IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK “GRATAMA” DALAM UPAYA PENANGANAN ANAK JALANAN DI KOTA SEMARANG
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Oleh Ani Zuliyani NIM 3401407074
Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang 2011
1
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada Hari
: Selasa
Tanggal
: 26 Juli 2011
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Maman Rachman, M. Sc NIP.194806091976031001
Drs. Tijan, M. Si NIP.1962112019870211001
Mengetahui, Ketua Jurusan HKn
Drs. Slamet Sumarto, M. Pd NIP. 19610127 198601 1 001
ii
3
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada Hari
: Jum’at
Tanggal
: 5 Agustus 2011
Penguji Utama
Drs. Setiajid, M. Si. NIP. 19600623 198901 1 001
Penguji I
Penguji II
Prof. Dr. Maman Rachman, M. Sc NIP.194806091976031001
Drs. Tijan, M. Si NIP.1962112019870211001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M.Pd NIP 195108081980031003
iii
4
PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 26 Juli 2011
Ani Zuliyani NIM. 3401407074
iv
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO 1. Kegagalan hanya situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam makna positif (Eugenio Barba). 2. Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan (Bill Clinton). 3. Untuk membahagiakan seseorang isilah tangannya dengan kerja, cintanya dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang bermanfaat, masa depannya dengan harapan, dan perutnya dengan makanan. (Frederick E. Crane ).
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan ibu tercinta yang tidak pernah berhenti mendukungku, mendoakanku, dan memberikan semangat di setiap saat. 2. Adikku
tercinta,
yang
selalu
memberikan
dukungan dan semangat. 3. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan yang terbaik untukku.
v
6
PRAKATA Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul ”Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang” dapat terselesaikan. Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis sendiri, namun juga berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan yang sebesarbesarnya terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Subagyo, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Slamet Sumarto, M.Pd Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Semarang. 4. Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc dosen pembimbing I yang senantiasa memberi semangat dan membantu dalam terselesainya penyusunan skripsi ini. 5. Drs. Tijan, M.Si dosen pembimbing II yang dengan sabar mengarahkan dan meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam penyusunan skripsi ini. 6. Dwi Priyanto, pimpinan RPSA Gratama Semarang yang telah banyak membantu dalam memberikan data untuk penyusunan skripsi ini. vi
7
7. Bapak dan Ibu Dosen Prodi PPKn Fakultas Ilmu Sosial Unnes yang telah memberi bekal pengetahuan kepada penulis. 8. Ali Anwar dan Wahyuni, bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan semangat dan dorongan spiritual dan material kepada penulis. 9.
Teman–teman Civic Education angkatan 2007 Unnes.
10. Teman-teman Kos Emeral yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penulisan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabatku dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun.
Semarang, 26 Juli 2011 Penyusun
vii
8
SARI Zuliyani, Ani. 2011. Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak “Gratama” Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc. Pembimbing II Drs. Tijan, M. Si. 101 hlm. Kata kunci: Implementasi, Program Bantuan Pendidikan, RPSA, Anak Jalanan. Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan kecerdasan anak sesuai dengan bakat dan minatnya. Secara normatif, Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan anak, termasuk hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak. Namun, pada kenyataannya menunjukkan bahwa masih tingginya angka putus sekolah di Indonesia termasuk yang dialami oleh anak jalanan. Fenomena yang terjadi di Kota Semarang adalah semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Ironisnya, keberadaan anak jalanan ini sering kali diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian masyarakat. Selama ini, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan belum terlihat maksimal. RPSA Gratama adalah salah satu rumah singgah yang menaruh perhatian terhadap nasib anak-anak jalanan di Kota Semarang. Salah satu program yang dijalankan adalah program bantuan pendidikan. Akan tetapi selama ini masih banyak hambatan yang dialami RPSA Gratama dalam mengimplementasikan program ini. Untuk itu, penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana implementasi program bantuan pendidikan di RPSA “Gratama” dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode interaksi dengan tahap-tahap mengumpulkan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan, pekerja sosial, pengelola RPSA Gratama, ketua pengelola RPSA Gratama, dan pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang). Berdasarkan hasil penelitian, program bantuan pendidikan yang dilaksanakan cukup berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan, dan program ini juga cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan. Sebagai saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan ini yaitu (1) kepada RPSA Gratama, seharusnya menggalakkan dana dari pihak-pihak yang berkompeten dan yang terlibat agar mereka dapat mengalokasikan dana untuk pendidikan anak viii
9
jalanan yang dibina; meningkatkan komunikasi dengan masyarakat secara umum tentang keberadaan RPSA, peranan, dan program-program yang dijalankan agar masyarakat lebih mengenal RPSA; serta tingkatkan koordinasi dengan pihakpihak yang terkait dengan program bantuan pendidikan yang dijalankan RPSA Gratama sehingga kedepannya implementasi program mencapai hasil yang lebih maksimal, (2) kepada yayasan, perlu merintis usaha sendiri misalnya usaha “kucingan”, konter pulsa, atau usaha tambal ban agar kedepannya tidak selalu menggantungkan dana dari pemerintah dan anak-anak pasca bina bisa bekerja disana, (3) kepada pemerintah, semoga kedepannya dialokasikan dana pendidikan khusus untuk anak jalanan. Karena selama ini program-program yang dijalankan hanyalah program pelatihan keterampilan dan bantuan untuk orang tua anak jalanan. Padahal, pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Ini dimaksudkan agar dapat mendukung program-program penanganan anak jalanan sehingga bisa berjalan dengan baik.
ix
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………
ii
PENGESAHAN......................................................................................... iii PERNYATAAN ....................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v PRAKATA ............................................................................................... vi SARI ......................................................................................................... viii DAFTAR ISI ............................................................................................ x DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................. 10
C.
Tujuan Penelitian .................................................................. 11
D.
Manfaat Penelitian ................................................................. 12
E.
Batasan Istilah........................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORETIS A.
Implementasi Kebijakan Publik ............................................. 14
B.
Teori Implementasi Kebijakan .............................................. 15
C.
Konsep Pendidikan ............................................................... 23
x
11
D.
Pengertian RPSA ................................................................... 26
E.
Anak Jalanan.............................................................................. 27
F.
Kerangka Berfikir...................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN A.
Pendekatan Penelitian ........................................................... 34
B.
Lokasi Penelitian .................................................................. 35
C.
Fokus Penelitian ................................................................... 35
D.
Sumber Data Penelitian ......................................................... 36
E.
Metode Pengumpulan Data ................................................... 37
F.
Validitas Data ....................................................................... 38
G.
Metode Analisis Data………………………………………… 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.
Hasil Penelitian ..................................................................... 41
B.
Pembahasan ......................................................................... 77
BAB V PENUTUP A.
Simpulan .............................................................................. 97
B.
Saran .................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang……………………………. 4 Tabel 2 Data Anak Jalanan di Kantong Binaan RPSA Gratama…………….. 5 Tabel 3 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan………………………………. 7 Tabel 4 Idenditas Pemerintah Kota Semarang.................................................. 47 Tabel 5 Daftar Pengelola RPSA Gratama Semarang………………………… 47 Tabel 6 Data Anak Jalanan Informan Penelitian…………………………….. 48 Tabel 7 Lokasi dan Aktifitas Anak Jalanan Kota Semarang………………… 48 Tabel 8 Data Orang Tua Anak Jalanan Kota Semarang……………………... 49
xii
13
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III..................................................................................................16
xiii
14
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Instrumen Penelitian 2. Lampiran 2 : Identitas Responden 3. Lampiran 3 : Foto Hasil Penelitian Implementasi Program di RPSA Gratama Semarang 4. Lampiran 4 : Kartu Bimbingan Skripsi 5. Lampiran 5 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Universitas Negeri Semarang/Kesbangpol dan Linmas Kota Semarang untuk Kepala Dinsospora Kota Semarang 6. Lampiran 6 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Unnes/Kesbangpol dan Linmas Kota Semarang untuk Pimpinan RPSA Gratama 7. Lampiran 7 : Daftar Anak Jalanan Binaan RPSA Gratama yang Masih Sekolah Tahun 2011 8. Lampiran 8 : Transkip Wawancara Penelitian Implementasi Program Bantuan Pendidikan di RPSA Gratama 9. Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian dari Dinsospora Kota Semarang 10. Lampiran 10 : Surat Keterangan Penelitian dari RPSA Gratama Semarang.
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga
negaranya,
termasuk menjamin perlindungan,
pemeliharaan,
dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak (pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002). Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Salah satu hak anak menurut pasal 9 UUPA No. 23 tahun 2002 adalah memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Namun, keterpurukan ekonomi yang dialami oleh beberapa orang tua dan keluarga di negara kita menyebabkan beberapa orang tua dan keluarga tidak mampu
1
2
memenuhi hak anak. Akibatnya, banyak anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah atau drop out. Menurut Ketua Yayasan Lembaga GNOTA, Jeannette Sudjunadi (Puji, 2010), berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat tahun 2009, di Indonesia terdapat sedikitnya 13.685.324 anak sekolah usia 7 hingga 15 tahun yang putus sekolah. Sebanyak 419.940 (32 persen) diantaranya berada di Provinsi Jawa Tengah. Program-program bantuan yang dapat diakses dari jumlah angka putus sekolah ini agar anak tersebut tidak putus sekolah masih sangat minim. http://www.republika.co.id (3 februari 2011). Data di atas menunjukkan bahwa tingginya angka putus sekolah di Indonesia, dan 32 persen angka putus sekolah berada di Provinsi Jawa Tengah yang beribu kota di Kota Semarang. Hal ini disebabkan karena masih banyak keluarga dan orang tua yang belum mampu memenuhi hak anak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Kota Semarang adalah salah satu kota besar di Indonesia, Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Seperti halnya kota-kota lain yang sedang berkembang di seluruh dunia, Kota Semarang mengalami perkembangan pesat sama halnya dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Kantor-kantor, pusat perbelanjaan, sarana perhubungan, pabrik, sarana hiburan, dan sebagainya memadati seluruh bagian Kota Semarang. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor semakin banyaknya urban yang ingin mengadu nasib di Kota Semarang. Bagi sebagian orang yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentu akan mampu bertahan di kota ini,
3
tetapi tidak demikian bagi sebagian orang yang kurang beruntung. Sulitnya mencari pekerjaan kadang kala memaksa mereka untuk mencari nafkah dengan jalan mengemis atau mengamen. Pada akhirnya mereka menjadi gelandangan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi juga terjadi pada anak-anak. Hampir di seluruh jalanan besar Kota Semarang, sering kita jumpai anak-anak usia sekolah meminta-minta, mengamen, mengelap mobil, menyemir sepatu, berjualan koran, dan sebagainya. Anak-anak inilah yang disebut anak jalanan. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat umum lainnya. Definisi tersebut kemudian berkembang, bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarganya, dan anak-anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga. Fenomena anak jalanan ini merupakan fenomena nyata dalam kehidupan. Sering kali keberadaan mereka diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat awam. Fenomena yang terjadi di Kota Semarang adalah semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Semarang sendiri, dari tahun ke tahun semakin meningkat. Rekapitulasi bagian sosial Kota Semarang tahun 2003 (Wijayanti, 2010:7) ada sekitar 357 anak jalanan, yang terdiri dari 299 anak jalanan laki-laki dan 58
4
anak jalanan perempuan yang tersebar dalam 16 kecamatan di Kota Semarang, sedangkan gelandangan (21 tahun keatas) berjumlah 218 orang (2003). Tabel 1. Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang
No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah Anak Jalanan Tahun Tahun Tahun 2003 2009 2010 299* 529 537 58* 257 269 357* 786 806
Sumber: Bagian PMKS Dinsospora Kota Semarang * Sumber: Skripsi Pratiwi Wijayanti, 2010
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah anak jalanan mengalami perkembangan yang pesat. Diperkirakan jumlah anak jalanan pada tahun 2011 juga akan mengalami peningkatan. Menurut rekapitulasi bagian PMKS tahun 2010, ada sekitar 181 anak yang rentan menjadi anak jalanan, terdiri dari 88 anak jalanan perempuan dan 93 anak jalanan laki-laki. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah hingga kini masih mengabaikan penanganan anak jalanan. Anak jalanan yang berkeliaran di sepanjang ruas jalan pertokoan di Semarang semakin banyak. Berbagai upaya pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan belum terlihat maksimal, terbukti dengan semakin banyaknya jumlah anak jalanan yang terlihat di kota ini (Kompas, 14 Mei 2009).
5
Tabel 2. Data Anak jalanan di Kantong Binaan RPSA Gratama
No
Lokasi
Jumlah Anjal Awal Tahun 2008
Jumlah Anjal Awal Tahun 2009
Jumlah Anjal Awal Tahun 2010
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ADA Srondol Kaliwiru Depan Metro Kaligarang Jl. Pahlawan, Johar Bangkong Jatingaleh Akpol Sompok Citarum Jl. Kartini Jl. Gajah Jumlah
11 8 20 14 25 25 4 6 13 16 11 142
9 8 25 16 37 19 2 8 18 22 15 179
7 4 15 20 35 21 2 4 22 25 20 175
Sumber:RPSA Gratama
Tabel di atas merupakan pendataan anak jalanan oleh RPSA Gratama. Pendataan ini tidak mencakup seluruh anak jalanan yang ada di Semarang namun hanya meliputi daerah kerja RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) Gratama Semarang seperti daerah Jatingaleh, Citarum, Ada Srondol, Kaligarang, Bangkong, dan lain-lain. Anak-anak jalanan di Semarang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Menurut Ketua PAJS (Persatuan Anak Jalanan Semarang) Winarto, anakanak jalanan banyak berasal dari Kota Semarang, yaitu sebesar 60 persen, dari daerah lain di luar Kota Semarang diperkirakan sebesar 40 persen, antara lain berasal dari Purwodadi atau Demak. Pekerjaan yang dilakukan anak jalanan bermacam-macam. Berdasarkan data penelitian PAJS, anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen sekitar 41,1 persen, tukang semir 22,2 persen, penjual koran 15,6 persen, ciblek 7,8 persen, dan sisanya bekerja apa saja, termasuk menjadi
6
mayeng (pemungut barang sampah). Anak jalanan tersebut menyebar di berbagai titik Kota Semarang, di antaranya kawasan Tugu Muda, Simpang Lima, Pasar Johar, Bundaran Kalibanteng, Perempatan Metro, Pasar Karangayu, dan Swalayan ADA Banyumanik (Jawa Pos, 21 Juli 2008). Menjadi anak jalanan tentunya bukanlah sebuah pilihan hidup, namun menjadi anak jalanan adalah suatu keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab-sebab tertentu. Bagi sebagian anak, hidup di jalanan mempunyai dampak yang positif misalnya anak menjadi tahan bekerja keras karena sudah terbiasa dengan panas dan hujan. Disamping itu, anak menjadi mandiri. Berdasarkan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan bahwa ”setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pasal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa memandang status, agama, ras, suku, maupun etnis. Baik itu dewasa maupun anak-anak tanpa terkecuali anak jalanan. Namun, dalam kenyataannya banyak sekali anak-anak usia sekolah termasuk anak jalanan yang tidak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan. Justru bagi anak jalanan, setiap hari mereka harus menyusuri jalan-jalan besar mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya.
7
Tabel 3. Masalah yang Dihadapi Anak jalanan Aspek
Permasalahan yang Dihadapi
Pendidikan
Sebagian besar putus sekolah karena waktunya habis di jalan Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan anak jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain, petugas, dan razia Penyalahgunaan Obat dan Zat Ngelem, minuman keras, pil KB, dan Adiktif sejenisnya Kesehatan Rentang penyakit kulit, PMS, gonorhoe, dan paru-paru Tempat Tinggal Umumnya di sembarang tempat, di gubukgubuk, atau di pemukiman kumuh Risiko Kerja Tertabrak, pengaruh sampah Hubungan dengan Keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali tidak berhubungan Makanan Seadanya, kadang mengais dari tempat sampah, kadang beli. Sumber: Bagong Suyanto, 2003.
Tabel di atas menunjukkan masalah-masalah yang dihadapi oleh anak jalanan pada umumnya. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa masalah pendidikan menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh anak jalanan. Hal ini dikarenakan banyak anak jalanan yang waktunya habis di jalan sehingga sebagian besar putus sekolah. Melihat fenomena tersebut, pemerintah dan LSM mendirikan tempattempat penampungan bagi anak-anak jalanan dan anak-anak terlantar, misalnya Panti Asuhan dan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). Sebenarnya program rumah singgah atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan RPSA ini sudah dimulai sejak tahun 1998. Pemerintah bersama dengan seluruh stakeholders melaksanakan berbagai upaya implementasi dan realisasi program RPSA untuk mencapai tujuan. Salah satu yayasan yang dilibatkan adalah
8
Yayasan Gradhika yang difungsikan sebagai implementor program RPSA melalui RPSA Gratama. RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) Gratama adalah salah satu rumah singgah bagi anak-anak jalanan di Kota Semarang. RPSA Gratama ini bekerja di bawah naungan Yayasan Gradhika. RPSA Gratama ini terletak di jalan Stonen Utara I No. 34 Semarang. Organisasi kemasyarakatan ini sangat peduli dan menaruh perhatian terhadap nasib anak terlantar atau anak jalanan di Kota Semarang. Sebenarnya sampai saat ini masih ada empat RPSA yang masih aktif di Kota Semarang yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA Anak Bangsa. Namun, dari keempat RPSA ini RPSA Gratama dipilih sebagai lokasi penelitian karena program-program yang dijalankan RPSA Gratama paling lengkap yaitu program bantuan pendidikan, bantuan keterampilan, dan program bantuan modal orang tua anak jalanan. RPSA Gratama berdiri pada tahun 1998 dan mulai aktif pada tahun 1999. Sejak saat itu sampai sekarang ribuan anak jalanan dibina dan dididik di RPSA Gratama ini. Ada tiga program yang dijalankan oleh RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Program yang dimaksud yaitu program bantuan pendidikan, program bantuan keterampilan, dan program bantuan modal orang tua anak jalanan. Program RPSA di Kota Semarang termasuk RPSA Gratama, bertujuan untuk memberdayakan dan membina anak jalanan sebagai kelompok sasaran agar
9
anak jalanan dapat mengatasi masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga mereka tidak perlu turun ke jalan lagi. Salah satu program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama adalah program beasiswa. Melalui program ini, anak-anak jalanan diberi beasiswa agar bisa kembali ke bangku sekolah. Bantuan yang diberikan berupa uang sekolah, peralatan sekolah, dan perlengkapan sekolah. Program inilah yang paling membantu
anak jalanan agar haknya untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran yang bermutu terpenuhi. Akan tetapi, pelaksanaan program ini masih belum optimal. Banyak sekali hambatan yang dialami rumah singgah dalam mengimplementasikan program. Suyanto (2010:199) menyatakan bahwa selama ini penanganan masalah anak jalanan masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah sehingga hasilnya pun menjadi kurang maksimal. Hal ini ditunjang juga dengan watak anak jalanan yang cenderung lebih bangga dengan penghasilan yeng mereka peroleh di jalanan sehingga masih banyak anak jalanan yang lebih memilih kembali ke jalanan dari pada ke bangku sekolah. Kenyataan di atas menarik untuk diadakan penelitian berkenaan dengan implementasi dari program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk memilih judul “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
10
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan utama yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang? Sedangkan pertanyaan penelitiannya adalah: 1. bagaimanakah tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan? 2. apa saja macam-macam program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang? 3. berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama kepada anak jalanan? 4. bagaimanakah pemanfaatan bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama oleh anak jalanan penerima bantuan? 5. bagaimanakah kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang? 6. bagaimanakah dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak jalanan? 7. faktor apa yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang? 8. bagaimanakah tingkat keberhasilan implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang?
