IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SERTIFIKASI PENDIDIK DI INDONESIA Suci Handayani SMPN 3 Gresik Email:
[email protected]
ABSTRACT: The study was motivated by several fundamental problems related to non optimal performance and professionalism of teachers in the implementation of government education certification program, evaluation and policy development, the implementation, and post-certification process. The central issue is related to a particular need for monitoring the implementation and post-certification of teachers who later became the focus in this study. Theoretically, to optimize the implementation and post-certification can be done either from the efforts of teachers and government elements. General conclusion is taken that assessment of professionalism through the PLPG is better than teachers who pass through the portfolio. ABSTRAK : Kajian ini dilatarbelakangi oleh beberapa persoalan mendasar yang berkaitan dengan belum optimalnya kinerja keprofesionalan guru dan pemerintah dalam pelaksanaan program sertifikasi pendidik, evaluasi pelaksaannya serta perkembangan kebijakan saat ini dan menjadi suatu keprihatinan yang perlu disikapi dalam konteks pelaksanaan perikrutan dan pasca sertifikasi. Peran strategis guru yang sesuai dengan fungsi dan jalurnya sangat dipengaruhi oleh faktor pelasanaan sertfikasi guru demi peningkatan kualitas pendidikan nasional. Berkaitan dengan isu sentral tersebut penulis mencoba untuk mengidentifikasi secara khusus perlunya monitoring pelaksanaan dan pasca sertifikasi guru yang kemudian menjadi fokus dalam kajian ini. Secara teoritis, untuk mengoptimalkan pelaksanaan dan pasca sertifikasi guru dapat dilakukan berbagai upaya baik dari unsur guru maupun pemerintah. Metode yang digunakan pada kajian adalah Deskriptif. Penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklafifikasi penyelidikan dengan teknik survey, interview, observasi, dan study dokumentasi. Kesimpulan secara umum dari hasil kajian ini adalah Pelaksanaan sertifikasi melalui uji kompetensi baik secara teoritis maupun praktis memiliki manfaat yang sangat penting (Nurhafni; 2009), penilaian profesionalitas melalui jalur PLPG lebih bagus daripada guru yang lulus melalui portofolio (wawancara 15 Oktober 2009), perubahan cara memperoleh sertifikat pendidik yaitu dari portofolio menjadi PLP, kemudian UKG untuk mendapatkan guru yang professional dan sertifikasi guru tidak cukup hanya sekadar evaluasi, tetapi tetap harus mempertahankan pelatihan rutin pasca sertifikasi. Kata Kunci: implementasi, kebijakan, sertifikasi
Guru adalah ujung tombak pendidikan. Dari sekian banyak pelaku pendidikan di negeri ini hanya para gurulah yang bersentuhan langsung dengan siswa. Setiap hari selama enam tahun duduk di bangku Sekolah Dasar, tiga tahun di SMP, dan tiga tahun dibangku SMA, siswa
bersama-sama dengan guru, bercengkrama menghabiskan hari-hari dalam kegiatan belajar mengajar didalam dan diluar kelas,bahkan diluar sekolah sekalipun. Peran seorang guru tentu cukup berpengaruh dan strategis dalam peningkatan mutu pendidikan. 66
