Imran & H. Masruri PENGUATAN MODAL SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA SEBAGAI UPAYA MENGHAPUS PRAKTIK GADAI ILEGAL DI KELURAHAN GERANTUNG KECAMATAN PRAYA TENGAH Imran & H. Masruri1 Abstrak: Salah satu masalah pemberdayaan yang paling krusial yang dihadapi penduduk miskin dan kalangan menengah kebawah dewasa ini adalah kesulitan dalam mengembangkan usaha, yang disebabkan oleh tidak adanya kemampuan untuk mengakses pinjaman dari lembaga keuangan. Lahirnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang memberikan kredit modal usaha dengan kemudahan-kemudahan dalam hal anggunan dan suku bunga. Perkembangan LKM sampai saat ini, cukup mendapat tempat di hati masyarakat baik yang memerlukan modal usaha maupun yang memerlukan pinjaman kredit untuk kepentingan yang lainnya. Dalam program pemberdayaan masyarakat, institusi yang dikenal dengan desa menjadi bagian penting dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat baik itu yang menyangkut kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, keagamaan maupun keamanan dan ketertiban masyarakat. Desa dalam pemberdayaan masyarakat mengalami peningkatan sejak bergulirnya otonomi daerah. Tujuannya adalah untuk tetap mempertahankan pemerintahan asli yang digali dari identitas kultur dan adat-istiadat daerah. Keberadaan awig-awig yang berlaku di daerah itu akan memunculkan rasa memiliki yang begitu kuat dari masyarakat Fenomena modal sosial ini harus diakui sebagai faktor penting yang mendukung peningkatan kesejahteraan warga. Kata Kunci: Modal sosial, lembaga keuangan mikro, praktek gadai ilegal PENDAHULUAN Ketidakberdayaan penduduk dalam lingkaran kemiskinan, harus diubah melalui pembangunan yang berfokus pada peningkatan 1
Penulis adalah Dosen Tetap Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
81
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 keberdayaan masyarakat. Salah satu masalah pemberdayaan yang paling krusial yang dihadapi penduduk miskin dan kalangan menengah kebawah dewasa ini adalah kesulitan dalam mengembangkan usaha, yang disebabkan oleh tidak adanya kemampuan untuk mengakses pinjaman dari lembaga keuangan. Penduduk miskin tidak memiliki anggunan sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman kredit dari bank. Jawaban terhadap hal ini memunculkan lahirnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang memberikan kredit modal usaha dengan kemudahan-kemudahan dalam hal anggunan dan suku bunga. Perkembangan LKM sampai saat ini, cukup mendapat tempat di hati masyarakat baik yang memerlukan modal usaha maupun yang memerlukan pinjaman kredit untuk kepentingan yang lainnya.2 Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menterjemahkan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui lembaga keuangan mikro yang disebut Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat miskin di tingkat Desa. Dalam program pemberdayaan masyarakat di Propinsi NTB, institusi yang dikenal dengan desa menjadi bagian penting dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat, baik itu yang menyangkut kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, keagamaan maupun keamanan dan ketertiban masyarakat. Desa dalam pemberdayaan masyarakat mengalami peningkatan sejak bergulirnya otonomi daerah. Tujuannya adalah untuk tetap mempertahankan pemerintahan asli yang digali dari identitas kultur dan adat-istiadat daerah. Pengaturan mengenai Lembaga Perkreditan Desa (LPD) ini diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi NTB Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Untuk kepengurusan dan pengelolaan LPD ini diserahkan sepenuhnya kepada desa, mulai dari pemilihan pengurus sampai dengan pengawasan melibatkan desa. Perda Nomor 8 Tahun 2002 ini juga menegaskan pelayanan LPD hanya melayani kegiatan simpan pinjam kepada warga desa, sesuai dengan pasal 7 (tujuh) angka 1 (satu) dan 2 (dua) Peraturan Daerah ini yang menyebutkan bahwa lapangan usaha LPD mencakup (1) Menerima/menghimpun dana desa dalam bentuk tabungan dan deposito, (2) Memberikan pinjaman hanya kepada mereka yang termasuk dalam anggota di desa tersebut. 3 Dilihat dari tujuan awal pendirian LPD ini berdasarkan Perda Propinsi NTB Nomor 8 Tahun 2002, bahwa pendirian LPD ini adalah untuk meningkatkan perekonomian desa melalui pemberian kemudahan Ancok, Djamaludin. Pidato pengukuhan Guru Besar “Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat”. (Yogyakarta: UGM, 2003), 10 3. Arsyad, Lincolin. Lembaga Keuangan Mikro, Institusi, Kinerja dan Sustanabilitas. (Yogyakarta: Andi Offset. 2008), 20 2.
