'
,
./
IN DAN G Ce rita Kali mantan Selatan
Diceritakan kembali oleh Ririen Ekoyana ntias ih
PERPUSTJ\KAAN PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDILIIKAN NASIONAL
PUSAT BAHASA DEPA RTE MEN PENDI D IKAN NASIONAL JAKARTA 2007
PERPU?T; Kft.AN PUSAT BAHASA
Kla~frkasi
No. lnduk : .j!:._ .S
?JqV · A~ SZf~ ~ l:JLO
-
ll
Tgl. Ttd.
2
/.fh~ :
INDANG Cerita Kalimantan Selatan
Diceritakan kembali oleh Ririen Ekoyanantiasih
ISBN 978-979-685-641-1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun , Jakarta Timur
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-U NDANG lsi buku ini , baik sebag ian maupu n seluruh nya, dil arang diperbanyak dalam ben tuk apa pun tanpa izin tertuli s dari penerbit, kecuali dalam hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau karangan ilmiah.
Ill
KATA PENGANTAR KEPA LA PUSAT BAHASA
Sastra itu menceritakan kehidupan orang-orang dalam suatu masyarakat , masyarakat desa ataupun masyarakat kota. Sastra bercerita tentang pedagang, petani, nelayan, guru, penari , penulis, wartawan, orang tua , remaja, dan anak-a nak. Sastra menceritakan orang-orang itu dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan segala m~salah yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan. Tidak hanya itu, sastra juga mengajarkan ilmu pengetahuan , agama, budi pekerti, persahabatan , kesetiakawanan, dan sebagainya. Melalui sastra, orang dapat mengetahui adat dan budi pekerti atau perilaku kelompok masyarakat. Sastra Indonesia menceritakan kehidupan masyarakat Indonesia , baik di desa maupun di kota. Bahkan, kehidupan masyar~kat lndonsia masa lalu pun dapat diketahui dari karya sastra pada masa lalu. Karya sastra masa lalu masih cocok dengan tata kehidupan masa kini. Oleh karena itu, Pusat Bahasa, Departernen Pendidikan Nasiona l meneliti karya sastra masa lalu, seperti dongeng dan cerita rakyat . Dongeng dan cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia ini diolah kembali menjadi cerita anak.
IV
Buku lndang (Cerita Rakyat Ka!imantan Selatan) ini berasal dari daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Ad a pelajaran yang dapat diperoleh dari membaca buku cerita ini karena buku ini memang untuk anak-anak, baik anak Indonesia maupun anak luar Indonesia yang ingiri mengetahui tentang Indonesia. Untuk itu, kepada peneliti dan pengolah kembali cerita ini saya sampaikan terima kasih. Semoga terbitan buku cerita seperti ini akan memperkaya pengetahuan kita tentang kehidupan masa lalu yang masih cocok de.ngan kehidupan masa kini. Selamat membaca dan memahami cerita ini untuk memperluas pengetahuan tentang kehidupan ini. Jakarta , Mei 2007
Dendy Sugono
V
PRAKATA Bacaan anak-anak yang beraneka ragam diharapka dapat menimbulkan gairah membaca dan meningkatka minat baca anak-anak. Berkaitan dengan penyediaar buku-buku bacaan anak-anak tersebut, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional , Jakarta melalui Bagiar Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah Jakarta berusaha menerbitkan kembali karya-karya sastra lama yang bernilai tinggi dan luhur dalam bentuk penu lisan cerita anak-anak. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis diberi kesempatan untuk menyusun kembali cerita rakyat yang berasal dari daerah Kalimantan Selatan. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya cerita rakyat tersebut dapat diselesaikan penulisannya. Penceritaan kembali cerita rakyat tersebut berjudul lndang, yang disadur dari buku yang berjudul Kehancuran di Baruh Kelayar. Cerita rakyat Kalimantan Selatan yang berjudul Kehancuran di Baruh Kelayar itu ditulis oleh Anggraini Antenas dengan menggunakan bahasa Indonesia . Bentuk tulisan cerita rakyat ini adalah prosa. Mudah-mudahan cerita untuk konsumsi SL TP ini dapat bermanfaat bagi para siswa di seluruh Nusantara dan penikmat sastra . Penulis
VI
DAFTAR 151 Kata Pengantar Kepala Pusat Bahasa .. ... ... . .... .. Prakata ........... ....... .................................... .. ......... Dattar Isi .. .... ....... ......... ........... ..... ............... ... ..... ..
iii v vi
1. lndang ... ............... ....... ..... .................. .. ...... .. ... .. 2. Sakit ..... ... .... ... ....... .... .......................... ... ........ .... 3. Jelmaan Romb i .... ................ .... ................ ... ...... . 4. Putra Raja ... ... ..................... .... ..................... .. ... 5. Tabib Lingkur ...... ...... .... ..................... ... ............. 6. Mira Nag a Sakti ............. ... ... ............ .. .......... .. .... 7. Pengkhianatan ..................................................
1 11 20 26 37 41 51
1. INDANG ''Tolong-toiong, Kak: teriak lndang sambil memegang lengan Awang. "Aku takut, Kak. Mari kita pulang saja." Ketika mendengar teriakan kekasihnya, Awang segera melepas pancingnya bagai orang yang baru tersentak dari tidurnya. Dengan cepat pemuda itu berlari ke arah lndang yang tampak ketakutan . Lalu , ia memeluknya. Matanya memandang sekeliling danau. la mengamati daerah di pinggir danau . Kemudian, pemuda itu segera mengambil pengayuh dan mencoba mendayung perahunya dengan perlahan. Awang belum mengetahui penyebab lndang berteriak dan tampak ketakutan. "Ada apa, Dinda. Ada apa hingga engkau tampak ketakutan seperti ini," kata Awang sambil memegang dayung: "ltu .. . ltu, Kak. Tolong! ... Tolong! Aku takut, " teriak lndang sambil menunjuk ke arah pulau yang terletak di tengah danau. Secepatnya Awang menoleh ke kanan . Dilihatnya Pulau Pulat'an di tengah danau. yang banyak ditumbuhi oleh pohon besar itu bergerak maju dan berputar-putar semakin lama semakin cepat. Pemuda itu segera mendayung perahunya dengan cepat untuk menghindar dari terjangan pulau yang berputar. Sekilas ia melihat lndang yang masih ketakutan dengan kedua tangannya menutup mukanya.
2 "Celaka! Aku harus menyelamatkan lndang . Tapi , mengapa pulau itu secara tiba-tiba bergerak cepat seperti itu," pikir Awang . Pemuda itu tampak heran. Dengan cekatan ia mengayuh perahunya menepi. Dalam benaknya hanya terlintas untuk menyelamatkan diri dan menjauh dari bahaya. Dengan sekuat tenaga dikayuhnya perahu itu ke tepi danau . Berdesau pengayuhnya membelah air d·anau . Percikan-percikan air telah membasahi pakaian lndang dan Awang sendiri. Perahu kecilnya kini telah meluncur laju . la ingin melepaskan diri dari putaran pulau yang sudah semakin menggangsing laksana kincir angin. Ombak bergerak di sekeliling pulau. Dahan dan ranting pohon-pohon di atas pulau itu bergoyang dengan ·he bat. Sungguh dahsyat sekali pemandangan waktu itu . Angin bertiup sangat kencang. Daun-daun kering beterbangan. Desau angin terdengar menderu-deru bercampur dengan gemericik air yang bersemburan di pinggirnya . Padahal, saat itu alam tenang tanpa angin kencang, sedangkan permukaan danau di bagian lain tetap hening laksana cermin di tengah hari. lndang menjerit dengan suara melengking. Ketika datam suatu kecepatan luar biasa , ia melihat pulau ajaib tadi berputar dengan tiba-tiba ke arah depan perahunya seakan-akan hendak memotong laju perahu itu. Bagai sebuah planet yang menggelinding pada orbitnya, pulau ajaib itu sekonyong-konyong menghadang di hadapan mereka. Padahal , saat itu Awang telah menumpahkan seluruh kekuatannya untuk mendayung perahunya yang meluncur laju. Pemuda Awang tidak menduga sama sekali jika pulau itu telah berputar dan lebih cepat berada di haluan perahunya. la terpelanting dari perahu karena hempasan ombak yang datang dari tepian pulau itu yang semakin
3
menggila. Dengan gerak cepat, pemuda Awang dapat menguasai keadaan. Perahu Awang didayung ·dengan kekuatan yang luar biasa dan melaju menuju tepian. Akan tetapi, ketika ia melihat ke belakang, dilihatnya pulau yang tampaknya seram itu secara cepat bergerak dan mengikuti dari belakang. Bahkan, jelas terlihat oleh Awang bahwa pulau itu tampak lebih ringan daripada perahunya. . "Celaka, pulau itu tampak sangat seram. Apa yang terjadi dengan danau ini. Aku harus dapat menyelamatkan lndang dari maut itu," kata Awang di dalam hati sambil matanya mengamati sekeliling danau. "Kak . . . Kak Awang, cepat, Kak. Kita pulang saja. Aku takut," teriak lndang sambil memegang lengan kekasihnya. "ltu, Kak. Dia datang lagi." Gadis lndang terpekik dan menutup muka dengan kedua tangannya ketika dari sebuah dahan pohon di tengah pulau tampak seorang pemuda bertubuh kekar dan menakutkan. Tampak jelas dilihat oleh lndang, ia berayun-ayun dengan pakaian celana batik dan baju kurung. Sebuah destar melilit kepalanya . Sungguh gagah nian pemuda asing itu dengan wajah merah dan sepasang bibir . yang terkatup rapat. Matanya melotot seperti akan menelan sepasang pemuda-pemudi yang ada di hadapannya. Awang jatuh terhenyak dengan keringat dingin. Pemuda itu memegang pinggangnya. Dirabanya sebuah sangkur sakti masih terselip di sisi pinggangnya. la melihat makhluk aneh itu dengan tajam dan penuh selidik. "Jika makhluk itu maju terus akan kuhajar dengan sangkur saktiku ini," kata Awang di dalam hati sambil tatapan matanya tertuju ke arah pulau. Sekali lagi dipegangnya senjatanya.
4
- ---
,-:__~---
"Kak ... Kak Awang, cepat, Kak. Kita pulang saja. Aku takut," teriak lndang sambil memegang lengan kekasihnya.
5
Tiba-tiba Awang memeluk lndang yang menangis dan moronta-ronta. Perahu kecil itu menjadi oleng dan hampir karam, bukan saja oleh hempasan ombak danau, tetapi olengnya perahu itu karena gerakan lndang dan Awang Dua orang yang sedang berkasih itu saling berpelukan. Mereka tak berani pisah karena di hadapannya erdapt.it makhluk yang sangat menyeramkan. "Kak .. Kak Awang Cepat Kak. Aku takut,'' jerit indang sambil menunjuk ke arah makhluk yang berdiri di tengah pulau. "Tenang, Dik. Kita akan segera pergi jauh dari sini," kata Awang sambil mengayuh perahunya . Gadis lndang bertambah ketakutan dan tak sabar lagi. Tiba-tiba ia bergerak menjauh dari tubuh kekasihnya. Perempuan itu s.egera berdiri dan hendak _melompat ke dalam air danau. Namun, gerak Awang lebih gesit. Niat Indang dapat segera dihalangi. "Hai ... Jangan Dik. Jangan kauterjun ke dalam air. Berbahaya! ... Kita masih jauh dari tepian danau. Kau nanti akan terbenam sebelum dapat mencapai tepi," teriak Awang sambil tangannya menggapai tubuh gadisnya. · Awang berusaha keras menghalangi niat yang membahayakan kekasihnya itu. Perahu semakin oleng karena lndang hampir tak bisa dikuasai oleh Awang. "Tidak, Kak! Biar aku mati saja. Tidak! Aku pulang · aja ke sana ," teriak lndang sambil menunjuk ke dalam danau. Tiba-tiba lndang ingin terjun ke dalam air danau . Namun, Awang dengan cekatan mampu menahannya. Gadis itu tetap meronta-ronta ingin melepaskan din dari pelukan .Awang yang menahannya dari keinginan· untuk terjun ke dalam air. Sukar bagi pemuda itu mencari keseimbangan dalam perahu kecil yang oleng . Akan tetapi, Awang tidak cepat berputus asa. Kedua tangan lndang dikunci dari belakang ketika gadis itu secara tiba-tiba jatuh
6 terkapar dan pingsan dalam pelukannya. lndang tak sadarkan diri karena tidak tahan menghadapi keadaan yang amat mengerikan itu. "Dik! Dik! ... Adik lndang bangun!" teriak Awang . Pemuda itu mengetahui kekasihnya pingsan. Tangan kirinya memeluk lndang, sedangkan tangan kanannya memegang pinggir perahu untuk menjaga keseimbangan . Dirabanya denyut leher dan tangannya. Pemuda itu mengamati seluruh wajah kekasihnya. Keringat dingin membasahi pipi dan wajah lndang yang pucat pasi. Seluruh . badannya lesu bagai mayat, hanya tinggal denyut dada dan napas hangat di dalam pelukan Awang. ltulah yang menandakan bahwa lndang masih hidup. ~Aaaah, syukurlan lndang hanya pingsan saja," kata Awang di dalam hati. Keadaan itu menguntungkan bagi Awang .untuk mengatasi bahaya yang sedang dihadapinya. la selalu memegangi tubuh kekasihnya yang selalu ingin terjun ke dalam air danau. Tenggelamnya lndang ke danau lebih berbahaya daripada jika gadis itu hanya pingsan. Dalam keadaan yang tegang itulah, Awang tentu dapat mengambil tindakan apa pun untuk menyelamatkan diri bersama kekasihnya. Ketika Awang bekerja keras, pulau ajaib tadi telah berhenti dari perputarannya . Kini, pulau itu diam terpaku di tengah dan.au seperti keadaannya yang semula. Air berhenti gemericik dan dahan-dahan kembali tenang bagai tak ada kejadian apa pun sebelumnya . Suatu keganjilan alam telah terjadi tanpa bekas apa pun . Dalam keadaan tenang, tatapan mata Awang tak pernah lepas dari sasarannya, yaitu makhluk aneh ajaib di atas pohon . Jeritan terakhir dari kekasih merupakan puncak kekuatan yang meluap-luap, membuat Awang sa-
7 dar b.ahwa bahaya besar sedang berada di depan hidungnya. Masih di atas perahu , Awang dalam keadaan siap siaga menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Sesaat dilihatnya tubuh lndang masih tergeletak pingsan di dalam perahu. Tatapan matanya kembali diarahkan ke tengah pulau . Pemuda itu mengawasi makhluk yang masih berada di atas pohon. Selintas kilat pikirannya kembali teringat kepada teriakan-teriakan kekasihnya. "Mengapa tadi lndang selalu merasa takut dan menyebut-nyebut 'dia datang lagi, dia datang lagi, dia lebih marah'," tanya Awang di dalam hati. "Mungkin lndang sudah tahu siapa yang datang itu." Dipandanginya dengen tajam makhluk yang bertengger di dahan kayu yang berjarak hanya Iima depa dari perahunya yang kini terperosok di sela-sela pohon pimping. Tangan kanan Awang meraba lagi pinggangnya. la tepat memegang hulu senjata tajamnya. Sangkur sakti pemberian ayahnya kini telah terpegang hulunya. Namun, pantang bagi Awang untuk memulai menyerang musuhnya. Kemudian, pemuda itu sekejap memandang ke arah tubuh kekasihnya yang terbaring pingsan dalam perahu. la menjadi kesal dan berdirilah Awang di atas perahu yang oleng. "Siapa engkau, hai orang muda?" tanya Awang dengan suara keras. Bergema dan nyaring suaranya di tengah pulau yang seram itu . Namun, tak ada sepatah kata jawaban pun keluar dari makhluk aneh itu. Hanya sepasang mata yang tetap melatot merah, semerah destar yang melilit kepalanya . Makhluk ajaib itu tetap diam mematung di atas pohon. "Apakah kau manusia biasa?" Awang mengulang pertanyaannya, tetapi yang ditanya tetap membisu diam laksana area . Angin tenang tak menggoyangkan daun-daun . Suasana hening di sekitar