11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui implementasi
program bantuan pendidikan di RPSA Gratama
Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Sedangkan sub tujuannya adalah: 1. untuk mengetahui tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan; 2. untuk mengetahui macam-macam program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang; 3. untuk mengetahui besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama terhadap anak jalanan; 4. untuk mengetahui pemanfaatan bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama oleh anak jalanan penerima bantuan; 5. untuk mengetahui kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang; 6. untuk mengetahui dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak jalanan; 7. untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
menjadi
hambatan
dalam
mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang; 8. untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
12
1.3.2
Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoretis Melalui penelitian ini peneliti berharap hasilnya dapat dijadikan kontribusi positif yaitu untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa dan pemerhati masalah anak jalanan khususnya tentang implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang. 1.3.2.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pimpinan dan pengurus RPSA Gratama sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaan program pelayanan sosial anak-anak jalanan di masa yang akan datang. Selain itu dapat memberikan masukan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan keberadaan anak jalanan khususnya dalam bidang pendidikan. 1.4 Batasan Istilah 1.4.1
Program Bantuan Pendidikan Program bantuan pendidikan adalah salah satu program yang dijalankan
RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Program bantuan pendidikan ini berupa uang sekolah, peralatan sekolah, dan perlengkapan sekolah untuk sekolah formal. Selain itu juga ada program pelatihan keterampilan dan program bantuan orang tua anak jalanan. 1.4.2
RPSA Gratama RPSA yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan rumah singgah adalah
suatu wahana yang disiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu anak jalanan. RPSA yang dijadikan sebagai lokasi dalam penelitian ini adalah RPSA Gratama. Sebenarnya ada empat RPSA yang masih
13
aktif di Kota Semarang yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA Anak Bangsa. Namun, dari keempat RPSA ini RPSA Gratama dipilih sebagai lokasi penelitian karena program-program yang dijalankan RPSA Gratama paling lengkap yaitu program bantuan pendidikan, bantuan keterampilan, dan program bantuan modal orang tua anak jalanan. 1.4.3
Penanganan Anak Jalanan Penanganan merupakan serangkaian proses pekerjaan, cara, perbuatan
menangani, penggarapan, penyelesaian. Penanganan yang dimaksud adalah penanganan anak jalanan yang dimulai dari pendekatan awal, pertolongan pertama, assessment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, evaluasi, terminasi, dan reunifikasi. 1.4.4
Anak Jalanan Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya di jalan
untuk mencari nafkah. Anak jalanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang pernah mendapatkan bantuan pendidikan dari RPSA Gratama, baik anak jalanan tersebut pada saat ini masih sekolah maupun sudah bekerja maksimal berusia 21 tahun.
14
BAB II LANDASAN TEORETIS
2.1 Implementasi Kebijakan Publik 2.1.1
Konsep Implementasi Kamus
Webster,
merumuskan
secara
pendek
bahwa
mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu sehingga menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden (Wahab, 2001:64). Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2001:65) merumuskan proses Implementasi sebagai ”those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan). Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (dalam Wahab, 2001:65), fokus perhatian implementasi kebijaksanaan adalah memahami apa yang terjadi setelah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan, yaitu kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan. Berdasarkan pandangan yang dikemukakan oleh kedua ahli ini, terlihat pula bahwa antara perumusan kebijaksanaan dan implementasi kebijaksanaan tidak dianggap sebagai suatu hal yang terpisah, sekalipun mungkin secara analitis, bisa saja dibedakan.
14
15
2.1.2
Teori Implementasi Kebijakan
2.1.2.1 Teori George C. Edwards III Menurut pandangan Edwards (dalam Nawawi, 2009:136) implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan satu sama lain. a. Komunikasi Agar implementasi kebijakan berhasil, seorang implementor harus mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Tujuan dan sasaran harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group). Apabila penyampaian tujuan dan sasaran kebijakan kurang jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, dimungkinkan akan terjadi penolakan dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu penyaluran yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik, adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksanaan
kebijakan.
Jika
yang
dikomunikasikan
berubah-ubah
akan
membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan. Komunikasi ini merupakan salah satu faktor yang penting dalam mewujudkan tercapainya kebijakan secara efektif. Adanya proses komunikasi ini akan memungkinkan setiap anggota komunikasi akan saling membantu mengadakan interaksi dan saling mempengaruhi sehingga organisasi mampu mencapai tujuan.
16
b. Sumberdaya Sumberdaya merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Sumberdaya yang dimaksud bisa mencakup sumberdaya manusia, material, dan metoda. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak bisa diwujudkan dalam upaya pemberian pelayanan pada masyarakat dan pemecahan masalahnya. Apabila implementor kekurangan sumberdaya walaupun sasaran, tujuan, dan isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. c. Disposisi Disposisi merupakan sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik, dan sifat demokratis. Implementor yang baik harus memiliki disposisi yang baik sehingga kebijakan dapat dijalankan sesuai dengan yang diinginkan dan ditetapkan pembuat kebijakan. d. Struktur Birokrasi Organisasi menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatan birokrasi dan jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai posisi dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang ditetapkan. Kebanyakan struktur birokrasi ini menunjukkan hubungan antara atasan dan bawahan yang menggambarkan jenjang hierarki jabatan-jabatan manajerial yang jelas sehingga terlihat ”siapa bertanggungjawab kepada siapa?”, pelembagaan berbagai jenis kegiatan operasional sehingga terlihat ”siapa yang melakukan apa?”, berbagai saluran komunikasi yang terdapat dalam organisasi sebagai
17
jawaban terhadap pertanyaan ”siapa yang berhubungan dengan siapa dan untuk kepentingan apa?”, jaringan informasi yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, dan hubungan satuan kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain. Struktur organisasi dalam implementasi kebijakan mempunyai peran yang penting. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Gambar 1. Faktor Penentu Implementasi Menurut George C. Edwards III
Komunikasi
Sumberdaya Implementasi Disposisi
Struktur Birokrasi
Sumber: Ismail Nawawi (2009)
18
2.1.2.2 Teori Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gunn Model implementasi kebijakan oleh kedua ahli ini sering disebut dengan ”the top down approach”. Menurut Hogwood dan Gunn (dalam Wahab, 2001:71), untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan secara sempurna (perfect implementation) maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu yaitu: a. kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius; b. untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai; c. perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia; d. kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal; e. hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya; f. hubungan ketergantungan harus kecil; g. pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan; h. tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat; i. komunikasi dan koordinasi yang sempurna; j. pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. 2.1.2.3 Teori Van Meter dan Van Horn Model yang dikembangkan oleh kedua ahli ini disebut sebagai ”A Model of the policy implementation process” atau model proses implementasi
19
kebijaksanaan. Van meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa
perbedaan-perbedaan
dalam
proses implementasi
akan
dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan (Wahab, 2001:78). Menurut Van meter dan Van Horn (dalam Nawawi, 2009:139) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yaitu sebagai berikut. a. Standar dan Sasaran Kebijakan Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar dan sasaran kebijakan yang jelas agar dapat mencapai tujuan. Apabila standar dan sasaran kebijakan tidak jelas maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan kesalahpahaman dan konflik diantara para agen implementasi. b. Sumberdaya Perlu adanya dukungan sumberdaya yang baik (manusia, material, dan metode) dalam implementasi kebijakan. Diantara ketiga sumberdaya tersebut yang paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek implementasi juga termasuk objek kebijakan publik. c. Komunikasi antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas Perlu adanya hubungan yang baik antar instansi yang terkait yaitu dukungan komunikasi dan koordinasi dalam banyak program implementasi kebijakan. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program tersebut agar dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.
20
d. Karakteristik Agen Pelaksana Agar
implementasi
mencapai
keberhasilan
maksimal
harus
diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi karena semua ini berpengaruh terhadap implementasi program. e. Disposisi Implementor Disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, respon implementor terhadap kebijakan (terkait kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan publik), kondisi (pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan), dan intensitas disposisi implementor (preferensi nilai yang dimiliki). f. Lingkungan Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan, dukungan kelompok-kelompok kepentingan, karakteristik para partisipan, sifat opini publik, dan dukungan elit politik. 2.1.2.4 Teori daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier disebut sebagai ”a frame work for implementation analysis” atau kerangka analisis implementasi. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijaksanaan negara ialah mengidentifikasikan variabelvariabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi (dalam Wahab, 2001:81). Variabel-variabel yang dimaksud diklasifikasikan menjadi tiga kelompok variabel (Nawawi, 2009:146).
21
a. Karakteristik Masalah 1. Kesulitan permasalahan yang dihadapi. Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa masalah yang secara teknis mudah dipecahkan tetapi beberapa masalah lainnya sulit untuk diatasi, misal masalah kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya. Dari realitas tersebut, sifat permasalahan itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program kebijakan diimplementasikan. 2. Kemajemukan kelompok sasaran. Suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah bersifat homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasaran kebijakan bervariasi maka implementasi program kebijakan akan relatif sulit karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda. 3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan mengalami kesulitan apabila cakupannya terlalu luas dan kompleks. Sebaliknya, implementasi program akan mengalami kemudahan apabila cakupannya tidak terlalu luas dan kompleks. 4. Lingkup dan cakupan perubahan perilaku kelompok sasaran. Dalam mengimplementasikan sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah dari pada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat.
22
b. Karakteristik Kebijakan 1. Kejelasan isi kebijakan. Suatu kebijakan yang isinya jelas dan terperinci maka akan mudah diimplementasikan dikarenakan mudah dipahami dan diterjemahkan dalam tindakan nyata oleh implementor kebijakan. 2. Dukungan teoretis. Suatu kebijakan yang berorientasi pada teoretis memiliki sifat kemapanan lebih karena telah teruji. 3. Alokasi sumberdaya finansial. Sumberdaya ini merupakan faktor krusial dalam setiap program sosial. Setiap program memerlukan dukungan sumberdaya manusia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat administrasi dan teknis, serta memonitor dan mengevaluasi program yang semua memerlukan pembiayaan dan metode yang memadai. 4. Keterikatan dan dukungan berbagai institusi. Program sering mengalami kegagalan disebabkan kurangnya koordinasi antar instansi yang terlibat dalam implementasi program kebijakan. 5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. 6. Adanya komitmen aparat dimana tinggi dan rendahnya komitmen aparat menentukan tingkat tercapainya program kebijakan. 7. Akses kelompok-kelompok kepentingan suatu program kebijakan yang memberikan peluang kelompok kepentingan yang ada pada masyarakat untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan dari program yang tidak melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing apabila menjadi penonton terhadap program kebijakan yang ada di daerahnya.
23
c. Lingkungan Kebijakan 1. Sosial ekonomi
dan
kemajuan
teknologi
masyarakat.
Kemajuan
masyarakat membuka dan mempermudah penerimaan program-program pembaruan dibanding masyarakat yang masih terbelakang. Kemajuan teknologi juga membantu proses keberhasilan implementasi program, karena program dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan media yang ditunjang dengan teknologi canggih. 2. Dukungan publik. Implementasi program kebijakan yang memberikan motivasi dan intensif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. 3. Sikap dari kelompok-kelompok pemilih dimana kelompok pemilih ini dapat mempengaruhi kebijakan melalui berbagai cara. 4. Komitmen dan keterampilan aparat dan implementor. Aparat badan pelaksana harus memiliki kompetensi dalam menentukan skala prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan skala prioritas tujuan program kebijakan yang telah ditentukan tersebut. 2.2 Konsep Pendidikan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara.
24
Menurut John Dewey (dalam Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:69) pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Menurut John Dewey tujuan akhir dari setiap program pendidikan adalah terjadinya pertumbuhan dan perkembangan dalam diri peserta didik atau meningkatkan kapasitas peserta didik untuk belajar dan berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Menurut Rousseau (dalam Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:69) pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada masa dewasa. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara dalam pengantar ilmu pendidikan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Sedangkan menurut Crow and Crow menyatakan bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk
25
kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke tingkat kedewasaannnya. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dari seorang pendidik terhadap peserta didik yang bertujuan untuk memajukan kemampuan intelektual dan emosional seseorang
yang berguna
untuk
berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi tiga macam. a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan, masyarakat, keluarga, dan organisasi. b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang
berlangsung secara teratur,
bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah. c. Pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat (Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:97). Fungsi pendidikan nasional menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
26
Tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 adalah bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan nasional menurut TAP MPR RI No. II/MPR/1998 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif,
mandiri,
dan
menjadi
warga
negara
yang
demokratis
serta
bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 2.3 Pengertian RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) RPSA yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan rumah singgah adalah suatu wahana yang disiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu anak jalanan. Ciri-ciri rumah singgah adalah sebagai berikut. a. Lokasi rumah singgah berada dekat dengan lokasi anak-anak jalanan. b. Rumah singgah terbuka 24 jam bagi anak jalanan, namun mungkin ada aturan yang membatasi jam buka tersebut. c. Rumah singgah bukan tempat/menetap, namun hanya merupakan tempat persinggahan. Rumah singgah dapat dimanfaatkan oleh anak jalanan kapan saja agar anak mendapat perlindungan. Di sini anak bebas melakukan berbagai aktivitas (membaca, menulis, bermain, bercanda, dan sebagainya). Tetapi di rumah singgah
27
ini mereka dilarang melakukan kegiatan yang tidak baik misalnya mencuri, berjudi, minum minuman keras, dan sebagainya. Fungsi dari rumah singgah adalah untuk membantu anak jalanan, memperbaiki atau membetulkan sikap dan perilaku yang keliru, memberi proteksi, mengatasi masalah, dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan anak jalanan. Tugas tersebut dilakukan oleh pengurus dan petugas sosial. Para pekerja sosial membina anak jalanan dengan bertindak sebagi teman, bertindak sejajar dengan anak jalanan, dan pembinaan ini bersifat kekeluargaan. Diharapkan dengan cara tersebut anak tidak mengalami hambatan untuk menyampaikan keluhan, masalah, dan bersedia untuk merubah sikap dan perilaku yang keliru. 2.4 Anak jalanan Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah. Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli hukum. a. Sandyawan memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia maksimal 16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan. b. Peter Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan sekarang ini merupakan suatu gejala global. Pertumbuhan urbanisasi dan membengkaknya daerah kumuh di kota-kota yang paling parah keadaannya adalah di negara berkembang, telah memaksa sejumlah anak yang semakin besar untuk pergi ke jalanan ikut mencari makan demi kelangsungan hidup keluarga dan bagi dirinya sendiri (dalam Rosdalina, 2007:71).
28
Anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam. a. Anak jalanan on the street/road, yaitu anak-anak yang ada di jalanan, hanya sesaat saja di jalanan, dan meliputi dua kelompok yaitu kelompok dari luar kota dan kelompok dari dalam kota (Rosdalina, 2007:72). Anak-anak jalanan pada kategori ini memberikan sebagian penghasilan mereka kepada orang tuanya. Menurut Suyanto (2010:187) fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. b. Anak jalanan of the street/road atau anak-anak yang tumbuh dari jalanan, seluruh waktunya dihabiskan di jalanan, tidak mempunyai rumah, dan jarang atau tidak pernah kontak dengan keluarganya (Rosdalina, 2007:72). c. Anak jalanan From Families of the Street, yaitu anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di kolong-kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya walau secara kumulatif jumlahnya belum diketahui secara pasti (Suyanto, 2010:187).
29
Adapun ciri-ciri anak jalanan secara umum antara lain: a. berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari; b. berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah dan sedikit sekali yang tamat SD); c. berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya); dan d. melakukan aktivitas ekonomi atau melakukan pekerjaan pada sektor informal (Rosdalina, 2007:72). Rosdalina (2007:202) menarik kesimpulan dari jurnal penelitian tersebut yaitu: adanya ciri umum tersebut di atas, tidak berarti bahwa fenomena anak jalanan merupakan fenomena yang tunggal. Penelusuran yang lebih empatik dan intensif ke dalam kehidupan mereka menunjukkan adanya keberagaman. Keberagaman tersebut antara lain: latar belakang keluarga, lamanya berada di jalanan, lingkungan tempat tinggal, pilihan pekerjaan, pergaulan, dan pola pengasuhan. Sehingga tidak mengherankan jika terdapat keberagaman pola tingkah laku, kebiasaan, dan tampilan dari anak-anak jalanan. Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya fenomena anak jalanan (Rosdalina 2007:72), yaitu: a. sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena anak jalanan; b. modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang;
30
c. kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar; d. terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja (di jalanan); e. orang tua “mengkaryakan” sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Seperti pekerja anak pada umumnya, anak jalanan tak jarang mulai hidup di jalanan pada usia yang sangat belia. Bagi anak-anak jalanan ini, keterlibatan mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada kelangsungan hidup keluarganya. Namun hal ini juga terbukti pada akhirnya menghilangkan minat anak pada sekolah karena keinginan mendapatkan uang lebih banyak (Suyanto, 2003:190). Menurut
pengamatan
RPSA
Gratama
Semarang,
ada
beberapa
permasalahan/penyebab anak turun ke jalanan, yaitu: kemiskinan, mentalitas, kebodohan, ikut-ikutan teman, butuh uang saku/transport sekolah, broken home, disuruh (dikaryakan) oleh orang tua, tidak mempunyai pekerjaan, tidak mempunyai tempat bermain, korban trafficking, konflik bersenjata, kerusuhan, bencana, dan orang tua dipenjara ataupun orang tua meninggal. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup di jalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari
31
rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan Justika S. Baharsjah, kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri, melainkan sekitar 60 % (persen) diantaranya karena dipaksa oleh orang tuanya (dalam Suyanto, 2003:197). Berdasarkan studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children of the street (dalam Suyanto, 2003:197), menunjukkan bahwa motivasi anak turun ke jalan bukan hanya karena desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga tetapi juga karena adanya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orang tuanya. Keadaan ini menjadikan mereka menilai bahwa kehidupan di jalan memberikan alternatif dibandingkan hidup dalam keluarganya yang penuh kekerasan yang tidak dapat dihindari. Adapun aktivitas yang biasa dilakukan anak jalanan di jalan untuk mencari uang menurut pengamatan RPSA Gratama Semarang antara lain mengamen, jual koran, semir sepatu, ngelap kaca mobil, meminta-minta, menjadi tukang parkir, pemulung/pencari barang bekas, dan jual mainan. Menurut Tata Sudrajat (dalam Suyanto, 2003:201), selama ini ada tiga pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak jalanan yaitu sebagai berikut. a. Street based, yaitu model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu berasal/tinggal. Para street educator datang kepada mereka untuk berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman. Dalam beberapa jam, anak-anak diberikan materi pendidikan dan keterampilan yang berguna bagi pencapaian tujuan
32
intervensi. Disini para street educator memberikan kehangatan hubungan dan perhatian yang bisa menumbuhkan kepercayaan satu sama lain. b. Centre based, yaitu pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau panti. Di sini anak-anak ditampung dan diberikan pelayanan, makanan, perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial. Pada panti yang permanen, bahkan disediakan pelayanan pendidikan, keterampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan bagi anak jalanan. c. Community based, yaitu model penanganan yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini bersifat preventif atau pencegahan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah anak agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf hidup diberikan kepada keluarga, sedangkan anak-anak diberikan kesempatan memperoleh pendidikan formal maupun informal serta kegiatan lainnya yang bemanfaat. Pendekatan ini ditujukan agar orang tua mandiri dan lebih bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Menurut
Suyanto (2003:202) dari berbagai pendekatan tersebut tidak
berarti satu pendekatan lebih baik dari pendekatan lainnya. Pendekatan yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak jalanan. Menurut Suyanto, secara keseluruhan modal awal yang dibutuhkan untuk menangani permasalahan anak jalanan sesungguhnya adalah sikap empati dan komitmen yang benar-benar tulus dari kita semua agar masalah anak jalanan dapat
33
terselesaikan sampai tuntas. Namun menurut Suyanto, selama ini penanganan masalah anak jalanan masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah sehingga hasilnya pun menjadi kurang maksimal. 2.5 Kerangka Berfikir Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi Kebijakan
Disposisi
Struktur Organisasi
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur organisasi. Keempat variabel ini saling berpengaruh satu sama lain dalam menentukan tingkat keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan tentang penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Dalam hal ini dijalankan oleh RPSA Gratama dengan melaksanakan program-program dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, salah satunya adalah program bantuan pendidikan.