82
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri akses dalam bidang financial kepada warga desa sehingga praktek-praktek lembaga keuangan informal seperti sistem ijon, gadai ilegal dan praktek lintah darat yang memberatkan masyarakat sedikit demi sedikit dapat dihapus. KONDISI MODAL SOSIAL MASYARAKAT GERANTUNG PRAYA TENGAH Kelurahan Gerantung Kecamatan Praya Tengah sebagai institusi yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari keterikatakan yang kuat antara Kelurahan Gerantung dengan warganya. Fungsi strategis ini dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memberdayakan masyarakat, dengan terlebih dahulu memberdayakan institusi Kelurahan Gerantung yang akan berujung kepada pemberdayaan warga Eksistensi Kelurahan Gerantung sebagai lembaga yang otonom dapat terus dipertahankan karena institusi ini memiliki modal yang dikenal dengan modal sosial seperti awig-awig (peraturan) baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang dibentuk oleh masyarakat sendiri berdasarkan kesepakatan bersama. Keberadaan Kelurahan Gerantung disesuaikan dengan awig-awig yang berlaku di daerah itu, sehingga akan memunculkan rasa memiliki yang begitu kuat dari masyarakat terhadap Kelurahan Gerantung itu sendiri. Fenomena modal sosial ini harus diakui sebagai faktor penting yang mendukung peningkatan kesejahteraan warga, sehingga keberadaannya harus diperhatikan dalam pengimplementasian suatu kebijakan yang menyengkut pembangunan masyarakat. Kemunculan dan perkembangan konsep modal sosial (sosial capital) mengalami perdebatan yang mengarah kepada perdebatan ideologis. Perhatian masyarakat dunia terhadap keberadaan modal sosial mulai meningkat sejak 2 (dua) dekade terakhir. Orang yang pertama kali dianggap mempelajari modal sosial, Hermawati dan Rinandari mendefinisikan modal sosial sebagai “sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain: keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”. 4 Modal sosial yang terbentuk di masyarakat dapat memiliki bentuk yang beraneka ragam, baik itu berupa organisasi maupun nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat. Wujud nyata dari modal sosial yang terjadi di masyarakat tidak dapat dilepaskan dari sistem budaya yang di Bantarso, Adik Bandaro, Kampus Biru Menggugat Bunga Rampai Tulisan Alumni Fisipol UGM (seri I). (Yogyakarta: FISIPOL GAMA, 2004), 93. 4.
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
83
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 masyarakat itu sendiri. Hermawati dan Handari menngungkapkan bentuk-bentuk modal sosial yang berkembang di masyarakat sebagai : hubungan sosial, adat dan nilai budaya lokal, toleransi, kesediaan untuk mendengar, kejujuran, kearifan lokal dan pengetahuan lokal, jaringan sosial dan kepemimpinan sosial, kepercayaan, kebersamaan dan kesetiaan, tanggung jawab sosial, partisipasi masyarakat, dan kemandirian. Pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipahami sebagai proses untuk memperkuat keberdayaan masyarakat lapisan bawah untuk dapat hidup lebih baik. Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk perubahan kondisi masyarakat dari “tidak berdaya” menjadi “lebih berdaya”. Ketidakberdayaan masyarakat ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal seperti struktur sosial, hubungan atau interaksi diantara manusia, situasi yang terjadi dimasyarakat, situasi kerja, situasi ekonomi, pendidikan maupun kondisi politik yang terjadi di masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah paradigma baru dalam pembangunan yang menekankan pada konsep bottom-up dengan mengedepankan pelibatan dan partisipasi masyarakat. Paradigma ini tidak hanya meliputi pemberdayaan individu semata tetapi juga institusi dari individu-individu itu harus diberdayakan. Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat Kelurahan Gerantung yang tidak dapat dipisahkan dari adat dan budaya, pemberdayaan Kelurahan Gerantung sebagai institusi harus mampu diberdayakan untuk mendorong pemberdayaan warga Kelurahan Gerantung itu sendiri.5 Dalam kehidupan masyarakat Lombok, Kelurahan Gerantung merupakan sebuah organisasi kemasyarakatan lokal yang memiliki peran strategis dalam pemberdayaan masyarakat serta institusi yang mengandung nilai-nilai luhur budaya masyarakat itu sendiri. Masyarakat Lombok memiliki kecenderungan cukup patuh terhadap institusi adat daripada institusi pemerintah. Oleh karena itu peran Kelurahan Gerantung cukup strategis dalam pengimplementasian program pembangunan kepada masyarakat, termasuk upaya untuk memberdayakan masyarakat. Selain mengatur hubungan warga berdasarkan konsep awig-awig, Kelurahan Gerantung juga memiliki kapasitas penting dalam menggerakkan atau meningkatkan partisipasi warga untuk melaksanakan program pemerintah. Untuk mengatur kehidupan warga Kelurahan Gerantung dalam mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan lahir mapun rohani, dibuatkanlah awig-awig. Awig-awig pada dasarnya adalah adalah hukum adat yang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu Eko, Suntoro. Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal. Makalah Seminar International IV “Dinamika Politik Lokal di Indonesia : Demokrasi dan Partisipasi” 2003. 5.
84
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri hukum yang berasal dari atas dan hukum yang berasal dari bawah. Hukum yang berasal dari Tuhan dapat berwujud hukum Agama, sedangkan hukum yang berasal dari negara (pemerintah) berupa peraturan perundang-undangan. Sebaliknya hukum yang berasal dari bawah adalah hukum yang diciptakan oleh masyarakat setempat yang populer disebut hukum adat.6 Dari pandangan di atas, dapat dipahami bahwa keberadaan awigawig ini adalah untuk mengatur perilaku warga Kelurahan Gerantung dalam upaya untuk mewujudkan ketertiban dan keamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Awig-awig sebagai bentuk hukum adat, memiliki sanksi-sanksi tertentu sesuai sebagai bentuk pembinaan kepada warga yang melanggar ketentuan hukum adat ini.7 Peranan Kelurahan Gerantung sudah mulai menampakkan hasil (melalui Lembaga Perkreditan Desa), maka pemberdayaan ekonomi desa Kelurahan Gerantung di sektor riil perlu ditingkatkan (melalui Badan Usaha Milik Desa) sehingga pada akhirnya ekonomi rakyat dapat lebih diberdayakan. Oleh karena itu, kerangka berpikir di atas berusaha untuk mengeksplorasi Kelurahan Gerantung sebagai institusi tradisional yang memiliki peran sangat dominan dalam mengatur perilaku warga Kelurahan Gerantung. Institusi ini memiliki posisi strategis dalam memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan warganya. Hal ini dikarenakan sikap warga yang memiliki kecenderungan untuk lebih “tunduk” terhadap institusi adat dari pada institusi pemerintah. Lembaga Perkreditan Kelurahan / Desa sebagai aset Kelurahan Gerantung memberikan pelayanan hanya kepada warga Kelurahan dengan melandaskan pola pengelolaannya pada awig-awig (hukum adat) Kelurahan Gerantung. Dalam pengelolaann Lembaga Perkreditan Kelurahan / Desa di dasari oleh kepercayaan, awig-awig dan jaringan yang dimiliki Lembaga Perkreditan Kelurahan / Desa terhadap warga Kelurahan Gerantung dan institusi lainnya diluar Kelurahan Gerantung.8 STRATEGI YANG DILAKUKAN UNTUK MENCAPAI KONDISI YANG DIHARAPKAN Pemberdayaan masyarakat adalah paradigma baru dalam pembangunan yang menekankan pada konsep bottom-up dengan mengedepankan pelibatan dan partisipasi masyarakat. Paradigma ini Negara, I Ketut Sukra. Hubungan Antara Desa Pakraman dengan Desa Dinas Pasca Otonomi Daerah. (Yogyakarta: UGM Press, 2005), hlm 32. 7. Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). (Yogyakarta: UII Press, 2007), 46 8. Eko, Suntoro. Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal. Makalah Seminar International IV “Dinamika Politik Lokal di Indonesia : Demokrasi dan Partisipasi” 2003. 6.
