IMPLEMENTASI SISTEM DINAMIK PADA PENGEMBANGAN POLA KEMITRAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI DKI JAKARTA Fajar Kurniawan Saint Mary's University of the Philippines, Hong Kong, Unit 302 Enterprise Building, 228-238 Queen's Road Central Hong Kong
[email protected]
ABSTRACT Limited resources in developing small and middle industries in DKI Jakarta have made the growth of these industries to be slow. Small and middle industries must be subsidized by the government and investment companies. The industry itself is a complex system which consists of elements that are related each other so it produces a certain corporate character. Therefore, it is necessary to make a policy pattern of partnership between small and middle industry, government and investment companies. The approach in developing small and middle industries in DKI Jakarta is a system approach which is used System Dynamic tool. The system gives solution to the problem faced by industry by the following steps of problem identification, designing causal loop diagram, model development, simulation, test of sensitivity, and strategic efficiency analysis. The result yielded from the implementation of the dynamic system is to increase the development of small and middle industries in DKI Jakarta by using the pattern of partnership with government and investment companies. Keywords: system dynamic, small and middle industries, pattern of partnership
ABSTRAK Sumber daya terbatas dalam mengembangkan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta telah membuat perkembangan industry-industri ini lambat. Industri kecil dan menengah harus disubsidi oleh pemerintah dan perusahan investor. Industri itu sendiri adalah sebuah sistem kompleks yang mengandung unsur-unsur saling terkait sehingga menghasilkan sebuah karakter korporat tertentu. Oleh karena itu, penting untuk membuat pola kebijakan kemitraan diantara industry kecil dan menengah, pemerintah, dan perusahaan investor. Pendekatan dalam mengembangkan industry kecil dan menengah di DKI Jakarta adalah sebuah pendekatan sistem yang menggunakan alat System Dynamic. Sistem ini memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi industri dengan langkah-langkah perumusan masalah, merancam diagram causal loop, pengembangan model, simulasi, uji sensitivitas, dan analisis efisiensi strategis. Hasil yang diraih dari penerapan sistem dinamis adalah meningkatkan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta dengan menggunakan pola kemitraan dengan pemerintah dan perusahaan investasi. Kata kunci: sistem dinamis, Industri kecil dan menengah, pola kemitraan
Implementasi Sistem Dinamik… (Fajar Kurniawan)
129
PENDAHULUAN Sektor industri dalam negeri mengalami kemerosotan pertumbuhan di tahun 2007 hingga kuartal II tahun 2007; industri alat angkut, mesin, dan peralatan yang menjadi cabang industri manufaktur dengan laju pertumbuhan tertinggi sebesar 31,2%. Sementara itu, industri pupuk, kimia dan barang dari karet menjadi cabang dari industri dengan laju pertumbuhan tertinggi kedua sebesar 20,2%, diikuti industri logam dasar, besi dan baja sebesar 4,7%, dan disusul oleh industri makanan dan minuman dengan pertumbuhan sebesar 1,2% (Deperin, 2007). Selama 5 tahun terakhir pola pertumbuhan sektoral menunjukkan kesenjangan yang masih cenderung lebar antara sektor tradable (sektor di luar jasa dan perbankan) dan non tradable. Sektor tradable yang terdiri dari industri manufaktur, pertanian, dan pertambangan tumbuh relatif lebih jauh di bawah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Keterpurukan industri manufaktur secara keseluruhan tentu saja sangat berdampak terhadap industri manufaktur kelas menengah dan kecil, yang memiliki kemampuan untuk bersaing yang dinilai kurang. Populasi industri kecil dan menengah di Indonesia sangat besar sehingga keterpurukan pada sektor industri ini akan sangat berdampak terhadap pendapatan nasional. