IMPLEMENTASI STIMULASI 'LEADERSHIP PLASTICITY' BERBASIS NEUROPLASTISITAS: STRATEGI MEMBANGUN 'ADAPTIVE LEADER' DI ERA PERUBAHAN Oleh: I Nyoman Sutarsa • Luh Virsa Paradissa
119
Kata Kunci: plastisitas kepemimpinan, neuroplastisitas, leadership, adaptif, pemimpin adaptiJ
PENDAHULUAN Esensi dari sebuah proses kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan untuk mempengaruhi pengikut secara efektif untuk mencapai perubahan yang positif (Harung et aI., 2009). Kepemimpinan yang efektif akan mendorong terciptanya 'collective ownership 'untuk mencapai visi danmempercepat lahimyaperubahan yang terarah dan terukur. Era perubahan yang ditandai oleh 'dynamic environment' menuntut lahimya pemimpin-pemimpin yang efektif (Harung et aI., 2009), fleksibel dan adaptifyang berlandaskan pada shared vision (McMahon, 2010). Pada kenyataannya Iingkungan organisasi adalah 'uncertainty' (Obolensky, 2010). Lingkungan organisasi bersifat dinamis dimana periode stabil selalu diselingi oleh periode krisis. Performa kepemimpinan mencapai titik puncak pada periode stabil, namun seketika kolaps saat terjadi periode krisis. Kondisi ini mencerminkan terbatasnya pemimpin-pemimpin adaptif yang mampu bertahan pada saat badai krisis. Pemimpin yang adaptif adalah pemimpin yang memiliki fleksibilitas dan adaptibilitas (resilience) pada saat teIjadinya 'crisis storm '. McMahon (2010) menyebutkan dua kondisi yang harus dilakukan oleh pemimpin pada saat periode krisis: (I) bersifat fleksibel dilandasi oleh visi; (2) bersifat adaptif dilandasi oleh kompetensi kunci. Secara kolektif, kedua atribut ini disebut sebagai plastisitas kepemimpinan (leadership plasticity). Leadership plasticity adalah kemampuan seorang pemimpin untuk berubah, beradaptasi dan
120
menerima altematif baru untuk mempeljuangkan pencapaian visi dengan cara-cara kreatif tanpa kehilangan nilailnonna organisasi (McMahon, 2010). Leadership plasticity sangat essensial untuk menghadapi 'crisis storm' ketika teljadi konstelasi perubahan lingkungan yang sangat cepat dalam waktu singka!. Leadership plasticity tidak banyak dikembangkan oleh organisasi di Indonesia. Sistem organisasi yang tersentralisasi dibawah satu komando sangat membatasi fleksibilitas, adaptibilitas dan kreativitas. Hal ini berdampak pada kurangnya inovasi dalam pola kepemimpinan dan pengembangan organisasi. Pola kepemimpinan tradisional tidak lagi relevan dengan perkembangan era saat ini (the era of change dan the era of limit). Pola kepemimpinan tradisional yang banyak dikembangkan di Indonesia memiliki keterbatasan dalam· merespon kebutuhan global (Lichtenstein, 2006), tid~k peka terhadap perubahan dan cenderung statis. Pola kepemimpinan tradisional tidak akan mampu mengembangkan 'learning organization' bagi para pengikutnya. Obolensky (201O) menyatakan bahwa pola kepemimpinan tradisional tidak viable dalam lingkungan organisasi yang kompleks (ditandai oleh krisis dan un-predictable events). Leadership plasticity juga tidak banyak diintegrasikan kedalam model pelatihan kepemimpinan di Indonesia. Leadership training yang banyak dikembangkan hanya berdampak pada peningkatan perilaku-perilaku kepemimpinan (tabel I) namun tidak memiliki dampak terhadap peningkatan fungsi adaptif. Kemampuan seorang pemimpin untuk beradaptasi terhadap pengaruh ekstemal, dinamika lingkungan dan pengaruh sosial adalah indikator dari 'adaptive leader'. Saks and Ashforth (2000) menyebutkan bahwa 'situational factors' merupakan detenninan kunci yang menentukan perilaku organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk 'memberdayakan' situational factors secara kreatif menjadi peluang hanya dimungkinkan bila seorang pemimpin memiliki atribut leadership plasticity.
121
Gambar 1. Elemen Perilaku Kepemimpinan
(Diadopsi dari Harung et aI., 2009)
Kapasitas kepemimpinan (leadership ability) berkorelasi dengan kualitas psiko-fisiologik seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki performa prima juga memiliki 'mature moral,reasoning' dan aktivitas elektrikal otak yang lebih integratif (Harurlg et a!., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa plastisitas pada tingkatan neuronal (neuroplasticity) dan plastisitas kepemimpinan (leadership plasticity) sangat menentukan performa kepemimpinan. Harung et al (2009) menyebutkan bahwa dimensi psikologis, fisiologis dan sosiologis dari kepemimpinan merupakan elemen penting dalam model pengembangan sumber daya manusia. Model semacam ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi integrasi otak dan kemampuan adaptif seseorang (adaptive behaviour). Leadership plasticity adalah dasar pijakan menuju terciptanya 'transformational leader'. Transformational leader adalah pemimpin yang dapat mencapai perubahan secara menyeluruh dengan cara yang kreatif. Rafferty & Griffin (2004) menyebutkan lima subdimensi dari transformational leadership: (I) visi yang jelas, (2) stimulasi intelektual, (3) supportive leadership, (4) inspirational communication, dan (5) pengakuan personal/individu. Transformational leadership mampu menciptakan sistem yang stabil melalui mekanisme perilaku adaptif dan sebuah sistem yang stabil akan melahirkan satu organisasi pembelajar (learning organization). Coutu (2002) menyebutkan bahwa resilience (terdiri
122
r
dari komponen adaptibilitas dan f1eksibilitas) dapat dipe1ajari dan dibentuk (dalam Kayes&Kayes, 20 II) yang mengindikasikan babwa perilaku adaptifjuga bisa dilatih dan adaptive leader bisa dibentuk melalui mekanisme stimulasi atribut leadership plasticity. Proses ini merupakan momentum untuk mendorong 'collective ownership' untuk mencapai perubahan tersistem, terarah dan terukur. Merujukkepada penjelasan di atas, maka tulisan ini akan menjelaskan kepada para pembaca mengenai: I. Gambaran mengenai hubungan antara stimulasi leadership plasticity dalam membentuk adaptive leader 2. Identifikasi metode stimulasi yang efektif menggunakan pendekatan neuroplastisitas 3. Pengembangan model implementasi stimulasi leadership plafticity yang komprehensif dan aplikatif ,
