Implementasi Operating Model melalui Arsitektur Enterprise Studi Kasus PT Kereta Api Indonesia
Disusun oleh: M. Rachmat Gunawan Chomsa Hidayat Ahmad
Latar Belakang Betapa banyak perusahaan yang gagal bersaing dan jatuh, jalan tapi tertatih-tatih, tapi ada juga yang maju dan berkembang. Dan sepertinya semua perusahaan itu punya strategi untuk tumbuh. Namun mengapa hasilnya bisa berbeda? Apa yang membedakannya? CISR MIT melakukan survey terhadap 103 perusahaan di Amerika Serikat tentang IT mereka dan bisnis proses mereka yang telah didukung oleh IT. 34% dari perusahaan itu telah melakukan digitalisasi bisnis proses mereka, dan mereka mendapatkan rata-rata keuntungan yang lebih besar dan time to market yang lebih cepat. 12% dari 103 perusahaan itu masih melakukan projek IT secara terkotak-kotak dan belum mengintegrasikan tujuan investasi teknologi mereka dengan tujuan bisnis. Sisanya yang 48% masih belum menemukan cara untuk meningkatkan nilai bisnisnya dengan menggunakan IT. Mereka yang 34% di atas dapat tumbuh dan berkembang lebih baik karena mereka memiliki landasan yang cukup untuk menjalankan strategi perusahaannya. Untuk membangun landasan tersebut, diperlukan tiga disiplin pokok, yaitu Operating Model, Arsitektur Enterprise, dan IT Engagement Model. Operating Model didefinisikan sebagai satu level keterintegrasian dan kestandaran proses bisnis yang dibutuhkan dalam menyajikan produk barang dan jasa kepada pelanggan. Arsitektur Enterprise didefinisikan sebagai pengorganisasian logis untuk proses bisnis dan infrastruktur TI terkait dengan kebutuhan integrasi dan standarisasi dari sebuah Operating Model perusahaan. IT Engagement Model adalah sistem dan mekanisme pengelolaan IT yang menjamin bisnis dan proyek IT mencapai tujuan perusahaan baik yang bersifat lokal maupun yang bersifat menyeluruh. Tulisan ini bermaksud untuk mambahas bagaimana pendekatan Arsitektur Enterprise dapat membantu pendefinisan Operating Model di sebuah perusahaan sehingga dapat tercapai satu landasan pelaksanaan strategi perusahaan yang kokok yang pada akhirnya akan membawa perusahaan kepada tujuan bisnisnya. Tulisan ini juga menyajikan studi kasus pendekatan ini pada PT Kereta Api Indonesia.
Operating Model Operating model adalah pada intinya menggambarkan bagaimana sebuah organisasi beroperasi baik pada domain bisnis maupun domain teknologi[1]. Sebuah Operating Model menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan berkeinginan untuk tumbuh dan berkembang. Operating Model ini dapat mendorong terbentuknya landasan pelaksanaan strategi perusahaan yang lebih baik dengan cara menyajikan pandangan yang lebih stabil dan dapat dilaksanakan (actionable) tentang perusahaan. Pemilihan Operating Model adalah satu keputusan kritis untuk sebuah perusahaan. Ini adalah langkah awal dalam membangun landasan pelaksanaan strategi perusahaan. Operating Model memungkinkan implementasi yang segera dari beragam inisiatif strategis. Namun, operating model yang sama mungkin akan gagal untuk mendukung sebuah inisiatif strategis yang tidak sesuai dengan asumsi di mana operating model tersebut dibangun. Dengan demikian, operating model adalah satu pilihan tentang strategi mana saja yang dapat didukungnya.