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
85
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 tidak hanya meliputi pemberdayaan individu semata tetapi juga institusi dari individu-individu itu harus diberdayakan. Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat Kelurahan Gerantung yang tidak dapat dipisahkan dari adat dan budaya, pemberdayaan Kelurahan Gerantung sebagai institusi harus mampu diberdayakan untuk mendorong pemberdayaan warga Kelurahan Gerantung itu sendiri.9 Peranan Kelurahan Gerantung tidak dapat dilepaskan dari fungsinya sebagai kesatuan hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Fungsi desa adalah sebagai berikut : 1 Membantu pemerintah, pemerintah daerah dan pemerinah desa /kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang terutama di bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan. 2 Melaksanakan hukum adat dan adat istiadat dalam desa adat. 3 Memberikan kedudukan hukum adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan sosial keperdataan dan keagamaan 4 Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat Kelurahan Gerantung dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan Sasak pada khususnya, berdasarkan musyawarah untuk mufakat. 5 Menjaga, memelihara, dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa.10 Pada sektor moneter peranan Kelurahan Gerantung sudah mulai menampakkan hasil (melalui Lembaga Perkreditan Desa), maka pemberdayaan ekonomi Kelurahan / desa Gerantung di sektor riil perlu ditingkatkan (melalui Badan Usaha Milik Desa) sehingga pada akhirnya ekonomi rakyat dapat lebih diberdayakan. Lembaga Perkreditan Kelurahan / Desa Gerantung sebagai aset Desa Rembitan memberikan pelayanan hanya kepada warga Kelurahan Gerantung dengan melandaskan pola pengelolaannya pada awig-awig (hukum adat) Kelurahan Gerantung. Dalam pengelolaann Lembaga Perkreditan Desa di dasari oleh kepercayaan, awig-awig dan jaringan yang dimiliki Lembaga Perkreditan Desa terhadap warga Kelurahan Gerantung dan institusi lainnya diluar Kelurahan Gerantung.
Eko, Suntoro. Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal. Makalah Seminar International IV “Dinamika Politik Lokal di Indonesia : Demokrasi dan Partisipasi” 2003. 10 Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). (Yogyakarta: UII Press, 2007), 46 9.
86
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri KONDISI DAMPINGAN YANG DIHARAPKAN Pendampingan ini difokuskan untuk memahami relasi-relasi sosial yang berkembang pada masyarakat Kelurahan / desa Gerantung, yaitu untuk memahami peran modal sosial dalam pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Peberdayaan ini dilakukan secara purposive dengan mengambil lokasi di LPD Kelurahan Gerantung Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kelurahan Gerantung sebagaimana dengan keberadaan desa lainnya di Pulau Lombok yang merupakan institusi tradisional yang dibangun dengan tujuan untuk melestarikan budaya dan meningkatkan kesejahteraan warga desa. Kelurahan Gerantung mempunyai “perekat” yang mampu menyatukan warganya yaitu ikatan terhadap norma / awikawik yang mengatur kehiduapan sosial masyarakat Kelurahan Gerantung yang satu dengan lainnya. Ikatan norma sosial / awik-awik tersebut merupakan faktor penting untuk mempertahankan eksistensi Kelurahan Gerantung sebagai sebuah desa yang tetap mempertahankan awik-awik sebagai norma dalam kehidupan sosial kemasyarakatn mereka disamping hukum negara.11 Pemanpaatan modal sosial di tengah masyarakat Kelurahan Gerantung tersebut dibedakan menjadi beberapa hal yaitu perkumpulan kesenian, perkumpulan profesi, sosial trust, norma dan kebiasaankebiasaan lain msyarakat. Peran dan kotribusi modal sosial (sosial capital) dalam mendukung pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas, dimana pola manajemen pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa merupakan komparasi pengelolaan secara normatif berdasarkan peraturan daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terkait dengan Lembaga Perkreditan Desa dengan praktik yang terjadi di lapangan. Kontribusi modal sosial dalam LPD terhadap pemberdayaan ekonomi Desa Rembitan, Perangkat Desa Adat berperan dalam pengorganisasian pengurus LPD sehingga pengelolaan LPD menjadi lebih mudah karena pengelola dan nasabah di bawah aturan main atau adat yang sama. LPD tetap proporsional walaupun telah memiliki kepercayaan penuh dari nasabah, antara lain dalam pelayanannya dan partisipasi dalam membantu perekonomian masyarakat desa pakraman. Kontribusi LPD dalam pemberdayaan perekonomian masyarakat Kelurahan Gerantung yaitu : Persayaratan kredit (aguanan) tidak mengikat dan lebih mengutamakan pada karakter calon nasabah. Penyelesaian permasalahan kredit lebih mengedepankan pendekatan kekeluargaan dan sanksi moril. Fukuyama, Francis. The Great Disruption Human Nature and The Reconstitution of Sosial Order. (New York : The Free Press, 1999), 120. 11