8
makhluk aneh itu berpijak. Awang mulai kehilangan kesabarannya, tetapi ia tetap waspada. Ketika Awang bertanya untuk ketiga kalinya dengan suara yang lebih nyaring lagi, terdengar dentuman gelegar halilintar yang amat keras. Tak lama kemudian, datang kilat yang menyambar-nyambar seakan-akan dunia ini akan kiamat. Peristiwa alam itu terjadi terus-menerus dan silih · berganti. Awang memejamkan mata sesaat dan menyangka pulau ajaib itu akan musnah dalam suatu ledakan yang mahahebat. Bersamaan dengan itu, secara tiba-tiba pemuda itu jatuh terperenjak tak berdaya, di dekat tubuh kekasihnya yang tetap tak sadarkan diri. "Asataga! Mengapa aku jadi begini. Aku tak mampu bergerak. Celaka! Aku dan lndang akan mati di dalam danau ini. .Ya Tuhan, lindungi hambamu," kata Awang dengan suara lirih. · Tangan kanan Awang memegang kaki lndang yang masih tak sadarkan diri. Sementara itu, dirinya juga tergeletak tak berdaya. Jasmani dan rohani Awang menjadi lemah lunglai. Seluruh pancaindranya seakan-akan ambruk dan ha.ncur. Ketika ia membuka matanya kembali, pemuda itu masih sempat melihat asap yang berkepul-kepul di atas pohon tempat berpijaknya mahkluk aneh tadi. Namun, awang tidak melihat keberadaan makhluk aneh ·itu. la menghilang dalam gumpalan asap yang kemudian sirna menjadi kabut. "Ha, ke mana larinyctmakhluk itu. Tiba-tiba saja dia menghilang bersama kabut yang menggumpal tebal," kata Awang seorang diri. Bersamaan dengan hilangnya makhluk ajaib itu, secara berangsur 'tubuh Awang telah pulih. Pemuda itu merasakan kembali kuat untuk bergerak. Namun, pemuda itu merasakan sedikit gemeletuk karena hempasan batin
9
yang luar biasa. Awang mengira dirinya dan kekasihnya akan musnah bersamaan dengan suara halilintar yang menggelegar-gelegar. Dengan sekuat tenaga, pemuda itu segera mengambil kayuh dan mendayung perahunya dengan cepat untuk menghindarkan diri dari pulau berbahaya itu. Dahan-dahan pohon pimping yang menjebak perahunya disingkirkannya dengan menggunakan kayuh. Tak lama kemudian , meluncurlah perahu kecil Awang meninggalkan pulau yang menyeramkan itu. Tarikan tangannya yang berotot kawat membawa pengayuh membelah air danau. Perahu Awang melaju secepat burung camar menuju tepi danau. Sementara itu, lndang masih tetap tak sadarkan diri. la tergeletak dengan raut wajah yang pucat pasi. Gadis itu tidak mengetahui apa yang telah te~adi dengan Awang, kekasihnya. Di tepi danau pemuda itu menatap tubuh lndang sekali lagi. "Syukur kekasihku, lndang, masih hidup dari bunuh diri. Demi lndang, aku rela menghadapi apa pun," bisik Awang sambil mengangkat tubuh lndang menuju daratan. Sambil menggendong tubuh lndang yang masih pingsan , Awang mencari tempat yang teduh di bawah pohon. Diletakkannya tubuh lndang di atas rerumputan . Sementara itu. Awang mencari daun obat-obatan agar lndang dapat sadar kembali. Kemudian, Awang mulai meremas-remas segenggam daun itu dan meletakkan di hidung lndang agar tercium olehnya. Lalu, tangan dan kaki lndang diolesi dengan daun itu juga. Namun, tubuh lndang tidak memberikan reaksi. Awang bingung dan takut terjadi apa-apa dengan kekasihnya. la masih memijat-mijat tangan lndang dengan dedaunan . Tiba-tiba terlintas kembali bayangan peristiwa yang baru dialaminya.
10
"Ya Tuhan , aku tidak tahu kalau danau ini sunggu h menyeramkan . lni memang salahku , aku yang mengajak lndang untuk memancing di danau ini. Untung aku pergi ke sini dengan mendapat restu dari ayah dan ibu lndang. Kalau tidak, tentu aku merasa berdosa sekali. Kini , lndang masih belum sadar," kata Awang di dalam hati. Hati Awang masih galau dan bingung. Terlebih-lebih dengan ~eadaan lndang yang masih tergeletak tak sadarkan diri. Awang masih berusaha untuk menyada rkan lndang. Namun, gadis itu tetap diam dengan wajah yang pucat pasi. Pikiran dan batin masih bergejolak dengan peristiwa yang telah dialaminya. "Tapi, mengapa ayah dan ibu lndang tidak melarangku pergi ke danau ini. Apakah mereka tidak tahu dengan kejadian yang aku alami tadi? Hmm, bagaimana , ya . Apakah aku harus menceritakan semuanya yang baru aku alami ini agar mereka mengerti," pikir Awang sambil duduk bersandar di bawah pohon. Baju Awang basah oleh peluh dan air danau. Begitu juga dengan baju lndang yang basah kuyup oleh air danau. Dalam keadaan yang termangu seorang diri itu, pikiran Awang kembali melayang-layang. Masih teringat di benak Awang saat dirinya mendayung perahunya secara perlahan. Angin semilir bertiup menyejukkan pasangan pemuda-pemudi yang berada di atas perahunya. Masih terbayang kembali saat ia berhasil mendapat ikan, betapa senang lndang kekasihnya. Dengan wajah cerah, gadis itu menyambut ikan yang berhasil dipancing Awang. Masih terbayang di benak Awang betapa senangnya duduk berdua dengan orang yang dikasihi. Tetapi kini, di hadapannya lndang tergeletak tak berdaya. la masih pingsan karena peristiwa mengerikan di danau. PERPUSTJ\KAAN PUSAT ·BAHASA DEPARTEMEN PENDIIJIKAN NASIONAL
11
2. SAKIT Akhirnya, Awang memutuskan untuk segera pulang . la menggendong lndang ke rumah orang tuanya . Sesampainya di depan rumah, betapa kaget hati ayah dan ibu lndang. Mereka berteriak dengan keras . "lndang, anakku! lndang!" jerit ibu lndang. "Apa yang terjadi, Nak Awang?" tanya bapak lndang. "Maafkan aku, Bu. Aku yang salah membuat Adik lndang jadi begini," kata Awang. . Pemuda itu segera merebahkan tubuh lndang di atas bale-bale di ruang tengah. Kemudian, ia duduk di dekat gadis itu. Ditatapinya terus tubuh lndang. Sementara itu, kedua orang tua lndang sibuk memberi obat agar anaknya segera sadar. "lndang! lndang! Bangunlah, Nak," ratap ibu lndang sambil memijat kaki anaknya. "Apa yang telah terjadi, Nak Awang . Ceritakanlah pada Bapak, Nak," kata bapak lndang dengan suara tegas. "Kami berdua jalan-jalan di tepi danau itu . Kemud ian , atas restu dan izin lbu , kami pergi berperahu ke danau sambil memancing. Ketika kami akan menuju pulau yang terletak di tengah danau , pulau itu bergerak dan berputar dengan sangat kencangnya. Pulau itu mengejar perahu yang kami tumpangi. Kemudian , terdengar suara gelegar halilintar dan muncullah makhluk yang sangat menakutkan itu . Lalu , Adik lndang .. .. "
12 Belum selesai Awang bercerita, tiba-tiba lndang menggerakkan tubuhnya. Secara perlahan gadis itu membuka matanya. Dilihatnya langit-langit rumah. la menoleh ke arah Awang, kekasihnya. Kemudian, dilihatnya ayah dan ibunya juga sudah berada di sisinya. Wajah lndang masih pucat pasi. la belum berkata-kata. Tubuhnya masih lemas. "lndang sudah sadar, Pak" teriak ibu. "Cepat kasih obat lagi, Pak." Kedua suami istri itu sibuk memberi obat dan memijat-mijat tubuh anak gadisnya yang masih tampak lemas. Sementara itu , Awang masih tetap berdiri di samping lndang sambil mulutnya komat-kamit seraya berdoa. Pemuda itu melihat wajah kekasihnya yang memancarkan tatapan mata kosong. Sejak peristiwa itu, gadis lndang sakit dan terbaring di bale-bale. Wajahnya pucat pasi. Peristiwa yang menakutkan sangat mencekam hatinya dan sangat membekas di dalam hati dan jiwanya. Sejak itu, kelakuan lndang telah membuat kedua orang tuahya bingung dan cemas. Gadis itu bertingkah laku serba ganjil. Anak perempuan yang semata wayang itu selalu menyebut hal-hal yang sangat aneh dan menakutkan. Senantiasa mulutnya meracau dan mengingau. ·Sakit lndang sudah berlarut-larut. Dalam keadaan tidak sadar, gadis itu selalu kesurupan jiwa-jiwa halus. Dia selalu berkata dan menyebut nama roh-roh halus penghuni Danau Kelayar. Sebaliknya, jika dalam keadaan sadar, gadis itu ingat akan ayah dan ibunya serta Awang kekasihnya . Gadis itu tidak akan bersikap ganjil lagi. Begitulah, sakit lndang. Sejak peristiwa di Danau Kelayar itu tubuh lndang semakin kurus. Keadaan itu tidak membuat cinta Awang pudar terhadap kekasihnya. Bahkan, pemuda itu senantiasa sering menjenguk lndang di rumahnya . Kedatangan
13
Awang di sisi lndang itulah yang mempercepat kesadaran lndang. Pada suatu hari, ?akit lndang kambuh. Gadis itu selalu meracau dan berbicara sendiri. Secara tiba-tiba terdengar suara merintih yang keluar dari mulut lndang, "Rombi ... Rombi .... Aku ikut denganmu." Bapak dan ibu Rombi sangat terkejut dan heran ketika mendengar rintihan anak gadisnya. Mereka saling berpandangan seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Sementara itu, Awang yang berada di samping lndang menampakkan wajah yang memerah. Ada rasa tidak senang ketika pemuda itu mendengar nama laki-laki lain disebut oleh lndang. Pemuda itu memandang sesaat ke wajah kekasihnya. Lalu , ia berdiri. Ditatapnya mata kedua orang tua lndang yang berada di hadapannya seakan ia ingin meminta penjelasan, siapa sebenamya si Rombi itu. Pak Rombi segera mendekati Awang. Ditepuknya pundak pemuda itu secara per1ahan. "Tenanglah, Nak. Rombi itu kakak kandung lndang," jelas Pak Rombi. "Tapi, anakku itu sudah lama tiada. Anak itu meninggal karena tengge~am di dalam danau yang kalian datangi itu. Karena nama anakku· Rombi, aku pun dipanggil juga dengan sebutan Pak Rombi." Awang mendengar penjelasan Pak Rombi dengan penuh perhatian. Ada rasa malu dan bersal~h di dalam hatinya. Secara per1ahan pemuda itu menundukkan kepalanya. la malu menatap laki-laki tua yang ada di hadapannya. "Aaah ... kenapa Adik lndang tidak pernah bercerita kepadaku? Aku sangat malu kepada orang tua yang sangat tabah itu .. .. Ta.pi , aku maklum perkenalanku dengan lndang belum lama. Mungkin lndang belum sempat bercerita kepadaku hingga musibah itu terjadi," kata Awang di dalam hati sambil menenangkan dirinya. Tanpa
14
disadari oleh Awang, Pak Rombi berjalan mendekati dirinya kembali. "Nak Awang, anakku Rombi Sqat itu berumur tujuh . tahun. la bersama temannya senang memancing di Danau Kelayar yang kaudatangi itu. Ketika selesai memancing, ada keinginan dalam dirinya untuk berenang. Nah, pada waktu itu musibah datang. Saat Rombi kecil berenang, tiba-tiba tubuhnya lenyap di telan air Danau Kelayar. " "Bagaimana nasib selanjutnya, Pak?" "Hingga kini anak itu tidak ada jejaknya . Mayatnya tidak ditemukan. Bahkan, baju dan celana pendeknya yang dipakai saat itu tidak berhasil ditemukan. Sudah . berpuluh-puluh orang di kampung ini mencoba menyelam untuk mencari jasad atau pakaian Rombi. Tapi, hasilnya tetap nihil juga ," jelas Pak Rombi dengan sedih. Dengan raut wajah yang sendu, Pak Rombi menceritakan musibah yang telah menimpa anak lelakinya. Awang mendengarnya dengan penuh perhatian. Mata Pak Rombi berkaca-kaca. Kemudian, bapak tua itu berjalan menuju jendela dan dilihatnya Danau Kelayar yang tampak tenang. Sementara itu, pemuda Awang kembali duduk di samping lndang yang tertidur di bale-bale. Awang melihat tubuh lndang· yang sedang terbaring lemas. Ada rasa penyesalan di dalam dirinya karena mengakibatkan lndang jatuh sakit. Semakin lama terjadi perubahan di dalam diri lndang. Tubuh gadis itu tampak kurus dan selalu pucat. Sudah beberapa hari perempuan itu tidak dapat makan dan tidur. Peristiwa di Danau Kelayar yang sangat menakutkan dan mencekam hatinya telah membekas di jiwa dan sanubarinya .. Sejak itu lndang sering menyebut Rombi. Bahkan, gadis itu sangat rindu kepada Rombi yang belum pernal:l dilihatnya. Keadaan itu sangat memprihatinkan kedua orang tua lndang. Siang dan malam mereka memperha-
15 tikan sikap dan kelakuan anak gadis semata wayangnya. Hat itu- mengingatkan bapak dan ibu Rombi kepada anak lelakinya yang telah lama tiada. "Nah coba pikir baik-baik, Bu. Tingkah laku· Rombi semasa kanak-kanak juga tidak diketahui oleh lndang sebagaimana yang lndang selalu ceritakan kepada kita. Bukankah ini suatu .keganjilan, Bu?" "Benar, Pak, benar," jawab ibu Rombi sambil metango. "Marilah kita perhatikan lagi," kata Pak Rombi selanjutnya. "Dalam sakitnya akhir-akhir ini lndang bukan saja selalu meracau dan kesurupan, tetapi ia berbicara langsung dengan Rombi, kakaknya. Padahal, anak itu belum pernah melihat dan bertemu dengan kakaknya." "Benar, Pak. Benar. Rupanya roh si Rombi datang mengunjungi adiknya yang sedang sa kit. Aaah .. . . Kasihan anakku si Rombi . . .. Dia datang menjenguk adiknya," kata istri Pak Rombi. Setelah berkata-kata, istri Pak Rombi menangis dan tak dapat menahan air matanya. lngatan ibu tua itu kepada anaknya yang telah lama mati, kembali bergejolak di dalam dadanya. Butiran-butiran air matanya jatuh membasahi pipinya yang semakin cekung . lsak tangis perempuan itu terdengar oleh Pak Rombi. Laki-laki tua itu memandang istrinya yang tertunduk lesu sambil sesenggukan. Lalu, ia menarik napas panjang dan berusaha menenangkan istrinya. "Sudahlah tak usah dirisaukan tagi peristiwa lama itu. Sebaiknya, kita perhatikan saja penyakit anak kita lndang ini. Apabila kuperhatikan lagi, percakapan lndang dengan Rombi di alam yang tidak kita lihat itu, tampaknya adalah percakapan dua orang yang sedang berkasih-kasihan , Bu ."