34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Prosedur penelitian yang dijalankan peneliti dalam metode kualitatif ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini individu atau organisasi tidak diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari sesuatu keutuhan. Peneliti mengumpulkan data deskriptif dalam penelitian ini dan bukan menggunakan angka-angka sebagai alat metode utama. Data-data yang dikumpulkan berupa
teks,
kata-kata,
simbol,
gambar,
walaupun dapat
dimungkinkan terkumpulnya data-data yang bersifat kuantitatif. Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini antara lain: pertama, penelitian ini diarahkan pada pengkajian mengenai suatu pelaksanaan program bantuan dari RPSA Gratama kepada anak jalanan berupa bantuan pendidikan. Dengan demikian studi ini merupakan studi dari fenomena yang cukup kompleks. Keadaan yang ada kemudian diuraikan secara spesifik, rinci, dan jelas sehingga objektivitas penelitian akan semakin terwujud. Kedua, penelitian ini tidak ditujukan untuk menguji suatu teori atau konsep melainkan lebih bersifat memaparkan kondisi nyata yang terjadi berkaitan dengan
34
35
implementasi program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama kepada anak jalanan, sehingga pencarian data tidak bertujuan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian. Ketiga, sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang tepat adalah pendekatan kualitatif, dimana peneliti sebagai instrumen dan sebagai pengumpul data harus turun secara langsung ke objek penelitian. Hal tersebut adalah ciri dari penelitian kualitatif. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) ”Gratama” jalan Stonen Utara 1 No. 34 Semarang. Sebenarnya di Semarang ada empat RPSA yang masih aktif yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA Anak Bangsa. Namun dari keempat RPSA tersebut program penanganan anak jalanan yang paling lengkap adalah RPSA Gratama. Program yang dimaksud adalah program bantuan pendidikan, program keterampilan, dan program bantuan modal untuk orang tua anak jalanan sehingga peneliti memilih RPSA Gratama sebagai lokasi penelitian. 3.3 Fokus Penelitian Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu
36
dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan, namun masalah kemiskinan yang menimpa bangsa Indonesia masih belum bisa teratasi sehingga masih banyak anak yang terpaksa tidak bersekolah dan bahkan sebagian dari mereka harus mengais rejeki sebagai anak jalanan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang yaitu terkait tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan, macam-macam program bantuan pendidikan, besarnya bantuan pendidikan, pemanfaatan bantuan pendidikan, kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program bantuan pendidikan, dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak jalanan, implementasi program bantuan pendidikan, serta faktor yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. 3.4 Sumber Data Penelitian 3.4.1
Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah anak jalanan, pekerja
sosial, pengelola RPSA Gratama, ketua pengelola RPSA Gratama, dan pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang). Diharapkan dari sumber data
37
primer ini dapat memberikan informasi dan keterangan-keterangan yang memadai sesuai aspek kajian yang dirumuskan. 3.4.2
Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa arsip-arsip, dokumen-
dokumen, catatan-catatan, yang terdapat di RPSA Gratama Semarang serta bahan studi lainnya yang dapat digunakan untuk studi kelayakan. 3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1
Wawancara (Interview) Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk menemukan informasi yang tidak baku atau informasi tunggal. Hasil wawancara seperti ini menekankan perkecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, pendekatan baru, pandangan ahli, atau perspektif tunggal. Responden dalam wawancara ini terdiri dari mereka yang terpilih karena sifat-sifatnya yang khas yaitu mereka yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan. Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk memperoleh data tentang implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. 3.5.2
Pengamatan (Observasi) Pengamatan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan data dalam
penelitian ini adalah pengamatan nonpartisipatif yaitu dalam melaksanakan pengamatan, peneliti tidak secara terus menerus atau intens dan aktif mengikuti
38
kegiatan yang dilaksanakan oleh RPSA Gratama Semarang dalam penerapan program bantuan pendidikan bagi anak jalanan. Dalam penelitian ini, yang diamati adalah sikap pekerja sosial terhadap anak jalanan, kondisi tempat tinggal anak jalanan, serta sarana dan prasarana di RPSA Gratama. 3.5.3
Dokumentasi Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi
yang ada di RPSA Gratama Semarang serta catatan-catatan tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan serta menjadi alat bukti yang resmi. 3.6 Validitas Data Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu, untuk keperluan pengecekan data sebagai pembanding data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak di gunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainya (Moleong, 2007: 330). Metode pengukuran data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik triangulasi sumber dan teknik triangulasi teknik. Di sini peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu, sumber dan alat yang berbeda. Dalam hal ini dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut. 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2) Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3) Membandingkan apa-apa yang di katakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang di katakan sepanjang waktu.
39
4) Membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan. 5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2007: 330). 3.7 Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis yang dimaksud dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun fokus penelitian ini masih bersifat sementara, akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. 3.7.1
Pengumpulan Data Pengumpulan data yaitu mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan
dan peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil wawancara, pengamatan, dan observasi di lapangan. Analisis selama pengumpulan data dilakukan menggunakan multi sumber bukti. 3.7.2
Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan dan selanjutnya mencarinya bila diperlukan. Jadi, dalam reduksi
40
data peneliti harus memilih, memusatkan perhatian dan menyederhanakan data kasar yang diperoleh di lapangan. 3.7.3
Penyajian Data (Data Display) Dalam penelitian kualitatif ini, penyajian data dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Namun, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif ini adalah teks yang bersifat naratif. 3.7.4
Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) Penarikan kesimpulan yaitu langkah terakhir dari analisis data. Dalam
penarikan kesimpulan ini didasarkan pada reduksi data dan sajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum RPSA Gratama RPSA Gratama Merupakan salah satu unit kegiatan Yayasan Gradhika Semarang. Yayasan Gradhika Semarang merupakan yayasan pendidikan dan sosial yang berdiri pada tanggal 1 Maret 1998. Yayasan ini dibentuk sebagai respon munculnya berbagai masalah sosial dan pendidikan di masyarakat yang semakin kompleks dan meningkat kualitas serta kuantitasnya. Fenomena muncul dan merebaknya anak jalanan dipandang sebagai suatu hal yang sangat memprihatikan. Oleh sebab itu perlu dibentuk unit khusus guna menangani permasalahan tersebut. Maka pada tanggal 29 Maret 1998 Yayasan Gradhika membentuk Rumah Singgah Gratama, beralamat di Jalan Mugas Semarang dengan binaan sebanyak 40 anak jalanan. Setelah ada koordinasi dengan Rumah Singgah lain di Semarang, Gratama mendapat tugas untuk membina anak jalanan di bagian timur Kota Semarang. Untuk mendekati kantong anak jalanan maka Gratama pada tahun 2000 pindah ke Jl. Sukarno-Hatta 5 Semarang. Lokasi yang sangat dekat dengan kantong anak jalanan dekat lampu merah ternyata menyulitkan proses reunifikasi anak karena anak tidak mau pulang dan ingin tinggal terus di Rumah Singgah. Karena pertimbangan tersebut akhirnya pada tahun 2002 Gratama pindah ke Jl. Gombel Lama 125 C Semarang. Di tempat itu pun Gratama tidak lama. Karena kondisi tanah lokasi yang labil di tempat itu, itu memaksa Gratama untuk pindah tempat. Pada bulan Agustus 2002, Gratama 41
42
pindah ke Jl. Jangli Krajan Barat IV No. 230 B Semarang. Di Jl. Jangi ini ternyata Gratama juga menghadapi kendala yang cukup fital, yaitu kesulitan air. Akhirnya pada Bulan Juni 2007 sampai sekarang RPSA Gratama pindah di Jl. Stonen Utara I No. 34 Semarang. Sejak tahun 2004, untuk perbaikan dan penyempurnaan program terjadi perubahan metode pembinaan yaitu model Rumah Singgah menjadi Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), sehingga namanya pun berubah menjadi RPSA Gratama. Total anak jalanan yang telah dibina RPSA Gratama sejak berdiri sudah sekitar 1.200 anak jalanan. Untuk tahun 2010 Gratama membina 175 anak jalanan. Visi dan misi RPSA Gratama adalah sebagai berikut. 1) Visi Terentaskannya anak jalanan dan terpenuhinya hak-hak anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan menjadi generasi yang berkualitas. 2) Misi a. Melindungi anak dari situasi terburuk yang dihadapi dan menciptakan situasi yang memungkinkan anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. b. Melindungi anak agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai anak, baik di rumah, sekolah, maupun situasi kehidupan sosial lainnya. c. Memulihkan kondisi normal fisik, mental, dan sosial anak yang terganggu akibat tekanan dan trauma.
43
d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami anak sebagai akibat tekanan dan trauma. e. Mengembangkan relasi dengan lembaga atau orang lain yang peduli terhadap permasalahan anak jalanan. f. mewujudkan
situasi
kehidupan
dan
lingkungan
yang
mendukung
keberfungsian sosial dan mencegah terulangnya tindak kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak. g. Membantu pemerintah dalam upaya mengentaskan anak jalanan. 4.1.1.1 Pelayanan RPSA Gratama a.
Penerimaan Pelayanan Kapasitas RPSA Gratama adalah 170 anak. Dulu ada beberapa anak yang
diasuh di RPSA dan selebihnya diasuh di rumah orang tuanya dengan bimbingan petugas RPSA. Namun, karena keterbatasan dana akhirnya mulai tahun 2009 program pengasuhan di RPSA Gratama ditiadakan. Ada beberapa ketentuan yang ditetapkan RPSA Gratama untuk anak jalanan sebagai penerima pelayanan. 1) Anak jalanan yang menjadi korban tindak kekerasan dan perlakuan salah (child abuse) baik fisik, mental, maupun seksual. 2) Anak jalanan yang termasuk kategori memerlukan perlindungan khusus (korban trafficking atau eksploitasi lainnya). 3) Anak jalanan yang terpisah dari orang tuanya karena konflik bersenjata, kerusuhan, bencana, orang tua dipenjara, orang tua meninggal secara tragis, dan lain-lain. 4) Anak jalanan karena kemiskinan orang tuanya.
44
b. Prinsip-prinsip Pelayanan 1) Prinsip Non Diskriminasi a. Setiap anak berhak mendapat pelayanan secara manusiawi dan adil tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan status sosial lainnya. b. Menghargai anak sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. c. Menerima keadaan anak apa adanya sebagai individu yang mempunyai harga diri, potensi, kelebihan, kemampuan, serta mempunyai sikap empati. d. Menghadapi anak sebagai individu yang berbeda dengan yang lainnya atau unik dari segi potensi, bakat, minat, ciri-ciri, latar belakang, kondisinya saat ini, cita-cita, dan harapan masa depannya. 2) Prinsip Kepentingan Terbaik Anak a. Mengupayakan semua keputusan, kegiatan dan dukungan dari berbagai pihak (kepolisian, pengadilan, dan instansi pemerintah lainnya, organisasi internasional dan nasional, serta masyarakat) untuk membantu anak yang membutuhkan perlindungan khusus dan semata untuk kepentingan terbaik anak. b. Mengupayakan suatu
lingkungan
yang
terbaik bagi
anak
yang
membutuhkan perlindungan khusus untuk dapat hidup, berkembang, dan memperoleh masa depannya secara lebih baik. 3) Prinsip Menghormati Pandangan Anak a. Pandangan anak perlu didengar dan diperhatikan.
45
b. Mendorong, memberikan kesempatan, dan melibatkan anak seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. c. Menghormati hak anak untuk menentukan keputusan bagi dirinya dan memberi kesempatan seluasnya untuk mengambil keputusannya tersebut. 4) Mengutamakan Hak Anak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Tumbuh Kembang a. Kegiatan disusun untuk meningkatkan perkembangan anak berdasarkan kemampuan dan tugas-tugas perkembangannya. b. Menghargai
bahwa
setiap
anak
mempunyai
keinginan
untuk
mengembangkan diri. 5) Prinsip Kerahasiaan Memperlakukan semua informasi anak sebagai dokumen yang rahasia dan tidak dapat diceritakan pada forum-forum dan orang-orang lain, kecuali untuk kepentingan anak. 4.1.1.2 Indikator Keberhasilan Program RPSA Gratama mempunyai beberapa indikator keberhasilan program, yaitu: 1) anak tidak lagi beraktivitas di jalan; 2) anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah; 3) anak dapat menjaga kebersihan diri dan lingkungannya; 4) anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan ketrampilan yang dimiliki; 5) anak mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri;
46
6) anak mengerti, menghayati, dan mematuhi norma-norma sosial; 7) anak mematuhi aturan-aturan yang ada (agama, hokum, dan sosial); 8) anak memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat sekitar; dan 9) anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. 4.1.1.3 Struktur Organisasi RPSA Gratama
Struktur Organisasi RPSA Gratama PROF. DRA. NISWATIN RAKUB YAYASAN GRADHIKA
DWI PRIYANTO R., S.PD.
Pimpinan RPSA Gratama
AGUSTINA MERDEKAWATI, A.MD. ADMINISTRASI
NURYANTA, S.Pd.
ABDUL W., S.Pd.
SEPTI KURNIAWATI.
NURSANTI, S.Pd.
BID. MANAJ. KASUS
BID. PELAYANAN
BID. PENGASUHAN
BID. RUJUKAN
Sumber : RPSA Gratama
47
4.1.2 Profil Responden dan Anak jalanan Kota Semarang Subjek penelitian dari penelitian adalah Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini adalah Dinsospora Kota Semarang, pimpinan RPSA Gratama Semarang, pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang, dan anak-anak jalanan binaan RPSA Gratama yang mendapatkan bantuan pendidikan. Mengenai indentitas subjek penelitian yaitu dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang) No 1
Nama Sulistyo Budi
Jabatan Staff Dinsospora
Pendidikan SLTA
Usia
Peranan dalam Penanganan ANJAL
51 Rehabilitasi Sosial Tahun
Tabel 5. Daftar Pengelola RPSA Gratama Semarang No
Nama
Pendidikan
1
Dwi Priyanto R.
S1
2
Agustina Merdekawati
S1 Unissula
3
Septi Kurniawati
Mahasiswa Pend. Ekonomi Unnes
Usia
Peranan dalam Penanganan ANJAL
35 Tahun Pimpinan RPSA Gratama 27 Tahun Pengelola RPSA Gratama bidang administrasi 22 Tahun Pengelola RPSA Gratama bidang pengasuhan
Ketiga responden tersebut adalah pengelola RPSA Gratama Semarang yang masih aktif sampai saat ini kerena pengelola yang lain sudah tidak aktif.
48
Tabel 6. Data Anak jalanan Responden Penelitian Usia
Jenis Kelamin
Etik Werdiyanti
16 tahun
Perempuan
SMK Antonius
Ngamen
2
Mirahayu
17 tahun
Perempuan
Ngamen
3
Edi prasetyo
15 tahun
Laki-laki
SMK Cut Nya’ Dien Lulus SD
4
Miyadi
21 tahun
Laki-laki
Lulus SMK
Ngamen
5
Miranti
19 tahun
Perempuan
Lulus SMK
Ngamen
No 1
Nama
Pendidikan
Aktivitas di Jalan
Ngelap Mobil
Anak jalanan ini berasal dari berbagai tempat tetapi masih dalam lingkungan Kota Semarang. Lokasi dan waktu dalam beraktivitas anak jalanan satu sama lainnya tidak sama karena memang penelitian ini diambil di wilayah yang tidak sama namun masih dalam ruang lingkup kantong binaan RPSA Gratama Semarang. Mereka ini adalah anak-anak jalanan binaan RPSA Gratama yang pernah mendapatkan bantuan pendidikan. Daftar lokasi dan aktivitas anak jalanan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 7. Lokasi dan Aktivitas Anak jalanan Kota Semarang No
Nama
Lokasi
Sejak
1 2 3
Etik Werdiyanti Mirahayu Edi Prasetyo
Bangjo Metro Johar Bangjo Metro
Umur 5 tahun Umur 6 tahun Umur 6 tahun
4 5
Miyadi Miranti
Johar Johar
Umur 7 tahun Umur 7 tahun
Aktivitas Ngamen Ngamen Ngelap Mobil Ngamen Ngamen
Waktu 18.30- 22.00 13.00-17.00 Tidak pasti 13.00-17.00 13.00-17.00
49
Setiap anak jalanan mempunyai aktivitas dan jenis pekerjaan sendirisendiri seperti yang terlihat tabel di atas. Jenis pekerjaan anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi berbagai macam seperti mengamen, mengemis, nyemir sepatu, mengelap mobil, memanfaatkan barang bekas, dan lain-lain. Indentitas orang tua dari anak jalanan yang dijadikan subjek penelitian dapat dibaca pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Data Orang Tua Anak Jalanan Kota Semarang N o 1
Nama
Usia
Alamat
Edi Suranto
50 tahun
Wardini ngsih
55 tahun
Wonodri Kopen Rt 01 Rw 04
Pendidi kan
Pekerja an
Jumlah Anak
Tidak sekolah
Buruh
Penghasilan
Status
8 anak
600.000 per bulan
Menikah
2
Kamdi
42 tahun Sumirah 40 tahun
Jalan Tidak Bayam V sekolah
Tidak bekerja
5 anak
-
Cerai
3
Sutadi
Wonodri Kopen Rt 01 Rw 04
Tukang Becak dan ibu rumah tangga
2 anak
300.000 per bulan
Menikah
Kasmin
43 tahun 40 tahun
Tidak sekolah
Orang tua dari anak jalanan yang dijadikan subjek penelitian berasal dari Kota Semarang. Bila dilihat dari pendidikan merekapun tidak lulus SD sehingga mereka juga sulit untuk mencari pekerjaan yang mantap, sehingga pekerjaan apapun tetap mereka terima untuk menyambung hidup. Konsekwensi lain
50
akhirnya anak-anak mereka terpaksa ikut menanggung beban. Inilah salah satu penyebab munculnya anak jalanan di Kota Semarang. 4.1.3 Implementasi Program Bantuan Pendidikan 4.1.3.1 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penanganan Anak jalanan 4.1.3.1.1 Pendekatan Awal Pada tahap pendekatan awal ini, yang pertama RPSA Gratama menjangkau sendiri anak dari kantong-kantong binaan sebagaimana yang dikemukakan oleh pimpinan RPSA Gratama, Bapak Dwi Priyanto. “Tahapan penanganan anak jalanan yang pertama yaitu pendataan. Pendataan itu istilahnya pake istilah penjangkauan itu datang ke lokasi anak-anak ngamen, anak-anak beraktivitas di jalan itu yang jual koran, minta-minta atau apalah yang jelas kita datang ke lokasi dimana anak beraktivitas di jalan” (wawancara tanggal 21 Juni 2011). Hal yang serupa dikemukakan juga oleh Ibu Agustina Merdekawati, salah satu pekerja sosial di RPSA Gratama. “Tahapan pelaksanaan program biasanya kalau awal program untuk penanganan anak jalanan sendiri, setelah proposal kita disetujui oleh dinas, kita itu mengadakan yang namanya penjangkauan. Jadi, masing-masing pekerja sosial itu turun ke jalan memantau ke daerahdaerah atau kantong kantong binaan kita dimana anak-anak jalanan itu turun kemudian kita mendatangi mereka. Kadang juga berkunjung ke rumah mereka atau tanya-tanya mengapa mereka turun ke jalan. Pokoknya latar belakang mereka” (wawancara tanggal 7 Juni 2011). Pada tahap penjangkauan ini para pekerja sosial RPSA Gratama turun langsung ke jalan (lokasi anak jalanan beraktivitas) atau jika diperlukan mereka mendatangi rumah anak jalanan tersebut. Hal ini bertujuan agar data yang diperoleh benar-benar valid. Selain penjangkauan pada tahap penerimaan ini RPSA Gratama juga menerima rujukan dari Satpol PP, Kepolisian yang melakukan yustisi terhadap anak jalanan di kantong-kantong anak jalanan, juga menerima rujukan anak jalanan dari masyarakat.