Pemilihan ini akan berdampak pada bagaimana perusahaan akan mengimplementasikan proses bisnis dan IT infrastrukturnya. Perusahaan yang tidak memiliki operating model yang jelas memiliki kemampuan adaptasi yang rendah terhadap kebutuhan strategis baru. Sebaliknya, setiap inisiatif strategis baru membutuhkan satu upaya efektif untuk perusahaan dalam mendefinisikan kembali kemampuan kuncinya. Namun begitu, pilihan ini terbukti mampu mendorong tumbuh kembangnya perusahaan dengan cara mengefektifkan pelaksanaan strategi perusahaan melalui landasan pelaksanaan strategi perusahaan. CORE BUSINESS INITIATIVES Strategic Initiatives
Strategic Initiatives
Strategic Initiatives
Define Strategic Goals OPERATING MODEL
Learning & Exploration Ideas on ways to use Infrastructure service
Enterprise Architecture Process Standarization across Programs, Integration within and between programs
Establishes Priotities
Define Core Capabilities
Update & Evolve Architecture
ENGAGEMENT MODEL Concept of operation, process automation & modeling, architecture review, Metrics
FOUNDATION FOR EXECUTION IT Mission Objectives
IT Implementation Standard
Infrastructure Architecture
Data Architecture
Application Architecture
Web Architecture
Standard Interface
High Integration
Figure 1 Landasan Pelaksanaan Strategi
Operating Model memiliki dua dimensi yaitu standarisasi binsis proses dan integrasi bisnis proses. Standarisasi menggambarkan secara tepat bagaimana sebuah proses akan dilaksanakan menyangkut siapa yang melaksanakannya atau di mana proses tersebut
dikejakan. Standarisasi – yang berarti pengurangan variabilitas proses – akan berakibat kepada peningkatan keluaran dan efisiensi. Walaupun demikian, standarisasi membatasi adanya inovasi. Sementara itu, integrasi berkaitan dengan upaya menghubungkan unitunit organisasi melalui data bersama (shared data). Berbagi data ini dapat dilakukan baik untuk proses yang melakukan transaksi dari ujung ke ujung maupun lintas proses yang memungkinkan perusahaan menyajikan satu antarmuka saja ke pelanggan. Keuntungan adanya integrasi ini meliputi efisiensi, koordinasi, transparansi, dan kelenturan terhadap perubahan. Berdasarkan 2 dimensi di atas, selanjutnya Operating Model dibagi ke dalam 4 model dasar, yaitu: 1. Diversifikasi 2. Koordinasi 3. Replikasi 4. Unifikasi Ada pun karakteristik masing-masing model adalah sebagai berikut: 1. Standarisasi rendah dan integrasi rendah Æ Diversifikasi a. Hanya sedikit saja pelanggan atau suplier yang dilayani bersama b. Transaksi independen c. Bisnis unit yang beroprasi secara unik d. Pengelolaan bisnis yang autonomous (dengan mesin) e. Unit bisnis mengendalikan desain proses bisnis f. Sedikit sekali standard data antar unit bisnis g. Sebagian besar keputusan IT diambil di level unit bisnis. 2. Standarisasi rendah dan integrasi tinggi Æ Koordinasi a. Pelanggan, suplier, atau produk bersama b. Berimplikasi terhadap transaksi unit bisnis lain c. Unit bisnis atau fungsi yang beroperasi secara unik d. Pengelolaan bisnis yang autonomous e. Unit bisnis mengendalikan desain proses bisnis f. Berbagi data pelanggan, suplier, dan produk g. Proses konsensus dalam pengembangan infrastruktur IT, namun keputusan pengembangan aplikasi dilakukan di unit bisnis 3. Standarisasi tinggi dan integrasi rendah Æ Replikasi
a. Sedikit sekali pelanggan bersama b. Transaksi bersifat independen dan dikumpulkan pada level yang lebih tinggi c. Unit bisnis beroperasi sejenis d. Business leader e. Kontrol terpusat atas desain bisnis proses f. Definisi data distandarisasi namun data dimiliki secara lokal g. Pengelolaan IT dilakukan secara terpusat 4. Standarisasi tinggi dan integrasi tinggi Æ Unifikasi a. Pelanggan dan suplier dapat bersifat lokal maupun global b. Proses bisnis terintegrasi c. Unit bisnis yang sejenis dan sebagian overlap d. Manajemen terpusat dan lebih sering membentuk organisasi matriks e. Proses standarisasi bersifat high level f. Database terpusat g. Keputusan IT dilakukan terpusat