16
"Sudahlah tak usah dirisaukan lagi peristlwa lama itu. Sebaiknya kita perhatlkan saja penyakit anak kita lndang ini."
17
"Masa demikian, Pak?" tanya istri Pak Rombi setengah tak percaya dengan penjelasan suaminya. "lya. Bagaimana engkau ini, Bu . Coba perhatikan lagi. Aku sering memperhatikan dan mengintip setiap lndang berbicara sendiri. Kemarin aku melihat lndang berbisik-bisik sendiri di dalam kamarnya. Aku berhasil memasuki kamarnya tanpa sepengetahuannya , Bu ." "Ya, Allah. Bagaimana ini, Pak. Apa mungkin sakit lndang disebabkan· oleh roh Rombi?" keluh ibu yang memotong pembicaraan suaminya. "Benar, Bu . Dugaanku begitu. Aku sering mendengar nama Rombi disebutnya. Setiap lndang berbicara dengan berbisik-bisik, itu pasti roh si Rombi datang menggoda dan merayu lndang untuk dibawa ke tempatnya. Aku selalu memperhatikan isi percakapan mereka. Tidak salah lagi, Bu. Mereka berdua seaang berkasih mesra dan bercintacintaan di suatu alam yang tidak pernah kita lihat," jelas Pak Rombi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ya Allah ... Pak. Tidak mungkin demikian, Pak," kata istri Pak Rombi sambil mengusap dada dengan kedua tangannya. Kedua mata perempuan tua itu berkaca-kaca lagi. la menahan tangis sambil mendengarkan penjelasan suaminya. "Bu, aku sebetulnya ingin meminta bantuan kepada tabib tua di desa kita, tapi kita tak mampu membayarnya. Aku ingin kepastian apakah benar roh Rombi yang datang dan menyebabkan si lndang sakit?" "Kita harus usahakan meminta bantuan itu, Pak. Kita kan tahu bahwa lndang adalah adiknya Rombi. Dan, si Rombi adalah abangnya lndang. Mereka itu dua bersaudara kandung. Mustahil mereka bisa kawin dan bercintaclntaan walaupun di suatu alam gaib, Pak." "Kalau di alam nyata memang tidak mungkin dua kakak beradik saling bercintaan, apalagi untuk kawin . Te~ tapi di alam gaib sebagai yang kita dengar selalu dari
18
lndang, hal itu· adalah serba mungkin ," jawab Pak Rombi juga menegaskan. lstri Pak Rombi menggeleng-gelengkan kepalanya . Perempuan itu sedih bercampur bingung karena memikirkan keadaan anak kesayangannya. la kembali terbayang kepada anak laki-laki yang telah lama tiada. "Aku yakin Pak bahwa lndang tidak mau dikawin oleh Rombi. Bukankah lndang itu selalu menolak? Dan, masih ingatkah Pak, saat lndang pingsan di danau , ketika pulau bergerak dan berputar-putar? Yang katanya telah didatangi oleh Rombi. lni suatu bukti penolakan lndang, bukan," jelas istri Pak Rombi. uya .... Aku pun juga mengharapkan demikian, Bu ," sahut Pak Rombi sambil memandang jauh keluar jendela pondoknya. Pandangan laki-laki tua itu dilepaskan ke seberang nun jauh di sana, di tengah Danau Kelayar. Tampak oleh orang tua itu sebuah pulau kecil di tengah danau. Pulau itu banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon kayu gabus dan kariwaja. Di pohon kariwaja yang menjuntai ke air danau itulah, menurut keterangan lndang pernah dilihatnya seorang makhluk gaib yang selalu menggodanya siang dan malam. Makhluk itu tak lain adalah roh putra Pak Rombi , yaitu Rombi. Sakit putri Pak Rombi masih berlarut-larut. Penyakit lndang ajaib dan ganjil yang tidak mungkin diobati dengan obat-obatan biasa. Ada keinginan dalam diri Pak Rombi untuk meminta bantuan ahli nujum. Namun, niat itu belum terwujud karena Pak Rombi tidak mampu untuk membayarnya. Keluarga Pak Rombi sangat sederhana. Dalam kehidupan sehari-hari pun mereka hidup dengan pas-pasan. Namun, mereka sangat berbahagia karena mereka dikaruniai putri yang cantik, yaitu lndang. Kedatangan pe-
19
muda Awang ke rumah Pak Rombi membuat bapak tua itu sangat senang . Pemuda itu menunjukkan sikap dan perhatian yang lebih terhadap anak gadisnya Pak Romb 1 semakin bersyukur bahwa kelak lndang ada yang men Jaganya . Kin 1, lndang sedang sak1t. Dalam j1wanya sekarang sedang berperang dua keinginan yang sama-sama berat untuk dipecahkan . Secara lahir dan kenyataan lndang lebih mencintai Awang yang telah menjad i penolongnya . Pemuda itu menolong lndang saat gadis itu dikejar-kejar oleh makhluk ganjil dan pulau yang berputa r di tengah danau . Selain itu , Awang telah memberi tahu kepada lndang tentang jati dirinya yang sebenarnya bahwa ia adalah putra Raja Sulakarta . Namun , hal itu belum diketahui oleh Pak Rombi. Lelaki tua itu hanya mengetahu i bahwa Awang adalah seorang pemuda yang berasal dari desa seberang . Sementara itu , dalam keadaan tidak sadar, lndang juga merindukan Rombi di alam gaib. Rasa rindu lndang itu bukan hanya rindu kepada saudara kandung yang telah mati , tetapi juga karena pengaruh kesaktian alam gaib itu sendiri. Tanpa disadari olehnya, lndang juga sangat mencintai dan merindukan Rombi sebagai kekasihnya. Bila lndang dalam keadaan sadar, gad is itu selalu mencari dan menanyakan di manakah kekasihnya , Awang . Oleh karena itu . pemuda itu sering berkunjung dan berada di samping lndang . Sebaliknya , jika lndang tertidur dan da lam keadaaan tidak sadar, ia selalu berbicara sendiri. Dalam khayalnya , ia selalu bercakap-cakap dengan Rombi , saudara yang juga kekasihnya
20
3. JELMAAN ROMBI Akhirnya , dengan bantuan Awang, datanglah tabib yang akan mengobati lndang . Dengan berbagai pedupaan dan keris yang dibawanya, dukun tua itu memulai mengobati lndang. · Kedua tangan tabib itu direntangkan lalu dikatubkan di depan dadanya. Kemudian, kedua telapak tangan itu kembali dibuka dan dengan sedikit sentakan diarahkan di atas baskom yang berisi air kembang . Tabib tua itu masih berdiam diri bagai patung . Mulutnya komat-kamit. Dia berdoa. Kedua matanya terpejam beberapa saat. Laki-laki tua itu memusatkan perhatian pada sasaran, yaitu lndang yang sedang sakit. Tak berapa lama kemudian, timbul reaksi. Permukaan air baskom yang tenang secara tiba-tiba bergejolak. Angin berembus sangat keras menerjang daun-daun jendela. Keadaan itu tidak mengganggu konsentrasi tabib. Sementara itu, kedua orang tua lndang duduk di hadapan tabib dengan perasaan galau. Awang duduk di samping Pak Rombi dengan hati yang berdebar pula. Mereka memperhatikan setiap gerak tabib. Mereka juga merasakan dan melihat angin yang bertiup sangat kencang. Keadaan itu tidak membuat mereka takut. Kedua suami istri yang sudah tua itu masih di tempatnya dengan hati yang penuh was-was. Mata Awang dengan tajam menatap tabib .itu. Tampak tabib tua itu menghentikan kegiatannya. Kemudian, ia membuka mata dan menarik napas panjang. "Pak Rombi, memang benar, yang membuat sakit lndang adalah arwah si Rombi. la datang ingin menjenguk
21
adiknya," kata tabib sambil memainkan kerisnya ke kiri dan ke kanan. Bapak dan lbu Rombi saling bertatapan . Mereka seakan tidak percaya dengan keterangan tabib. Awang menggeser duduknya. Pemuda itu memperhatikan terus perkataan tabib itu . Mata istri Pak Rombi mulai berkaca- · kaca. Dengan suara lirih, perempuan tua itu menyebut nama anaknya , "Rombi anakku?!" Sambil mengusap-usap jenggotnya yang sudah putih dan panjang, tabib tua itu memandang Pak Rombi seraya memberi penjelasan. "Pak Rombi, memang benar yang datang itu adalah anakmu, Rombi, yang telah hilang di telan air Danau Kel ayar. Kini aku melihat anak itu telah dewasa. Anak itu memakai destar merah, rambutnya ikal , ada tahi lalat di dagu dan di pipinya. Anak itu .. .. " 'Wahai Rombi anakku .. . sudah besar dan tampan dia," kata Pak Rombi dengan suara pelan yang memotong penjelasan tabib tua. "Ya, dia kini sudah dewasa," jelas tabib. "Aiangkah ingirinya aku melihat Rombi, Pak. Bagaimana kiranya wajah Rombi setelah dia dewasa ," kata lbu Rombi sambil tersedu-sed u. ''Anakku Rombi, ingin sekali aku melihat mukamu sayang. Mengapa engkau tak mau menunjukkan wajahmu kepada ibu? Ah. . .. Rombi ... Rombi anakku .. .. " Kedua orang tua itu menyeka air mata. Mereka sangat sedih bukan hanya karena sakitnya lndang , tetapi juga kenangan lama tentang anak lelakinya terbayang kembali. Suasana haru menyentuh perasaan hati Awang . Hati pemuda itu semakin bertambah sedih karena keadaan yang menimpa kekasihnya. Sementara itu, tabib tua masih di tempatnya . Sesekali matanya dipejamkan untuk memusatkan konsentra sinya.
22
Sambil mengusap-usap jenggotnya yang sudah putih dan panjang, tabib tua itu memandang Pak Rombi seraya memberi penjelasan .
23
"Pak dan lbu Rombi, aku merasakan dan melihat ada pemuda lain yang datang di sisi lndang. ltu yang membuat Rombi marah dan cemburu sehingga dia marah saat lndang dan pemuda itu berada di danau , bukan begitu , Pak?" kata tabib tua itu . Awang segera menatap tabib dengan pandangan yang tajam ketika ia menyebut kata pemuda. "Benar, Kiai . Pemuda itu bernama Awang. la pemuda dari desa seberang," jelas Pak Rombi . Ketika namanya disebut, Awang segera meriatap kembali ke arah tabib seraya berkata, "Saya yang bernama Awang , Pak." Pemuda itu segera menundukkan kepalanya kembali. Ada sesuatu yang sedang dipikirkan. "Aaah, sungguh keterlaluan aku ini . Aku belum mengatakan yang sebenarnya, siapa diriku ini kepada Bapak dan lbu Rombi." Tabib tua itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian, matanya kembali dipejamkan. Mulutnya bergerak-gerak seraya berdoa . Tak lama kemudian, lelaki berbaju hitam itu membuka matanya dan melanjutkan perkataannya. "Pada waktu mereka berdua-duaan memancing ikan di danau, Rombi telah memergokinya. Rombi marah hingga perahu lndang dikejar-kejar oleh Pulau Pulatan yang beredar. Tembakan petir dan halilintar yang hampir saja membunuh mereka merupakan peringatan bagi pemuda itu e ... ee .. . ee ... engkau Awang , agar tidak mencoba menjamah lagi adiknya yang sekaligus menjadi kekasihnya.'' Bapak dan lbu Rombi yang sudah tua itu memperhatikan penjelasan tabib dengan penuh perhatian . Bayangan Rombi kecil muncul kembali di dalam benaknya. Pada saat itu mereka baru memiliki satu orang putra, Rombi, sedangkan adiknya , lndang, belum lahir. lstri Pak
24
Rombi menggeser duduknya seraya bertanya kepada ta bib . "Pak Kiai , sejak peristiwa tenggelamnya Rombi , jasad anakku itu tidak berhasil ditemukan. Apakah engkau tahu ke manakah jazad anakku itu?" tanya perempuan tu a itu dengan suara lemah . "Sebenarnya , sejak dulu Rombi dipelihara oleh satu keluarga yang mempunyai kesaktian , yaitu Datuk Mira Naga Sakti. Datuk itulah yang berkuasa di dasar Danau Kelayar itu. Mereka sewaktu-waktu dapa( membuat onar atau bertindak yang membingungkan manusia di permukaan danau . Manusia akan menjadi linglu ng dan lupa diri dan keadaan sekitarnya, seperti halnya yang dialami lndang. Rombi kecil bukan orang pertama yang menjadi korban. Dulu-dulu juga ada korban yang sama, tenggelam di danau. Hanya Rombilah yang termuda usianya, baru tujuh tahun. Oleh kqrena itu, Rombi dibesarkan oleh orang-orang halus, Datuk Mira Naga Sakti. Setelah Iima belas tahun Rombi 'dijemput' oleh Datuk Mira Naga Sakti dari perahunya, kini, Rombi telah dewasa. Sebagai pemuda dewasa, sudah barang tentu Rombi juga ingin mencari pasangan. Oleh karena Rombi berasal dari manusia biasa, tidaklah heran kalau dia pun lalu mencintai pula seorang gadis dari alam nyata, . yaitu lndang. Gadis itu sering dilihatnya berada di tepian Danau Kelayar. . Gadis itu menurut Rombi demikian cantiknya hingga ia sangat menarik perhatiannya . Timbul keinginan dalam diri Rombi untuk memiliki dara te·rsebut untuk dijadikan sandingan di alam gaib. Sungguh , gadis itu adalah adiknya sendiri, lndang. Pak Rombi, Datuk Mira Naga Sakti itu seorang sakti yang . bertubuh naga tapi berkepala dan bertangan bagai manusia. Apabila datuk marah, ia bisa
25
membuat gempa dan banjir besar di permukaan bumi ini, " jelas tabib dengan panjang lebar. Dalam nujumnya, tabib tua itu dapat melihat keberadaan dan sikap roh Rombi terhadap lndang, adiknya Rombi sangat cinta kepada lndang, melebihi cinta kakak kepada adiknya. Telah berulang-ulang Rombi datang untuk menjeput lndang. Gadis itu akan dibawanya kekeraton gaib yang indah permai, yaitu Keraton Mira Naga Sakti di bawah dasar danau . · Telah berkali-kali tabib tua itu datang untuk menyembuhkan lndang. Namun, usaha yang telah dilakukan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Laki-laki itu hanya dapat melihat hal-hal gaib di balik peristiwa sakitnya lndang . Laki-laki itu menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya tidak sebanding dengan Datuk Mira Naga Sakti. Akhirnya, tabib itu menemui Pak Rombi dan mengatakan bahwa ia tidak sanggup menyembuhkan lndang. Betapa sedih hati kedua suami istri itu melihat keadaan putri semata wayangnnya . Hati Awang juga semakin sedih. la semakin merasa bersalah karena dirinya sering mengajak lndang pergi ke tepi Danau Kelayar untuk memancing. Karena dirinya , kini lndang sakit. Semakin lama tubuh gadis itu semakin kurus .