DOMAIN LEADERSHIP PLASTICITY Leadership plasticity bertujuan untuk membentuk pemimpin yang adaptif. Fungsi leadership plasticity akan mencapai titik puncak jika didukung oleh kongruensi antara kelima domain berikut: (I) shared vision, (2) values driven culture, (3) human capital, (4) inspirational communication, dan (5) leadership plasticity (adaptability) (McMahon, 2010). Fungsi dari masing-masing domain disajikan dalam tabel 1. Adaptibilitas adalah komponen kunci yang menentukan tingkat resilient seorang pemimpin. Resilience dalam kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan pemimpin untuk bertahan dalam hantaman krisis, melakukan adaptasi dan pemulihan secara bertahap (Kayes and Kayes, 2011). Pemyataan ini menegaskan bahwa untuk membangun resilience - baik pada tingkatan individu ataupun organisasi - sangat membutuhkan perilaku adaptif. Leadership plasticity adalah atribut kolektif dari fleksibilitas dan adaptabilitas
123
berlandaskan pada visi yang memungkinkan terciptanya perilaku adaptif. Upaya untuk mencapai resilience dalam organisasi sangat ditentukan oleh leadership plasticity pimpinan. Pemimpin yang memiliki atribut leadership plasticity (adaptif dan fleksibel) akan mampu membangun resilience melalui mekanisme inovasi dan kreativitas. Stimulasi terhadap leadership plasticity dapat meningkatkan kemampuan adaptibilitas sekaligus mendorong resiliency - dua komponen yang sangat dibutuhkan oleh adaptive leader. Tabell. Domain Leadership Plasticity dan Fungsinya
Shored Vision Values Driven Cli/ture
Human Capital
InspiratioruU Communication
Adaptability/Res/liene)'
Memberikan arab terlutdap pengembangan organisasi Memberikan moti'o.·1ISi ha i penggerak organlsssi Identifikasi terhadap nilai-nilai yang mampu memper1abllIllam 'long term imerests' dan nilai-uilai yang relevan terhadap pengembangan organisasi Menumbuhkan budaya yang adaptif, kreatif dan mengedepankan learning quality Mampu menggandeng pengikut dengan efektif (follower im:olvemenf) untuk membentuk collective ownership dan m tkan tin t oduktivitas dan kreativitas MembangWl kesatuan sistem komunikasi anlara shared l'ision budaya organisasi ~ hullltm capital Mengembangkan model komunikasi kalaharatif dan inter-disiplin untuk meningkatkan budaya dialogis yangjujur, idea generating. implement8si yang efektif, problem soh"i"g dan pengambilan keputusan ya tepa! Mampu mengarahkan organis8si untuk men-transfonnasi krisis menjadi peluang Mampu untuk menarik hubungan antara krisis han ini dengan masa depan yang lebih baik
(Sumber: McMahon, 2010)
LEADERSHIP PLASTICITY DAN ADAPTIVE LEADER Adaptive - Complexity Leadership Beberapa tahun terakhir, pendekatan mengenai kepemimpinan telah dibangun diatas teori kompleksitas. Pendekatan ini dilandaskan pada keyakinan untuk membangun suatu model kepemimpinan
124
yang lebih akurat dalam merefleksikan pemimpin dalam praktek sehari-hari. Model kepemimpinan tradisional dianggap masih belum sepenuhnya memahami dinamik dan kontekstual alami dari kepemimpinan di dalam organisasi. Pada level paling mendasar, teori kepemimpinan kompleksitas (Complexity Leadership 17leory/CLT) adalah mengenai kepemimpinan di dalam dan di luar sistem adaptif kompleks (Complex Adaptive System/CAS). CAS merupakan jaringan interaksi yang terikat dalam dinamika kolektif oleh kebutuhan yang sarna. Hal ini memungkinkan mereka mampu memecahkan masalah dengan kreatif serta mampu belajar dan beradaptasi dengan cepat. (Uhl-Bien 2009). Adanya perspektif CAS dalam konsep kepemimpinan, menawarkan sebuah paradigma untuk herpikir tentang kepemimpinan dimana kita lebih mudah mengeksplorasi seperti proses kepemimpinan adaptif, yang seringkali membingungkan dari perspektif tradisional. Poin penting yang perlu dicatat bahwa istilah "kompleksitas (complexity)" tidak mengacu pada istilah "complicated" (rumit). Istilah kompleksitas berasal dari ilmu kompleksitas (Snowden & Boone, 2007) yang mengacu pada dinamika "kompleks" sebagai akibat dari interaksi yang berkembang dari elemen-elemen sederhana. CAS merepresentasikan mekanisme organisasi diri melalui mekanisme yang mengembangkan sistem kompleks dan perubahan struktur internal secara spontan dan adaptif untuk mengatasi (atau memberdayakan) perubahan lingkungan. Maka kepemimpinan kompleksitas adalah kepemimpinan yang berfokus pada hal-hal yang memungkinkan kapasitas belajar, inovatif, dan kemampuan adaptif dari CAS. Perilaku adaptif dalam proses interaksi adalah muatan inti dari teori kompleksitas. Berdasarkan teori ini, perilaku adaptif didefinisikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan internal ataupun eksternal (Obolensky, 20 I0). Teori ini menekankan bahwa
125
adaptive leader hams memiliki kompetensi untuk menjaga dinamika interaksi dalam organisasi berpedoman shared vision. Kondisi ini memungkinkan proses pemecaban masalah secara tepat dan kreatif. Lichtenstein (2006) menyatakan bahwa kecakapan seorang pemimpin dibangun dari proses interaksi, tension, dan pertukaran nilai yang mengakibatkan pernbaban persepsi dan perilaku. Pemyataan ini menegaskan babwa kemampuan untuk mengelola krisis (baik yang tetjadi melalui proses interaksi ataupun pengaruh ekstemal) merupakan esensi dari 'adaptive leader '. Kondisi ini menunjukkan babwa terdapat hubungan yang erat antara plastisitas leadership dan pembentukan adaptive leader. Stimulasi terhadap plastisitas kepemimpinan akan meningkatkan kapasitas adaptif dan tingkat resilient seorang pemimpin untuk membentuk 'adaptive leader'. Analisa Relevansi Leadership Plasticity dan Karakteristik Adaptive Leader Kepemimpinan adaptif adalah suatu proses kepemimpinan informal yang terjadi melalui tindakan interaktif, ketergantungan anlar manusia (baik individu atau kolektit) saat mereka beketja dan memajukan solusi barn yang memenuhi kebutuhan adaptif dari sistem. Hal ini terkait dengan dinamika CAS untuk menghasilkan munculnya ide-ide bam, inovasi, adapatabilitas dan perubahan dalam organisasi (Plow-man, 2007). Kepemimpinan adaptifbersifat agentic yang berarti bahwa (I) hal ini merefleksikan kapasilaS manusia untuk membuat pilihan dan (2) mengakui perilaku manusia sebagai penghasil sekaligus produk dari sistem sosial (Hosking, 200 I). Kepemimpinan adaptif bersifat agentic yang berarti bahwa (I) hal ini merefleksikan kapasitas manusia untuk membuat pilihan dan (2) mengakui perilaku manusia sebagai penghasil sekaligus produk dari sistem social (Hosking, 200 I). Adaptive organization adalab organisasi yang mengedepankan proses interaksi yang inovatif dan kontekstual dalam keseluruhan 126
system organisasi (Lichttnstein, 2006). Albano (2012) merumuskan karakteristik kunci dari adaptive organization seperti yang disajikan dalam gambar 2 dibawah ini. Gambar2. Karakteristik Organisasi Adaptif (Albano, 2012) '~'":',
Kqml!ttJris#1Ii
."
