IMPLEMENTASI PRAKTEK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI INDONESIA Mario Maurice Sinjal Senior Associate
Nurjadin Sumono Mulyadi & Partners Law Office
Jakarta, 12 April 2016 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
Dasar Hukum 1. Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU No. 21 Tahun 2000”); 2. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No. 13 Tahun 2003”); 3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-150/MEN/2000 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja Dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian Di Perusahaan (“Kepmenaker No. 150 Tahun 2000”); dan 4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 232 Tahun 2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah (“Kepmenakertrans No. 232 Tahun 2003”).
Page 3
©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
2
Perusahaan mempersiapkan alasan seleksi PHK terhadap masing-masing pekerja
Mengingat sebagian pekerja merupakan pengurus dari Serikat Pekerja, dikhawatirkan terjadinya Union Busting
Memuat alasan PHK, Surat Skorsing dan Penghitungan Pesangon bagi Para Pekerja
Page 4
Identitas Para Pekerja Identifikasi Para Pekerja
Jumlah Pekerja di PHK Data Masing-Masing Pekerja, meliputi: gaji; masa kerja; cuti tahunan yang belum diambil; dan penghitungan Paket PHK.
Sosialisasi rencana PHK oleh Perusahaan dengan berdiskusi terlebih dahulu dengan LKS Bipartit
Surat Pemberitahuan PHK oleh Perusahaan
Jika Pekerja menerima, maka Para Pihak langsung membuat Perjanjian Bersama
©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
Jika Pekerja menolak, maka, dilanjutkan dengan Proses Perundingan Bipartit
Meminta pengamanan kepada Polisi
Potensi Demo/Mogok Kerja oleh Pekerja/Serikat Pekerja (SP)
Pemberian Undangan Bipartit ditujukan kepada Pekerja tergabung SP
Perundingan Bipartit dengan Pekerja dan/atau SP selaku Perwakilan Pekerja
Pemberian Undangan Bipartit ditujukan kepada Pekerja Non SP
Perundingan Bipartit dengan Pekerja dan/atau kuasanya
Undangan Perundingan Bipartit
Page 5 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2015
Potensi Demo/Mogok Kerja oleh Pekerja/SP
Jika salah satu Pihak tidak hadir, maka akan dilakukan Pemanggilan Kembali 1 (satu) kali lagi Daftar Hadir Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit
Jika Para Pihak Hadir
Page 6 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
Risalah Perundingan Bipartit
Para Pekerja menandatangani dan menerima hasil perundingan
Risalah Perundingan Bipartit
1.
2.
Pekerja menolak dan tidak mau menandatangani hasil perundingan; atau Pekerja menolak namun bersedia menandatangani Risalah Bipartit.
Pembuatan Perjanjian Bersama
Mencatatkan Perselisihan ke Institansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
Pendaftaran Perjanjian Bersama ke PHI
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat, menawarkan kepada para pihak cara penyelesaiannya. (Apabila tidak menetapkan pilihan dalam 7 hari kerja diberikan kepada Mediator)
Page 7
©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
6
Para Pihak sepakat dan setuju dengan hasil mediasi
Para Pihak membuat Perjanjian Bersama dan mendaftarkan ke PHI
Proses Tripartit dengan Mediasi
Para Pihak menerima isi Anjuran
Para Pihak tidak setuju dengan hasil mediasi
Mediator mengeluarkan Anjuran
Ada Pihak yang Menolak isi Anjuran
Page 8 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
Pembuatan Perjanjian Bersama dan mendaftarkan ke PHI
Pengajuan Gugatan ke PHI Pengajuan melalui Gugatan ke PHI Pengadilan setempat
Meminta pengamanan kepada Polisi
Potensi Demo/Mogok Kerja oleh Pekerja/SP
Melakukan komunikasi dengan Pengurus SP
Melakukan komunikasi dengan organisasi lain diluar SP (apabila diperlukan)
Page 9 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2015
Kemungkinan Demo atau Mogok Kerja oleh para pekerja selain yang terkena PHK
Apabila Diatur Dalam Peraturan Perusahaan Surat Perintah Kembali Bekerja
Jika Pekerja Menolak
PHK Pekerja karena melakukan kesalahan berat
Berdasarkan BerdasarkanKepmenaker Kepmenaker No. No.232 232Tahun Tahun 2003 2003 Surat Surat Perintah Perintah Kembali Kembali Bekerja Bekerja
2 kali Jika menolak Pekerja dalam Menolak tenggang 7 hari
PHK Pekerja Pekerja dianggap karena mengundurkan melakukan kesalahan diri berat
Berdasarkan Kepmenaker No. 150 Tahun 2000
Menolak 3 kali Perintah/ Penugasan
Tetap melakukan pelanggaran lagi
Pekerja dikenakan PHK