26
4. PUTRA RAJA Di istana, hati Awang sedih . Pemuda itu memikirkan nasib pujaan hatinya yang masih terbaring sakit. Di dalam kamarnya, pemuda itu berjalan mondar-mandir. Sesekali matanya tertuju ke luar jendela. la melihat keluar ke arah Danau Kelayar. Namun, danau itu tak terlihat olehnya karena letaknya jauh di tengah desa Pak Rombi. lngin sekali Awang membawa lndang ke istana untuk diobati. Namun, ia ragu untuk segera melaksanakannya. Pemuda itu teringat bahwa ia telah berbohong kepada ayah dan ibu lndang. Awang tidak mengatakan dirinya sebagai putra raja, tetapi sebagai pemuda seberang desa. Namun, kepada ·lndang, Awang sudah mengatakan bahwa dirinya adalah putra Raja Sulakarta. Begitu juga kepada Raja Narodipa, orang tuanya , Awang belum mengatakan yang sebenarnya bahwa ia telah menjalin kasih dengan gadis desa. Awang sangat mencintai lndang , seorang gadis desa sehingga ia banyak meninggalkan keraton. Hari-hari terakhir banyak dihabiskannya di tepi Danau Kelayar bersama lndang, kekasihnya , untuk memancing. "Aaah aku bingung sekali. Aku ingin segera membawa lndang kemari, tapi aku belum berterus terang kepada ayah dan ibuku . Kepada Bapak dan lbu Rombi pun aku juga belum mengaku bahwa aku putra raja . Sebaiknya , aku segera mengatakan keadaan diriku yang sebenarnyq kepada mereka ," pikir Awang yang masih berada di dalam kamarnya.
27
Akhirnya, Awang segera menemui Raja Narodipa, orang tuanya. Pemuda itu menuju ruang singgasana. Di sana ayah dan ibunya sedang duduk berdua . Dengan hati yang sedikit berdebar Awang menghadap ayahnya . Pemuda itu takut bahwa ayahnya akan marah dengan pengakuannya. "He, ada apa kau, Nak. Aku melihat kau tampak murung begitu," tanya Raja Narodipa. "Apakah kau sakit?" "Tidak, Ayah. Ada sesuatu yang hendak aku katakan kepada Ayah dan Bunda ," jawab Awang sambil melihat kedua orang tuanya. "Ceritakanlah, apa yang merisaukanmu ttu , Nak." Akhirnya, Awang menceritakan keadaan yang sebenarnya kepada ayah dan ibunya bahwa ia sedang menjalin kasih dengan gadis desa yang tak berketurunan bangsawan. Awang dan lndang sering pergi ke tepi Danau Kelayar untuk memancing. Kini , lndang jatuh sakit karenanya. Pangeran Awang juga meyakinkan ayah dan bundanya bahwa sekali perasaan cinta kasih datang pada seorang manusia, ia tak pernah berbuat batas perbedaan derajat. "ltulah ceritanya, Ayah . Sekarang aku mohon Ayah dapat menolongku dengan membolehkan lndang tingga l di istana agar mudah untuk diobati. Ananda yakin perbuatan Ananda tidak akan dibenci Ayahnda . Bahkan , Ananda , tetap mengharapkan ada persetujuan Ayah dan Bunda agar lndang dapat Ananda boyong ke istana untuk dijadikan teman hidup Ananda kelak." Raja dan permaisuri Narodipa mendengarkan cerita anaknya dengan penuh perhatian . Mereka memperhatikan raut wajah putranya yang menunjukkan kesungguhan yang mendalam. Raja Narodipa dibuatnya yakin la cukup bijaksana untuk mengambil langkah-langkah tertentu demi keselamatan rohani putra semata wayangnya. Raja ingin Awang senang. Akhirnya, raja dan permaisuri Narodipa setuju dengan permintaan putranya.
28
Akhirnya Raja dan Permaisuri Narodipa setuju dengan permintaan putranya
29 "Baiklah, Nak. Jika itu kehendakmu dan menurutmu baik, segeralah bertindak. Bawalah putrimu itu segera ke istana agar para tabib di negeri ini mudah untuk mengobatinya. Jika sudah sembuh, kita akan segera melakukan pinangan kepada keluarga Pak Rombi," kata Raja Narodipa. "Terima kasih Ayah dan lbu. Ananda akan segera melakukan persiapan. Ananda segera menghubungi tabib yang terkenal agar sakit lndang cepat sembuh," sahut Pangeran Awang dengan senyum yang cerah. Sementara itu, di rumah Pak Rombi suasana tampak suram. lndang masih tergolek lemah di atas bale-bale. Ayah dan lbu lndang selalu berurai air mata menghadapi keadaan anaknya. Namun, mereka belum berputus asa. Setiap dukun dan tabib di desanya mereka datangi demi kesembuhan putrinya. Namun, penyakit lndang belum sembuh. Pada suatu hari Bapak dan lbu Rombi dikejutkan oleh kedatangan rombongan istana yang dipimpin oleh Pangeran Awang. Pada saat itulah orang tua lndang mengetahui bahwa Awang adalah putra seorang raja. "Bu , Bu. Cepat kemari! Ada kereta kuda, tampaknya rombongan dari kerajaan ," kata Pak Rombi dengan suara keras. Pak Rombi segera memanggil istrinya yang sedang bekerja di belakang. "Lihat itu! Nak Awang ada di depan. la memimpin rombongan. Jadi ... jadi Nak Awang itu putra raja?" tanya istriya. "Aaah ... untuk apa mereka datang kemari, Pak?" T epat di halaman rumah, Pangeran Awang segera mengatur rombongan. Kemudian , ia segera menemui Bapak dan lbu Rombi. Ketika suami istri itu belum sempat berkata-kata, Awang sudah lebih dulu membuka suara. "Maafkanlah aku, Bapak dan lbu Rombi. Baru sekarang aku berterus terang kepadamu tentang siapa jati diriku sebenarnya."
30 "Nak Awang? Jadi ... jadi kau putra seorang raja?" tanya Bapak dan lbu Rombi hampir serempak. Mereka membungkuk seraya memberi hormat. Namun, pemuda Awang cepat mencegahnya . "Benar, Pak. Untuk itu aku minta maaf. Sebenarnya , kedatanganku kemari hendak membawa lndang untuk berobat ke istana." "Jadi, maksud Nak Awang?" tanya Pak Rombi sekali lagi. "Begini, Pak. Saya bermaksud hendak merawat dan mengobati Adik lndang sampai dia sembuh betul," jawab Awang. Pak Rombi terpaku di lantai pondoknya. Hatinya bimbang dan belum secepat itu menerima ajakan Pangeran Awang ke istana. Pikirannya terbayang bagaimana rendah dirinya sebagai nelayan dusun untuk diboyong ke istana tanpa suatu jasa pun. Sikap dan perasaan yang ragu-ragu telah dapat dimengerti oleh Pangeran Awang. Kemudian, pemuda itu berusaha membujuknya. "Pak Rombi tidak usah ragu-ragu untuk mengabulkan permohonan ini demi keselamatan Dik lndang." "ltu benar, Nak Awang . Tapi .... " ''Tapi, bagaimana Pak? Kesehatan lndang sangat menyedihkan. Kita perlu segera menolongnya . Aku lihat tabib di desa ini belum ada yang berhasil untuk menyembuhkannya. Aku pikir sebaiknya dicoba dulu untuk berobat di istana. Kami mempunyai beberapa tabib yang sangat terkenal. Hmmmm . . . . Pengobatan itu akan lebih semBapak dan lbu purna apabila Adik lndang bersama berada di istana." "Ah ... Nak Awang. Bapak dan lbu hanya nelayan miskin, tidak patut kam i tinggal di istana , Nak. Biarlah sambil mengurus padi di sawah , bapak berusaha terus merawat lndang sampai sembuh ."
31
"ltu artinya, Bapak dan lbu tidak kasihan dengan Dik lndang. Selama lndang masih berada di desa ini, dan selama dia masih bisa memandang dan minum air Danau Kelayar ini, selama itu pula adik lndang tidak bisa sembuh dari sakitnya," jelas Pangeran Awang yang mencoba meyakinkan kedua suami istri itu. "0 ... mengapa demikian, Nak Awang?" "Memang demikian, Pak. Kemarin sebelum aku kemari, aku sudah menghubungi tabib yang sangat terkenal. Dalam nujumnya itu ia dapat melihat keadaan lndang. Penyakit Dik lndang adalah penyakit yang lain daripada yang lain. Sumber penyakitnya berada di Danau Kelayar itu. Oleh karena itu, usaha pertama kita adalah harus menghindarkan lndang dari tepian Danau Kelayar. Danau itu memang berbahaya, Pak. Sungguh berbahaya!" jelas Pangeran Awang sambil memberi tekanan suara yang mendalam kepada Pak Rombi. "Sejak dulu pun aku sudah mengira demikian, Nak Awang. Ada sesuatu yang gaib telah terjadi di balik penyakit anakku, lndang. Telah banyak kucoba minta bantuan dukun-dukun yang ampuh, tetapi belum seorang pun yang bisa menyembuhkannya. Aah ... kasihan lndang," kel uh Pak Rombi dengan sebutir air menggantung di bulu matanya. Pangeran Awang duduk di samping Bapak Rombi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara itu, istri pak Rombi juga mendengarkan pembicaraan dua orang lelaki dengan penuh perhatian. Sejak awal pembicaraan , perempuan itu telah menangis dan menyapu air matanya dengan selendang yang lusuh. Perempuan tua itu duduk bersimpuh di samping pembaringan anaknya. lndang semakin kurus dan telah kehilangan keayuannya. lbu tua ini pun sependirian dengan suaminya. la merasa amat berat untuk meninggalkan kampung halamannya di tepian danau . Gubuk tua
32
yang telah banyak memberikan warna kehidupan desa itu . Namun, tak sepatah kata pun yang bisa diucapkannya terhadap ajakan baik dari Pangeran Awang. Kedua orang tua itu tak bisa berbuat lain kecuali menangis. lsak tangis itu terdengar ke telinga lndang hingga membuatnya menangis juga. Ketika melihat itu, hati Awang terharu, terlebih-lebih ketika melihat kekasihnya yang berpipi cekung menangis tersedu-sedu sambil memegang tangan ibunnya. Pangeran Awang mencoba meyakinkan orang tua itu. "Kasihan lndang, Pak. Selama masih ada waktu untuk menolongnya, marilah kita usahakan untuk memberi pertolongan. Kita carikan tabib yang sangat ahli dan kita obati dia, Pak." "Tapi ... bukankah dapat saja lndang diobati di sini? Tanpa menyusahkan pihak istana dan harus meninggalkan kampung halamannya." "Di istana Dik lndang akan lebih cepat disembuhkan , Pak. Letak istana sangat jauh dari tepian Danau Kelayar yang angker itu. Mengerti maksud saya, Pak. Adik lndang harus jauh dari sumber penyakitnya, yaitu Danau Kelayar itu," jelas Pangeran Awang sambil memberikan tekanan suara yang mendalam. "Saya mengerti, Nak. Bapak dan lbu minta maaf. Bahkan , kami berterima kasih atas ajakan ini. Hanya saja , Bapak pikir, Bapak ini sangat tidak patut tinggal di istana. Kami a rang miskin, Nak." "Bukan soal kemiskinan, Pak," jawab Awang. "Soalnya, jika Bapak masih cinta kepada anak Bapak sendiri, perkenankanlah permintaan kami ini. Akan tetapi sebaliknya, apabila Bapak mengabaikan ini, yah , ... Kasihan juga lndang. Dia akan menderita terus." Suara Awang kian menurun dan terputus-putus. Dadanya sesak. Hampir saja air matanya yang menggenang itu menitik di pipinya. Tetapi, pemuda itu pandai menyem-
33
bunyikan perasaannya dengan gerak dan suara yang dipalsukan. Setelah beberapa kali Pak Rombi mencoba untuk membulatkan pikirannya sambil memandang silih berganti kepada istri dan anak gadisnya, akhirnya orang tua itu berkata dengan suara yang lirih yang hampir tak kedengaran. "Nak Awang . . .. Apakah ha I ini sudah mend a pat persetujuan dari Paduka Ayahanda, Raja Narodipa?" "Tentu saja, Pak. Tentu saja hal ini atas persetujuan kedua orang tua saya di istana. Bahkan, beliaulah yang memerintahkan kami datang kemari untuk menjemput Bapak, lbu, dan Dik lndang sekalian. Percayalah, Bapak dan lbu," jelas Awang sambil meyakinkan orang tua itu. "Jika demikian halnya," kata Pak Rombi, "Baiknya aku tanyakan dulu kepada lndang anakku . Apakah dia tidak keberatan bila diajak ke istana?" "Benar, Pak," sela istrinya yang sejak tadi menyeka air matanya. "Kita tanyakan dulu saja pada lndang karena yang akan disembuhkan adalah dia." Tanpa menunggu perintah dari suaminya , lbu Rombi segera mendekati anak perempuannya. la mengelus-elus tangan anaknya dengan penuh kasih sayang seraya berkata. "Bagaimana ... lndang. lni ... Kakakmu Awang datang dari istana, ingin membawamu ke sana, buat diobati dan disembuhkan. Katanya pengobatanmu akan dilakukan di istana. Dan . . . ha I ini telah disetujui oleh paduka Raja Narodipa, ayahanda Nak Awang. Bagaimana, Nak?" lndang yang sedang terbaring tidak segera memberi jawaban . Perempuan muda itu memandang satu per satu semua orang yang disayanginya, Pak Rombi, lbu Rombi, dan Awang.