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia Para guru Indonesia seharusnya punya mimpi besar bahwa suatu saat cepat atau lambat pendidikan di bangsa ini akan mencapai titik puncak demokratis dan kemudian pendidikan menjadi milik semua kalangan, seterusnya pendidikan kita akan menghasilkan manusiamanusia cerdas, bermoral, beradab. Maka peran strategis guru harus di kembalikan pada fungsi dan jalurnya tanpa diombang-ambingkan oleh pihak-pihak yang “berkepentingan” demi mencapai tujuan nasional pendidikan Indonesia. Adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan nasional. Guru dipandang sebagai wahana investasi yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebuah Negara. Maka sertifikasi sekarang merupakan sebuah “revolusi” peningkatan gaji guru. Asumsi pemerintah dengan adanya sertifikasi guru dan dosen adalah akan ada peningkatan kulitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan solusi yang baik terhadap masalah bangsa terutama bidang pendidikan. Menengok pada pendapat seorang widyaiswara LPMP Jawa Tengah, bapak Mulyadi HP, pernah menceritakan mengenai latar belakang diadakannya sertifikasi guru. Diantaranya adalah sertifikasi guru bertujuan meningkatkan daya jual profesi guru agar diminati oleh masyarakat, sehingga fakultas kependidikan bukan hanya menjadi jujugan alternatif tetapi menjadi tujuan utama, lulusanlulusan terbaik sekolah menengah akan berlomba-lomba mendaftarkan dirinya menjadi
67
guru. Guru memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan, tapi guru merupakan faktor utama yang dapat mendongkrak keberhasilan pendidikan. Pendidikan memang tidak memberikan hasil instan, tapi merupakan investasi jangka panjang. Dengan adanya magnet sertifikasi adalah sebuah keniscayaan pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Memang ini adalah sebuah mimpi, tapi ini adalah sebuah mimpi indah yang penuh gairah semangat optimisme, sebuah visi dalam menyikapi dampak positif sertifikasi. Berdasarkan paparkan diatas maka masalah utama yang akan dibahas adalah kinerja keprofesionalan guru dan pemerintah dalam pelaksanaan program sertifikasi pendidik, evaluasi pelaksaannya serta perkembangan kebijakan yang diusulkan pada pihak terkait. Dari uraian latar belakang di atas berikut ini rumusan masalah yang akan diteliti; 1. Bagaimana sejarah filosofis munculnya sertifikasi pendidik? 2. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi pendidik ditinjau dari perikrutan atau penilaiannya? 3. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi pendidik ditinjau dari pembagian kuota? 4. Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi guru yang akan disertifikasi? 5. Hal-hal apa saja yang harus dilakukan guru dan pemerintah pasca sertifikasi pendidik? 6. Bagaimana fenomena di masyarakat (temuan) tentang sertifikasi pendidik? 7. Apakah program sertifikasi pendidik dapat mengontrol mutu pendidik? 8. Adakah pengembangan kebijakan dalam implementasi sertifikasi pendidik?
68 Tujuan analisis yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui; 1. Sejarah filosofis munculnya sertifikasi pendidik? 2. Pelaksanaan sertifikasi pendidik ditinjau dari perikrutan atau penilaiannya? 3. Pelaksanaan sertifikasi pendidik ditinjau dari pembagian kuota? 4. Persyaratan yang harus dipenuhi guru yang akan disertifikasi? 5. Hal-hal yang harus dilakukan guru dan pemerintah pasca sertifikasi pendidik? 6. Fenomena di masyarakat (temuan) tentang sertifikasi pendidik? 7. Program sertifikasi pendidik dapat mengontrol mutu pendidik atau tidak? 8. P e n g e m b a n g a n k e b i j a k a n d a l a m implementasi sertifikasi pendidik? Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pengelola manajemen pendidikan nasional (LPMP, PMPTK, Departemen Pendidikan Nasonal), sistem ini akan bermanfaat untuk melihat profil sumber daya dan kompetensi guru secara nasional atau daerah. Sekaligus bisa sebagai acuan untuk menentukan kebijakan pendidikan nasional. 2. Bagi Dinas Pendidikan Nasional di daerah (Kabupaten/Kota) bisa secara cepat dan tepat mengambil kebijakan dalam proses pembinaan kompetensi guru, dengan melihat kelebihan dan kekurangan kompetensi guru secara kolektif. 3. B a g i L e m b a g a P e n d i d i k a n Te n a g a Kependidikan (LPTK), bisa bermanfaat untuk penyusunan kurikulum berdasar kompetensi yang ada di lapangan. 4. Bagi peserta, secara individu bisa bermanfaat
