SKRIPSI KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur
ILYASA YANU NOVENDRA E14104017
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur
ILYASA YANU NOVENDRA E14104017
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ILYASA YANU NOVENDRA. E14104017. Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG Salah satu jenis kayu yang telah memasyarakat dan dijadikan tanaman utama dalam pengelolaan hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani, khususnya Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur adalah kayu jati (Tectona grandis L.f.). Kayu jati termasuk ke dalam kayu yang memiliki kelas keawetan II dan kelas kekuatan II sehingga sangat cocok untuk segala jenis konstruksi bangunan. Dalam bidang ilmu perencanaan hutan, salah satu permasalahan penelitian yang berkembang saat ini adalah mengenai karakteristik biometrik suatu jenis pohon. Teknik biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi suatu individu berdasarkan karakteristik fisik ataupun tingkah lakunya. Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon diperlukan adanya data fisik pohon yang dapat diperoleh melalui pengukuran dimensi-dimensi pohon. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai berbagai macam karakteristik biometrik pohon Jati (Tectona grandis L.f.) pada berbagai tingkat umur dan hubungan antar karakteristik yang bersifat konsisten dan unik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan dengan bertambahnya informasi baru tentang karakteristik biometrik pohon Jati. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat bermanfaat dalam menguji keshahihan model penduga volume pohon jati yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini dilakukan di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Obyek penelitian adalah 40 pohon contoh jati berbagai kelas umur dan bonita dengan syarat pohon tersebut mempunyai diameter setinggi dada sebesar 20 cm dan dipilih dengan cara purposive sampling. Alat yang digunakan adalah phiband, haga hypsometer, SRB tipe wide scale, tali tambang, kamera, tally sheet, dan alat tulis. Dimensi pohon yang diambil meliputi : diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang masing-masing 2 m, tinggi total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Volume pohon contoh dihitung dengan menggunakan rumus Smalian. Angka bentuk yang dicari yaitu angka bentuk absolut dan setinggi dada. Analisis data yang dilakukan yaitu mendeskripsikan secara statistik dimensi pohon, mencari rasio antar dimensi pohon, menganalisis korelasi antar dimensi pohon, mencari korelasi antara dimensi pohon dengan volume aktual, menganalisis angka bentuk batang, dan menganalisis korelasi antara angka bentuk batang dan volume pohon dengan rasio diameter. Setelah diketahui korelasinya, maka dibuat model persamaan regresinya dengan menggunakan software Microsoft Excel dan Minitab versi 14. Dari hasil analisis data diperoleh kisaran diameter setinggi dada : 21,02 - 84,08 cm, diameter pangkal : 24,84 - 102,87 cm, diameter bebas cabang : 10,00 - 60,00 cm, diameter tajuk : 7,75 - 21,50 cm. tinggi total : 12,50 - 31,50 cm, tinggi bebas cabang : 7,50 - 20,50 cm, dan tinggi tajuk : 4,50 - 21,00 cm. Rata-rata rasio antar dimensi pohon sebagai berikut : Dp /Dbh = 1,242 ; Dp /Dtk = 0,043 ; Dbc/Dtk = 0,019 ; Dbc/Dp = 0,461 ; Dbc/Dbh = 0,571 ; Dbh /Dtk = 0,034 ; Tbc/Tt = 0,553 ; Ttk /Tt = 0,447 ; Tbc/Ttk = 1,352. Koefisien bentuk batang pohon jati adalah 1,147. Dimensi diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk dan tinggi total merupakan ciri pohon yang berkorelasi tinggi dengan dimensi lainnya. Korelasi tertinggi antar dimensi pohon adalah antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sebesar 0,994. Persamaan matematis untuk pohon jati adalah d/D = 1.02 - 0.192 h/H - 2.22 (h/H)2 + 1.99 (h/H)3 . Angka bentuk absolut = 0,467 dan Angka bentuk setinggi dada = 0,759. Hubungan keeratan antara volume aktual dengan dimensi lainnya secara berurutan adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, dan tinggi bebas cabang. Persamaan untuk pembuatan tabel volume lokal adalah log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh .
Kata kunci : Jati, Biometrik
SUMMARY ILYASA YANU NOVENDRA. E14104017. Biometric Characteristic of Teak Tree (Tectona grandis L.f.) Study Case at Forest Division Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II East Java. Under supervision of ENDANG SUHENDANG One of each wood species what have most popular and to increase staple plant in forest management at work district Perum Perhutani, especially Unit I Cntral Java and Unit II East Java is teak wood (Tectona grandis L.f.). Teak wood inclusive of wood which have preserved class II and strength class II, so that’s fitting for any kind build construction. In the division from planning of forestry knowledge, one of problem research what have been develop is about biometric characteris tic from some trees. Biometric technic is some method to identification some of individual based on phisically character or from behaviour. Physical data achieved trough tree dimension measurements is needed in the process. The objective of this research is to describe teak tree (Tectona grandis L.f.) biometric characteristics in various age level and relationship from this character what have consistently property and unique. Hopefull, this research will enrich science trough information on teak tree biometric characteristics. Beside that, result of this research hopefully can useful include to tarif or tabel local volume from teak trees after which advance, can useful in planning forestry knowledge and to increase a dendology knowledge. The research was conducted at forest division Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II East Java in March until April 2008. The research object were 40 teak trees samples at various age level and bonita which the trees has diameter breast height minimum 20 cn and chosen by purposive sampling. Tools used were phiband, haga Hypsometer, Spiegel Relascop Bieterlich type wide scale, rope, tally sheet, camera, and write tools. Dimension measured were foot diameter (Dp), diameter breast high (Dbh), clear length bole diameter (Dbc), diameter each section, crown diameter (Dtk), tall stem which 2 meters for each section, total height (Tt), crown height (Ttk) and clear length bole height (Tbc) of each tree samples. Tree volume was measured using by Smalian formula. Form factor measured were breast high form factor and absolute form factor. Form quotients measured were normal form quotients and absolute form quotients. Data analysis was done by statistically describe tree dimension, measured the ratio between each dimension, analyzed the correlation between each tree dimension, between tree dimension and actual volume, stem form factors value and form quotients value, and analyzed the correlation between form factor and actual volume with diameter ratio. Regression equation model was made using all the related correlations. The data were analyzed using sotware Microsoft Excel and Minitab version 14. The result were as follows range of diameter breast height : 21,02 - 84,08 cm; foot diameter : 24,84 - 102,87 cm; clear length bole diameter : 10,00 - 60,00 cm; crown diameter : 7,75 - 21,50 cm; total height : 12,50 - 31,50 cm; clear length bole height : 7,50 - 20,50 cm; and crown height : 4,50 - 21,00 cm. Mean ratio between dimension : Dp /Dbh = 1,242 ; Dp /Dtk = 0,043 ; Dbc/Dtk = 0,019 ; Dbc/Dp = 0,461 ; Dbc/Dbh = 0,571 ; Dbh /Dtk = 0,034 ; Tbc/Tt = 0,553 ; Ttk /Tt = 0,447 ; Tbc/Ttk = 1,352. Teak stem coeficient is 1,147. Teak tree dimension with most correlation with other teak tree dimension were diameter breast high, foot diameter, crown diameter, and total height. The highest correlation achieved from foot diameter and diameter breast high with value is 0,994. The formula for teak is d/D = 1.02 - 0.192 h/H - 2.22 (h/H)2 + 1.99 (h/H)3 . Absolute form factor of teak tree was o,497 and breast high form is 0,759. Normal form quotients of teak tree was 0,625 and absolute quotients is 0,728. Correlation between actual volume with their dimension were follows : diameter breast high, foot diameter, crown diameter, clear length bole diameter, total height, crown height, and clear length bole height. Local volume functions using logarithmic transformation is log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh .
Key word : Teak, Biometric
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benarbenar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi dan lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2008
Ilyasa Yanu Novendra NRP. E14104017
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur
Nama
: Ilyasa Yanu Novendra
NRP
: E14104017
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS NIP. 130933588
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131578788
Tanggal Lulus :
SKRIPSI KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur
ILYASA YANU NOVENDRA E14104017
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
i
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmanirrahim Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb Semesta Alam karena telah melimpahkan nikmat berupa iman dan islam dalam kehidupan ini serta memberikan kemudahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada pemimpin umat ini Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya sampai akhir jaman kelak. Amin. Skripsi ini disusun untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi yang telah terselesaikan ini, penulis menganalisis hubungan antar dimensi pohon jati dengan mengambil contoh di KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1.
Papa Yayan dan Mama Nurul serta kedua adikku (Yanuario Syahputra dan Triyoga Yusuf Novendra) atas cinta, kasih saya ng, canda dan tawa serta dukungan do’a maup un sumbangan yang tidak dapat dituliskan.
2.
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS selaku dosen pembimbing atas arahan, masukan, bimbingan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
3.
Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, atas masukan dan saran yang membangun demi penyempurnaan karya tulis ini.
4.
Keluarga Besar Fahutan IPB khususnya angkatan 41 atas semangat persatuan dan kekompakannya.
5.
Teman-teman terbaik selama penulis duduk di bangku perkuliahan, Topan, Nyoti, Watimut, Fitri, Nayu, Edo, Pujik, Vie, Yuli, Ustad Khalifah, Tina, Beh, Clanonk, Oma Fatah+ Iiz, Joz, Yumte dan semua teman di MNH 41 atas persahabatan yang tidak pernah hilang selama hidup.
ii
6.
Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Biometrika Hutan, Priyo, Amri, Eko, Pamz, Pipit, Catur atas kerjasama dan semangat yang telah diberikan.
7.
Teman-teman di DKM Ibaadurrahman, MR penulis, Mas Rendra, Papi Okta, Mbak Tuti. Teman seperjuangan DPM Fahutan dan Himpunan Mahasiswa Dept.MNH FMSC IPB periode 2006-2007 serta teman-teman pengurus KOPMA periode 2005-2008, Endah, Warid, Nita, Ganang, Andre. Terima kasih atas bantuan dan didikannya selama penulis aktif berorganisasi.
8.
Teman-teman seperjuangan di Wisma Grozny, Galih, Aditya, Kiky, K’Fer serta keluarga di Wisma ini yang selalu memberikan semangat dan canda tawa selama penulis kuliah.
9.
Semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi di IPB. Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan dan saran guna perbaikan skripsi ini. Harapan terbesar penulis adalah saat karya terkecil kita dapat memberikan manfaat yang besar bagi siapapun yang membutuhkannya.