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk membantu industri ini dari keterpurukan, dan tentunya upaya yang dilakukan harus dapat dijangkau dan dirasakan oleh industri tersebut. Kemerosotan industri, khususnya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak industri yang terjadi sepanjang triwulan ketiga 2007. Melihat kondisi ini, sudah sepatutnya industri kecil dan menengah mencoba untuk meningkatkan produktivitasnya sehingga mampu bersaing dan tidak kehilangan pasar. Apabila hal ini dapat dicapai, kenaikan harga bahan bakar minyak industri bukan lagi merupakan alasan untuk ikut dalam keterpurukan tersebut. Terdapat suatu indikasi yang menunjukkan bahwa para pelaksana program tersebut bekerja setengah hati, terlalu menganggap ini merupakan urusan sekunder mereka sehingga hasilnya selama inipun kurang maksimal. Berdasarkan hasil survei, pelaksanaan kemitraan yang ada di DKI Jakarta hanya sebatas pertemuan-pertemuan saja, belum sampai kepada taraf implementasi atau tindak lanjut dari pertemuan tersebut. Pembinaan yang dilakukan terhadap UKM oleh pemerintah juga dinilai kurang sehingga perlu adanya suatu pemantauan lebih lanjut, bahkan sampai kepada tahap evaluasi output, apakah kemitraaan yang berjalan antara perusahaan penanaman modal dengan UKM dapat memberikan perkembangan yang positif terhadap kedua belah pihak. Kondisi kemitraan yang ada saat ini, dipicu oleh belum adanya Peraturan Daerah yang mengatur kewajiban penyisihan keuntungan perusahaan penanaman modal untuk pengembangan UKM, mekanisme pelaksanaannya serta evaluasi pelaksanaan terhadap kemitraan tersebut. Melihat fenomena tersebut, memungkinkan setiap perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan sehingga produk yang dihasilkan memiliki daya saing yang tinggi. Permasalahan yang dihadapi oleh industri kecil dan menengah untuk meningkatkan kapasitasnya, sebagian besar bermasalah di pengadaan modal sehingga industri kecil dan menengah perlu kiranya untuk membina kemitraan dengan pemerintah maupun perusahaan penanaman modal. Sampai saat ini belum ada suatu pola kemitraan yang tepat sehingga dapat membantu industri kecil dan menengah secara langsung. Oleh sebab itu, melalui penelitian ini, diharapkan dapat menemukan pola kemitraan yang optimal sehingga mampu meningkatkan kapasitas dan daya saing industri kecil dan menengah. Perguruan Tinggi memiliki tanggung jawab untuk turut serta memecahkan masalah yang dihadapi oleh industri kecil dan menengah karena hanya Perguruan Tinggilah yang mampu mengembangkan model dan pola kemitraan yang dapat meningkatkan kapasitas industri kecil dan menengah. Membantu Jurusan Teknik Industri dalam mengembangkan perangkat modul pemodelan sistem dan simulasi serta pengembangan pemanfaatan dan sosialisasi sistem dinamik
130
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 129 - 138
dalam penyusunan kebijakan. Apabila hal ini terwujud, maka Jurusan Teknik Industri di Universitas Bina Nusantara merupakan inkubator pertumbuhan industri nasional, khususnya yang berkenaan dengan kemitraan, yang mampu ikut berperan dalam upaya untuk membantu industri kecil dan menengah untuk dapat bangkit dari keterpurukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh model sistem dinamik pola kemitraan antara pemerintah, perusahaan penanaman modal dan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta sehingga mampu meningkatkan daya saing industri kecil dan menengah tersebut. Tools yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode sistem dinamik. Keterkaitan antar masing-masing subsistem dan pengaruh subsistem tersebut terhadap perkembangan industri, diterapkan sebagai suatu pilihan kebijakan yang perlu diuji keterkaitannya dalam suatu sistem sehingga tools ini sangat relevan jika dimanfaatkan dalam penelitian ini. Tahapan dalam implementasi sistem dinamik antara lain (1) Analisis data. Data yang diperoleh berdasarkan hasil survei dianalisis sehingga diperoleh matriks permasalahan; (2) Formulasi model. Interaksi antar variabel yang kompleks disederhanakan dengan menggunakan asumsi, yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data; (3) Perancangan Causal Loop Diagram (CLD). Pada model ini, ditunjukkan keterkaitan antara variabel-variabel yang berhubungan dengan percepatan pertumbuhan berdasarkan tipologi kemitraan. CLD merupakan dasar untuk merancang model dengan menggunakan metode Sistem Dinamik; (4) Pembuatan Stock Flow Diagram (SFD). Melalui pemetaan ini, hubungan antara variabel yang telah digambarkan dalam CLD, diperjelas berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh; (5) Simulasi, yang dilakukan berdasarkan kepada hubungan keterkaitan antar variabel yang telah dirancang dalam SFD; (6) Analisis sensitivitas. Berdasarkan pedoman simulasi, analisis sensitivitas menghasilkan variabel apa saja yang paling berpengaruh dalam pertumbuhan industri kecil dan menengah dari setiap tipologi yang ada.
