IMPLEMENTASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA HASIL PERTANIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Romi Adetio Setiawan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, IAIN Bengkulu
[email protected] Abstract: Implementation of Value Added Tax on agricultural product in Islamic Perpective. To reduce Indonesia's dependence on foreign debt, the government tightened fiscal policy, by increasing the tax revenue in the Budget Revenue and Expenditure or APBN-P 2013 that reached Rp 916.2 trillion or 92.06 percent of the target of Rp 995.2 trillion. Of course, to increase tax revenues, the government has made tax reform one of them by applying the Value Added Tax (VAT) for all types of goods including agricultural products. Indonesia is an agrarian country, and farmers are the livelihood of the majority, so it is necessary for the government to consider tax for agricultural products, and to ensure the people are not suffering by implementation of agri-products taxes. VAT collection is not at issue in Islam, although there are some Wahhabi clerics that forbid it, but jumhur scholars agree that VAT is allowed by adapting the principle of maslahah and justice, thus, the taxes collected will be adapted to the religious and juridical norms. Keyword: Value Added Tax, Tax in Islam, Islamic Economics Abstrak: Implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Hasil Pertanian Dalam Perspektif Islam. Untuk mengurangi ketergantungan Indonesia dengan hutang luar negeri, maka pemerintah memperketat kebijakan fiskal, yaitu dengan meningkatkan realisasi penerimaan pajak dalam APBN-P 2013 yang saat ini mencapai Rp 916,2 triliun atau 92,06 persen dari target Rp 995,2 triliun. Tentunya untuk meningkatkan pendapatan pajak, pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan salah satunya dengan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk segala jenis barang termasuk barang hasil pertanian. Indonesia merupakan negara agraria, dan petani merupakan mata pencarian mayoritas, sehingga perlu bagi pemerintah untuk mempertimbangkan pemungutan pajak bagi produk pertanian, sehingga tidak menyengsarakan rakyat. Pemungutan PPN tidak dipermasalahkan dalam Islam, meski ada beberapa ulama wahabi yang mengharamkannya, namun jumhur ulama sepakat bahwa PPN diperbolehkan, namun disesuaikan dengan asas maslahah dan keadilan sehingga tidak terjadi pemungutan/penarikan secara zalim. Kata kunci: Pajak Pertambahan Nilai, Pajak dalam Islam, Ekonomi Islam
penerimaan pajak dalam APBN-P 2013
Pendahuluan
mencapai Rp 916,2 triliun atau 92,06 berupaya
persen dari target Rp 995,2 triliun.1
ketergantungan
Realisasi ini lebih rendah dibandingkan
pembangunan dari bantuan luar negeri, hal
pencapaian pada APBN-P 2012. Kala itu,
ini terlihat dari usaha pemerintah dalam
realisasi penerimaan pajak 94,38 persen
mencari sumber APBN melalui kebijakan
(Rp 835,25 triliun dari target Rp 885,02
Pemerintah untuk
fiskal
Indonesia
mengurangi
yaitu
dengan
meningkatkan
optimalitas pemungutan pajak, hal ini terbukti
hingga
tahun
2013
realisasi
1
AnggaranPendapatanBelanja Negara (APBN) 2013, Kemenkeu RI
MIZANI VOL. IX, NO.1, Februari 2015
triliun)2.
Oleh
karena
itu,
guna
meningkatkan pendapatan dari sumber
(PPN)
pada
produk
pertanian
serta
solusinya dalam Islam.
pajak, pemerintah mulai merevisi undangundang
perpajakan,
berbagai
dan
reformasi
perpajakan,
melakukan
dalam
untuk
sistem
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
mengurangi
ketergantungan negara terhadap hutang luar negeri.
pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib
Salah satu yang saat ini sedang hangat
Menurut UU No 28 Tahun 2007,
dibahas
yaitu
kepada negara yang terutang oleh orang
Keputusan
pribadi atau badan yang bersifat memaksa
Mahkamah Agung melalui keputusan MA
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
Nomor 70 Tahun 2014
3
menyatakan
mendapatkan imbalan secara langsung dan
penyerahan barang hasil pertanian yang
digunakan untuk keperluan negara bagi
dihasilkan
sebesar-besarnya
dari
usaha
pertanian,
untuk
kemakmuran
perkebunan, dan kehutanan oleh pengusaha
rakyat.