Bogor, Juli 2008
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 2 Novenber 1986, dari pasangan Bapak Hari Irianto dan Ibu Nurul Rahayuningsih Fatmawati, S.Pd., sebagai anak sulung dari tiga bersaudara. Riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut : lulus dari SDN Sidomulyo III Tuban tahun 1998, lulus dari SLTP Negeri 1 Tuban pada tahun 2001, dan lulus SMU Negeri 1 Tuban pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis juga diterima di IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus. Adapun beberapa keorganisasian tersebut antara lain : Agria Swara, Gema Almamater sebagai tim jurnalistik, International Forestry Student Association (IFSA) sebagai staf Kesekretariatan dan Agri FM sebagai penyiar radio kampus. Selain itu penulis juga dipercaya untuk menj adi staf Departemen Media Komunikasi Hubungan Luar tahun 2005-2006 dan Badan Pengawas Himpro Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2006-2007, menjadi staf di Departemen Budaya, Olahraga dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) tahun 2005-2006, menjadi staf Komisi Eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan (DPM-E) IPB tahun 2006-2007, menjadi staf dalam Departemen Pers dan Media DKM Ibaadurrahman tahun 2006-2007 serta menjadi Kepala Departemen Administrasi pada tahun 2006-2007 dan Badan Pengawas periode tahun 2007-2008 Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB. Selain aktif dalam keorganisasian, penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti menjadi Ketua Pelaksana acara Pendidikan Dasar (Diksar) KOPMA IPB tahun 2005-2006 dan menjadi Wakil Ketua dalam Acara Campus Fair tahun 2007, dan sebagainya. Semasa perkuliahan, penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah (IUTPW) dan Teknik Inventarisasi Sumber Daya Hutan (TISDH). Penulis juga telah menyelesaikan
iv
kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang bertempat di KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur dan KPH Ngawi selama dua bulan. Selain itu, telah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) bertempat di KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Untuk menyelesaikan studi pada program pendidikan Sarjana Kehutanan di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian tentang Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS.
v
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vii
DAFTAR TABEL........................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
ix
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1
Latar Belakang .....................................................................
1
1.2
Tujuan ..................................................................................
2
1.3
Manfaat ................................................................................
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................
3
2.1
Jati (Tectona grandis L.f.) ...................................................
3
2.2
Parameter Individu Pohon ...................................................
6
2.3
Korelasi Linier Antar Peubah ..............................................
11
2.4
Bonita Lahan........................................................................
11
2.5
Perkembangan Penelitian Karakteristik Biometrik Pohon ..
12
BAB III. METODOLOGI .........................................................................
14
3.1
Lokasi dan Waktu Pengambilan Data..................................
14
3.2
Alat dan Obyek Penelitian ...................................................
14
3.3
Metode Penelitian ................................................................
15
3.4
Analisis Data........................................................................
17
BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..........................
25
4.1
Letak dan Luas KPH Jatirogo ..............................................
25
4.2
Bagian Hutan di KPH Jatirogo……………….……....... ....
25
4.3
Keadaan Lapangan...............................................................
26
4.4
Pembagian Wilayah Kerja ...................................................
27
4.5
Gangguan Keamanan Hutan ................................................
27
4.6
Penggunaan Lahan di Sekitar Hutan....................................
29
vi
4.7
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat...................................
29
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
31
5.1
Sebaran Pohon Contoh Menurut KU, Bonita dan Selang Diameter ..............................................................................
31
5.2
Rasio Antar Dimensi Pohon ................................................
32
5.3
Korelasi Antar Dimensi Pohon............................................
34
5.4
Persamaan Regresi Antar Beberapa Dimensi Pohon...........
37
5.5
Penyusunan Persamaan Taper .............................................
45
5.6
Korelasi Antara Dimensi Pohon Denga n Volume Aktual ...
47
5.7
Persamaan Regresi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual ..................................................................................
47
5.8
Angka Bentuk Batang Rata-Rata .........................................
49
5.9
Kusen Bentuk Batang ..........................................................
50
5.10 Korelasi Linier Antara Volume Dengan Angka Bentuk ......
50
5.11 Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter ................
51
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................
53
6.1
Kesimpulan ..........................................................................
53
6.2
Saran ....................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
55
LAMPIRAN .................................................................................................
58
vii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Persamaan umum batang pohon yang mendekati benda putar ................
7
2. Bentuk batang pohon yang mendekati benda putar .................................
8
3. Peta wilayah kerja KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jatim ............
25
viii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Mata pencaharian masyarakat sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo .......
29
2. Luas dan jenis penggunaan lahan masyarakat sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo ...........................................................................................
30
3. Kelas umur dan selang diameter setinggi dada pohon contoh jati ..........
31
4. Deskripsi statistik pohon contoh .............................................................
32
5. Deskripsi statisitik rasio antar dimensi pohon jati ..................................
33
6. Deskripsi statistik rasio diameter pohon jati setiap ketinggian dua meter ........................................................................................................
33
7. Koefisien korelasi dengan nilai-p antar dimensi pohon jati....................
34
8. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter pangkal dengan dimensi pohon jati lainnya ......................................................................
37
9. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon jati lainnya..........................................................
39
10. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter bebas cabang dengan dimensi pohon jati lainnya..........................................................
40
11. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter tajuk dengan dimensi pohon jati lainnya ......................................................................
41
12. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi total dengan dimensi pohon jati lainnya ......................................................................
42
13. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi bebas cabang dengan dimensi pohon jati lainnya ......................................................................
43
14. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi tajuk dengan dimensi pohon jati lainnya ......................................................................
44
15. Persamaan Taper .....................................................................................
45
16. Persamaan regresi antara dimensi pohon dengan volume aktual............
48
17. Deskripsi statistik angka bentuk pohon jati.............................................
49
18. Deskripsi statistik kusen bentuk batang pohon jati .................................
50
19. Persamaan regresi angka bentuk dan volume pohon dengan
ix
rasio diameter ..........................................................................................
51
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon contoh...............................
59
2. Grafik Normal Probability Plot ................................................................
65
3. Persamaan regresi antar dimensi pohon....................................................
68
4. Korelasi antara diameter relatif dengan tinggi relatif dan penyusunan persamaan taper.....................................................................
81
5. Korelasi antar dimensi pohon contoh dengan volume aktual dan penyusunan persamaan regresi ...........................................................
84
6. Penyusunan persamaan regresi angka bentuk dan volume pohon dengan rasio diameter................................................................................
89
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu tujuan utama pengelolaan hutan adalah untuk memproduksi kayu secara lestari. Bagian terpenting dari pohon yang dapat dimanfaatkan kayunya adalah bagian batangnya yaitu batang pohon. Pemanfaatan batang pohon untuk berbagai keperluan sangat bervariasi dari daerah ke daerah maupun dari waktu ke waktu. Salah satu jenis kayu yang telah memasyarakat dan dijadikan tanaman utama dalam pengelolaan hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani, khususnya Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur adalah kayu jati (Tectona grandis L.f.). Kayu jati termasuk ke dalam kayu yang memiliki kelas keawetan II dan kelas kekuatan II sehingga sangat cocok untuk segala jenis konstruksi bangunan. Oleh karena itu, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling disukai dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan (Ditjen Kehutanan, 1976). Dalam bidang ilmu perencanaan hutan, salah satu permasalahan penelitian yang berkembang saat ini adalah mengenai karakteristik biometrik suatu jenis pohon. Teknik biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi suatu
individu
berdasarkan
karakteristik
fisik
ataupun
tingkah
lakunya
(Anonim, 2004). Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu data fisiologi pohon yang memiliki pola pertumbuhan yang unik, pola ini mempunyai kekonsistenan dan kestabilan yang tinggi. Informasi karakteristik setiap dimensi pohon pada berbagai tingkat umur mempunyai peranan penting untuk menggambarkan suatu jenis pohon. Karakteristik utama yang stabil dari suatu jenis pohon terletak pada bagian batang pohon tersebut. Penentuan bentuk batang pohon sangatlah penting, mengingat batang pokok pohon tidak hanya terdiri dari satu bentuk benda putar saja. Oleh karena itu, untuk dapat menggambarkan variasi bentuk batang pohon jati adalah dengan menggunakan pendekatan model
2
taper. Fungsi taper ini disusun dalam bentuk hubungan antara diameter batang relatif (d/D) dan tinggi batang relatif (h/H), dimana parameter D (diameter setinggi dada) dan H (tinggi pohon) dipengaruhi oleh tingkat umur, kesuburan tanah atau bonita dan kerapatan tegakan. Fungsi taper yang disusun oleh satu atau lebih pohon contoh pada suatu kelompok tegakan akan mampu menggambarkan pola bentuk batang lainnya di dalam kelompok tersebut. Beberapa
permasalahan
yang
berkenaan
dengan
karakteristik
biometrik pohon jati seperti telah diuraikan di muka merupakan permasalahan penelitian yang diteliti pada penelitian ini.
1.2. Tujuan Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan
gambaran
mengenai
berbagai macam karakteristik biometrik pohon jati (T. grandis L.f.) dan hubungan
antar
karakteristik
yang
bersifat
konsisten
dan
unik
serta
mengetahui hal-hal yang mempengaruhi ukuran dimensi dari karakteristik tersebut.
1.3. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan dengan bertambahnya informasi baru tentang karakteristik biometrik pohon jati. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan atau referensi dalam pembuatan model penduga volume pohon jati yang telah ada
sebelumnya
untuk
kepentingan
memperkaya khazanah ilmu dendrologi.
praktek
perencanaan
hutan
dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jati (Tectona grandis L.f.) 2.1.1 Tata nama Jati dengan nama ilmiah T. grandis L.f. termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Jati dikenal pula dengan nama daerah sebagai berikut: deleg, dodokan, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di berbagai negara, jati lebih dikenal dengan nama gianti (Venezuela), teak (USA, Jerman), kyun (Birma), sagwan (India), mai sak (Thailand), teek (Perancis) dan teca (Brazil) (Martawijaya et al., 1981).
2.1.2 Habitus Tinggi pohon jati dapat mencapai antara 25 sampai dengan 30 meter, namun apabila ditanam pada daerah yang subur dan mempunyai keadaaan lingkungan yang cocok, tingginya mampu mencapai 50 meter dengan diameter lebih kurang 150 cm. Batang jati pada umumnya berbentuk bulat dan lurus, batang yang besar berakar dengan warna kulit agak kelabu muda dan agak tipis beralur memanjang agak ke dalam (Ditjen kehutanan, 1976).
2.1.3 Penyebaran dan Habitat Penyebaran pohon jati di Indonesia terdapat di beberapa daerah yakni pulau Jawa, pulau Muna, Maluku (Wetar) dan Nusa Tenggara sedangkan di luar Indonesia terdapat di India, Thailand dan Vietnam. Pertumbuhan pohon jati sangat baik pada tanah sarang yang mengandung kapur. Pohon jati tumbuh pada daerah dengan musim kering nyata. Umumnya pohon jati mempunyai pola pertumbuhan yang mengelompok. Pada daerah dengan tipe curah hujan C-F Schmidt and Ferguson dengan curah hujan rata-rata 1200 sampai dengan 2000 mm per tahun dan umumnya tumbuh pada dataran rendah yakni pada ketinggian 0 – 700 mdpl (Martawijaya et al., 1981). Menurut Lemmens dan Soerienegara (2002), jati tumbuh paling baik dan mencapai dimensi-dimensi terbesar dalam suatu iklim tropika lembab,
4
tetapi pohon ini memerlukan satu musim kemarau yang jelas. Hutan jati umumnya terletak pada daerah berbukit-bukit atau bergelombang, tetapi juga dikenal pada dataran rata aluvial. Tanah yang paling cocok adalah tanah aluvial-koluvial subur berdrainase baik dan dalam, serta tanah tersebut mempunyai pH sekitar 6,5 – 8,0 dan kandungan Ca dan P yang relatif tinggi.
