IMPLEMENTASI MODEL CREDITRISK+ DALAM MENGUKUR POTENSI KERUGIAN PEMBIAYAAN KPR BRISYARIAH IB DAN STRATEGI MITIGASI ( Studi Pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh: WISNU FITRIANTO NIM: 1110046100055
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
14 Agustus 2014
Wisnu Fitrianto
ii
ABSTRAKSI Wisnu Fitrianto, 1110046100055, “Implementasi Model Creditrisk+ dalam Mengukur Potensi Kerugian Pembiayaan KPR BRISyariah IB dan Strategi Mitigasi ( Studi Pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta)”, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Penelitian ini membahas tentang penerapan metode creditrisk+ untuk menghitung potensi kerugian dan kecukupan modal (economic capital) pada pembiayaan KPR BRISyariah IB yang disalurkan oleh Bank BRI Syariah Kantor Cabang Abdul Muis Jakarta serta strategi mitigasi risiko yang dilakukan untuk menghadapi risiko pembiayaan yang terjadi. Metode creditrisk+ merupakan metode untuk melihat risiko pembiayaan dengan input data annual report dan data outstanding debitur. Proses pengolahan data menggunakan metode creditrisk+ dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain : menentukan eksposur awal dan menentukan probability of default berdasarkan PPAP yang diatur dalam PBI NO. 13/13/PBI/2011, menghitung recovery rate dan riil loss, menghitung expected loss dan expected loss individual berdasarkan eksposur at default, menentukan n-default dengan poisson distribution, menghitung unexpected loss, serta menghitung economic capital. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama, diperoleh nilai potensi kerugian yang tidak terduga (Unexpected Loss) sebesar Rp. 2.744.452.762,04. Kedua, diperoleh nilai Economic Capital sebesar Rp. 487.955.914,04 yang masih mampu dicover oleh kecukupan modal yang dimiliki bank. Ketiga, Strategi mitigasi risiko pembiayaan KPR BRI Syariah IB yang telah dilakukan oleh Bank BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta antara lain melakukan study kelayakan debitur, pembentukan PPAP berdasarkan PBI NO. 13/13/PBI/2011, penerapan kebijakan uang muka, kerjasama dengan perusahaan asuransi, pengikatan asset sebagai jaminan, serta eksekusi jaminan. Kata Kunci : KPR, Risiko,Creditrisk+, Expected Loss,Unexpected Loss , Economic Capital, Mitigasi Risiko
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. M. Zainul Arifin , sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Ir. RR. Tini Anggraeni, ST, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Segenap pihak BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis
iv
menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Orang tua tercinta Sutaji dan Ning Khoiyimah yang selalu membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis dalam kondisi senang maupun susah. 9. Adik-adik tersayang, Moh. Andri Sutanto, Emi Faiziah Sutanti dan M. Adnan Ramadhan yang turut memberikan kontribusi dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluarga Besar Hj. kedah dan Keluarga Besar Mbah Ketang, Kakek - Nenek, budhe-pakdhe,sepupu-sepupu penulis tercinta yang terus mendukung Penulis dalam menyelesaikan studi ini. 11. Sahabat – sahabat terbaik penulis, Dono Satrio dan M. Fazlurrahman Syarif yang sama-sama berjuang dengan penulis dalam susah dan senang selama proses perkuliahan hingga akhir. 12. Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010, yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan berlangsung. Menjalani susah senang bersama menanggung beban bersama
v
seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap teguh mencapai cita-cita kita. 13. Teman-teman COINS Fighters, Bang Jhon, Bang Syam, Bang Tohir, Bang Alvin, Bang Idham, zaki halim, eko, ipul, ucup,dll yang menjadi teman share dan kajian selama masa perkuliahan. 14. Teman-teman BEM Fakultas Syariah dan Hukum yang bersama-sama berjuang menjaga dan mengisi kegiatan-kegiatan di Fakultas Syariah dan Hukum. 15. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya. Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat seluruhnya. Jakarta,
14 Agustus 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
ii
ABSTRAKSI ........................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xi
BAB I:
BAB II:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
5
C. Batasan Masalah ...........................................................................
5
D. Rumusan Masalah ........................................................................
6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
6
F. Review Study Terdahulu ..............................................................
8
G. Kerangka Konseptual ...................................................................
10
H. Sistematika Penulisan ..................................................................
10
TINJAUAN TEORITIS A. Pembiayaan KPR Syariah .............................................................
13
B. Risiko Pada Bank Syariah .............................................................
19
C. Risiko Pembiayaan ........................................................................
23
D. Tujuan Pembiayaan .......................................................................
27
E. Analisis Pembiayaan .....................................................................
28
F. Manajemen Risiko ........................................................................
37
G. Mitigasi Risiko ..............................................................................
43
vii
BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...................................................................
46
B. Jenis Penelitian ..............................................................................
46
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
46
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................
47
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data .........................................
48
BABIV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V:
A. Gambaran Umum Perusahaan ......................................................
54
B. Mengukur Potensi Kerugian dengan Metode Creditrisk+ ............
74
C. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan KPR BRISyariah IB ..........
84
PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................
87
B. Saran ..............................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Financing To Value pembiayaan KPR
Tabel 2.1
Kualitas Pembiayaan
Tabel 2.2
Rasio NPF
Tabel 3.1
Probability of Default
Tabel 4.1
Probability of Default
Tabel 4.2
Penentuan eksposur awal dan probability of default
Tabel 4.3
Penentuan nilai recovery rate dan riil loss
Tabel 4.4
Expected loss pada band 100 juta
Tabel 4.5
Expected Loss Individual Band 100 juta
Tabel 4.6
Penentuan n-default dengan Distribusi Poisson
Tabel 4.7
Unexpected Loss Band 10 juta
Tabel 4.8
PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah
Tabel 4.9
Financing To Value pembiayaan KPR
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
DPK Bank BRI Syariah 2010-2013
Gambar 4.2
FDR Bank BRI Syariah 2010-2013
Gambar 4.3
NPF BRI Syariah 2010-2013
Gambar 4.4
Penyaluran pembiayaan Bank BRI Syariah 2013
Gambar 4.5
Penyaluran pembiayaan konsumer BRI Syariah 2013
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang tinggi berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan permintaan akan kepemilikan rumah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Permintaan rumah yang signifikan ini pada akhirnya diantisipasi oleh perbankan dengan melahirkan suatu sistem yang biasa disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit Pemilikan Rumah atau biasa disebut KPR merupakan salah satu langkah bank untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk dapat membeli rumah dengan cara cicilan. 1 Bahkan bank bekerjasama dengan pemerintah dalam memberikan pembiayaan KPR bersubsidi yang ditujukan kepada masyarakat menengah kebawah agar dapat memiliki rumah sendiri. KPR merupakan perwujudan dari peranan bank sebagai intermediary, dan peranan sebagai intermediary ini tidak hanya ada pada bank konvensional, melainkan juga terdapat pada bank syariah. Bedanya, bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free).2 KPR
1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Rev. Cet. 6, ( Jakarta : Kencana, 2011), hlm 61. 2 Sutan Remy Sjahdaini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 4.
1
2
tergolong dalam jenis kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan. Seiring berkembangnya pembiayaan KPR, Bank Konvensional maupun Bank Syariah menawarkan produk-produk pembiayaan KPR dengan mekanisme yang berbeda-beda sesuai kebutuhan nasabah. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada nasabah dalam menentukan kebutuhan rumah sesuai kemampuan finansialnya. Kemudahan yang diberikan bank dalam memenuhi salah satu kebutuhan primer manusia ini mendapatkan respon positif dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan KPR baik di Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada bulan september 2013 menunjukkan bahwa periode april 2012 sampai september 2013, permintaan pembiayaan KPR yang disetujui mengalami peningkatan sekitar 30%. Dimana NPL dari pembiayaan pada periode yang sama juga mengalami peningkatan sekitar 50%.3 Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan KPR juga mempunyai potensi risiko yang cukup besar bagi bank. Tingginya kredit pembiayaan KPR di Indonesia membuat BI menerapkan aturan LTV (Loan to Value) atau FTV (Financing to Value) untuk lebih
3
Bank Indonesia, Laporan Statistik Perbankan Indonesia September 2013, (Jakarta : Bank Indonesia, 2013), hlm. 134.
3
meningkatkan aspek prudential
bank dalam melakukan penyaluran kredit.
Kebijakan LTV pada pembiayaan KPR dan KPP pada awalnya diterapkan pada bank konvensional, yaitu pada 15 juni 2012 yang kemudian disusul oleh bank syariah pada bulan april 2013. Pada saat bank konvensional mematuhi aturan uang muka minimal 30% untuk pembiayaan KPR, bank syariah mengalami peningkatan yang signifikan selama beberapa bulan karena masih terbebas dari aturan LTV. Bahkan pada bulan april 2013 banyak bank syariah yang belum mematuhi aturan tersebut sampai dikeluarkannya Surat edaran BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2014. Surat edaran ini menjelaskan bahwa bank syariah wajib mematuhi ketentuan uang muka yang bisa dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Financing To Value pembiayaan KPR
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013
Permintaan pembiayaan KPR Syariah yang sangat tinggi sebelum diterapkannya Surat Edaran BI tersebut berbanding lurus dengan peningkatan potensi kerugian dalam pembiayaan KPR ini. Sehingga bank perlu melakukan strategi untuk menghadapi kemungkinan potensi kerugian yang akan timbul
4
dalam pembiayaan KPR tersebut. Salah satu bank syariah yang menawarkan produk KPR Syariah adalah Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS). BRIS atau biasa dikenal dengan sebutan BRI Syariah ini merupakan akuisisi dari PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi beroperasi. Aktivitas PT. Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009.4 BRI syariah juga memiliki berbagai macam fitur pembiayaan, baik skala mikro maupun makro. Dalam hal pembiayaan KPR Syariah, BRI Syariah memiliki produk andalan yang bernama KPR BRISyariah IB yang didirikan atasnya dasar tingginya permintaan kredit perumahan di Indonesia. KPR BRISyariah IB dari BRI Syariah merupakan produk pembiayaan kpr berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad murabahah (jual-beli). Produk ini menawarkan pembiayaan perumahan dengan plafond berkisar antara 25 juta sampai 3,5 milliar.5 Selain proses pembiayaan dan administrasi yang mudah, KPR BRISyariah IB juga menawarkan uang muka yang ringan serta margin yang kompetitif. Oleh karena itu KPR BRISyariah IB menjadi produk
4
PT Bank BRI Syariah Tbk, “About BRI Syariah”, artikel diakses tanggal 17januari 2014 dari http://www.brisyariah.co.id/?q=sejarah 5 PT Bank BRI Syariah Tbk, “KPR BRISyariah IB”, artikel diakses tanggal 17januari 2014 dari http://www.brisyariah.co.id/?q=kpr-brisyariah-ib
5
andalan BRI Syariah dalam mengantisipasi tingginya permintaan kepemilikan rumah dari tahun ke tahun. Tingginya permintaan pembiayaan perumahan dari tahun ke tahun berbanding lurus dengan tingginya risiko gagal bayar yang dicerminkan dalam peningkatan NPL. Hal ini juga menjadi pertimbangan BRI Syariah dalam mengatur pembiayaan KPR BRISyariah IB. Peningkatan risiko kredit perlu ditunjang oleh kualitas manajemen risiko kredit yang baik untuk mengantisipasi dan mengurangi potensi kerugian yang akan dihadapi oleh bank. Identifikasi dan analisis manajemen risiko kredit sangat penting dan berguna sebagai salah satu input alternatif dalam perumusan strategi tata kelola risiko kredit. Bagaimana kualitas manajemen dalam menghadapi kuantitas risiko pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah yang berpotensi menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang diuraikan diatas, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Implementasi Model Creditrisk+ dalam Mengukur Potensi Kerugian Pembiayaan KPR BRISyariah IB dan Strategi Mitigasi ( Studi Pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta)”.
B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah diperlukan untuk memaparkan permasalahan yang ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya, antara lain:
6
1. Mekanisme produk pembiayaan KPR yang semakin variatif 2. Peningkatan permintaan akan kepemilikan rumah dengan sistem pembiayaan KPR yang signifikan berbanding lurus dengan peningkatan NPL. 3. Plafond pembiayaan yang diperuntukkan pada pembiayaan KPR BRISyariah IB maksimal mencapai angka Rp 3,5 miliar memiliki potensi kerugian yang tinggi. 4. Jangka waktu pembiayaan yang sangat lama, yaitu 15 tahun. 5. Nasabah yang mengajukan pembiayaan mempunyai latar belakang dan tujuan yang variatif. 6. Diperlukan pencadangan kerugian dengan nilai yang sesuai dengan potensi kerugian, sehingga produk pembiayaan KPR BRISyariah IB dapat terus bertahan dan tumbuh dalam industri keuangan. 7. Strategi mitigasi sebagai pengurang potensi kerugian sebelum kerugian terjadi.
C. Batasan Masalah Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa, maka penulis perlu membuat batasan-batasan masalah. Batasan-batasan dalam penulisan ini membahas tentang seberapa besar potensi kerugian yang mungkin dihadapi pada pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta sehingga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan sebagai mitigasi risiko yang terjadi.