kena pajak dikenai PPN. Barang itu
mendefinisikan
meliputi produk seperti kakao, kopi, biji
pengalihan sumber-sumber yang wajib
pala, sawit, biji mente, lada, cengkeh dan
dilakukan dari sektor swasta kepada sektor
getah karet. Sementara untuk produk
pemerintah berdasarkan peraturan tanpa
hortikultura seperti pisang, jeruk, mangga,
mendapat suatu imbalan kembali yang
salak,
langsung dan seimbang, agar pemerintah
dan
durian.
Berbagai
dampak
Menurut
Sommerfield
pajak
adalah
kemudian dapat timbul akibat pengenaan
dapat
melaksanakan
pajak ini, yang dapat menjadikan petani
menjalankan pemerintahan4.
semakin tertekan. Untuk
Pajak
mengambil
sikap
atas
hal ini
fungsi
meningkatkan
Penjualan
pajak
memadai
perekonomian perspektif
dalam nasional,
hukum
Islam,
dalam dampak
implementasi Pajak Pertambahan Nilai
tugas-tugasnya
Pertambahan
Nilai
merupakan pengganti dari Pajak Penjualan.
kenyataan ini kiranya perlu mengetahui pajak
suatu
disebabkan dirasa
lain
sudah
untuk menampung
masyarakat sasaran
karena
dan
belum
Pajak
tidak
lagi
kegiatan mencapai
kebutuhan pembangunan, antara
untuk
meningkatkan penerimaan
2
“Realisasi Kenaikan penerimaan pajak rendah” dalam http://www.republika.co.id, diakses pada 10 November 2014 3 “Produk Pertanian Dikenai PPN 10%, Petani Semakin Tertekan” dalam http://agrofarm.co.id, diunduh pada 28 November 2014
4
Sommerfeld, Ray M.; Anderson, Herschel M.; Brock, Horace R. (15 Agustus 1972). An Introduction to Taxation [Pengantar Perpajakan] (dalam bahasa Inggris). Forth Worth: Harcourt College Publishers. ISBN 9780155463035
Romi Adetio Setiawan : Impelementasi Pajak Pertambahan Nilai
negara,
mendorong
ekspor,
dan
Daftar harga beli dan harga jual
pemerataan pembebanan pajak. HARGA
HARGA
BELI
JUAL
Departemen
Rp
Rp
A
30.000.000
35.000.000
Departemen
Rp
Rp
B
35.000.000
45.000.000
Departemen
Rp
Rp
C
45.000.000
60.000.000
Departemen
Rp
Rp
D
60.000.000
80.000.000
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean) baik konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) maupun konsumsi Jasa Kena Pajak (JKP). Oleh karena itu, barang yang tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean atau barang yang diekspor dikenakan pajak dengan tarif 0% dan sebaliknya untuk impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam negeri. 5 PPN dihitung berdasarkan tarif
Setelah diketahui nilai jual dan nilai
PPN dikalikan dasar pengenaan pajaknya.
beli masing-masing departemen maka
Tarif PPN adalah 10%. Dan pengenaan
selanjutnya dapat ditentukan P masukan
pajak yang digunakan untuk penyerahan
dan PPN keluarannya. Daftar PPN
Barang Kena Pajak adalah sebesar nilai jualnya. Sebagai contoh, kapas dibeli dari petani kapas seharga Rp 30.000.000,kemudian kapas olahan ditransfer ke departemen dengan harga Rp 35.000.000,benang
ditransfer
dengan
harga
Rp
45.000.000,- dan kain ditransfer dengan harga Rp 60.000.000,- sedangkan harga jual baju adalah Rp 80.000.000,-. Dari
data
tersebut,
tiap
departemen
PPN
KELUARAN
TERUTANG
Rp 3.500.000
Rp 3.500.000
Rp 4.500.000
Rp 1.000.000
Rp 6.000.000
Rp 1.500.000
Rp 8.000.000
Rp 2.000.000
A Departemen
Rp
B
3.500.000
Departemen
Rp
C
4.500.000
Departemen
Rp
D
6.000.000
sebelum
perlu
mengetahui harga beli dan harga jual antar departemen.