Catatan: Para Pihak sepakat dan setuju dengan hasil mediasi
Para Pihak membuat Perjanjian Bersama dan mendaftarkannya ke PHI
PHI bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: -
Proses Pengadilan Hubungan Industrial (Mengikuti Persidangan Hukum Acara Perdata)
Pengajuan Gugatan dari salah satu pihak
Perselisihan Hak Perselisihan Kepentingan Perselisihan PHK Perselisihan antara SP/SB
Pemberian Jawaban dari Tergugat dan Gugatan Rekonvensi
Replik dari Penggugat
Pengajuan Duplik dari Tergugat
Pengajuan Bukti dari Penggugat dan Tergugat
Pembacaan Putusan
Penyampaian Kesimpulan dari Para Pihak
Pemeriksaan Saksi (Apabila Diperlukan)
Pengajuan Bukti dari Penggugat dan Tergugat
Maksimal 50 hari kerja sejak sidang Pertama Page 10 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TAHAPAN IDENTIFIKASI PEKERJA YANG AKAN DI PHK Persiapan Data-Data dan DokumenDokumen oleh Perusahaan dalam rangka PHK Adanya Kemungkinan Demo Disertai Laporan Union Busting oleh SP/Pekerja Page 11 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2015
TAHAPAN IDENTIFIKASI PEKERJA YANG AKAN DI PHK 1. Perusahaan mempersiapkan data-data dan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. Jumlah pekerja yang akan di PHK; b. Nama pekerja yang akan di PHK; c. Masa kerja; d. Upah pekerja; e. Cuti tahunan yang belum diambil; f. Divisi dan Jabatan; g. Tunjangan tetap dan tidak tetap (Tunjangan Makan, Tunjangan Transport dan lainnya); h. Tergabung dalam serikat pekerja apa; i. Perjanjian kerja masing-masing pekerja; dan j. Slip gaji masing-masing pekerja. Page 12 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TAHAPAN IDENTIFIKASI PEKERJA YANG AKAN DI PHK 2. Union Busting(Pemberangusan Serikat Pekerja) Dikhawatirkan Pekerja dan SP akan melakukan penolakan PHK dengan melakukan tindakan-tindakan hukum berupa aksi mogok dan/atau demonstrasi, pelaporan kepada instansi ketenagakerjaan terkait, pelaporan kepada pihak kepolisian dan/atau gugatan perdata ke pengadilan negeri dengan alasan Union Busting (Pemberangusan SP) yang dilakukan oleh Perusahaan. Ancaman Hukuman : denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah) dan/atau sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun. Dasar Hukum : Pasal 28 jo. Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 Solusi : Perusahaan harus mempersiapkan dasar dan alasan PHK yang kuat sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 dan Peraturan Perusahaan.
Page 13 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TAHAPAN SOSIALISASI RENCANA PHK OLEH PERUSAHAAN DISAMPAIKAN PADA FORUM LKS BIPARTIT Perusahaan melakukan sosialisasi kepada pekerja, baik secara tertulis (pengumuman) maupun melakukan sosialisasi langsung yang disampaikan dalam forum Lembaga Kerja Sama (“LKS”) Bipartit yang menyebutkan: a. alasan-alasan dan kondisi perusahaan yang sedang dalam masa sulit sehingga Perusahaan berencana melakukan perampingan; atau b. alasan-alasan yang dimungkinkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 dan Peraturan Perusahaan. Setelah melakukan sosialisasi tersebut, Perusahaan akan mempersiapkan surat pemberitahuan kepada pekerja-pekerja yang akan dikenakan PHK. Perusahaan dalam hal ini juga mempersiapkan Surat Pemberitahuan PHK kepada pekerja, hal tersebut sebaiknya disampaikan langsung oleh Perusahaan kepada pekerja. Page 14
©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TAHAPAN SURAT PEMBERITAHUAN PHK & SURAT SKORSING Surat pemberitahuan memuat alasan PHK dan penghitungan kompensasi yang akan diberikan oleh Perusahaan. Jika pekerja menerima PHK tersebut maka selanjutnya akan dibuat Perjanjian Bersama dan ditandatangani oleh para pihak dan selanjutnya dicatatkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”). Jika pekerja menolak, maka Perusahaan akan melakukan proses bipartit. Sebelum melakukan perundingan bipartit terhadap pekerja yang menolak Surat Pemberitahuan PHK, Perusahaan memberikan skorsing terlebih dahulu kepada pekerjapekerja tersebut. Skorsing dimaksudkan untuk menahan pekerja yang akan di PHK agar tidak masuk ke dalam lingkungan kerja karena dikhawatirkan dapat mempengaruhi pekerja lain dalam Perusahaan. Perusahaan harus tetap membayarkan upah dan hak-hak lain yang biasa diterima oleh pekerja-pekerja tersebut selama menjalani masa skorsing. Perusahaan dapat meminta pengembalian atribut dan barang milik Perusahaan beserta dengan atributnya sejak bipartit berlangsung.