2.1.4 Sifat-sifat Umum Kayu Jati (T. grandis L.f.) Jati merupakan kayu bobot-sedang yang agak lunak dan mempunyai suatu penampilan yang sangat khas. Kayu teras sering berwarna kekuningan kusam jika baru dipotong, tetapi berubah menjadi cokelat keemasan atau kadang cokelat keabuan tua setelah terkena udara. Sedangkan kayu gubalnya berwarna putih kekuningan atau cokelat kekuningan pucat. Jika diraba kayu terasa berminyak dan mempunyai bau seperti bahan penyamak yang mudah hilang. Lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun radial serta seringkali menimbulkan gambar atau corak yang indah (Lemmens dan Soerienegara, 2002). Pori-pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar. Kayu jati mempunyai berat jenis sebesar 0,67 kg/m3 termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet II. Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin ataupun dengan alat tangan (Martawijaya et al., 1981).
2.1.5 Sistem Silvikultur Menurut Martawijaya, permudaan alami hutan jati mudah terjadi dan dapat membentuk tegakan murni setelah mengalami kebakaran. Selain daripada itu mudah pula tumbuh tunas tunggak, tetapi permudaan semacam ini jarang dilakukan karena akan menghasilkan kayu yang berkualitas rendah. Oleh karena itu, untuk jati pada umumnya berlaku sistem tebang habis dengan permudaan buatan. Permudaan buatan dilakukan secara langsung dengan biji yang ditanam pada permulaan musim hujan dengan jarak tanam 3 m x 1 m sampai 3 m x 3 m tergantung pada kesuburan atau bonita tanah. Pohon jati berbunga
5
pada bulan Oktober – Juni dan buahnya masak pada bulan Juli – Desember. Biji jati mempunyai daya kecambah yang rendah yaitu 35 – 58% namun terkadang jarang melebihi 50%. Hama pohon jati yang banyak ditemukan antara lain adalah bubuk jati (Xyleborus destruens Bldf.) yang menyerang batang hingga berlubang, ulat daun jati (Hiblaea puera Cr.) yang memakan daun hingga gundul, rayap (Neotermes tectonae Damm.) dan oleng-oleng (Duomitus ceramicus Wlk.) yang menyerang batang melalui akar. Pencegahan hama dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur seperti penjarangan dan pembersihan tumbuhan bawah yang menjadi sarang hama. Sedangkan penyakit yang lazim terdapat pada jati antara lain disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas solanacearum smith), jamur upas (Corticium salmonicolor Berk and Br.) dan benalu (Loranthus spp.). Pemberantasan penyakit dapat dilakukan dengan jalan segera menebang dan membakar pohon yang terserang (Martawijaya et al., 1981).
2.1.6 Kegunaan Kayu Jati Kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan terutama di Pulau Jawa karena sifat-sifatnya yang baik. Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti untuk pembuatan tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah, jembatan, mebel dan sebagainya. Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnya yang agak rapuh sehingga kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang memerlukan kelenturan yang tinggi seperti alat olah raga, tangkai perkakas dan lain-lain. Kayu jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan biasa dipakai untuk papan kapal, terutama untuk kapal yang berlayar di daerah tropis serta mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia (Martawijaya et al., 1981).
6
2.2. Pengertian Beberapa Macam Dimensi Pohon 2.2.1 Umur Menurut Belyea (1950), umur adalah jarak waktu antar tahun tanam hingga kini dan yang akan datang. Umur pohon ini dapat diperoleh dari register tahun tanam, jumlah lingkar tahun, dan jumlah lingkar cabang. Untuk mengetahui jumlah lingkar tahun pada pohon berdiri dapat menggunakan alat ukur berupa bor riap.
2.2.2 Diameter Pohon Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting
dalam
pengumpulan
data
tentang
potensi
hutan
untuk
tujuan
pengelolaan. Di Negara-negara yang menggunakan sistem metrik, dalam mengukur diameter, yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada atau pada ketinggian 1,30 meter dari atas permukaan tanah. Untuk pohon-pohon yang mempunyai banir lebih dari 1,30 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran diameter dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea, 1950).
2.2.3 Tinggi Pohon Setelah parameter berupa diameter pohon, tinggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran potensi hasil hutan. Dalam kegiatan inventarisasi hutan, terdapat tiga macam tinggi pohon, yaitu : 1. Tinggi total (Tt ), yaitu tinggi dari pangkal pohon dari permukaan tanah sampai dengan puncak pohon. 2. Tinggi bebas cabang (Tbc) atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang dari permukaan tanah sampai dengan cabang pertama yang membentuk tajuk. 3. Tinggi batang komersial (Tbk ), yaitu tinggi batang yang pada saat itu masih laku untuk dijual dalam suatu perdagangan. (Anonim dalam Baroroh 2006).
7
2.2.4 Bentuk Batang Menurut Husch (1963), ditinjau dari keadaan fisik atau bentuknya, ada dua macam tipe bentuk batang pohon, yaitu : 1. Excurrent yaitu bentuk batang pohon yang teratur dan lurus memanjang dari pangkal sampai ujung. Biasanya terdapat pada jenis koniferus (daun jarum) termasuk di dalamnya Pinus dan Agathis. 2. Deliquescent yaitu bentuk batang pohon yang tidak teratur, yang besar pada
bagian
pangkalnya
dan
pada
ketinggian
tertentu
bercabang
membentuk tajuk. Biasa terdapat pada jenis-jenis daun lebar, misalnya Jati, Mahoni, Sonokeling dan sebagainya. Pada
umumnya
batang
pohon
mempunyai
bentuk-bentuk
yang
mendekati benda putar (frustum) sebagai hasil grafik pada sumbu x dengan persamaan umum y2 = kxr, dimana y = jari-jari, x = tinggi, k = konstanta yang menunjukkan dimensi pangkal dan r = nilai dari eksponensial yang menunjukkan bentuk benda. Benda putar bergantung dari besarnya nilai r, dimana untuk nilai r = 0 adalah bentuk silinder, r = 1 adalah untuk bentuk paraboloid, r = 2 adalah bentuk kerucut dan r = 3 adalah untuk bentuk neloid (Husch et al, 2003).
Gambar 1. Persamaan umum batang pohon yang mendekati benda putar
8
Gambar 2 : Bentuk-bentuk batang pohon yang mendekati benda putar.
2.2.5 Volume Batang Volume adalah suatu besaran tiga dimensi dari suatu benda yang dinyatakan dalam satuan kubik yang didapat dari hasil perkalian satuan dasar panjang dengan luas penampang (Husch et al, 2003). Penentuan volume suatu benda dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu sebagai berikut : 1. Cara analitik yaitu cara penentuan volume benda dengan menggunakan rumus volume standar 2. Cara langsung yaitu cara penentuan volume yang dilakukan tanpa mengukur dimensinya. Alat yang digunakan adalah Xylometer, dimana menggunakan prinsip kerja dalil Archimedes yakni volume suatu benda sama dengan volume cairan yang dipindahkan. 3. Cara grafik yaitu cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya. Volume pohon dapat dihitung dengan cara menjumlahkan volume tiaptiap seksi yang ada pada pohon tersebut (Spurr,1952). Menurut Husch (1963), volume yang diperoleh dari penjumlahan volume seksi pohon dapat digunakan
9
sebagai dasar penyusunan model penduga volume pohon berdiri atau sebagai pembanding keakuratan model pendugaan volume pohon yang dibentuk.
2.2.6 Angka Bentuk Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai atau angka hasil perbandingan antara volume pohon dengan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut : •
Merupakan
konstanta
untuk
mengkoreksi
volume
silinder
guna
mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada yang sama. •
Merupakan suatu angka pecahan kurang dari 1 yang didapatkan dari hasil pembagian antar volume sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama.
Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada dan normal (Husch, 1963).
2.2.7 Kusen Bentuk Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besarnya keruncingan tersebut, perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai dari perbandingan ini yang disebut dengan kusen bentuk. Macam kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal dan kusen bentuk absolut. Kusen bentuk normal merupakan perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi dada. Sedangkan kusen bentuk absolut adalah perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Husch et al, 2003).
10
2.2.8 Taper Pohon Menurut Husch et al. (2003), taper adalah suatu bentuk yang meruncing sedangkan taper pohon adalah keadaan pohon yang diameternya semakin mengecil dari pangkal pohon hingga ujungnya. Taper pohon bervariasi tergantung dari jenis pohon, diameter, umur dan tinggi suatu pohon tersebut. Fungsi taper merupakan suatu model alternatif untuk menduga volume pohon yang dilakukan berdasarkan bentuk batang yaitu dengan asumsi bahwa diameter sebuah pohon semakin mengecil dari pangkal hingga ujungnya. Sedangkan menurut Chapman dan Meyer dalam Riandini 2005, taper merupakan resultan dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh tinggi dan diameter pohon. Bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper yang dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut : ( d/D ) = f ( h/H ) atau ( d/D ) = f {1-( h/H )} Keterangan : d
= diameter ujung batang pada ketinggian h.
D
= diameter setinggi dada (Dbh ).
h
= tinggi batang pada diameter d.
H
= tinggi batang pohon total dari atas permukaan tanah.
2.2.9 Tajuk Pohon Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dengan titik ujungnya pada garis lingkaran tajuk (Husch, 1963). Diameter tajuk dapat diukur dengan menggunakan alat bantu berupa meteran yaitu dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran ini dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan
11
tinggi tajuk merupakan jarak antara awal percabangan tajuk dengan puncak pohon (Husch et al. 2003).
2.3. Korelasi Linier Antara Dua Peubah Atau Lebih Koefisien korelasi linier adala h ukuran dari hubungan linier antara dua peubah acak X dan Y. Koefisien korelasi ini dilambangkan dengan r, nilai r digunakan untuk mengukur sejauh mana titik-titik data contoh menggerombol di sekitar sebuah garis lurus. Jika nilai rXY = 1, maka X dan Y berkorelasi positif sempurna dan mempunyai kemungkinan nilai X dan Y terletak pada satu garis lurus dengan kemiringan yang positif pada bidang-XY. Jika nilai rXY = 0, maka kedua peubah dikatakan tidak berkorelasi. Sedangkan apabila nilai rXY = -1, maka kedua peubah berkorelasi negatif sempurna dan nilai X dan Y semuanya terletak pada bidang-XY dengan kemiringan yang negatif. Nilai korelasi ini hanya menunjukkan keeratan hubungan linier antar peubah. Korelasi ini tidak mengimplikasikan adanya hubungan kausal atau sebabakibat antar peubah (Draper dan Smith, 1992).