7
D. Rumusan Masalah Adapun secara spesifik rumusan masalah yang akan diteliti dan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana potensi kerugian produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta ? 2. Bagaimana kecukupan modal yang dimiliki BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta untuk menanggung potensi kerugian yg terjadi ? 3. Bagaimana strategi mitigasi risiko produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini adalah: a. Mengukur potensi kerugian pada produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta. b. Menghitung kecukupan modal yang dimiliki BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta untuk menanggung potensi kerugian yg terjadi. c. Mengetahui bentuk strategi mitigasi risiko pembiayaan pada produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
8
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini diantaranya adalah: a. Akademisi, baik mahasiswa maupun dosen, penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah khazanah keilmuan sebagai wujud kontribusi positif dan dedikasi yang dapat penulis berikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. b. Praktisi, untuk menambah literatur manajemen dan strategi mitigasi risiko agar dapat dikembangkan sebaik mungkin. c. Masyarakat, untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana manajemen dan strategi mitigasi risiko pada pembiayaan KPR yang dilakukan oleh pihak BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
F. Review studi Terdahulu Dalam penelitian atau pembuatan skripsi, terkadang ada tema yang berkaitan dengan penelitian yang dijalankan sekalipun arah tujuan yang diteliti berbeda. Dari penelitian ini, peneliti menemukan beberapa sumber kajian lain yang telah lebih dahulu membahas terkait dengan analisis potensi kerugian dengan metode creditrisk+, diantaranya adalah: No 1
Nama Penulis/Judul/Tahun Ani Meilani/ Penerapan Metode Creditrisk+ dalam Pengukuran Risiko Kredit Kendaraan Bermotor (Kasus pada
Substansi Pada penelitian ini, data inti yang digunakan untuk menghitung potensi kerugian berasal dari data time series. Selain itu juga terdapat beberapa tes untuk mengetahui
Perbedaan dengan penulis Dalam penelitian ini, penulis tidak melakukan berbagai test karena tujuan dari penelitian hanya menganalisis potensi kerugian yang ada.
9
PT X)/ Jurnal Organisasi dan Manajemen, vol. 6 no. 2, Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka,2010.
2
Yudia Yustine,dkk/ Pengukuran Probabilitas Kebrangkutan dan Valuasi Obligasi Korporasi dengan Metode Creditrisk+/ jurnal Gaussian, vol. 1 no. 1, Jurusan Statistik FMS Universitas Diponegoro, 2012
3
Stephanie Hendistya Sutono /Potensi Kerugian Pembiayaan Komersial dengan Menggunakan Metode Creditrisk+ dan Kecukupan Modal Beserta Strategi Mitigasinya (Studi Pada Multifinance Syariah PT Al Ijarah)/ Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2013.
keakuratan metode creditrisk+ yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah metode creditrisk+ cukup tepat untuk duterapkan pada perusahaan yang diteliti dengan berbagai uji diantaranya uji Backtesting dan Loglikelihood Ratio. Pada penelitian ini, penelitian menggunakan metode yang dikembangkan dari Creditrisk+ dan diimplementasikan pada obligasi untuk menilai potensi kerugian dari harga dan nilai obligasi di PT. Berlian Laju Tanker Tbk. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan probabilitas kebangkrutan dan valuasi obligasi pada PT. Berlian Laju Tanker Tbk.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar potensi kerugian yang dialami dan strategi mitigasi yang dilakukan perusahaan untuk menangani potensi kerugian yang ada.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas tentang perhitungan potensi kerugian yang terjadi pada produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dan strategi mitigasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kerugian dan strategi mitigasi pada pembiayaan KPR BRISyariah IB di BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta. Pada penelitian ini, penulis Dalam penelitian ini, membahas tentang potensi Penulis akan membahas kerugian pembiayaan tentang analisis potensi komersial pada PT Al Ijarah kerugian pada pembiayaan dengan melihat kecukupan KPR BRISyariah IB di modal yang ada di perusahaan BRI Syariah KC Abdul tersebut. Penelitian ini terfokus Muis Jakarta. penelitian pada objek pembiayaan ini dilakukan untuk komersila yang disalurkan oleh mengetahui seberapa PT Al-Ijarah besar potensi kerugian yang dialami dan strategi mitigasi yang dilakukan bank untuk menangani potensi kerugian yang ada.
10
G. Kerangka konseptual
Data Pembiayaan KPR IB BRISyariah
INPUT Data Eksposur dan Probability Default nasabah kolektibilitas 3 – 5 tahun 2011-2013 Model Creditrisk+ Step 1. Pengelompokan Exposure dalam kelas & band dan Menghitung Probability Default Step 2. Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss Step 3. Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual Step 4. Penentuan n-default dengan poisson distribution Step 5. Penentuan Unexpected Loss Step 6. Perhitungan Economic Capital
OUTPUT Potensi Kerugian Strategi Mitigasi Risiko
Model Creditrisk+ adalah model distribusi dari risiko portofolio untuk mencari probabilitas calon debitur yang gagal bayar dalam satu periode yang dinyatakan dengan poisson distribution. Model ini dapat digunakan untuk mengukur potensi kerugian dalam suatu pembiayaan yang disalurkan, baik kerugian yang
11
terekspektasi ( Expected Loss) maupun kerugian yang tidak diharapkan ( Unexpected Loss). Untuk mengukur potensi kerugian dengan model Creditrisk+ ada 6 tahapan yang harus dilakukan, meliputi : Pengelompokan Exposure dalam kelas dan band serta Menghitung Probability Default, Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss, Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual, Penentuan n-default dengan poisson distribution, Penentuan Unexpected Loss, dan perhitungan Economic Capital. Dari tahapan-tahapan tersebut diperoleh hasil berupa potensi kerugian yang dapat ditanggung oleh pihak BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dalam menyalurkan pembiayaan KPR. Dengan demikian, dari hasil perhitungan potensi kerugian yang diperoleh dengan model Creditrisk+ ini, BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dapat mempersiapkan dan menerapkan strategi mitigasi risiko sesuai dengan potensi kerugian yang timbul. Sehingga BRI Syariah KC Abdul Muis jakarta dapat melakukan evaluasi dalam menerapkan strategi manajemen risiko pada saat menyalurkan pembiayaan.
H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini, penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:
12
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang masalah-masalah
yang akan
diteliti, yakni mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan. BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini diuraikan tentang pembiayaan, pembiayaan KPR, risiko pembiayaan, model creditrisk+, manajemen risiko. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dikemukakan ruang lingkup penelitian, data penelitian dan metode yang digunakan untuk melakukan penelitian. analisis data menggunakan metode deskriptif analisis dari hasil perhitungan metode CreditRisk+. Metode deskriptif
analisis
adalah
prosedur
pemecahan
yang
diselidiki
dengan
menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek atau obyek (seseorang atau pada suatu lembaga) saat sekarang dengan berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum objek peneltiian, perkembangan dan penyaluran pembiayaan pada produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta, perhitungan kerugian yang ditanggung BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta pada produk pembiayaan KPR
13
BRISyariah IB, dan melihat bentuk strategi mitigasi risiko produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta. BAB V
PENUTUP
Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari pembahasan dan saransaran yang dikemukakan dari pembahasan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan KPR Syariah 1. Pengertian Pada prinsipnya, Bank Syariah sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai instrumen intermediasi yang menerima dana dari orang-orang yang surplus dana (dalam bentuk penghimpunan dana) dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan (dalam bentuk produk pelemparan dana). Sehingga produk-produk yang disediakan oleh bank-bank konvensional, baik itu produk penghimpunan dana (funding) maupun produk pembiayaan (financing), pada dasarnya dapat pula disediakan oleh Bank-bank Syari‟ah. Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan
yang
dikeluarkan
untuk
mendukung
investasi
yang
telah
direncanakan.6 Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syari‟ah memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR diperbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan
6
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005, h. 17.
14
15
syari‟ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian (profit and loss sharing) sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional. Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari‟ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah; pemberlakuan sistem kredit dan sistem markup, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. 7 KPR merupakan salah satu produk perbankan yang disediakan bagi debitur untuk pembiayaan perumahan. Perumahan disini bukan dalam arti rumah tempat tinggal pada umumnya, tetapi meliputi ruang untuk membuka usaha seperti rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), serta apartemen mewah dan rumah susun.8 Melalui pembiayaan KPR, kita tidak harus menyediakan dana seharga rumah. Cukup memiliki uang muka tertentu, dan rumah idaman pun menjadi milik kita. Kita bisa leluasa menempatinya karena meski masih mengangsur rumah itu sudah menjadi rumah kita sendiri.9 Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan
7
Helmi Haris, “Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari‟ah)”, Jurnal Ekonomi Islam, I (Juli,2007), hlm. 115 8 Slamet Ristanto, op. cit. hlm. 20 9 Ibid. hlm. 11
16
syari‟ah tidak menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu (tetapi tetap menggunakan istilah KPR), beberapa Bank Syari‟ah (seperti BRI Syari‟ah) memaknai KPR dengan ”Kepemilikan Rumah“. Dalam menjalankan produk KPR, Bank Syari‟ah memadukan dan menggali akad-akad transaksi yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional KPR perbankan konvensional. Adapun akad yang banyak digunakan oleh perbankan syari‟ah di Indonesia dalam menjalankan produk pembiayaan KPR adalah akad murabahah, IMBT, Musyarakah Mutanaqhisah (MMQ) dan isthisna‟.10 Dilihat dari berbagai macam pengertian pembiayaan KPR Syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan KPR Syariah adalah pembiayaan kepemilikan rumah yang disalurkan oleh Bank Syariah, baik BUS maupun UUS dengan akad-akad yang sesuai dengan ketentuan syariah dan diatur dalam fatwa DSN MUI. Adapun akad-akad yang dapat digunakan dalam menyalurkan pembiayaan KPR Syariah adalah akad murabahah, IMBT, Musyarakah Mutanaqhisah (MMQ) dan isthisna‟. 2. Mekanisme KPR dengan akad Murabahah Dalam praktek perbankan syari‟ah, murabahah selalu menggunakan jenis al-bay’ bissaman ‘ajil atau muajjal (jenis pembayaran secara tangguh atau cicilan). Jadi, murabahah merupakan transaksi jual beli, di mana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad jenis ini adalah salah satu bentuk akad bisnis yang mencari keuntungan bersifat pasti (certainly return) dan 10
Helmi Haris, op. cit. hlm. 115-116
17
telah diketahui dimuka (pre-determiner return). Murabahah sendiri merupakan penjualan sesuatu barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan sejumlah yang disepakati bersama. Dengan sistem murabahah yang diterapkan dalam pembiayaan KPR ini berarti pihak Bank Syari‟ah harus memberitahukan harga perolehan atau harga asal rumah yang dibeli dari developer kepada nasabah KPR Syari‟ah dan menentukan suatu tingkat keuntungan (profit margin) sebagai tambahan.11 Diantara bank-bank di Indonesia yang menggunakan akad Murabahah dalam pembiayaan KPR antara lain BNI Syariah, BSM (Bank Syariah Mandiri) serta BTN Syariah. Keterangan: a. Pembuatan akad jual beli barang antara bank dan nasabah yang sekaligus merupakan pemesanan barang oleh nasabah kepada bank b. Pembuatan akad jual beli yang diikuti pelaksanaan pembayaran harga barang oleh bank c. Penjualan dan penyerahan hak kepemilikan barang oleh pemasok kepada bank d. Penjualan barang + markup/margin & penyerahan hak kepemilikan oleh bank kepada nasabah e. Pengiriman barang secara fisik oleh pemasok kepada nasabah
11
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta: Bank Indonesia, 1999, hlm. 21.
18
f. Pelunasan harga barang oleh nasabah kepada bank secara cicilan atau secara sekaligus pada akhir waktu pelunasan Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mekanisme pembiayaan KPR dengan akad murabahah adalah akad transaksi jual beli rumah sebesar harga perolehan rumah ditambah margin yang ditetapkan oleh para pihak, dimana Bank Syariah menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. 3. Rukun dan Syarat KPR Syari’ah yang menggunakan akad Murabahah. Dalam semua pembiayaan Murabahah termasuk KPR, terdapat rukun yang dikristalisasikan sebagai berikut: a. Pihak yang berakad 1) Penjual 2) Pembeli b. Objek yang diakadkan 1) Barang yang diperjualbelikan 2) Harga jual/keuntungan c. Akad/ sighat 1) Serah (ijab) dan terima (qabul)12 Dengan mengacu pada akad murabahah, dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syari‟ah adalah sebagai berikut:
12
Tim PPS. IBI, Konsep Produk dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 77.
19
a. Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah KPR Syari‟ah. b. Kontrak transaksi KPR Syari‟ah ini haruslah sah. c. Kontrak tersebut harus terbebas dari riba. d. Pihak Bank Syari‟ah harus memberikan kejelasan tentang rumah yang dijadikan obyek transaksi KPR Syari„ah. e. Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang tersebut.13 Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat 3 rukun pembiayaan KPR berbasis murabahah, yaitu pertama, pihak yang berakad meliputi penjual dan pembeli. Kedua, objek yang diperjualbelikan meliputi barang yang diperjualbelikan dan harga jual. Ketiga, akad atau sighat meliputi ijab (serah) dan qabul (terima). 4. Penentuan keuntungan pembiayaan KPR dengan akad Murabahah Produk KPR Syari„ah merupakan salah satu produk pelemparan dana pada Bank Syari‟ah, berdasarkan salah satunya akad murabahah, yang perolehan keuntungan disebut margin atau mark-up yang bersifat tetap selama masa perjanjian (certainly return).14 Karena besarnya keuntungan atau margin sudah diketahui sejak awal, maka tinggi rendahnya dipengaruhi oleh tingkat keuntungan per satu kali transaksi dan besarnya jumlah transaksi dalam satu periode.15
13
Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001,
14
Certainly return adalah perolehan keuntungan yang dapat dipastikan di awal kontrak Adiwarman A. Karim, Op.Cit., hlm. 253.
hlm.102 15
20
Besarnya cicilan yang harus dibayar oleh nasabah KPR Syari‟ah adalah bersifat tetap (tidak berubah) selama masa transaksi yang telah disepakati. Dengan demikian, konseumen tidak terbebani fluktuasi suku bunga yang terus mengalami perubahan. Meskipun suku bunga bergolak, cicilan KPR Syariah tetap sama.16 Bentuk keuntungan atau margin dalam pembiayaan KPR Syari‟ah adalah dalam bentuk nominal rupiah, namun dapat juga dipersentasekan jika ingin mengetahui berapa sebenarnya besarnya persentase margin dibandingkan harga perolehan. Hal ini dapat dibenarkan karena transaksi murabahah adalah transaksi yang obyeknya terdapat barang yang diperjualbelikan sehingga jenis transaksi ini bentuk bisnis yang nyata pada sektor riil yang menciptakan nilai tambah (economic value added).17 Dengan merujuk pada akad murabahah, penentuan harga atau keuntungan dan angsuran dalam KPR Syari‟ah haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:18 a. Keuntungan atau mark-up yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah. b. Harga jual bank adalah harga beli (harga perolehan) bank ditambah keuntungan. c. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. d. Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penentuan keuntungan atau margin dalam pembiayaan KPR dengan akad murabahah dapat berbentuk nominal maupun persentase. Akan tetapi, margin atau keuntungan tersebut sudah 16
Helmi Haris, op. cit. hlm. 119 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, hlm. 69 18 Tim DSN-MUI, Op.Cit., hlm. 17 17
21
ditentukan diawal akad dan sifatnya tetap. Sehingga, pada saat pembiayaan berlangsung, baik pihak bank maupun nasabah tidak boleh melakukan perubahan sistem pembayaran, jangka waktu dan margin yang sudah ditentukan diawal.