Arsitektur Enterprise Arsitektur enterprise adalah pengorganisasian logis untuk proses bisnis dan infrastruktur TI terkait dengan kebutuhan integrasi dan standarisasi dari sebuah Operating Model perusahaan. Elemen pokok pada arsitektur enterprise berbeda-beda, tergantung pada Operating Model yang digunakan. Kunci untuk mencapai aristektur enterprise yang efektif adalah dengan mengidentifikasikan proses, data, teknologi dan antarmuka dengan pelanggan sehingga Operating Model dapat menjadi kenyataan dan bukan sekedar visi. Arsitektur enterprise berkaitan dengan bagaimana komunikasi dibuat atau dibangun dari proses bisnis tingkat tinggi dan dari kebutuhan IT suatu Operating Model perusahaan. Biasanya, arsitektur enterprise direpresentasikan dalam bentuk prinsip-prinsip, kebijakan-kebijakan dan pilihan teknologi yang kemudian semuanya dituangkan dalam sebuah gambar berbentuk diagram yang dapat mewakili ketiga komponen (proses, data, dan teknologi). Diagram ini disebut sebagai core diagram (diagram inti). Core diagram berisi gambaran unit-unit bisnis beserta proses transaksi dan keterkaitan antar unit dalam menjalankan proses bisnisnya. Diagram ini berfungsi seperti sebuah blueprint pada gambar arsitektur bangunan sebagai dasar arsitektur bisnis perusahaan atau enterprise. Core diagram menyediakan wadah bagi para manajer untuk membangun dan mengembangkan arsitektur enterprise. Secara umum, ada empat elemen dalam diagram inti arsitektur enterprise, yaitu:
1. Proses bisnis inti. Kelompok kecil proses bisnis ini menyatakan sekelompok kemampuan tetap yang diperlukan perusahaan untuk menjalankan operating model dan menjawab tantangan pasar. 2. Data bersama untuk mendorong proses inti. Data ini bisa berupa file pelanggan yang digunakan bersama di di seluruh lini produk dari institusi layanan keuangan atau data suplier beserta item yang dikelolanya yang digunakan bersama dalam sebuah perusahaan yang menyelenggarakan rantai pasok (supply chain). 3. Hubungan/keterkaitan utama dan teknologi otomatisasi. Teknologi-teknologi ini termasuk perangkat lunak yang dikenal sebagai “middleware” yang memungkinkan integrasi berbagai aplikasi dan akses ke data bersama, dan paket perangkat lunak utama lainnya seperti sistem ERP (yaitu teknologi otomatisasi). Teknologi kunci juga termasuk portal yang menyediakan standar akses ke beragam sistem dan data, atau antarmuka pelanggan yang membedakan sebuah perusahaan dengan pesaingnya. Antarmuka elektronik kepada kelompok pemangku kepentingan (karyawan, pelanggan, rekanan, dan suplier) juga dapat muncul dalam core diagram ini. 4. Pelanggan-pelanggan yang penting/utama. Bagian ini memperlihatkan sekelompok pelanggan utama yang dijadikan landasan dasar untuk pengambilan strategi perusahaan. Tiap-tiap elemen pokok di atas bersifat spesifik untuk tiap perusahaan atau enterprise, tergantung pada Operating Modelnya. Dengan demikian, kita dapat melihat kemiripan dalam core diagram satu perusahaan yang memiliki operating model yang mirip.
Pendekatan Arsitektur Enterprise untuk menjelaskan Operating Model Di bawah ini disajikan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh arsitektur enterprise untuk keempat operating model di atas.
Arsitektur Enterprise untuk Model Koordinasi Model koordinasi menyediakan layanan terpadu (integrated service) untuk tiap kelompok pelanggan utama. Keterpaduan tersebut dihasilkan dari berbagi data penting yang digunakan bersama oleh unit-unit bisnis untuk menyajikan satu antarmuka terhadap pelanggan. Model Koordinasi memperbolehkan perusahaan untuk mengintegrasikan sejumlah produk atau proses yang tidak terhitung (karena banyaknya jangkauan jenis produk) tanpa memaksakan standarisasi. Diagram inti arsitektur enterprise untuk Model Koordinasi menempatkan titik perhatian pada upaya integrasi beragam proses bisnis dalam perusahaan dan, tentu saja, fokus pada data bersama (shared data). Sering kali pula, diagram inti juga akan menyoroti teknologi yang penting yang menggambarkan bagaimana para stakeholder bisa mengakses datadata tersebut. Karena sebagian besar proses pada Model ini bersifat unik, maka menjadi kurang penting untuk menampilkannya pada diagram inti model. Namun, ada kalanya sangat bermanfaat untuk mencantumkan satu atau beberapa proses penting yang perlu untuk dilakukan koordinasi.