Didaktika, Vol. 20, Nomor 1, September 2014 untuk evaluasi dan bahan pengembangan diri dalam kerangka tuntutan profesionalisme guru. PEMBAHASAN Kronologi munculnya sertifikasi Persyaratan kualifikasi akademik minimun dan sertifikasi bagi pendidik juga telah diterapkan oleh beberapa negara di Asia. Di Jepang, telah memiliki Undang-undang tentang guru sejak tahun 1974, dan Undang-undang sertifikasi sejak tahun 1949. Di China telah memiliki Undang-undang guru tahun 1993, dan PP yang mengatur kualifikasi guru diberlakukan sejak tahun 2001. Begitu juga di Philipina dan Malaysia belakangan ini telah mempersyaratkan kualifikasi akademik minimun dan standar kompetensi bagi guru. Di Indonesia, menurut UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sertifikat pendidik diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan profesi pendidik dan lulus uji sertifikasi pendidik. Dalam hal ini, ujian sertifikasi pendidik dimaksudkan sebagai kontrol mutu hasil pendidikan, sehingga seseorang yang dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi pendidik diyakini mampu melaksanakan tugas mendidik, mengajar, melatih, membimbing, dan menilai hasil belajar peserta didik. Manfaat Sertifikasi Adapun manfaat ujian sertifikasi guru dapat diperikan sebagai berikut.
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia 1) Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru. 2) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional. 3) Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu dan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan. 4) Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuanketentuan yang berlaku. 5) Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi pendidik ditinjau dari persyaratan, perikrutan atau penilaiannya Persyaratan untuk Sertifikasi Persyaratan ujian sertifikasi dibedakan menjadi dua, yaitu persyaratan akademik dan nonakademik. Adapun persyaratan akademik adalah sebagai berikut. (1) Bagi guru TK/RA , kualifikasi akademik minimum D4/S1, latar belakang pendidikan tinggi di bidang PAUD, Sarjana Kependidikan lainnya, dan Sarjana Psikologi. (2) Bagi guru SD/MI kualifikasi akademik minimum D4/S1 latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi. ( 3 ) B a g i g u r u S M P / M Ts d a n SMA/MA/SMK, kualifikasi akademik minimal D4/S1 latar belakang pendidikan tinggi dengan program
69
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. (4) Bagi guru yang memiliki prestasi istimewa dalam bidang akademik, dapat diusulkan mengikuti ujian sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari kepala sekolah, dewan guru, dan diketahui serta disahkan oleh kepala cabang dinas dan kepala dinas pendidikan. Persyaratan nonakademik untuk ujian
sertifikasi dapat didentifikasi sebagai berikut. (1) Umur guru maksimal 56 tahun pada saat mengikuti ujian sertifikasi. (2) Prioritas keikutsertaan dalam ujian sertifikasi bagi guru didasarkan pada jabatan fungsional, masa kerja, dan pangkat/golongan. (3) Bagi guru yang memiliki prestasi istimewa dalam nonakademik, dapat diusulkan mengikuti ujian sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari kepala sekolah, dewan guru, dan diketahui serta disahkan oleh kepala cabang dinas dan kepala dinas pendidikan. (4) Jumlah guru yang dapat mengikuti ujian sertifikasi di tiap wilayah ditentukan oleh Ditjen PMPTK berdasarkan prioritas kebutuhan.
