belum ada pelatihan secara berkesinambungan mengenai ASI eksklusif. 6. Masih adanya bidan swasta di wilayah kerja Puskesmas Pauh yang memberikan susu formula pada bayi hal ini didapatkan setelah berdiskusi dengan pemegang program gizi dan promkes. 7. Minimnya media promosi yang dapat digunakan karena minimnya dana. 8. Belum adanya kelompok khusus yang memberdayakan masyarakat mengenai masalah pemberian ASI eksklusif dan konseling ASI.
1.2
SARAN Membentuk pojok laktasi di puskesmas sebagai tempat rujukan dari kelompok pendukung ASI apabila ada masalah yang ditemukan di masing-masing kelompok.
BAB VII PENUTUP
Melalui kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ini, telah dilakukan identifikasi terhadap berbagai masalah yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pauh Padang. Dalam hal ini masalah yang diprioritaskan adalah mengenai cakupan pemberian ASI Ekslusif yang masih rendah. Setelah dilakukan analisa penyebab masalah, didapatkan beberapa alternatif pemecahan masalah yakni pembentukan Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan pelatihan semua kader guna meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif. Hasil kegiatan ini agar dapat dimanfaatkan oleh pimpinan Puskesmas Pauh dalam hal meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif sehingga mencapai target yang telah ditetapkan. Di samping itu hasil ini berupa masukan kepada semua pihak untuk dapat berpartisipasi kedepan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kepada semua pihak yang telah membantu sehingga laporan ini dapat tersusun, kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 450/SK/IV/2004 Tentang Pemberian ASI Secara Eksklusif pada Bayi Indonesia. Diakses dari www.depkes.go.id tanggal 17 Desember 2012 pukul 19.00 2. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Diakses dari www.depkes.go.id tanggal 17 Desember 2012 pukul 19.40 3. Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Konseling Menyusui Dan Pelatihan Fasilitator Konseling Menyusui . Diakses dari www. depkes.go.id tanggal tanggal 17 Desember 2012 pukul 20.00 4. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian asi oleh ibu melahirkan diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 17 Desember 2012 pukul 20.30 5. Pemberian asi ekslusif dan faktor-faktor yang mempengaruhinya diakses dari http://repository.usu.ac.id tanggal 17 Desember 2012 pukul 21.00 6. Depkes RI, manajemen Laktasi. Jakarta. 1994 7. Laporan Tahunan Puskesmas Pauh 2011 8. Laporan Tahunan Program KIA Puskesmas Pauh 2011 9. Laporan Bulanan Program KIA Puskesmas Pauh 2012 10. Laporan Tahunan Program Program GIzi Puskesmas Pauh 2011 11. Laporan Bulanan Program Program GIzi Puskesmas Pauh 2012 12. Laporan Tahunan Program Program Promkes Puskesmas Pauh 2011 13. Laporan Bulanan Program Program Promkes Puskesmas Pauh 2012