2.4. Bonita Lahan Bonita adalah kemampuan tempat tumbuh bagi suatu jenis kayu dalam memberi hasil. Bonita tergantung pada tanah dan iklim serta ditentukan oleh perkembangan jenis kayu bersangkutan yaitu oleh tumbuh meningginya. Pembagian bonita didasarkan atas peninggi tegakan-tegakan berumur 80 tahun (peninggi ini disebut indeks bonita) Untuk jati terdapat bonita, dengan tingkatan setengah-setengah kelas. Penetapan bonita menggunakan tabel bonita. Penetapan bonita dari tegakan yang muda (s/d 5 tahun) menurut tingginya kurang tepat, diperlukan perbandingan dengan bonita dari tegakan-tegakan yang lebih tua yang lebih berdekatan. Mulai dari umur 6 tahun peninggi merupakan petunjuk bonita yang baik. Keadaan tegakan yang tak merata menjadi tanda untuk bonita yang rendah. Penetapan bonita dari lapangan-lapangan tidak menghasilkan dari kelas perusahaan tebang habis dan yang tidak ditumbuhi dengan Jati dilakukan
12
dengan jalan perbandingan keadaan tanahnya dengan keadaan tanah hutanhutan Jati yang berbatasan, dengan memperhatikan tumbuhan yang ada. Lapangan- lapangan bukan untuk penghasilan kayu Jati tidak ditetapkan bonitanya (Ditjen Kehutanan, 1974).
2.5. Perkembangan Penelitian Tentang Karakteristik Biometrik Pohon Baroroh (2006) telah melakukan penelitian mengenai Karakteristik Biometrik Pohon Shorea leprosula Miq. di Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pohon yang diteliti adalah pohon Shorea leprosula Miq. yang mempunyai umur 13 tahun, 20 tahun, 21 tahun, 37 tahun, 54 tahun dan 66 tahun. Penelitian ini mencari hubungan antara diameter pohon dengan dimensi yang lainnya, hubungan antara diameter batang relatif dengan tinggi batang relatif, angka bentuk rata-rata, dan hubungan antara rasio diameter dengan angka bentuk pohon. Penelitian ini menghasilkan hubungan antar dimensi pohon tererat dimiliki oleh hubungan antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal. Bentuk persamaan taper yang didapatkan dari penelitian ini adalah (d/D)2 = 1,06 – 0,436 h/H – 0,726 (h/H)2 + 0,627 (h/H)3 . Angka bentuk absolut batang pohon Shorea yang diperoleh adalah 0,71 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,77. Maulidian (2007) telah melakukan penelitian serupa dengan obyek penelitiannya adalah pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B.) pada Tegakan
Hutan
Sumber
Benih
Plomas,
Kabupaten
Sangau,
Propinsi
Kalimantan Barat. Penelitian ini mencari hubungan antar dimensi pohon, hubungan diameter pohon dengan dimensi lainnya, hubungan diameter relatif dengan tinggi relatif dan angka bentuk dari pohon tersebut. Pohon yang diteliti mempunyai tahun tanam yang berbeda yaitu tahun 1939 dan tahun 1985. Pada penelitian ini menghasilkan hubungan antar dimensi pohon tererat dimiliki oleh hubungan antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal. Bentuk persamaan taper yang dihasilkan adalah (d/D)2 = 1,01 – 0,277 h/H – 0,673 (h/H)2 + 0,481 (h/H)3 . Angka bentuk absolut batang pohon Belian yang diperoleh sebesar 0,69 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,80.
13
Wijayanti
(2008)
melakukan
penelitian
mengenai
Karakteristik
Biometrik Pohon Agathis loranthifolia R.A. Salisbury pada KPH Banyumas Timur, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik pohon pada berbagai tingkat diameter dan hubungan antar karakteristik serta mencari penciri pokok dari pohon Agathis loranthifolia R.A. Salisbury. Adapun hasil dari penelitian ini adalah dimensi pohon yang mempunyai korelasi tertinggi adalah diameter pangkal dengan diameter setinggi dada. Faktor keruncingan batang Agathis sebesar 1,181. Bentuk persamaan matematis taper untuk pohon Agathis adalah d/D = 1,04 – 1,22 h/H + 0,584 (h/H)2 . Untuk angka bentuk absolut batang pohon Agathis sebesar 0,57 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,78. Wijaksana (2008) telah melakukan penelitian tentang Karakteristik Biometrik Swietenia macrophylla King. bertempat di BKPH Singaparna, KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran hubungan antara dimensi kunci suatu pohon yang telah didapat dengan dimensi pohon yang lainnya sehingga dapat menggambarkan secara khas bentuk pohon tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dimensi pohon berupa diameter pangkal mempunyai hubungan yang paling erat terhadap diameter setinggi dada. Persamaan taper yang dihasilkan untuk pohon Mahoni adalah d/D = 0,980 – 0,794 h/H + 0,364 (h/H)2 . Adapun angka bentuk absolut dari pohon Mahoni adalah 0,60 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,76. Faktor keruncingan yang dimiliki bentuk batang Mahoni adalah sebesar 1,126.
BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Hutan Tanaman Jati (T. grandis L.f.) Bagian Hutan Bancar, KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada bulan Maret sampai dengan April 2008.
3.2. Alat dan Obyek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua macam menurut
fungsinya.
Pertama
adalah
alat
yang
digunakan
pada
saat
pengambilan data di lapangan, yakni terdiri dari : 1. Pita Ukur ( Phiband / Pita Meter) 2. Haga Hypsometer 3. SRB (Spiegel Relascop Bieterlich) tipe Wide Scale 4. Tali Tambang 5. Kamera Digital 6. Tallysheet 7. Alat Tulis Sedangkan alat yang kedua adalah alat yang digunakan pada saat pengolahan data, yakni terdiri dari : 1. Kalkulator Scientific 2. Personal Computer (PC) dengan software Minitab versi 14 dan Microsoft Excel Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon contoh jenis jati (T. grandis L.f.) pada berbagai diameter, bonita dan kelas umur (KU). Terdapat dua macam data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dimensi pohon yang meliputi : diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Sedangkan untuk
15
data sekunder yang diambil adalah keadaan umum dari lokasi pengambilan data penelitian.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1 Pemilihan Pohon Contoh Pemilihan (pemilihan
pohon
dengan
contoh
adanya
dilakukan pertimbangan
secara
purposive
tertentu),
sampling
yaitu
dengan
memperhatikan sebaran diameter, tinggi dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang sah. Dasar pemilihan kondisi pohon adalah pohon tersebut haruslah sehat, bentuknya normal, mewakili ukuran dimensi penaksirnya serta mempunyai pertumbuhan yang normal pula (tidak tertekan). Hal ini dimaksudkan agar diperoleh besaran dimensi yang konstan. Pohon tersebut haruslah mempunyai diameter setinggi dada lebih dari 20 cm.
3.3.2 Pengukuran Dimensi Pohon Pohon jati (T. grandis L.f.) yang diukur dimensinya pada berbagai kelas umur dengan memperhatikan keterwakilan diameter setinggi dadanya. Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh.
3.3.3 Pembagian Batang Setiap batang pohon contoh yang terpilih dibagi menjadi beberapa seksi (bagian). Pembagian batang ini dimulai dari pangkal batang hingga tinggi bebas cabang dengan panjang tiap seksi masing-masing yaitu 2 meter. Diameter tiap seksi diukur mulai dari atas tunggak atau jika pohon berbanir maka pengukuran dimulai dari atas banir sampai dengan bebas cabang. Pengukuran ini dilakukan untuk mencari hubungan antara diameter setinggi dada dengan diameter ujung seksi dan panjang batang dari tinggi bebas cabang dengan tinggi setiap seksi.
16
3.3.4 Perhitungan Volume Pohon Contoh Menghitung volume aktual pohon contoh dihitung dengan cara menjumlahkan volume batang tiap seksi. Adapun persamaannya sebagai berikut : n
Va =
∑
i =1
V si
Keterangan : Va
= Volume pohon sebenarnya
Vsi
= Volume seksi batang ke-i, dimana i = 1,2,3,…,n
Sedangkan untuk menghitung volume batang perseksi semua pohon contoh dalam kelompok validasi model dengan menggunakan rumus Smalian, yaitu : Vs =
(G + g ) xL 2
Keterangan : Vs = Volume seksi batang G
= Luas bidang dasar pangkal seksi batang
g
= Luas bidang dasar ujung seksi batang
L
= Panjang seksi batang
3.3.5 Penentuan Angka Bentuk Batang Pohon Angka bentuk batang (f) ditentukan dengan cara membandingkan volume aktual yang diperoleh dengan menggunakan rumus Smalian dengan volume silindernya, dimana : f=
Va Vsl
Keterangan : Va Vsl
= Volume aktual pohon =
Volume silindris, dengan asumsi bahwa bentuk pohon silinder.
Terdapat dua macam angka bentuk yang akan dicari, yaitu : a. Angka Bentuk Setinggi Dada (fbh ) fbh
=
Va 0, 25π ( Dbh ) 2 Tbc
17
b. Angka Bentuk Absolut (fabs) fabs =
Va 0, 25π ( D p ) 2 Tbc
Keterangan : Va
= Volume pohon sebenarnya
Tbc
= Tinggi bebas cabang
Dbh
= Diameter setinggi dada (1,30 m dat)
Dp
= Diameter pangkal
3.3.6 Penentuan Kusen Bentuk Batang Pohon Kusen bentuk pohon (q) ditentukan dengan cara membandingkan antara diameter pada ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada. Terdapat dua macam kusen bentuk yang akan dicari, yaitu : a. Kusen Bentuk Setinggi Dada atau Kusen Bentuk Normal (q0,5Tt ) q0,5Tt =
d 0, 5Tt Dbh
b. Kusen Bentuk Absolut (qabs) qabs =
d1 / 2 (h −4., 5) Dbh
Keterangan : d0,5Tt
= diameter pohon pada ketinggian 0,5 Tt
d1/2(h-4,5) = diameter pohon pada ketinggian absolut
3.4. Analisis Data 3.4.1 Deskripsi Statistik Pohon Contoh Untuk
menggambarkan
karakteristik
biometrik
pohon
jati
perlu
diketahui deskripsi dari pohon contoh yang diukur. Data statistik yang diukur seperti banyaknya contoh (n), nilai minimum dan nilai maksimum data yang diukur, rata-rata atau nilai tengah (mean), dan simpangan baku (s).
3.4.2 Rasio Antar Dimensi Pohon Untuk mengetahui pertumbuhan yang memiliki pola pertumbuhan yang konstan, perlu mengetahui nilai rasio antar dimensi pohon. Nilai ini
18
ditentukan dengan membandingkan dimensi satu dengan dimensi yang lain. Adapun rasio dimensi-dimensi pohon jati yang diukur adalah sebagai berikut : a. Diameter pangkal (Dp ) / Diameter setinggi dada (Dbh ) b. Diameter pangkal (Dp ) / Diameter tajuk (Dtk ) c. Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter tajuk (Dtk ) d. Diameter setinggi dada (Dbh ) / Diameter tajuk (Dtk ) e. Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter setinggi dada (Dbh ) f. Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter pangkal (Dp ) g. Tinggi tajuk (Ttk ) / Tinggi total (Tt ) h. Tinggi bebas cabang (Tbc) / Tinggi total (Tt ) i.