Prosedur Sertifikasi Penyelenggaraan ujian sertifikasi guru melibatkan unsur lembaga, sumberdaya manusia, dan sarana pendukung. Lembaga penyelenggara ujian sertifikasi adalah LPTK yang terakreditasi dan ditunjuk oleh Pemerintah, yang anggotanya dari unsur
70
Didaktika, Vol. 20, Nomor 1, September 2014 lembaga penghasil (LPTK), lembaga pengguna (Ditjen Didasmen, Ditjen PMPTK, dan dinas pendidikan provinsi), dan unsur asosiasi profesi pendidik. Sumber daya manusia yang diperlukan dalam ujian sertifikasi adalah pakar dan praktisi dalam berbagai bidang keahlian dan latar belakang pendidikan yang relevan. Sumber daya manusia tersebut berasal dari anggota penyelenggara di atas. Sarana pendukung yang diperlukan dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi adalah sarana akademik, praktikum dan administratif. Sarana pendukung ini disesuaikan dengan bidang keahlian, bidang studi, rumpun bidang studi yang menjadi tujuan ujian sertifikasi yang dilaksanakan. Adapun prosedur dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh Ditjen PMPTK sebagai berikut. (1) M e m p e r s i a p k a n p e r a n g k a t d a n mekanisme ujian sertifikasi serta melakukan sosialisasi ke berbagai wilayah (provinsi/ kabupaten/ kota) . (2) Melakukan rekrutmen calon peserta ujian sertifikasi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, baik persyaratan administratif, akademik, maupun persyaratan lain. (4) Memilih dan menetapkan peserta ujian sertifikasi sesuai dengan persyaratan, kapasitas, dan kebutuhan. (5) Mengumumkan calon peserta ujian sertifikasi yang memenuhi syarat untuk setiap wilayah. (6) Melaksanakan tes tulis bagi peserta ujian sertifikasi di wilayah yang ditentukan
(7) Melaksanakan pengadministrasian hasil ujian sertifikasi secara terpusat, dan menentukan kelulusan peserta dengan ketuntasan minimal yang telah ditentukan. (8) Mengumumkan kelulusan hasil tes uji tulis sertifikasi secara terpusat melalui media elektronik dan cetak. (9) Memberikan bahan (IPKG I, IPKG II, instrumen Self-appraisal da portofolio, format penilaian atasan, dan format penilaian siswa) kepada peserta yang dinyatakan lulus tes tulis untuk persiapan uji kinerja. (10) Melaksanakan tes kinerja dalam bentuk real teaching ditempat yang telah ditentukan. (11) Mengadministrasikan hasil uji kinerja, dan mentukan kelulusannya berdasarkan akumulasi penialian dari uji kinerja, self-appraisal, portofolio dengan ketuntasan minimal yang telah ditentukan. (12)Memberikan sertifikat kepada peserta uji sertifikasi yang dinyatakan lulus. Instrumen Sertifikasi
Instrumen ujian sertifikasi terdiri atas kelompok instrumen tes dan kelompok instrumen nontes. Kelompok instrumen tes meliputi tes tulis dan tes kinerja. Tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda yang meliputi kompetensi pedagogik dan profesional. Tes kinerja dalam bentuk real teaching dengan menggunakan IPKG I dan IPKG II, yang mencakup juga indikator untuk mengukur kompetensi kepribadian dan kompe- tensi sosial
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia .Kelompok instrumen nontes meliputi self-appraisal dan portofolio. Instrumen selfappraisal dan portofolio memberi kesempatan guru untuk menilai diri sendiri dalam aktivitasnya sebagai guru. Setiap pernyataan dalam melakukan sesuatu atau berkarya harus dapat dibuktikan dengan bukti fisik berupa dokumen yang relevan. Bukti fisik tersebut menjadi bagian penilaian portofolio. Kesemua instrumen ujian sertifikasi diasjikan pada lampiran. Kompetensi yang dinilai; Kompetensi Guru Profesional Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk
71
perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan indikator esensialnya diuraikan sebagai berikut.
Kompetensi Kepribadian Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut. (1) Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai pendidik; dan memeliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. (2) Memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik. (3) Memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. (4) Memiliki kepribadian yang berwibawa.
72
Didaktika, Vol. 20, Nomor 1, September 2014 Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. (5) Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut. (1) M e m a h a m i p e s e r t a d i d i k . Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memamahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. (2) Merancang pembelajaran, termasuk
memahami landasan pendidik-an untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. (3)Melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. (4) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Subkompe-tensi ini memiliki indikator esensial: melaksanakan evaluasi (assess-ment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. (5) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengem-bangkan berbagai potensi nonakademik.