Page 15 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
Tahapan MEMPERSIAPKAN UNDANGAN BIPARTIT Terdapat 2 (dua) serikat pekerja dalam Perusahaan, maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 151 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003, dalam hal pekerja dan Perusahaan telah melakukan segala upaya,*) tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK tersebut wajib dirundingkan oleh Perusahaan dan serikat pekerja. *) Sebaiknya, hal tersebut telah dilakukan oleh Perusahaan atau setidaktidaknya ada tindakan untuk memenuhi persyaratan tersebut, sehingga Perusahaan dapat mengantisipasi jika pekerja mempermasalahkan hal tersebut.
Page 16 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
APABILA UNDANGAN BIPARTIT DITUJUKAN KEPADA PEKERJA YANG TERGABUNG DALAM SERIKAT PEKERJA Apabila pekerja yang akan di PHK tergabung dalam SP, maka perundingan bipartit dapat dilakukan melalui SP masing-masing terlebih dahulu sebelum melakukan perundingan dengan pekerja yang akan di PHK tersebut. Surat Kuasa Khusus Apabila pekerja menunjuk SP sebagai perwakilannya dalam perundingan bipartit. Pekerja juga dapat melakukan komunikasi dan diskusi dengan pengurus masing-masing serikat pekerja, untuk membantu dalam terciptanya kesepakatan dalam bipartit.
Page 17 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2015
APABILA UNDANGAN BIPATRIR DITUJUKAN KEPADA PEKERJA YANG TIDAK TERGABUNG DALAM SERIKAT PEKERJA Untuk pekerja yang tidak termasuk dalam SP dapat dilakukan proses bipartit langsung kepada pekerja tersebut. Perlu menjadi pertimbangan bagi Perusahaan apabila pekerja tersebut pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam SP, maka tahapan perundingan juga akan dilakukan melalui SP terlebih dahulu.
Page 18 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TAHAPAN PERUNDINGAN BIPATRIT Pada saat proses bipartit ini, Perusahaan harus telah mempersiapkan halhal sebagai berikut: a. Daftar hadir dalam perundingan bipartit; b. Draft Risalah perundingan bipartit; c. Draft Perjanjian Bersama (dalam hal perundingan bipartit diterima oleh Para Pihak); dan d. Perhitungan kompensasi PHK (dalam hal ini uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 56 Peraturan Perusahaan atau uang pisah sesuai dengan ketentuan Pasal 57 Peraturan Perusahaan).
Page 19 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
18
TAHAPAN PERUNDINGAN BIPARTIT Dalam hal pekerja/serikat pekerja tidak menghadiri proses bipartit sesuai dengan jadwal yang ditentukan dalam surat panggilan pertama, Perusahaan harus mengirimkan surat panggilan kedua sampai surat panggilan ketiga. Apabila dalam panggilan ketiga pekerja/serikat pekerja tetap tidak menghadiri proses bipartit, maka Perusahaan dapat melanjutkan proses penyelesaian PHK kepada proses tripartit.
Page 20 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TABEL PENGHITUNGAN UANG KOMPENSASI YANG DIBERIKAN OLEH PERUSAHAAN KEPADA PEKERJA BERDASARKAN 1 (SATU) KALI KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN YANG BERLAKU
NO.
MASA KERJA
UANG PESANGON
UANG PENGHARGAAN MASA KERJA
UANG PENGGANTIAN PERUMAHAN, PENGOBATAN DAN PERAWATAN
UANG PENGGANTIAN CUTI YANG BELUM DIAMBIL
JUMLAH UANG KOMPENSASI BAGI PEKERJA
(15% dari Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja)
1.
<1 tahun
1 bulan upah
-
0,15 bulan upah
1,15 bulan upah
2.
1 - <2 tahun
2 bulan upah
-
0,3 bulan upah
2,3 bulan upah
3.
2 - <3 tahun
3 bulan upah
-
0,45 bulan upah
3,45 bulan upah
4.