B. Risiko Pada Bank Syariah 1. Pengertian Istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, yang umumnya sudah dipahami secara intuitif., tetapi pengertian secara ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain: a. Menurut A. Abas Salim, Risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss).19 b. Menurut
Herman
Darmawi,
Risiko
merupakan
penyebaran
atau
penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan.20 Risiko dilihat dari segi akibat: a. Risiko spekulatif adalah kemungkinan kerugian tetapi bila disamping itu kemungkinan kerugian terdapat kemungkinan untung. b. Risiko murni adalah risiko yang hanya ada kemungkinan kerugian.21 Dari beberapa istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian risiko adalah suatu penyimpangan yang tidak diharapkan dan dapat berpotensi menghasilkan
19
A. Abas Salim, Dasar-dasar Asuransi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993. Herman Darmawi, Manajemen Risiko, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h 25 21 Ibid, h. 27 20
22
kerugian. Adapun risiko ditinjau dari segi akibat dibagi menjadi 2, yaitu risiko spekulatif dan risiko murni. 2. Jenis-jenis Risiko Bank Syariah Bisnis perbankan baik itu bank konvensional ataupun bank syariah akan berhadapan dengan berbagai jenis risiko. Risiko perbankan syariah diantaranya adalah sebagai berikut: a. Risiko Modal (capital risk) Unsur lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang merefleksikan tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank. Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik.22
b. Risiko Likuiditas Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas.23
22
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan (UPP), 2005, hlm 358.
23
c. Risiko Kredit/ Pembiayaan Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Hal ini terjadi sebagai akibat terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditasnya sehingga penilaian kredit menjadi kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko untuk usaha yang dibiayainya. d. Risiko Pasar Risiko pasar adalah risiko kerugian yang dapat dialami bank melalui portofolio yang dimilikinya sebagai akibat pergerakan variabel pasar (adverse movement) yang tidak menguntungkan. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga (interest rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate). Meskipun bank syariah tidak berurusan dengan tingkat suku bunga, namun bagi Indonesia yang menerapkan dual banking system risiko ini akan berpengaruh secara tidak langsung yaitu pada pricing, mengingat nasabah yang dijangkau oleh bank syariah bukan saja nasabah-nasabah yang loyal secara penuh terhadap syariah, tetapi juga nasabah-nasabah yang akan menempatkan dananya ke tempat-tempat yang akan memberikan keuntungan maksimal baginya tanpa memperhitungkan halal atau haramnya
23
hlm 60.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005,
24
e. Risiko Operasional Risiko operasional adalah risiko akibat kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol yang akan berpengaruh pada opersional bank. f. Risiko Hukum Risiko hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menanggung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.24 g. Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank antara lain adalah; manajemen, pelayanan, ketaatan pada aturan, kompetensi, fraud dan sebagainya.
24
Hendro Wibowo, Manajemen Risiko Bank Syariah, http://hndwibowo.blogspot.com/2008/06/ manajemen risiko bank syariah.html, di kutip pada 20/05/2014.
25
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko perbankan syariah dapat dibagi menjadi 7 jenis, yaitu risiko modal, risiko likuiditas, risiko kredit atau pembiayaan, risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi perusahaan, baik secara langsung maupun tidak.
C. Risiko Pembiayaan 1. Pengertian Risiko pembiayaan adalah risiko dimana nasabah atau debitur tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak atau kesepakatan yang telah disepakati.25 Definisi tersebut dapat diperluas bahwa risiko pembiayaan adalah risiko yang timbul dikarenakan kualitas pembiayaan semakin menurun. Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank atau lembaga keuangan memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian pembiayaan kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya. 26
25
Edward W, Bank Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1989, h. 185. Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet, 4, 2006, h. 226. 26
26
Pembiayaan sering digunakan untuk aktivitas utama Lembaga Keuangan Syari‟ah. Pada dasarnya istilah pembiayaan memiliki pengertian yang sama dengan istilah kredit. Dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari‟ah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk kepentingan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Allah SWT telah mengingatkan kepada setiap muslim agar selalu kaffah dalam bermuamalah dengan Allah dan juga kaffah dalam bermuamalah dengan sesama manusia. Dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 282 dijelaskan tentang utang piutang
ۗ
27
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “ Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqh. Istilah kredit diambil dari istilah Qard. Credo dalam bahasa inggris berarti kepercayaan, sedangkan Qard dalam fiqh berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.27 a. Menurut UU No 21 tahun 2008, Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: 1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. 2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah. 27
Adi Marwan Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 19.
28
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’. 4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh. 5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. b. Pembiayaan merupakan bagian terbesar dari aktiva produktif sehingga merupakan penghasilan utama sekaligus sumber dan potensi risiko terbesar dalam aktivitas bank. Pembiayaan secara luas berarti pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang direncanakan. Pembiayaan bermasalah merupakan keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) terjadi karena nasabah tidak dapat mengembalikan pinjaman sesuai dengan waktu pengembalian yang telah disepakati yang dapat menurunkan mutu pembiayaan dan menimbulkan kerugian potensial bagi bank. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 tentang Akuntansi Perbankan butir 24 menyatakan bahwa: Pembiayaan Non Performing Financing pada umumnya merupakan pembiayaan yang pembayaran angsuran pokok dan atau bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau pembiayaan yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Pembiayaan Non Performing Financing terdiri dari pembiayaan yang digolongkan sebagai pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet.
29
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Risiko tersebut timbul dari pembiayaan bermasalah yang disalurkan oleh bank, sehingga dapat mengganggu kualitas aktiva pada bank tersebut. Karena pembiayaan merupakan bagian terbesar dari aktiva produktif yang dimiliki oleh pihak bank.
D. Tujuan Pembiayaan Pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari pembiayaan, yaitu: 1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan berupa keuntungan yang diraih dari bagi hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola bersama nasabah. Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan pembiayaan kepada usaha- usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya. 2. Safety, keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Oleh karena itu, dengan keamanan ini dimaksudkan agar prestasi yang diberikan dalam bentuk modal, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya sehingga keuntungan (profitability) yang diharapkan dapat menjadi kenyataan.28
28
h. 5.
Rivai dan Veithzal, Islamic Financial Management, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008,
30
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar tujuan penyaluran pembiayaan dibagi menjadi dua, yaitu pertama, profitability atau tujuan untuk memperoleh keuntungan dalam menyalurkan pembiayaan. Kedua, safety atau tujuan untuk memperoleh keamanan dari fasilitas pemiayaan yang disalurkan sehingga dapat menghasilkan profitability.
E. Analisis Pembiayaan 1. Prinsip Analisis Pembiayaan Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syari‟ah pada saat melakukan analisis pembiayaan. Secara umum prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C dan Prinsip 5C tersebut terkadang ditambah dengan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu prospek usaha. a. Character (Karakter) Bank sebelum menyalurkan dana kepada debitur harus sudah tahu dan yakin bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan pembiayaan benar-benar dapat dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti: cara hidup maupun gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga dan hobi. b. Capacity (Kapasitas atau Kemampuan)
31
Bank menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang diperoleh bisa melunasi kewajibannya tepat pada waktu sesuai dengan perjanjian. Penilaian calon nasabah meliputi : Kemampuan bidang manajemen, keuangan, pemasaran dan teknis. c. Capital (Modal) Biasanya bank tidak bersedia untuk membiayai suatu usaha 100%, artinya setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan harus pula menyediakan dana dari sumber lain atau modal sendiri. Penilaian terhadap capital dimaksudkan untuk mengetahui keadaan permodalan, sumber modal, dan penggunaan. d. Collateral (Jaminan) Nasabah yang akan mengajukan pembiayaan harus memberikan jaminan sebagai ikatan kepercayaan dalam pemberian pembiayaan, sekaligus untuk mengurangi risiko pemberian pembiayaan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah pembiayaan yang diberikan. Jaminan harus diteliti keabsahannya, sehingga tidak terjadi suatu masalah pada saat pembiayaan, sehingga pada saat terjadi gagal bayar jaminan tersebut dapat dipergunakan secepat mungkin. e. Condition (Kondisi) Dalam menilai pembiayaan hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk masa depan sesuai sektor masing-masing. Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil, sebaiknya pemberian pembiayaan untuk
32
sektor tertentu jangan diberikan terlebih dahulu dan kalaupun jadi diberikan sebaiknya juga melihat prospek usaha tersebut dimasa yang akan datang. Selain menggunakan prinsip 5C dalam menganalisis pembiayaan juga terdapat 7P yaitu: a. Personality Personality mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. Dalam hal ini, bank harus mampu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalu. b. Party Bank harus mampu mengklasifikasi nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau kedalam golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya, sehingga nasabah dapat digolongkan kedalam golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank. c. Purpose Bank harus mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkan nasabah. Dari sinilah bank dapat mengetahui apakah untuk tujuan konsumtif, produktif atau untuk tujuan perdagangan. d. Prospect Bank harus mampu menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas pembiayaan yang
33
dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah. e. Payment Bank harus mampu mengukur bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Dengan demikian jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya. f. Profitability Bank harus menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang akan diperolehnya. g. Protection Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.29 Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip analisis pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah meliputi 5C dan 7P. prinsip 5C meliputi : Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition. Sedangkan prinsip 7P meliputi : Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profiability 29
Ibid, h. 353-354
34
dan Protection. Prinsip-prinsip tersebut dilakukan oleh bank sebagai bahan pertimbangan dalam menyalurkan pembiayaan. 2. Prosedur Analisis Pembiayaan Sistem dan prosedur pembiayaan dirancang diharapkan dapat mengurangi peluang terjadinya pembiayaan macet, namun diusahakan tetap sederhana dan tidak memakan banyak waktu. Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan pembiayaan adalah sebagai berikut: a. Berkas dan pencatatan b. Data pokok dan analisis pendahuluan, meliputi: 1) Realisasi pembelian, produksi, dan penjualan; 2) Rencana pembelian, produksi, dan penjualan; 3) Jaminan; 4) Laporan Keuangan; 5) Data Kualitatif dari calon debitur. c. Penelitian Data d. Penelitian atas realisasi usaha e. Penelitian atas rencana usaha f. Penelitian dan penilaian barang jaminan g. Laporan keuangan dan penelitiannya. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prosedur analisis pembiayaan dilaksanakan melalui 7 tahapan, yaitu : pengumpulan berkas dan
35
pencatatan, pengumpulan data pokok dan analisis pendahuluan, penelitian data yang sudah terkumpul, penelitian atas realisasi usaha, penelitian atas rencana usaha, penelitian dan penilaian barang jaminan serta penelitian laporan keuangan. 3. Kualitas Pembiayaan Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci melalui tabel dibawah ini30
Tabel 2.1 Kualitas Pembiayaan No
Kualitas Pembiayaan
Kriteria
1
Pembiayaan Lancar
a. Pembayaran angsuran pokok dan / bagi hasil tepat waktu; dan b. Memiliki rekening yang aktif; atau c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).
2
Perhatian Khusus
30
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/
Rivai dan Veithzal, Op Cit., h. 33-37.
36
bagi hasil yang belum melampaui Sembilan puluh hari; atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relatif aktif; atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau e. Didukung oleh pinjaman baru. 3
Kurang Lancar
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ bagi hasil; atau b. Sering terjadi cerukan; atau c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang e. diperjanjikan lebih dari Sembilan puluh hari; atau f. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau g. Dokumentasi pinjaman yang lemah.