Desain diagram inti model dimulai dengan pelanggan-pelanggan utama yang datanya dapat digunakan bersama-sama antar unit-unit bisnis. Selanjutnya, subset data perusahaan yang berkaitan dengan pelanggan dibagi dan digunakan bersama antar unitunit bisnis untuk melayani pelanggan utama tersebut. Kemudian, semua teknologi yang penting terhadap integrasi data diidentifikasi. Di sini yang penting bukanlah teknologinya, melainkan adanya visi bersama dari manager bisnis dan IT tentang pentingnya integrasi data. Akhirnya, pertimbangkan perlu tidaknya menyertakan elemen proses bisnis.
Figure 2 Diagram Inti untuk Model Koordinasi
Arsitektur Enterprise untuk Model Unifikasi Dalam model operasi Unifikasi, standarisasi dan integrasi proses bisnis diperlukan untuk melayani berbagai jenis customer untuk tiap unit-unit bisnis. Teknologi digunakan baik sebagai penghubung maupun untuk otomatisasi proses. Langkah yang bisa dilakukan dalam menyusun arsitektur enterprise untuk model unifikasi adalah pertama-tama dengan menentukan proses inti yang harus dijalankan. Ada tiga elemen yang diperlukan, yaitu dimulai dari identifikasi pelanggan atau pasar yang harus dilayaninya, membuat daftar proses kunci untuk distandarkan dan diintegrasikan, kemudian membagi data untuk dipergunakan bersama antar unit bisnis untuk menuju proses terintegrasi yang lebih baik dan untuk menjamin layanan kapada pelanggan. Apabila ada teknologi kunci yang berperan sebagai penggerak dan jembatan proses, dapat disertakan pula dalam diagram (berbentuk garis putus-putus pada gambar di bawah ini). Setelah didefinisikan proses intinya, langkah desain diarahkan pada bagaimana hasil atau outcome-nya. Pada langkah ini digambarkan proses-proses yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan dengan melibatkan data, teknologi dan proses-proses bisnis yang mendukungnya. Secara umum gambar diagram inti disajikan di bawah ini.
Figure 3 Diagram inti model Unifikasi
Arsitektur Enterprise untuk Model Diversifikasi Model Diversifikasi merupakan kebalikan dari model Unifikasi di mana model Diversifikasi hanya membutuhkan integrasi dan standarisasi yang rendah. Tiap pekerjaan berjalan dengan saling lepas (tidak saling tergantung), walau sebenarnya ada kesempatan untuk berbagi layanan antar unit dalam perusahaan tersebut. Proses berbagi terjadi hanya pada infrastruktur teknis saja. Sering kali, perusahaanperusahan yang mengadopsi model Diversifikasi mengatur skala ekonominya melalui pemanfaatan teknologi bersama. Pemanfaatan teknologi secara bersama ini merupakan elemen penting dari diagram inti arsitektur enterprise. Pemanfaatan bersama dari teknologi dan layanan pada Diversifikasi biasanya menyertakan pusat data, jaringan telekomunikasi, pengembangan dan pemeliharaan sistem, negosiasi vendor yang terpusat dan help desk. Desain diagram inti model Diversifikasi dimulai dengan teknologi yang bisa dimanfaatkan bersama-sama dalam mendukung skala ekonominya, standarisasi atau kepentingan lainnya. Penggabungan elemen-elemen penting lainnya – jenis pelanggan kunci, proses-proses bisnis dan data – hanya dilakukan jika diperlukan. Misalnya, beberapa perusahaan dengan model Diversifikasi memerlukan proses dan data yang distandarisasi untuk pelaporan keuangan, manajemen resiko dan pemenuhan semua unit bisnisnya. Penyediaan antarmuka tunggal untuk pelanggan pada perusahaan Diversifikasi sangat jarang dilakukan.