51
Tahapan selanjutnya setelah penjangkauan pekerja sosial melakukan pendataan dan pengarahan awal terhadap anak jalanan. Dalam tahap ini biasanya anak jalanan diundang ke RPSA Gratama untuk mendapatkan pengarahan awal dari pekerja sosial di RPSA Gratama. Setelah itu para pekerja sosial melaksanakan identifikasi awal terhadap permasalahan anak untuk menentukan langkah penanganan awal yang paling tepat bagi anak. 4.1.3.1.2 Pertolongan Pertama Pada tahap ini pekerja sosial memberikan pertolongan pertama terhadap anak yang sifatnya segera untuk dipenuhi, misalnya menyehatkan psikologis anak yang trauma akibat ancaman atau tekanan terhadap anak dari pihak lain. 4.1.3.1.3 Assesment Merupakan penelaahan dan pengungkapan permasalahan setiap anak yang kemudian dicatat dalam file identifikasi. Hal ini dilakukan guna menentukan solusi yang tepat untuk membantu anak dalam memecahkan permasalahannya. “Ini sudah masuk ke tahap identifikasi. Pada tahap ini anak-anak pelanpelan diajak ke RPSA untuk pembinaan lebih lanjut ya. Itu nanti diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengungkap permasalahan anak kenapa ia turun ke jalan, latar belakangnya apa terus setelah itu digali mengenai potensi-potensi dia itu apa. Jadi nanti dia itu cocoknya diberdayakan dengan metode yang bagaimana, dengan cara yang bagaimana, jadi nanti kita carikan solusi bagaimana dia bisa keluar dari jalan” (wawancara dengan Bapak Dwi Priyanto tanggal 21 Juni 2011). 1) Identifikasi Masalah Dari data yang diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian masuk ke tahap identifikasi. Pada tahap ini anak-anak pelan-pelan diajak ke RPSA untuk pembinaan lebih intensif. Anak-anak jalanan yang sudah didata kemudian diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengungkap permasalahan anak . Pada tahap
52
ini harus diungkap secara jelas karena permasalahan satu anak dengan anak lainnya tidak sama. 2) Identifikasi Potensi Menggali dan mengungkap potensi yang ada pada diri anak yang dapat dikembangkan untuk masa depannya. Untuk selanjutnya, pembinaan ataupun metode yang akan digunakan untuk membantu anak jalanan juga disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan saja anak jalanan tersebut masih dalam usia sekolah dan dia punya minat untuk bersekolah, maka pembinaan yang tepat adalah dengan memasukkan anak jalanan tersebut ke sekolah. 3) Identifikasi Kebutuhan Mengungkap
kebutuhan-kebutuhan
yang
diperlukan
anak
untuk
memecahkan permasalahannya, agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Selanjutnya dapat mempengaruhi metode yang akan digunakan agar anak jalanan ini tidak turun ke jalan. 4.1.3.1.4 Rencana Intervensi Merupakan kegiatan untuk merencanakan bentuk penanganan masalah yang
tepat
untuk
anak
berdasarkan
hasil
assessment.
Hal-hal
yang
dipertimbangkan dalam rencana intervensi adalah: 1) hasil assessment dan deskripsi; 2) menghitung berbagai sumberdaya; 3) menghitung sumberdaya manusia yang dibutuhkan dan kualifikasi yang diperlukan; 4) merencanakan berbagai kegiatan yang akan dilakukan;
53
5) menetapkan tujuan hasi-hasil kegiatan; 6) membagi tugas kepada profesi lain sebagai tim; 7) menyusun jadwal kegiatan; dan 8) melakukan induksi peranan pada anak mengenai tugas-tugas yang harus dilakukan anak di RPSA dan dalam rangka intervensi. 4.1.3.1.5 Pelaksanaan Intervensi Merupakan pelaksanaan kegiatan dalam pembinaan anak. Dalam pelaksanaan intervensi ini jenis pelayanan yang disediakan adalah sebagai berikut. 1) Tutorial, yaitu ceramah dan pengarahan dari berbagai lembaga yang berkompeten terhadap anak, baik instansi pemerintah, LSM, dan lembaga swasta lain. 2) Pemberian beasiswa, yaitu bagi anak jalanan yang sekolah. Pemberian beasiswa ini tidak diberikan kepada semua anak jalanan tapi mereka saja yang punya potensi, kemauan, masih usia sekolah, dan diprioritaskan untuk anakanak yang benar-benar membutuhkan. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Pak Dwi Priyanto. “Kalau anak masih usia sekolah dan punya potensi untuk itu ya kita rujukkan ke sekolah, minimal ya sampai tingkat dasar atau wajib belajar 9 tahun. Kita motivasi anak itu untuk sekolah mungkin lewat orang tuanya (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”. Hal yang serupa juga diutarakan oleh salah satu pekerja sosial di RPSA Gratama, yaitu Ibu Agustina Merdekawati. “Sasarannya yaitu anak jalanan yang masih usia sekolah baik yang masih sekolah maupun yang tidak sekolah, anak jalanan yang di luar usia sekolah tetapi masih ingin sekolah, juga ada anak pascabina. Sebenarnya si tujuan kita atau sasaran kita semuanya mbak. Tapi kalau bantuan pendidikan sendiri itu kita sesuaikan dengan alokasi
54
dana juga. Karena gak mungkin kan kita bisa membantu semuanya. Paling ya yang kita prioitaskan adalah yang benar-benar membutuhkan. Misalnya yang sudah gak punya orang tua dan kita lihat juga dari segi ekonominya. Maka dari itu pada saat penjangkauan itu pun kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat datang ke tempat tinggalnya untuk mengecek kondisinya juga (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. 3) Pelatihan keterampilan dan pembentukan KUEB, yaitu penyelenggaraan pelatihan keterampilan untuk anak jalanan yang sudah tidak bersekolah dan tidak dalam usia sekolah. Dalam hal ini yayasan bekerjasama dengan LPK. 4) Pendampingan, bimbingan, dan pemberdayaan orang tua ANJAL, yaitu pembinaan terhadap orang tua anak jalanan yang mencakup bimbingan pengasuhan anak, bimbingan mendidik anak, dan bimbingan pemberdayaan ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat mandiri dalam mengasuh, mendidik, dan membiayai anaknya. Sehingga tidak membebani pemerintah ataupun orang lain lagi. Untuk program bantuan pendidikan pendampingan dilakukan sampai ke sekolah dan orang tua anak jalanan. Pendampingan ini untuk memantau sampai sejauh mana perkembangan anak jalanan, mungkin semula mengamen selanjutnya tidak lagi. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Pak Dwi P sebagai berikut. “Pendampingan itu misalnya anak ini (ANJAL) sekolah. Berarti nanti pendampingannya kan tetep dipantau ya. Tahap pertama mungkin dia ngamen, tahap kedua setelah ada pemberdayaan orang tua, mungkin dia gak ngamen lagi. Jadi sedikit-sedikit kegiatan ngamennya bisa dikurangi. Trus akhirnya setelah orang tuanya jadi dan punya penghasilan selanjutnya anak ini ndak ngamen”. “Iya, ke tempat tinggal anak itu, kita datangi orang tuanya dan ke sekolah juga. Kalau ke sekolah itu kadangkala saja, paling ya kita menjalin komunikasi misal pembayaran si anak itu kurang atau apa (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
55
5) Khusus anak yang tidak memiliki pengasuh a) Penyediaan kebutuhan dasar seperti tempat berlindung atau tempat tinggal, makan, pakaian, pendidikan, dan pengobatan. b) Pelayanan asuhan dan pendampingan oleh pekerja sosial. c) Pelayanan rehabilitasi dan trauma, meliputi pelayanan psikososial dan konseling oleh pekerja sosial dan psikolog, serta terapi untuk penyembuhan trauma oleh psikiater, pekerja sosial, terapis, dan ahli agama. 4.1.3.1.6 Evaluasi Merupakan proses peninjauan ulang pada akhir setiap tahapan sebagai mekanisme timbal balik kepada tim dan anak mengenai kemajuan yang dicapai anak. Evaluasi ini berlangsung tidak hanya di akhir tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan tetapi berlangsung di setiap akhir tahapan program yang dijalankan. Dengan kata lain, peninjauan ulang atau evaluasi ini bisa berlangsung di awal, tengah, maupun di akhir tahapan. Evaluasi ini untuk meninjau setiap tahapan yang dilaksanakan dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai masukan untuk ke tahapan berikutnya. 4.1.3.1.7 Terminasi Merupakan tahapan akhir pelayanan atau pengakhiran intervensi terhadap anak melalui RPSA, namun hubungan komunikasi dengan RPSA masih tetap ada. Terminasi ini berupa penanganan pasca bina. “Langkah terakhirnya yaitu namanya terminasi. Terminasi itu pengakhiran pelayanan. Jadi misalnya pemberdayaan orang tuanya sudah berhasil, anak sekolah dan orang tua sudah mempu membiayai sekolah anaknya tersebut
56
ya pelayanan atau bantuan kita hentikan. Jadi kita ganti yang lain (wawancara dengan Pak Dwi Priyanto tanggal 21 Juni 2011)”. Ada berbagai alternatif penanganan anak pasca bina RPSA supaya dapat dipastikan anak tidak kembali ke jalan. 1) Anak mendirikan usaha mandiri (wira swasta). 2) Anak dikembalikan pada orang tua setelah orang tua punya penghasilan. 3) Anak disalurkan bekerja pada dunia usaha/dunia industri. 4) Anak dicarikan keluarga pengganti (orang tua asuh). Skema proses penanganan anak jalanan melalui RPSA TEMPORARY SHALTER
Pendekatan Awal
Pertama
(1)
Assesment
Kembali ke
(3)
: Alur Pelayanan Utama : Alur Pelayanan Pilihan
Pertolongan
RUMAH PERLINDUNGAN Rencana Intervensi (4)
Pelaksanaan Intervensi (5)
Evaluasi (6)
Terminasi (7)
Sumber: RPSA Gratama
Dirujuk ke
57
4.1.3.1.8 Reunifikasi Reunifikasi adalah tahapan pengembalian anak jalanan yang sudah dibina kepada orang tua anak jalanan tersebut. Reunifikasi ini dilakukan misalnya ketika orang tua anak jalanan sudah mampu membiayai sekolah anak dan anak jalanannya itu sendiri sudah tidak lagi di jalan. Jadi di sini bantuan dihentikan dan dialihkan ke anak jalanan yang lain. 4.1.3.2 Macam-macam Program Bantuan Pendidikan Program bantuan pendidikan merupakan salah satu program yang dijalankan RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang selain program keterampilan dan bantuan orang tua ANJAL. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan pemerintah Kota Semarang terkait penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Macam-macam program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama yaitu berupa uang sekolah, buku, alat tulis, seragam sekolah, tas, dan sepatu. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Pak Dwi Priyanto, pimpinan RPSA Gratama yaitu sebagai berikut. “Jadi bantuannya bisa berupa pendanaan uang, buku-buku, perlengkapan sekolah, seragam juga ada. Itupun gak mesti kalau mereka butuh, kita siap gitu. Kalau buku dan alat tulis si kita selalu siap. Tapi kalau seragam, pas ada ya kita berikan. Jadi prioritas kebutuhan. Misal anak ini butuh banget seragam ya kita usahakan belikan seragam (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”. Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Agustina Merdekawati, salah satu pekerja sosial di RPSA Gratama. “Program bantuan pendidikan yang formal ya untuk yang sekolah itu kita berikan beasiswa, peralatan sekola, dan perlengkapan sekolah. Kalau yang sudah tidak sekolah tapi masih dalam usia sekolah itu kita arahkan untuk mengikuti kejar paket. Jadi, untuk segala surat menyuratnya itu kita urus
58
terus kita ajukan ke PKBN. Kalau disini itu kita juga kerjasama dengan RPSA lain, kalau untuk yang nonformal ya misalnya saja kita berikan keterampilan ataupun kursus (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. 4.1.3.3 Besarnya Bantuan Pendidikan Besarnya bantuan yang diberikan tergantung dengan kebutuhan anak. Anak jalanan yang masih duduk di bangku SMP tentu besarnya bantuan yang diberikan berbeda dengan anak jalanan yang duduk di bangku SMA. Untuk uang sekolah (SPP) besarnya itu juga disesuaikan dengan besarnya alokasi dana yang ada. Untuk SMU sekitar Rp 45.000,00 per bulan, untuk SLTP Rp 35.000,00 per bulan, SD sekitar Rp 25.000,00 per bulan. Untuk seragam sekolah, tas, dan sepatu biasanya diberikan langsung ke anak jalanan setahun sekali. Kalau buku dan alat tulis biasanya diberikan saat anak membutuhkan lagi. Tapi ini juga tergantung kondisi, apakah persediaan di RPSA masih ada atau tidak. ”Anak-anak tertentu saja yang mendapat beasiswa. Soalnya kan anak-anak jalanan yang kami tangani itu banyak dari berbagai macam usia. Nah, yang mendapatkan bantuan pendidikan itu hanya anak-anak yang masih berminat untuk sekolah dan masih usia sekolah. Gak ada syarat lain karena menurut kami mungkin ada dari anak-anak seperti itu (anak jalanan) yang pandai. Tapi dari kami yang penting adalah anak-anak tersebut berminat, kami yakin mereka mau berusaha (wawancara dengan Septi tanggal 9 Juni 2011)”. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Septi Kurniawati di atas, sasaran dari program bantuan pendidikan ini adalah anak-anak jalanan yang masih usia sekolah dan masih berminat untuk bersekolah. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Ibu Agustina namun menurut beliau anak jalanan yang diprioritaskan adalah yang benar-benar membutuhkan.
59
“Sasarannya yaitu anak jalanan yang masih usia sekolah baik yang masih sekolah maupun yang tidak sekolah, anak jalanan yang diluar usia sekolah tetapi masih ingin sekolah, juga ada anak pascabina. Sebenarnya si tujuan kita atau sasaran kita semuanya mbak. Tapi kalau bantuan pendidikan sendiri itu kita sesuaikan dengan alokasi dana juga. Karena gak mungkin kan kita bisa membantu semuanya. Paling ya yang kita prioitaskan adalah yang benar-benar membutuhkan. Misalnya yang sudah gak punya orang tua dan kita lihat juga dari segi ekonominya. Maka dari itu pada saat penjangkauan itu pun kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat datang ke tempat tinggalnya untuk mengecek kondisinya juga (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. 4.1.3.4 Pemanfaatan Bantuan oleh Anak jalanan Tujuan dari pemberian bantuan pendidikan kepada anak jalanan adalah sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Dwi Priyanto sebagai berikut. “Tujuannnya ya yang utama untuk membantu anak mendapatkan pengetahuan ya. Setelah mereka mendapatkan ilmu pengetahuan, nanti harapannya ya mereka punya peluang dan pengetahuan yang memadai untuk memasuki dunia kerja atau untuk terjun di masyarakat mereka dapat pekerjaan yang baik, kayak gitu. Tujuan lainnya ya membantu mereka agar dapat mengenyam pendidikan. Ketika dia mengenyam pendidikan, otomatis dia itu pola pikirnya berkembang. Dia punya banyak wawasan untuk dapat mencari solusi sendiri terhadap berbagai macam permasalahan. Jadi nanti dia punya peluang juga yang lebih besar untuk masuk ke dunia kerja. Agar tidak terjun ke jalan lagi (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”. Jadi, menurut beliau tujuan dari program bantuan pendidikan ini adalah untuk membantu anak jalanan agar dapat mengenyam pendidikan dan mendapatkan pengetahuan yang cukup sehingga kedepannya anak jalanan ini punya bekal yang cukup untuk memasuki dunia kerja. Tujuan finalnya adalah agar anak tidak lagi turun ke jalan. Begitu pula pendapat Septi Kurniawati, salah satu pekerja sosial di RPSA Gratama, “yang jelas itu untuk membantu anak-anak agar mereka itu mendapatkan haknya, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan (wawancara tanggal 9 Juni 2011)”.