4
Diragukan
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ bagi hasil; atau b. Terdapat cerukan yang bersifat permanen; atau
37
c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d. Terdapat kapitalisasi bunga; atau e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan. 5
Macet
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ bagi hasil; atau b. Kerugian
operasional
ditutup
dengan
pinjaman baru; atau c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Pembiayaan yang merupakan salah satu bentuk aktiva yang produktif bank syari‟ah yang memiliki kegagalan tidak tertagihnya kembali pembiayaan yang telah disalurkan. Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu
38
dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. Akibatnya penilaian pembiayaan kurang cermat mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya. Aktiva produktif dalam hal ini pembiayaan merupakan salah satu indikator penilaian kinerja dan kesehatan bank syari‟ah. Komponen penilaian aktiva produktif sebagai indikator penilaian kinerja dan kesehatan bank syari‟ah terdiri dari total pembiayaan bermasalah dan total pembiayaan yang diberikan. Demikian juga Bank Indonesia menginstruksi Non Performing Financing dalam laporan tahunan perbankan nasional sesuai SE BI No. 9/24/Dpbs Tanggal 30 Oktober 2007 tentang sistem penilaian kesehatan bank berdasarkan prinsip syari‟ah yang dirumuskan sebagai berikut: NPF =
x 100%
Rasio tersebut ditujukan untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi bank syariah. Dimana semakin tinggi rasio ini menunjukkan kualitas pembiayaan bank syari‟ah semakin buruk. Nilai rasio ini kemudian dibandingkan dengan kriteria kesehatan NPF bank syari‟ah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia seperti yang tertera dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Rasio NPF No. Nilai NPF
Predikat
1
NPF = 2%
Sehat
2
2%
NPF
5%
Sehat
3
5%
NPF
8%
Cukup sehat
4
8%
NPF
12%
Kurang Sehat
39
5
NPF
12%
Tidak Sehat
Sumber: SE BI No 9/24/Dpbs Tanggal 30 Oktober 2007 Dari penjelasan data diatas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kualitas pembiayaan yang disalurkan dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan kolektibilitas nasabah. Pertama, kolektibilitas 1 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi lancar. Kedua, kolektibilitas 2 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi dalam perhatian khusus. Ketiga, kolektibilitas 3 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi kurang lancar. Keempat, kolektibiltas 4 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi diragukan. Kelima, kolektibilitas 5 yaitu nasabah yang berada dalam keadaan macet. 4. Dampak Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar dapat mendatangkan dampak yang kurang menguntungkan baik bagi pemberian pembiayaan terhadap kegiatan ekonomi moneter Negara. Dampak yang diakibatkan oleh pembiayaan bermasalah, yaitu: a. Dampak terhadap kelancaran operasi bank pemberi pembiayaan. Bank yang didorong problem pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar akan mengalami kesulitan operasional. Pembiayaan dengan kualitas buruk memerlukan cadangan penghapusan yang semakin besar sehingga menyebabkan biaya yang harus ditanggung untuk mengadakan cadangan tersebut semakin besar. Hal ini jelas mempengaruhi profitabilitas yang semakin menurun akan mengurangi modal
40
sendiri maka nilai kesehatan operasi akan menurun. Hal ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. b. Dampak terhadap dunia perbankan. Pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar akan menurunkan tingkat operasi bank tersebut. Apabila penurunan pembiayaan dan profitabilitas sudah sangat parah sehingga mempengaruhi likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas bank, maka kepercayaan para penitip dana bank akan menurun. c. Dampak terhadap ekonomi dan moneter negara Sistem perbankan yang terganggu karena pembiayaan bermasalah akan menghilangkan kesempatan bank untuk membiayai kegiatan operasinya dan perluasan debitur lain karena terhentinya perputaran dan yang akan dipinjamkan. Hal ini akan memperkecil kesempatan pengusaha lain untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi yang ada.31 Dari penjelasan diatas, secara garis besar dampak dari pembiayaan bermasalah dibagi menjadi 3. Pertama, dampak terhadap kelancaran operasional bank yang menyalurkan pembiayaan. Kedua, dampak terhadap dunia perbankan itu sendiri. Ketiga, dampak terhadap ekonomi dan moneter negara. Karena secara global bank merupakan lembaga intermediasi sebagai tempat arus perputaran uang.
31
O.P.Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Bogor: Ghalia Indonesia, 2000, h. 154.
41
F. Manajemen Risiko 1. Pengertian Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metodologi dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktifitas atau proses.32 Manajemen risiko juga didefinisikan sebagai sebuah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan dalam memonitor dan mengendalikan implementasi penanganan risiko.33 Dari beberapa istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah
proses
sistematis
meliputi
identifikasi,
kuantifikasi
melalui
brenchmarking, modelling dan forecasting untuk menentukan sikap, kebijakan, solusi serta evaluasi terhadap risiko ynag mungkin terjadi dalam segala aktifitas perusahaan. 2. Proses Manajemen Risiko
32
Ferry N. Idroes, “Manajemen Risiko Perbankan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011,
cet. 2, h. 5 33
Bramantyo Djohanputro, MBA, Ph.D, “ Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi”, Jakarta : PPM, 2006, cet. 2, h. 27
42
Proses Manajemen Risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas terkait didalam organisasi. Tindakan berkesinambungan yang dilakukan sejalan dengan definisi manajemen risiko yang dikemukakan, yaitu :34 a. Identifikasi dan pemetaan risiko, meliputi: 1) Menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan 2) Menentukan definisi kerugian 3) Menyusun dan melakukan implementasi mekanisme pengumpulan data 4) Membuat pemetaan kerugian ke dalam kategori risiko yang dapat diterima dan tidak dapat diterima 5) Kuantifikasi/ Menilai/ Melakukan Peringkat Risiko 6) Aplikasi teknik permodelan dalam mengukur risiko 7) Menentukan tingkat frekuensi dan tingkat kerugian dari risiko berdasarkan data historis yang tersedia 8) Perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur (Benchmarking), permodelan (Modelling) dan peramalan (Forecasting) yang berasal dari luar organisasi/ eksternal. Sumber eksternal yang dimaksud berasal dari praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan di dalam industri (best practices) 9) Menegaskan profil risiko dan rencana manajemen risiko
34
Ferry N. Idroes, “Manajemen Risiko Perbankan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, cet. 2,h. 7-11
43
b. Identifikasi selera risiko organisasi (risk appetite), apakah manajemen secara umum terdiri dari: 1) Penghindar risiko (risk averter) 2) Penerima risiko sewajarnya (risk neutral) 3) Pencari risiko (risk seeker) c. Identifikasi visi stratejik (strategic vision) dari organisasi, apakah organisasi berada dalam visi: 1) Agresif yang terobsesi untuk mengejar peningkatan volume usaha serta keuntungan sebesar-besarnya untuk mendukung pertumbuhan atau 2) Konservatif yang ingin menjaga kelangsungan usaha pada situasi aman dengan volume usaha dan keuntungan yang stabil. Penghindar risiko tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Sebaliknya, pencari risiko bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Visi stratejik yang agresif bersedia bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Visi ini biasanya diterapkan pada organisasi yang berada dalam tahap pertumbuhan. Sebaliknya, visi stratejik yang konservatif tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Biasanya organisasi pada tahap konservatif adalah organisasi yang telah mapan dengan aktifitas yang stabil. d. Solusi risiko / implementasi tindakan terhadap risiko
44
Berdasarkan hubungan dari frekuensi dan dampak risiko dapat diuraikan solusi terhadap risiko. Tabel berikut menunjukkan hubungan frekuensi, dampak, serta solusi risiko yang dapat dilakukan. Frekuensi
tinggi
– Frekuensi
dampak rendah (mitigasi)
tinggi
– Pengendalian
dampak tinggi (hindari) sebelum
risiko peristiwa
risiko Frekuensi
rendah
dampak rendah (tahan)
– Frekuensi dampak (alihkan)
rendah
– Pembiayaan
tinggi sesudah
risiko peristiwa
risiko
1) Hindari (Avoidance) : keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktiftas yang dimaksud. Misalnya sebuah bank mendapat tawaran untuk melakukan bisnis pencucian uang (Money Laundering) dari kegiatan terorisme yang menjanjikan keuntungan dari penempatan dalam jumlah besar dengan bunga yang sangat rendah. Risiko aktifitas tersebut adalah ancaman penutupan bank serta ancaman pidana terhadap pelakunya. Maka, bank memutuskan untuk tidak melakukan aktifitas tersebut. 2) Alihkan (transfer): membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh. Misalnya untuk pembiayaan proyek yang sangat besar, sebuah bank melakukan skema pinjaman sindikasi. Sindikasi adalah bentuk berbagi bisnis, risiko, dan hasil yang lazim dilakukan bank. Pengalihan risiko juga
45
termasuk penggunaan lembaga asuransi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi . selain itu, penggunaan sumber daya diluar organisasi (outsourcing) juga termasuk dalam pengalihan risiko. 3) Mitigasi Risiko (mitigate risk): menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktifitas dan risikonya. Misalnya, pengikatan pinjaman dan agunan pada bank. Pengikatan sangat rentan untuk terjadi masalah, akibatnya bank berada dalam posisi hukum yang lemah dalam penyelesaian pinjaman atau ekseskusi agunan. Bank perlu menerapkan sistem dan prosedur yang jelas tentang pengikatan dan aspek-aspek pendukungnya. Selanjutnya ditetapkan secara tegas mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada individu-individu yang melakukan penyimpangan prosedur. 4) Menahan risiko residual (retention of Residual Risk): menerima risiko yang mungkin timbul dari aktifitas yang dilakukan.kesediaan menerima risiko dikaitkan dengan ketersediaan penyangga jika kerugian atas risiko terjadi. Peran inilah
yang ditekankan dalam membahas
manajemen risiko
perbankan.perbankan harus mengambil berbagai macam risiko dalam menjalankan aktifitasnya. Risiko yang dimaksud tidak dapat dihindari, dialihkan, dan dimitigasi. Akibatnya, risiko tersebut harus ditanggung sejalan dengan pelaksanaan aktifitas. Misalnya bank menerima transaksi pembelian valuta asing dari nasabah secara forward tiga bulan kedepan. Untuk mitigasi
46
risiko, bank melakukan forward ulang ke bank lain dan mengharuskan nasabah untuk menyerahkan setoran jaminan. Pada situasi normal, mitigasi risiko cukup untuk mengatasi kemungkinan risiko yang akan terjadi. Namun, jika situasi menjadi tak terkendali, yaitu nilai tukar melonjak drastis, nasabah membatalkan kontrak dengan menjual pada pasar spot dan membiarkan setoran jaminan diambil bank. Pada situasi itu terjadi kerugian karena setoran jaminan tidak dapat menutupi kerugian tersebut. Situasi inilah yang dikatakan sebagai risiko residual yang harus ditanggung bank. Setiap risiko residual pada bank diperlukan ketersediaan modal untuk menyangganya. Konsep menahan risiko merupakan konsep dasar dari kewajiban penyediaan
modal
minimum.
Modal
merupakan
sumberdaya
keuangan
perusahaan atau bank yang dapat digunakan sebagai penyerap dari kerugian yang terjadi. e. Pemantauan dan pengkinian/kaji ulang risiko dan kontrol 1) Seluruh entitas organisasi harus yakin bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik. 2) Lakukan pengkinian dengan mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam strategi risiko keseluruhan. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses manajemen risiko dapat dilakukan melalui 5 tahapan. Pertama, melakukan identifikasi risiko sesuai dengan dampaknya. Kedua, melakukan kuantifikasi risiko melalui proses
47
Brenchmarking, Modelling dan forecasting. Ketiga, menegaskan profil risiko dan rencana manajemen. Keempat, menerapkan kebijakan dan solusi terhadap risiko yang mungkin terjadi atau telah terjadi. Kelima, melakukan pemantauan atau evaluasi terhadap risiko.
G. Mitigasi Risiko 1. Pengertian Mitigasi risiko pembiayaan adalah kebijakan untuk mengelola risiko pembiayaan dalam rangka meminimalisir peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah. Mitigasi risiko pembiayaan akan kita ketahui, apabila kita telah mengetahui apa yang dimaksud dengan risiko. Risiko merupakan bahaya: risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Risiko juga merupakan peluang risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan. 2. Teknik-teknik Mitigasi Risiko Mitigasi risiko kredit (credit risk mitigation) adalah teknik dan kebijakan untuk mengelola risiko kredit dalam rangka mengurangi peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.35
35
Sulad Sri Hardanto, Manajemen Risiko Bagi Bank Umum; Kisi-Kisi Ujian Sertifikasi Manajemen Risiko Perbankan, Jakarta: PT. Gramedia, 2006, h.107
48
Berikut ini beberapa teknik mitigasi yang biasa digunakan lembaga keuangan syariah dalam memberikan pembiayaan menurut pendapat international institute of financial studies (IIFS)36. a. Hammish Jiddiyah (HJ), suatu jaminan yang diberikan atas perjanjian pembelian (promise to purchase atau promise to sell) jika debitur tidak menyelesaikan perjanjian sesuai kontrak sehingga menimbulkan sebagian kerugian terhadap pihak kreditur. Dengan demikian kreditur dapat menerima kompensasi atas kerugian tersebut. Apabila nilai jaminan lebih besar dari kerugian yang ditanggung, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada debitur. Namun, jika kerugian lebih besar dari jaminan, maka kreditur berhak mendapatkan tambahan kompensasi dari pembeli. b. Arbun (Urbon, Arboun, Arboo) atau uang muka; dilakukan setelah kontrak ditandatangani dan dianggap sebagai jaminan untuk menjamin pelaksanaan kontrak. Hal ini akan mengurangi kerugian perusahaan jika debitur melakukan pelanggaran sebelum kontrak dilaksanakkan. c. Garansi dari pihak ketiga, dalam jangka waktu tetap dan untuk jumlah yang terbatas, tanpa beberapa pertimbangan yang diterima oleh guarantor. d. Pengikatan aset sebagai jaminan, yang harus sesuai syariah dan memiliki nilai pasar dan serta dapat dimiliki dan dijual secara hukum. Selain itu, jaminan juga
36
Amr Mohammed El Tiby, Islamic Banking: How to Manage Risk and improve Profitability, (United States of America: John Wiley and Sons, Inc., 2011, h.127
49
harus spesifik, mudah dipindahtangankan, dan bebas biaya. Pengikatan tersebut harus memiliki kekuatan hukum. e. Eksekusi, dimana jaminan dalam kontrak tersebut adalah objek pembiayaan itu sendiri, sehingga jika terjadi gagal bayar maka jaminan dapat langsung diambil alih oleh perusahaan karena secara hukum kepemilikan masih berada dipihak perusahaan. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mitigasi risiko adalah kebijakan untuk mengelola risiko pembiayaan utnuk meminimalisir potensi kerugian yang dihasilkan oleh pembiayaan bermasalah. Adapun teknik mitigasi risiko menurut IIFS dibagi menjadi 5, yaitu : Hammis Jiddiyah (jaminan Kolateral), Arbun (uang muka), Garansi pihak ketiga, pengikatan aset sebagai jaminan dan eksekusi jaminan. Teknik-teknik tersebut digunakan untuk meminimalisir potensi kerugian yang disebabkan oleh pembiayaan bermasalah. Demikian teori teori terkait yang dapat dijelaskan, baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung mengenai manajemen dan strategi mitigasi pembiayaan KPR di Bank Syariah.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang penulis gunakan yaitu pendekatan studi empiris. Merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris.37 Penelitian kasus dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi atau lembaga.38 Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan langsung ke objek penelitian, dimana penulis ingin mengetahui risiko dan mitigasi yang diaplikasikan pada pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
B. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research), yaitu research yang dilakukan di kancah atau di medan terjadinya gejalagejala.39
C. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh melalui cara sebagai berikut: 1. Wawancara (interview) 37
Robert K. Yin, Studi kasus Design dan Metode, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),
h.21. 38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 142. 39 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Cet. ke-30,Jilid 1,(Yogyakarta: ANDI, 2000), h.10.