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
87
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 LPD ikut memberikan sumbangan dana terhadap kegiatan yang melibatkan masyarakat Kelurahan Gerantung terutama kegiatan sosial keagamaan.12 Berdasarkan pemaparan di atas secara tidak langsung menegaskan pemanfaatan awig-awig dalam pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang cukup menarik dilakukan, terutama dalam rangka meningkatkan kapasitas modal sosial (sosial capital) dalam mendukung pengelolaan LPD sebagai lembaga keuangan milik desa. oleh karena itu, keberadaan LPD perlu dikembangkan lebih jauh, terutama terkait dengan modal sosial yang cukup penting untuk memberdayaakan masyarakat Kelurahan Gerantung, sehingga bentuk pengembangannya dapat dilakukaan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat desa lainnya bergabung menjadi nasabah. PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT (STAKEHOLDERS) DAN BENTUK KETERLIBATANNYA 1. Kepala Desa ( Pembuatan Kebijakan) 2. Tokoh Adat ( Mobilisasi massa) 3. Remaja ( Model peran, tutor sebaya) 4. Tokoh Perempuan ( Mobilisasi masa, representasi kaum marginal) 5. Pemberdaya / pembuat proposal ( Pasilitator) 6. Mahasiswa KKP IAIN ( Pasilitator ) URGENSI PELAKSANAAN KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DI KELURAHAN GERANTUNG. Lemahnya modal sosial adalah akar pesoalan yang menggoyahkan kemandirian. Penyebabnya adalah pengambilan keputusan terpengaruh kepentingan, tidak adil, tidak transparan, dan belum memihak kepada si miskin. Pengelola masih belum dipilih dengan benar, hanya sekedar menjadi perpanjangan tangan pihak-pihak yang menanamkan kepentingan. Akibatnya keputusan yang dibuat mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berpengaruh saja, sehingga kerap diabaikan oleh masyarakat setempat. Dampaknya lembaga mengalami krisis kepercayaan, yang membuatnya tidak sempat mengembangkan pemimpin berintegritas. Lambat laun lembaga semacam ini semakin sulit mengakar karena tidak diakui (legitimate). Untuk membenahinya harus diupayakan langkah-langkah :
Christian Grootaert. Sosial Capital, Household and Poverty in Indonesia. (New York: The World Bank, 2000), 79. 12
88
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri 1. penguatan modal sosial (keikhlasan, kerelaan, kepercayaan, dan gotong-royong) di lokasilokasi yang telah memiliki jaringan kerjasama yang kuat dan 2. membangun kembali modal sosial yang mulai memudar di sejumlah lokasi yang sebelumnya telah dibina 3. penanaman dan penumbuhan modal sosial kepada masyarakat dilakukan melalui proses pemberdayaan potensi-pontensi masyarakat setempat. Ketiga proses tersebut pada hakekatnya adalah rangkaian kegiatan sosial yang penting untuk diupayakan di lokasi tersebut. Di dalamnya terdapat upaya penguatan kelembagaan melalui peningkatan rasa saling percaya, kerelaan, keikhlasan terhadap semua elemen masyarakat setempat, keadilan dan kejujuran pada seluruh tahapan yang dikenal dengan tahapan siklus, mulai Pemetaan swadaya, Pemilihan anggota BKM, penyusunan PJM Pronangkis hingga pembentukan KSM, karena pemberdayaan bertujuan mewujudkan perubahan sosial dari kondisi negative menuju positif. Tonggaknya pada terbentuknya BKM. Harapannya, masyarakat kembali memiliki pemimpin berintegritas dalam BKM sebagai : a. wadah perjuangan kaum miskin untuk hidup mandiri, berkualitas, memperluas jaringan, memperbanyak mitra dan mendorong penanggulangan kemiskinan berkelanjutan b. lembaga yang lebih menekankan perhatian untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat. c. lembaga yang dalam setiap proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh kepemimpinan yang berorientasi kepada masyarakat miskin (pro poor) d. lembaga kepemimpinan kolektif yang menggerakkan perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). 13 TUJUAN PELAKSANAAN KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DI KELURAHAN GERANTUNG Tujuan kegiatan penguatan modal sosial pada dasarnya sudah terintegrasi dengan tujuan PNPM Mandiri sebagaimana yang ditetapkan dalam Pedoman Umum mengenai sifat dan rambu-rambu pengalokasian Bantuan langsung Masyarakat untuk kegiatan sosial, yaitu : 1. Meningkatkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat miskin masyarakat setempat 2. Menguatkan solidaritas sosial masyarakat setempat.
13Pernyataan
tersebut sebagai mana yang disampaikan dalam materi penguatan modal sosial oleh Taofan efenddi pada tanggal 13 september tahun 2014.