PEMBAHASAN Tahapan Peneitian Pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah pendekatan sistem. Pendekatan ini dipilih karena perkembangan industri sangat dipengaruhi oleh banyak elemen yang saling terkait antara satu dengan yang lain dan bersifat dinamis. Salah satu hal yang menonjol dari pendekatan sistem, yaitu pencarian faktor-faktor penting dalam pengkajian masalah untuk mendapatkan penyelesaian yang sesuai, dengan pemakaian model kuantitatif untuk membantu proses pengambilan keputusan secara rasional. Tahapan dalam bentuk diagram alir dapat dilihat pada Gambar 1.
Implementasi Sistem Dinamik… (Fajar Kurniawan)
131
Gambar 1 Diagram alir
Pola Kemitraan Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada bab I dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar, disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Ini merupakan suatu
132
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 129 - 138
landasan pengembangan usaha. Pola kemitraan yang dapat dilaksanakan di DKI Jakarta antara lain adalah pola kemitraan Subkontrakting, Inti Plasma, Vendor, Waralaba, Modal Ventura, dan CSR. Secara umum, mekanisme yang dapat dilaksanakan pada pola kemitraan yang diusulkan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Skema Pola Kemitraan Secara Umum
Pola kemitraan yang ideal sebaiknya didasarkan pada iklim kekeluargaan dan saling percaya di antara beberapa pihak yang bermitra. Pemerintah berperan dalam mengimplementasikan program kemitraan secara aktual, di mana pemerintah dapat memberikan informasi kepada perusahaan penanaman modal dan UKM, melakukan pembinaan dan fasilitasi bagi UKM serta melakukan supervisi terhadap implementasi kebijakan, khususnya berkenaan dengan kemitraan, bagi perusahaan penanaman modal. Dalam hal ini, pemerintah harus bersikap adil sehingga pemerintah dapat pula berpihak kepada ekonomi kerakyatan, yang notabene adalah UKM. Perusahaan penanaman modal juga harus dapat mendukung program pemerintah dan mau berbagi dengan UKM, dengan melakukan pembinaan, fasilitasi, bahkan berbagi order untuk UKM.
Causal Loop Diagram Kebijakan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di DKI Jakarta Causal Loop Diagram ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram Simpal Kausal (CLD) Pengembangan IKM
Hasil simulasi untuk pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 4.
Implementasi Sistem Dinamik… (Fajar Kurniawan)
133
Gambar 4 Grafik Hasil Simulasi Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
Asumsi-asumsi yang menjadi dasar untuk pengembangan model, yaitu pertumbuhan PDRB DKI Jakarta linier; industri kecil yang dipilih adalah industri manufaktur; generate data berdasarkan pada database DKI Jakarta dalam angka tahun 2007 dan 2008; kemitraan diperoleh berdasarkan jumlah kemitraan yang ada di DKI Jakarta, dari data Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat; kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) didasarkan pada tingkat pendidikan dari orang yang terlibat dalam kegiatan industri kecil dan menengah tersebut; serta kelembagaan didasarkan pada kualitas lembaga UKM dan kelengkapan struktur lembaga tersebut. Analisis sensitifitas model kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta. Masalah yang ingin diselesaikan adalah meningkatkan kinerja ekonomi. Untuk itu, harus dicari parameter mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan kinerja ekonomi. Analisis sensitifitas pada model kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta dilakukan untuk mencari faktor-faktor berpengaruh yang ada pada model. Dari hasil eksperimen yang dilakukan, terdapat 4 faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan kinerja model yaitu kemitraan, kompetensi SDM, teknologi, dan kelembagaan. Hasil dari analisis sensitifitas yang berupa faktor yang berpengaruh yang terdiri dari kemitraan, kompetensi SDM, teknologi dan kelembagaan ini digunakan untuk menentukan kebijakan yang paling optimal pada kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta. Skenario kebijakan model kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta. Pada skenario model kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta tidak merubah struktur model. Hal yang dilakukan adalah hanya merubah nilai parameter yang terdapat pada faktor yang berpengaruh (leverage) tidak sampai mengubah struktur model. Parameter yang dirubah adalah teknologi sebesar 1.8 Moderat, kompetensi SDM sebesar 1.8 Moderat, kemitraan sebesar 1.9 Moderat, dan kelembagaan sebesar 1.2 Rendah.