50
51
Yaitu dengan mewawancarai pihak-pihak yang berperan dan terkait dengan objek penelitian. Peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden, yang diarahkan peneliti untuk tujuan memperoleh informasi yang relevan.40 2. Studi Kepustakaan (library research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan memahami data atau bahan yang diperoleh dari berbagai literature, seperti: majalah, surat kabar, buku-buku cetak, artikel, mailing list, (website/ internet) yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta JL. Abdul Muis No. 2-4 Jakarta Pusat. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan februari sampai bulan April 2014. 1. Sumber Data Data yang dikumpulkan dari penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. a. Data Primer Data primer diperoleh melalui pengamatan, pencatatan, pengumpulan data dan wawancara langsung dengan kepala divisi keuangan dan divisi lain yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan. b. Data Sekunder 40
160.
Mudrajat Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.
52
Data sekunder yang penulis gunakan diperoleh dari laporan keuangan (annual report) BRI Syariah, literatur buku dan data perusahaan yang diperoleh baik dari BRI Syariah maupun dari publikasi elektronik dan media informasi lainnya.
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisa data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk memperluas pemahaman penulis terhadap masalah yang diteliti. Proses analisis data menggunakan metode deskriptif analisis dari hasil perhitungan metode CreditRisk+. Metode deskriptif analisis adalah prosedur pemecahan yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek atau obyek (seseorang atau pada suatu lembaga) saat sekarang dengan berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya.41 Pengolahan dan analisis data yang dilakukan sebagian besar menggunakan program Microsoft Excel. Program ini digunakan untuk melakukan klasifikasi dan presentase dari berbagai data awal yang diterima yang selanjutnya digunakan untuk menghitung metode CreditRisk+.
1. Metode CreditRisk+
41
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-12), h.206.
53
CreditRisk+ menganalisis kegagalan atas risiko default sebagai risiko yang harus dihadapi pada saat debitur berada pada kondisi tidak mampu membayar hutangnya. CreditRisk+ merupakan distribusi dari risiko portofolio untuk mencari probabilitas jumlah debitur yang gagal bayar dalam satu periode yang dinyatakan dengan poisson distribution. CreditRisk+ diaplikasikan pada kerangka ilmu aktuarial untuk menghitung derivasi dari distribusi kerugian atas portofolio. Dalam metode ini tidak menghubungkan risiko wanprestasi terhadap struktur modal perusahaan dan juga tidak mengasumsikan penyebab dari terjadinya default. Metode CreditRisk+ mengasumsikan bahwa:42 a. Untuk pemberian pinjaman/kredit, probabilitas default dalam suatu periode tertentu adalah sama seperti pada bulan-bulan lainnya. b. Untuk sebagian besar debitur, probabilitas default oleh debitur tertentu kecil, dan jumlah default yang terjadi tidak saling mempengaruhi dari periode-periode sebelumnya. a. Kelebihan dan Keterbatasan Metode CreditRisk+ Kelebihan metode ini adalah mudah diimplementasikan (Crouhy, 2000) dan kemudahan ketersediaan data. CreditRisk+ memfokuskan pada kondisi debitur tidak mampu membayar kewajiban yang dibutuhkan untuk mengestimasi potensi risiko. Model hanya membutuhkan data probability default, exposure
42
Michel Crouhy dan Galai Robert Mark, Risk Management; Comprehensive Chapters on Markets, Credit and Operational Risk-Features an Integrated VaR Framework-Hedging Strategies for Reducing Risk, (New York, USA: McGraw-Hill Company, Inc, 2000), h. 404.
54
(nilai ekonomis klaim kepada debitur pada saat debitur default) dan recovery rate. Keterbatasan metode CreditRisk+ adalah sebagai berikut: 1) Asumsi bahwa risiko kredit tidak berhubungan dengan risiko pasar. 2) Besarnya exposure dari tiap debitur tetap dan tidak sensitif terhadap perubahan. 3) Tidak memperhitungkan risiko mitigasi. b. Kriteria Penentuan Kolektibilitas Pembiayaan c. Analisis CreditRisk+
INPUT Data Eksposur dan Probability Default
PROSES Step 1. Pengelompokan Exposure dalam kelas & band dan Menghitung Probability Default Step 2. Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss Step 3. Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual Step 4. Penentuan n-default dengan poisson distribution Step 5. Penentuan Unexpected Loss Step 6. Perhitungan Economic Capital
OUTPUT Potensi Kerugian Gambar 3.1 Tahap Perhitungan Potensi Kerugian 2. Pengolahan Data
55
a. Pengelompokkan Eksposure dalam band dan menghitung probability Default Nilai eksposure diperoleh dari debitur dengan status overdue 90 hari atau gagal bayar lebih dari 90 hari per bulan. Hal ini mengikuti peraturan otoritas terkait dengan kriteria kolektabilitas. Sehingga debitur yang dianggap memiliki potensi kerugian adalah debitur yang telah memasuki kolektabilitas tidak lancar, diragukan dan macet atau dengan jangka waktu keterlambatan diatas 90 hari. Selanjutnya, kelompok debitur ini dikelompokkan berdasarkan asumsi kemungkinan gagal bayar (probability of default). Probability of default adalah peluang macet debitur yang nilainya sudah ditentukan oleh bank indonesia berdasarkan nilai PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)
yang
ditentukan dalam (PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah). Tabel 3.1 Probability of default Murabahah Kol. 3 Keterlambatan Probability
Kol. 4
Kol.5
91-120 hari
121-180 hari
>180 hari
15%
50%
100%
Default Sumber : PBI NO. 13/13/PBI/2011 b. Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss
56
Nilai Riil Loss bernilai antara nol (terendah) artinya tidak ada kerugian sama sekali hingga satu (tertinggi) artinya kerugian yang dihadapi perusahaan sebesar 100%. Nilai Riil Loss(RL) diperoleh dari 1-RR (Recovery Rate). c. Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual Expected Loss merupakan nilai kerugian yang dapat diperkirakan dan dapat ditutupi oleh PPAP yang telah dicadangkan. Expected Loss diperoleh dari hasil perkalian antara nilai eksposure dengan peluang macet debitur. Setelah hasil Expected Loss diketahui. maka dapat dilanjutkan dengan menghitung Expected Loss Individual pada setiap kelas di masing-masing band yang sudah ditentukan. Nilai Expected Loss Individual diperoleh dari nilai Expected Loss dibagi dengan kelas pada masing-masing band. Penentuan nilai kelas yang digunakan untuk perhitungan Expected Loss Individual band diperoleh dengan mengelompokkan dalam range tertentu. Untuk nilai band Rp. 100.000.000. penulis
mengelompokkan dalam 10 kelas dengan range Rp.
100.000.000 disetiap kelasnya ( kelas1= rp. 0 sampai Rp. 100.000.000 kelas2= Rp. 100.000.001 sampai Rp. 200.000.000. Dst). d. Penentuan n-default dengan distribusi Poisson Penentuan jumlah debitur macet dalam metode Creditrisk+ menggunakan alat bantu analisis statistik dengan menggunakan distribusi poisson. Dalam perhitungan dengan distribusi poisson menggunakan nilai frekuensi nj yang diperoleh dari nilai nj dibagi dengan nilai band ke-j. kemudian diolah dengan
57
distribusi poisson dengan tingkat kepercayaan 95%. diperoleh jumlah debitur yang berpeluang macet sebanyak 10 debitur. e. Perhitungan Unexpected Loss Unexpected Loss (UL) adalah kerugian akibat gagal bayar debitur yang harus dapat dikendalikan meskipun tidak diharapkan sebelumnya. Unexpected Loss dapat diperoleh dengan rumus: UL = n-default x Lj x nominal band x Riil Loss (1-RR) f. Perhitungan Economic Capital Perhitungan economic capital digunakan untuk meng-cover risiko akibat unexpected credit default losses. Unexpected loss dapat terjadi dalam kondisi normal dan tidak normal. Dalam kondisi normal adalah pada keadaan dimana kerugian yang terjadi di atas rata-rata kerugian yang telah dicadangkan oleh perusahaan. Sedangkan dalam kondisi tidak normal, jumlah kerugian yang terjadi lebih besar dari maksimum kerugian yang telah diperkirakan pada kondisi normal. Dalam hal kerugian mencapai level unexpected loss maka kerugian tersebut harus bisa di-cover dari modal perusahaan. Dengan kata lain kecukupan modal harus mempertimbangkan besarnya unexpected loss. Nilai economic capital dapat dihitung dengan mengurangkan unexpected loss dengan expected loss. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Untuk mengukur potensi kerugian dengan model Creditrisk+ ada 6 tahapan
yang harus dilakukan,
meliputi : Pengelompokan Exposure dalam kelas dan band serta Menghitung Probability Default, Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss, Perhitungan
58
Expected Loss dan Expected Loss Individual, Penentuan n-default dengan poisson distribution, Penentuan Unexpected Loss, dan perhitungan Economic Capital. Dari tahapan-tahapan tersebut diperoleh hasil berupa potensi kerugian yang dapat ditanggung oleh pihak BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dalam menyalurkan pembiayaan KPR. Demikian penjelasan dan uraian diatas, dimana dalam bab ini dipaparkan secara menyeluruh mengenai metode penelitian yang digunakan serta model Creditrisk+ dalam mengukur potensi kerugian pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum perusahaan 1. Sejarah Perusahaan Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi beroperasi. Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam. Dua tahun lebih PT. Bank BRISyariah hadir mempersembahkan sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service excellence) dan menawarkan beragam produk yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah. Kehadiran PT. Bank BRISyariah di tengah-tengah industri perbankan nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT. Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan
59
60
dari warna biru dan putih sebagai benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., Aktivitas PT. Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama PT. Bank BRISyariah. Saat ini PT. Bank BRISyariah menjadi bank syariah ketiga terbesar berdasarkan aset. PT. Bank BRISyariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank BRISyariah menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan. Sesuai dengan visinya, saat ini PT. Bank BRISyariah merintis sinergi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan memanfaatkan jaringan kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., sebagai Kantor Layanan Syariah dalam mengembangkan bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan kegiatan konsumer berdasarkan prinsip Syariah. 2. Visi dan Misi Perusahaan
61
Visi PT. Bank BRISyariah adalah menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jagkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Sedangkan misinya adalah: a. Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam kebutuhan finansial nasabah. b. Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. c. Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapan pun dan dimana pun. d. Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kualitas hidup dan menghadirkan ketenteraman pikiran. 3. Pembiayaan konsumer BRI Syariah a. Gadai BRISyariah iB Gadai BRISyariah iB hadir untuk memberikan solusi memperoleh dana tunai untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak ataupun untuk keperluan modal usaha dengan proses cepat, mudah, aman dan sesuai syariah untuk ketentraman Anda. Manfaat yang diperoleh yaitu pilihan tepat, penuh manfaat serta lebih berkah karena pembiayaan sesuai syariah b. KKB BRISyariah iB Yaitu produk dengan skim pembiayaan adalah jual beli (MURABAHAH), adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh Bank dan Nasabah (fixed margin),
62
dengan jangka waktu maksimal 5 tahun, cicilan tetap dan meringankan selama jangka waktu, bebas pinalti untuk pelunasan sebelum jatuh tempo. Tujuan produk ini untuk pembelian mobil baru, pembelian mobil second, Take Over/Pengalihan Pembiayaan KKB dari lembaga pembiayaan lain c. KPR BRISyariah iB Yaitu pembiayaan kepemilikan rumah kepada perorangan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan kebutuhan akan hunian dengan mengunakan prinsip jual beli (Murabahah) dimana pembayarannya secara angsuran dengan jumlah angsuran yang telah ditetapkan di muka dan dibayar setiap bulan. Manfaat produk ini yaitu menggunakan skim pembiayaan adalah jual beli (MURABAHAH), adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh Bank dan Nasabah (fixed margin), uang muka ringan, jangka waktu maksimal 15 tahun, cicilan tetap dan meringankan selama jangka waktu, bebas pinalti untuk pelunasan sebelum jatuh tempo. d. KLM BRISyariah IB Kepemilikan Logam Mulia BRISyariah (KLM BRISyariah iB) kini hadir membantu Anda mewujudkan mimpi memiliki emas logam mulia dengan lebih mudah. Manfaatnya yaitu memberikan kemudahan memiliki logam mulia emas ANTAM 24 karat (99,999%) dan lokal dengan sistem pembiayaan cicilan ringan dan proses cepat, menggunakan prinsip jual beli (murabahah) dengan akad Murabahah bil Wakalah
63
e. KMG BRISyariah iB Salah satu produk untuk memenuhi kebutuhan karyawan khususnya karyawan dari perusahaan yang bekerjasama dengan PT. Bank BRISyariah dalam Program Kesejahteraan Karyawan (EmBP), dimana produk ini dipergunakan untuk berbagai keperluan karyawan dan bertujuan untuk meningkatkan loyalitas karyawan Program Kesejahteraan Karyawan (EmBP). f. Pembiayaan Umrah BRISyariah iB Pembiayaan Umrah BRISyariah iB kini hadir membantu anda untuk menyempurnakan niat Anda beribadah dan berziarah ke Baitullah. Produk Pembiayaan Umrah BRISyariah iB mengunakan prinsip akad jual beli manfaat/jasa (ijarah Multijasa). 4. Perkembangan DPK dan Pembiayaan BRI Syariah a. Perkembangan Dana Pihak Ketiga BRI Syariah DPK dalam triliun rupiah 9.9
11.95
13.9
5.09 2010
2011
2012
Gambar 4.1. DPK Bank BRI Syariah 2010-2013 Sumber: Annual Report BRI syariah 2013 diolah
2013
64
Perkembangan DPK di BRI Syariah dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang signifikan, Hal ini dipengaruhi oleh kinerja BRI Syariah yang semakin baik. Dari data DPK BRI Syariah tahun 2013, tercatat bahwa terjadi kenaikan jumlah DPK sebesar 173% jika dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu dari Rp. 5.09 Triliun menjadi Rp. 13.9 triliun. Jika dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah DPK di tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 16,37% yaitu dari Rp. 11.95 Triliun menjadi Rp. 13.9 Triliun. Perkembangan DPK tersebut juga seiring dengan kenaikan jumlah FDR dan NPF di BRI Syariah. b. Perkembangan FDR Pembiayaan BRI Syariah
95.82%
2010
100.96%
102.70%
90.55% 2011
2012
2013
Gambar 4.2. FDR Bank BRI Syariah 2010-2013 Sumber: Annual Report BRI Syariah 2013 diolah
Perkembangan FDR di BRI Syariah juga mengalami peningkatan di tahun 2013, walaupun sempat mengalami penurunan di tahun 2011 sebesar 5,5%, yaitu dari 95,82% menjadi 90,55%. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, FDR BRI Syariah di tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 7,2%, yaitu dari 95,82% menjadi 102,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, FDR BRI syariah tahun 2013 mengalami peningkatan
65
sebesar 1,7%. Dilihat dari rasio FDR, kinerja penyaluran pembiayaan di BRI Syariah sangat memuaskan karena berada diatas 80%. c. Perkembangan NPF Penyaluran Pembiayaan BRI Syariah
3.26% 2.14%
2010
2.12%
2011
2%
2012
2013
Gambar 4.3. NPF BRI Syariah 2010-2013
Sumber : Annual Report BRI Syariah 2013 diolah
Perkembangan DPK dan FDR pada BRI syariah tidak terlepas dari masalah pembiayaan bermasalah. Dalam hal ini, pembiayaan yang disalurkan oleh BRI Syariah memiliki tingkat NPF yang berkisar antara 2-3.26%. walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2012 sebesar 5,7% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, tingkat NPF mengalami peningkatan sebesar 63% dari tahun sebelumnya, yaitu dari 2% menjadi 3.26%. hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah DPK dan jumlah pembiayaan yang disalurkan, maka semakin besar tingkat NPF pembiayaan tersebut.