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia • Kompetensi Profesional Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Secara rinci masingmasing elemen kompe-tensi tersebut memiliki subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut. (1) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau kohe-ren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. (2) Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk me-nambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi
73
dengan indikator esensial sebagai berikut. (1) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. (2) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. (3) Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat standar kompetensi, subkompetensi dan jabaran indikator esensial digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisiskisi instru-men ujian sertifikasi. Kisi-kisi instrumen ujian sertifikasi disajikan pada lampiran. Hal-hal yang harus dilakukan guru dan pemerintah pasca sertifikasi pendidik Pengaturan sistem pengawasan terhadap peserta penerima tunjangan tersebut hanya untuk data terkait SK kepegawaian dan pemenuhan jam mengajar, sedangkan data kualitas atau kompetensi guru yang merupakan unsur yang dinilai dalam sertifikasi, yakni kemampuan pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, tidak dinilai. Banyak informan berpendapat pentingnya kegiatan monev terhadap keempat kompetensi tersebut untuk lebih menjamin tercapainya tujuan sertifikasi guru dalam meningkatkan kualitas guru dan pendidikan secara umum. Persyaratan tentang jam mengajar juga tetap penting untuk dipantau karena menurut banyak
74
Didaktika, Vol. 20, Nomor 1, September 2014 informan sangat mudah untuk dimanipulasi sepanjang ada kerja sama dengan kepala sekolah.
Fenomena di masyarakat (temuan) tentang sertifikasi pendidik Fenomena yang Positif Pelaksanaan sertifikasi melalui uji kompetensi baik secara teoritis maupun praktis memiliki manfaat yang sangat penting, untuk menjamin standar kompetensi bagi tenaga pendidik, terutama dalam men in g k atk an k u alitas p en d id ik an . Berdasarkan hasil observasi lapangan menunjukkan, di mana persepsi masyarakat bahwa sertifikasi merupakan alat untuk meningkatkan kesejahteraan guru (Nurhafni; Implementasi Program Sertifikasi Guru dalam peningkatan Mutu Pendidikan; 2009) Berdasarkan wawancara dengan guru sekolah dasar yang lulus sertifikasi melalui jalur PLPG menjelaskan: “Penilaian profesionalitas melalui jalur PLPG lebih bagus daripada guru yang lulus melalui portofolio, karena dalam proses pelaksanaan PLPG guru dituntut untuk mampu mengaktualisasi kemampuan serta ada rasa prihatin takut apabila dinyatakan tidak lulus kemudian masih ada rasa khawatir pada saat berlangsungnya microteaching, sementara dalam jalur portofolio tidak melewati tahaptahap tersebut guru hanya dinilai melalui dokumen padahal dokumen tersebut belum mencerminkan kualitas guru” (wawancara 15 Oktober 2009) Kutipan wawancara tersebut sebenarnya dapat dilihat dari tingkat keefektifan program sertifikasi. PLPG banyak kejanggalan yang tidak
mencerminkan perubahan, di mana proses pelatihan hanya berlangsung dengan waktu yang sangat singkat, dan sangat sulit untuk mengukur tingkat professional, namun ada nilai positif melalui jalur PLPG, di mana guru sangat senang dan bersemangat pada pelatihan melalui unjuk kinerja dengan metode pembelajaran yang benar. Namun demikian jalur PLPG juga menyebabkan banyak guru mengeluh diakibatkan oleh usia dan metode yang digunakan oleh assessor. Wawancara guru Sekolah Dasar yang lulus melalui jalur portofolio mengakui bahwa“Jalur portofolio sebenarnya belum memberikan perubahan pada guru, khususnya dalam metode pembelajaran guru masih menggunakan metode lama dalam mengajar, dikarenakan tidak ada pembinaan paska mendapatkan sertifikat sebagai pendidik professional, meskipun merasa senang lulus dengan portofolio, namun dalam segi perubahan belum signifikan dalam dirinya, khususnya perubahan pembelajaran dalam menyampaikan metode proses belajar mengajar di ruang kelas sebelum dan sesudah lulus sertifikasi” (wawancara, 15 Oktober 2009) Hasil kajian menggambarkan jalur sertifikasi baik melalui Portofolio dan PLPG, bukanlah sebuah alternatif problem solving yang ditawarkan oleh pemerintah untuk peningkatan mutu pendidikan, justru program tersebut lebih kepada peningkatan kesejahteraan guru, namun reward yang diberikan oleh pemerintah kepada guru, lebih dilatar belakangi kepada penghargaan, yang dapat memotivasi kinerja guru untuk lebih baik.