34 "Jawablah, Nak, supaya Kakakmu Awang dapat mendengar langsung dari dirimu sendiri ," kata Bapak · Rombi pula dengan suara lembut. "lbu .... " kata lndang sambil mencari-cari lengan ibunya. Suaranya berdesir di antara bibirnya yang pucat, tetapi masih jelas lekuk-lekuk kemungilannya . "Bu .. . aku ingin mendengar dari Kak Awang sendiri, Bu. Apakah dia benar-benar ingin menyembuhkan aku?" Ketika mendengar namanya disebut kekasihnya , Awang segera mendekat. Bahkan , tanpa diminta pun , pemuda itu segera membujuk gadisnya. "Tak usah kauragukan lagi lndang. Demi · keselamatan mu , aku selalu sedia berkorban . Marilah kita ke istana sekarang juga." "Kak Awang tidak akan menyia-nyiakan aku dan kedua orang tuaku di sana?" "Tidak lndang. Aku tidak akan menyengsarakanmu di istana. Aku sayang pada kalian semua." "Jika demikian, Kak Awang ... ," suara lndang serak dan lirih hingga hampir tidak terdengar oleh Awang . "Bawahlah aku ke istana, Kak. Tapi, .... Ayah dan lbu juga ikut kan, Kak?" "lya, lndang. Ayah dan lbu juga akan ikut bersama kita sekarang juga. lnqang, aku sayang dan cinta kepadamu maka aku pun sayang kepada Bapak dan lbumu . Janganlah engkau khawatir," bujuk Awang dengan suara yang mantap dan tegas. Lagi-lagi gadis lndang menangis tersedu-sedu . Dadanya naik turun menahan hati yang bergelora . Pada kali inilah bendungan hati Pangeran Awang yang ta nggu h itu tak dapat bertahan lagi. Tangisan lndang di depan matanya membuat bendungan itu runtuh. Segumpal demi segumpal air mata Awang yang sejak tadi tertahan berjatuhan.
35
Awang dan lndang saling berpegangan tangan, seperti tak ingin dilepaskan lagio Dan, agaknya mereka hampir tak menyadari bahwa perbuatan ini dilakukan di hadapan kedua orang tua lndango Akhirnya , setelah ditemukan kata sepakat, mereka setuju berangkat ke istana o Segala persiapan dilakukan o Bapak dan lbu Rombi mengumpulkan semua barang dan benda yang patut untu k dibawa ke istanao lndang dipapah dan digendong menuju tandu o Mereka akan pindah ke istana dan tidak lagi menghuni tepian Danau Kelayar yang angkero Tak lama kemudian , berangkatlah rombongan meninggalkan gubuk kediaman Pak Rombi. Selama dalam perjalanan yang cukup panjang itu, tidak banyak yang mereka bicarakan, baik oleh pak Rombi dan istrinya maupun antara Awang dan lndango Mereka sedang melamuno Bagi Pak Rombi dan keluarga, kejadian yang mereka rasakan sebagai mimpi yang tak pernah dibayangkan sebelumnyao Rimba dengan berbagai pohon seakan tertawa gembira seraya melambaikan tangan mengucapkan selamat jalano Kicau burung yang bertengger di kiri dan kanan jalan terdengar sangat merduo Derap langkah mereka laksana sebuah rombongan raja yang kembali ke istanao Kelak anak gadis yang cantik itu akan diambil mantu oleh raja Narodipao Dalam perjalanan itu Awang juga banyak melamun dan membayangkan lndango Perasaan antara harapan dan cemas menghantui pikirannyao Bila lndang sembuh dan pulih, ia akan segera meminangnyao Apalagi, rencana perkawinannya telah disetujui oleh ayah dan ibunyao Sebaliknya, perasaan cemas muncul dalam diri Awang o Andai penyakit lndang semakin parah hingga menemui Yah, Tuhan jualah yang Ma ha Mengetahui ajalnya . bagaimana gerangan perasaan hati Awang o Namun. pemuda itu terus be.rdoa agar lndang dapat disembuhkano 0
00
36 Awang tetap akan berusaha, mengharap, dan berdoa kepada Tuhan, mudah-mudahan kekasihnya segera pulih kesehatannya seperti semula . Pemuda itu masih menaruh harapan dan belum berputus asa bahwa pada suatu hari yang berbahagia, dia akan menikmati lagi hari-hari kemesraan bersama lndang. Tiba-tiba datang lagi rasa cemas yang baru di dalam hati Awang. Dalam benak Awang bermunculan berbagai pikiran. Penyakit lndang yang ajaib itu tidak dapat disembuhkan dan lndang dapat digoda serta dirayu oleh Rombi yang gaib. Namun, pemuda itu mempunyai ketetapan hati bahwa seluruh tabib di negeri akan dikerahkan untuk mengusir penyakit itu . Untuk kesekian kalinya , pemuda itu membulatkan pikiran dan keyakinannya bahwa tak ada kesulitan yang tak dapat diatasi dan tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan. Akhirnya, Pangeran Awang berkeyakinan bahwa penyakit lndang dapat disembuhkan. Akan tetapi, kadang-kadang tubuh Awang lemah karena dipermainkan oleh pikiran yang macam-macam. Pemuda itu teringat kesaktian Rombi yang dibantu oleh Datuk Mira Naga Sakti. Masih jelas terasa bagaimana tak berdaya dirinya saat Rombi memuntahkan tembakan halilintar. Awang dan lndang hampir tewas tersambar petir di Pulau Pulatan yang beredar. Apakah Awang harus menyerah kalah kepada tenaga gaib di bawah dasar danau. Ataukah ia cukup menantang kekerasan itu dengan kekerasan pula untuk mempertahankan kekasihnya . ltulah lamunan Awang sepanjang perjalanan menuju istana. Tanpa disadarinya rombongan telah sampai di gerbang istana. Mereka disambut oleh rakyat Sulakarta . Raja dan permaisuri Narodipa menjemput kedatangan keluarga Rombi dengan sambutan yang hangat.
37
5. TABIB LINGKUR
Keesokan harinya para dukun dan tabib berdatangan ke istana. Mereka hendak m.engobati penyakit lndang. Namun, penyakit yang diderita lndang belum juga sembuh . Awang dan keluarga Pak Rombi sangat sedih. Mereka hampir berputus asa. Pada suatu ketika datang Tabib Lingkur ke istana . Laki-laki tua itu membawa pedupaan. Ketika ia memasuki kamar lndang, tiba-tiba gadis itu meronta-ronta dan menghentak-hentakkan kakinya. Gadis itu hendak menyerang tabib tua yang berjenggot panjang. Bapak dan lbu Rombi terkejut ketika melihat putrinya menunjukkan kekuatan yang hebat. Kedua orang itu segera mendekati anaknya. Lalu, Awang dan para hulubalang segera datang. Mereka memegangi tubuh lndang yang sedang mengamuk. "Enyah engkau! .... pergi kau, tabib jahanam! Mengapa engkau kemari! Siapa yang mengundangmu. Pergi! Pergi!" teriak lndang dengan suara melengking keras sambil tangannya menuding ke arah Tabib Lingkur. Peristiwa itu tidak membuat mundur Tabib Lingkur. Lelaki tua itu masih di tempatnya sambil mulutnya komatkamit seraya berdoa . Ketika orang tua itu menyemburkan secangkir air putih ke muka lndang, tiba-tiba gadis itu jatuh terhenyak kembali di atas kasurnya bagai seekor ayam yang kena pukul. lndang tergeletak dengan tubuh lemas. Lalu, Tabib Lingkur mengambU air putih lagi. Seluruh penghuni istana
memperhatikan gerak tabib itu . Mereka berharap ·lndang dapat sehat kembali . Tak lama kemudian , Tabib Lingkur mengakhiri mantranya . Dengan suara serak ia berkata kepada seluruh keluarga yang melihatnya . "Masih untung , kita belum terlambat untuk mengobatinya ." kata Tabib Lingkur. "Bagaimana , Pak ," tanya Pak Rombi dengan cemas . "Dengan mantraku , aku dapat melihat bahwa anak ini pada waktu yang telah ditentukan akan diambi! oleh orang Jauh untuk dikawinkan di sana ," jawab tabib dengan dah1 yang dikerutkan. "Siapa yang ingin mengambilnya , Pak ," tanya Awang yang menyela perkataan tabib . "Penghun i dasar danau , yaitu anaknya Datuk Mira Nag·a Sakti . la bernama Aria Laksana .'· jawab Tabib Lingkur. "Ha , Aria Laksana? " tanya Bapak dan lbu Romb i serempak . Pak Rombi dan istrinya serta Awang saling berpandangan. Timbul keraguan di antara mereka bertiga ketika mendengar nama Aria Laksana disebut. Melalu i air mantranya , Tabib Lingkur menggambarkan ciri-ciri pemuda Aria Laksana . Tiba-tiba lbu Rombi menutup kedua telinganya seraya berteriak . "Ya , Tuhan , itu anakku Rombi . Tidak mungkm . Pak Lingkur, tidak mungkin anakku dikawinkan dengan Ana Laksana. Aku sendiri tak mau mengawinkannya ." kata Pak Rombi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya "Mengapa? ltu kehendaknya sendiri. Lebih-lebih 1tu adalah kehendak ayahnya Datuk Mira Naga Sakti,' jawab Pak Lingkur dengan sebuah pandangan tajam . "Karena Aria Laksana itu adalah Rombi , anak kami sendiri . Dia adalah kakak lndang . Tidak mungkin aku akan meng awinkan kakak dan adik . Tidak mungkin . Pak."
39
"Aaah ... sulit, benar-benar sulit," tabib tu a itu menggeleng-gelengkan kepalanya . '' Kita tahu s1apa Mira Naga Sakti 1tu . Pak? Oia makhluk yang berkuasa di dasar danau Sebaga 1 manusia naga , ia bernafsu adikara dan mudah berbuat sekehe.ndaknya ." ''Tap1 . tolonglah , Pak . anak kami ini, " ratap bapak dan 1bu Jndang yang mengharap dengan beriba-iba kepada Tab1b L1ngkur. ''Soal ini memang sangat sulit. Kita akan berhadapan dengan kesaktian raja di bawah Oanau Kelayar. Kalau menghadap i Ana Laksana , sangat mudah karena ia anak pungut. Kesaktian Aria Laksana tidak seampuh ayahnya . Tapi ... kalau Mira Naga Sakti sang at sakti . Jarang orang dapat menand 1nginya . Aku sendiri merasa kecut Jika mendengar nama itu ." "Kuharap Tabib Lingkur dapat menolong kam1 untuk menggagalkan niat mereka ," kata Awang yang tiba-tiba berdiri mendekati tabib tua itu. "Tolonglah Pak Lingkur. Dengan kekuatan teliaga yang Bapak miliki. selamatkanlah lndang , Pak." Mata Awang menantang tajam kepada tabib 1tu sambil mengharapkan pertolongan. Pak L1ngkur tertegun seJenak sambil manggut-manggut dan memejamkan matanya. Keningnya dikerut-kerutkan dan bibirnya yang kisut komat-kamit seraya berdoa untuk memusatkan pikirannya . Tak seorang pun yang tahu mantera apa yang sedang dibacanya . Kemudian . ia membuka matanya . ''Aku belum putus asa, Nak. Marilah kita coba dengan segala cara Segala ikhtiar dan usaha kita tempuh, " kata Pak L1ngkur. ·· syukurlah. semoga 1tu berhasil ," sahut Pak Romb1. ··Tap! . aku membutuhkan benda yang dapat dijadikan alat untuk menghadapi Datuk Mira . Dapatkah Nak Awang mencarikan benda itu?" '' Benda apa 1tu, Pak .··
40 "Bambu buluh kuning berjumlah tiga ruas . Benda itu hanya ada di puncak Gunung Batu Piring . Letaknya sangat jauh dari sini . Nak Si Naga Sakti itu hanya dapat ditundukkan dengan kesaktian Putri Junjung Buih yang berupa bambu kuning . Biarla h kita hadapkan pula si Naga Sakti dengan kesaktian putri itu yang juga berasal dari · keraj aan bawah air. "Baiklah , Pak . Aku akan berusaha mencari bambu buluh kuning itu ," kata Awang dengan suara yang tegas dan mantap .
~I
6. MIRA NAGA SAKTI Setelah mengembara beberapa han untuk mencan bambu buluh kuning , Pangeran Awang kembali ke istana deng an selamat. Berat nian cobaan dan godaan yang dialami Pangeran Awang ketika berburu bambu kuning . Walaupun dengan susah payah dan berjuang dengan sekuat tenaga , akhirnya Pangeran Awang berhasil mendapatkan bambu buluh kuning . Set1banya di istana , Pangeran Awang segera menuJu ke kamar lndang yang masih tergolek lemas karena sakitnya. Tampak sinar harapan memancar dari kedua mata lndang ketika pemuda itu berada di dekatnya. Pangeran Awang mengusap-usap kepala lndang dengan lembut seakan-akan membawa semangat kehidupan baru pada pujaan hatinya. Pangeran Awang dan lndang saling melepaskan rindu . "Jangan khawatir. lndang . Aku berhasil membawa bambu buluh kuning . Benda ini akan membuatmu kembal i sehat seperti semula . Engkau harus yak1n , ya , bahwa dinmu akan segera sembuh . Sekarang ak4 akan menemui Ta bib Lingkur untuk menyerahkan bambu ini," kata Pangeran Awang kepada gadisnya . . Pangeran Awang segera menemui Tab1b Lingkur Pemuda 1tu menyerahkan bambu buluh kumng kepadanya. Tab1b tua 1tu segera membaca mantra Segala pedupa an dan ramuan air bunga sudah berada di hadapannya Lalu, bambu itu dimasukkan ke dalam air bunga. Sementara 1tu, asap kem!=nyan pun mengepul membawa wang1-
42 wangian ke angkasa seakan memberitahukan kepada alam nirwana bahwa bambu buluh kuning itu akan mem buat riwayat baru dalam kehidupan asmara Pangeran Awang dan lndang . Tak lama kemudian , tabib itu meng hentikan kegiatannya . Lelaki itu memandang Pangeran Awang yang sedang duduk di dekatnya . "Nak Awang , kita harus segera ke Danau Kelayar untuk melakukan upacara persembahan . Nak Awang dan lndang harus ikut dalam upacara itu . Kepada Datuk Mira Naga Sakti, aku akan mem inta perkawinan antara Aria Laksana dan lndang dibatalkan . Jika ia marah akan kuhadapi dengan bambu ini," jelas Tabib Lingkur. "Baik , Pak. Aku akan lakukan persiapan untuk pelaksanaan upacara itu ." Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah rombongan dari istana yang dipimpin langsung oleh Tabib Lingkur menuju tepian Danau Kelayar. Bapak dan lbu Rombi beserta beberapa orang pengawal juga ikut di dalam rombongan itu. Mereka menaiki kereta kencana . Pangeran Awang dan lndang memakai pakaian kebesaran kerajaan laksana sepasang pengantin . Mereka duduk berdampingan di dalam satu kereta . Sejumlah barang sesajen dibawa untuk upacara persembahan . Ada hal aneh yang terjadi . Gadis lndang yang semula lebih banyak berbaring karena lemah tampak kuat untuk duduk dan berjalan . Bahkan , perempuan itu mampu melakukan perjalanan jauh . Wajahnya masih tampak pucat. Dorongan rohani dari alam gaib rupanya telah membuat gadis itu menemukan kekuatan batinnya kembali meskipun jasmani belum pulih seperti semula . Awang menjaga gadis itu dengan sungguh-sunguh . Berkali-kali pemuda itu memandang ke wajah kekasihnya . Ada rasa khawatir di dalam dirinya dengan kesehatan · gadisnya. "Bagaimana , lndang . Apa yang engkau rasakan?"