66
d. Alokasi Penyaluran DPK terhadap Pembiayaan di BRI Syariah
pembiayaan mikro 18% (2,51T)
pembiayaan komersil 32% (4,48T) pembiayaan UKM dan kemitraan 24% (3,46T) pembiayaan konsumer 26% (3,64T)
Gambar 4.4. Penyaluran pembiayaan Bank BRI Syariah 2013
Sumber: Annual Report BRI Syariah 2013 diolah
Bank BRI Syariah menyalurkan DPK yang sudah dihimpun selama periode 2013 secara umum dalam beberapa sektor bisnis. Sektor yang mempunyai alokasi paling besar adalah pembiayaan komersil, yaitu sebesar Rp. 4,48 Triliun atau sebesar 32% dari total DPK. Kemudian disusul oleh sektor pembiayaan konsumer sebesar Rp. 3,64 Triliun atau sebesar 26% dari total DPK, sektor pembiayaan UKM dan Kemitraan sebesar 3,46 Triliun atau 24% dari total DPK, serta sektor pembiayaan Mikro sebesar Rp. 2,51 Triliun atau 18% dari total DPK. Dari
sektor-sektor
pembiayaan
yang
disalurkan,
pembiayaan
konsumer memiliki produk-produk yang variatif serta selalu dipaparkan dalam marketing kit. Pembiayaan konsumer ada hampir di semua kantor cabang dan kantor cabang pembantu di seluruh Indonesia. Pembiayaan
67
konsumer di BRI Syariah meliputi pembiayaan KPR BRI Syariah IB, KLM BRI Syariah IB, KKB BRI Syariah IB, Gadai BRI Syariah IB serta KMG BRISyariah IB. dari total pembiayaan konsumer yang disalurkan, dapat dilihat porsi dari masing-masing produk pembiayaan dalam chart dibawah ini.
KMG BRI Syariah IB 19%
KKB BRISyariah IB 0,3%
Gadai BRISyariah IB 24%
KPR BRISyariah IB 54%
PKE BRISyariah IB 1,7%
Gambar 4.5. penyaluran pembiayaan konsumer BRI Syariah 2013 Sumber: Annual Report BRI Syariah 2013 diolah
Dari data diatas terlihat bahwa alokasi pembiayaan konsumer terbesar disalurkan pada pembiayaan KPR BRISyariah IB, yaitu sebesar Rp. 1,99 Triliun atau sebesar 55% dari total penyaluran pembiayaan konsumer. Disusul gadai BRISyariah IB sebesar Rp. 0,88 Triliun atau sebesar 24% dari total penyaluran pembiayaan konsumer, KMG BRISyariah IB sebesar 19% dari total penyaluran pembiayaan konsumer, PKE atau KLM BRISyariah IB sebesar 1,7% serta KKB BRISyariah sebesar 0,3% dari total penyaluran pembiayaan konsumer BRI Syariah. Jadi, dari total pembiayaan konsumer yang disalurkan, pembiayaan KPR BRISyariah IB memberikan sumbangan
68
terbesar. KPR BRISyariah IB juga saat ini menduduki peringkat ketiga dalam menyalurkan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang merupakan program dari Kementrian Perumahan Rakyat.
B. Mengukur potensi kerugian dengan Creditrisk+ Untuk mengukur potensi kerugian dari risiko kredit pembiayaan KPR IB BRISyariah KC Abdul Muis menggunakan analisis internal risiko kredit dengan metode Creditrisk+. Analisis dengan menggunakan metode ini berasal dari pembiayaan yang memiliki potensi gagal bayar. 1. Step 1. Pengelompokkan Eksposure
dalam band dan menghitung
probability Default Nilai eksposure diperoleh dari debitur dengan status overdue 90 hari atau gagal bayar lebih dari 90 hari per bulan. Hal ini mengikuti peraturan otoritas terkait dengan kriteria kolektabilitas. Sehingga debitur yang dianggap memiliki potensi kerugian adalah debitur yang telah memasuki kolektabilitas tidak lancar, diragukan dan macet atau dengan jangka waktu keterlambatan diatas 90 hari. Berdasarkan data yang didapat, sampai dengan desember 2013 diperoleh banyaknya debitur pembiayaan KPR IB BRISyariah KC AbdulMuis Jakarta berjumlah 325 debitur dengan total pembiayaan Rp. 379,540,725,808 . Nilai pembiayaan terkecil sebesar Rp. 17.126.100,94 dan terbesar Rp. 6.305.926.269,27.
69
Dari keseluruhan debitur, diperoleh sebanyak 10 debitur berada pada kategori kurang lancar, diragukan dan macet dengan nilai eksposur terkecil sebesar Rp. Rp. 59.069.077,86 dan terbesar Rp. 1.751.095.158,81 Selanjutnya, kelompok debitur ini dikelompokkan berdasarkan asumsi kemungkinan gagal bayar (probability of default). Probability of default adalah peluang macet debitur yang nilainya sudah ditentukan oleh bank indonesia berdasarkan nilai PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) yang ditentukan dalam (PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah). Tabel 4.1. Probability default Murabahah Kol. 3 Keterlambatan Probability Default
Kol. 4
Kol.5
91-120 hari
121-180 hari
>180 hari
15%
50%
100%
Sumber : PBI NO. 13/13/PBI/2011
Tabel 4.2. Penentuan eksposur awal dan probability of default
1
Nama debitur A
Rp. 59.069.077,86
Murabahah
5
Prob. Default 1
2
B
Rp. 161.355.360,37
Murabahah
5
1
3
C
Rp. 241.651.850,00
Murabahah
4
0.5
4
D
Rp. 259.229.166,94
Murabahah
3
0.15
5
E
Rp. 379.530.000,00
Murabahah
3
0.15
6
F
Rp. 509.176.536,94
Murabahah
3
0.15
7
G
Rp. 944.789.190,27
Murabahah
5
1
No.
Eksposur Awal
Akad Pembiayaan Kolektibilitas
70
8
H
Rp. 963.662.233,82
Murabahah
5
1
9
I
Rp. 1.342.372.754,24
Murabahah
5
1
10
J
Rp. 1.751.095.158,81
Murabahah
4
0.5
Jumlah
Rp. 6.611.931.329
Sumber : Data pembiayaan BRISyariah KC Abdul Muis diolah
Berdasarkan data, terdapat 10 debitur yang bermasalah. Dari 10 debitur, terdapat 3 debitur berada dalam kolektibilitas 3 (kurang lancar), terdapat 2 debitur yang berada dalam kolektibilitas 4 (diragukan) dan terdapat 5 debitur yang berada dalam kolektibilias 5 (macet). Total pembiayaan yang berada dalam kolektibilitas 3-5 bernilai Rp. Rp. 6.611.931.329 2. Step 2. Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss Nilai Riil Loss bernilai antara nol (terendah) artinya tidak ada kerugian sama sekali hingga satu (tertinggi) artinya kerugian yang dihadapi perusahaan sebesar 100%. Nilai Riil Loss(RL) diperoleh dari 1-RR. Dan nilai recovery rate pada pembiayaan KPR IB BRISyariah KC Abdul Muis Jakarta dapat dlihat dari presentasi nilai pembiayaan yang sudah dilunasi oleh semua debitur. Nilai recovery rate yang dinotasikan dengan RR diperoleh dari 100% - persentase dari niali outstanding debitur. Dimana nilai outstanding debitur merupakan nilai sisa tunggakan debitur yang belum dilunasi. Selain itu, nilai Recovery Rate dapat juga dinilai dari berbagai faktor, diantaranya dapat dilihat dari nilai agunan maupun dari nilai rata-rata penghapusbukuan piutang yang memiliki kolektibilitas macet dengan melakukan penyitaan jaminan pembiayaan.
71
Tabel 4.3. Penentuan nilai recovery rate dan riil loss No.
Nama
Eksposur awal
Debitur
Cicilan yang
Eksposur at
sudah dibayar
default
RR
Riil Loss
1
A
Rp. 59.069.077,86
Rp. 30.723.207,18
Rp. 28.345.870,68
0.52
0.48
2
B
Rp. 161.355.360,37
Rp. 92.420.183,32
Rp. 68.935.177,05
0.57
0.43
3
C
Rp. 241.651.850,00
Rp. 177.010.416,55
Rp. 64.641.433,45
0.73
0.27
4
D
Rp. 259.229.166,94
Rp. 117.746.198,96
Rp. 141.482.967,98
0.45
0.55
5
E
Rp. 379.530.000,00
Rp. 241.071.428,46
Rp. 138.458.571,54
0.64
0.36
6
F
Rp. 509.176.536,94
Rp. 234.929.041,87
Rp. 274.247.495,07
0.46
0.54
7
G
Rp. 944.789.190,27
Rp. 529.161.168,04
Rp. 415.628.022,23
0.56
0.44
8
H
Rp. 963.662.233,82
Rp. 559.118.070,90
Rp. 404.544.162,92
0.58
0.42
9
I
Rp. 1.342.372.754,24
Rp. 599.587.795,89
Rp. 742.784.958,35
0.45
0.55
J
Rp. 1.751.095.158,81
Rp. 789.475.988,29
Rp. 961.619.170,52
0.45
0.55
Rp. 6.611.931.329
Rp. 3.371.243.499
Rp. 3.240.687.830
Jumlah
Sumber : Data pembiayaan BRISyariah KC Abdul Muis diolah
3. Step3. Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual
Expected Loss merupakan nilai kerugian yang dapat diperkirakan dan dapat ditutupi oleh PPAP yang telah dicadangkan. Expected Loss diperoleh dari hasil perkalian antara nilai eksposure (berdasarkan sisa cicilan) dengan peluang macet debitur. Data eksposure dikelompokkan dalam nilai band Rp. 100.000.000.00.
72
Tabel 4.4. Expected loss pada band 100 juta No.