Gambar 5 Grafik Hasil Simulasi Model Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di DKI Jakarta Sebelum Diberi Kebijakan
134
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 129 - 138
Gambar 6 Grafik Hasil Simulasi Skenario Model Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di DKI Jakarta Setelah Diberi Kebijakan
Hasil simulasi Sebelum Kebijakan Diterapkan menggambarkan peningkatan cukup tajam pada tahun 2007-2008. Hasil industri sebesar 2 milyar lebih (terdiri dari beberapa jenis industri, yang hasilnya dirata-ratakan dalam Rupiah), kemudian hasilnya melandai pada angka 2 milyar tersebut sampai tahun 2016. Setelah diberi kebijakan dengan merubah faktor-faktor yang berpengaruh (leverage), pada awal tahun yang sama meningkat menjadi 2.5 Milyar (2007-2008), kemudian pada tahun 2008-2010 naik melandai sampai pada angka 3.5 milyar, pada tahun 20102016 stagnan. Faktor pembatasnya adalah keterbatasan modal dan kelembagaan. Skenario kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta merupakan model yang dibangun berdasarkan subsektor industri, dengan pendekatan klaster industri yang berkelanjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, diperoleh variabel yang berpengaruh terhadap akselerasi pertumbuhan industri kecil dan menengah tersebut dapat diimplementasikan ke dalam kebijakan, yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Strategi Kebijakan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah di DKI Jakarta No
Variabel
1
Kelembagaan
2
Kemitraan
3
Kompetensi SDM
4
Teknologi
Strategi Kebijakan Pengembangan dan pembinaan kelembagaan industri kecil dan menengah Pengembangan sentra-sentra industri melalui kemitraan Pelatihan dan pembinaan terhadap kemampuan pengelolaan industri kecil dan menengah Program peningkatan efisiensi dan kualitas produksi melalui aplikasi teknologi
Skenario kebijakan dirancang berdasarkan hasil pengolahan data Analytical Hierarchy Process yang dapat dilihat pada Tabel 1. Percepatan pertumbuhan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta dapat dicapai apabila faktor pendukungnya dapat dipenuhi. Faktor pendukung yang menjadi prioritas pertama adalah kesiapan SDM. Oleh sebab itu, pemerintah harus dapat menunjang faktor ini melalui program pendidikan, pelatihan, dan magang. Faktor yang menjadi prioritas kedua adalah sumber daya ekonomi. Kategorisasi industri kecil dan menengah yang dapat dijadikan media untuk menerapkan hasil dari sistem dinamik, yaitu (1) Industri kecil dan menengah untuk industri manufaktur seperti industri sparepart, sepatu, garment, dan industri makanan dan minuman; (2) Industri yang memiliki omset kurang dari Rp 150.000.000; (3) Industri dengan
Implementasi Sistem Dinamik… (Fajar Kurniawan)
135
jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang; (4) Kategori industri kecil dan menengah sesuai dengan standar Departemen Perindustrian Republik Indonesia; (5) Industri yang memasarkan produknya untuk kebutuhan lokal (non eksport); (6) Industri yang memanfaatkan teknologi tepat guna dalam melaksanakan aktivitas produksinya; (7) Industri yang memiliki struktur kelembagaan yang baik, baik dari segi perizinan, maupun kekuatan dari struktur organisasi. Aktor yang memiliki prioritas utama dalam mendukung percepatan pertumbuhan industri kecil dan menengah adalah Pemerintah Provinsi. Di samping itu, aktor lain yang menjadi prioritas kedua adalah Pemerintah Kotamadya, yang menjadi motor pendukung program yang dilakukan oleh Pemerintah Proivinsi. Prioritas ketiga adalah Pemerintah Pusat. Sasaran yang menjadi prioritas pertama dalam mendukung akselerasi pertumbuhan industri kecil dan menengah pemberdayaan kelembagaan industri. Dalam pengembangan kawasan industri, diperlukan kelembagaan industri yang kuat, yang bisa dibina dengan memperkuat kelembagaan ekonomi pelaku industri di Jakarta. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang efektif agar para pengusaha industri dapat memanfaatkan program pembangunan yang ada secara berkelanjutan, melalui penumbuhan rasa memiliki, partisipasi, dan pengembangan kreativitas, yang disertai dukungan masyarakat lainnya sehingga dapat berkembang dan dikembangkan oleh seluruh masyarakat industri di DKI Jakarta. Faktor yang menjadi prioritas kedua adalah pengembangan sumber daya ekonomi yang dkelola berdasarkan pada prinsip-prinsip seperti (1) Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengambilan manfaatnya; (2) Masyarakat sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistem pengusahaan dan pengelolaan yang tepat; (3) Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan; (4) Kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak; (5) Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat; (6) Pendekatan pengusahaan didasarkan pada ketersediaan teknologi. Sasaran yang menjadi prioritas ketiga adalah peningkatan produksi dan produktivitas industri. Hal ini dapat dicapai jika pemberdayaan kelembagaan industri dapat dioptimalkan. Strategi kebijakan yang menjadi prioritas pertama adalah pengembangan dan pembinaan kelembagaan industri. Pengembangan ini diarahkan pada terbentuknya kelompok-kelompok industri, dan kerjasama antar kelompok industri sehingga terbentuk kelompok-kelompok produktif, yang terintegrasi dalam kelembagaan koperasi di bidang industri. Untuk mendorong tercapainya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha dalam pengembangan industri kecil dan menengah, diperlukan pembinaan kelembagaan industri, baik formal maupun non formal. Pembinaan kelompok formal diarahkan pada pemberdayaan anggota kelompok agar memiliki kekuatan mandiri, mampu menerapkan inovasi, baik teknis, sosial maupun ekonomi; mampu memanfaatkan azas skala ekonomi; dan mampu menghadapi resiko usaha sehingga bisa memperoleh tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang layak. Strategi kebijakan yang menjadi prioritas kedua adalah pengembangan sentra-sentra industri melalui kemitraan. Program kemitraan akan dapat berjalan dengan baik jika kelembagaan industri memiliki struktur dan kinerja yang solid sehingga pihak perbankan maupun investor dapat dengan mudah memberikan suntikan dana untuk pengembangan sentra industri tersebut. Secara Umum, pengusahaan kawasan terpadu ini bisa dilakukan dengan mengintegrasikan industri dengan subsektor bisnis lain yang memiliki korelasi. Apabila strategi tersebut dilakukan , maka pertumbuhan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta akan berlangsung lebih cepat. Strategi kebijakan yang menjadi prioritas ketiga adalah pelatihan dan pembinaan terhadap kemampuan pengelolaan industri. Melalui program ini, para pelaku industri memiliki kemampuan untuk meningkatan produksi dan produktivitas. Sedangkan yang menjadi prioritas keempat adalah program peningkatan efisiensi industri melalui aplikasi teknologi. Kelebihan dari penerapan Sistem Dinamik bagi para Stake Holder, yaitu (1) Dapat menentukan faktor yang paling berpengaruh dalam meningkatlkan percepatan pertumbuhan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta; (2) Dapat melakukan simulasi prediksi terhadap dampak pelaksanaan kebijakan di masa yang akan datang dan dapat disajikan ke dalam bentuk grafik maupun data kuantitatif; (3) Faktor dan variabel yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan skenario kebijakan sehingga dapat
136
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 129 - 138
mempermudah pemerintah dalam melakukan perancangan undang-undang; (4) Dilakukan pengujian berupa analisis sensitivitas sehingga kesalahan yang mungkin terjadi akibat dari proses simulasi dapat diperkecil.