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
89
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 3. Meningkatkan angka harapan hidup masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan, sumberdaya dan kesempatan pendidikan masyarakat setempat. 4. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kegiatan penanggulangan kemiskinan di masyarakat setempat.14 OUTPUT KEGIATAN BERBASIS MODAL SOSIAL DI KELURAHAN GERANTUNG. 1. Masyarakat setempat mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar dengan baik, baik dari pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah maupun pihak lain (dunia usaha dan Perguruan Tinggi yang ada). Dengan demikian masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya dan mendapatkan manfaat dari peningkatan kondisi lingkungan serta tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). 2. Terjadinya keberlanjutan. Kegiatan Sosial menunjang fasilitasi pelayanan-pelayanan SKPD agar tepat sampai pada kelompok sasaran. Artinya dengan terfasilitasinya pelayanan SKPD kepada masyarakat miskin akan menunjang alih kelola kegiatan sosial, keberlanjutan program dan memperpanjang harapan hidup masyarakat miskin. 3. Meningkatnya Modal Sosial. Dalam banyak aspek, kegiatan sosial yang dijalankan oleh KSM-KSM Sosial yang telah mengakar akan memperkuat sambung rasa, kepedulian dan kerjasama antar warga dalam menghadapi persoalan kemiskinan. Kepedulian dapat diwujudkan melalui keswadayaan masyarakat setempat. Di sisi lain, kegiatan sosial memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah untuk lebih menjangkau masyarakat sasaran, terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan. 4. Terselesaikannya persoalan-persoalan kemasyarakatan oleh masyarakat sendiri dengan kearifan lokal yang dimiliki. Potensi untuk menyelesaikan persoalan tersesbut akan memicu tumbuhnya kemandirian masyarakat.15 TRANSFORMASI SOSIAL DARI MASYARAKAT BERDAYA MENUJU MASYARAKAT MANDIRI Kegiatan sosial dalam arti luas adalah seluruh proses pemberdayaan dalam mewujudkan perubahan sosial sesuai konteks pemberdayaan masyarakat. Dalam proses tersebut masyarakat yang tidak berdaya diintervensi dengan 8 aktivitas utama untuk membangkitkan modal sosial. Seluruh kegiatan pemberdayaan masyarakat sudah 14Lihat
pedoman umum tentang sifat dan rambu-rambu pengalokasian bantuan langsung masyarakat untuk kegiatan sosial. 15 Diadaptasi dari : Rob Grey, Bebbington and Collison 2006; NGOs, civil society and accountability: making the people accountable to capital http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1558155&show=html
90
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri seharusnya berbasis modal sosial, namun kegiatan sosial akan sangat strategis dan menemukan momentumnya pada saat intervensi mulai beranjak dari masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri. Intervensi actor pemberdayaan masyarakat untuk mampu mewujudkan transformasi sosial, dari masyarakat berdaya menuju masyarakat mandiri melalui 2 hal, yaitu : pertama, pembelajaran kemitraan antar stakeholders strategis, yang menekankan pada proses pembangunan kolaborasi dan sinergi upaya-upaya penanggulangan kemiskinan antara masyarakat, pemerintah kota / kabupaten, dan kelompok peduli setempat agar kemiskinan dapat ditangani secara efektif, mandiri dan berkelanjutan. Kemitraan sinergis pada dasarnya bermakna bahwa jalinan kerjasama dan kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli / swasta tersebut harus dibangun atas dasar kebutuhan bersama, kepentingan yang sama, dan kesetaraan peran dalam melaksanakan kegiatan bersama. Terkait erat dengan upaya mendukung kemitraan sinergis dimaksud, maka perlu dilakukan upaya penguatan peran pemerintah tingkat kota / kabupaten dalam penanggulangan kemiskinan, sehingga mampu mendorong berfungsinya KPK-D kota / kabupaten secara efektif untuk menyusun strategi penanggulangan kemiskinan dan program penanggulangan kemiskinan di masing-masing wilayah. Kedua, Penguatan jaringan sosial antar pelaku pembangunan, dengan membangun kepedulian dan jaringan sumberdaya dan mendorong keterlibatan aktif dari para pelaku pembangunan lain maka dapat dijalin kerjasama dan dukungan sumberdaya bagi penanggulangan kemiskinan, termasuk akses penyaluran (channeling) bagi keberlanjutan programprogram di masyarakat dan penerapan Tridaya di lapangan. Para pelaku pembangunan lain yang dimaksud antara lain: LSM, Perguruan Tinggi setempat, lembaga-lembaga keuangan (perbankan), Pengusaha, Asosiasi Profesi dan Usaha Sejenis, dll. TRANSFORMASI SOSIAL DARI MASYARAKAT MANDIRI MENUJU MASYARAKAT MADANI Intervensi actor-aktor pemberdaan masyarakat untuk mewujudkan transformasi dari kondisi masyarakat mandiri menuju masyarakat madani lebih dititikberatkan pada proses penyiapan landasan yang kokoh melalui penciptaan situasi dan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya masyarakat madani, serta melalui intervensi komponen Pembangunan Lingkungan Permukiman Kelurahan Terpadu (Neighbourhood Development), yakni proses pembelajaran masyarakat dalam mewujudkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai menuju terwujudnya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan lestari. Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
91