Nama Debitur
Eksposur at default
Probability
Expected loss
default
1
A
Rp. 28.345.870.68
1
Rp. 28.345.871
2
B
Rp. 68.935.177.05
1
Rp. 68.935.177
3
C
Rp. 64.641.433.45
0.5
Rp. 32.320.717
4
D
Rp. 141.482.967.98
0.15
Rp. 21.222.445
5
E
Rp. 138.458.571.54
0.15
Rp. 20.768.786
6
F
Rp. 274.247.495.07
0.15
Rp. 41.137.124
7
G
Rp. 415.628.022.23
1
Rp. 415.628.022
8
H
Rp. 404.544.162.92
1
Rp. 404.544.163
9
I
Rp. 742.784.958.35
1
Rp. 742.784.958
10
J
Rp. 961.619.170.52
0.5
Rp. 480.809.585
Jumlah
Rp. 3.240.687.830
Rp. 2.256.496.848
Sumber : Data pembiayaan BRISyariah KC Abdul Muis diolah
Berdasarkan data jumlah debitur yang berada pada nilai band Rp.100.000.000.00 berjumlah 10 orang dengan total eksposur sebesar Rp. Rp. 3.240.687.830. Setelah dihitung. diperoleh total nilai Expected Loss band Rp. 100.000.000.00 adalah sebesar Rp. 2.256.496.848. Dengan demikian. total kerugian yang harus dapat ditutupi oleh provisi perusahaan adalah sebesar Rp. 2.256.496.848. Setelah hasil Expected Loss diketahui. maka dapat dilanjutkan dengan menghitung Expected Loss Individual pada setiap kelas di masing-masing band yang sudah ditentukan. Nilai Expected Loss Individual diperoleh dari nilai
73
Expected Loss dibagi dengan kelas pada masing-masing band. Penentuan nilai kelas yang digunakan untuk perhitungan Expected Loss Individual band diperoleh dengan mengelompokkan dalam range tertentu. Untuk nilai band Rp. 100.000.000. penulis
mengelompokkan dalam 10 kelas dengan range Rp.
100.000.000 disetiap kelasnya ( kelas1= rp. 0 sampai Rp. 100.000.000 kelas2= Rp. 100.000.001 sampai Rp. 200.000.000. Dst). Table 4.5. Expected Loss Individual Band 100 juta No.
Nama
Expected Loss
Kelas
nj (EL individual)
1
A
Rp. 28.345.871
1
Rp. 28.345.871
2
B
Rp. 68.935.177
1
Rp. 68.935.177
3
C
Rp. 32.320.717
1
Rp. 32.320.717
4
D
Rp. 21.222.445
2
Rp. 10.611.223
5
E
Rp. 20.768.786
2
Rp. 10.384.393
6
F
Rp. 41.137.124
3
Rp. 13.712.375
7
G
Rp. 415.628.022
5
Rp. 83.125.604
8
H
Rp. 404.544.163
5
Rp. 80.908.833
9
I
Rp. 742.784.958
8
Rp. 92.848.120
10
J
Rp. 480.809.585
10
Rp. 53.423.287
Jumlah
Rp. 2.256.496.848
Rp. 474.615.599
Sumber : Data pembiayaan BRISyariah KC Abdul Muis diolah
74
4. Step4. Penentuan n-default dengan distribusi Poisson Penentuan jumlah debitur macet dalam metode Creditrisk+ menggunakan alat bantu analisis statistik dengan menggunakan distribusi poisson. Dalam perhitungan dengan distribusi poisson menggunakan nilai frekuensi nj yang diperoleh dari nilai nj dibagi dengan nilai band ke-j. kemudian diolah dengan distribusi poisson dengan tingkat kepercayaan 95%. diperoleh jumlah debitur yang berpeluang macet sebanyak 10 debitur. Tabel 4.6. Penentuan n-default dengan Distribusi Poisson Band 1 Rp. 10.000.000 Kelas
Frek. Nj
Poisson
N
1
0.43
0.990246496
2
2
0.10
0.99486067
1
3
0.14
0.991415358
1
0.82
0.949633234
2
0.93
0.932372332
2
0.48
0.987025482
2
4 5 6 7 8 9 10
Jumlah n-default Sumber : Data pembiayaan BRISyariah KC Abdul Muis diolah
10
75
5. Step5. Menghitung Unexpected Loss Unexpected Loss (UL) adalah kerugian akibat gagal bayar debitur yang harus dapat dikendalikan meskipun tidak diharapkan sebelumnya. Unexpected Loss dapat diperoleh dengan rumus: UL = n-default x Lj x nominal band x Riil Loss (1-RR) Tabel 4.7. Unexpected Loss Band 10 juta Kelas
Frek.
N
Poisson
RR
Unexpected Loss
Nj 1
0.43
2
0.990246496
60.85%
78.306.710,72
2
0.10
1
0.99486067
54.47%
91.059.925,02
3
0.14
1
0.991415358
46.14%
161.582.953,16
0.82
2
0.949633234
57.01%
429.857.429,66
0.93
2
0.932372332
44.67%
885.339.731,16
0.48
2
0.987025482
45.08%
1,098,306,012.31
4 5 6 7 8 9 10
Jumlah
10
Sumber : Data pembiayaan BRISyariah KC Abdul Muis diolah
2.744.452.762,04
76
Pada perhitungan Unexpected Loss diatas. dapat dilihat bahwa nilai Unexpected Loss Pada band Rp. 100.000.000. jumlah debitur yang berpotensi macet berjumlah 10.debitur dengan nilai Unexpected Loss sebesar Rp. 2.744.452.762,04. Sehingga diperoleh total Unexpected Loss yang harus ditutupi oleh BRI Syariah KC Abdul Muis pada pembiayaan KPR IB BRISyariah sebesar Rp. 2.744.452.762,04 dari total pembiayaan yang disalurkan periode desember 2013. 6. Perhitungan Economic Capital Economic Capital atau kecukupan modal atau istilah economic capital merupakan modal yang diperlukan dalam perhitungan risiko kredit dengan CreditRisk+ adalah modal yang harus dimiliki perusahaan untuk menutupi nilai kerugian yang disebabkan oleh adanya unexpected loss. Besarnya economic capital ini dihitung dari pengurangan antara unexpected loss dengan nilai expected loss. Berdasarkan data perhitungan diperoleh nilai economic capital sebesar Rp. 2.744.452.762,04 - Rp. 2.256.496.848
=
Rp. 487.955.914,04, sedangkan nilai
aktiva pada pembiayaan KPR BRISyariah IB sebesar Rp. 58.748.177.999,14. Hal ini
menunjukkan bahwa kecukupan modal yang dibutuhkan atas portofolio
pembiayaan KPR BRISyariah IB ini masih mampu untuk menanggung adanya risiko kredit yang diakibatkan oleh unexpected loss.
77
C. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan KPR BRI Syariah IB 1. Studi Kelayakan Calon Debitur Dalam mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah, Bank BRI Syariah melakukan study kelayakan nasabah dengan melakukan PIR (Personal Investigasi Report) yang meliputi: a. Melakukan kunjungan nasabah dengan membawa LKN (Laporan Kunjungan Nasabah) b. Melakukan penilaian atau scoring berdasarkan laporan kunjungan nasabah c. Melakukan pengumpulan dan evaluasi data-data calon nasabah d. Melakukan evaluasi pendapatan dan menentukan maksimal pengajuan pembiayaan berdasarkan RPC (Repayment Capacity) yaitu 35% dari disposable income 2. Pembentukan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) Pembentukan PPAP didasarkan pada PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. Dalam PBI tersebut dijelaskan tentang dana yang harus dicadangkan apabila terjadi penurunan kolektibilitas nasabah dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 4.8. PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah
Kol. 1 (Lancar)
Pembiayaan KPR Murabahah Kol. 2 Kol. 3 (Dalam (Kurang Perhatian Lancar) Khusus) 1-90 hari 91-120 hari 5% 15%
Keterlambatan 0 hari Probability 0 Default Sumber : PBI NO. 13/13/PBI/2011
Kol. 4 (Diragukan)
Kol.5 (Macet)
121-180 hari 50%
>180 hari 100%
78
3. Arbun atau Uang Muka Bank BRI Syariah dalam mencegah risiko pembiayaan juga melaksanakan ketentuan penetapan uang muka atau arbun dalam skim pembiayaan KPR Bank Syariah diatur dalam Surat edaran BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2014. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan tabel ketentuan FTV (Financing To Value) dibawah ini: Tabel 4.9. Financing To Value pembiayaan KPR
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013
4. Kerjasama dengan Perusahaan Asuransi Dalam menghindari dan mencegah terjadinya risiko pada pembiayaan KPR BRISyariah IB, Bank BRI Syariah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak asuransi,meliputi: a. Asuransi Jiwa Pembiayaan, premi asuransi dibayar dimuka sesuai jangka waktu pembiayaan b. Asuransi Kebakaran, premi asuransi dibayar dimuka sesuai jangka waktu pembiayaan
79
c. Untuk daerah yang berpotensi gempa bumi, maka unit kerja dapat mengenakan biaya asuransi gempa bumi kepada nasabah 5. Pengikatan Asset Sebagai jaminan Dalam pembiayaan KPR BRISyaraiah IB, asset yang dijaminkan adalah objek pembiayaan itu sendiri. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan asset lain sebagai jaminan pembiayaan. Asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan mempunyai nilai taksir minimal 125% dari plafond pembiayaan. 6. Eksekusi Jaminan Pada pembiayaan KPR BRISyariah IB, apabila nasabah berada dalam keadaan kolektibilitas 5, maka bank BRISyariah akan memberikan surat peringatan (SP) pada nasabah sebelum melakukan eksekusi jaminan. Dalam pembiayaan ini, pihak Bank tidak melakukan Reschedulling, Reconditioning, Restructuring maupun Combination karena pada dasarnya akad yang digunakan adalah akad murabahah. Jadi, Bank melakukan eksekusi jaminan untuk mengatasi pembiayaan bermasalah yang sudah dalam keadaan kolektibilitas 5 walaupun melalui proses yang cukup lama. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model Creditrisk+, diperoleh potensi kerugian yang terekspektasi oleh PPAP (Expected Loss) sebesar Rp. 2.256.496.848 dan kerugian yang tidak diharapkan (Unexpected Loss) sebesar Rp.
2.744.452.762,04. Dari data tersebut diperoleh nilai Economic Capital
sebesar Rp. 487.955.914,04 , sedangkan nilai aktiva pada pembiayaan KPR
80
BRISyariah IB sebesar Rp. 58.748.177.999,14. Hal ini menunjukkan bahwa kecukupan modal yang dibutuhkan atas portofolio pembiayaan KPR BRISyariah IB ini masih mampu untuk menanggung adanya risiko kredit yang diakibatkan oleh Unexpected Loss. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan strategi mitigasi risiko pembiayaan yang tepat. Strategi mitigasi risiko pembiayaan KPR BRI Syariah IB yang telah dilakukan oleh Bank BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta antara lain melakukan study kelayakan debitur, pembentukan PPAP berdasarkan PBI NO. 13/13/PBI/2011, penerapan kebijakan uang muka, kerjasama dengan perusahaan asuransi, pengikatan asset sebagai jaminan, serta eksekusi jaminan. Strategi mitigasi tersebut diharapkan dapat meminimalisir risiko yang ditimbulkan oleh pembiayaan bermasalah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan perhitungan dengan metode Creditrisk+, pada pembiayaan KPR BRISyariah IB yang disalurkan oleh BRISyariah KC Abdul Muis Jakarta diperoleh nilai expected loss sebesar Rp. 2.256.496.848 berdasarkan ketentuan PPAP dari total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp. 379.540.725.808
per desember 2013. Pada perhitungan unexpected loss
diperoleh nilai unexpected loss sebesar Rp. 2.744.452.762,04, hal tersebut menunjukkan bahwa Bank BRISyariah harus melakukan pencadangan kerugian sebesar Rp. 2.744.452.762,04 yang merupakan ekspektasi kerugian yang tidak diharapkan. 2. Berdasarkan data perhitungan diperoleh nilai economic capital sebesar Rp. 487.955.914,04, sedangkan nilai aktiva pada pembiayaan KPR BRISyariah IB sebesar Rp. 58.748.177.999,14. Hal ini
menunjukkan bahwa kecukupan
modal yang dibutuhkan atas portofolio pembiayaan KPR BRISyariah IB ini masih mampu untuk menanggung adanya risiko kredit yang diakibatkan oleh unexpected loss.
81
82
3. Bank BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dalam menghadapi potensi kerugian yang terjadi pada pembiayaan KPR BRISyariah IB menggunakan beberapa strategi mitigasi. Strategi mitigasi risiko pembiayaan KPR BRISyariah IB antara lain antara lain adalah melakukan study kelayakan debitur, pembentukan PPAP berdasarkan PBI NO. 13/13/PBI/2011, penerapan kebijakan uang muka, kerjasama dengan perusahaan asuransi, pengikatan asset sebagai jaminan, serta eksekusi jaminan.
B. Saran Dari kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai uraian terakhir dari penulisan ini. 1. Bank BRI Syariah seharusnya memberikan variasi akad pada produk pembiayaan KPR BRISyariah IB seperti akad IMBT (Ijarah Muntahiya Bit Tamlik) dan MMQ (Musyarakah Mutanaqishah) sehingga dapat memberikan alternatif pilihan bagi nasabah yang akan mengajukan pembiayaan KPR. 2. Untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan pembiayaan lain yang disalurkan oleh bank BRISyariah Kantor Cabang Abdul Muis Jakarta atau Bank-bank syariah lainnya agar dapat mengetahui potensi kerugian pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan dengan menggunakan metode creditrisk+. 3. Bank BRI Syariah sebaiknya melakukan pengembangan metode-metode untuk mengukur potensi kerugian, sehingga tidak hanya terpaku pada
83
pembentukan PPAP yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Sehingga, Bank BRI Syariah juga dapat melakukan strategi mitigasi yang tepat secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an. Ali, Masyhud. Manajemen Risiko; Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006. Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan. Jakarta : Bank Indonesia, 1999. Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta : Gema Insani Press, 2001. Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta : Pustaka Alvabet, 2005. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006. Artesha, Ade dan Edia Handiman. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta : PT INDEKS, 2006. Bank Indonesia. Statistik Perbankan Indonesia september 2013. Jakarta : Bank Indonesia, 2013. Coyle, Brian. Credit Risk Management ; Framework for Credit Risk Management. United Kingdom : CIB PUBLISHING, 2000. Credit Suisse First Boston. A Credit Risk Management Framework. United States of America, 1997. Crouhy, Michel dan Galai Robert Mark. Risk Management; Comprehensive Chapters on Markets, Credit and Operational Risk-Features an Integrated VaR Framework-Hedging Strategies for Reducing Risk. New York, USA: McGraw-Hill Company, Inc, 2000. Damawi, Herman. Manajemen Risiko. Jakarta : Bumi Aksara, 1994. Djohanputro, Bramantyo, MBA, Ph. D. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta : PPM, 2006.