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia Berdasarkan data dari Dinas pendidikan Aceh
Utara yang disimpulkan dalam wawancara dengan seksi data dan Informasi, mengatakan sesuai dengan hasil kajia implementasi sertifikasi melalui penilaian portofolio dan PLPG (2008) “Secara umum kompetensi guru yang lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio tidak banyak mengalami peningkatan yang signifikan, dan bahkan ada kecenderungan menurun. Sebagian guru yang telah lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio seringkali tidak masuk untuk mengajar, karena merasa sudah punya sertifikat dan telah mendapat tunjangan profesi. Kompetensi guru yang lulus melalui PLPG pada umumnya meningkat, meskipun belum signifikan. Hal ini terjadi karena metode, pendekatan, dan karakteristik sertifikasi melalui penilaian portofolio dan PLPG sangat berbeda. Penilaian portofolio menekankan pada dokumen, sedangkan PLPG menekankan pada proses pembelajaran”. (14 Oktober 2009) Adapun target yang telah ditentukan oleh pemerintah, sampai akhir tahun 2008 harapannya sekitar 360.000 orang guru di seluruh Provinsi di Indonesia sudah dinyatakan lulus program sertifikasi pendidik, (baik yang lulus melalui penilaian portofolio maupun melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Kemudian pada tahun 2009 pemerintah merencanakan kuota 200.000 guru untuk mengikuti sertifikasi pendidik. Dengan demikian, sampai akhir tahun 2009, diperkirakan sudah ada sekitar 560.000 guru Indonesia yang sudah dan akan dinyatakan sebagai guru professional.
75
Fenomena yang Negatif Sertifikasi ini ternyata tidak menjawab lahirnya guru-guru berkualitas. Sebaliknya yang terjadi adalah bergesernya nilai-nilai keguruan yang sejatinya adalah pengabdian menjadi kearah pengerukan uang semata, bahkan menimbulkan kesenjangan sosial di kalangan para guru yang mengakibatkan kemalasan dan melemahnya semangat guru dalam mengabdi di sekolah. Bukti empiris lain dilapangan yang lebih kongkrit adalah pelaksanaan sertifikasi guru ternyata menimbulkan berbagai ketidakadilan. Kewajiban 24 jam tatap muka merupakan sebuah syarat yang berat bagi guru mata pelajaran. Setelah memperoleh sertifikat pendidik belum Nampak perubahan yang signifikan dengan sebelumnya. Bukti empiri dari beberaba penilitian bahwa sertfikasi ternyata tidak menjawab lahirnya gru yang berkwalitas. Dapatkah program sertifikasi pendidik mengontrol mutu pendidik? Data kelulusan peserta melalui jalur Portofolio dan PLPG merepresentasikan tidak adanya kompetisi, rata-rata peserta sertifikasi dinyatakan lulus. Sehingga asumsi publik bahwa program sertifikasi hanya formalitas untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Realitas sosial program sertifikasi guru belum memberi perubahan yang signifikan terhadap performance guru dalam mengajar, karena ratarata guru yang lulus uji kompetensi sertifikasi adalah berdasarkan prioritas usia, masa pengabdian, serta jabatan. maka temuan tersebut membuktikan sertifikasi guru belum
76 berpengaruh terhadap peningkatan kualitas. Hasil temuan lapangan menunjukkan sertifikasi kurang efektif apabila sistem pelaksanaan seperti yang sudah dilaksanakan, di mana guru yang lulus sertifikasi mendekati masa pensiun jadi tingkat profesionalnya tidak bisa dipergunakan. Seharusnya perlu penegasan, kejelasan pola pembinaan yang terpadu dan berkelanjutan paska sertifikasi, serta pentingnya penilaian kinerja yang terukur dan ketat, bukan hanya bersifat normatif. Berdasarkan data, sejak diberlakukan kebijakan sertifikasi guru sampai