PENUTUP Kesimpulan yang dapat ditarik dari “Implementasi Sistem Dinamik pada Pengembangan Pola Kemitraan Industri Kecil dan Menengah Di DKI Jakarta” adalah sebagai berikut. Pertama, faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan industri kecil dan menengah secara umum adalah faktor SDM, sumber daya ekonomi, dan sumber daya teknologi, di mana faktor yang paling berpengaruh untuk menunjang akselerasi pertumbuhan kecil dan menengah di DKI Jakarta, antara lain kemitraan, kompetensi SDM serta teknologi dan kelembagaan. Kedua, aktor yang memiliki prioritas utama dalam mendukung percepatan pertumbuhan industri kecil dan menengah adalah Pemerintah Provinsi. Di samping itu, aktor lain yang menjadi prioritas kedua adalah Pemerintah Kotamadya, yang menjadi motor pendukung program yang dilakukan oleh Pemerintah Proivinsi. Prioritas ketiga adalah Pemerintah Pusat. Ketiga, skenario kebijakan yang dihasilkan dari Analytical Hierarchy Process (AHP) dan System Dynamic untuk mendukung akselerasi pertumbuhan industri di DKI Jakarta, antara lain Prioritas I adalah Pengembangan dan Pembinaan Kelembagaan Industri (56,7%), Prioritas II adalah Pengembangan Sentra Industri melalui Kemitraan (22,1%), Prioritas III adalah Pelatihan dan Pembinaan terhadap Kemampuan Pengelolaan Industri (14,4%), dan Prioritas IV adalah Program Peningkatan Efisiensi dan Kualitas Industri melalui Aplikasi Teknologi (6,8%). Keempat, pola kemitraan yang relevan untuk dikembangkan di DKI Jakarta, antara lain pola Subkontrakting, pola Inti Plasma, pola V endor, pola Waralaba, pola Modal Ventura, dan pola Pemanfaatan CSR. Kelima, secara mekanisme pengembangan pola kemitraan antara pemerintah, perusahaan penanaman modal dan UKM, adalah (1) Pemerintah bertindak sebagai media informasi dan perancang kebijakan yang dapat menarik perusahaan penanaman modal untuk bermitra dengan UKM, melalui berbagai macam program yang dapat memberikan nilai tambah bagi kedua belah pihak; (2) Pemerintah bertindak sebagai media informasi bagi UKM dan melakukan program pembinaan kelembagaan sehingga UKM memiliki struktur kelembagaan yang Bankable, serta melakukan pembinaan terhadap kualitas SDM yang ada di dalam UKM, melalui program magang dan praktek kerja; (3) Perusahaan penanaman modal harus bersedia untuk bermitra dengan UKM dan mengoptimalkan kewajiban CSR, di mana perusahaan penanaman modal dapat melakukan pembinaan kelembagaan, SDM, sarana prasarana, yang pada akhirnya akan memberikan nilai tambah kepada perusahaan itu sendiri; (4) UKM harus dapat memiliki komitmen untuk memaksimalkan struktur kelembagaan, melakukan inovasi proses, peningkatan kualitas SDM, dan legalitas kelembagaan, dengan memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah dan perusahaan penanaman modal. Saran yang dapat diberikan berdasarkan kajian “Implementasi Sistem Dinamik pada Pengembangan Pola Kemitraan Industri Kecil dan Menengah di DKI Jakarta” adalah sebagai berikut. Pertama, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar bagi para stakeholder khususnya pemerintah Daerah DKI Jakarta sehingga skenario kebijakan yang dihasilkan dari penelitian ini, dapat dijadikan dasar untuk merancang undang-undang yang dapat digunakan untuk meningkatkan percepatan pertumbuhan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta. Kedua, berdasarkan kepada hasil kajian, maka untuk mempercepat pertumbuhan industri kecil dan menengah, kewajiban pemerintah baik pusat maupun daerah, dan dapat melaksanakan kebijakan yang menjadi prioritas paling utama, antara lain (1) Program pembinaan kelembagaan industri kecil dan menengah; (2) Pengembangan program kemitraan industri kecil dan menengah dengan industri besar, para penanam modal dan perbankan; (3) Pengembangan klaster industri; dan (4) Peningkatan dukungan pemerintah terhadap sektor industri kecil dan menengah yang berdasarkan kepada