PPN
MASUKAN Departemen
PPN masukan untuk departemen A
menghitung PPN masukan dan PPN Keluaran,
PPN
adalah
nihil.
Hal
pembelian
yang
departemen
A
merupakan
ini
dilakukan
adalah
hasil
dikarenakan oleh
kapas
yang
pertanian
dan
pengecualian barang kena pajak. Dari 5
Supramono, Perpajakan Indonesia – MekanismedanPerhitungan, (Yogyakarta, PenerbitAndi, 2008), h. 125
penghitungan tersebut PPN terutang untuk departemen A Sebesar Rp 3.500.000
MIZANI VOL. IX, NO.1, Februari 2015
departemen B departemen
sebesar Rp 1.000.000
C
Rp
1.500.000
c. al-Usyr ( bea cukai bagi para
dan
pedagang non muslim yang masuk ke Negara Islam )7
departemen D sebesar Rp 2.000.000.
Dalam perspektif Islam terdapat Pajak Dalam Perspektif Hukum Islam
dua pendapat tentang pajak. Sejumlah ulama ada yang mengharamkan pajak,
Menurut
data
dari
Direktorat
namun
jumhur
(mayoritas)
ulama
Jendral Perpajakan bahwa saat ini baru
menghalalkan pajak. Kalangan ulama yang
sekitar 20 juta atau 18% dari total 110 juta
mengharamkan pajak mengacu pada hadits
pekerja aktif di Indonesia yang ber-NPWP.
Nabi saw. yang menegaskan bahwa:
Sedangkan dari 12,9 juta perusahaan yang
"Tidak akan masuk surga orang yang
beroperasi di Indonesia baru hampir 2 juta
memungut mukus" (HR. Abu Dawud,
atau 15,5% perusahaan badan yang ber-
Ahmad,
NPWP. Artinya, 82% pekerja aktif dan
Khuzaimah).
84,5% perusahaan badan di Indonesia
"Sesungguhnya penarik mukus (tempatnya
belum ber-NPWP.6 Alasan mereka belum
ada/diadzab) di neraka. "8
ber-NPWP bermacam-macam. Mulai dari
al-Baihaqi, Dan
Ulama-ulama
al-Hakim, sabda
Nabi
Madzhab
Ibn saw:
Wahabi
ingin menghindari pajak, merasa tidak
seperti Muhammad Nashiruddin al-Albani,
punya waktu ngurus NPWP, atau alasan-
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,
alasan lainnya. Tapi yang menarik adalah,
Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, dan
ada juga yang enggan ber-NPWP karena
Adz-Dzahabi menyamakan mukus ataupun
berkeyakinan bahwa pajak adalah haram
'usyr (artinya sepersepuluh) sebagai pajak
dalam agama.
atau cukai sehingga mereka, para ulama
Dalam ajaran Islam pajak sering
Wahabi itu, mengharamkan pajak dan bea
diistilahkan dengan adh-Dharibah yang
cukai, dan menfatwakan bahwa petugas
jama’nya adalah adh-Dharaib. Di sana ada
pajak maupun petugas bea cukai adalah
istilah-istilah lain yang mirip dengan pajak
pelaku dosa besar sehingga akan diazab
atau adh-dharibah diantaranya adalah :
dan tempat kembalinya adalah neraka
a. al-Jizyah dibayarkan
(
upeti ahli
yang kitab
harus kepada
pemerintahan Islam ) b. al-Kharaj(
pajak
Lalu bagaimana dengan jumhur (mayoritas) ulama lainnya? Jumhur ulama
bumi
yang
dimiliki oleh Negara ) 6
jahannam.