Tinggi bebas cabang (Tbc) / Tinggi tajuk (Ttk ) Secara umum setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga
terdapat faktor keruncingan. Untuk mengetahui besarnya nilai keruncingan tersebut, perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai rasio ini dicari pada setiap ketinggian 2 meter. Perhitungan rasio antara diameter atas dengan diameter bawah adalah sebagai berikut : Rn =
Di Di+1
Keterangan :
Rn = Nilai rasio diameter ke-i Di = Diameter ke-i , i = 1,2,3,..n
3.4.3 Korelasi Antar Dimensi Pohon Data dimensi pohon (diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta tinggi tajuk) yang didapatkan dari hasil pengukuran, akan dilakukan perhitungan secara sistematis. Setiap dimensi tersebut akan dicari korelasinya untuk menentukan dimensi mana yang paling menggambarkan karakteristik pohon jati. Tingkat keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dengan rumus : r=
∑x y i
n
ji
− ( ∑ xi )(∑ y j ) / n
n
n
n
{∑ x i − (∑ x i ) / n}{( ∑ y j − (∑ y j ) 2 / n)} i =1
2
2
i =1
i =1
2
i =1
19
Keterangan : xi = Dimensi pohon ke-i yj = Dimensi pohon lainnya ke-j n = Jumlah pohon Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif sempurna. Sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua peubah itu (Walpole, 1995).
3.4.4 Penyusunan Persamaan Regresi Dalam
penelitian
ini,
untuk
memudahkan
dalam
penggambaran
karakteristik biometrik pohon digunakan sebuah peubah bebas yaitu diameter pangkal pohon dan peubah tidak bebas yakni tinggi pohon. Hal ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan yang nyata antara kedua peubah ini. Data hasil pengukuran dimensi yang lainnya seperti diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, tinggi total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang juga dianalisis secara statistik untuk mendapatkan suatu bentuk persamaan regresi hubungan analisis data tersebut. Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan dimensi pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata. Model-model persamaan yang dibuat, secara umum menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut : D' = f (D) atau H = f (D) Dari persamaan tersebut dapat dibuat suatu model persamaan regresi linearnya yaitu : Y = b0 + b1 xi + ei 3.4.5 Penyusunan Persamaan Taper Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara diameter sepanjang batang (d) dengan panjang batang dari pangkal batang (h), yang secara matematis dapat dituliskan sebagai d = f(h).
20
Menurut Laasasenaho (1982), kurva taper dari jenis pohon yang sama tetapi berbeda ukuran dapat disusun dengan bantuan diameter relatif dan tinggi relatif. Adapun persamaan yang akan dianalisis adalah sebagai berikut : (d/D)
= f (h/H)
(d/D)2 = f {(h/H),(h/H)2 }
(d/D)2
= f (h/H)
(d/D) = f {(h/H),(h/H)2 ,(h/H)3 }
(d/D)
= f {(h/H),(h/H)2 }
(d/D)2 = f {(h/H),(h/H)2 ,(h/H)3 }
3.4.6 Penyusunan Persamaan Regresi Menggunakan Rasio Diameter Persamaan regresi ini menggunakan peubah bebas berupa rasio diameter dan peubah tidak bebas yaitu angka bentuk pohon dan volume aktual. Tujuan dari mencari persamaan regresi antara rasio diameter dengan angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan pengukuran, dimana hanya dengan menghitung rasio diameter dan mengetahui volume aktual maka kita dapat mengetahui angka bentuk pohon. Model-model
persamaan
yang
dibuat
umumnya
menggunakan
hubungan peubah-peubah sebagai berikut : f bh atau f abs
= f (d/d')
Va
= f (d/d')
Keterangan : d
= Diameter pohon
fbh = Angka bentuk setinggi dada fabs = Angka bentuk absolut Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya, yaitu : Y = b0 + b1 xi + ei 3.4.7 Kriteria Ketepatan Model Beberapa ukuran yang dipakai sebagai dasar dalam penilaian ketepatan sebuah model yakni koefisien determinasi (R2 ), koefisien determinasi yang terkoreksi (R2 adj), besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar berdasarkan kepada data yang ada pada pengujian koefisien regresi, bentuk sebaran sisa, koefisien dari keragaman serta penggunaan metode VIF (Variance Inflation Factor) pada persamaan regresi berganda.
21
Adapun kriteria yang dipakai untuk menguji sebuah model adalah sebagai berikut : a. Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas dimaksudkan untuk mengetahui peranan masing-masing peubah bebas di dalam persamaan pada pembentukan model serta untuk mengetahui hubungan regresi signifikan antara peubah bebas dengan peubah tetapnya. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : Ho : β i = 0 , untuk semua i H1 : setidaknya terdapat satu β
i
≠ 0
Adapun kriteria yang digunakan adalah : Jika nilai Fhit = F- tabel maka Ho diterima Jika nilai Fhit > F- tabel maka Ho ditolak Apabila Ho tersebut ditolak, maka dapat dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan Uji nilai-p pada tingkat nyata tertentu (a). Nilai-p yang didapat dari hasil pengolahan data dapat menunjukkan nilai resiko kesalahan terhadap pengambilan keputusan. Berikut adalah ketentuan yang digunakan : 1. Jika nilai-p < 0,01, artinya tolak Ho maka korelasi regresi antara peubah peramal dengan peubah responnya yaitu bersifat sangat nyata. 2. Jika 0,01 < nilai-p < 0,05, artinya tolak Ho maka korelasi regresi antara peubah peramal dengan peubah responnya yaitu bersifat nyata. 3. Jika nilai-p > 0,05, artinya terima Ho maka korelasi regresi antara peubah peramal dengan peubah responnya yaitu bersifat tidak nyata. b. Koefisien determinasi (R2 ) Koefisien determinasi (R2 )
adalah
suatu
ukuran
dari
besarnya
keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah
bebasnya.
Perhitungan
besarnya
koefisien
determinasi
(R2 )
mempunyai tujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : R2 =
JK regresi JK total
x100%
22
Jika nilai koefisien determinasi sebesar 50% maka hal tersebut mengandung pengertian bahwa variasi peubah x (diameter pohon atau tinggi pohon) dapat menerangkan secara memuaskan variasi peubah Y (volume pohon), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. c. Koefisien determinasi yang terkoreksi (R2 adj) Koefisien
determinasi
yang
terkoreksi
(R2 adj)
adalah
koefisien
determinasi yang telah dikoreksi dengan derajat bebas (db) dari JKS dan JKTnya. Perhitungan determinasi yang terkoreksi (R2 adj)
menggunakan
rumus sebagai berikut : R2 adj = 1 -
JKS JKT
(n − p )
x 100 %
( n − 1)
Keterangan : JKS = Jumlah Kuadrat Sisa JKT = Jumlah Kuadrat Total (n-p) = Derajat Bebas Sisa (dbs) (n-1) = Derajat Bebas Total (dbt)
d. Simpangan baku (s) Model dapat dikatakan layak apabila model tersebut mempunyai nilai simpangan bakunya kecil. Nilai simpangan baku (s) menunjukkan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Nilai simpangan baku (s) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : s=
S
2
=
∑e
2 i
(n − p)
Keterangan : S2
= Kuadrat Tengah Sisaan
ei
= Sisaan ke-i
(n-p) = Derajat bebas sisaan
23
e. Koefisien Keragaman (CV) Untuk membandingkan keragaman dua atau lebih kumpulan data, meskipun satuan pengukurannya tidak sama dapat digunakan nilai koefisien keragaman. Nilai ini merupakan ukuran keragaman relatif yang dinyatakan dalam bentuk persen. Nilai koefisien keragaman dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : CV =
s yx y
x 100%
Keterangan : s yx
= Simpangan baku y terhadap x
y
= Rata-rata y
f. Uji Tingkat Kepentingan Peranan Penambahan Peubah Peramal dalam Model Khusus pada analisis regresi berganda, dapat menggunakan metode nilai VIF (Variance Inflation Factor) untuk kasus persamaan regresi yang diduga terdapat multikolinear dalam model. Multikolinear adalah suatu keadaan dimana antarvariabel prediktor terdapat hubungan yang sangat erat. Adapun kriterianya sebagai berikut : Apabila nilai VIF > 1, maka terdapat korelasi antarvariabel prediktor Apabila nilai VIF = 1, maka tidak terdapat korelasi antarvariabel prediktor Untuk melihat pengaruh peubah bebas secara parsial dapat diuji dengan menggunakan uji t-student. Pengujian ini akan digunakan jika pada pengujian analisis ragam diperoleh kesimpulan bahwa terdapat paling sedikit satu peubah peramal yang berpengaruh terhadap peubah respon. Sehingga pengujian t-student akan sangat bermanfaat untuk menunjukkan peubah peramal mana yang berpengaruh terhadap peubah respon. Bentuk hipotesis parsialnya dapat dituliskan sebagai berikut : H0
: ßi = k
H1
: ßi ? k
24
Adapun penghitungannya adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: t=
βi − k Sβ i 2
Jika nilai t- hitung = t- tabel (a /2), maka H0 diterima Jika nilai t- hitung > t- tabel (a /2), maka H0 ditolak
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas KPH Jatirogo Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian data dan pelaporan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jatirogo, mempunyai wilayah dengan luas 18.763,7 Ha, secara administratif ketataprajaan sebagian besar berada di daerah Kabupaten Tuban dan sebagian kecil berada di Kabupaten Bojonegoro. Berikut adalah batas hutan dari KPH Jatirogo : Bagian Utara
: Laut Jawa
Bagian Timur
: KPH Parengan, KPH Tuban
Bagian Selatan
: KPH Parengan
Bagian Barat
: KPH Kebonharjo, KPH Cepu
Secara geografis wilayah KPH Jatirogo terletak pada 4°50’-5°10’ BT dan 6°30’-7°10’ LS. Adapun kantor KPH Jatirogo berkedudukan di Jatirogo.
Gambar 3. Peta Wilayah Kerja KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jatim
4.2. Bagian Hutan di KPH Jatirogo Bagian Hutan adalah suatu areal yang telah ditetapkan sebagai suatu kesatuan produksi dan kesatuan eksploitasi. Dengan demikian, diharapkan
26
dapat menghasilkan kayu setiap tahun secara terus menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik dan sesuai dengan azas kelestarian hutan. KPH Jatirogo dengan luas wilayahnya mencapai 18.763,7 Ha terbagi dalam tiga bagian hutan yakni : Bagian Hutan Bangilan dengan luas 5.826,7 Ha, Bagian Hutan Ngijo dengan luas wilayah mencapai 6.539,3 Ha dan Bagian Hutan Bancar dengan luas 6.397,7 Ha.