tahun 2008, sudah lebih dari 4000 orang guru yang telah dinilai portofolionya oleh LPTK Unsyiah. Harapannya guru yang sudah memperoleh sertifikat, benar-benar dapat mengaktualisasi diri sebagai pendidik profesional, namun sertifikasi belum menjamin kualitas guru akan meningkat dalam menjalankan tugas. Hal yang sangat berpengaruh adalah kesadaran individu baik melalui kedisiplinan, loyalitas maupun tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas. Pengembangan kebijakan yang bis diusulkan dalam berkaitan implementasi sertifikasi pendidik Rektor Universitas Indonesia Prof Dr Gumilar Rusliwa Somantri Kepada mereka akan diberikan semacam buku panduan yang berfungsi seperti kontrak kinerja, mencakup seluruh hak, kewajiban, dan kode etik tenaga pendidik. Buku panduan inilah yang diharapkan bisa mengarahkan mereka untuk senantiasa mengembangkan diri. Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan
Didaktika, Vol. 20, Nomor 1, September 2014 pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2) menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Tenaga profesional guru, baik PNS maupun bukan PNS dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu per semester. (Pedoman teknis beban kerja guru) Perubahan cara memperoleh sertifikat pendidik yaitu dari porto folio menjadi PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru), kemudian berubah lagi menjadi UKG (Ujian Kemampuan Guru), dengan harapan bagi pemegang sertifikat pendidik benar-benar guru yang professional artinya mempunyai kelebihan yang berbeda dengan guru yang belum sertifikasi Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
77
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia Tugas Tambahan Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tugas struktural, dan tugas khusus. a. Tugas Tambahan Struktural Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur organisasi sekolah, Jenis tugas tambahan sruktural dan wajib tatap muka guru seperti tercantum dalam Tabel 1.
b. Tugas tambahan khusus Tugas tambahan khusus hanya berlaku pada jenis sekolah tertentu, untuk menangani masalah khusus yang belum diatur dalam peraturan yang mengatur organisasi sekolah. Jenis tugas tambahan khusus dan ekuivalensi beban tatap muka seperti tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Tugas Tambahan Guru
No. I.
II.
Kategori Struktural
Khusus
Catatan : 1*
: Nilai Minimal
2. ** : Tergantung Jenis Sekolah
Jenis Tugas Tambahan Kepala Sekolah Wakil Kepala Sekolah Kepala Perpustakaan Kepala Laboratorium Ketua Jurusan Program Keahlian Kepala Bengkel Dll ** Pembimbing Paktek Kerja Industri Kepala Unit Produksi
Wajib Mengajar 6 12
Ekuivalensi Jabatan 18 12
12
12
12
12
12
12
12 12
12 12
12
12
12
12
78 KESIMPULAN Sertifikasi guru bertujuan meningkatkan daya jual profesi guru agar diminati oleh masyarakat, sehingga fakultas kependidikan bukan hanya menjadi jujugan alternatif tetapi menjadi tujuan utama, lulusan-lulusan terbaik sekolah menengah akan berlombalomba mendaftarkan dirinya menjadi guru. Sehingga dengan adaya sertifikasi terjadi peningkatan kesejahteraan dan martabat guru yang mendongkrak minat masyarakat menekuni profesi guru. Membludaknya calon mahasiswa memungkinkan diadakannya seleksi, sehingga diperoleh calon-calon mahasiswa yang terbaik. Mekanisme rekrutmen guru perlu diperketat dan diperbaiki untuk mendapatkan guru yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas untuk melahirkan generasi yang terbaik. Tetapi diakui atau tidak, hasil uji kompetensi guru telah menunjukkan kondisi SDM yang rendah. Guru