“Apakah Agama Mengharamkan Pajak?” didalam http://pajak.go.id, diunduh pada 15 November 2015
7
Nasim Hasan Shah "The concept of Al‐Dhimmah and the rights and duties of Dhimmis in an Islamic state", dalam Institute of Muslim Minority Affairs. Journal, 9:2, 217-222 (March 2007) 8 HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7
Romi Adetio Setiawan : Impelementasi Pajak Pertambahan Nilai
berpendapat mukus ataupun 'usyr tidak
layanan publik lainnya adalah bukan
dapat digeneralisasikan sebagai bea cukai
pungutan zhalim sehingga halal untuk
apalagi pajak. Secara etimologis, mukus
dipungut/dipotong
artinya pengurangan dengan penzhaliman.
pemerintah untuk kepentingan masyarakat
Sehingga mukus adalah segala pungutan
juga.
(uang) yang diambil oleh makis (pemungut
sebagai
Bahkan
pajak
oleh
mulai
masa
mukus atau kolektor retribusi) dari para
kepemerintahan khalifah kedua Islam,
pedagang yang lewat dengan cara-cara
Sayyidina 'Umar bin al-Khaththab ra.,
zhalim.
pemerintah
Sesuai
dengan
hadith
yang
negara
Islam
saat
itu
berbunyi “Tidak akan masuk surga orang
memungut 'usyr alias pajak 10% atau cukai
yang mengambil pajak mukus (secara
sebesar 10% atas suatu komoditas demi
zhalim) “ ( HR Abu Daud, hadits ini sahih
kemaslahatan masyarakat. 'Abdur Razaq
menurut al-Hakim; dan dhaif menurut
dalam
AlBani).
meriwayatkan dari 'Abdullah ibn 'Umar ra.
Lalu apakah pajak yang dipungut pemerintah
untuk
'Abd
ar-Razaq
yang menuturkan bahwa ayahnya 'Umar
fasilitas
bin Khaththab ra. memungut pajak dari
publik untuk dinikmati oleh para pembayar
Nabth (gandum dan minyak zaitun) sebesar
pajak itu juga adalah pungutan yang
½ 'usyr (5%) agar mereka lebih banyak
menzholimi? Para jumhur ulama Ahlul
membawanya
Sunnah
empat
'Umar bin Khaththab ra juga memungut
dan
'usyr (10%) dari komoditas al-Quthniyah
Hanbali, sepakat bahwa pajak tidak dapat
(biji-bijian seperti Adas, Buncis, dsb).
serta merta di-qiyas-kan (di-analogi-kan)
Peristiwa
sebagai pungutan yang zhalim. Jumhur
diriwayatkan oleh Ibn Abiy Syai'bah di
ulama
dalam Mushannaf Ibn Abi Syai'bah dari
wal
membiayai
Mushannaf
Jama'ah
madzhab, Syafi'i,
sepakat
dari
Hanafi,
Maliki
bahwa
pajak
yang
dipungut/dipotong oleh pemerintah guna mendanai masyarakat tersedianya jembatan,
dan
memenuhi
luas
seperti:
Madinah.
fakta
sejarah
Sayyidina
itu
juga
'Ubaydullah bin 'Abdullah ra.
kebutuhan
Maka tak heran jika jumhur ulama
membiayai
Madzhab Syafi'i, seperti Imam al-Ghazali,
fasilitas-fasilitas transportasi
ke
publik,
jalan,
menyatakan
listrik
(pajak)
bahwa
selain
memungut
zakat
pada
uang rakyat
dengan harga terjangkau, rumah sakit
diperbolehkan jika memang diperlukan dan
murah
generik,
kas di Baitul Mal tidak lagi mencukupi
keamanan oleh TNI dan POLRI, sekolah-
untuk membiayai kebutuhan negara baik
sekolah murah negeri hingga ke pedesaan
untuk
pemerintah,
obat-obat
dan daerah terpencil, dan fasilitas-fasilitas
perang
atau
keperluan
negara
MIZANI VOL. IX, NO.1, Februari 2015
lainnya. Namun jika masih ada dana di
mereka mengeluarkan uang (di luar zakat)
Baitul Mal, maka tidak boleh.
untuk kebaikan".