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 Kegiatan sosial dalam arti luas adalah penguatan modal sosial yang diintervensi melalui pemberdayaan. Sedangkan kegiatan sosial dalam arti sempit adalah jenis-jenis kegiatan yang digunakan oleh masyarakat sebagai wahana ekspresi modal sosial mereka. Oleh sebab itu untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan maka kegiatan sosial dijalankan dengan bertumpu pada kekuatan modal sosial. Area-area kunci untuk mencapai kesejahteraan sosial tersebut didukung oleh actor pemberdayaan masyarakat melalui penerapan 5 aspek strategis untuk memudahkan pengendalian. Pelaksanaan kelima aspek strategis tersebut memprioritaskan kegiatan sosial agar: a. Relevan dengan Target IPM-MDGs Kegiatan Sosial yang relevan dengan target IPM-MDGs akan mendapatkan prioritas penanganan. Sebab menghubungkannya dengan IPM-MDGs akan menjadikan kegiatan sosial menjadi mudah untuk diukur pencapaiannya. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang terkait dengan peningkatan daya beli, pemenuhan kebutuhan kesehatan, pendidikan dan peningkatan SDM. b. Menguatkan Modal Sosial Apabila modal sosial yang tumbuh bersama kearifan local dijadikan tumpuan, maka mesti dipastikan bahwa semua KSM Sosial terbentuk dari jaringan sosial yang telah lama berperan (exist) di masyarakat. KSM Sosial yang tidak dibentuk dari bawah (bottom up) akan sulit mempertahankan solidaritas sosial yang selama ini terbangun. Oleh karena itu actor pemberdaya masyarakat berkewajiban untuk memastikan bahwa KSM Sosial bukan kepanitiaan baru tetapi dibentuk dari jaringan relawan yang telah lama mengakar melayani berbagai kegiatan seperti pelatihan, penguatan kapasitas, pendidikan, kesehatan maupun lingkungan. KSM-KSM Sosial yang telah mengakar selain beranggotakan para relawan yang telah berpengalaman juga memiliki jaringan sosial yang telah mapan (establish) dan spesialis pada bidangnya seperti Relawan Posyandu, BKKBN, Kader PKK, Kelompok Tani, Pegiat Lingkungan, PAUD, Relawan Kemitraan yang telah terbiasa memfasilitasi program-program SKPD. Dengan memanfaatkan relawan-relawan yang telah aktif dan berjaringan, maka KSM Sosial yang dibentuk akan makin merekatkan solidaritas sosial dan menguatkan modal sosial sebagai modal penting untuk bekerjasama. c. Menunjang Kegiatan Ekonomi Kegiatan sosial yang terkait dengan bidang ekonomi memungkinkan berdaya jangkau lebih luas untuk meningkatkan kapasitas SDM menjadi lebih produktif dalam menjalankan kegiatan ekonomi produktif dan terhindar dari kerugian. Input yang dibutuhkan terkait
92
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri peningkatan kemampuan melakukan kegiatan usaha kecil ekonomi produktif antara lain adalah : 1. Pengetahuan dan wawasan dalam mengelola usaha 2. Ketrampilan / skill yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha dan menjaga kualitas produk 3. Kemampuan membaca prospek usaha. Singkat kata kegiatan sosial adalah kegiatan yang menunjang peningkatan pendapatan melalui usaha yang selama ini telah ditekuni oleh masyarakat setempat. Jadi bukan usaha yang sama sekali baru dan tidak terkait dengan mata pencaharian masyarakat Kelurahan Gerantung. Bentuk kegiatan peningkatan kemampuan di atas adalah pelatihan, coaching dan on the job training. Oleh sebab itu segala bentuk pelatihan kewirausahaan maupun pelatihanpelatihan ketrampilan yang ditujukan untuk menguatkan skill masyarakat dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan harus ditindaklanjuti dengan pembentukan actor pemberdayaan masyarakat bidang ekonomi produktif sebagai konsekuensi bahwa kegiatan sosial berfungsi sebagai pengantar menuju intensifikasi maupun diversifikasi usaha. Artinya, kegiatan sosial yang berhenti di tengah jalan atau paska pelatihan selesai tanpa follow up, dipastikan tertolak. 4. Berkelanjutan Semakin banyak penanggung jawab kegiatan akan semakin baik. Semakin banyak sektor-sektor pemerintahan terlibat, baik SKPDSKPD pemerintah daerah Kabupaten Lombok Tengah akan menjadikan program berjangka panjang. Kegiatan sosial yang ditempelkan atau disinkronisasikan dengan program-program daerah (program-program SKPD) atau program daerah yang dilimpahkan dari pusat seperti program-program perlindungan sosial akan membuatnya berkesinambungan. Kegiatan sosial yang dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam alokasi program Corporate Sosial Rerponsibility mereka juga akan lebih terpelihara dengan baik masa depannya. Namun dari segala jenis kemitraan tersebut kekuatan terbesar untuk membuat kegiatan berkelanjutan adalah keswadayaan, modal sosial dan jaringan sosial. Oleh sebab itu mulai saat ini kita harus mulai intensif mengidentifikasi prospek, baik kemungkinan penyertaan swadaya maupun kemitraan strategisnya.16
. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh pembicara dalam acara penyuluhan penguatan modal sosial masyarakat di Kelurahan Gerantung Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah pada tanggal 13 September tahun 2014. 16
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
93
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 5. Memberikan Perlindungan Sosial di Masyarakat Kelurahan Gerantung Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan Sosial mestinya memberikan jaminan perlindungan sosial kepada keluarga miskin, mendukung program-program jaminan kesehatan, pendidikan dan hari tua di Kelurahan Gerantung Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah. Esensi kegiatan sosial adalah pemenuhan ketiga kebutuhan dasar tersebut. Mengandalkan modal sosial, kerjasama untuk memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan hari tua akan lebih berkelanjutan. Perlindungan sosial juga dapat diberikan kepada masyarakat yang mengalami dampak bencana. 6. Mereview Kegiatan Pemberdayaan Sosial. Untuk membenahi kembali kegiatan sosial agar sesuai dengan kelima aspek di atas maka diperlukan reorientasi dan revitalisasi kegiatan sosial sebagai entitas penting dalam penanggulangan kemiskinan melalui program pemberdayaan masyarakat, baik melalui program yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat. Oleh karena itu, itu tidak menutup kemungkinan untuk mereview kembali program pemberdayaan masyarakat yang sebelumnya telah dilaksanakan, baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat, sehingga masuk ke dalam substansi kegiatan sosial. Jika perlu dapat direvisi kembali.17 d. Sasaran Kegiatan Penguatan Modal Sosial Masyarakat Kelurahan Gerantung Sasaran kegiatan penguatan modal sosial tentu saja adalah kelompok keluarga miskin yang telah teridentifikasi dan terdata dalam hasil pemetaan swadaya masyarakat di Kelurahan Gerantung. Datadata tersebut harus dipastikan telah di-update secara periodic minimal setahun sekali. Data yang telah diperoleh harus dipetakan, baik secara geografis, mata pencaharian maupun tingkat kemiskinannya. Sehingga akan diperoleh kategori kelompok keluarga miskin yang berhak mendapatkan intervensi pelayanan / kegiatan sosial dalam program pemberdayaan masyarakat. Tiga kelompok warga yang telah masuk dalam data swadaya masyarakat tersebut antara lain : 1. Usia Sekolah, yaitu anak-anak kelompok keluarga miskin, usia sekolah yang tidak memiliki kecukupan dana untuk mendapatkan pendidikan dan jaminan kesehatan yang layak. Kategori anak-anak miskin usia sekolah adalah anak-anak miskin yang tidak memiliki . Pramono PW, Agung, Management Studio & Clinic, 69 17