masa kini merupakan produk masa lalu (saat profesi guru bukanlah profesi yang diminati dalam dunia yang materialistis karena memang tidak menjanjikan materi berlebih). Sehingga bukan hal yang aneh jika input fakultas kependidikan adalah lapis ke sekian. Lulusan-lulusan terbaik sekolah menengah lebih tertarik menekuni profesi yang lebih menjanjikan secara finansial. Guru memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan, tapi guru merupakan faktor utama yang dapat mendongkrak keberhasilan pendidikan. Pendidikan memang tidak memberikan hasil
Didaktika, Vol. 20, Nomor 1, September 2014 instan, tapi merupakan investasi jangka panjang. Dampak sertifikasi ini adalah 20 tahun ke depan pendidikan di Indonesia dapat mengalahkan Finlandia. Dengan regenerasi, guru-guru yang sekarang yang mungkin hanya sekedar mendapat label profesional akan digantikan oleh guru-guru yang benarbenar profesional kelak dikemudian hari. Sertifikasi merupakan sebuah “revolusi” peningkatan gaji guru. Namun dalam implementasinya terhadap peningkatan kualitas guru, masih menjadi sebuah pertanyaan besar. Sertifikasi guru tidak dapat menjamin peningkatan mutu guru pasca menerima tunjangan. Seiring berjalannya sertifikasi guru, dalam kenyataannya terdapat lebih banyak biasnya. SARAN DAN REKOMENDASI Kompetensi professional tidak perlu menunggu program sertifikasi karena profesionalisme guru dapat dilihat melalui kualifikasi pendidikan, masa kerja dan jenjang kepangkatan/golongan atau jabatan akademik. Ketiga persyaratan tersebut sebanarnya cukup menjadi pertimbangan untuk memberikan tunjangan profesi. Sebagai calon guru sebaiknya mengimplementasikan Undang-undang guru dan dosen tanpa menunggu program sertifikasi. Rekrutmen guru perlu diperketat dan diperbaiki sehingga memiliki sumber daya manusia yang berkualitas untuk melahirkan generasi yang terbaik. Raihlah sebuah mimpi indah yang penuh
Suci Handayani : Implementasi Kebijakan Program Sertifikasi Pendidik Di Indonesia gairah semangat optimisme, sebuah visi dengan menyikapi semua dampak positif sertifikasi. Saran Rektor Universitas Indonesia Prof Dr Gumilar Rusliwa Somantri yaitu Kepada mereka akan diberikan semacam buku panduan yang berfungsi seperti kontrak kinerja, mencakup seluruh hak, kewajiban, dan kode etik tenaga pendidik. Buku panduan inilah yang diharapkan bisa mengarahkan mereka untuk senantiasa mengembangkan diri Perubahan cara memperoleh sertifikat pendidik yaitu dari portofolio menjadi PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru), kemudian berubah lagi menjadi UKG (Ujian Kemampuan Guru), dengan harapan bagi pemegang sertifikat pendidik benar-benar guru yang professional artinya mempunyai kelebihan yang berbeda dengan guru yang belum sertifikasi Komitmen meningkatkan kualitas guru itu tidak bisa hanya mengandalkan tekad masing-masing pribadi saja, tetapi perlu ada dorongan dari sekolah dan pemerintah. Sertifikasi guru tidak cukup hanya sekadar evaluasi, tetapi tetap harus mempertahankan pelatihan rutin pasca sertifikasi.
DAFTAR PUSTAKA Keputusan Mendiknas tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. Nurhafni (2009), Implementasi Program Sertifikasi Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Jurnal Ilmu
79
Administrasi Negara, vol 11 No. 2, Juli 2011 : 180-192 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 10 Tahun 2009 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.(JUKNIS) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Hak dan kewajiban Guru. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.