4.3. Keadaan Lapangan 4.3.1 Topografi Topografi lapangan wilayah hutan KPH Jatirogo secara umum adalah datar sampai miring terutama pada daerah sebelah timur laut dengan kemiringan sebesar 0-8 %. Tanah yang berada di wilayah KPH Jatirogo secara umum baik untuk kelas perusahaan jati dan dengan kemiringan yang termasuk ke dalam kelas lereng E tersebut, maka KPH Jatirogo cocok dengan sistem tebang habis. Bagian Hutan Ngijo dan Bancar mempunyai topografi lapangan yang berombak dan sebagian bergelombang. Daerah tersebut berbukit dan keadaan tanahnya berbatu sehingga menyebabkan pertumbuhan jati kurang begitu baik (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).
4.3.2 Keadaan Tanah Jenis tanah beserta penyebaran tanah berdasarkan hasil penelitian yang terdapat di KPH Jatirogo adalah Grumusol, Mediteran, Litosol dan Regosol. Ketiga jenis tanah tersebut tersebar pada semua Bagian Hutan yang terdapat di KPH Jatirogo. Adapun jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah Grumusol yang berasal dari batu endapan dan bekuan yang terdapat pada daerah bergelombang (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).
4.3.3 Iklim Wilayah hutan KPH Jatirogo terletak pada daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schnidt
27
dan Ferguson, KPH Jatirogo termasuk ke dalam tipe iklim D. Hal ini disebabkan oleh curah hujan sebesar 964 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 73 hari. Oleh karena itu, KPH Jatirogo sangat tepat untuk ditetapkan sebagai kelas perusahaan jati (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).
4.4. Pembagian Wilayah Kerja KPH Jatirogo dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan, terbagi ke dalam enam wilayah kerja BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) dan 23 RPH (Resort Pemangkuan Hutan), sebagai berikut : 1. BKPH Bangilan terdiri atas RPH Kebonduren, RPH Karanggeneng, RPH Kejuron, dan RPH Nglateng. 2. BKPH Bate terdiri atas RPH Kaligede, RPH Sukomedalem, RPH Guwaran, dan RPH Bate. 3. BKPH Sekaran terdiri atas RPH Bangsri, RPH Sadang, RPH Demit, dan RPH Ngijo. 4. BKPH Bahoro terdiri atas RPH Banjarwaru, RPH Tuwiwiyan, RPH Tawun, dan RPH Bakalan. 5. BKPH Bancar terdiri atas RPH Sukoharjo, RPH Jatisari, RPH Siding, dan RPH Sekaran. 6. BKPH Ngulahan terdiri atas RPH Dikir, RPH Ngelo, dan RPH Gandu.
4.5. Gangguan Keamanan Hutan Pengamanan hutan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk melindungi hutan dari segala bentuk kegiatan yang merusak atau mengganggu keamanan hutan. Pada umumnya kerusakan atau gangguan hutan tersebut disebabkan oleh : a. Pencurian dan perencekan. Adapun pengertian perencekan tersebut adalah suatu kegiatan yang mengambil kayu yang jatuh secara sendirinya atau alamiah dimana kayu tersebut tidak dapat digunakan sebagai kayu perkakas dan dengan ketentuan mempunyai diameter maksimal 4 cm. b. Kebakaran. Rata-rata kerusakan hutan akibat kebakaran hutan tiap tahun di KPH Jatirogo seluas 109,3 ha. Oleh karena itu diperlukan upaya
28
peningkatan kewaspadaan para anggota SATGAS DAMKAR di tiap BKPH serta pemberian kesadaran dan motivasi terhadap tugas mereka di hutan. c. Penggembalaan. Kerusakan hutan akibat penggembalaan yang terjadi ratarata per tahun seluas 5 ha.
Umumnya terjadi pada petak-petak yang
beradius < 5 km dari pemukiman penduduk. Upaya- upaya yang dilakukan untuk mengurangi hal tersebut adalah : 1) Penggembalaan diarahkan pada tegakan tua 2) Pemasyarakatan penanaman hijauan ternak di lingkungan masyarakat, misalnya dengan jenis rumput gajah. 3) Pengaturan pola tanam reboisasi (perpanjangan kontrak tanaman, untuk melindungi tanaman muda sebelah dalam) 4) Penyuluhan ya ng terus menerus dan variatif 5) Tindakan
represif
yang
mendidik
terhadap
pelanggaran
penggembalaan dan pemberian hukuman secara persuasif. d. Bibrikan Tanah e. Sengketa tanah f. Perburuan satwa liar. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapangan menunjukkan bahwa di areal hutan KPH Jatirogo terdapat perburuan terhadap satwa liar. Satwa liar yang sering diburu adalah babi hutan dan kadang-kadang juga kijang. Pemburu umumnya menggunakan surat ijin berburu dari KABAKIN. Upaya yang telah dilakukan oleh pihak pengelola di lapangan hanya terbatas pada menanyakan surat ijin berburu, sedangkan upaya lainnya belum dilakukan. g. Penggunaan bahan kimia. Adanya penggunaan bahan-bahan kimia di wilayah hutan KPH Jatirogo, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun
pesanggem/penggarap
tanah
dapat
mengancam
terhadap
lingkungan jika tidak diikuti dengan adanya upaya preventif yang memadai. Kegiatan-kegiatan yang menggunakan bahan kimia, yaitu (1) pemupukan, seperti Urea, TSP, KCl, NPK, dan Gandasil D, (2) penyadapan getah pinus, misalnya asam sulfat, dan (3) pemberantasan
29
hama dan penyakit, seperti Dursban 50EC, Benlate, Dithane M45, dan Ridomil 2G. h. Pembuangan limbah. Limbah yang dapat mengancam lingkungan bagi hutan adalah limbah- limbah anorganik (bahan-bahan yang sukar terdekompoisisi) yang dibuang di hutan, seperti plastik, kaleng, dan bahan bakar atau minyak (Sekretariat PHL KPH Jatirogo). 4.6. Penggunaan Lahan di Sekitar/Bersebelahan dengan Hutan Tata Guna lahan tiap kecamatan di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo : sawah (19.730 ha), tegalan (25.099 ha), pekarangan (5.626 ha), perkebunan (129 ha), dan lain- lain (648 ha). Di samping itu di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo juga terdapat laut dan hutan yang dikelola oleh KPH Parengan, Tuban, Kebonharjo, dan Cepu. Pada tahun 2000-2002 telah terjadi penjarahan besar-besaran di Perum Perhutani yang dilakukan oleh masyarakat terutama pada KPH Jatirogo yang notabene merupakan penghasil suplai jati yang diandalkan oleh Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).
4.7. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat 4.7.1 Mata Pencaharian Masyarakat Berdasarkan mata pencahariannya, mata pencaharian masyarakat di sekitar wilayah KPH Jatirogo sebagian besar adalah sebagai petani/buruh tani (66.442 orang); sedangkan terendah adalah bekerja di bidang industri (4.889 orang), seperti tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Mata pencaharian masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo No
Kecamatan
1 Senori 2 Bangilan 3 Singahan 4 Kenduruan 5 Tambakboyo 6 Jatirogo 7 Bancar 8 Kerek Jumlah
Petani/ buruh tani (orang) 10.846 13.759 6.158 7.625 2.163 8.089 12.940 4.862 66.442
Pedagang (orang) 569 2.891 661 95 908 2.402 753 69 8.348
Mata pencaharian Industri Buruh Pegawai/ ABRI (orang) (orang) (orang) 80 509 694 75 380 2.771 741 5.819 854 13 124 226 25 80 1.979 1.408 3.625 1.001 228 546 78 43 4.889 8.571 8.839
Sumber Data : Kantor Statistik Kabupaten Tuban
Lain-lain (orang) 79 215 1.887 7 1.723 18.721 2.805 3 23.440
Jumlah (orang) 12.777 20.091 16.120 8.090 4.899 37.224 18.273 5.055 122.529
30
4.7.2 Penggunaan Lahan Masyarakat Berdasarkan jenis penggunaan lahannya, jenis penggunaan lahan terbesar berupa sawah (19.730 ha), sedangkan terendah berupa perkebunan (129 ha), seperti tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Luas dan jenis penggunaan lahan masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Senori Bangilan Singahan Kenduruan Tambakboyo Jatirogo Bancar Kerek Jumlah
sawah
tegal
2.677 2.616 3.142 1.532 1.556 2.615 3.603 1.989 19.730
808 1.153 828 2.435 3.212 3.707 5.425 7.531 25.099
Jenis penggunaan lahan (ha) pekarangan Perkebunan
Sumber Data : Kantor Statistik Kabupaten Tuban
630 662 722 461 380 865 812 1.094 5.626
5 24 95 129
Lainlain 349 51 248 648
jumlah 4.115 4.436 5.065 4.470 4.479 5.148 7.282 12.476 51.232
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sebaran Pohon Contoh Menurut KU, Bonita dan Selang Diameter Banyaknya jumlah pohon contoh (n) yang diambil dalam penelitian ini adalah 40 pohon. Pengambilan pohon contoh tersebut dilakukan dengan cara purposive sampling (secara sengaja sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan). Pengambilan pohon contoh (n) berdasarkan kelas umur (KU) yang terdapat di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketersebaran diameter setinggi dada pada setiap kelas umur. Penentuan jumlah pohon contoh dalam setiap kelas umur ditentukan dengan metode proporsional yakni membagi luasan petak contoh dengan luasan petak total. Pohon contoh yang diambil adalah pohon yang tumbuh dengan sehat dan mempunyai bentuk yang normal, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon secara umum dalam populasi. Pengukuran
pohon
contoh
dilakukan
pada
40
pohon
yang
dikelompokkan menjadi enam kelas umur dengan jumlah pohon sebanyak 6-7 pohon tiap kelas. Pembagian kelas umur dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelas umur dan selang diameter setinggi dada pohon contoh jati No. 1 2 3 4 5 6
Kelas Umur III IV V VI VII VIII
Bonita Lahan
Selang Dbh (cm)
Jumlah
3 3 3,5 4 4,5 4
23,25 – 27,07 21,02 – 31,85 32,48 – 42,04 39,81 – 52,87 66,24 – 79,94 62,10 – 84,08
7 7 7 7 6 6
Selang diameter setinggi dada yang diperoleh berbeda untuk setiap kelas umur. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi pohon terutama dimensi diameter dipengaruhi oleh umur dan bonita dari suatu tempat. Data dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp ), diameter setinggi dada (Dbh ), diameter tajuk (Dtk ), diameter per seksi, tinggi per seksi batang, tinggi
32
total (Tt ), tinggi bebas cabang (T bc), dan tinggi tajuk (Ttk ). Data yang diambil tersebut merupakan informasi awal dalam mengenal karakteristik biometrik pohon jati yang selanjutnya dilakukan perhitungan matematis sehingga didapatkan karakteristik yang lebih detail.