-U "Aku tidak apa-apa . Kak Awang ." "Engkau masih kuat untuk melakukan perjalanan in1 , bukan?" "Ya , Kak Aku masih kuat. " Tiba-tiba Awang dan lndang d1kejutkan dengan suara ramai di sepanjang jalan . Awang segera melongokkan kepalanya dari jendela kereta . Tenyata, tanpa disadarinya , rombongan telah sampai di tepi danau . Rombongan disambut oleh penduduk desa yang datang berduyun-duyun . Mereka hendak melihat upacara adat yang dilakukan oleh kerabat istana . Ketika upacara adat dimulai, Pak Lingkur segera maju ke depan . Lelaki tua itu segera menebarkan beras kuning dan bunga-bunga di atas air danau dengan diiringi oleh jampi dan mantra . Sementara itu, Awang dan lndang duduk berdampingan di belakang Pak Lingkur Kemudian , mereka menuju ke perahu yang telah disediakan. Perahu itu diberi hiasan bunga dan berbagai pedupaan. Gendang dan gong dipalu orang mengiringi keberangkatan perahu itu menuju ke tengah danau . Dari tepian tampak pulau yang berada di tengah danau itu diam seperti terpaku di tengah riak air yang membiru kekunmg-kuningan dan yang bertaburan bungabunga. Sementara itu , pengikut rombongan yang lain terpu kau ketika melihat pulau kecil, seakan-akan dari sana nantinya akan terjadi sesuatu yang gaib dan dahsyat. Sesampainya di pulau , Tabib Lingku r segera membaca mantra lagi . la menuju pohon kariwaja yang besar dan seram . Kemudian, sebuah permadani dihamparkan . Segala pedupaan dan berbagai sesajen telah disiapkan dan dileta kka n dengan rapi di atasnya. Sementara itu , kemenyan telah dibakar dan baunya menyengat hidung. Di atas permadani itu duduklah Tabib Lingkur di barisan paling depan . Di belakangnya duduk Awang dan lndang yang diapit oleh kedua orang tuanya. Oengan hat1
44 yang berdebar, mereka mengikuti upacara adat. Tak seorang pun yang berbicara. Semua dalam keadaan prihatin dan khidmat seperti halnya tempat semadi. Keadaan hening. Asap kemenyan memutih mengepul riaik ke udara dengan wanginya. Pak Lingkur memejamkan matanya dan mulutnya komat-kamit. Tabib tua· itu mulai mengadakan hubungan dengan penghuni-penghuni pulau. Semua menahan napas dan mata tertuju ke depan. Dari sebelah barat tiba-tiba angin datang dengan kencang. Bulu-bulu rofna berdiri ketika angin itu datang. Awang mengarahkan pandangannya ke depan. la teringat peristiwa dulu yang pernah dialaminya bersama lndang. Angin ribut yang tampaknya hanya terjadi di atas Pulau Pulatan secara berangsur-angsur membuat pusaran. Hingga pulau kecil itu bergerak dan bergerak serta beredar laksana kapal yang mulai menaikkan sauhnya . Tanah tempat berpijak bergerak-gerak. · sumi terasa bergoyang. Beberapa orang berteriak karena takut. Pulau itu berputar-putar dan menderu-deru. Sementara itu, kapa l yang tertambat juga ikut terseret. Beberapa pengikut ketakutan, sedangkan Bapak dan lbu Rombi masih dapat mengendalikan perasaannya. Tak lama kemudian, di dalam rongga poh0n kariwaja yang besar itu keluar dua makhluk gaib ke alam nyata . Bersamaan dengan itu, pulau yang tadi berputar dan beredar, secara perlahan berhenti. Semua mata tertuju kepada kedua makhluk gaib itu. Dua makhluk gaib telah muncul dengan jelas dalam jarak yang sangat dekat. Yang tua memakai ikat kepala biru , berbaju keemasan, berkumis melintang sampai ke kuping, dan matanya tajam menantang Pak Lingkur. Tangan kanannya memegang hulu keris yang panjang yang terjepit di pinggang . Makhluk itu tampak pendek sekali dan tak kelihatan kakinya . Si tua itu memang tak berkaki bagai manusia . Jelas terlihat bahwa ia bertubuh ular naga yang bersisik dan melingkar di bawah rongga pohon kariwaja .
45
Semua orang yang hadir menahan napas ketika menyaksikan pemandangan yang menakjubkan itu . Sementara itu, makhluk yang satu lagi tampak lebih muda. la berbaju kurung, bercelana batik, bertahi lalat di dagu dan kening . Kedua makhluk gaib itu tampak kekar dan kasar. "Oh ... oh anakku Rombi .... !" kata istri Pak Rombi setelah melihat makhluk yang muda tad i. Perempuan itu hampir berteriak. Namun, Pak Rombi dapat mencegahnya dengan menutup mulutnya. Seraya berbisik dengan pelan . "J angan berteriak, Bu . Nanti upacara ini gagal." lbu Rombi sadar. la mengangguk-anggukkan kepalanya sambil matanya tajam menatap makhluk aneh yang tidak jauh dari hadapannya. Di samping Bapak dan lbu Rombi, duduk dengan tenang Awang dan lndang. Mereka tak mengerjapkan matanya sedetik pun memandang kedua makhluk itu . Begitu juga dengan makhluk gaib, mereka membuat Awang dan lndang menjadi sasaran pandangannya yang mengandung cinta dan dendam. "Hei, apa maksud kalian datang kemari?" kata si tua yang berdestar biru. "Maksud kami, baik, Bapak Datuk," sahut Pak Lingkur dengan hikmad. "Kami datang menghadap Datuk Mira Naga Sakti dan Aria Laksana. Pertama-tama kami mempersembahkan sajian untuk datuk berdua. lni pemberian anak cucu , baik yang berdiam di tepian danau maupun di istana ," jawab Pak Lingkur sambil tangannya menunjuk ke arah sesajian. "Hmmm ... hem ... baiklah!" sa hut Datuk Mira Naga Sakti. "Lalu, apa lagi hajat kalian datang kemari?" "Kami mohon kemurahan hati datuk untuk mengasihi Awang dan lndang yang sedang bertu nangan . Hindarkanla-h gangguan-gangguan terhadap kedua anak itu. Berilah kesembuhan atas penyakitnya hingga mereka dapat segera kawin ."
46
-
Dua makhluk gaib telah muncul dengan jelas dalam jarak yang sangat dekat. Matanya tajam menantang Pak Lingkur.
47
"Apa ? lndang akan dikawinkan dengan Awang? Ha ha ha ... tidak bisa, tidak bisa lndang sudah aku pinang buat istri anakku Aria Laksana ini," jawab Datuk Mira Naga Sakti dengan angkuhnya. Mata datuk memandang Aria Laksana yang berdiri di sampingnya. "Kami mohon datuk dapat mengabulkan permohonan kami untuk mengawinkan lndang dengan Pangeran Awang dari istana Sulakarta," kata Pak Lingkur dengan penuh harap. "Ha ... ha ... ha ... ha .... Apa yang sudah aku tetapkan tidak bisa diubah oleh siapa pun. Dalam istanaku di Kerajaan Samudra, kalian ta hu, akulah yang berkuasa di bawah laut. ltu lndang akan kujadikan putri mahkota. Dia akan lebih bahagia di kerajaan Samudra daripada di istana Sulakarta. Ha ... ha ... ha .. . tahukah kalian? Ha .. : ha ... ha .... " . Suara tawa Datuk Mira Naga Sakti sangat keras dan menggelegar bagai halilintar. Pangeran Awang mengatupkan giginya karena marah sambil melirik Pak Rombi yang duduk di sampingnya. Orang tua itu maklum dengan pandangan itu. Memang perkataan Datuk Mira itu adalah suatu penghinaan bagi mereka. Keduanya berpandangan dengan muka merah padam dan menahan napas. Pak Lingkur belum berputus asa. la masih minta dengan suara yang mengiba-iba. Orang-orang menunggu dengan hati yang berdebar-debar. Tabib tua itu kembali memandang ke arah penguasa dasar danau. "Ta pi, . . . wahai Datuk Mira Naga Sakti. Bukankah Aria Laksana dengan lndang itu adalah saudara kandung? Mereka itu adalah kakak dan adik. Menurut adat dunia, kakak beradik tidak boleh kawin, Datuk," jelas Pak Lingkur dengan suara masih melemah. "Hemmmm ... itu benar. Dulu memang Aria Laksana adalah kakaknya lndang selagi dia orang dunia. Tapi, sekarang dia sudah masuk warga kami di alam gaib, di ba-
48 wah samuderao Aria Laksana tak kenal lagi siapa pun di dunia, kecuali dia mencintai gadis lndang yang pertama kali dilihatnya setelah dia menginjak masa dewasa oGadis lndang itulah yang dilihatnya ketika dia sedang mandi dan mancing di Danau Kelayar ini." "Dapatkah Datuk mempertimbangkan permohonan kami ini?" tanya Pak Lingkur sambil tangan kanannya menggerapai-gerapai bambu buluh kuning yang terbungkus kain kuning yang sejak tadi tak disen uhnyao Di tempatnya berpijak, Datuk tampak mengerjitkan dahinya ketika memandang bungkusan kain kuningo Sementara itu, orang-orang yang hadir semakin berdebardebaro Tangan kanan Pak Lingkur diacungkan ke atas sambil memegang bungkusan yang berwarna kuningo Secara perlahan, lelaki tua itu membuka kain pembungkuso Lalu, tersembullah sebuah ruas bambu yang pertama, runcing dan kuning serta mengkilap kena cahaya matahari. Datuk kaget. Badannya bergerak seraya mundur ke belakango "Bagaimana, Datuko Dapatkah Datuk mempertimbangkan permohonan kami ini?" tanya Pak Lingkur sambil memegang bambu buluh kuningo Tabib itu merasa sudah tibalah saatnya dia harus menguasai keadaan yang tegang itu o Datuk Mira masih membisu di hadapannya o Dan memang setelah terpegarignya bambu runcing di tangan tabib itu, jelas kelihatan Pak Lingkur menjadi lebih menampakkan kewibawaannyao oooo hemmm keluh Datuko Tampak "Eiii perubahan mendadak di wajahnyao Matanya terbelalak lebar setelah melihat benda yang dipegang Pak Lingkuro Lalu , ia berpandangan dengan Aria Laksana yang juga tampak gelisah ketika melihat bambu buluh kuningo "Kami senantiasa ingin berhubungan baik dengan Datuko Kami mohon kesembuhan cucu-cucu kamio Dan , izinkan perkawinan lndang dengan Awang secara adat 000
000
000, "
49
kami," kata Pak Lingkur. Aria mencintai lndang bagai cinta abang kepada adik adalah wajar, Oatuk. lndang tak sedikit pun mencintai Aria. Sebaliknya, lndang telah bertunangan dengan Awang. Aku yakin hal itu dapat dibatalkan dengan wibawa Datuk sendiri. Bukankah demikian, Oatuk. " Pak Lingkur yang sudah mulai melihat kelemahankelemahan pihak lawan tak mau mengalah setapak pun. la terus mendesak Datuk Mira. Sementara itu , mata Aria melotot tajam ke arah Pak Lingkur "Bagaimana Oatuk," desak Pak Lingkur dengan suara tinggi. "Apabila maksud kami tak dapat Oatuk kabulkan, dengan menyesal kami harus mencari penyelesaian dengan cara lain. "Apa yang kalian maksudkan?" "Apa boleh buat, D~tuk. Kami akan meminta bantuan kepada kerajaan Putri Junjung Buih di Pusaran Batu Piring yang mempunyai senjata bambu buluh kuning ini," Secepat kilat Pak Lingkur mengacungkan bambu ke atas kepala. Ujung bambu yang runcing di hadapkan ke makhluk gaib itu. Pak Lingkur telah melompat dan berdiri dari duduk silanya yang segera diikuti oleh Awang dan pengawalnya. Bagai orang yang tersembur panas, Oatuk Mira dan Aria mundur beberapa langkah ke belakang . Mereka takut dengan benda itu. "Datuk Mira, kami ingin berbaik-baik dengan Datuk juga dengan Aria. Oleh karena itu, demi kebaikan kita bersama, kami minta permohonan kami ini dikabulkan," kata Pak Lingkur sambil menanti jawaban. "Baiklah, aku setuju perkawinan Aria dan lndang dibatalkan saja. Tapi kalian harus menebus lndang dengan sepasang kambing putih ," jawab Datuk dengan mengajukan syarat pada Pak Lingkur. "Sehari sebelum perkawinan lndang, kalian antarkan kambing itu ke tempat ini untuk sajian kami."
50
"Baiklah Datuk. Kami penuhi permintaan itu. Asal saja sejak awal upacara perkawinan hingga kehidupan mereka selanjutnya, Datuk jangan ganggu-ganggu Awang dan lndang lagi. Jika hal itu dilanggar, kami akan meminta penyelesaian dari kerajaan Putri Junjung Buih yang lebih sakti." "Ya, kami tak akan mengganggu lagi. Kami berjanji kepada kalian." Pak Lingkur secara perlahan menyarungkan kembali senjata bambu kuning. Asap pedupaan dikepulkan kembali. Tabib tua itu memejamkan matanya dan mengerutkan alisnya serta membaca mantera. Asap mengepul. Tiba-tiba dua sosok makhluk gaib itu menghilang dalam kabut asap. Mereka lenyap, tal< mening~alkan bekas sedikit pun . Semua yang hadir menarik napas panjang seakan baru terlepas dari tekanan baja di atas jantungnya. "Selesai!" kata Pak Lingkur sambil membuka matanya. "Sajian ini untuk Datuk dan pengikut-pengikutnya ." Semua orang berdiri dari tempatnya. Mereka berkemas-kemas akan kembali ke perahu. Barang sajian tadi ditinggalkan di bawah pohon kariwaja. Perahu segera meninggalkan pulau beredar yang sangat menyeramkan dan menuju tepian danau.