Kemudian jumhur ulama Madzhab
Lalu
Yusuf
al-Qardhawi
Hanafi, seperti Muhammad 'Uma'im al-
(Qaradawi) dalam kitab Fiqhuz Zakah
Barkati, menyamakan pajak dengan naibah
(II/1077)
(jamaknya nawaib). Ia berpendapat bahwa
terkadang tidak mampu untuk memenuhi
naibah
kebutuhan pembangunannya. Untuk itu
(pajak)
boleh
jika
memang
menjelaskan
tiada
keperluan perang. Lalu jumhur ulama
mengumpulkan pajak. Dan hal itu, menurut
Madzhab Maliki, seperti Imam Al-Qurtubi,
al-Qardhawi, dapat dikategorikan sebagai
mengemukakan Madzhab
Maliki
salahsatu bentuk jihad harta. Selanjutnya,
sepakat
atas
mufti Al-Azhar Mesir, Mahmud Syaltut,
selain
menegaskan
Hanbali,
apabila
jumhur seperti
dibutuhkan.
ulama Ibnu
Madzhab Taimiyah,
secara asalkan
mereka
batas).
sulthaniyah.
dengan
Jumhur
al-kalf
ulama
as-
kitab
Al-Fatawa bahwa
al-Kubra,
hakim
boleh
memungut pajak dari orang yang mampu
membolehkan pengumpulan pajak yang sebut
dengan
ulama
dalam
Selanjutnya
kecuali
para
dibolehkannya menarik pungutan (pajak) zakat
lain
negara
dibutuhkan untuk keperluan umum atau
bahwa
jalan
bahwa
Madzhab
ekonomis tidak
Juga
untuk
kemaslahatan
berlebihan
Muhammad
(melampaui
Abu
Zahrah
Hanbali menilai bahwa pajak yang diambil
membolehkan pajak disamping zakat. Abu
dari orang-orang yang mampu secara
Zahrah menuturkan bahwa pajak tidak ada
ekonomis merupakan jihad harta.
pada era Nabi SAW, namun itu bukan
Juga
ulama-ulama
kontemporer
karena pajak diharamkan dalam Islam, tapi
seperti Rashid Ridha, Mahmud Syaltut,
karena pada masa itu solidaritas tolong
Abu
Qardhawi
menolong antar umat Islam dan semangat
berpendapat bahwa pajak dihalalkan dalam
berinfak di luar zakat sangatlah tinggi. Dan
Islam. Rashid Ridha dalam Tafsir Al-
persaudaraan yang terjalin antara kaum
Manar V/39 menafsirkan Qur'an Surat An-
'Anshar
Nisaa' ayat ke-29 dengan penjelasan
mempersempit jarak sosial dan ekonomi
sebagai berikut, bahwa : "... adanya
umat pada saat itu. Sehingga tidak
kewajiban
diperlukan campur tangan negara dengan
Zahrah
dan
bagi
Yusuf
orang
kaya
untuk
memberikan sebagian hartanya (dalam
Muhajirin
berhasil
menarik pajak.
bentuk zakat) untuk kemaslahatan umum, dan mereka hendaknya dimotivasi untuk
dan
Dapat disimpulkan bahwa pajak tidak
serta
merta
diharamkan
dalam
syari'at Islam kecuali oleh fatwa-fatwa
Romi Adetio Setiawan : Impelementasi Pajak Pertambahan Nilai
beberapa
ulama
Sebagaimana
madzhab
Wahabi.
pemerintahan
Islam
jumlah konsumsi dan kenaikan harga konsumen,
maka
surplus
ekonomi
Sayyidina 'Umar bin Khattab ra yang
konsumen turun dari daerah PeEA menjadi
menarik pajak ('usyr) 5% dan pajak 10%
PcCA, dan surplus produsen turun dari
untuk
dan
daerah PeEB menjadi PpDB. Pemerintah
menjaga stabilitas perekonomian negara,
memperoleh penerimaan pajak sebesar
menciptakan
pertumbuhan
daerah PpDCPc. Perekonomian secara keseluruhan kehilangan surplus ekonomi sebesar
DEC,
yang
disebut
sebagai
Deadweight Cost of Taxation, yang berarti terjadi inefisiensi dalam perekonomian.9
Dari ilustrasi tersebut diatas dapat maka pemerintahan-pemerintahan negara berpenduduk Islam di dunia sekarang pun menarik pajak bukan dengan niat untuk menzholimi tapi untuk berfungsi sebagai salahsatu instrumen kebijakan fiskal untuk mewujudkan kemakmuran bangsa dan negara.
dipastikan bahwa kebijakan pengenaan pajak akan selalu berdampak menaikkan harga konsumen dan dalam waktu yang bersamaan
akan
menurunkan
harga
produsen. Naiknya harga-harga konsumen disebabkan naiknya biaya karena pajak yang akan menyebabkan terjadinya inflasi cost pushed inflation dan jika inflasi
Dampak
Implementasi
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)pada Produk
mencapai
tingkat
yang
tinggi
akan
mengganggu kondisi makroekonomi.