3 - <4 tahun
4 bulan upah
2 bulan upah
0,9 bulan upah
6,9 bulan upah
5.
4 - <5 tahun
5 bulan upah
2 bulan upah
1,05 bulan upah
8,05 bulan upah
6.
5 - <6 tahun
6 bulan upah
2 bulan upah
1,2 bulan upah
9,2 bulan upah
7.
6 - <7 tahun
7 bulan upah
3 bulan upah
1,5 bulan upah
11,5 bulan upah
8.
7 - <8 tahun
8 bulan upah
3 bulan upah
1,65 bulan upah
12,65 bulan upah
9.
8 - <9 tahun
9 bulan upah
3 bulan upah
1,8 bulan upah
13,8 bulan upah
10.
9 - <12 tahun
9 bulan upah
4 bulan upah
1,95 bulan upah
14,95 bulan upah
11.
12 - <15 tahun
9 bulan upah
5 bulan upah
2,1 bulan upah
16,1 bulan upah
12.
15 - <18 tahun
9 bulan upah
6 bulan upah
2,25 bulan upah
17,25 bulan upah
13.
18 - <21 tahun
9 bulan upah
7 bulan upah
2,4 bulan upah
18,4 bulan upah
14.
21 - <24 tahun
9 bulan upah
8 bulan upah
2,55 bulan upah
19,55 bulan upah
9 bulan upah
10 bulan upah
2,85 bulan upah
21,85 bulan upah
15.
24 tahun atau lebih
Page 21 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
TABEL PENGHITUNGAN UANG KOMPENSASI YANG DIBERIKAN OLEH PERUSAHAAN KEPADA PEKERJA BERDASARKAN 2 (DUA) KALI KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN
NO.
MASA KERJA
UANG PESANGON (Pemberian 2 Kali)
UANG PENGHARGAAN MASA KERJA
UANG PENGGANTIAN PERUMAHAN, PENGOBATAN DAN PERAWATAN
UANG PENGGANTIAN CUTI YANG BELUM DIAMBIL
JUMLAH UANG KOMPENSASI BAGI PEKERJA
(15% dari Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja)
1.
<1 tahun
2 bulan upah
-
0,3 bulan upah
2,3 bulan upah
2.
1 - <2 tahun
4 bulan upah
-
0,6 bulan upah
4,6 bulan upah
3.
2 - <3 tahun
6 bulan upah
-
0,9 bulan upah
6,9 bulan upah
4.
3 - <4 tahun
8 bulan upah
4 bulan upah
1,8 bulan upah
13,8 bulan upah
5.
4 - <5 tahun
10 bulan upah
4 bulan upah
2,1 bulan upah
16,1 bulan upah
6.
5 - <6 tahun
12 bulan upah
4 bulan upah
2,4 bulan upah
18,4 bulan upah
7.
6 - <7 tahun
14 bulan upah
6 bulan upah
3 bulan upah
23 bulan upah
8.
7 - <8 tahun
16 bulan upah
6 bulan upah
3,3 bulan upah
25,3 bulan upah
9.
8 - <9 tahun
18 bulan upah
6 bulan upah
3,6 bulan upah
27,6 bulan upah
10.
9 - <12 tahun
18 bulan upah
8 bulan upah
3,9 bulan upah
29,9 bulan upah
11.
12 - <15 tahun
18 bulan upah
10 bulan upah
4,2 bulan upah
32,2 bulan upah
12.
15 - <18 tahun
18 bulan upah
12 bulan upah
4,5 bulan upah
34,5 bulan upah
13.
18 - <21 tahun
18 bulan upah
14 bulan upah
4,8 bulan upah
36,8 bulan upah
14.
21 - <24 tahun
18 bulan upah
16 bulan upah
5,1 bulan upah
39,1 bulan upah
18 bulan upah
20 bulan upah
5,7 bulan upah
43,7 bulan upah
15.
24 tahun atau lebih
Page Page2222 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016
PAJAK PENGHASILAN YANG DIKENAKAN DALAM PENGHITUNGAN UANG KOMPENSASI YANG DIBERIKAN OLEH PERUSAHAAN KEPADA PEKERJA Dalam tabel penghitungan pesangon pada slide sebelumnya, jumlah yang diterima pekerja masih harus dikurangi dengan Pajak Penghasilan, yang diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (“UU No. 36 Tahun 2008”). Jumlah total penghasilan yang diterima atas Pemutusan Hubungan Kerja ditetapkan sebagai berikut: Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000
5%
Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000
15%
Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000
25%
Di atas Rp. 500.000.000
30%
Page 22 ©NURJADIN SUMONO MULYADI & PARTNERS 2016