:";;j~;!i;r\
QmmimS44..-..m.:>.:/+;:
Fokus padaadd-ve.1ueoUted~:
•
Im.plementasi 'broll.d-basedpqlliitiOn' , m.emungkinkan 8eksibililas Stroktw dan t8nggungjawab difomwlasi leculIeaa-' .~lIl:hinggamem:ungkmkan irderaksi dantld;:ltihilitas
• ;.:
.
0
~~g.depenkan~etworking
:'F "h- n
\;:; ;>:> ' .... ,~~j
. ~- 'C/l.rl! do mindset' untuk menemukan solusi
.~ov;,adanperubahan
'
<, :t:T6n~,; ?~~(l:~k~~:~esp_onsive danko op eratif
.~,~L'::2.::~~:"'::'-'"
-
, _
Adaptive organization menyediakan ruang .bagi terbentuknya pemimpin yang adaptif dan menampilkan performa yang optimal. Pada situasi yang ideal, dalam organisasi yang adaptif akan lahir pemimpin-pemimpin yang adaptifpula. Albano (2012) merumuskan karakteristik adaptive leader berdasarkan pengalaman praktis di lapangan seperti disajikan pada gambar 3. Realita yang teIjadi adalah tidak pernah ada situasi yang ideal. Adaptive organization tidak selalu berhasil dalam menghadirkan pemimpin-pemimpin yang adaptif.
Gambar3. Karakteristik Pemimpin Adaptif (Albano, 2012) Kllraldlrimlf P,,,,ilRpill AiQr@
Eetfikir danbertimlak slf~tegiJ1Wl1ukmempengaruhi ~gan
Bersifat pro!lk1if. mampu tMmprediksi peluangdan mefllncang pemiliran untuk memanf&.&.tkan pelumg Menenpklll'l 'broad base style Qflelldermp' sehinggllmernbel rumgterhll.dllp fleksibilitas
Multi pmpd:tif dalam pengambilan keputUSIln Mampu mencegllh 'non ptoduOJtive coone of action' Me08edepankllnkreativitu dalam me08embllngklln solusi Mampu melakukan u-ansfollllUi Rui:lural danku1lunl. ,ehinggamampu bertdeptui dengan. perubahan. Setaitif tubadllp tlJrltl.Mn jaman. BerIDi mengambil risiko Sangat mengbMgai inovt$i din personal
127
Analisa terhadap karakteristik pemimpin adaptif menunjukkan kesuaian dengan domain leadership plasticity. Dalam karakteristik pemimpin adaptif terlihat bahwa focus terntama terlihat pada kemampuan beradaptasi, fleksibilitas, inovasi dan inspirasi. Hal ini sejalan dengan domain leadership plasticity. Analisa lebih detail disajikan pada table 2 berikut ini: Tabel2. Analisa Kesesuaian Karakteristik Pemimpin Adapti! dan Leadership Plasticity Berfikir dan bertindak strategis UJltUk mempengaruhi. lingkungan
Bersifat proaktif, mampu mc:mprediksi petuang dan menmcang pemikinul untuk memanfaatkan oetuane Mencrapkan 'broad base style ofJeadership' sehiDgga member ruang terb.adaD t1ebibilitas Multi perspektif dalam pc:ngambilan keputusan
.
Mampu mencegab 'non productive COUf9C of action'
Strategic Visioning Influeocimt Adaptibili1llll Dt:silffiCT Adaptibilitas Fkksibilitas
. A_bilitas AdaptibiJitas Antkinatif
Men~edepankankreati\."itas
da1am men emb kan solusi Mampu melakuJcan Irallsfonnasi structural dan kultural sehingga mampu bc:radapwi dawm perobahan Scnsitiftc:rll tuntutan jaman Berani mcngambil risiko
Sangat mengbJlrgai inovasi dan personal
Kreativilas Adaplllbilil8S A
i1itas
Resilient Adaotabililas Value Driven Human Cauitsl
Dari tabel analisa diatas terdapat sepuluh domain kunci pada pemimpin adaptif yaitu: (I) strategic visioning, (2) influencing, (3) adaptiabilitas, (4) designer, (5) fleksibilitas, (6) antisipatif, (7) kreativitas, (8) resilient, (9) value-driven culture, dan (10) human capital oriented. Domain kunci ini sangat relevan dengan domain kunci pada leadership plasticity sehingga stimulasi pada leadership plasticity akan berdampak pada terbentuknya pemimpin yang adaptif. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, perkembangan leadership plasticity seorang pemimpin ataupun organisasi akan mencapai titik puncak pada kondisi yang memungkinkan kongruensi antara shared vision, value driven culture, inspirasional komunikasi, human capital dan adaptabilitas/resiliency (McMahon, 2010). Dalam analisa yang dilakukan oleh Lichtenstein et al. (2006) ditemukan dua driver system dalam adaptive leader yaitu 128
pembentukan identitas kolektif dan interaksi dengan 'tension' (meliputi tekanan dan tantangan). Analisa ini juga menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian antara system driver pada adaptive leader dan leadership plasticity. Pembentukan identitas kolektif dapat disejajarkan dengan 'shared vision' sedangkan interaksi dengan 'tension 'dapat disejajarkan dengan 'crisis storms'. Peran Leadership Plasticity dalam MembentukAdaptive Leader Banyak organisasi yang telah mengadopsi model 'adaptive organization' dengan harapan mampu membentuk perilaku adaptif dalam keseluruhan system organisasi. Pada situasi yang sangat ideal, model ini seharusnya mampu menciptakan banyak pemimpinpemimpin yang juga adaptif. Namun kenyataannya, situasi dan lingkungan organisasi tidak pemah ideal. Lingkungan organisasi selalu disenai stresor berlebih, tantangan yang terlalu kompleks dan badai ktisis ekstemal yang tidak mampu diprediksi. Pada kondisi seperti ini sangat dibutuhkan atribut leadership plasticity dimana individu atau organisasi secara kolektif mampu melakukan upaya transformasi ktisis atau tension menjadi peluang. Dalam teori adaptive complexity disebutkan bahwa interaksi dengan 'tensions' akan melahirkan inovasi pemikiran, pembelajaran berkelanjutan, peningkatan kapabilitas, transforrnasi struktur dan perilaku adaptif (Lichtenstein et aI., 2006). Hal ini diilustrasikan pada gambar 4. Dalam teori ini tidak disebutkan bagaimana interaksi dengan 'tensions' akan dikelola oleh organisasi ataupun individu untuk menghasilkan inovasi. Gap ini dapat dilengkapi dengan mengintegrasikan model leadership plasticity. Plastisitas adalah kemampuan untuk bertransformasi tanpa kehilangan identitas dan kekuatan inti. Leadership plasticity adalah kemampuan untuk berubah (ber-transforrnasi), beradaptasi (adaptive behaviour) dan menerima altematifbaru untuk mencapai visi organisasi (McMahon, 2010). Penelitian membuktikan bahwa aplikasi leadership plasticity dapat meningkatkan perforrna 129
kepemimpinan sekaligus menciptakan 'transfonnasi' dalam upaya pencapaian visi. Transfonnasi pola perbankan tradisional menjadi 'mobile banking' sebagai akibat perubahan sistem nilai konsumen (tingginya kebutuban terhadap akses bank via mobile phones) adalah salah satu bukti keberhasilan implementasi leadership plasticity. Leadership plasticity juga diuji pada perubahan perilaku investasi konsumen di Amerika, dimana 71 % konsumen hanya ingin melakukan 'socially responsible business' sehingga banyak perusahaan besar melakukan transfonnasi system nilai dengan mengedepankan sustainability, self-resilience, craftsmanship dan kindness sebagai respon terhadap perubahan tuntutan konsumenl lingkungan (dynamic environment) (McMahon, 20 I0). Gambar4. , Model Adaptive Complexity (dikembangkan berdasarkan Lichtenstein et al., 2006)