60
Tak jauh beda dengan apa yang diutarakan Septi Kurniawati, diungkapkan juga oleh Ibu Agustina Merdekawati yang berpendapat bahwa program ini untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak mendapatkan pendidikan atau pengajaran. Namun dalam hal ini RPSA hanya sekedar membantu meringankan biaya sekolah, jadi tidak sepenuhnya biaya sekolah ditanggung oleh RPSA. Dalam hal ini tetap melibatkan orang tua anak jalanan sebagai orang yang bertanggungjawab sepenuhnya terhadap anak jalanan. “Ya…namanya saja bantuan ya mbak. Jadi disini kita cuma menyokong mereka, ya paling tidak bisa meringankan beban mereka terkait biaya sekolah ataupun sarana dan prasarana mereka dalam bersekolah sehingga mereka itu bisa lebih konsentrasi ke pelajaran. Dan untuk yang gak sekolah tujuannya ya sebisa mungkin kita apa ya mbak namanya…ya mendapatkan atau memenuhi hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama dimanfaatkan anak-anak jalanan penerima bantuan untuk bersekolah. Kebanyakan bersekolah di sekolah swasta. Mirahayu (17 tahun) misalnya, dia bersekolah di SMK Cut Nya’ Dien Semarang. Waktu masih kecil aktivitas Mirahayu di jalan adalah ngamen. Setelah didata oleh RPSA Gratama, Mirahayu mendapatkan bantuan pendidikan berupa beasiswa (uang sekolah), peralatan sekolah, seragam, tas, dan sepatu. Sama seperti anak-anak lain bantuan ini digunakannya untuk bersekolah. Sekarang ini Mirahayu sudah duduk di kelas XI SMK. 4.1.3.5 Kontrol Implementasi Program Pihak-pihak maupun instansi yang terlibat dalam implementasi program ini yaitu Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga (Dinsospora) Kota Semarang, Dinas
61
Sosial Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan, Disnakertrans, pihak sekolah tempat anak jalanan bersekolah, dan orang tua anak jalanan. Implementasi program bantuan pendidikan ini melibatkan orang tua anak jalanan, mengingat bahwa di sini program yang yang dilaksanakan bertujuan agar anak tidak terjun lagi ke jalan. Jadi orang tua anak jalanan dilibatkan agar orang tua itu bisa mandiri sehingga tidak membebani anak jalanan dan pada akhirnya anak tidak lagi turun ke jalan. Jadi, untuk mendukung program bantuan pendidikan ini, diadakan juga program pemberdayaan orang tua anak jalanan. Dalam program ini orang tua anak jalanan ini diberikan bantuan modal sekitar dua bulan sekali. Jadi pada awal program para pekerja sosial RPSA Gratama sudah menentukan besarnya bantuan itu berapa dan sisanya diberikan ke orang tua anak jalanan. Tapi bantuan ini diberikan secara bertahap untuk mengantisipasi jikalau bantuan ini disalahgnakan atau tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kontrol implementasi program bantuan pendidikan ini dilakukan sampai ke sekolah dan rumah anak jalanan sendiri. Sedangkan kontrol terhadap program pemberdayaan orang tua anak jalanan dilakukan dengan mengecek ke lokasi usaha. Kontrol ke sekolah biasanya dilakukan selama 6 bulan sekali sedangkan kontrol ke rumah lebih rutin yaitu sekitar dua minggu sekali. Kontrol implementasi program ini juga dilakukan dengan komunikasi lewat Hand Phone. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Pak Dwi P. “Kontrolnya ya kalau untuk dana pendidikan ke sekolah kan dananya itu langsung kita salurkan mbak. Jadi kontrolnya ya kita lewat kwitansikwitansi sebagai bukti pembayaran. Kemudian untuk yang pemberdayaan orang tua, itu kontrolnya kita ngecek ke lokasi usaha. Kalau peralatan itu lewat bukti penerimaan peralatan (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
62
“Kalau datang ke sekolahnya itu bisa 6 bulan sekali mbak. Cuma kita kadang-kadang telfon ke sekolah. Ada masalah gak dengan anak ini (anak jalanan). Tapi ada juga yang jarang banget kita datangi jadi kontrolnya lebih lewat ke orang tuanya. Kalau kontrol ke rumahnya itu rutin ya. Seminggu atau dua minggu sekali (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”. Fungsi dari kontrol implementasi program bantuan pendidikan ini untuk memantau jika ada masalah terkait program dan untuk mengetahui perkembangan sekolah anak jalanan. Kontrol program ini dilakukan oleh semua pekerja sosial di RPSA Gratama karena hanya tiga orang yang masih aktif di RPSA Gratama yaitu pimpinan dan dua pekerja sosial. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Agustina Merdekawati. “Ya kita semua terjun mbak (sambil tertawa ringan). Bayangkan saja mbak hanya dua pekerja sosial saja yang sampai saat ini masih aktif. Jadi ya mau gak mau kita semua harus campur tangan. Wong kadang saja Pak Dwi juga terpaksa campur tangan (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. 4.1.3.6 Dampak Pemberian Bantuan Program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama kepada anak jalanan sangatlah membantu anak-anak jalanan dalam rangka mendapatkan haknya yaitu hak untuk mendapatkan pengajaran atau pendidikan. Berdasarkan wawancara kepada beberapa anak jalanan yang menjadi responden dalam penelitian ini, kebanyakan anak jalanan yang mendapatkan bantuan pendidikan mengaku senang. Ini karena bantuan yang diberikan dapat membantu mereka mendapatkan kesempatan bersekolah dan mereka senang karena program ini dapat meringankan beban orang tua mereka yang kebanyakan berasal dari keluarga kurang mampu. Hal ini diungkapkan oleh salah satu anak jalanan Etik Werdiyanti (16 tahun), “ya seneng mbak, karena dapat membantu meringankan beban orang tua” (wawancara tanggal 28 Juni 2011).
63
Hal senada juga diungkapkan oleh anak jalanan lain, yaitu Mirahayu (17 tahun), “senang mbak, karena saya dapat bantuan untuk biaya sekolah” (wawancara tanggal 28 Juni 2011). Begitu juga dengan Miyadi (21 tahun), “senang mbak, sekolahnya dibayari. Saya juga diajari keterampilan” (wawancara tanggal 28 Juni 2011). Dari kelima responden anak jalanan yang diwawancarai, dua diantaranya sudah bekerja yaitu Miyadi (21 tahun) dan Miranti (19 tahun). Keduanya dulu juga
mendapatkan
bantuan
pendidikan
dari
RPSA
Gratama.
Menurut
pengakuannya, mereka berdua tidak lagi turun ke jalan sejak lulus SMP. Namun, ada anak jalanan yang tidak melanjutkan sekolahnya yaitu Adi Prasetyo (15 tahun). Adi mengenyam pendidikan hanya sampai lulus SD. Hal ini dikarenakan keadaan ekonomi yang sangat tidak memungkinkan untuk dia bersekolah. Dua responden lainnya yaitu Etik werdiyanti (16 tahun) dan Mirahayu (17 tahun) sampai saat ini masih sekolah dan duduk di bangku SMK. Banyak dari mereka yang merasakan manfaat dari program bantuan pendidikan ini. Kebanyakan mengaku senang dan tidak terpaksa mengikuti program ini. Walaupun sebelumnya cukup sulit untuk mengajak anak-anak jalanan ini bersekolah lagi. Ini dikemukakan oleh salah satu pekerja sosial, ibu Agustina Merdekawati. “………..kita tanya-tanya “mau gak sekolah lagi, pokoke sekolahe gratis ditanggung. Mengko ijasahe ijasah resmi”. mereka itu malah jawab ‘lha mbak aku iku wis kesuwen ning ndalan, golek sing cah cilik-cilik wae mbak’. Lain lagi yang anak kecil, mereka itu banyak yang masih takut. Alasan gak boleh orang tuanya lah, atau apalah. Karena juga kan terkait faktor ekonomi (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
64
Menurut penuturan Ibu Agustina di atas, terlihat bahwa cukup sulit untuk mengajak anak jalanan sekolah lagi. Pada awalnya, mereka kurang begitu memahami arti pentingnya pendidikan. Banyak dari mereka yang berfikir bahwa mencari uang dengan menjadi anak jalanan lebih menguntungkan daripada bersekolah walaupun dibiayai. Namun, mindset mereka yang seperti ini perlahan berubah setelah mengikuti program-program dari RPSA Gratama, khususnya program bantuan pendidikan. Terbukti mayoritas lebih suka bersekolah daripada hidup di jalan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Etik Werdiyanti (16 tahun), “lebih suka sekolah mbak, karena banyak temen dan dapat ilmu yang bermanfaat dari sekolah” (wawancara tanggal 28 Juni 2011). Hal serupa juga diungkapkan oleh Mirahayu (17 tahun). Juga ada perubahan pemikiran dari Mirahayu. Dia juga menuturkan tidak ingin ke jalan lagi karena malu. Lebih lanjut dia menuturkan setelah lulus ingin bekerja tapi tidak lagi sebagai anak jalanan, “nggak mau aku mbak, pengen kerja saja tapi gak di jalan. Kalau sekarang wis isin aku mbak”. Ungkapnya ketika wawancara tanggal 28 Juni 2011. Menyikapi permasalahan anak jalanan yang sangat sulit diselesaikan, Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini Dinsospora Kota Semarang juga melaksanakan program-program yang bertujuan untuk menangani masalah anak jalanan. Selama ini program yang dijalankan pemerintah berupa pelatihan keterampilan yang diberikan satu tahun sekali juga memberikan bantuan kepada orang tua anak jalanan. Kedua program ini cukup membantu anak jalanan dan
65
orang tuanya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Namun, tidak ada program khusus yang dilaksanakan terkait pendidikan anak jalanan. 4.1.4
Hambatan Implementasi Program Bantuan Pendidikan Dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan, RPSA
mengalami beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut. 1) Pendanaan Menurut Pimpinan RPSA Gratama Bapak Dwi Priyanto implementasi program bantuan pendidikan ini mengalami masalah di bidang pendanaan. Menurut beliau, pemerintah kurang mensupport program ini. Misalkan saja dari Dinas Pendidikan dan Dinsospora Kota Semarang tidak ada dana khusus untuk pendidikan anak jalanan. Hambatannya yang pertama ya masalah pendanaan ya. Kalau dari pemerintah, menurut saya itu pemerintah kurang mensupport, kurang memberikan solusi terhadap permasalahan anak jalanan. Kurang sabar dan program-programnya kurang relevan dengan permasalahan anak jalanan. Yang kedua dari masyarakat juga. Kesadaran untuk membantu sesama itu saya kira masih kurang ya. Coba kalau banyak orang-orang kaya yang mau menzakatkan hartanya 20 %. Pasti dapat membantu masyarakat lain yang kurang mampu. Termasuk anak jalanan (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”. 2) Rendahnya Kesejahteraan dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Anak Jalanan Menurut penuturan Bapak Dwi Priyanto, biasanya pendidikan orang tua anak jalanan ini rendah. Akibatnya dia tidak punya pengetahuan atau wawasan yang cukup luas. Dengan kata lain tidak punya pandangan bagaimana agar dia bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Selain itu juga karena masalah kemiskinan yang pada akhirnya memaksa anak ikut memikul tanggungjawab
66
orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ini juga yang menjadi penghambat pelaksanaan program-program RPSA Gratama. Hambatan lain dari orang tua anak jalanan adalah terkadang ada orang tua yang berfikiran daripada sekolah lebih baik bantu orang tua cari uang untuk makan. Namun ada juga pemikiran anak jalanan yang bertolak belakang dengan pemikiran orang tua yang seperti ini. Ada orang tua yang ingin anaknya itu turun ke jalan mencari uang tapi anaknya lebih memilih bersekolah. 3) Hambatan dari Anak jalanan Terkadang ada anak jalanan yang mempunyai watak yang keras sehingga sulit untuk dibina. Selain itu cukup sulit untuk mengajak anak jalanan agar mau bersekolah lagi. Mereka lebih suka berada di jalan karena menganggap lebih menguntungkan dan dapat mengahasilkan uang. “Gak serta merta mudah ya mbak. Perlu proses itu. Ya saya gak mengatakan sulit ya, tapi butuh proses. Tergantung kondisi anaknya. Ada yang anak itu mau sekolah tapi gak punya biaya. Itu kan mudah ya. Tapi ada juga yang gak mau walau akan dibiayai. Jadi untuk anak yang gak mau sekolah itu solusinya yang pertama kebutuhan untuk makan kita penuhi dulu. Terus dimotivasi orang tuanya. Anaknya dikasih wawasan ke depan, kalau gak sekolah jadi apa. Nanti kalau sekolah untungnya apa (wawancara dengan Pak Dwi tanggal 21 Juni 2011)”. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu Agustina Merdekawati. “………..kita tanya-tanya “mau gak sekolah lagi, pokoke sekolahe gratis ditanggung. Engko ijasahe ijasah resmi?” mereka itu malah jawab ‘lha mbak aku iku wis kesuwen ning ndalan, golek sing cah cilik-cilik wae mbak’. Lain lagi yang anak kecil, mereka itu banyak yang masih takut. Alasan gak boleh orang tuanya lah, atau apalah. Karena juga kan terkait faktor ekonomi (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Begitu juga dengan yang dikemukanan Bapak Sulistyo Budi, salah satu Staff Dinsospora Kota Semarang bagian rehabilitasi sosial sebagai berikut.
67
“Hambatannya salah satunya ya karena kurangnya anggaran untuk penanganan anak jalanan. Seperti memberikan uang pendidikan untuk anak jalanan yang dibina oleh rumah-rumah singgah atau RPSA. Kalau masalah pelatihan kita memang memberikan. Tapi untuk dana yang dianggarkan untuk pendidikan belum ada. Dari pemerintah itu belum ada (wawancara tanggal 30 Juni 2011)”. Menurut penuturan beliau, belum ada anggaran penanganan anak jalanan di bidang pendidikan. Selama ini Dinsospora Kota Semarang sendiri hanya memberikan pelatihan keterampilan kepada anak-anak jalanan. Hal ini dikarenakan belum ada dana yang khusus dianggarkan untuk memberikan bantuan pendidikan kepada anak jalanan. 4) Kurang Sinerginya Pihak-pihak yang Terkait dengan Implementasi Program Menurut hasil wawancara dengan pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang, mereka berpendapat bahwa pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program ini kurang bersinergi dengan baik. Dinas Pendidikan hanya menjangkau anak-anak yang sekolah di sekolah negri dan anak-anak yang sudah masuk di sekolah. Tidak ada dana tersendiri untuk anak jalanan. Ini tentu menjadi kendala sendiri. Hal ini dikemukakan oleh Ibu Agustina, yaitu sebagai berikut. “Hambatan-hambatannya ya terutama dari dinasnya. Mereka kan anakanak kita kebanyakan sekolahnya di swasta. Nah, kalau dari Dinas Pendidikan itu kalau kita mengajukan bantuan untuk anak jalanan itu biasanya ditolak. Karena mereka kan sudah memberikan bantuan pendidikan tapi ke sekolah yang negri. Jadi anak-anak kita yang sekolah di swasta kan tidak terjangkau. Jadi bantuan ini diberikan ke sekolah. Hanya anak jalanan yang sudah sekolah saja yang kemungkinan dapat terjangkau bantuan dari dinas ini. Padahal kan tidak semua anak jalanan bisa bersekolah (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. 5) Kesadaran Masyarakat untuk Membantu Sesama Masih Kurang 6) Hambatan lainnya menurut penuturan Pak Sulistyo Budi (51 tahun), salah satu Staff Dinsospora bagian rehabilitasi sosial adalah bertambah banyaknya anak
68
jalanan dari luar kota, bukan dari Semarang. Misalkan saja dari Demak, Kendal, Rembang, dan sekitarnya. Dari 100 % jumlah anak jalanan yang ada di Semarang, sekitar 80 % nya berasal dari luar Kota Semarang. Hal ini tentu menjadi kendala tersendiri karena belum tuntas masalah anak jalanan di Kota Semarang yang dibina, sudah muncul lagi anak jalanan yang lain. 4.1.5
Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Pendidikan
4.1.5.1 Komunikasi Komunikasi dalam hal ini berhubungan dengan penyampaian informasi baik kepada anak jalanan maupun pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama. “Ya itu, makanya kan kalau awal program kita itu lebih ke penjangkauan dulu. Pada saat penjangkauan itu selain kita mendatangi mereka ya sekaligus kita menjelaskan sedikit lah kita ini siapa dan kita kan pada waktu itu kan juga memberikan undangan untuk mengajak mereka kumpul-kumpul misal ada tutorial atau pelatihan. Ya tentunya kita harus mengiming-imingi mereka denga uang ganti atau uang saku kalau pelatihan/tutorial sudah selesai. Ya nanti kita kumpulkan semua anak yang sudah kita data dan kita juga mendatangkan tutor-tutor sesuai dengan program yang bersangkutan misalnya dari Dinas Sosial atau dari Dinas Pendidikan atau juga ada dari RPSA sendiri. Lha dari itu kita menjelaskan yang lebih rinci dan lebih terbuka apa sebenarnya program kita (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Menurut penuturan Ibu Agustina di atas, strategi yang digunakan RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA kepada anak jalanan dan orang tua anak adalah dengan mendatangi langsung ke lokasi anak jalanan ataupun ke rumahnya. Pertama-tama penyampaian informasi dilakukan saat penjangkauan. Di sini para pekerja sosial menjelaskan inti dari fungsi RPSA dan program-program yang dijalankan. Setelah itu anak jalanan diberikan undangan untuk berkumpul atau terkadang diadakan tutorial. Baru ketika turorial berlangsung para pekerja
69
sosial menjelaskan fungsi, peranan, dan program-program RPSA lebih rinci. Penyampaian informasi dilakukan dengan sangat terbuka. Semua pekerja sosial di RPSA Gratama bertanggungjawab terhadap penyampaian program-program yang dijalankan oleh RPSA karena sampai saat ini hanya dua pengurus yang masih aktif yaitu Ibu Agustina Merdekawati dan Septi Kurniawati serta satu pimpinan yaitu Bapak Dwi Priyanto. “Ya kalau mengenai siapa yang bertanggungjawab terhadap penyampaian program-program yang kami jalankan semua pengurus RPSA dan yayasan mbak. Karena disini (RPSA Gratama) kan sebenarnya pengurusnya lumayan banyak tapi yang masih aktif tinggal dua orang dan satu pimpinan (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Selama ini koordinasi dan komunikasi yang dilakukan RPSA dengan pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan ini masih kurang. Hal ini diungkapkan oleh Pak Dwi Priyanto. “Kalau menurut saya komunikasinya masih kurang, ini jelas kami akui ya. Komunikasi dengan Dinas Pendidikan selama ini pun masih kurang intensif. Memang beberapa kali kami sudah menghubungi ke dinas, tapi dari dinasnya sendiri kan tidak ada ketika kami ke staffnya di dinas itu tidak ada program yang khusus menangani anak jalanan. Jadi ya mereka pun gak bisa mengalokasikan dana ini khusus untuk anak jalanan. Itu ndak bisa mbak. Istilahe prosedur menurut SK nya kan sudah begitu. Akhirnya kami koordinasinya juga kurang karena programnya gak nyambung. Jadi ya gak bisa intensif gitu. Seharusnya pengambil kebijakannya harus lebih jeli mbak. Tapi kita mau ke arah sana juga susah. Mau ketemu dewan aja susah. Jadi komunikasinya hanya sampai pada staff-staffnya (wawancara dengan Pak Dwi Priyanto tanggal 21 Juni 2011)”. Namun menurut pendapat Septi Kurniawati koordinasi yang dilakukan dengan sekolah cukup baik. Hal ini juga untuk memantau perkembangan anak. Ketika pekerja sosial mengunjungi sekolah tempat anak jalanan bersekolah, terkadang jug dimanfaatkan untuk sharing tentang anak jalanan yang sekolah di sekolah tersebut.
70
Selain dengan sekolah, koordinasi juga dijalin dengan orang tua anak jalanan. Karena tanpa dukungan mereka program bantuan pendidikan yang dilaksanakan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini orang tua anak jalanan diberikan bantuan agar mampu mengembangkan usaha sehingga kedepannya dapat membiayai kebutuhan anak. Ini juga bertujuan agar anak tidak menanggung beban yang seharusnya ditanggung orang tua yaitu mencari penghasilan. Tujuan akhirnya kedua program ini dapat saling mendukung sehingga anak tidak lagi turun ke jalan. 4.1.5.2 Sumberdaya Sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan berasal dari berbagai sumber, yaitu: 1) usaha-usaha Yayasan Gradhika yang sah; 2) bantuan-bantuan yang tidak mengikat dari pemerintah, swasta nasional, maupun bantuan dari luar negeri; 3) pendapatan lain yang sah dan tidak mengikat, seperti bantuan dari mahasiswa maupun donatur tidak tetap. Terkait sistem perekrutan pengurus di RPSA Gratama, Septi Kurniawati salah satu pekerja sosial di RPSA Gratama mengungkapkan bahwa dirinya bergabung di RPSA karena ajakan dari Pak Dwi Priyanto. “Kalau saya sendiri itu dulu bergabung di RPSA Karena diajak Pak Dwi. Pak Dwi dulu itu guru saya. Setelah saya lulus, saya diajak bergabung di RPSA Gratama. Jadi sudah sekitar tiga tahun (wawancara dengan Septi Kurniawati tanggal 9 Juni 2011)”.