Figure 4 Diagram inti model Diversifikasii
Arsitektur Enterprise untuk Model Replikasi Model operasi Replikasi akan berhasil jika proses-proses penting distandarisasi secara keseluruhan dalam perusahaan dan didukung oleh teknologi yang terotomatisasi. Replikasi mengijinkan perluasan usaha dan skalabilitas bisnis yang cepat. Dengan mengidentifikasi kategori layanan utama, diagram arsitektur enterprise membantu manajemen memahami kemampuan yang ada dan berkesempatan membuat target baru. Model Replikasi berkutat pada proses yang distandarisasi. Diagram inti arsitektur enterprise menunjukkan proses standar kunci dan teknologi penting yang memungkinkan proses-proses model Replikasi berjalan. Data jarang muncul dalam diagram inti karena perusahaan Replikasi tidak secara khusus berbagi data pada semua unit bisnis. Untuk meningkatkan skala ekonominya, perusahaan-perusahaan ini mengotomatisasikan proses-proses penting, yaitu dengan pembuatan modul-modul bisnis yang bisa dipergunakan kembali. Diagram inti juga biasanya menunjukkan teknologi yang dimanfaatkan bersama untuk menghubungkan proses-proses yang distrandarisasi tersebut. Desain diagram inti model Replikasi dimulai dengan proses-proses kunci yang terstandarisasi dan digandakan pada semua unit bisnis. Kemudian, teknologi-teknologi untuk melakukan otomatisasi proses tersebut diidentifikasi. Setelah itu, perlu dipertimbangkan teknologi apa, jika ada, yang bisa dimanfaatkan bersama antar unit bisnis untuk menghubungkan proses-proses yang distandarisasi tersebut. Biasanya ini tidak terlalu diperlukan pada model Replikasi untuk keperluan berbagi data atau mengenali pelanggan. Tiap unit bisnis membuat keputusan secara lokal.
Figure 5 Diagram inti model Replikasi
Studi Kasus: PT Kereta Api Indonesia Untuk menetapkan landasan bagi pelaksanaan strategi perusahaan di PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), perlu dilakukan kajian singkat untuk menentukan operating model mana yang dapat mewakili operating model PT KAI. Dari operating model tersebut, selanjutnya dapat digambarkan diagram inti dari arsitektur enterprise PT KAI. Diagram ini selanjutnya berguna untuk merencanakan arsitektur PT KAI ke dapan. Bila melihat kepada keempat model di atas, PT KAI lebih cenderung untuk beroperasi di kuadran Unifikasi, dengan karakteristik sebagai berikut: 1. managemen terpusat dengan unit bisnis yang bersifat matriks (dengan adanya Managemen Daerah Operasi (DAOP) di bawah Direktorat Operasi, Managemen Telekomuniksi dan Sinyal di bawah Direktorat Teknik, dan sebagainya) 2. bisnis unit yang memiliki proses yang bertindih atau sama, seperti antar DAOP, antara Komunikasi dan Sinyal, dan sebagainya 3. desain proses yang terpusat 4. database terpusat 5. pengambilan keputusan tentang IT dilakukan terpusat Setelah diketahui operating model-nya, selanjutnya adalah penentuan diagram inti dari arsitektur enterprisenya. Proses penentuan diagram inti untuk model ini meliputi pendefinisian pelanggan, penentuan proses kunci, dan penentuan data yang dapat dibagi antar unit bisnis dalam PT KAI.
Pelanggan dan Pasar Utama Sampai hari ini, PT KAI adalah satu-satunya perusahaan yang memegang hak
penyelenggaraan transportasi kereta api di Indonesia. Hak ini masih dipertahankan dengan pertimbangan bahwa transportasi kereta api adalah menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga berdasarkan UUD 1945, penyelenggaraannya dilakukan oleh negara. Untuk menjalankan tugasnya ini, negara menunjuk PT Kereta Api Indonesia sebagai operator layanan perkeretaapian. Walaupun bersifat monopoli, PT KAI pun tidak dapat lepas dari adanya kompetisi. Bila melihat kepada Competitive Force Model dari Porter, tantangan kompetisi munculnya adalah dari 2 sisi, yaitu nilai tawar pelanggan (bargaining power of buyer) dan munculnya produk alternatif selain kereta api yang menawarkan layanan lebih baik dan lebih murah. Mempertimbangkan 2 sisi ini, di bawah ini digambarkan tabel peta segmen pelanggan dan segmen pasar utama PT KAI hingga saat ini. Jarak Produk Transportasi Manusia Transportasi Barang
Dekat
Sedang
Jauh
Utama Bisnis Ekonomi Ekonomi
Proses Bisnis Kunci yang Distandarisasi -
Ticketing Dispatching Traffic Control Pemeliharaan
Data Kunci yang Digunakan Bersama -
Data pelanggan Data penumpang Data gerbong Data lokomotif Data logistik kereta api
Core Diagram PT KAI Gambar....
Landasan Pelaksanaan Strategi PT KAI Gambar juga.....