-;
Leadership plasticity sangat essensial dalam periode krisis untuk menciptakan stabilitas sistem dalam organisasi. Penguasaan terhadap leadership plasticity menjadikan seorang pemimpin sangat adaptif dan mampu men-transfonnasi krisis menjadi peluang untuk mencapai perubahan positif (lihat gambar 5 dan 6). Stimulasi terhadap leadership plasticity dapat meningkatkan perilaku adaptif dan mendorong terbentuknya pemimpin yang adaptif. Crisis storms akan selalu mewamai periode stabil dalam lingkungan organisasi. Dalam periode krisis, situasi dan kejadian akan bergulir sangat cepat sehingga dapat menimbulkan deviasi pada proses pengambilan keputusan. Dampaknya adalah terjadi penyimpangan
130
dalam upaya pencapaian visi organisasi. Pemirnpin yang efektif atau 'crisis leader' umumnya akan merespon krisis melalui tiga mekanisme kunci yaitu (Djalal, 2008): (I) merespon seeara real time sehingga tidak teIjadi akumulasi kejadian, (2) menggunakan keeerdasan dan kebijaksanaan (wisdom) dalam merespon krisis, dan (3) menggunakan pola 'thinking outside the box' atau berfikir diluar pola kelaziman untuk merumuskan jalan keluar. GambarS. Hubungan Crisis Storms, Leadership Plasticity & Pencapaian Visi (Dikembangkan oleh Penulis berdasarkan McMahon, 2010) _
,,"m
1-' If
/
:>;
--
./
5udulfJf!',>iQ,l
~_
_
m~
-......c.'"\
~~""
I
"--
c:; """ ..... _:>
Gambar6. Integrasi Leadership Plasticity - Adaptive Complexity
-'
_I
131
Ketiga respon tersebut diatas merupakan produk dari leadership plasticity. Dengan kata lain, leadership plasticity adalah dasar untuk membentuk 'crisis leader' ataupun transformasional leader. Ada dua mekanisme kunci yang mampu menjelaskan keterkaitan antara crisis leader dengan leadership plasticity. Pertama, leadership plasticity adalah kemampuan seorang pentimpin yang peka terhadap perubahan yang terjadi baik distimulasi krisis ataupun karena pengaruh dynamic environment lainnya. Hanya dengan sensitive terhadap perubahan seorang pemimpin akan mampu memberikan respon secara real time. Kedua, leadership plasticity adalah kapasitas seorang pemimpin untuk selalu bersifat adaptif dan fleksibel dengan berpedoman pada shared vision dan sistem nilai organisasi. Hal ini menjadikan seorang pemimpin mampu merespon krisis sebagai peluang perubahan dan melakukan transformasi system secara kreatif untuk mengambil solusi terbaik (seringkali keputusan yang dihasilk;m adalah diluar pola kelaziman). Esensi dari adaptability adalah kemampuan seorang pemimpin untuk menjembatani antara krisis saat ini dengan peluang untuk mencapai masa depan yang gemilang (McMahon, 2010).
STRATEGI IMPLEMENTASI STIMULASI LEADERSHIP BERBASIS NEUROPLASTISITAS Konsep Nuroplastisitas dan Performa Kepemimpinan Neural plasticity mengacu pada modifikasi substraksi komponen saraf dalam struktur sistem saraf pusat sebagai akibat perubahan dalam kondisi tertentu (yaitu pengalaman). Investigasi empiris dalam beberapa dekade membuktikan bahwa plastisitas merupakan salah satu mekanisme fungsional dasar pada sistem saraf pusa!. Manifestasi dari plastisitas adalah bagian dari proses normatif pada sistem saraf pusat manusia (Kempermann et aI., 2000).
Plastisitas sarafpada tingkat sinaps didefinsikan sebagai kemampuan dari sirkuit neuron untuk mengubah fungsi akibat aktivitas yang 132
dilakukan. Contoh sederhana dari plastisitas saraf adalah fasilitasi , yaitu peningkatan amplitudo post sinapsis akibat aktivasi berulang cepa!. Neuron yang terfasilitasi dapat kembali berada pada potensi istirahat diantara aktivasi yang terjadi dan meningkatkan respon post sinapsis dengan sangat cepa!. Potensiasi, berlawanan dengan hal tersebut, merupakan tipe fasilitasi dimana peningkatan potensial post sinapsis menetap beberapa saat setelah stimulus yang memfasilitasi mereda (Zhuo, 2009). Plastisitas saraf diperlukan untuk fungsi sirkuit tergantung aktivitas (activity-dependent circuits) yaitu sistem yang hanya terbentukjika terdapat stimulasi cukup oleh aktivitas sarafyang berasal dari paparan lingkungan. Perkembangan plastisitas dapat diamati pada organisme dewasa. Sebuah eksperimen menggunakan dua kelompok tikus, satu dibes~rkan di lingkungan sederhana dengan sedikit stimuli, dan lainnya dibesarkan di lingkungan kompleks dengan berbagai stimuli. Kelompok tikus yang dipelihara di lingkungan kompleks memperlihatkan perkembangan saraf yang relatif lebih cepat dibanding kelompok tikus yang hidup di lingkungan sederhana. Hal ini meliputi peningkatan massa kortikal, kompleksitas dan percabangan dendritik serta peningkatan jumlah sinapsis per neuron. Eksperimen tersebut memperlihatkan bahwa perubahan struktural terjadi pada sistem saraf organisme dewasa ketika mereka mengalami stimuli baru yang mendorong setiap makhluk pada level organisme mengembangkan kemampuan belajar (Delcomyn, 1997). Sejumlah besar gen terlibat dalam proses ini termasuk pembentukan korteks serebral yang melalui beberapa lahap perkembangan. Tahapan ini berkaitan erat dengan plastisitas kortikal, Hal ini menjadi dasar pemikiran bagaimana peran pengaruh lingkungan terhadap perkembangan individu. Faktor-faktor lingkungan menjadi semakin penting selama fase perkembangan terutama yang berkaitan dengan sinaptogenesis. Pada perkembangan otak janin, efek lingkungan turul menentukan volume otak, pengurangan sejumlah neuron, pertumbuhan dendritik alau keduanya. Sebagai contoh, defisiensi
133
asam folat dapat menyebabkan anencephaly hanya jika hal ini muncul pada dan hingga menutupnya tuba neural (Huttenlocher, 2002). Maka dapat disimpulkan bahwa, plastisitas merupakan suatu proses multidimensi yang sangat dinamis serta berkorelasi erat dengan prinsip self-organization pada otak. Dimensi primer dati plastisitas saraf yang perlu diperhatikan meIiputi temporal (yaitu limitasi perkembangan potensial sebagaimana halnya perubahan sarat), tingkat perubahan (seluler, genetic, jaringan sarat), precursor (kejadian pemicu seperti cedera, pengalaman) dan perubahan resultan dalam hal fungsi struktur saraf termodifikasi dan atau perilaku yang dapat diamati. Secara skematik hal ini disajikan dalam gambar berikut: ,,
Gambar7. Konsep Neuroplasticity (Huttenlocher, 2002) Level of ClNIng••
Expo......