71
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Agustina Merdekawati sebagai berikut. “Sistem perekrutannya itu biasanya diadakan seleksi bagi yang benarbenar berminat beraktivitas yang benar-benar untuk motif sosial. Ya awalnya si kita semacam interview ya mbak. Kalau yang benar-benar berminat ya diadakan wawancara dan juga diajak turun ke jalan bagaimana cara mereka menghadapi anak-anak, cara ngomongnya dengan anak. Kalau di awal program, kami agak kuwalahan dan biasanya kami menerima jasa-jasa untuk menjadi sukarelawan. Kalau saya dulu diajak oleh Mas Dwi mbak (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pekerja sosial di RPSA Gratama, mayoritas tidak memiliki metode khusus dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan yang dilaksanakan. Hanya saja mereka mengandalkan pendekatan langsung dengan anak jalanan dan sebelum awal penyampaian para pekerja sosial selalu mengadakan rapat koordinasi mengenai metode-metode penyampaian, pembagian-pembagian wilayah, jadi sudah merupakan kesepakatan bersama seluruh petugas RPSA Gratama. Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahi kebutuhan anak jalanan dan menjelaskan keberadaan RPSA serta program-programnya. “Kalau metode khusus gak ada ya mbak. Tapi dari pengurus itu kan ada yang namanya rapat koordinasi. Disana dirapatkan, nanti dikasih tahu cara mendekati anak itu bagaimana, setelah terjun ke lapangan itu ya langsung pendekatan dengan anak jalanan tersebut”. Kami mendatangi anak di jalanan agar lebih dekat dengan mereka. Pendekatan ini agar kami lebih mengetahui kebutuhan mereka dan agar mereka lebih mengetahui siapa kami dan apa program kami. Kami membujuknya dengan memberikan pengertian pentingnya sekolah bagi mereka dan tentu saja dengan iming-iming sekolahnya gratis (wawancara dengan Septi Kurniawati tanggal 9 Juni 2011)”. RPSA Gratama juga mempunyai fasilitas yang cukup sehingga diharapkan mendukung program penanganan anak jalanan.
72
1) Rumah Perlindungan Sosial Anak dengan 8 kamar tidur (masing – masing kamar ada 2 ranjang susun), 1 ruang pertemuan yang dapat digunakan untuk tempat tidur darurat, ruang tamu, ruang baca, ruang bermain, ruang belajar, dapur, 1 kamar mandi/WC, dan ruang administrasi/sekretariat. 2) Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama berlokasi di perkampungan penduduk sehinga memungkinkan anak berinteraksi dan bersosialiasi dengan masyarakat. 3) Air sumur, listrik, dan telepon. 4) Pelengkapan untuk anak seperti televisi dan perpustakaan. 5) Perlengkapan rumah tangga seperti alat kebersihan, perlengkapan memasak, serta setrika meja dan kursi. 6) Perlengkapan kantor seperti komputer, mesin ketik, papan tulis dan papan informasi, ATK, dan keperluan administrasi lainya. 4.1.5.3 Disposisi Disposisi merupakan sikap pelaksana, dalam hal ini adalah para pekerja sosial di RPSA Gratama. Implementasi program bantuan pendidikan untuk anak jalanan ini membutuhkan kesungguhan dari para pekerja sosialnya. Tanpa itu kemungkinan besar upaya penanganan anak jalanan khususnya di Kota Semarang tidak akan berjalan dengan baik. Ibu Agustina Merdekawati misalnya, beliau berkomitmen kuat untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya tanpa motif profit. “Komitmen saya ya kami bergabung di RPSA Gratama ini tidak untuk motif profit. Jadi kami disini ikhlas membantu anak-anak jalanan yang membutuhkan agar haknya terpenuhi, salah satunya adalah hak untuk
73
mendapatkan pendidikan atau pengajaran” (wawancara tanggal 7 Juni 2011). Hal senada juga diungkapkan oleh pekerja sosial yang lain, yaitu Septi Kurniawati sebagai berikut. “Yang pasti itu harus sabar dan ikhlas mbak. Beneran, di sosial itu sulit sekali untuk berkembang. Jadi ya harus sabar. Kalau masalah finansial itu tidak bisa diharapkan. Yang bikin saya semangat itu ya bisa ketemu dengan anak-anak terus pengalaman juga. Dari situ saya tidak mengharapkan apa-apa. Yang penting sabar menghadapi mereka karena banyak anak dengan bermacam-macam latar belakang. Terbiasa hidup di jalanan dengan kehidupan yang keras jadi ya harus ekstra sabar (wawancara tangggal 9 Juni 2011)”. Begitu juga dengan Pak Dwi Priyanto, Pimpinan RPSA Gratama, yaitu sebagai berikut. “Kalau saya sebagai pimpinan dan saya sebagai manusia juga ya komitmen saya karena saya sudah tahu permasalahan anak dan solusinya seperti apa. Jadi komitmen saya, saya akan yang pertama memberi contoh dulu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu. Yang jelas saya berkomitmen untuk mengentaskan anak-anak itu yang pertama di Kota Semarang dulu. Terus nanti karena kami terkendala dengan pendanaan dan sebagainya saya berkomitmen untuk merintis usaha dulu dan ini sudah saya wujudkan ya. Ini supaya nanti saya biisa ikut membantu mengentaskan anak jalanan, bukan karena saya sebagai Pimpinan RPSA saja tapi juga merupakan kewajiban saya sebagai masyarakat dan saya harus membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Jadi yang sejahtera bukan hanya orang-orang mampu saja, tapi harus ada pemerataan, setidaknya mereka bisa hidup normal lah (wawancara tanggal 21 Juni 2011). Dari apa yang diutarakan Bapak Dwi di atas, komitmen yang dia pegang adalah memberi contoh yang baik terlebih dahulu sebelum mengajak orang lain untuk ikut berpartisipasi dalam upaya penanganan anak jalanan. Menurut pendapat beberapa anak jalanan yang diwawancarai, mereka berpendapat bahwa para pekerja sosial di RPSA Gratama baik dan ramah-ramah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mirahayu (17 tahun), “ada yang kenal, tapi
74
ada juga yang nggak. Sikapnya ya baik sama saya, ramah-ramah juga mbak”. Ungkapnya ketika wawancara tanggal 28 Juni 2011. Begitu juga dengan Etik Werdiyanti (16 tahun), “gak pernah dimarahi mbak, paling ya kalau ada yang salah ya cuma dibilangin aja. Mereka semua baik mbak, ramah-ramah”. Ungkap Etik saat wawancara tanggal 28 Juni 2011. Para pekerja sosial juga menjalin komunikasi yang baik dengan para anak jalanan binaan RPSA Gratama lewat SMS atau terkadang menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah anak jalanan walau hanya sekedar untuk mampir saja”. 4.1.5.4 Struktur Birokrasi Masing-masing pengelola di RPSA Gratama mempunyai tugas sesuai dengan bidangnya dan saling berkoordinasi satu dengan yang lain, yaitu sebagai berikut. 1) Koordinator Program a. Menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan. b. Menetapkan rencana tahunan. c. Mengkoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan. d. Mengembangkan dan menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pelayanan, organisasi, perorangan, dan kelompok profesional. e. Membuat laporan pertanggungjawaban pelayanan kepada Bagian Sosial Kota, Departemen Sosial/Instansi Sosial. 2) Sekretariat/Administrasi a. Melakukan tugas-tugas administrasi kantor dan keuangan.
75
b. Melakukan pengarsipan dokumen administrasi. c. Membuat laporan. 3) Bidang Manajemen Kasus a. Melakukan kegiatan berdasarkan intervensi mulai dari pendekatan awal, assessment, dan perencanaan intervensi. b. Menyiapkan perangkat penanganan kasus dan mendokumentasikan seluruh kegiatan. c. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan manajemen kasus. d. Mendukung dan memberi informasi terhadap bidang pelayanan dalam melakukan intervensi. e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan. 4) Bidang Pelayanan a. Melaksanakan intervensi berdasarkan hasil pembahasan kasus. b. Mengatur dan menyediakan jenis-jenis pelayanan pada anak. c. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pelayanan. d. Melakukan pemantauan proses pelayanan intervensi yang dilakukan. e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan. 5) Bidang Pengasuhan a. Membuka pendampingan dan asuhan pada anak. b. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pengasuhan. c. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan rekreasi yang bersifat edukatif.
76
d. Memberikan penjelasan dan bimbingan kepada anak untuk penyesuaian diri dan keterlibatan dalam proses pelayanan dan penanganan masalah. e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan. 6) Bidang Rujukan a. Mengidentifikasi dan menyiapkan lembaga/keluarga asli maupun pengganti untuk reunifikasi anak setelah terminasi. b. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan rujukan. c. Mengidentifikasi dan menyiapkan panti/keluarga lain untuk reunifikasi. d. Menempatkan anak pada keluarga atau panti yang sesuai. e. Melakukan monitoring setelah anak mendapat terminasi. f. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan. 7) Kelompok Profesi Bantu Merupakan tenaga-tenaga professional yang terdiri dari dokter, psikolog, psiater, guru, ahli agama, pengacara, polisi, terapis, dan lainnya. Kelompok ini bertanggung jawab kepada pimpinan sedangkan tugasnya membantu pekerja sosial sebagai profesi utama dalam proses pelayanan. Dari struktur organisasai, tidak semua pekerja sosial masih aktif sampai saat ini. Beberapa diantaranya sudah tidak aktif lagi. Sampai saat ini yang masih aktif adalah pimpinan, Bapak Dwi Priyanto, Agustina Merdekawati dan Septi Kurniawati. Dalam juklisnya, ketiganya mampunyai peran masing-masing sesuai dengan ketetapan. Namun dalam praktek sehari-hari pekerja sosial yang masih aktif menjalankan tugas bersama-sama mengingat sedikitnya pekerja sosial yang masih aktif.
77
4.2 Pembahasan 4.2.1
Implementasi Program Bantuan Pendidikan Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi termasuk juga anak jalanan. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat umum lainnya. Dalam penelitian ini anak jalanan yang menjadi responden beraktivitas di jalan dengan ngamen dan mengelap mobil di sekitar traffic light. Anak jalanan ini mencari uang dan biasanya digunakan untuk membantu orang tua mereka dan untuk keperluan lainnya. Beberapa permasalahan/penyebab anak turun ke jalanan, yaitu kemiskinan, mentalitas, kebodohan, ikut-ikutan teman, butuh uang saku/transport sekolah, broken home, disuruh (dikaryakan) oleh orang tua, tidak mempunyai pekerjaan, tidak mempunyai tempat bermain, korban trafficking, konflik bersenjata, kerusuhan, bencana, dan orang tua dipenjara ataupun orang tua meninggal. Dari kelima responden anak jalanan yang sudah diwawancarai, kebanyakan dari
78
mereka turun ke jalan karena faktor ekonomi. Mayoritas berasal dari keluarga yang kurang mampu. Pada batas-batas tertentu memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup di jalanan selain faktor-faktor lainnya. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan anak hidup di jalanan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Justika S.B. (dalam Suyanto, 2003:197) yang menyatakann bahwa sekitar 60 % (persen) penyebab anak jalanan turun ke jalan adalah karena dipaksa oleh orang tuanya. Fungsi dari rumah singgah (RPSA) adalah untuk membantu anak jalanan, memperbaiki atau membetulkan sikap dan perilaku yang keliru, memberi proteksi, mengatasi masalah, dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan anak jalanan. Di RPSA inilah anak jalanan dibantu dengan program-program yang dilaksanakan. Dalam penelitian ini anak-anak jalanan dibantu mengatasi masalah yang dihadapinya salah satunya dengan memberikan bantuan pendidikan agar anak jalanan bisa bersekolah. Dari beberapa permasalahan anak jalanan tersebut metode penanganan anak jalanan yang digunakan untuk membantu anak-anak jalanan mengatasi masalahnya adalah berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap anak memiliki masalah dan latar belakang yang berbeda-beda pula. Selain itu potensi antara satu anak dengan anak yang lain juga tidaklah sama. Salah satu metode penanganan yang diberikan oleh RPSA Gratama untuk mengatasi permasalahan anak jalanan adalah dengan memberikan bantuan pendidikan bagi beberapa anak jalanan.
79
Program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang ini memberikan bantuan pendidikan formal untuk anak jalanan. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syaratsyarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah. Dalam penelitian ini anak-anak jalanan yang mendapatkan bantuan pendidikan disekolahkan di sekolah formal agar anak dapat tumbuh berkembang secara normal. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan Pemerintah Kota Semarang terkait masalah sosial, yaitu penanganan anak jalanan. Program ini bertujuan untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak mendapatkan pendidikan. Ini sesuai dengan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan bahwa ”setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pasal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa memandang status, agama, ras, suku, maupun etnis. Baik itu dewasa maupun anak-anak tanpa terkecuali anak jalanan. Pada awal tahapan pelaksanaan program para pekerja sosial melakukan penjangkauan langsung ke lokasi anak-anak jalanan beraktivitas di jalan ataupun rumah orang tuanya. Di sini masing-masing pekerja sosial turun ke jalan memantau ke daerah atau kantong binaan mendatangi anak-anak jalanan tersebut. Penjangkauan dengan mendatangi anak jalanan secara langsung ini bertujuan agar data yang diperoleh benar-benar valid dan selanjutnya para pekerja sosial dapat menentukan metode yang tepat untuk mengatasi masalah anak jalanan. Selain itu, penjangkauan secara langsung ini berguna untuk meyakinkan anak jalanan bahwa masih banyak orang yang peduli terhadap masa depan mereka dan secara tidak
80
langsung anak jalanan merasa bahwa dirinya tidak termarjinalkan dan tidak dikucilkan oleh masyarakat. Hal ini tentu merupakan awal yang baik dalam melakukan pendekatan dengan anak jalanan. Dengan begitu, akan mudah untuk menyampaikan dan mengajak mereka mengikuti program-program yang akan dilaksanakan RPSA. Pendekatan yang dilakukan oleh RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan bermacam-macam dan berbeda-beda antara satu anak dengan anak yang lainnya. Pendekatan yang dipakai ini tergantung dari kondisi anak jalanan itu sendiri. Ada beberapa anak diajak berdialog, mereka didampingi, dan selanjutnya para pekerja sosial mancoba memahami situasi, latar belakang, dan kondisi anak jalanan tersebut. Setelah itu, anak-anak jalanan ini diberi materi pendidikan dan keterampilan. Dalam pendekatan ini para pekerja sosial di RPSA Gratama mencoba memberikan kehangatan bagi anak-anak jalanan agar mereka merasa nyaman dan pada akhirnya tidak merasa terpaksa mengikuti program-program yang dilaksanakan oleh RPSA Gratama. Pendekatan ini menurut Tata Sudrajat (dalam suyanto, 2003:201) dapat disebut dengan pendekatan street based. Menurutnya, pendekatan ini lebih cocok untuk anak-anak jalanan yang masih ada hubungan dengan keluarga, tetapi jarang berhubungan atau tinggal dengan orang tua maupun keluarganya. Pendekatan lain yang dipakai adalah dengan memasukkan anak-anak jalanan ke RPSA maupun ke panti-panti untuk direhabilitasi. Disini anak-anak jalanan ini diberikan perlindungan serta perlakuan yang hangat dari para pekerja sosial. Bahkan mereka juga mendapatkan makanan gratis dan tempat untuk
81
tinggal. Di panti ini biasanya anak-anak jalanan juga mendapatkan pelayanan pendidikan, ketrampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan. Anak-anak yang direhabilitasi di panti biasanya adalah anak-anak jalanan yang memiliki permasalahan yang lebih rumit. Pendekatan ini diberikan untuk anakanak jalanan yang tersisih atau putus hubungan dengan keluarga maupun orang tuanya. Menurut Tata Sudrajat (dalam suyanto, 2003:201) pendekatan seperti ini disebut dengan pendekatan centre based. Berbeda lagi untuk anak-anak jalanan yang masih berhubungan atau tinggal dengan keluarga atau orang tua. Pendekatan yang dilakukan lebih berfungsi sebagai pencegahan agar anak tidak terjerumus lebih dalam kehidupan di jalanan. Dalam pendekatan penanganan anak jalanan ini RPSA Gratama melibatkan masyarakat dan orang tua anak jalanan. Keluarga diberikan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya meningkatkan taraf hidup mereka agar selanjutnya anak-anak tidak terbebani dengan beban hidup yang ditanggung oleh orang tuanya sehingga memaksa mereka untuk ikut membantu dengan cara turun ke jalanan menjadi anak jalanan. Orang tua anak jalanan diberikan bantuan modal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dengan membuka usaha sendiri agar mereka sanggup melindungi, mengasuh, dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya sendiri. Sementara orang tua diberikan penyuluhan dan bantuan modal,
anak-anak mereka
diberi
kesempatan
memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, pelatihan keterampilan, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Untuk pendidikan, anak-anak jalanan ini diberikan bantuan pendidikan agar mereka bisa kembali lagi
82
ke bangku sekolah untuk mendapatkan kesempatan belajar (pendidikan formal). Sedangkan untuk pendidikan informal, RPSA mengadakan pengajian bersama, pelatihan keterampilan tertentu, dan sebagainya. Penyelenggaraan pelatihan keterampilan ini diprioritaskan untuk anak jalanan yang sudah tidak bersekolah dan tidak dalam usia sekolah. RPSA Gratama menggabungkan ketiga pendekatan tersebut yaittu community based, centre based, dan street based dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Dari ketiga pendekatan tersebut menurut Suyanto (2003:202) bukan berarti satu pendekatan lebih baik dari pendekatan yang lain. RPSA Gratama menggunakan ketiga pendekatan tersebut karena selama ini kondisi anak-anak jalanan yang ditangani tidaklah sama antara satu anak dengan anak yang lainnya jadi tidak mungkin hanya menggunakan satu metode pendekatan saja. Apapun pendekatan yang dipilih, yang paling penting adalah modal awal yang dibutuhkan untuk menangani permasalahan anak jalanan sesungguhnya adalah sikap empati dan komitmen yang benar-benar tulus dari kita semua. Tanpa dilandasi oleh kedua hal itu, permasalahan anak jalanan tidak akan terselesaikan dengan baik. 4.2.2
Hambatan Implementasi Program Bantuan Pendidikan Dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan, RPSA
mengalami beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut. 1) Pendanaan Implementasi program bantuan pendidikan ini mengalami masalah di bidang pendanaan. Pemerintah terlihat sangat kurang mensupport program
83
bantuan pendidikan ini. Terbukti dari Dinas Pendidikan sendiri tidak ada dana khusus untuk pendidikan anak jalanan. Pemerintah dirasa kurang memberikan solusi terhadap permasalahan anak jalanan. Mengingat bahwa permasalahan anak jalanan sangatlah kompleks. Tata Sudrajat (dalam Suyanto, 2003:190) menyebutkan bahwa salah satu masalah yang dihadapi anak jalanan adalah masalah pendidikan yaitu sebagian anak jalanan putus sekolah karena waktu mereka habis di jalan. Selain itu, juga karena disebabkan faktor ekonomi. Sebagian anak jalanan ini berasal dari keluarga yang kurang mampu. Selama ini Pemerintah Kota Semarang (dalam hal ini Dinsospora Kota Semarang) memang sudah melaksanakan program-program dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, namun program-program yang dilaksanakan dirasa kurang relevan dengan permasalahan anak jalanan. Selama ini pemerintah hanya memberikan pelatihan keterampilan yang hasilnya pun kurang begitu maksimal, tanpa melihat kenyataan bahwa anak jalanan juga memerlukan pendidikan yang berguna untuk masa depannya kelak. Karena dari Pemerintah Kota Semarang tidak ada program khusus yang menangani permasalahan pendidikan untuk anak jalanan, maka RPSA Gratama pun tidak mendapatkan dana dari Pemerintah Kota Semarang khusus untuk pendidikan anak jalanan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa selama ini masalah pendanaan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama selalu menjadi hambatan tersendiri dalam mengimplementasikannya. Dari beberapa anak jalanan yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka tidak lagi mendapatkan bantuan pendidikan setelah lulus SMP. Hal ini disebabkan dana yang dibutuhkan
84
untuk membantu pendidikan anak jalanan sangatlah besar. Jadi terpaksa ada beberapa anak jalanan yang bantuan pendidikannya dihentikan dan digantikan dengan anak jalanan yang lain. Implementasi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan oleh RPSA Gratama pun hasilnya menjadi
kurang maksimal
karena program ini
membutuhkan dana yang cukup besar akan tetapi sumber dana yang ada sangatlah tidak mendukung. Hal ini tentu saja mempengaruhi implementasi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan. Karena menurut George C. Edwards salah satu faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan adalah faktor sumberdaya. Dan pendanaan ini termasuk dalam sumber daya material. Menurutnya, jika implementor kekurangan sumber daya, maka implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Konsekwensi lain yang harus dihadapi karena kurangnya dana yang ada ini adalah kontrol terhadap implementasi program bantuan pendidikan ini menjadi kurang maksimal. Kontrol implementasi program hanya dilakukan dalam enam bulan sekali dan menurut pengakuan beberapa anak jalanan kontrol atau pengawasan ke rumah orang tua anak jalanan hanya dilakukan sesekali waktu saja. Tentu saja ini dapat menjadikan implementasi program yang dijalankan kurang maksimal. Sebaiknya RPSA Gratama maupun Yayasan Gradhika mulai merintis usaha yang profit misalnya “kucingan”, konter pulsa, dan tambal ban sehingga laba yang diperoleh dari usaha ini dapat digunakan untuk membantu pendanaan program bantuan pendidikan yang dijalankan. Dengan begitu masalah pendanaan
85
akan sedikit teratasi karena RPSA Gratama tidak terlalu bergantung pada bantuan dari pemerintah sehingga untuk kedepannya program bantuan pendidikan ini lebih maksimal. Selain itu anak jalanan pascabina juga dapat bekerja di sana. 2) Rendahnya Kesejahteraan dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Anak jalanan Menurut hasil penelitian, biasanya pendidikan orang tua anak jalanan ini rendah. Akibatnya dia tidak punya pengetahuan/wawasan yang cukup luas. Dengan kata lain tidak punya pandangan bagaimana agar dia bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Selain itu juga karena masalah kemiskinan yang pada akhirnya memaksa anak ikut menanggung tanggungjawab orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ini juga yang menjadi penghambat pelaksanaan program-program RPSA Gratama. Hambatan lain dari orang tua anak jalanan adalah terkadang ada orang tua yang berfikiran daripada sekolah lebih baik membantu orang tua mencari uang untuk makan. Namun ada juga pemikiran anak jalanan yang bertolak belakang dengan pemikiran orang tua yang seperti ini. Ada orang tua yang ingin anaknya itu turun ke jalan mencari uang tapi anaknya lebih memilih bersekolah. 3) Hambatan dari Anak jalanan Terkadang ada anak jalanan yang mempunyai watak yang keras sehingga sulit untuk dibina. Selain itu cukup sulit untuk mengajak anak jalanan agar mau bersekolah lagi. Mereka lebih suka berada di jalan karena menganggap lebih menguntungkan dan dapat menghasilkan uang. Bagi kebanyakan anak-anak jalanan, keterlibatan mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada
86
kelangsungan hidup keluarganya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto bahwa keterlibatan anak dalam sektor informal terbukti pada akhirnya menghilangkan minat anak pada sekolah karena keinginan mendapatkan uang lebih banyak. Hal inilah yang menjadi hambatan tersendiri dalam implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama. Sulit sekali mengajak dan membujuk anak-anak jalanan untuk kembali ke bangku sekolah walaupun sudah diinformasikan bahwa biaya ditanggung oleh RPSA Gratama. 4) Kurang Sinerginya Pihak-pihak yang Terkait dengan Implementasi Program Menurut hasil wawancara dengan pekerja
sosial di RPSA Gratama
Semarang, mereka berpendapat bahwa pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program ini kurang bersinergi dengan baik. Dinas Pendidikan hanya menjangkau anak-anak yang sekolah di sekolah negri dan anak-anak yang sudah masuk di sekolah. Tidak ada dana tersendiri untuk anak jalanan. Sedangkan Dinsospora Kota Semarang yang dalam hal ini mewakili Pemerintah Kota Semarang, tidak menyediakan dana khusus untuk anak jalanan. Dari Pemerintah Kota Semarang hanya memberikan pelatihan keterampilan kepada anak-anak jalanan di Kota Semarang. Antara pemerintah, LSM, organisasi
sosial, dan pihak-pihak lain yang
bertanggungjawab dalam penanganan anak jalanan di Kota Semarang terlihat kurang adanya kerjasama dan koordinasi yang baik sehingga penanganan anak jalanan yang dijalankan cenderung masih bersifat terpisah. Menurut Suyanto (2003:199) bila penanganan anak jalanan ini masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah maka hasilnya pun menjadi kurang maksimal.