94
2011,
Pengembangan
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Kelembagaan
Lokal,
Imran & H. Masruri kemampuan mengakses pendidikan dan kesehatan karena ketidakcukupan biaya dari orang tua mereka. Rentang usia disesuaikan dengan Balita dan Program Wajib Belajar 9 Tahun. 2. Usia Produktif, kelompok keluarga miskin yang masih berusia produktif tetapi tidak memiliki pendapatan tetap, tidak memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak dan penguasaan aset. Di kelompok ini berisikan kelompok umur usia bekerja, tetapi belum mempunyai kemampuan untuk menekuni suatu pekerjaan atau belum mempunyai pekerjaan tetap. 3. Kelompok Keluarga Miskin Tidak Produktif. Kelompok Kelauarga Miskin tidak produktif yaitu jiwa miskin yang telah melewati usia produktif seperti tidak memiliki pendapatan tetap/tidak memiliki sumber pendapatan, tidak memiliki akses kesehatan, tidak memiliki jaminan hari tua. Untuk menjamin ketepatan sasaran kegiatan kepada keluarga / individu miskin yang ada dalam daftar maka dapat dikembangkan penggunaan register warga miskin. Jadi masing-masing jiwa miskin mempunyai nomor register tersendiri dan harus jelas nama (by name) dan alamatnya (by address)-nya. Register ini digunakan semenjak usulan kegiatan / proposal, sampai pada kunjungan lapang untuk menentukan kelayakan usulan. Dengan menggunakan nomor register warga miskin maka akan mempermudah untuk mengetahui apakah penerima manfaat kegiatan adalah warga miskin. Sasaran dari Kegiatan secara umum adalah keluarga / jiwa miskin yang ada dalam daftar, namun untuk Kegiatan tertentu harus ditentukan kriteria yang lebih khusus, hal ini dimaksudkan menghindari bias orientasi dan sasaran Kegiatan. Perlu untuk terus menjaga suasana batin warga miskin agar selalu harmoni, kondusif sehingga dalam memfasilitasi keluarga / jiwa miskin tersebut lebih strategis dan sesuai derajat keberdayaannya. Indikator pelaksanaan prinsip ini dalam pelaksanaan kegiatan KSM / panitia: a. Program pemberdayaan masyarakat telah direvisi: ada register jiwa miskin, ada katagori mendekati miskin - miskin - sangat miskin dan miskin produktif - miskin non produktif. b. Peserta / penerima manfaat semuanya ada dalam register data program pemberdayaan masyarakat. c. Untuk keperluan mendukung system register tersebut di atas dapat dibuatkan kartu identitas penerima manfaat tersendiri untuk mengidentifikasi kelompok sasaran agar mendapatkan intervensi yang tepat, misalnya beasiswa / bantuan pendidikan untuk warga miskin usia sekolah dan mendukung kartu sehat terdistribusi dengan benar melalu database yang ada. Dengan Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
95
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 mengklasifikasikan warga miskin akan mempermudah pemilihan intervensi yang cocok terhadap mereka, khususnya melalui Kegiatan. Dalam perbaikan program pemberdayaan yang telah dilakukan sudah harus terlihat berapa jumlah warga miskin, tinggal dimana dan siapa saja yang berhak menjadi penerima manfaat untuk setiap kegiatan. Dengan demikian akan terhindar dari penyelenggaraan kegiatan yang tidak berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, tidak jelas pemanfaatnya, instan dan kurang berkelanjutan. KOMPONEN DAN FASILITAS KEGIATAN PENGUATAN MODAL SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN GERANTUNG Sebagaimana kegiatan yang lain, komponen Kegiatan berproses dari tahap Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi. Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitor harus memperhatikan kesesuaian kebutuhan dan ketepatan sasaran bagi warga miskin. Kebutuhan dan ketepatan sasaran dimuat dalam PJM. Perbaikan program pemberdayaan akan selalu menjadi acuan dalam pelaksanaan dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya, Kegiatan disesuaikan dengan tiga target utama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). yaitu : 1. Peningkatan Angka Harapan Hidup melalui pelayanan Kesehatan masyarakat Kelurahan Gerantung. 2. Peningkatan Kapasitas SDM, melalui pelayanan Pendidikan di Kelurahan Gerantung 3. Peningkatan Daya Beli, yang didahului dengan peningkatan pendapatan sesuai mata pencaharian masyarakat Kelurahan Gerantung. Ketiga komponen tersebut adalah criteria hidup sejahtera menurut Indeks Pembangunan Manusia sebagaimana ditentukan oleh UNDP. Untuk mewujudkannya diperlukan aneka jenis kegiatan, antara lain : a. Membantu penyelenggaraan pelayanan bidang kesehatan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan pemerintah daerah kabupaten Lombok Tengah. KSM Sosial yang memfasilitasi kegiatan tersebut diprioritaskan para volunteer yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan dan memahami benar program pemberdayaan yang telah diperbaiki. Sehingga kegiatan KSM akan memiliki kekuatan visi untuk meningkatkan kesehatan warga miskin setempat seperti; pengobatan gratis, imunisasi, perawatan ibu hamil, penambahan gizi dan penimbangan balita, perawatan kesehatan orang tua (jompo), dsb. b. Pembangunan prasarana kesehatan dan fasilitasi pelayanan kesehatan untuk menyambungkan antara kebutuhan masyarakat dengan program-program Pemda yang terkait dengan pembangunan sarana 96
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
Imran & H. Masruri
c.