..-
"MolD' ~jury
""". .-..,
~
~
~ln~netlll~1on
Nat.lrocl:lernieal
~
AI"'*' AeuflMlnefrit!ltr activity
.,~"..
~
l ~ synaptic
~
~ton
Celllis. Neuroa.... tomieal
~
alliclenC)'
ol "*'roM
IncrNMd ~ndri~ branching
c:n..ges In COftlclIi _
'\~::::"Is,..,m
HIppoce~
map6 ayetem mdabng
dIda"-'" memory -
ImproY8d protIlen>4oIvInlI EnI\8rlCed adaptlvellncli01lnll
qmamH: Fft«fNdI
~--/ I
_~t.xtUlll F.etora
/"
GIlInebc innalllance Dtt.Ielopmentllll "-riod
SIlnsltlvaQ'itieal Period!!
Dalam System Theory dikemukakan Von Berta-lanffy disebutkan bahwa organisme berada dalam kondisi disequilibrium (dynamic stability). Hal Inl membuat organlsme memiliki kemampuan organisasi diri (self organization), yaitu reorganisasi yang mengubah sistem menjadi adaptif ketika dihadapkan pada hal baru.
134
.
Dalam hal ini, individu dapat menggunakan infonnasi lingkungan untuk reorganisasi sistem saraf yang sangat kompleks. Proses plastisitas saraf dipengaruhi oleh sejumlah neurotransmitter dan faktor pertumbuhan. Perubahan adaptif dalam neuroarsitektur kemungkinan tetjadi selama hidup melalui pembentukan sinapsis baru, disintegrasi komponen lama dan tetjadinya pertumbuhan neuron baru. Struktur yang sangat berperan dalam plastisitas adalah sinapsis. Baik otak imatur dan otak dewasa memiliki sejumlah mekanisme yang mampu merespon perubahan lingkungan. Pada otak imatur, sinapsis tennasuk silent sinapsis tampaknya merupakan mekanisme utama. Dimana pada otak dewasa, mekanisme ini hanya melibatkan pembentukan sinapsis baru, fasilitasi dari transmisi eksitasi dan pelepasan dari aktivitas inhibitor (lihat tabel 3 dibawah) Tabel3. Mekanisme Plastisitas pada Korteks Serebral Utilisasi
sinapsis
lUlspesifik
(lahU),
tennasuk silent synapses Kompetisi untuk area sinapsis Persistensi dari koneksi transien Donna!
, >~•..;;;.;;. - Berkurangnya inhibisi - Peningkatan kemampuan sinapsis - Dendritic sprouting
- Pembentukan sinapsis barn
L-~~~~~~_~_~~_-,----,-P""em",bo.:en",tu",k",an=nenr=o",n-"b",aru-,,-
_ _--.J
Sumber : Miyamoto et aI., 2006
Pengembangan Model Implementasi Stimulasi Leadership Plasticity Leadership plasticity adalah 'emotional fortitude' artinya leadership plasticity bisa ditingkatkan dengan metode stimulasi yang tepat (McMahon, 2010). Emotional enhancement adalah salah satu strategi yang banyak dikembangkan untuk membentuk adaptibilitas. Strategi ini dikembangkan berdasarkan kompleksitas dimensi kepemimpinan yang meliputi dimensi psikologis, dimensi fisiologis dan dimensi sosiologis (Harung et ai., 2009). Model ini meyakini
135
bahwa dengan meningkatkan fungsi psiko-fisiologis maka perforrna kepemimpinan bisa ditingkatkan. Peningkatan level kesadaran melalui latihan meditasi transcendental juga disebut sebagai dasar performa kepemimpinan, mengkondisikan 'pikiran' selalu siaga sehingga pemimpin menjadi lebih sensitifterhadap perubahan mikro dan lebih adaptif (Harnng et aI., 2009). Penelitian menemukan bahwa pemimpin yang memiliki perforrna kepemimpinan prima adalah pemimpin yang memiliki aktivitas elektrik otak terintegrasi dengan baik. Meningkatkan aktivitas elektrik otak menjadi lebih terorganisir sangat penting untuk meningkatkan moral reasoning dan membentuk leadership plasticity. Kussrow (200 I) menyebutkan bahwa hubungan neurologis yang integratif dapat menciptakan pemikiran-pemikiran baru (adaptability) sedangkan rutinitas merupakan antagonis dari inovaSi. Diamond (1998) menemukan bahwa dendritik spikes dapat mengalami perubahan (mekanisme adaptasi) dalam waktu 30 detik (dalam Kussrow, 200 I). Manusia sesungguhnya memiliki social brain yang sangat menyukai tantangan, antisipasi, pilihan dan feedback yang berkesinambungan untuk membentuk pola pemikiran barn atau inovasi (Kussrow, 2001). Leadership plasticity sesungguhnya bukan merupakan pengaruh herediter ataupun naluri, namun lebih kepada faktor koneksi neuron (plastisitas neuron). Koneksi neuron melalui mekanisme neuroplasticity membuat manusia mampu melampaui aspek herediter dan lingkungan (Kussrow, 200 I). Ada lima strategi stimulasi leadership plasticity berbasis neuroplastisitas yang diusulkan dalam tulisan ini yaitu: (I) Stimulating enrironment dan social bonding, (2) Multi-Sensori Model, (3) Sustainable Feedback, (4) Dinamika Pilihan, dan (5) Dinamika Tantangan. Kelima strategi ini diadaptasi dari Brain Based Leadership model yang dikembangkan oleh Kussrow (200 I). Tujuan dari implementasi strategi stimulasi leadership plasticity berbasis
136
neuroplastisitas ini adalah untuk membentuk pemimpin-pemimpin adaptif dengan performa prima di masa depan. Rancangan model implementasi ini disajikan sebagai berikut (tabel4 dan gambar 7): Tabel4. Komponen Masing-Masing Strategi Stimulasi Leadership Plasticity H....ll"n"'J'Ollifdul!lltenbi blDaIp::Ik""tuk
w.n;".....-_bi.. _
mmi.,blbn·--mup·,.......ilibII\......