Pertanian Serta Solusinya Dalam Islam
Beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang PPN produk pertanian
Secara teoritis kebijakan pajak dan dampaknya menggunakan
dapat
dijelaskan
kurva.
Pada
dengan kondisi
menurut UU No 42 tahun 2009 adalah sebagai berikut. 1. Jenis barang pertanian yang tidak
keseimbangan antara permintaan (D) dan
dikenai PPN adalah barang tertentu
penawaran (S) pada titik E yaitu Qe, harga
dalam kelompok barang kebutuhan
yang terbentuk adalah Pe. Dengan adanya
pokok yang sangat dibutuhkan oleh
pajak, maka harga konsumen akan naik menjadi Pc dan harga produsen turun menjadi Pp, dan jumlah produksi/konsumsi turun menjadi Qt. Dengan penurunan
9
Holtz-Eakin, Douglas, and Donald Marples. “Distortion Costs of Taxing Wealth Accumulation: Income Versus Estate Taxes”. Dalam National Bureau of Economic Research, No. w8261,(April 2001).
MIZANI VOL. IX, NO.1, Februari 2015
rakyat banyak (Pasal 4A Ayat 2 butir
ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf
b), yang terdiri dari 11 produk, yaitu:
g, dan huruf h, kecuali pengusaha
(a) Beras; (b) Gabah; (c) Jagung; (d)
kecil yang batasannya ditetapkan oleh
Sagu; (e) Kedelai; (f) Garam yang
Menteri Keuangan (hasil penjualan
beryodium dan yang tidak beryodium;
kurang dari Rp. 600 juta/tahun).
(g) Daging segar yang tanpa diolah
Pengenaan PPN terhadap produk
tetapi telah melalui proses disembelih,
olahan pertanian akan secara langsung
dikuliti,
didinginkan,
dirasakan oleh konsumen karena pada
atau
tidak
umumnya elastisitas permintaan terhadap
dikapur,
harga produk pertanian, terutama pangan,
diasamkan, diawetkan dengan cara
tidak elastis (kurang dari 1), Meskipun
lain, dan/atau direbus; (h) Telur yang
pengenaan PPN produk olahan pertanian
tidak diolah, termasuk telur yang
tidak secara langsung dibebankan kepada
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
petani, dampak secara tidak langsungnya
(i) Susu perah yang telah melalui
akan menekan harga jual petani karena
proses didinginkan atau dipanaskan,
biaya produksi olahan naik sebagai akibat
tidak mengandung tambahan gula atau
dari pengenaan PPN tersebut. Selain itu,
bahan lainnya, dan/atau dikemas atau
produk pertanian umumnya mempunyai
tidak dikemas; (j) Buah-buahan segar
elastisitas transmisi harga yang tidak
yang dipetik, yang telah melalui
simetris. Sebagai contoh, pengenaan tarif
proses
dikupas,
pajak ekspor 1% telah menurunkan harga
dipotong, diiris, di-grading, dan/atau
TBS di tingkat petani sebesar 1.3% (Indef,
dikemas atau tidak dikemas; dan (k)
2005). Hal yang serupa juga akan terjadi
Sayur-sayuran segar yang dipetik,
pada pengenaan PPN.
dipotong,
dibekukan,
dikemas
dikemas,
digarami,
dicuci,
disortasi,
dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan
Dari
berbagai
jenis
produk
pada suhu rendah, termasuk sayuran
pertanian yang tidak dikenai PPN seperti
segar yang dicacah.