87
Agar penanganan, upaya perlindungan, dan pemberdayaan anak-anak jalanan dapat memberikan hasil yang lebih baik, dibutuhkan kesediaan semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi anak-anak jalanan, dan kemudian merumuskan program intervensi yang tepat sasaran dan sekaligus melakukan pembagian kerja yang lebih terkoordinasi untuk mencapai hasil yang lebih baik. 5) Kesadaran Masyarakat untuk Membantu Sesama Masih Kurang Menurut penuturan para pekerja sosial di RPSA Gratama, masyarakat kurang memiliki kesadaran dalam membantu anak-anak jalanan di Kota Semarang. Hal ini juga menjadi hambatan implementasi program bantuan karena selama ini salah satu sumber dana yang digunakan untuk mensupport implementasi program bantuan di RPSA Gratama ini adalah mengandalkan bantuan dari masyarakat yang berkenan membantu mengatasi anak jalanan di Kota Semarang. 6) Bertambah Banyaknya Anak jalanan dari Luar Kota Semarang Hambatan lainnya menurut penuturan Pak Sulistyo Budi (51 tahun) adalah bertambah banyaknya anak jalanan dari luar kota, bukan dari Semarang. Misalkan saja dari Demak, Kendal, Rembang, dan sekitarnya. Dari 100 % jumlah anak jalanan yang ada di Semarang, sekitar 80 % nya berasal dari luar Kota Semarang. Hal ini tentu menjadi kendala tersendiri karena belum tuntas masalah anak jalanan di Kota Semarang yang dibina, sudah muncul lagi anak jalanan yang lain. Banyak hal yang mendorong anak-anak jalanan ini untuk mengadu nasib di Kota Semarang. Salah satunya adalah karena Kota Semarang merupakan salah
88
satu kota besar di Indonesia, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Kota Semarang mengalami perkembangan pesat sama halnya dengan kota-kota besar
lainnya
di
Indonesia.
Kantor-kantor,
pusat
perbelanjaan,
sarana
perhubungan, pabrik, sarana hiburan, dan sebagainya memadati seluruh bagian Kota Semarang. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor semakin banyaknya urban yang ingin mengadu nasib di Kota Semarang. Bagi sebagian orang yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentu akan mampu bertahan di kota ini, tetapi tidak demikian bagi sebagian orang yang kurang beruntung. Sulitnya mencari pekerjaan kadang kala memaksa mereka untuk mencari nafkah dengan jalan mengemis atau mengamen. Pada akhirnya mereka menjadi gelandangan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi juga terjadi pada anak-anak. Anak-anak inilah yang disebut anak jalanan. 4.2.3
Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Pendidikan
4.2.3.1 Komunikasi Strategi yang digunakan RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA kepada anak jalanan dan orang tua anak adalah dengan mendatangi langsung ke lokasi anak jalanan ataupun ke rumahnya. Pertama-tama penyampaian informasi dilakukan saat penjangkauan. Disini para pekerja sosial menjelaskan inti dari fungsi RPSA dan program-program yang dijalankan. Setelah itu anak jalanan diberikan undangan untuk berkumpul atau terkadang diadakan tutorial. Baru ketika turorial berlangsung para pekerja sosial menjelaskan fungsi, peranan, dan program-program RPSA lebih rinci. Penyampaian informasi dilakukan dengan sangat terbuka.
89
Penyampaian informasi secara langsung dan terbuka ini bertujuan untuk mendekatkan diri dengan anak jalanan dan orang tua anak jalanan agar mereka benar-benar mengerti program-program yang dijalankan oleh RPSA Gratama. Pendekatan dilakukan secara personal agar para pekerja sosial mudah mengidentifikasi potensi, latar belakang, permasalahan, dan kebutuhan anak jalanan. Untuk selanjutnya hasil identifikasi ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan metode yang tepat untuk membantu anak jalanan mengatasi masalahnya. Selain itu, penyampaian program secara langsung dan personal ini bertujuan agar tujuan dan sasaran yang diinformasikan kepada kelompok sasaran jelas. Apabila penyampaian
tujuan dan sasaran kebijakan kurang jelas atau
bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, dimungkinkan akan terjadi penolakan dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Dari beberapa orang tua anak jalanan yang diwawancarai, beberapa diantaranya kurang mengerti tujuan dari program bantuan pendidikan ini. Karena seringnya mendapatkan bantuan, secara tidak langsung timbullah ketergantungan dari orang tua anak jalanan ini terhadap belas kasihan para penderma dan akhirnya menuju pada hilangnya sikap kemandirian dari mereka untuk membiayai anak-anaknya. Ditambah dengan kurang tahunya mereka terhadap program yang dijalankan RPSA Gratama, setiap ada pekerja sosial yang datang yang ada dalam fikiran mereka adalah mereka akan mendapatkan bantuan. Semua pekerja sosial di RPSA Gratama bertanggungjawab terhadap penyampaian program-program yang dijalankan oleh RPSA karena sampai saat
90
ini hanya dua pengurus yang masih aktif yaitu Ibu Agustina Merdekawati dan Septi Kurniawati serta satu pimpinan yaitu Bapak Dwi Priyanto. Selama ini koordinasi dan komunikasi yang dilakukan RPSA dengan pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan ini masih kurang. Komunikasi dan koordinasi yang dilakukan dengan Dinas Pendidikan selama ini masih kurang intensif. Namun, karena dari Dinas Pendidikan sendiri tidak ada program khusus untuk pendidikan anak jalanan, akhirnya koordinasi yang dijalinpun kurang. Hal ini disebabkan program di RPSA dan program yang ada di Dinas Pendidikan tidak berkaitan. Koordinasi yang dilakukan dengan sekolah cukup baik. Hal ini juga untuk memantau perkembangan anak. Ketika pekerja sosial mengunjungi sekolah tempat anak jalanan bersekolah, terkadang jug dimanfaatkan untuk sharing tentang anak jalanan yang sekolah di sekolah tersebut. Selain dengan sekolah, koordinasi juga dijalin dengan orang tua anak jalanan. Karena tanpa dukungan mereka program bantuan pendidikan yang dilaksanakan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini orang tua anak jalanan diberikan bantuan agar mampu mengembangkan usaha sehingga kedepannya dapat membiayai kebutuhan anak. Ini juga bertujuan agar anak tidak menanggung beban yang seharusnya ditanggung orang tua yaitu mencari penghasilan. Tujuan akhirnya kedua program ini dapat saling mendukung sehingga anak tidak lagi turun ke jalan. Dari beberapa anak jalanan yang diwawancarai, mereka cukup jelas dengan program bantuan pendidikan yang dilaksanakan RPSA Gratama. Mereka
91
cukup mengetahui tujuan dari program ini yaitu untuk membantu mereka mendapatkan haknya yaitu hak pendidikan sehingga kedepannya mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, tidak lagi turun ke jalan. Komunikasi yang dilakukan RPSA dalam menjelaskan peranan RPSA dan program-program yang dilaksanakan cukup efektif. Anak jalanan cukup memahami peranan dan program RPSA. Namun, ada kekurangan disini. Para pekerja sosial kurang mengkomunikasikan hal ini kepada masyarakat. Selain itu, komunikasi yang dijalin dengan orang tua anak jalanan juga kurang efektif. Berdasarkan survey yang dilakukan, beberapa orang tua anak jalanan kurang begitu memahami peranan RPSA. Ada yang hanya mengharapkan bantuan saja, apalagi kalau ada program tertentu. Mereka selalu berharap mendapatkan bantuan dengan ”cuma-cuma”. Dilihat dari faktor komunikasi ini, implementasi program yang dijalankan kurang mencapai tujuan. Komunikasi yang dijalin dengan pihak-pihak terkait seperti Pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang), Dinas Pendidikan, orang tua anak jalanan, anak jalanan, dan masyarakat kurang sehingga kurang mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat George Edwards yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam mewujudkan tercapainya kebijakan secara efektif. Adanya proses komunikasi ini akan memungkinkan setiap anggota komunikasi akan saling membantu mengadakan interaksi dan saling mempengaruhi sehingga organisasi mampu mencapai tujuan.
92
4.2.3.2 Sumberdaya Pekerja sosial di RPSA Gratama, mayoritas tidak memiliki metode khusus dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan yang dilaksanakan. Hanya saja mereka mengandalkan pendekatan langsung dengan anak jalanan dan sebelum awal penyampaian para pekerja sosial selalu mengadakan rapat koordinasi
mengenai
metode-metode penyampaian,
pembagian-pembagian
wilayah, jadi sudah merupakan kesepakatan bersama seluruh petugas RPSA Gratama. Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan anak jalanan dan menjelaskan keberadaan RPSA serta program-programnya. Dalam implementasi program bantuan pendidikan ini, metode yang digunakan cukup baik, namun sumberdaya manusianya yang kurang memadai. Hal ini dikarenakan pekerja sosial yang sampai sekarang ini masih aktif tinggal beberapa orang. Ini sangat mempengaruhi pemberian pelayanan kepada anak jalanan karena kurangnya SDM yang ada. Selain itu, sumber dana (material) yang menjadi modal dalam program ini kurang cukup. Dana yang digunakan untuk membiayai program bantuan pendidikan ini berasal dari swadaya yayasan, usaha-usaha resmi yayasan, donatur tidak tetap, individu, masyarakat, dan bantuan lainnya. Dari pemerintah sendiri, kurang dalam menyikapi implementasi program ini. Terbukti dari Pemerintah Kota Semarang tidak menganggarkan dana khusus untuk pendidikan anak jalanan. Padahal pendidikan anak termasuk anak jalanan sangatlah penting dalam mengubah wawasan atau pengetahuan anak sehingga anak dapat berfikir kreatif
93
dan akhirnya tidak lagi turun ke jalan. Beberapa hal ini yang menyebabkan kurang efektifnya pemberian pelayanan kepada anak jalanan di Kota Semarang. Dilihat dari sumber daya manusia, materiil, dan metode yang digunakan RPSA Gratama ini, program yang dilaksanakan kurang maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya dana untuk program bantuan pendidikan, kurangnya SDM (pekerja sosial) yang masih aktif. Walaupun metode yang digunakan cukup baki yaitu dengan pendekatan langsung. Karena sumber daya di RPSA Gratama kurang, maka implementasi programnyapun menjadi kurang maksimal. Ada beberapa anak yang hanya mendapatkan bantuan sampai lulus SMP atau bahkan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ini sesuai dengan yang diutarakan oleh George Edwards yang menyatakan bahwa sumberdaya merupakan faktor penting dalam implementasi agar dapat berjalan efektif dan efisien. 4.2.3.3 Disposisi Disposisi merupakan sikap pelaksana para pekerja sosial di RPSA Gratama. Implementasi program bantuan pendidikan untuk anak jalanan ini membutuhkan kesungguhan dari para pekerja sosialnya. Tanpa itu kemungkinan besar upaya penanganan anak jalanan khususnya di Kota Semarang tidak akan berjalan dengan baik. Para pekerja sosial di RPSA Gratama memiliki komitmen yang kuat dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Mereka bersungguh-sungguh dalam membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak pendidikan tanpa motif profit. Para pekerja sosial ini dengan sabar dan ikhlas membantu menangani masalah anak jalanan. Mereka sama sekali tidak mengharapkan imbalan. Mereka
94
berusaha semaksimal mungkin untuk mengentaskan anak jalanan dan membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Komitmen para pekerja
sosial ini sangat berpengaruh terhadap
implementasi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan RPSA Gratama. Karena menurut George Edwards implementor yang baik harus memiliki disposisi yang baik sehingga kebijakan dapat dijalankan sesuai dengan yang ditetapkan pembuat kebijakan. 4.2.3.4 Struktur Birokrasi Sebenarnya struktur birokrasi atau struktur organisasi di RPSA Gratama tidak terlalu panjang sehingga tidak cenderung melemahkan pengawasan atau menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Ini sesuai dengan pendapat George Edwards. Namun ada kendala tersendiri dalam hal ini yaitu semakin sedikitnya jumlah pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang sehingga mempengaruhi kinerja dari para pekerja sosial itu sendiri. Kenyataan ini tentu saja dapat mempengaruhi kinerja para pekerja sosial di RPSA Gratama dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan dalam upaya penanganan anak jalanan. Tugas dan tanggungjawab yang sebelumnya sudah diatur dan dibagi menurut struktur organisasi terpaksa tidak diberlakukan kembali mengingat bahwa banyak pekerja sosial di RPSA Gratama yang sudah tidak aktif lagi. Tugas dan tanggungjawab ini selanjutnya dibebankan pada pekerja sosial atau pengurus yang lain sehingga dalam mengimplementasikan program menjadi kurang efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat George Edwards.
95
Melalui keempat faktor penentu kebijakan tersebut, dapat dianalisa sejauh mana tingkat kemanfaatan program baik secara ideal maupun berdasarkan kenyataan di lapangan serta dapat melihat dampak apa yang diharapkan dan dirasakan oleh anak jalanan sebagai kelompok sasaran dari program bantuan pendidikan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi program bantuan pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, jika dilihat dari indikator keberhasilan program RPSA Gratama cukup berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. Selain itu, program ini juga sudah cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan yang dihadapi dari segi komunikasi,
sumberdaya,
disposisi,
dan
struktur
birokrasinya.