Mmciplobapolapemil
Ko
Olleu8t
Jb
1oI<'ninBb,b..knm...IwLp_beo;<jori"l. dan Udcb.',• .noIalW i.t
Clio""'laldiI
M<mb.dtiplopodo
opeeeh", d>J,.1o'ih", kelon>pok)
~:r:~ ':::~~
__
'Yatllbonl
"''''Ilis<=
y"lakukmp<>
SUlUiD>bl<
M«Ilnpotbo. u. ~ MminpotbBbpni... iD,.... . . . -
I.,
Pcedbocl:.
~. M<m...,tukpol.l~ki,.,.Ntu"'"
~focU5ll""'P.po
_il""""')
.horI ..... "'Wlmapo 9lIt<mf«ao.k_
wmduol!o
Mo>SkoM.ih<>..-npn".",.,....-obn
"'''''''y
T.......,...
• M<»,..iliabou.i<"'Ul=3 ·unUmibu· ..... dlluar
loIeDinpalbo, ""i>1tu.'1lk Meclinp.'bf, ..... infonn.o>lpodo>
•
",tin,...
(Dikembangkan berdasarkan Kussrow, 2001)
Gambar7. Rancangan Model Implementasi Stimulasi Leadership Plasticity Berbasis Neuroplastisitas (Dikembangkan oleh Penulis berdasarkan Kussrow, 2001)
-""" _.
MernlMlnlu' pomrnpln ad.ptW ....... _nOigl
5Wh!vIl; Stmulom. E.....
.
iro''''''''n.
d""SOdOI ~
stnlfegi2:
._,
Mum·... n>Df1
--=----~
Su._oble
-~
T.. ~"
._,
!)no.....,.
I
, I~ ',--=
-' ,--
~
I
~5:
I
I
>f'-'-l"""""""""·'·nc.
~
~~I_e"'''''I_''_''''
..--...,Iefi......,
137
]i
I
Stimulasi Leadership Plasticity Melalui Pengembangan Sistem Terbentuknya fungsi adaptive pada pemimpin ditentukan oleh dua faktor yaitu kondisi yang mendukung (enabling conditions) dan adanya dinamika kompleksitas (Gambar 8). Telah disebutkan sebelumnya bahwa studi kompleksitas melibatkan pemahaman mengenai dinarnika sistem kompleks dan kondisi dimana perilaku kompleks teIjadi. Kondisi ini disebut enabling condition atau kondisi yang memungkinkan seperti disajikan berikut ini: (Smith & Graetz, 2006). Gambar8. Fungsi Adaptif Sistem (Smith & Graetz, 2006) Agenlic
E
J;orces:
Emergent
CompI«ity Dynamics
EmWlioa: Conditiom
Force~
NOIllinearily
Bondina: AlInlC'lars
1. Interaksi dinamik Interaksi dinamik sangat diperlnkan untnk menghasilkan nonlinearitas. Hal ini terjadi karena interaksi dinamik dapat menyebabkan kompleks sistem berubah dan berkembang setiap saa!. Sejumlah interaksi tidak dapat sepenuhnya didefinisikan atau dikendalikan dan bersifat linear daripada nonlinear. Karena itu, interaksi ini tidak hanya interpersonal, namun meliputi sejumlah hal perubahan informasional (ide, pengetahuan, pandangan) atau fisik (teknologi, bahan baku). Interaksi dinamik, meskipun meliputi keseluruhan proses adaptif, namun juga melibatkan proses loka!' Lokal dalam hal
138
ini dimaksudkan bahwa individu dalam sistem lebih merespon terhadap kebutuhan mendesak, preferensi, tekanan, koIrllik dan informasi, yang terntama karena informasi diketahui secara langsung. Sehingga, pembuatan keputusan dalam sistem kompleks didorong lebih oleh kebutuhan lokal dibandingkan sistemik. Proses menerima dan memberi dari interaksi kebutuhan lokal dalam jejaring kompleks dapat mempercepat kerjasama dibandingkan kompetisi. Agen yang tergantung satu dengan lainnya hams bekerjasama untuk mencapai kebutuhan personal mereka. Dalam proses ini maka setiap orang akan berbagi ide dan pengetahuan sehingga perbedaan akan· menyatu, dimana hasil akhir adalah pembelajaran, adaptabilitas dan inovasi.
2. Ketergantungan (Interdependence) Dal~' teori kompleksitas, saling ketergantungan berhubungan dengan konsep berbagi kebutuhan (shared need), yang mengacu pada penyelesaian tugas, tujuan, visi dan lainnya. Tanpa saling ketergantungan, agen cenderung tidak dapat masuk ke dalam interaksi dinamik dan tidak memiliki perilaku keterikatan yang dibutuhkan dalam CAS. Berbagi kebutuhan dalam hal ini berbeda dengan pendekatan kepemimpinan tradisional yang berfokus pada berbagi tujuan atau visi yang tidak memerlukan kesamaan tujuan. Namun sebaliknya, mengakui bahwa dalam upaya kolaboratif, rekan seringkali tidak berbagi tujuan yang sarna persis namun memiliki kebutuhan pribadi yang dapat dipenuhi dengan bekerj asama.