dijelaskan pada Pasal 4A Ayat 2 butir b
2. Tarif PPN adalah 10% (Pasal 7 Ayat
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1) yang dapat diubah menjadi paling
(1) PPN tidak berlaku untuk sebagian besar
rendah 5% dan paling tinggi 15%,
produk pangan sehingga petani tidak
dimana perubahan tarif tersebut diatur
secara langsung menanggung PPN dari
dengan Peraturan Pemerintah ( Pasal 7
produk yang dijual, namun tetap terkena
ayat 3).
dampak PPN dari peningkatan harga
3. Pengusaha
yang
melakukan
berbagai input faktor yang terkena PPN
penyerahan BKP diatur dalam Pasal 4
(benih, pupuk, obat, traktor, dll); (2) PPN
Romi Adetio Setiawan : Impelementasi Pajak Pertambahan Nilai
berlaku untuk produk primer perkebunan
bersama dan memiliki azas keadilan, tidak
(CPO, kakao, kopi, karet, dsb) yang
merugikan rakyat miskin, maka boleh
mengalami proses pengolahan lebih lanjut;
diterapkan,
dan (3) Untuk melindungi kepentingan
pemerintah Indonesia memang betul-betul
petani kecil, PPN hanya dikenakan pada
perlu
unit usaha dengan nilai penjualan lebih
pembangunan
dari Rp 600 juta per tahun.
pendidikan dan lain-lain yang secara nyata
Dari uraian tadi, pemungutan PPN
apalagi
dana
dirasakan
dalam
untuk
ini
meningkatkan
infrastruktur,
oleh
hal
rakyat.
kesehatan,
Keadaan
di
pada produk pertanian menurut Islam lebih
Indonesia tidak seperti negara-negara yang
mengutamakan asas maslahat dan keadilan,
kaya, Indonesia merupakan negara yang
jika pajak yang dipungut pemerintah untuk
masih memiliki hutang luar negeri yang
membiaya fasilitas publik untuk dinikmati
disebabkan oleh kebijakan pemerintah
oleh para pembayar pajak itumaka jumhur
sebelumnya, ini menunjukkan Kas negara
ulama ahlus sunnah wal jama’ah dari
memang dalam keadaan minus. Jumhur
empat mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki dan
ulama membolehkan pemungutan pajak
Hanbali,
dalam keadaan jika negara betul-betul
sepakat
bahwa
pajak
yang
dipungut/dipotong oleh pemerintah guna mendanai
dan
memenuhi
butuh.
kebutuhan
Pemerintah
harus
keadilan
dalam
masyarakat luas adalah bukan pungutan
mendahulukan
zhalim
untuk
memungut pajak, PPN yang biasanya
oleh
dipungut dari pengusaha kadang beruntun
pemerintah untuk kepentingan masyarakat
kepada rakyat miskin, karena barang yang
juga.
dikonsumsi
sehingga
dipungut/dipotong
Sebenarnya
halal
sebagai
pajak
PPN
sikap
tetap
semakin
mahal
akibat
(Pajak
pengalihan pajak oleh pengusaha ke
Pertambahan Nilai) ini juga sudah pernah
konsumen, hal ini juga akan berimbas pada
diterapkan oleh Khalifah Kedua Islam
input produk pertanian seperti pupuk, bibit,
yaitu Sayyidina ‘Umar bin al-Khaththab
dan lain-lainnya. Solusi yang tepat adalah
ra., yang memungut ‘usyr (10%) dari
penerapan pajak harus pro rakyat miskin,
komoditas al-Quthniyah (biji-bijian seperti
dan
Adas, Buncis, dsb).
pendapatan merata, dan tidak menurunkan
Lalu bagaimana dengan PPN yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia? Dan
bagaimana
solusinya
proporsional,
sehingga
distribusi
daya beli masyarakat. Namun
Islam
juga
melarang
dalam
pemerintah yang menarik pajak kepada
Islam?Pada dasarnya selagi pemungutan
masyarakat untuk kepentingan orang-orang
pajak tersebut adalah untuk kepentingan
yang tidak bertanggung jawab, jika hal
MIZANI VOL. IX, NO.1, Februari 2015
tersebut terjadi maka konsekuensi nya
oleh pemerintah tersebut berfungsi
rakyat tidak akan percaya lagi untuk
sebagai salah satu instrumen kebijakan
membayar pajak kepada pemerintah, dan
fiskal untuk mewujudkan kemakmuran
mengganggu stabilitas negara.