Tabel 4. Deskripsi statistik pohon contoh Dimensi
n
Min
Maks
Mean
CV (%)
Dbh (cm)
40
21,02
84,08
44,24
43,24
Dp (cm)
40
24,84
102,87
55,22
44,68
Dbc (cm)
40
10,00
60,00
25,69
52,74
Dtk (m)
40
7,75
21,50
12,56
28,03
Tt
(m)
40
12,50
31,50
22,63
24,82
Tbc (m)
40
7,50
20,50
12,07
22,59
Ttk (m)
40
4,50
21,00
10,43
40,47
Deskripsi statistik dari poho n contoh yang diambil merupakan informasi atau petunjuk awal karakteristik biometrik pohon jati. Apabila dibandingkan besarnya nilai deskripsi statistik pohon contoh dengan habitus jati, maka nilai yang tertera dalam Tabel 4 tersebut diatas tidak melebihi habitus pohon jati.
5.2. Rasio Antar Dimensi Pohon Rasio antar dimensi pohon yang diukur meliputi (1) diameter pangkal (Dp )/diameter setinggi dada (Dbh ), (2) diameter bebas cabang (Dbc)/diameter pangkal (Dp ), (3) diameter pangkal (Dp )/diameter tajuk (Dtk ), (4) diameter bebas cabang (D bc)/diameter setinggi dada (D bh ), (5) diameter setinggi dada (Dbh )/diameter tajuk (Dtk ), (6) diameter bebas cabang (Dbc)/diameter tajuk (Dtk ), (7) tinggi bebas cabang (Hbc )/tinggi total (Ht ), (8) tinggi bebas cabang (Hbc)/tinggi tajuk (Htk ), dan (9) tinggi tajuk (Ttk )/tinggi total (Tt ). Rasio antar dimensi pohon tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan besarnya nilai salah satu dimensi jika dimensi yang lainnya telah diketahui.
33
Tabel 5. Deskripsi beberapa ukuran statistik rasio antar dimensi pohon jati Rasio Antar Dimensi Dp / Dbh Dbc / Dp Dp / Dtk Dbc / Dbh Dbh / Dtk Dbc / Dtk Tbc / Tt Tbc / Ttk Ttk / Tt
N
Min
Maks
Mean
40 40 40 40 40 40 40 40 40
1,106 0,224 0,022 0,299 0,018 0,009 0,288 0,405 0,273
1,423 0,706 0,067 0,876 0,053 0,033 0,727 2,667 0,712
1,242 0,461 0,043 0,571 0,034 0,019 0,553 1,352 0,447
CV (%) 5,44 23,87 23,72 23,40 21,99 32,09 18,11 41,08 22,38
Penduga Selang SK 95 % SK 99 % 1,221-1,263 1,214-1,270 0,427-0,495 0,416-0,506 0,040-0,046 0,039-0,047 0,530-0,612 0,517-0,625 0,032-0,036 0,031-0,037 0,017-0,022 0,018-0,021 0,522-0,584 0,512-0,594 1,180-1,525 1,127-1,578 0,416-0,478 0,406-0,488
Pohon jati mempunyai bentuk batang Deliquescent yaitu bentuk batang pohon yang tidak teratur, yang besar pada bagian pangkalnya dan pada ketinggian tertentu bercabang membentuk tajuk. Dengan demikian perlu dilakukan analisis rasio diameter untuk mengetahui apakah batang pohon jati memiliki pola yang konstan pada keseluruhan bonita. Rasio diameter merupakan perbandingan antara diameter pangkal seksi dengan diameter ujung seksi dimana setiap seksi mempunyai ketinggian 2 meter. Rasio ini dihitung pada 40 pohon contoh yang telah diukur. Rasio diameter yang telah diambil sebagai contoh hanya pada setiap ketinggian 2 meter untuk semua kelas diameter setinggi dada.
Tabel 6. Deskripsi beberapa ukuran statistik rasio diameter pohon jati setiap ketinggian 2 meter Penduga Selang Rasio Rata-rata di/di+1
N 40
Min 1,041
Maks 1,313
Mean 1,147
CV (%) 5,12
SK 95 %
SK 99 %
1,129-1,165
1,123-1,171
Besarnya nilai koefisien keragaman (CV) sebesar 5,12% menunjukkan ketelitian yang cukup tinggi dari rasio dimensi pohon jati. Dari nilai diatas dapat diketahui bahwa perbandingan pertumbuhan diameter setiap ketinggian 2 meter mempunyai pola yang secara umum konstan dari tahun ke tahun. Nilai
34
rasio tersebut dapat menggambarkan jenis bentuk batang dari pohon jati secara umum adalah sebesar 1,147.
5.3. Korelasi Antar Dimensi Pohon Besarnya kekuatan hubungan linier antar dimensi pohon dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi memberikan pengertian bahwa apakah antara dua peubah akan saling berubah secara bersamaan secara positif ataupun negatif. Nilai koefisien korelasi ini tidak dapat menggambarkan hubungan kausal atau sebab akibat antara dua peubah tersebut. Matrik hasil korelasi antar dimensi pohon jati dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Koefisien korelasi dengan nilai-p antar dimensi pohon jati Dimensi Dp Dbc Dtk Tt Tbc Ttk Dimensi Tt Tbc Ttk
Dbh 0,994 0,000 0,900 0,000 0,895 0,000 0,897 0,000 0,613 0,000 0,782 0,000 Tt 0,673 0,000 0,879 0,000
Dp 0,884 0,000 0,887 0,000 0,883 0,000 0,606 0,000 0,769 0,000 Tbc 0,673 0,000 0,239 0,137
Keterangan angka dalam setiap sel tabel 7 :
a b
a = koefisien korelasi ; b = nilai-p
Dbc 0,884 0,000 0,861 0,000 0,871 0,000 0,402 0,010 0,884 0,000 Ttk 0,879 0,000 0,239 0,137 -
Dtk 0,887 0,000 0,861 0,000 0,804 0,000 0,481 0,002 0,746 0,000 -
35
Baris pertama isi sel dalam Tabel 7 di atas menunjukkan besarnya persen korelasi antar dimensi pohon jati. Untuk baris kedua, menunjukkan besarnya nilai-p, dimana antar kedua dimensi akan mempunyai korelasi yang tidak nyata pada saat nilai-p = 0,05, nyata pada nilai-p antara 0,01 – 0,05, dan sangat nyata pada saat nilai-p < 0,01. Tingkat keeratan hubungan atau koefisien korelasi antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon lainnya secara berurutan adalah diameter pangkal, diameter bebas cabang, tinggi total, diameter tajuk, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang. Adapun sifat dari keeratan hubungan antar dimensinya adalah sangat nyata. Keseluruhan dari koefisien korelasinya bernilai positif. Hal ini memberikan pengertian bahwa setiap peningkatan diameter setinggi dada akan diikuti dengan peningkatan dimensi pohon lainnya. Diameter setinggi dada mempunyai hubungan yang paling erat dengan diameter pangkal yaitu sebesar 0,994. Sedangkan diameter setinggi dada mempunyai hubungan yang paling kecil adalah dengan tinggi bebas cabang yakni sebesar 0,613. Besarnya nilai koefisien korelasi antara dimensi diameter pangkal dengan dimensi pohon lainnya secara berurutan adalah diameter setinggi dada, diameter tajuk, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi bebas cabang. Diameter pangkal mempunyai hubungan yang paling erat dengan diameter setinggi dada yakni sebesar 0,994. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap peningkatan satu satuan diameter pangkal, maka akan diikuti peningkatan diameter setinggi dada sebesar 0,994 satuan. Selain korelasi antara diameter bebas cabang dengan diameter setinggi dada dan diame ter pangkal, diameter bebas cabang juga mempunyai nilai koefisien korelasi secara berurutan dengan dimensi pohon lainnya yaitu tinggi tajuk, tinggi total, diameter tajuk, dan tinggi bebas cabang. Adapun nilai dari masing- masing koefisien korelasi tersebut adalah sebagai berikut 0,884, 0,871, 0,861, 0,402. Diameter bebas cabang mempunyai hubungan linier dengan keseluruhan dimensi pohon. Berdasarkan besarnya nilai-p, hubungan linier antara diameter bebas cabang dengan dimensi lainnya memiliki hubungan yang sangat nyata.
36
Hubungan linier antara diameter tajuk yang paling erat adalah dengan diameter setinggi dada yaitu sebesar 0,895. Selanjutnya diikuti oleh diameter pangkal, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, dan tinggi bebas cabang. Hubungan yang terjadi antar dimensi pohon tersebut diatas mempunyai bentuk hubungan yang sangat nyata. Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijayanti (2008) pada pohon Agathis bahwa hubungan linier tererat terjadi antara diameter tajuk dengan diameter pangkal. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik pertumbuhan antara pohon daun lebar (hardwood) dengan pohon daun jarum (softwood). Pada umumnya diameter pangkal pada pohon jati mempunyai banir sehingga korelasi antar dimensi pohon lainnya lebih kecil dibandingkan korelasi antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon lainnya. Dimensi tinggi total mempunyai korelasi yang sangat nyata terbesar dengan dimensi diameter setinggi dada yaitu sebesar 0,897, kemudian diikuti oleh diameter pangkal, tinggi tajuk, diameter bebas cabang, diameter tajuk, dan tinggi bebas cabang. Tinggi bebas cabang memiliki korelasi yang sangat nyata dengan dimensi tinggi total, diameter setinggi dada, diameter pangkal, dan diameter tajuk. Tinggi bebas cabang mempunyai korelasi ya ng nyata dengan diameter bebas cabang, yaitu dapat ditunjukkan dengan besarnya nilai-p yaitu 0,01. Sedangkan dengan tinggi tajuk, tinggi bebas cabang mempunyai hubungan yang tidak nyata dengan nilai-p sebesar 0,137. Hal ini memberikan suatu keterangan bahwa pohon contoh yang diambil telah mengalami pruning atau pemangkasan cabang, sehingga korelasi antara tinggi bebas cabang dengan tinggi tajuk tidak nyata. Korelasi antara tinggi tajuk dengan dimensi lainnya dari yang terbesar sampai terkecil secara berurutan adalah diameter bebas cabang, tinggi total, diameter setinggi dada, diameter pangkal, dan diameter tajuk. Adapun nilai koefisien korelasi antara tinggi tajuk dengan diameter bebas cabang adalah sebesar 0,884. Secara keseluruhan hubungan korelasi yang tererat adalah hubungan antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dengan nilai koefisien
37
korelasi adalah sebesar 0,994. Berdasarkan tabel korelasi antar dimensi pohon diatas, nilai koefisien korelasi secara keseluruhan bernilai positif. Hal ini menyatakan bahwa setiap terjadi peningkatan satu dimensi akan diikuti dengan peningkatan dimensi lainnya yang berhubungan. Dari keseluruhan nilai koefisien korelasi, dapat diketahui bahwa variabel yang menjadi kunci untuk pengenalan karakteristik biometrik pohon jati adalah diameter setinggi dada, diameter tajuk dan tinggi total. Dengan mengetahui informasi mengenai korelasi antar dimensi pohon akan membantu dalam menggambarkan karakteristik biometrik pohon jati.