3. Heterogenitas (Heterogeneity) Heterogenitas yang dimaksudkan adalah perbedaan pada manusia, meliputi perbedaan kemampuan, preferensi, informasi, teknologi, teknik atau pandangan. Hal ini penting dalam perilaku kompleks mengingat heterogenitas yang memberi asupan terhadap dinamika nonlinearitas dan ikatan
139
dalam kompleksitas. Heterogenitas berkontribusi terhadap ikatan dengan menciptakan kendala yang bertentangan yang menyebabkan setiap agen hams bekelja melalui perbedaan dan inter-resonansi dalam cara yang kemudian menghasilkan pandangan bam dan respon inovatif (non linear) (Sutton, 2002). Hal ini akan menumbuhkan ketegangan adaptif dengan menekan sistem agar bekelja lebih detail. Tanpa heterogenitas dan tegangan yang ditimbulkan, individu akan berbagi perspektif dan pandangan yang sarna kemudian merasa nyaman dengan adanya persamaan tersebut. Hal ini akan membatasi kemampuan dan motivasi untuk melihat sesuatu dengan eara barn atau berbeda . Nemeth & Ormiston (2007) mengilustrasikan ide ini dengan melakukan uji perbedaan dalam menghasilkan ide dan kreativitas dalam 2 keloinpok berbeda. Kefompok pertama memiliki keanggotaan bersifat stabil, memelihara kohesi dan moral melalui kenyamanan dan berbagi pengalaman. Sedangkan kelompok lainnya yang mengganti keanggotaan dengan eara yang merangsang perbedaan pendapat, debat dan keragaman. Mereka menemukan bahwa memelihara keanggotaan akan meningkatkan rasa nyaman dan persepsi mengenai kreativitas namun bukan perilaku kreatif sebenarnya. Sedangkan mengubah keanggotaan berakibat pada kurangnya rasa nyaman namun justrn meningkatkan jumlah dan kreativitas ide. Karena itu, teori kompleksitas menyarankan bahwa jumlah heterogenitas yang tepat dalam hal keragaman pemikiran dan paparan perbedaan ideologi adalah kondusif bagi perilaku adaptif (Leung et aI., 2008) 4. Ketegangan adapt!f (adaptive tension) Ketegangan adapatif adalah tekanan dalam sistem yang hams dielaborasi dan disesuaikan. Tanpa adanya tekanan, tidak akan pemah muneul inisiatif untuk bernbah. Ketegangan dapat bersumber dari berbagai hal meliputi konflik bertentangan, tekanan administratif, lingkungan (misalnya kompetitor) 140
ataupun tantangan adaptif. Telah disebutkan di alas bahwa ketegangan yang berasal dari konflik bertentangan seringkali muncul dari heterogenitas. Lebih lanjut, tantangan adaptif menciptakan ketegangan dalam hal memberi tekanan pada sistem untuk menciptakan sesuatu yang barn, untuk beradaptasi dengan cara yang tidak dipikirkan sebelumnya, atau untuk mengubah hubungan atau strnktur dalam upaya memenuhi tantangan. Implementasi leadership plasticity untuk mewujudkan pemimpin adaptif melalui pengembangan sistem dapat dicapai dengan melakukan cocreation. Cocreation adalah istilah dari C.K Prahalad dalam buku The new Age ofInnovation yang menjelaskan pendekatan barn terhadap inovasi. Dalam konsep leadership plasticity, konsep cocreation ini diadaptasi sebagai suatu mekanisme inisiasi' yang melibatkan'· ideative process. Proses ini berbeda dengan proses kreatif yang sering dipraktekkan dalam latihan kepemimpinan, misalnya brainstorming. Proses brainstorming dan aktivitas kreatif tradisional lainnya cendernng tidak efektif dan efisien, menghasilkan ide yang seringkali tidak realistis. Masalah ini timbul karena pendekatan tradisional terhadap kreativitas tidak didesain untuk menempatkan berpikir kreatif dan pemecahan masalah ke dalam DNA organisasi. Bahkan aktivitas ini hanya didesain untuk memicu kecepatan kreativitas selama aktivitas terjadi. Peserta tidak belajar menjadi kreatif untuk hidup. Penelitian secara tegas menunjukan bahwa kelompok brainstorming menghasilkan ide yang lebih sedikit dan kualitas lebih rendah dibandingkan sejumlah individu yang bekerja sendiri. Dengan menunda evaluasi, mendukung atmosfer santai dan mementingkan jumlah dibandingkan kualitas, maka sesi brainstorming justrn menumpulkan kreativitas (Fumham, 2003). Sedangkan ideative process memungkinkan seseorang untuk membangun diatas fondasi ideative, yaitu kemampuan alami untuk mengembangkan ide barn./deativeprocess membangun kemampuan 141
kreatif untuk hidup. proses ini dirancang untuk membantu orang dengan talenta menciptakan inovasi, ide-ide realistis dan bemilai untuk memecahkan permasalahan sehari-hari, mengembangkan produk baru dan pelayanan serta menciptakan inovasi terobosan. Otak menghasilkan ide dari informasi yang dimiliki, yaitu pengalaman dan pengetahuan. Untuk melakukan ideative process maka hal sederhana yang bisa dilakukan yaitu dengan IDEA, meliputi: 1. Inundate Kreativitas bukan keajaiban. Cara keIja pikiran manusia dalam menciptakan dapat dijelaskan secara sederhana. Seseorang mengumpulkan informasi (belajar) kemudian merakit informasi tersebut menjadi konfigurasi berbeda. Proses merakit balok setlerhana menjadi suatu konfigurasi unik inilah yang disebut kreatif. Komponen penting dalam hal ini adalah balok-balok pengetahuan dan pengalaman. Tujuan dari proses inundasi adalah menempatkan balok pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin di dalam pikiran sadar 2. Deviate Untuk membekali pemikiran unik yang menghasilkan ide-ide inovatif maka perlu melakukan penyimpangan (deviasi) dari rutinitas. Dengan deviasi dari rutinitas maka memungkinkan seseorang untuk menambah balok-balok pengetahuan dan pengalaman diluar spesialisasi yang dimiliki, area dimana seseorang melakukan inundasi. Deviasi dari rutinitas akan memungkinkan seseorang untuk membayangkan "apa yang bisa" dan melihat situasi dari sudut pandang baru, sedangkan di saat bersamaan menghadapi hambatan dan kendala yang merupakan bagian dari dunia sehari-hari. Dengan melakukan apa yang diistilahkan sebagai breaking routines routinely, maka individu akan belajar dengan mengambil balok dari satu bidang atau disiplin lain dan menggunakannya di bidang lain untuk merakit (assemble) ide-ide.
1 ---142
3. Enhance Otak menyimpan infonnasi di berbagai regio tergantung dari indra yang menerima infonnasi dan intensitas emosi berhubungan dengan infonnasi tersebut. Sederhananya, jika individu menerima impuls dengan mata maka infonnasi akan diteruskan dan disimpan di regio visual otak, demikian pula jika individu menerima rangsang melalui telinga maka infonnasi akan disimpan dalam area pendengaran pada otak. Namun, jika individu melihat, mendengar, menyentuh sesuatu, membaui, dan merasakan serta memiliki emosi saat menikmati semua hal tersebut maka infonnasi terkait akan disimpan di beberapa regio otak dan inilah kuncinya; yaitu memiliki lebih banyak koneksi yang dapat mengaktivasi memori ketika menciptakan suatu ide yang unik dan bemilai. 4. Assemble Ketika seseorang telah melakukan inundasi dan deviasi sengan baik, seringkali ide seolah bennunculan begitu saja. Namun terdapat beberapa metode dan alat yang bisa dipraktekkan untuk merakit ide-ide tersebut misalnya: (I) Mulai dengan berpikir bahwa balok-balok yang telah dikumpulkan adalah subyek ideatif. Jika diperlukan maka gunakan mind map, matrik 2x2, diagram cabang danfiow charts, (2) Susun pikiran yang dimiliki di papan atau kertas. Berikan detail infonnasi yang cukup. Eksplorasi apa yang dimiliki, bicarakanjika memiliki kelompok atan kepada diri sendiri. Sampaikan pula jika ada fakta atau cerita untuk menstimulasi indra dan emosi. Letakkan beberapa item bersamaan, pindahkan sebagain dan rangkai ulang dengan cara berbeda. Simpan bentuk, rancangan atan fonnasi apapun yang terlihat seperti ide dan (3) Tujnan adalah untuk merangkai sejumlah kombinasi input menjadi ide, menangkap ide tersebut, memodifikasi yang mendekati dan membuang potongan rakitan yang tidak bekerja namun menyimpan yang cukup menarik sebagai bagian dari pendekatan lain.