51
7. PENGKHIANATAN Setelah upacara di Danau Kelayar, seluruh penghuni istana bergembira karena lndang telah benar-benar sembuh. Tubuhnya kembali sehat dan segar. Keluarga kerajaan menyambut hari perkawinan Awang dan lndang. Para pengawal dikerahkan oleh raja untuk menyiapkan peralatan pesta perkawinan putra tunggalnya. Seluruh rakyat Sulakarta ikut bergembira ria. Mereka bergotongroyong menyiapkan dan menyumbangkan segala sesuatu untuk memeriahkan hari perkawinan Awang dan lndang. Sehari sebelum upacara perkawinan, Pak Lingkur dan beberapa orang pengiring pilihan memerlukan datang lagi ke pulau beredar di tengah Danau Kelayar. Mereka mengantarkan sepasang kambing putih untuk sesajian Datuk Mira Naga Sakti. Dengan sajian itu, Pak Lingku r berharap bahwa perkawinan Awang dan lnang mendapat restu dari Datuk dan tidak mendapat gangguan lagi dari roh-roh gaib dari dasar danau. Pada hari yang telah ditentukan , Awang dan lndang menikah. Kedua mempelai sujud kepada kedua orang tua mereka. Setelah upaca pernikahan, pengantin kerajaan itu diarak keliling negeri Sulakarta dengan kereta kuda. Acara itu dilakukan selain mengikuti adat, juga memenuhi permintaan masyarakat agar mereka dapat melihat putra raja menikah. Kereta kencana dihias dengan berbagai hiasan dan bunga. Arak-arakan pengantin itu diiringi dengan perang-
52
kat bunyi-bunyian . Jalan-jalan penuh dengan lautan manusia yang ingin melihat putra mahkota kesayang~nnya . Gegap gempita dan sorak-sorai saat kereta kencana pengantin melewati setiap jalan y,ang dilaluinya. Orangorang melambaikan tangan dan bersorak ketika menyaksikan putra rajanya bersanding di dalam kereta kencana . Kedua pengantin kerajaaan tampak bahagia . Mereka banyak menebar senyum dan tawa . Akan tetapi, · keadaan itu tidak menjadi meriah lagi ketika dengan tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kerasnya dari tengah-tengah danau . Dalam waktu singkat langit mendung. Hujan lebat akan turun merupakan perubahan yang sangat mendadak dan mengejutkan. Orangorang lari berhamburan meninggalkan arak-arakan pengantin . Mereka mencari perlindungan dari hujan yang akan membasahi mereka. Arak-arakan pengantin yang menjadi pusat perhatian umum itu tak dihiraukan lagi. Semua orang dalam kepanikan laksana anak ayam yang ketakutan karena dikejar elang. Dalam keadaan yang kacau itu, dengan secara mendadak mempelai wanita, lndang, melompat dari pintu kereta kencana. Perempuan itu berlari ke tengahtengah orang yang sedang berkecamuk menyelamatkan diri. Awang tidak mampu mencegahnya. "lndang!. .. lndang! .... Jangan pergi! Pengawal cepat kejar dia ," teriak Awang sambil keluar dari kereta kencana . Dalam hujan yang mulai jatuh rintik-rintik hingga hujan deras, orang melihat lndang berlari seperti melayang dibawa kekuatan gaib. Perempuan itu menyeruduk dan menyelinap di antara ingar-bingar orang-orang yang mencari perlindungan dari hujan dan angin topan . lndang berlari begitu cepat menuju tepian Danau Kelayar yang airnya bergejolak karena tiupan angin topan . Gadis itu langsung berpijak dan berjalan di atas permukaan air yang bergejolak seperti orang yang berjalan di atas tanah datar
53
saja. lndang berlari di atas air dengan pakaian pengantin keemasannya, dengan sanggul tergerai ke belakang dan ujung selendangnya terkait ranting di pinggir danau. "lndang! ... lndang! Jangan ke sana. Tunggu aku. Ha ... , mengapa jadi begini. Datuk tidak menepati janjinya, • kata Awang dengan suara keras. Awang menjerit memanggil istrinya. Laki-laki itu hanya dapat menjamah selendang istrinya yang tersangkut. la basah . kuyup karena terjungkir ke dalam danau yang berombak besar. Ketika Awang hendak berenang dan hendak mengejar istrinya, lndang, para pengawal yang mengejamya baru tersadar. Mereka terpukau dan terpesona melihat peristiwa yang amat gaib, Putri lndang berlari di atas permukaan air danau. Ketika para pengawal . berusaha menyelamatkan Awang yang mencoba terjun ke dalam danau untuk mengejar istrinya, temyata lndang sudah jauh berada jauh di tengah-tengah danau. Perempuan itu menuju Pulau Pulatan yang beredar bagai gangsing. Orang-orang yang melihat peristiwa aneh itu hanya dapat menjerit dan berteriak. Tampak dari kejauhan lndang menuju pulau yang berada di tengah danau. Semakin lama semakin jauh, perempuan itu semakin mengecil. Lalu, ia menyelinap masuk ke celah-celah belukar di pulau itu. Ya .... lndang telah hilang dari pandangan mata. Awang marah besar dan mengamuk. Dengan keris kebesarannya ia menantang Datuk Mira Naga Sakti. "Mira Naga Sakti pengkhianat! Mengapa engkau membohongi kami? Awas! Aku akan membuat pembalasan!" teriak Awang seperti orang yang kemasukan setan. Awang kembali ke kereta kencana dan merintahkan kepada pengawalnya untuk segera kembali ke istana Sulakarta. 'Ayo, cepat-cepat Tiro! Beri tahukan ayah dan Pak Lingkur. Kita p~lang ke istana!"
54 Hujan turun dengan sangat lebatnya. Kereta kencana yang tadinya berjalan pelan kini telah dilarikan dengan kencang laksana terbang kembali ke istana oleh sepasang kuda pacu . Kereta itu melaju di bawah derasnya air hujan. Sementara itu, orang-orang yang berada di dalam istana tidak mengetahu i hujan telah turun. Mereka sangat bergembira dengan pernikahan Awang dan lndang. Namun , mereka terkejut ketika melihat kereta kencana pengantin pulang yang dilarikan begitu kencangnya. Tiba-tiba Awang melompat. Pakaiannya basah dan kotor. Pemuda itu keluar dari kereta kencana seraya berteriak. "Ayaaaaaah! Bundaaaaaaa! Adik lndang hilang!" Orang-orang kaget dibuatnya. Mereka segera menghampiri Awang yang dalam keadaan basah kuyup. Kereta dan kuda kotor penuh dengan lumpur yang menempel. Raja Narodipa serta permaisuri terkejut. Tubuhnya gemetar. Begitu juga dengan Bapak dan lbu Rombi, mereka terpekik dan jatuh pingsan ketika mendengar laporan bahwa putrinya hilang di tengah Danau Kelayar. Seluruh isi istana yang semula bergembira dan bersuka ria kini berubah menjadi ribut. Ratap dan tangis terdengar di mana-mana. · Awang telah kehilangan istri yang amat dicintainya , tanpa berganti pakaian , Awang kini telah siap memegang senjata parang ditangannya. la siap menantang Datuk Mira Naga Sakti. Pemuda itu berlari ke sana kemari dan memanggil-manggil Pak Lingkur. "Pak Lingkur! Pak Lingkurrrrrr! Cepat tolong aku !" teriak Awang sambil membawa sangku r saktinya . "Mira Naga Sakti telah berkhianat, Pak Lingkur!" "Anakku Awang sabarlah! Jangan terburu nafsu." "Tidak Ayah , aku akan pergi sekarang juga ke pulau itu . Mira Naga Sakti tidak menepati janji. Aku akan buat perhitungan dan aku tantang dia ," sahutnya tak acuh
55 sambil berjalan. Suaranya parau dan serak karena menahan gelora hati. "Jangan , Nak. Jangan," kata Raja Narodipa sambil menenangkan hati anaknya yang panas. Tiba-tiba muncullah Pak Lingkur, tabib tua yang terkenal di negeri Sulakarta. Lelaki tua itu baru mengetahui peristiwa hilangnya lndang. Awang segera menghampirinya seraya meminta pertolongan. "Anakku Awang," kata Pak Lingkur dengan suara keras dan tegas. "Tenangkan perasaanmu, Nak. Aku selalu berada di sampingmu. Jangan khawatir, Nak. Kita akan menuntut balas. Janji yang dikhianati akan berbalas dengan pengkhianatan pula. Sekarang juga aku siap berangkat ke pulau jahanam itu." Tampak jelas tabib tua yang sudah berambut putih itu naik darah. Pipi cekungnya bertambah tegang karena otot-otot gerahamnya yang dikatupkan. Matanya makin melbtot di bawah alis yang penuh kerutan. Lelaki tua itu melihat dan menghadap Raja Narodipa. "Maafkan hamba , Tuanku," kata Pak Lingkur. "Hal ini terjadi di luar dugaan hamba semula. Dan, ini adalah suatu pengkhianatan yang mencemarkan nama baik Tuanku. ltu namanya menodai nama hamba pula. Oleh karena itu, hamba rela hancur untuk kembalinya lndang dan keselamatan anak cucu kita." "Pak Lingkur, kami percaya kepada kemampuan dan kewibawaan Pak Lingkur. Tolong usahakanlah dengan ilmu yang ada padamu supaya menantuku selamat kembali ke istana Sulakarta ini. Aku pun rela berkorban untuk kebahagiaan anak dan menantu kami. Kuserahkan penyelesaian hal ini kepadamu , Pak Lingkur," kata Raja . "Hamba mohon doa restu, Tuanku . Hamba berangkat sekarang dengan senjata bambu buluh ku ning ini. Hamba mohon disertai oleh tiga orang pengawal yang kuat."
5 "Aku siap sebagai pengawal_ Pak l.ingkur," sahut Awang tanpa diminta. Pemuda itu siap dengan sangkur saktinya yang te rselip di pinggangnya . "Sebaiknya, Nak Awang tidak usah turut serta . Engkau masih menjadi pengantin . Setia p mempelai menurut adat kita jangan pergi menentang bahaya. Tinggallah di lstana saja, Nak," sahut Pak Ungkur yang mencoba membujuk Awang dengan lembut. "Tidakl Tidakl Pak Lingkur. Aku tidak puas jika tidak bertemu dengan lndang. Jika perlu aku akan membuat perhitungan dengan si jahanam di pulau itu. lni namanya pengkhianata , Pak Lingkur. Setlap penghinaan aka kutebus dengan wajar," kata Awang denr:1an suara bergelegar karena diserapi darahnya yang panas. "Jangan, Nak, percayalah padaku. Soalnya nanti akan beres asal saj engkau percaya padaku," sahut Pak Lingkur. Suara tabib itu masih mcnurun dan lunak untuk meyakinkan Awang . "Pak Lingkur atau siapa pun tidak bisa melarang kepergiankul Apabila tak diperbolehkan IKut, yah ... aku s ndiri akan berangkat ke san dengan perahuku sendiri . Kalau tak ada perahu , aku akan ber n n~ mengarung1 danau itu.'' Raja dan beberapa orang yang hadir hanya mengge~ leng-gelengkan kepalanya . Tak ada jalan lain bagi mereka selain membawa serta Awang ke pulau itu. Pak Lingkur memandang Awang dengan tatapan yang tajam. Kemudian, ia mendekati raja . "Tuanku , jika demikian, hamba serahkan kepad a Tuanku . Apakah Nak Awang mendapat izin dari Paduka atau tidak," kata Pak Lingkur dengan pandangan mata seakan-akan memohon izin "Ya, Pak Lingkur. Tak ada kebijaksanaan lain, selain memberikan izin kepadanya untuk berangkat. Berangkatlah Nak, jika itu kehendakmu yang dapat menenangkan
57
jiwamu. Berangkatlah bersama Pak Lingkur dan beberapa orang pengawal," jawab Raja Narodipa kepada Pak Lingkur dan Awang dengan kata-kata restunya. "Baiklah. Jika begitu hamba akan bersiap-siap, Tuanku. Nak Awang kita berangkat sekarang. Bawa pedupaan , kemenyan, dan bambu buluh kuning. Supaya cepat, kita pakai saja kuda pacu Iima ekor. Dan jangan lupa bawalah senjata kita untuk menjaga segala kemungkinan yang terjadi;" kata Pak Lingkur. Semua orang yang berada di istana merasa tercekam saat itu. Dalam keadaan yang genting, Raja dan Pangeran Awang harus mengambil keputusan yang tepat. Mereka harus segera menyelamatkan lndang yang kini berada di tengah Danau Kelayar. Sementara itu, lbu Rombi dan permaisuri Narodipa berkali-kali jatuh pingsan. Dalam waktu singkat berangkatlah rombongan Pak Lingkur ke Danau Kelayar. la membawa segala perlengkapan dan senjata dengan mengendarai kuda yang tanQ_kas. Di belakangnya tampak Awang dan beberapa orang pengawal yang tangguh dan kuat. Dengan kecepatan yang cukup tinggi, kuda-kuda pacu itu berlari membawa rombongan Pak Lingkur menuju Danau Kelayar. Di dalam perjalanan, Pangeran Awang kelihatan lebih beringas dari hari-hari sebelumnya. Hatinya masih marah dan dendam karena istrinya dirampas Mira Naga Sakti ketika berada di sisinya. Tak lama kemudian, rombongan istana itu telah sampai di tujuan dalam waktu yang singkat. Mereka langsung menuju pulau yang terletak di tengah danau. Sebelum melakukan tindakan , Pak Lingkur mendekati Awang yang berdiri di belakangnya. "Anak harus sabar, ya?" bisik Pak Lingkur sambil mempersiapkan sesuatunya untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Sementara itu, tiga orang pengawal yang kuat itu masih diam. Mereka berdiri di belakang Awang dengan sikap yang waspada .
58 Tak lama kemudian, asap pedupaan mengepul ke angkasa dan bau kemenyan menyesakkan hidung. Lalu, Pak Lingkur membaca mantra sebagai pertanda bahwa lelaki itu telah mengundang dan menghadirkan penghunipenghuni pulau. Lalu, muncullah sebuah bayangan dari bawah pohon kariwaja, yaitu bayangan Datuk Mira Naga Sakti dalam wujudnya sebagai seekor ular yang berkepala manusia. Sementara itu, Awang dan tiga pengawalnya memandang tajam ke arah pohon. "Hmm .... Ad a apa lagi kalian datang kemari?" tanya Datuk Mira Naga Sakti dengan suara mencemooh. Matanya tajam diarahkan kepada Pak Lingkur dan Awang yang berdiri sambil memegang sangkur saktinya. "Kami datang untuk membuat penyelesaian," sahut Pak Lingkur dengan tegas. "Apa yang akan diselesaikan , wahai orang dunia." "Datuk jangan berpura-pura tak tahu. lndang telah melarikan diri dari persandingan perkawinannya. lni sung~uh keterlaluan, Datuk." "Ha ha ha .... Ha ha ha ... bukan keterlaluan. Sudah aku katakan, kalian telah memutuskan cinta anakku Aria Laksana. Dia menuntut balas. Dan, akibatnya, kalian rasakan sendiri .... Ha ha ha ... ," Datuk Mira Naga Sakti tertawa terbahak-bahak dengan suara parau yang memecah keheningan rimba. Tabib Lingkur tidak membuang waktu lagi. Tiba-tiba dalam sekejap, ia melontarkan sebuah bungkusan abu yang diambilnya dari unggun perapen Candi Agung. Abu itu dapat membuat benda gaib menjadi nyata dan dapat dilihat mata. Datuk Mira sangat terperajat. la tak menyangka akan dihujani ole'h benda yang ditakutinya itu. Matanya melotot memandang ke atas dengan suara yang · keras. "Hei ... orang dunia, buat apa kau menghamburkan benda itu ke sini?"