----------------------------------Siapa yang Harus Mendesain Arsitektur Enterprise ? Kebanyakan perusahaan, arsitektur enterprise merupakan tanggung jawab sebagian staf TI. Sebagaimana yang dilakukan di PT. Kereta Api, tanggung jawab desain arsitektur ini
ada pada bagian Pusat Perencanaan dan Pengambangan (Pusrenbang), karena kebanyakan kompilasi data dan yang bisa mengolahnya ada di bagian Pusrenbang ini. Padahal, menurut buku ini, proses arsitektur ini seharusnya dimulai dari kesepakatan operating model dari para manajer senior. Hasilnya berupa garis besar untuk operating model tersebut sebagai titik awal desain dasar pelaksanaannya. Diskusi mengenai arsitektur enterprise harus melibatkan manajemen senior selain juga manajemen eksekutif, walaupun pada akhirnya para pimpinan bidang TI yang memimpin diskusi tersebut. Dalam hal ini, ada dua strategi dalam menyertakan manajemen senior, yaitu bidang TI memfasilitasi manajemen senior dalam diskusi dan desain diagram inti oleh bidang TI dengan persetujuan manajemen senior. 1. TI memfasilitasi manajemen senior Beberapa perusahaan memulai upaya desain arsitektur enterprisenya dengan menyelenggarakan kemampuan intinya. Pengembangan kemampuan ini menyertakan rekayasa ulang operasional dan terkadang organisasional juga. Perubahan yang terjadi pada perusahaan seperti ini memerlukan kepemimpinan dari manajemen senior dalam menentukan operating model dan diagram inti arsitektur. Sebagai sebuah perusahaan milik negara atau BUMN, PT. Kereta Api juga sangat tergantung kepada stakeholder dalam jajaran Dewan Komisaris dan Departemen Perhubungan dalam menentukan kebijakan dan arah pelaksanaan penyelenggaraan perusahaan. Batasan yang digunakan biasanya adalah besaran APBN dan roadmap pengembangan kereta api di Indonesia berdasarkan UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Arsitektur enterprise akan sulit untuk dijabarkan karena dipaksa untuk mengembangkan sesuatu dari visi yang sederhana dalam sebuah organisasi yang kompleks seperti PT. Kereta Api ini. Manajemen berusaha untuk menyambungkan intisari perusahaan ke dalam diagram inti, walaupun dengan langkah yang berulang-ulang. Intisari perusahaan akan tetap sama walaupun terjadi perubahan kondisi bisnis. Dengan bisnis inti pelayanan jasa transportasi kereta api, diagram inti PT. Kereta Api cenderung tetap dan hanya mengalami sedikit restrukturisasi dari tahun ke tahun. Apalagi dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2007 yang berlaku efektif mulai 2010, tidak banyak restrukturisasi yang terjadi. Intisari perusahaan yang tetap akan membantu diagram inti menjadi lebih terukur karena lebih terprediksi, bisa digunakan ulang dan dapat diandalkan. Kecenderungan beberapa tim manajemen adalah menyertakan terlalu banyak proses atau detil dalam diagram inti arsitektur enterprise. Dengan bantuan TI, dapat diberikan batasan-batasan apa saja yang seharusnya tidak perlu disertakan dalam pembahasan diagram inti tersebut. Hal ini tentunya banyak tantangannya, namun manajemen akan menjadi lebih fokus dalam menyusun dasar-dasar pelaksanaan kegiatan dan penyelenggaraan perusahaan. 2. Pimpinan TI Mendesain Diagram Inti
Pimpinan bidang TI mengembangkan diagram inti, menawarkan visi perusahaan yang bisa didukung TI sepenuhnya dengan cepat. Diagram inti ini menyatakan harapan mengenai proses bisnis yang signifikan dan perlu dikomunikasikan dan didukung oleh manajemen senior dalam visinya. Titik integrasi menjadi kemampuan yang penting dalam visi operasional perusahaan. Pemikiran dan penyiapan diagram inti arsitektur enterprise memberikan tekad kepada manajemen terhadap TI dan proses bisnis yang IT-enabled untuk membangun dan menyetarakan dasar pelaksanaan. Proses membangun merupakan proses perjalanan perusahaan. Perusahaan berjalan dan belajar untuk meningkatkan kemampuan dan memperoleh serta meningkatkan nilai.