d.
e.
f.
dan prasarana kesehatan seperti Posyandu, Pos Kesehatan Kelurahan, Puskesmas, pelayanan jamkesmas, pemanfaatan obat generic, vaksinasi, penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit menular (malaria, demam berdarah, HIV), antisipasi pandemi maupun endemi, fogging, dst Pembangunan prasarana lingkungan yang menunjang peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit adalah bagian dari kegiatan untuk mengantisipasi permasalahan sosial. Tidak jarang permasalahan lingkungan tersebut ditimbulkan oleh permasalahan lingkungan seperti penumpukan sampah atau pencemaran lingkungan (udara, air, tanah dan tanaman). Pembangunan prasarana pendidikan yang difasilitasi oleh BKM bekerjasama dengan Pemda antara lain pemberian bantuan beasiswa berkelanjutan, bantuan seragam sekolah, pembangunan sarana dan prasarana sekolah (PAUD, TK, SD, dan SMP), pembangunan perpustakaan sekolah, penyediaan prasarana sekolah, penyediaan buku-buku sekolah, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan Biaya Operasional Sekolah (BOS), pemanfaatan beasiswa, biaya dsb Mendorong agar warga miskin dapat mengakses kegiatan kredit mikro (ekonomi bergulir) setelah dberikan penguatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan, baik pelatihan kewirausahaan, ekonomi rumah tangga maupun pelatihan ketrampilan. Santunan (dapat berupa cash transfer) untuk memenuhi kebutuhan pokok, berupa makanan, pakaian dan perumahan untuk mengurangi beban hidup generasi mendatang sesuai kondisi yang dialami dan kemendesakan persoalan. Pemenuhan kebutuhan pokok biasanya diberikan kepada KK Miskin yang tidak dapat memenuhinya, baik akibat bencana maupun pada saat normal. Pemda telah memiliki alokasi bantuan sosial dalam APBD. Fasilitasi untuk warga miskin tidak hanya dalam kelurahan, namun biasa diperluas hingga keluar batas-batas kelurahan jika memungkinkan untuk meminimalisir kelompok sasaran yang tidak tercover seperti anak jalanan atau tunawisma. Pihak-pihak yang dapat diajak kerjasama untuk kegiatan ini selain Pemda adalah Dunia Usaha (CSR).18
Sambutan Lurah Gerantung Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah pada tanggal 13 September Tahun 2014 dalam acara penyuluhan penguatan modal sosial masyarakat. 18
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram
97
Transformasi, Volume 11, Nomor 1, Januari-Juni 2015 DAFTAR PUSTAKA Ancok, Djamaludin. 2003. Pidato pengukuhan Guru Besar “Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat”. UGM. Yogyakarta Arsyad, Lincolin. 2008. Lembaga Keuangan Mikro, Institusi, Kinerja dan Sustanabilitas. Andi Offset. Yogyakarta Azwar, Saifudin. 2007. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Baker, Therese L. 1999. Doing Sosial Research. Mc Graw Hill. Singapore Bantarso, Adik Bandaro. 2004. Kampus Biru Menggugat Bunga Rampai Tulisan Alumni Fisipol UGM (seri I). KA FISIPOL GAMA. Jakarta. Berg, Bruce L. 1988. Qualitative Research Methods for Sosial Sciences. Allyn and Bacon. USA Coleman, James S. 2008. Dasar-Dasar Teori Sosial. Nusa Media. Bandung Eko, Suntoro. 2003. Modal Sosial, Desentralisasi dan Demokrasi Lokal. Makalah Seminar International IV “Dinamika Politik Lokal di Indonesia : Demokrasi dan Partisipasi” Fukuyama, Francis. 1999. The Great Disruption Human Nature and The Reconstitution of Sosial Order. The Free Press. New York. -------------. 2002. Trust Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran (Diterjemahkan dari buku Trust The Sosial Virtues and The Creation of Prosperity.1995). Qalam. Yogyakarta. Grootaert, Christian. Sosial Capital, Household and Poverty in Indonesia. The World Bank. New York. Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). UII Press. Yogyakarta. Kartono, Kartini. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar Maju. Bandung. Medrilzam.1999. “Sosial Capital” Penataan Ruang dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Tantangan dalam Era Reformasi. Jurnal Majalah Perencanaan Pembangunan edisi nomor 16 Juni/Juli 1999. Jakarta. Muslim, Faishol. 2005. Peran Institusi Pemerintah dan Institusi Masyarakat Dalam Pembentukan Kapital Sosial pada Era Otonomi Daerah Studi Kasus pada Karang Taruna Gombang Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. UGM. Yogyakarta Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nazir, Mohammaad. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Negara, I Ketut Sukra. 2005. Hubungan Antara Desa Pakraman dengan Desa Dinas Pasca Otonomi Daerah. UGM. Yogyakarta.
98
Jurnal Transformasi P2M IAIN Mataram