59
"U ntuk menghajarmu Mira!" sahut Pak Lingkur dengan marah. "Kita sudah berjanji Mira! Cucu kami sedang melangsungkan pernikahannya,- jangan diganggu-ganggu lagi. Tebusan-tebusan sudah kami sediakan , tapi Datuk mengkhianati kaml." "Ha ha ha .... Jangan bicara tentang mengkhianatan , kawan. Daerah ini kamilah yang berkuasa, tahu! Ha ha ha .... " Tabib Lingkur marah. Matanya tajam memandang ke arah Mira Naga Sakti. Tabib itu tidak menyebut datuk lagi, tetapi menyebut dengan kata kau. Sementara itu, Awang memperhatikan aksi itu dengan hati yang sangat panas. lngin rasanya ia segera bertarung melawan makhluk aneh itu. "Kami tahu kau yang berkuasa. Hari ini kita akan mencoba mengadu kekuasaan. Asal saja engkau tidak menghilang. Mari kita buat perhitungan di alam nyata. Kalau kau benar-benar sakti, kita bereskan sesama nyata dan jangan mencoba memukul dari alam gaib. Ha ha ha ... cobalah Mira! Engkau tak mampu lagi menggaibkan dirimu. Bahkan, seluruh pengikut-pengikutmu di pulau jahanam ini tak mampu lagi menghilangkan diri secara gaib jika telah berhadapan dengan aku. Tidak sia-sia aku membawa abu perapen Candi Agung yang kutebarkan di atas kepalamu, pasti membuat engkau kehilangan kesaktian." "Apa? ... kaubawa abu perapen Candi Agung?" matanya terbelalak. "Lebih dari itu, Mira! Akan kuhajar kau dan kutamatkan riwayatmu . Mana lndang yang telah engkau larikan . Mana lndang!" "Aku tidak melarikannya, tapi dia sendiri yang datang kemari. Ha ha ha .... " "Tak usah kaubohong. Bukankah Aria yang menculiknya. lndang memang diambil dari kereta pengantin.
60 Semua orang melihat gadis itu berlari di atas air. Jika tidak karena tenaga gaibmu , tidak mungkin · ia meninggalka n keretanya . Cepat kembalikan lndang." "0 ... ya .... lndang ad a pad a kami. lni ... inilah dia ," sahut Datuk Mira sambil menoleh ke samping kiri . Tibati ba dalam sekejap mata , muncullah sepasang makhluk di sebelah Datuk Mira Naga Sakti yang menggandeng lengan lndang. Awang yang sedari tad i memperhatika n Datuk Mira Naga Sakti, mengalihkan pandangannya ke arah istrinya yang masih berwajah muram dan pipinya masih basah karena air mata. Rambutnya kusut; sedangkan pakaian pengantinnya masih melekat di tubuhya. Pemuda itu tak dapat menahan hati dan perasaan ketika Datuk Mira Naga Sakti mengajukan syarat untuk menebus lridang. Hati Awang benar-benar panas. Pemuda itu merasa bahwa sudah saatnya dia harus mengambil tindakan untuk mengatasi pengkhianatan ini. Pada saat itu, ia memusatkan konsentrasinya dengan memejamkan mata dan berdoa. Dengan pakaian pengantin masih melekat di tubuhnya, lelaki itu membulatkan tekad dan menghimpun seluruh kekuatannya untuk membela kebenaran. Kemudian, Awang membuka matanya. Dengan kecepatan yang luar biasa, disambamya bambu bulu kuning yang masih terpegang di tangan Pak Lingkur. Lalu, ia menyerang Aria Laksana untuk merebut kembali kekasihnya. "Pengkhianat kau! Awas! Akan kuhancurkan, kau! " teriak Awang. Tabib Lingkur terkejut. la sama sekali tak menduga Awang akan merebut senjata pamungkasnya . Tangan kiri Awang begitu cepat mencekal lndang. Dengan terjangan dari kaki kanannya , pemuda itu berhasil menyodok rusuk Aria Laksana hingga orang itu tersungkur dan lndang terlepas dari tangannya. Dalam suatu kesempatan Awang berh asil mengepit pinggang istrinya di tangan kiri, sedang-
61
kan tangan kanannya mengayun-ayunkan bambu runcing hendak mencari sasaran maut. Dengan gerak cepat dan menggendong lndang, pemuda itu melompat untuk menghindarkan diri dari serangan Aria Laksana . "Awang ... Awang ...," teriak Pak Lingkur yang hendak mencegah perbuatan Awang yang sedang dilanda angkara murka. "Jangan teruskan, Nak." Pemuda Awang sudah sekian lama ·memendam rasa dendam kesumat yang tak mungkin bisa diampuni. Teriakan panggilan Pak Lingkur itu tak dihiraukannya. Bahkan, tabib· tua itu jatuh terkapar di tanah karena dilanda Awang yang mengamuk seperti seekor banteng yang luka. "Kusikat habis jahanam-jahanam itu. Pengkhianat. .. Pengkhianat," teriak Awang sambil mengarahkan senjata bambu ke lawannya. Datuk Mira Naga Sakti terkejut dengan serangan yang tiba-tiba itu. Kesaktian yang dimilikinya telah lenyap. la tak lagi dapat melenyapkan diri lagi. Pada saat itu Awang langsung menikamkan bambu runcing ke arahnya . Penguasa danau itu jatuh terkapar. Bersamaan dengan itu, berpuluh-puluh orang pengikut Datuk Mira Naga Sakti muncul secara tiba-tiba dari semak belukar yang rimbun . Mereka datang menyerbu kawanan Awang . Keadaan itu tidak membuat pengawal Awang berdiam diri. Mereka tampil ke depan dengan senjata di tangan menyambut lawannya. Sementara itu , Pak Lingkur sudah berputus asa karena tak berhasil mencegah emosi Awang yang sedang membara. "Cepat ambil senjata ini! Cincang dan lumat-lumat bedebah celaka ini. Jangan diberi ampun!" perintah Awang kepada ketiga pengawalnya. Dalam perkelahian yang sengit, seorang pengikut Datuk Mira Naga Sakti melompat ke depan Pak Lingkur sambil mengayunkan parangnya hendak memancungnya.
62
Akan tetapi, secepat kilat Awang telah mem.ukulkan ujung bambu kuning ke tengkuk musuh hingga terpelanti ng bermandikan darah. "Pak Lingkur!" teriak Awang kepada tabib tua itu. "Mundur sana, menyingkirlah ... Bapak tak bisa berkelahi. Selama aku masih hidup , aku yang akan hadapi jahanamjahanam itu . Mundur, Pak!" Seperti ayam kena pukul, Pak Lingkur menghindar dari medan pertempuran. Awang dan ketiga pengawalnya berju ang menghadapi pengikut-pengikut Datuk Mira Naga Sakti . Sambil menghadapi musuhnya , tangan kiri Awang tetap memeluk tubuh lndang. Tubuh gadis itu dalam keadaan lemah lunglai, seperti sebuah boneka yang dibawa melompat ke sana kemari , terkulai tak berdaya. Setelah terkena abu perapen Candi Agung, Oatuk Mira Naga Sakti dan Aria Laksana lumpuh dan kehilangan kesaktiannya . Mereka tak dapat menghilang bersama pengikut-pengikutnya. Kini sepotong bambu buluh kuning yang keramat di tangan Awang sama halnya dengan seribu pahlawan yang bakal menghancurkan kedua penguasa danau itu. Akhirnya , ujung bambu itu dihujamkan ke dada kedua musuhnya. Datuk Mira Naga Sakti dan Aria Laksana jatuh tersungkur di tanah. Darah mengalir dari tubuhnya. Setelah beberapa lama bertarung dan musuh tak berkutik lagi, Awang baru menyadari bahwa lndang, istrinya, masih terdekap dalam pelukan tangan kirinya . Perempuan yang masih memakai baju penga ntin itu tetap lemas terkula i dalam dekapan suaminya, Awang. Tubuhnya yang putih terkulai tak berdaya . Perempuan itu segera dibaringkan di atas rumput. Pada saat itu Awang baru menyadari bahwa istrinya sudah tak bernyawa lagi. "l ndang .. . ! lndang adikku ! lndang!" teriak Awang sambil memeluk tubuh istrinya. "Jangan tinggalkan aku !"
63
"lndangku sayang," meratap lagi Awang dengan suara putus-putus. "Rupanya sewaktu kau kulihat bergandengan dengan Aria Laksana, engkau rupanya sudah mati. Aku tidak tahu kalau kau sudah jadi mayat. Percuma ... lndang, percuma saja aku merebutmu dari tangantangan jahanam itu. Padahal, yang kurebut itu hanyalah mayatmu." Awang kembali jongkok dan memandang kembali ke mayat istrinya yang terbujur kaku dalam pakaian pengantin yang kumal. Baru beberapa jam yang lalu lndang duduk di samping Awang sebagai pengantin dengan baju keemasan yang membalut tubuhnya. Mereka duduk berdampingan di dalam kereta kencana. lndang selama ini dicintai Awang dan diharapkan dapat membahagiakan dirinya dalam kehidupan di istana Sulakarta. la baru beberapa saat masih bersanding dan berhias sebagai pengantin . Bau wangi tubuhnya masih belum hilang, pakaian pengantinnya belum Jepas dari tubuhnya, dan · selendangnya yang jatuh terkait pada ranting kayu di pinggir danau, merasuki alam perasaan Awang saat itu. Pemuda itu semakin kehilangan kesadaran, daya pikir, dan keseimbangan tubuhnya. "l ndangku sayang! Sampai hati engkau mendahului aku . Padahal, kita belum sempat membuka lembaran hidup baru kita. Engkau sudah pergi mendahuluiku, lndang. Aku bersumpah lndang. Di sini aku bersumpah. Aku rela hancur demi membela keselamatanmu. Jika kau sudah tak ada lagi, buat apa aku hidup di dunia ini?" ratap Awang dengan suara yang terputus-putus. "lndang, ·istriku. Hari ini aku akan lampiaskan sakit hatiku kepada pulau celaka ini, lndang." Dengan mata basah dan bibir komat-kamit, pelanpelan Awang melepaskan mayat lndang dari rangkulannya. Pemuda .itu berdiri tegak dengan gagahnya. Matanya bercahaya dan merah laksana buah saga, bibirnya ter-
64 katup dan otot-otot lengannya menonjol bagai rotan melilit bambu . Kemudian, pemuda itu mengambil bambu sakti lagi. la mengayun-anyunkan benda itu seakan-akan mencari sasaran. Awang berteriak dengan suara keras dan bergema dalam rimba di pulau kecil itu, .seperti teriakan raksa sa yang mencari mangsanya. "Ayooo! ... Mari tu run para dewaaaaa! Siapa yang berani menantangku. Kalian akan kutebas dengan senjata ini. lstriku kalian bunuh. Jangan hanya berani pada perempuan. lni, aku suaminya. Aku Awang, anak Raja Narodipa. Aku pembela kebenaran. Aku akan hancurkan kalian semua. Aku tak berguna hidup lebih lama biar aku hancur bersama lndang, kekasihku yang kucintai." T eriakan Awang semakin nyaring dan bergema sepanjang hutan. Tak ada yang menyahut dan tak ada suara yang menghiraukannya, seakan-al\an tak ada lagi makhluk-makhluk bernyawa lagi di tempat ini. Sementara itu, ketiga pengawalnya dan Tabib Lingkur terkesima menyaksikan peristiwa pembalasan tuannya. Meteka -tak berani mencoba menghalangi niat Awang. T ak berapa lama Awang bergerak menuju pohon kariwaja. Pemuda itu menatap dengan jalang ke rongga pohon yang biasanya tempat munculnya Datuk Mira Naga Sakti dan Aria Laksana. Kemudian , dengan kekuatan yang besar, Awang menghunjamkan ujung bambu buluh kuning itu ke rongga pohon kariwaja. Bersamaan dengan itu, bergegarlah bunyi yang dahsyat dari dalam bumi. Bumi terasa bergoyang. Pohon besar itu terangkat oleh suatu kekuatan yang gaib. Tumbanglah pohon itu disertai bunyi yang luar biasa kerasnya. Kini, bambu sakti itu berada di tangan Awang yang sedang beringas melakukan pembalasan dendam. Keadaan bukan bertambah reda setelah tumbangnya pohon tua kariwaja. Malahan keadaan menjadi kacau balau. Pulau kecil di tengah danau mengalami gempa
65
yang hebat. Pohon-pohon bertumbangan, binatang rimba berlarian, angin topan berembus dengan sangat kencangnya, dan bumi bergoyang tanda gempa datang. Tiba-tiba permukaan air Danau Kelayar bergelora dan meluap-luap hingga menjadi banjir besar. Awang, Tabib Lingkur, dan para pengawal istana berusaha menyelamatkan diri dari bencana yang sedang bergelora. Bagai senjata makan tuan, bencana besar itu telah menewaskan ketiganya di Danau Kelayar itu. Oemikianlah, keraton Sulakarta telah hilang bersama seluruh penghuninya dari permukaan alam. Pulau Pulatan .yang dulu beredar kini telah runtuh dan hancur. Danau Baruh Kelayar hingga kini masih terus tergenang hening penuh dengan kedamaian . Semua menjadi saksi bisu yang abadi bahwa di danau itu pada zaman purba dahulu telah terjadi suatu tragedi percintaan, pengkhianatan, dan kutukan Tuhan. Konon menurut kabar orang di sekitar danau, pada hari-hari tertentu orang masih dapat mendengar bunyi gong gamelan dipalu orang . Terdengar pula suara ternbang nyanyian pria dan wanita yang memilukan hati. Kata orang, itulah tembang asmara lndang dan Awang.
66
BIODATA PENU LIS Ririen Ekoyanantiasih lah ir di Lawang , Ma lang , Jawa Timur, tangga l 26 Juli 1964. Pendidikan SO , SL TP, dan SL TA diselesaikan di Jakarta . Kemud ian , lulus dari Un iversitas Indonesia Fakultas Sastra , Jurusan Sastra Indonesia tahun 1990. Penulis masuk Pusat Bahasa tahun 1993. Hasil penyusunan cerita ana k yang sudah dite rbitkan berjudul (1) ldrus yang Tabah , (2) Raja Subrata, (3 ) Pangeran Arja Wicitra, dan (4) Si Gando.
PERPUSTJ\KAAN PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENOII.JIKAN NASIONAL
·-
-.... -
r
L
......
- 1_---
~
·x::-:
---- r-~""!.
....._-
r .. I
-.
~
11
--- ~_,...
1--
I •
r
"':
~
_.
L .. -•-1_
r •
L-
-
• '·
. -•• .... -.- • I • I
..., .-
---
...1-
~:
I
- - -1-
....l
r-
.·
398.