bangsa dan negara. 4. Secara
teoritis
dapat
diambil
Penutup
kesimpulan bahwa pengenaan pajak
1. Pemungutan pajak yang dilakukan
terhadap produk olahan pertanian akan
secara tepat dan disalurkan ke sektor
secara
yang bermanfaat dapat meningkatkan
konsumen karena pada umumnya
pertumbuhan
elastis permintaan terhadap harga
sektor,
ekonomi
seperti
terhadap
pengenaan
barang
melindungi
diberbagai PPN
impor
dapat
dalam
negeri
industri
langsung
dirasakan
oleh
produk pertanian, terutama pangan menjadi
tidak
pengenaan
elastis,
PPN
meskipun
produk
sehingga tidak tersaingi oleh produk
pertanian
luar.
dibebankan kepada petani, dampak
2. Pengenaan pajak harus berlandaskan
secara
tidak
olahan langsung
secara tidak lansungnya akan menekan
unsur maslahah dan keadilan, karena
harga
jika pengenaan pajak tinggi dijatuhkan
produksi olahan naik sebagai akibat
terhadap golongan miskin dan pajak
dari pengenaan PPN tersebut.
rendah terhadap golongan kaya maka akan
menyebabkan
pendapatan
masyarakat
jual
petani
karena
biaya
5. Penerapan PPN sudah pernah terjadi
distribusi
pada zaman khalifah kedua Islam yaitu
menjadi
Sayyidina ‘Umar bin al-Khattab RA,
semakin pincang sehingga peranan
yang
pemerintah
untuk
komoditas al-quthniyah (biji-bijian,
pendapatan
seperti Adas, Buncis, dsb). Akan tetapi
sebagai
memperbaiki
distribusi
alat
menjadi gagal.
memungut
PPN
10%
dari
pemerintah tetap harus mendahulukan
3. Pajak tidak serta merta diharamkan
sikap keadilan dalam memungut pajak,
dalam syari’at islam kecuali oleh
penerapan pajak yang pro rakyat
fatwa-fatwa beberapa ulama madzhab
miskin, dan proporsional, sehingga
Wahabi.
distribusi pendapatan merata, dan
Sebagaimana
pemerintah
Sayyidina ‘Umar bin Khattab RA
tidak
menarik pajak (‘usyr) 5% dan pajak
masyarakat.
10% untuk menciptakan pertumbuhan dan menjaga stabilitas perekonomian negara, maka pajak yang dipungut
menurunkan
daya
beli
Romi Adetio Setiawan : Impelementasi Pajak Pertambahan Nilai
Referensi Ahuja, H.L. 1998. Modern Economics. S.Chand & Company Ltd. New Delhi, India Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2013, Kemenkeu RI Undang-Undang No.28 Tahun 2007. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 ayat (1) “Realisasi Kenaikan penerimaan pajak rendah” dalam http://www.republika.co.id, diakses pada 10 November 2014 “Produk Pertanian Dikenai PPN 10%, Petani Semakin Tertekan” dalam http://agrofarm.co.id, diunduh pada 28 November 2014 Supramono, Perpajakan Indonesia – Mekanisme dan Perhitungan, (Yogyakarta, Penerbit Andi, 2008) “Apakah Agama Mengharamkan Pajak?” didalam http://pajak.go.id, diunduh pada 15 November 2015 HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7 Holtz-Eakin, Douglas, and Donald Marples. “Distortion Costs of Taxing Wealth Accumulation: Income Versus Estate Taxes”. Dalam National Bureau of Economic Research, No. w8261, (April 2001). Simon James and Christopher Nobes. 2003. The Economics of Taxation.Pearson Educatioan Limited, Edinburgh Nasim Hasan Shah "The concept of Al‐Dhimmah and the rights and duties of Dhimmis in an Islamic state", dalam Institute of Muslim Minority Affairs. Journal, 9:2, 217-222 (March 2007)
Sommerfeld, Ray M.; Anderson, Herschel M.; Brock, Horace R. 1972. An Introduction to Taxation. Forth Worth: Harcourt College Publishers.