Edward W. Bank Umum. Jakarta : Bumi Aksara, 1989. El Tiby, Amr Mohammed. Islamic Banking : How To Manage Risk and Improve Profitability. USA : John Willey and Sons, 2011. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : ANDI, 2000. Haris, Helmi. Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syariah). Jurnal Ekonomi Islam 2007. Hermansyah, S. H. , M. Hum. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana, 2011. Karim, Adiwarman, S.E, M.B.A.,M.A.E.P. Bank Islam ; Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004. Khan, Tariqullah, dkk. Manajemen Risikio Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008. Kuncoro, Mudrajad. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga, 2009. Meilani, Ani. Jurnal Organisasi Manajemen ; Penerapan Metode Creditrisk+ dalam Pengukuran Risiko Kredit Kendaraan Bermotor ( Kasus pada PT X). Jakarta : FEUT, 2010. Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta : Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005. Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 1988. N Idrus, Ferry. Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011. Salim, A. Abas. Dasar-dasar Asuransi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1993. Simorangkir, O.P. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Bogor : Ghalia Indonesia, 2000. Sjahdaini , Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1999. Sri Hardanto, Sulad. Manajemen Risiko Bagi Bank-Bank Umum: Kisi-Kisi Ujian Sertifikasi Manajemen Risiko Perbankan. Jakarta : Gramedia, 2006.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV ALFABETA 1999. Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Altrnatif Pendekatan. Jakarta: Kencana, 2007. Tim PPS IBI. Konsep Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Jakarta : Djambatan, 2003. Veithzal, Rivai. Islamic Financial Management. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008. Yustine, Yudia dkk. Jurnal Gaussian ; Pengukuran Probabilitas Kebrangkutan dan Valuasi Obligasi Korporasi dengan Metode Creditrisk+. Semarang : FMS UNDIP, 2012.
Artikel dan Sumber Lainnya PT Bank BRI Syariah Tbk, About BRI Syariah. Diakses tanggal 17januari 2014 dari http://www.brisyariah.co.id/?q=sejarah PT Bank BRI Syariah Tbk, KPR BRISyariah IB. Diakses tanggal 17januari 2014 dari http://www.brisyariah.co.id/?q=kpr-brisyariah-ib Wibowo, Hendro. Manajemen Risiko Bank Syariah. http;//hndwibowo.blogspot.com/2008/06/ Manajemen risiko bank syariah.html, diakses pada 20 mei 2014.
TANGGAL KANTOR CABANG INDUK UNIT KERJA KOLEKTIBILITAS PEMBIAYAAN NO
NAMA CABANG
KODE LAPORAN : Dec 31, 2013 NAME ABDUL MUIS : ID0010020 -USER KC JAKARTA SEMUA UNIT KERJA 1 - Lancar, 2 - Dalam Perhatian Khusus, 3 - Kurang Lancar, 4 - Diragukan, 5 - Macet
RP0008 FIKRI.ZAENURI
URAIAN SEGMENTASI URAIAN PRODUK KOLEKTIBILITAS URAIAN KOLEKTIBILITAS TGL. BUKA TGL. JATUH JUMLAH TEMPO HARI MENUNGGAK TGL. MENUNGGAK SISA POKOK SISA MARGIN TUNGGAKANTUNGGAKAN POKOK MARGINPPAP 6,468,043
PIUTANG
TUNGGAKAN CICILAN YANG SUDAH DIBAYAR
202 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
5
Macet
27-01-2010
25-08-2014
891
24-07-2011
5,967,552
24,255,164
22,378,319
30,723,207
59,069,077.86
28,345,870.68
218 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
3
Kurang Lancar 05-04-2010
05-04-2017
149
04-08-2013 214,285,714 123,074,286
26,785,714
15,384,286
0
379,530,000
138,458,571.54
260 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
3
Kurang Lancar 28-12-2010
25-12-2025
129
24-08-2013 116,322,773 134,158,974
1,423,426
7,323,994
0
259,229,166.94
141,482,967.98
282 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
5
Macet
25-02-2011
25-10-2025
282
24-03-2013 585,444,906 668,613,848
14,142,890
74,171,110
47,336,201
1,342,372,754.24
742,784,958.35
303 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
5
Macet
11-05-2011
11-05-2020
782
10-11-2011 473,647,879 246,759,810
85,470,192 157,784,353
0
963,662,233.82
404,544,162.92
322 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
3
Kurang Lancar 20-07-2011
20-07-2026
103
19-09-2013 232,713,985 263,322,512
274,247,495.07
1,103 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
4
Diragukan
06-04-2010
06-04-2015
270
05-04-2013 113,286,667
1,108 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
5
Macet
29-06-2010
29-06-2018
1,099
1,109 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
5
Macet
29-06-2010
29-06-2018
978
28-04-2011
30,476,415
22,749,011
38,458,762
47,814,510
161,355,360.37
68,935,177.05
1,170 KC JAKARTA ABDUL MUIS
KONSUMER KPR MRBH
4
Diragukan
24-10-2012
24-10-2027
191
23-06-2013 778,127,495 902,114,102
11,348,493
59,505,068
37,125,494
1,751,095,158.81
961,619,170.52
2,215,057
10,924,983
4,768,356
509,176,536.94
63,723,750
23,270,916
0
241,651,850
64,641,433.45
28-12-2010 390,014,922 170,605,118 139,146,246 245,022,904 273,766,842
944,789,190.27
415,628,022.23
69,671,172
41,370,517
30,723,207.18 241,071,428.46 117,746,198.96 599,587,795.89 559,118,070.90 234,929,041.87 177,010,416.55 529,161,168.04 92,420,183.32 789,475,988.29
DRAFT WAWANCARA Keterangan: A
: penulis (Wisnu Fitrianto)
B
: Bpk Kurnia Totok Sudjatmiko ( Financing Support Manager BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta)
A
: Bagaimana mekanisme produk pembiayaan kpr di BRI syariah?
B
: Pada dasarnya produk pembiayaan KPR di BRI Syariah itu sendiri sama seperti pembiayaan KPR di bank-bank syariah lain. Pembiayaan KPR disini juga menggunakan akad murabahah, sama, kamu pasti sudah tahu lah bagaimana konsep akad murabahah. Jadi, bank hanya memberikan pembiayaan sebebsar 70% dari total pembiayaan yang diajukan oleh nasabah. Kalo ketentuannya nanti ada di marketing kit yang saya kasih.
A
: Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon nasabah untuk mengajukan pembiayaan KPR di BRI syariah?
B
: Mmmm, untuk persyaratan yang harus dipenuhi nasabah yang akan mengajukan pembiayaan KPR disini itu lumayan banyak. Adapun persyaratannya juga sudah terlampir di marketing kit yang saya berikan.
A
: Apa saja kelebihan pembiayaan kpr di BRI syariah dibanding dengan bank syariah lain?
B
: Kalo kelebihan sama kekurangan kan mas sendiri yang bisa nilai, soalnya kan kita juga gak mungkin membandingkannya, nanti malah gak objektif. Jadi, pada dasarnya pembiayaan KPR yang ada disetiap bank tujuannya memberikan kemudahan kepada nasabah untuk memiliki properti, baik sebagai sarana investasi maupun untuk kepemilikan saja. Karena kebanyakan pembiayaan KPR di bank-bank syariah juga sama-sama menggunakan akad murabahah. Jadi konsep dan mekanismenya pun hampir sama. Paling kelebihan dan kekurangannya ada pada marginnya, jadi bank syariah yang marginnya rendah pasti bisa menarik nasabah untuk mengajukan pembiayaan di bank tersebut.
A
: Bagaimana penentuan kolektibiltas nasabah pembiayaan kpr di BRI Syariah? (mengacu pada SK atau peraturan apa)?
B
: Mmmm,penentuan kolektibilitas nasabah pada pembiayaan KPR di bank syariah diatur dalam PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. Jadi didalamnya terdapat penentuan kolektibiltas nasabah yang terbagi dalam 5 kategori, yaitu kolektibilitas 1 lancar, kolektibilitas 2 kurang lancar, kolektibilitas 3 dalam perhatian khusus, kolektibilitas 4 diragukan, kolektibilitas 5 macet. Untuk ketentuannya dapat mas baca sendiri dalam PBI tersebut. Selain itu, didalam PBI itu juga ada penentuan PPA atau penyisihan penghapusan aktiva yang diatur berdasarkan kolektibilitas nasabah.
A
: Bagaimana pencegahan dan penghindaran yang dilakukan oleh BRI Syariah terkait risiko pembiayaan bermasalah KPR BRI Syariah yang dilakukan?
B
: Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pihak bank BRI Syariah Abdul muis ini dalam melakukan penghindaran dan pencegahan risiko kredit pembiayaan KPR, yang pertama itu study kelayakan calon debitur, pada dasarnya study kelayakan calon debitur merupakan tanggung jawab AO, karena dalam hal ini AO memiliki kewenangan melakukan penilaian terhadap kualitas kelayakan nasabah yang mengajukan pembiayaan. Adapun tugas AO dalam hal ini adalah melakukan investigasi perorangan yang sering disebut PIR (Personal Investigation Report). Dalam melakukan kegiatan PIR, AO memiliki tugas melakukan kunjungan nasabah sehingga AO dapat melakukan proses scoring dengan melihat keadaan rumah, tempat nasabah bekerja,dll. Selain itu AO juga bertugas melakukan evaluasi pendapatan berdasarkan slip gaji, rekening koran,SPPT,dll. Jadi, laporan atau scoring yang dilakukan AO menjadi sandaran atau dasar dalam menentukan kelayakan calon nasabah. Secara tidak langsung, laporan AO jadi dasar disetujui atau tidaknya sebuah pembiayaan yang diajukan oleh nasabah tersebut. Terus yang kedua itu ada pembentukan PPA atau PPAP yang sudah diatur oleh PBI yang sudah saya sampaikan diawal. Yang ketiga itu ada kebijakan uang muka, dimana dalam pembiayaan KPR itu ada kebijakan Financing to value, tapi saya lupa itu dalam PBI atau surat edaran BI nomor berapa,nanti coba mas cari, yang isinya nasabah yang mengajukan kepemilikan rumah pertama itu minimal harus menyertakan uang muka sebesar 30% dan seterusnya. Itu juga sudah ada di marketing kit yang saya kasih kok. Oya, dalam hal ini bank hanya
menerima bukti pembayaran uang muka yang telah dibayarkan oleh nasabah ke developer. Jadi, nasabah gak langsung bayar ke banknya mas. Selain itu kita juga ada kerjasama sama perusahaan asuransi buat back up pembiayaan yang udah kita salurkan. Asuransinya juga meliputi asuransi jiwa nasabah sama asuransi rumahnya sendiri seperti asuransi kebakaran dll. Terus kita juga melakukan pengikatan asset sebagai jaminan, dalam hal ini selama pembiayaan berlangsung, sertifikat properti masih dipegang oleh bank mas. A
: Bagaimana strategi mitigasi risiko dan upaya penyelesaian yang dilakukan BRI Syariah mengenai pembiayaan bermasalah?
B
: Kalo di muis sendiri mas, untuk pembiayaan KPR itu biasanya kalu udah mulai ada nasabah yang masuk kategori kolek 3, biasanya kita kasih surat peringatan samapai 3 kali, selain itu juga AO melakukan kunjungan ke nasabah untuk melakukan investigasi. Kalau emang nasabah melakukan moral hazard atau nasabah memang benar-benar gak mampu buat bayar cicilan, otomatis kita langsung naikin kolek nasabah ke kategori kolek 5, biar bisa eksekusi jaminan. Tapi, kalau memang nasabah menyanggupi, kita kasih waktu atau dalam hal ini reschedulling sampai nasabah kolektibilitasnya naik ke kategori kolek 5. Setelah itu kita juga nasih SP lagi sampai 3 kali. Tapi, kalau memang sudah tidak ada respon dari nasabah, ya mau tidak mau kita melakukan proses pelelangan jaminan. Tapi misalkan sebelum eksekusi jaminan, nasabah mampu bayar, ya kita gak jadi lelang. Sejauh ini sih sudah ada 4 sampai 5 eksekusi jaminan yang sudah dilaksanakan disini.
A
: terus kalo kayak restructuring dan lain-lain itu ada gak pak?
B
: sebenernya kalo masalah restructuring dan lain lain karena pembiayaan KPR akadnya murabahah ya otomatis gak ada mas. Kan konsep awal murabahah itu pembiayaan jual beli dimana marginnya sudah ditentukan diawal. Jadi kalo ada reschedulling melebihi jangka waktu kolek 5, bank sudah tidak bisa perpanjang lagi. Soalnya konsep murabahah kan sudah jelas marginnya ya tetap segitu. Kalau bank konvensional mah enak enak aja mas, perpanjang boleh, tapi bunganya nambah atau cicilannya dinaikkin. Kita kan bank syariah.
A
: ok pak, makasih pak
B
: sama-sama mas