143
KESIMPULAN Leadership plasticity adalah kemampuan seorang pemimpin untuk beradaptasi dilandasi oleh shared vision dan kompetensi kunci. Stimulasi terhadap leadership plasticity adalah mekanisme Ulltuk menciptakan pemimpin yang adaptif. Stimulasi leadership plasticity dapat meningkatkan tingkat adaptibilitas seorang pemimpin, meningkatkan tingkat kesadaran, meningkatkan fungsi integrasi otak, meningkatkan integrasi psiko-fisiologis dan meningkatkan intelligence. Implementasi stimulasi leadership plasticity berbasis neuroplastisitas adalah strategi yang diusulkan. Pengembangan rancangan model ini meliputi lima strategi utama yaitu stimulating environment dan social bonding, multi-sensori model, feedback yang berkelanjutan, dinamika pilihan dan dinamika tantangan. Strateg,i stimulasi leadership plasticity melalui pengembangan system'juga memiliki potensi untuk diimplementasi. Kajian lebih lanjut mengenai model implementasi yang diusulkan sebagai model stimulasi leadership plasticity masih sangat diperlukan, terutama berkaitan dengan mekanisme integrasi model ini kedalam framework pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi. Evaluasi peluang dan tantangan juga sangat diperlukan sebelum implementasi dilakukan.
144
DAFTAR PUSTAKA Albano, C. 2012. What is adaptive leadership? Self Growth. Retrieved from www.selfgrowth.com/articles/calbino.html(akses 04 Maret 2012) Berninger, B, Bi, Guo-Qiang. Review Synaptic Modification in Neural Circuits: A Timely Action. BioEssays, 2002:24;212-22 Chang, Myong-Hun & Harrington, J.E. Innovators, Imitators, and The Evolving Architecture Of Problem-Solving Networks. Organization Science 2007:18(4);648-66 Cicchetti, D, Curtis, J.w. 2006. Developmental Psychopatology 2'd edition Part 1. The Developing Brain and Neural Plasticity: Implications for Normality, Psychopathology, and Resilience. John Wiley & Sons; USA Djalal, DP. 2008. Hams Bisa: Seni memimpin ala SBY. Museum Rudana; Bali Francis, J.T, Song, W. Neuroplasticity of the Sensorimotor Cortex During Learning. Neural Plasticity, 20 II; 1-11 Harung, H., Travis, F., Blank, W and Heaton, D. 2009. Higher development, brain integration and excellence in leadership. Management Decision; 47(6); pp. 872-894 Huttenlocher, P.R. 2002. Neural Plasticity ; The Effects of Environment on The Development of Cerebral Cortex. Harvard University Press:USA Jensen, M, Overgaard,M. Neural Plasticity and Consciousness. Front.Psychology, 2011 2: 191. Kakegawa W, Yuzaki M. A Mechanism Underlying AMPA Receptor Trafficking During Cerebellar Long-Term Potentiation. PNAS, 2005: 102(49) 145
Kayes,Aand Kayes, DC. 2011. The learning advantage: six practices of learning directed leadership. Palgrave McMillan: New York Kussrow, P. 2001. A brain based leadership. Contemporary Education: 72(2); pp. 10-14 Leung,A.K, Maddux, W.W, Galinsky, A.D, Chiu, Chi-Yue. Multicultural Experiences Enhance Creativity. American Psychologist, 2008:63(3); 169-181. Lichtenstein, B.B, Uhl-Bien, M, Marion, R, Seers, A, Orton, J.D. Complexity Leadership Theory: An Interactive Perspective On Leading In Complex Adaptive Systems. Emergence: Complexity and Organization, 2006:8(4);2-12. McMahon, C. 2010. Leadership plasticity: survival depends on adaptability and resiliency. BizTime Oct-Nov (2010) Naplyokov, Y.v. 2011. Increasing Unit Effectiveness in A Dynamic Environment By Implementing A Leadership Mathematical Model. Kansas:USA Nemeth,C.J & Onniston,M. Creative Idea Generation: Hannony Versus Stimulation. European Journal of Social Psychology, 2007:37;524-35. Obolensky, N. 2010. Adaptive leadership: embracing paradox and uncertainty. retrieved from http://www.gowerpublishing.com/ isbnl9780566089329 (akses 04 Maret 2012) Plowman, D.A Baker, LT, Beck, TE, Kulkarni, M, Solansky,ST, Travis, DV . Radical Change Accidentally: The Emergence and Amplification of Small Change. Academy ofManagement Journal, 2007:50(3);515-43. Rafferty,AE. and Griffin, MA. 2004. Dimensionsoftransfonnational leadership:conceptual and empirical extensions. The Leadership Quarterly; 15(2004); pp. 329-354 146
Saks, AM. and Ashforth, BE. 2000. The role of dispositions, entry stressors and behavioural plasticity theory in predicting newcomers' adjustment to work. Journal of Organizational Behaviour: 21(1); pp.43-62 Scheineder, M. Somers, M. Organizations as Complex Adaptive Systems: Implications Of Complexity Theory For Leadership Research. The Leadership Quarterry, 2006:17;351-365 Snowden, D.l, Boone, M.E. A Leader's Framework for DecisionMaking. Harvard Business Review 2007: 1-9 Sutton,R.I. Why Innovation Happens When Happy People Fight. Ivey Business Journal 2002:67(2); 1-6. Ubi-Bien, ,M. Marion, R. McKelvey, B. Complexity Leadership Theory: Shifting Leadership From The Industrial Age To The Knowledge Era. The Leadership Quarterly, 2007:18;298-318 Uhl-Bien, M, Marion, R. Complexity Leadership in Bureaucratic Forms of Organizing: A Meso Model. The Leadership Quarterly 2009: 20(4);631-650 Yu, X, Shouval,H.Z, Knierim, J.J. A Biophysical Model of Synaptic Plasticity and Metaplasticity Can Account for the Dynamics of the Backward Shift of Hippocampal Place Fields. J Neurophysiol 2008:100; 983-92 Zhuo, M. Plasticity of NMDA Receptor NR2B Subunit in Memory and Chronic Pain. Molecular Brain 2009, 2:4
147