Implementasi Sistem Dinamik… (Fajar Kurniawan)
137
ekonomi kerakyatan. Ketiga, kebijakan yang disusun pada kegiatan ini, hanya sampai kepada skenario kebijakan yang bersifat direktif dan strategis. Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian lanjutan untuk memperoleh kebijakan yang bersifat taktis dan operasional, untuk menunjang akselerasi pertumbuhan industri kecil dan menengah di DKI Jakarta. Keempat, pemerintah harus berusaha keras dalam merancang program penguatan kelembagaan, khususnya bagi UKM sehingga UKM memiliki performance yang dapat diterima secara legal, finansial, organisasi maupun sumber daya yang tersedia. Kelima, program penguatan kelembagaan UKM akan lebih optimal jika 40% bermuatan kerja praktek atau magang dalam kurun waktu yang relatif lebih lama. Keenam, upaya sosialisasi terhadap program pendanaan dari perusahaan penanaman modal maupun Badan Usaha Milik Daerah perlu dimaksimalkan. Ketujuh, pemerintah harus mampu melakukan negosiasi dengan pihak perbankan, BUMD maupun perusahaan penanaman modal sehingga setiap kegiatan yang dilakukan akan berpihak kepada UKM dan mendukung implementasi ekonomi kerakyatan. Kedelapan, pemerintah harus dapat menyediaan fasilitas database dari UKM maupun database perusahaan penanaman modal itu sendiri. Database tersebut harus dapat diverifikasi terhadap kondisi real yang ada dan harus mampu melakukan komunikasi secara langsung, baik dengan pihak UKM maupun perusahaan penanaman modal. Kesembilan, pemerintah juga harus mampu membangun jaringan komunitas UKM dan perusahaan penanaman model, baik berupa organisasi maupun asosiasi. Kesepuluh, pola kemitraan CSR dapat diimplementasikan dengan membentuk lembaga yang menampung CSR dan pendanaannya disalurkan melalui BUMD kepada UKM. Kesebelas, pemerintah mengupayakan penanam modal asing dapat masuk ke DKI Jakarta serta merancang suatu sistem yang memungkinkan perusahaan penanaman modal tersebut dapat memberikan pendanaan secara mudah dan fleksibel bagi UKM. Keduabelas, pelaksanaan kemitraan juga perlu diatur dalam Peraturan Daerah Investasi Daerah sehingga kemitraan menjadi wajib adanya bagi perusahaan penanaman modal. Di dalam Peraturan Daerah tersebut, harus dapat dijelaskan Reward dan Punishment bagi perusahaan penanaman modal yang bermitra dengan UKM. Pemerintah juga harus dapat mengembangkan suatu sistem yang dapat mendorong pelaksanaan kemitraan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1997). DKI Jakarta dalam angka. BAPEDA DKI Anonim. (1997). Kajian sistem perangsang kerjasama kemitraan industri di DKI Jakarta, Jakarta: Dinas Perindustrian DKI Jakarta. Anonim. (2007). Laporan Tahunan Dinas Koperasi dan UKM DKI Jakarta. Dinas Koperasi UKM DKI Jakarta Eriyatno. (2003). Ilmu sistem: Meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen, Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Linton, L. (1995). Parthnership modal ventura, Jakarta: PT IBEC. Marbun, B.N. ( 1996). Manajemen perusahaan kecil, Jakarta: PT Pustaka Binaman Presindo. Muhammadi. (1998). Sistem dinamik, Jakarta: Universitas Indonesia. Mulyono, M. (1996). Penerapan produktivitas, dalam organisasi, Jakarta: Bumi Aksara. Supriyadi, A. ( 1997). Pola kemitraan usaha kecil, menengah, dan besar di masa yang akan datang. Makalah dalam Temu Nasional Modal Ventura, Jakarta.
138
INASEA, Vol. 9 No.2, Oktober 2008: 129 - 138