Namun
implementasi program ini didukung oleh disposisi (sikap pelaksana) yang baik dari para implementor maupun pekerja sosial sehingga mampu mendukung implementasi program bantuan pendidikan yang dijalankan. Tolak ukur keberhasilan suatu program tidak hanya ditentukan oleh satu alat ukur saja. Jika dilihat dari intensitas anak berada di jalan atau turun ke jalan, program ini cukup berhasil. Namun turun atau tidaknya anak di jalan itu dipengaruhi seberapa besar masalah dan kondisi si anak. Anak jalanan yang sudah
96
dibina bertahun-tahun tapi masih berada di jalan belum tentu program dapat dikatakan gagal. Karena jika kondisi anak jalanan cukup parah, butuh waktu yang lama untuk membinanya agar benar-benar tidak lagi kembali ke jalan. Rata-rata keberhasilan program ini mengentaskan anak jalanan dari jalan jika dirata-ratakan dalan 3 tahun sekitar 60 % anak jalanan tidak turun ke jalan lagi. Tapi walau masih di jalan, ada perubahan dari anak jalanan ini. Anak sudah mempunyai perkembangan wawasan dan pola pikirnya sudah berubah. Jadi untuk mengetahui keberhasilannya itu tidak bisa hanya dipandang dalam sekian tahun tertentu anak masih turun di jalan atau tidak. Karena tolak ukur keberhasilan program pendidikan ini bisa dilihat dari tidak turunnya anak ke jalan lagi, kedua perkembangan pola pikirnya, yang ketiga perubahan perilakunya. Dilihat dari tolak ukur ini, dapat dikatakan RPSA Gratama Semarang sudah cukup berhasil dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
97
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Program bantuan pendidikan merupakan salah satu program yang dijalankan RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang selain program bantuan keterampilan dan bantuan orang tua ANJAL. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan Pemerintah Kota Semarang terkait penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan terdiri atas: a. pendekatan awal (penerimaan, registrasi, dan identifikasi awal); b. pertolongan pertama; c. assessment; d. rencana intervensi; e. pelaksanaan Intervensi; f. evaluasi; g. terminasi; dan h. reunifikasi Macam-macam program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama yaitu berupa uang sekolah, buku, alat tulis, seragam sekolah, tas, dan sepatu. Besarnya bantuan yang diberikan tergantung dengan kebutuhan anak. Tujuan dari program bantuan pendidikan ini adalah untuk membantu anak jalanan agar dapat mengenyam pendidikan dan mendapatkan pengetahuan yang cukup
97
98
sehingga kedepannya anak jalanan ini punya bekal yang cukup untuk memasuki dunia kerja. Tujuan finalnya agar anak tidak lagi turun ke jalan. Selain itu juga untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak mendapatkan pendidikan atau pengajaran. Bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama dimanfaatkan anak-anak jalanan penerima bantuan untuk bersekolah. Kebanyakan bersekolah di sekolah swasta. Dampaknya yaitu anak tidak turun ke jalan lagi dan anak bisa bersekolah. Bisa bekerja tetapi bukan sebagai anak jalanan. Hambatan-hambatan dalam implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama adalah sebagai berikut. 1) Pendanaan. 2) Rendahnya kesejahteraan dan tingkat pendidikan orang tua anak jalanan. 3) Hambatan dari anak jalanan. 4) Kesadaran masyarakat untuk membantu sesama masih kurang. 5) Kurang sinerginya pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program. Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi program bantuan pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang, jika dilihat dari indikator keberhasilan program, RPSA Gratama cukup berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. Selain itu, program ini juga sudah
99
cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan yang dihadapi dari segi komunikasi,
sumberdaya,
disposisi,
dan
struktur
birokrasinya.
Namun
implementasi program ini didukung oleh disposisi (sikap pelaksana) yang baik dari para implementor maupun pekerja sosial sehingga mampu mendukung implementasi program bantuan pendidikan yang dijalankan. 5.2 Saran 1) Kepada RPSA Gratama a. RPSA Gratama seharusnya menggalakkan dana dari pihak-pihak yang berkompeten dan yang terlibat agar mereka dapat mengalokasikan dana untuk pendidikan anak jalanan yang dibina. b. RPSA Gratama harus meningkatkan komunikasi dengan masyarakat secara umum tentang keberadaan RPSA, peranan, dan program-program yang dijalankan agar masyarakat lebih mengenal RPSA. Harapannya masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam membantu penanganan anak jalanan. c. RPSA Gratama harus meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan program bantuan pendidikan yang dijalankan RPSA mengingat bahwa penanganan permasalahan anak jalanan bukanlah perkara yang mudah, untuk itu pihak-pihak tersebut harus lebih bersinergi, agar penanganan tidak dilakukan secara terpisah sehingga kedepannya mendapatkan hasil yang maksimal.
100
2) Kepada Yayasan Gradhika Yayasan perlu merintis usaha sendiri misalnya usaha “kucingan”, konter pulsa, dan tambal ban agar kedepannya tidak selalu menggantungkan dana dari pemerintah dan anak-anak pasca bina bisa bekerja di sana. Selain itu, hasilnya dapat digunakan untuk membina atau untuk menyokong dana dari programprogram yang dilaksanakan termasuk program bantuan pendidikan. 3) Kepada Pemerintah Semoga kedepannya Pemerintah Kota Semarang mengalokasikan dana pendidikan khusus untuk anak jalanan. Karena selama ini program-program yang dijalankan hanyalah program pelatihan keterampilan dan bantuan untuk orang tua anak jalanan.
101
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Abi. 2009. Anak Jalanan di Semarang semakin Banyak. http://kompas.com. (14 Mei 2009). Ihsan, Fuad. 2008. Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Islamy, M. Irfan. 2009. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Kompas. 2010. Masih Banyak yang Dibiarkan Hidup di Jalanan. http://kompas.com. (23 Juli 2010).
Moleong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy. Surabaya: Putra Media Nusantara. Puji, Tri Siwi. 2010. 32 Persen Angka Putus Sekolah Nasional Ada di Jawa Tengah. http://www.republika.co.id. (06 Oktober 2010). Rosdalina. 2007. ”Aspek Keperdataan Perlindungan Hukum terhadap Anak Jalanan ”. Dalam Jurnal Anak Jalanan, Volume 4 Juli-Desember 2007 Hal 67-79 Manado:STAIN Manado. http://jurnaliqro.files.wordpress.com/2008/08/07-ros-67-78.pdf.
(18 Mei 2010). Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial anak. Jakarta: Kencana. Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Media Pustaka.
101
102
Tirtahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Undang-undang Republik Indonesia 1945. Yogyakarta: Diperbanyak oleh PT Aditya Pustaka. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang kesejahteraan Anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara. Wijayanti, Pratiwi. 2010. ”Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang”. Skripsi. Semarang : Fakultas Psikologi UNDIP.
103
LAMPIRAN
104
INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen Penelitian dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak “Gratama” Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang.”
1. Fokus : Program Bantuan Pendidikan a. Macam-macam program penanganan anak jalanan b. Macam-macam program bantuan pendidikan c. Besarnya bantuan pendidikan 2. Fokus : Implementasi Program Bantuan Pendidikan a. Pemanfaatan bantuan pendidikan b. Dampak pemberian bantuan c. Kontrol/pengawasan d. Faktor-faktor penghambat e. Tingkat keberhasilan program
105
PEDOMAN WAWANCARA Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”. Ditujukan untuk Pemerintah Kota Semarang
Idenditas Responden Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
A. Implementasi Program 1. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan? 2. Apakah dalam penanganan anak jalanan
tersebut terdapat program
pendidikan? 3. Menurut anda apakah anak jalanan di Kota Semarang sudah cukup merasakan dampak yang baik dari program pendidikan ini? 4. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam implementasi program bantuan pendidikan kepada anak jalanan? 5. Apa harapan anda terhadap pelaksanaan program bantuan pendidikan ini? 6. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi 1. Bagaimana strategi Pemerintah Kota Semarang dalam menjelaskan peranan RPSA kepada anak jalanan terkait program-program yang dilaksanakan dalam upaya penanganan anak jalanan?
106
2. Siapa saja yang bertanggungjawab dalam penyampaian program-program ini khususnya program pendidikan? 3. Bagaimana keterbukaan komunikasi dalam penyampaian program ini? 4. Bagaimanakah teknik koordinasi dan komunikasi yang telah dilakukan dalam implementasi program bantuan pendidikan ini?
C. Sumber Daya 1. Dari pemerintah Kota Semarang sendiri, siapakah yang bertanggungjawab dalam penanganan anak jalanan? 2. Apakah pemerintah Kota Semarang mempunyai metode khusus dalam pelaksanaan program penanganan anak jalanan khususnya program bantuan pendidikan? 3. Berapakah dana yang dialokasikan untuk penanganan anak jalanan di Kota Semarang? Apakah ada dana sendiri untuk pendidikan anak jalanan? Apakah dalam hal ini terdapat suatu kendala?
D. Disposisi 1. Apakah ada strategi khusus yang dilakukan pemerintah jika implementasi program penanganan anak jalanan tidak berjalan dengan baik? 2. Bagaimana sikap Satpol PP dalam menertibkan anak jalanan di Kota semarang? 3. Bagaimanakah komitmen pemerintah Kota semarang dalam penanganan anak jalanan di kota Semarang?
107
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”. Ditujukan untuk Pimpinan RPSA Gratama
Idenditas Responden Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
A. Implementasi Program 1. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan? 2. Apakah dalam penanganan anak jalanan
tersebut terdapat program
pendidikan? 3. Apa saja macam-macam program bantuan pendidikan yang dilaksanakan RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan? 4. Apakah tujuan utama dari program bantuan pendidikan ini? 5. Siapa saja sasaran utama dari program bantuan pendidikan di RPSA Gratama? 6. Berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama untuk anak jalanan? 7. Siapa sajakah pihak-pihak/instansi yang terkait dalam pelaksanaan program bantuan pendidikan ini? Apakah melibatkan orang tua anak jalanan? 8. Bagaimanakah
kontrol
terhadap
implementasi
program
bantuan
pendidikan? Apakah pengawasan dilakukan sampai ke sekolah dan anak jalanan langsung? Siapa saja pihak yang terlibat dalam pengawasan ini?
108
9. Menurut pendapat anda, bagaimanakah tingkat keberhasilan implementasi program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama dalam penanganan anak jalanan? 10. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam implementasi program bantuan pendidikan kepada anak jalanan? Apakah ada kasus bantuan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya? 11. Apa harapan anda terhadap pelaksanaan program bantuan pendidikan ini? 12. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi 1. Bagaimana strategi RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA kepada anak jalanan terkait program-program yang dilaksanakan dalam upaya penanganan anak jalanan? 2. Siapa saja yang bertanggungjawab dalam penyampaian program-program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan? 3. Bagaimana keterbukaan komunikasi dalam penyampaian program ini? 4. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan agar tujuan dari program bantuan pendidikan ini dapat terwujud? 5. Bagaimanakah koordinasi yang dilakukan RPSA Gratama dengan pihakpihak lain yang bertanggungjawab dalam implementasi program bantuan pendidikan? 6. Bagaimanakah sarana prasarana yang dipergunakan dalam penyampaian program ini?
C. Sumber Daya 1. Bagaimana sistem perekrutan pengurus di RPSA Gratama? 2. Dari mana saja sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan? 3. Bagaimanakah sistem pembagian tugas di RPSA Gratama?
109
4. Apakah RPSA Gratama mempunyai metode khusus dalam implementasi program bantuan pendidikan?
D. Disposisi/Sikap Pelaksana 1. Bagaimanakah komitmen yang anda pegang dalam upaya penanganan anak jalanan? 2. Bagaimana pendekatan yang dilakukan untuk membujuk anak jalanan agar mau ke rumah singgah (RPSA) dan bersekolah lagi? Bagaimanakah komunikasi yang dijalin? 3. Apakah ada strategi khusus dari RPSA Gratama dalam pelaksanaan program bantuan pendidikan? 4. Bagaimana cara RPSA Gratama menyikapi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan? 5. Menurut anda, bagaimana pemerintah menyikapi implementasi program bantuan pendidikan ini?
110
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”. Ditujukan untuk Pengurus RPSA Gratama
Idenditas Responden Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
Peranan dalam penanganan ANJAL :
A. Implementasi Program 1. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan? 2. Apakah dalam penanganan anak jalanan
tersebut terdapat program
pendidikan? 3. Apa saja macam-macam program bantuan pendidikan yang dilaksanakan RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan? 4. Apakah tujuan utama dari program bantuan pendidikan ini? 5. Siapa saja sasaran utama dari program bantuan pendidikan di RPSA Gratama? 6. Berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama untuk anak jalanan? 7. Siapa sajakah pihak-pihak/instansi yang terkait dalam pelaksanaan program bantuan pendidikan ini? Apakah melibatkan orang tua anak jalanan? 8. Bagaimanakah
kontrol
terhadap
implementasi
program
bantuan
pendidikan? Apakah pengawasan dilakukan sampai ke sekolah dan anak jalanan langsung? Siapa saja pihak yang terlibat dalam pengawasan ini?
111
9. Menurut pendapat anda, bagaimanakah tingkat keberhasilan implementasi program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama dalam penanganan anak jalanan? 10. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam implementasi program bantuan pendidikan kepada anak jalanan? Apakah ada kasus bantuan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya? 11. Apa harapan anda terhadap pelaksanaan program bantuan pendidikan ini? 12. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi 1. Bagaimana strategi RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA kepada anak jalanan terkait program-program yang dilaksanakan dalam upaya penanganan anak jalanan? 2. Siapa saja yang bertanggungjawab dalam penyampaian program-program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan? 3. Bagaimana keterbukaan komunikasi dalam penyampaian program ini? 4. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan agar tujuan dari program bantuan pendidikan ini dapat terwujud? 5. Bagaimanakah koordinasi yang dilakukan RPSA Gratama dengan pihakpihak lain yang bertanggungjawab dalam implementasi program bantuan pendidikan? 6. Bagaimanakah sarana prasarana yang dipergunakan dalam penyampaian program ini?
C. Sumber Daya 1. Bagaimana sistem perekrutan pengurus di RPSA Gratama? 2. Dari mana saja sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan? 3. Apakah anda mempunyai metode khusus dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan ini?
112
4. Bagaimanakah sistem pembagian tugas di RPSA Gratama?
D. Disposisi/Sikap Pelaksana 1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan untuk membujuk anak jalanan agar mau ke rumah singgah dan bersekolah lagi? 2. Bagaimanakah komitmen yang anda pegang dalam upaya penanganan anak jalanan? 3. Bagaimanakah anda menjalin komunikasi dengan anak jalanan agar implementasi program berjalan dengan baik? 4. Apakah ada strategi khusus dari RPSA Gratama dalam pelaksanaan program bantuan pendidikan? 5. Bagaimana cara RPSA Gratama menyikapi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan ini? 6. Menurut anda, bagaimana pemerintah menyikapi implementasi program bantuan pendidikan ini?
113
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”. Ditujukan untuk Anak Jalanan.
Idenditas Responden Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Sekolah/tidak
:
Penghasilan sehari-hari
:
A. Implementasi Program 1. Apa yang anda lakukan saat berada di rumah singgah? 2. Apa anda senang berada di rumah singgah? Mengapa? 3. Apakah anda pernah mengalami kesulitan saat berada di jalanan, kesulitannya apa? 4. Apakah rumah singgah memberikan bantuan saat anda mengalami kesulitan? 5. Bantuan apa yang diberikan? 6. Apa anda menerima bantuan pendidikan dari RPSA Gratama? 7. Apa anda senang dengan bantuan pendidikan yang diberikan? Mengapa? 8. Apa yang anda lakukan sehari-hari selain mencari uang di jalan? 9. Apakah anda merasakan manfaat dari program bantuan pendidikan ini? 10. Apakah anda merasa lebih baik setelah mengikuti program ini? 11. Apakah anda terpaksa mengikuti program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama ini? 12. Apakah bantuan pendidikan yang diberikan sudah cukup bagi anda? 13. Apa yang anda inginkan dari program bantuan pendidikan berikutnya?
114
B. Pemanfaatan Bantuan 1. Apa yang anda lakukan saat beraktivitas di jalanan? 2. Peralatan apa yang anda pakai saat beraktivitas di jalan? 3. Anda bersekolah atau tidak? Kalau tidak mengapa? Kalau bersekolah, sekolah dimana dan kelas berapa? 4. Apa sebabnya anda turun ke jalan? 5. Berapa uang yang anda peroleh sehari-hari? 6. Untuk apa uang yang anda peroleh itu, apakah disisihkan untuk membayar uang sekolah? Kalau tidak, siapa yang membayar uang sekolah anda? 7. Anda lebih suka bersekolah atau mencari uang? Mengapa? 8. Apakah anda menerima bantuan pendidikan dari RPSA Gratama? Dalam bentuk apa dan digunakan untuk apa? 9. Apakah anda menerima langsung bantuan tersebut? 10. Apa yang anda lakukan sepulang sekolah? Apakah masih mencari uang di jalanan? 11. Setelah lulus, apa anda ingin melanjutkan sekolah? Sekolah mana? 12. Apakah anda masih ingin turun ke jalan? Mengapa?
C. Disposisi 1. Apakah anda mengenal semua pengurus RPSA Gratama? Bagaimana sikap mereka kepada anda? 2. Apakah anda pernah dimarahi? Kalau pernah kenapa? 3. Apakah anda pernah digaruk atau terkena razia oleh petugas keamanan? 4. Bagaimana perlakuan petugas keamanan kepada anda? 5. Apakah anda pernah dipukuli?
115
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”. Ditujukan untuk Masyarakat.
Idenditas Responden Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
A. Implementasi Program 1. Menurut anda apakah program bantuan pendidikan ini bisa membuat Kota Semarang bebas dari anak jalanan? 2. Menurut anda apakah dengan adanya program ini anak jalanan akan turun lagi ke jalan? 3. Apakah anda sebagai masyarakat ikut merasakan dampak dari program penanganan anak jalanan ini? 4. Apa harapan anda dengan adanya program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama ini? 5. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi 1. Apakah masyarakat ikut bertanggungjawab dalam penyampaian program ini kepada anak jalanan? 2. Apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat dalam membantu pelaksanaan program bantuan pendidikan ini?
116
C. Disposisi 1. Bagaimana pemberdayaan dari masyarakat dalam pelaksanaan program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama? 2. Bagaimana masyarakat menyikapi program ini? 3. Apakah ada strategi khusus dalam upaya penanganan anak jalanan?
117
DOKUMENTASI
1.
Data observasi digunakan untuk menyempurnakan hasil wawancara. Fokus observasi pada penelitian ini adalah gambaran umum RPSA Gratama Semarang.
2.
Indikator a. Sejarah RPSA Gratama semarang. b. Struktur organisasi RPSA Gratama Semarang. c. Visi dan Misi RPSA Gratama Semarang. d. Pelayanan anak jalanana di RPSA Gratama Semarang -
Penerimaan pelayanan.
-
Prinsip-prinsip pelayanan di RPSA Gratama Semarang.
e. Indikator keberhasilan program di RPSA Gratama Semarang.
118
Foto Hasil Penelitian Implementasi Program Bantuan Pendidikan di RPSA ”Gratama” dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang
Foto RPSA “Gratama” Semarang
Foto Bapak DWi Priyanto Pimpinan RPSA Gratama Semarang
Foto Ruang Tamu di RPSA Gratama
Foto Perpustakaan RPSA Gratama
119
Foto Kamar Tidur untuk Anak
Foto Tempat Beribadah di RPSA Gratama
Jalanan di RPSA Gratama
Foto Salah Satu Fasilitas di RPSA Gratama Semarang
Foto Ruangan Pekerja Sosial di RPSA Gratama
120
Foto Salah Satu Fasilitas di RPSA Gratama Semarang
Foto Ruangan Pimpinan dan Konseling Di RPSA Gratama
Aktivitas Anak Jalanan di Jalan
Foto Salah Satu Pekerja Sosial saat Melakukan Penjangkauan
121
Foto Salah Satu Rumah Anak Jalanan
Foto Penjangkauan ke Salah Satu Rumah Anak Jalanan
Foto Anak-anak Jalanan yang sedang
Foto Pemberian Bantuan Pendidikan
Mengikuti Tutorial
kepada Anak Jalanan
122
Foto Pemberian Bantuan Pendidikan kepada Anak Jalanan
Foto Pemberian beasiswa dan Bantuan Pendidikan kepada Anak Jalanan
Foto Anak-anak Jalanan yang sedang Mengikuti Pelatihan Ketrampilan Komputer
123
Foto Salah satu Pemberdayaan Orang Tua Anak Jalanan
Foto Reunifikasi (Pengembalian) Anak Jalanan kepada Orang Tua