5.4. Persamaan Regresi Antar Beberapa Dimensi Pohon Berdasarkan hasil pengukuran dimensi pohon yang telah dilakukan, maka selanjutnya perlu dianalisis secara statistik untuk mendapatkan persamaan regresi dari hubungan antar variabel tersebut. Analisis persamaan regresi ini dilakukan setelah antar dimensi pohon mempunyai hubungan linier yang nyata. Penyusunan persamaan regresi bertujuan untuk mengetahui apakah suatu dimensi mampu menjelaskan dimensi yang lain. Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter pangkal dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter pangkal dengan dimensi pohon jati lainnya. No.
Persamaan
R-sq
1
Dbh = 1,66 + 0,771 Dp
98,8
R-sq (adj) 98,7
CV (%)
F-hit
Nilai-p
4,85
3060,55
0,000 **
2
Dbc = -1,13 + 0,486 Dp
78,1
77,6
24,98
135,86
0,000 **
3
Dtk = 5,57 + 0,127 Dp
78,7
78,1
15,11
140,47
0,000 **
4
Tt = 11,5 + 0,201 Dp
77,9
77,3
11,82
134,08
0,000 **
5
Tbc = 8,47 + 0,0677 Dp
36,7
35,0
18,20
22,01
0,000 **
6
Ttk = 3,06 + 0,133 Dp
59,1
58,0
26,66
54,86
0,000 **
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
38
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa model yang terbaik dapat dijelaskan oleh diameter pangkal adalah model pertama. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi sebesar 98,8% berarti sebesar 98,8% keragaman dari diameter setinggi dada dapat dijelaskan oleh model regresi sederhana atau dapat dikatakan bahwa keragaman diameter pangkal dapat menjelaskan 98,8% keragaman diameter setinggi dada, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel atau faktor lainnya. Pada model pertama juga mempunyai nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan model lainnya yaitu sebesar 98,7%. Model persamaan yang telah terpilih dengan menggunakan peubah respon diameter setinggi dada menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan satu satuan diameter pangkal akan mengakibatkan peningkatan perubahan diameter setinggi dada sebesar 0,771. Berdasarkan persamaan pertama dapat diketahui bahwa nilai koefisien keragaman sebesar 4,85%. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa keragaman antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sangat kecil. Semakin kecil nilai koefisien keragaman antar kumpulan data, maka semakin teliti persamaan yang terjadi. Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya nilai-p adalah sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat nyata 0,01 sehingga dapat diartikan bahwa model yang dibuat memiliki ketepatan yang tinggi serta mampu menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, diameter pangkal berpengaruh sangat nyata dalam pendugaan besarnya nilai diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk pada persamaan yang telah diuji. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa hipotesis tentang adanya hubungan linier antara diameter pangkal dengan dimensidimensi pohon lainnya dapat diterima. Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan peubah peramal diameter setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 9.
39
Tabel 9. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon jati lainnya.
1
Dp = -1,45 + 1,28 Dbh
98,8
R-sq (adj) 98,7
2
Dbc = -2,51 + 0,637 Dbh
81,1
3
Dtk = 5,28 + 0,165 Dbh
4
No.
Persamaan
R-sq
CV (%)
F-hit
Nilai-p
5,01
3060,55 0,000 **
80,6
23,26
162,53
0,000 **
80,1
79,5
12,69
152,51
0,000 **
Tt = 11,0 + 0,263 Dbh
80,5
79,9
11,12
156,48
0,000 **
5
Tbc = 8,30 + 0,0884 Dbh
37,6
36,0
18,07
22,91
0,000 **
6
Ttk = 2,68 + 0,175 Dbh
61,2
60,2
25,09
59,99
0,000 **
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa model yang terbaik dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada adalah model pertama. Pada model pertama mempunyai nilai koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan model lainnya yaitu sebesar 98,7%. Hal ini juga dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi sebesar 98,8% berarti sebesar 98,8% keragaman dari diameter setinggi dada dapat dijelaskan oleh model regresi sederhana atau dapat dikatakan bahwa keragaman diameter pangkal dapat menjelaskan 98,8% keragaman diameter setinggi dada, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel atau faktor lainnya. Model persamaan yang telah terpilih dengan menggunakan peubah respon diameter pangkal dapat menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan satu satuan diameter setinggi dada akan diikuti peningkatan perubahan diameter pangkal sebesar 1,28. Berdasarkan persamaan pertama dapat diketahui bahwa nilai koefisien keragaman sebesar 5,01%. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa keragaman antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal sangat kecil. Semakin kecil nilai koefisien keragaman antar kumpulan data, maka ketelitian persamaan akan semakin besar. Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya nilai-p adalah sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat nyata 0,01 sehingga dapat diartikan bahwa
40
model yang dibuat memiliki ketepatan yang tinggi serta mampu menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, diameter setinggi dada berpengaruh sangat nyata dalam pendugaan besarnya nilai diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk pada persamaan yang telah diuji. Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan peubah peramal diameter bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter bebas cabang dengan dimensi pohon jati lainnya.
1
Dp = 13,9 + 1,61 Dbc
78,1
R-sq (adj) 77,6
2
Dbh = 11,6 + 1,27 Dbc
81,1
80,6
19,07
162,53
0,000 **
3
Dtk = 6,82 + 0,224 Dbc
74,1
73,5
14,44
108,93
0,000 **
4
Tt = 13,4 + 0,361 Dbc
75,9
75,2
12,35
119,39
0,000 **
5
Tbc = 10,1 + 0,0818 Dbc
16,2
13,9
20,95
7,32
0,010 *
6
Ttk = 3,25 + 0,279 Dbc
78,2
77,6
19,40
136,48
0,000 **
No.
Persamaan
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
R-sq
CV (%)
F-hit
Nilai-p
21,15
135,86
0,000 **
* = nyata (0,01 < nilai-p < 0,05)
Dari Tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa model persamaan yang terpilih adalah persamaan regresi kedua. Hal tersebut dikarenakan nilai koefisien determinasi pada persamaan tersebut paling besar yaitu 81,1%, sedangkan besarnya koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) adalah sebesar 80,6%. Nilai ini menunjukkan bahwa diameter bebas cabang dapat menjelaskan keragaman diameter setinggi dada sebesar 80,6% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Dari persamaan regresi secara keseluruhan diatas, dapat dilihat bahwa nilai-p sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata 0,01. Oleh karena itu, hal tersebut mampu menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima pada tingkat kepercayaan 99%, yang berarti dugaan adanya pengaruh peningkatan diameter bebas cabang terhadap dimensi pohon yang lainnya dapat diterima dengan pengaruh yang sangat nyata. Namun pengaruh peningkatan diameter bebas
41
cabang terhadap dimensi tinggi bebas cabang hanya dapat diterima dengan pengaruh yang nyata. Adapun nilai persentase penyimpangan data terhadap nilai tengah yang terkecil ditunjukkan oleh persamaan regresi keempat yaitu sebesar 12,35%. Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan peubah peramal diameter tajuk dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter tajuk dengan dimensi pohon jati lainnya.
1
Dp = -22,8 + 6,21 Dtk
78,7
R-sq (adj) 78,1
2
Dbh = -16,8 + 4,86 Dtk
80,1
79,5
19,57
152,51
0,000 **
3
Dbc = -15,9 + 3,31 Dtk
74,1
73,5
27,17
108,93
0,000 **
4
Tt = 6,52 + 1,28 Dtk
64,6
63,7
14,96
69,41
0,000 **
5
Tbc = 7,48 + 0,376 Dtk
23,1
21,1
20,06
11,42
0,002 **
6
Ttk = -0,96 + 0,906 Dtk
55,6
54,4
27,71
47,56
0,000 **
No.
Persamaan
R-sq
CV (%)
F-hit
Nilai-p
20,88
140,47
0,000 **
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
Keragaman nilai diameter tajuk dapat menjelaskan keragaman diameter setinggi dada lebih besar apabila dibandingkan dengan dimensi pohon lainnya. Pada persamaan kedua besarnya keragaman diameter tajuk mampu menerangkan keragaman diameter setinggi dada sebesar 80,1% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Setiap penambahan satu satuan diameter tajuk mampu meningkatkan diameter setinggi dada sebesar 4,86 satuan. Besarnya koefisien keragaman dari persamaan regresi terpilih adalah sebesar 19,57%, yang berarti bahwa persentase simpangan baku terhadap nilai tengah sebesar 19,57%. Namun besarnya penyimpangan terkecil diperoleh pada persamaan keempat yaitu 14,96% data menyimpang dari nilai tengahnya. Secara keseluruhan dari model persamaan regresi pada Tabel 11 telah mewakili data yang telah ada. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai-p pada model yang tidak melebihi taraf nyata 0,01 maupun 0,05. Nilai-p tersebut
42
dapat menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, keragaman diameter tajuk mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap keragaman diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi bebas cabang, maupun tinggi tajuk pada masing- masing persamaan yang diuji. Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan peubah peramal tinggi total dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi total dengan dimensi pohon jati lainnya.
1
Dp = -32,5 + 3,88 Tt
77,9
R-sq (adj) 77,3
2
Dbh = -24,9 + 3,06 Tt
80,5
79,9
19,37
156,48
0,000 **
3
Dbc = -21,9 + 2,10 Tt
75,9
75,2
26,25
119,39
0,000 **
4
Dtk = 1,16 + 0,504 Tt
64,6
63,7
16,89
69,41
0,000 **
5
Tbc = 4,73 + 0,330 Tt
45,3
43,8
16,93
31,46
0,000 **
6
Ttk = -4,73 + 0,670 Tt
77,3
76,7
19,82
129,38
0,000 **
No.
Persamaan
R-sq
CV (%)
F-hit
Nilai-p
21,26
134,08
0,000 **
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
Dari keenam persamaan regresi pada Tabel 12 diatas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi paling besar terdapat pada persamaan kedua yakni sebesar 80,5%. Hal ini berarti 80,5% keragaman dari diameter setinggi dada dapat diterangkan oleh keragaman tinggi total, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya. Keragaman dari tinggi total mampu menjelaskan secara memuaskan keragaman dari diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, dan tinggi tajuk. Nilai-p kurang dari tingkat nyata 0,01, sehingga secara statistik mampu memberikan pengertian bahwa tidak ada parameter model yang menunj ukkan bahwa model regresi linier yang dibuat sudah mewakili data yang ada. Dimensi tinggi total mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk.
43
Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan peubah peramal tinggi bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi bebas cabang dengan dimensi pohon jati lainnya.
1
Dp = -10,9 + 5,42 Tbc
36,7
R-sq (adj) 35,0
2
Dbh = -7,7 + 4,26 Tbc
37,6
36,0
34,61
22,91
0,000 **
3
Dbc = 1,58 + 1,98 Tbc
16,2
13,9
48,93
7,32
0,010 *
4
Dtk = 5,07 + 0,614 Tbc
23,1
21,1
24,90
11,42
0,002 **
5
Tt = 5,89 + 1,37 Tbc
45,3
43,8
18,60
31,46
0,000 **
6
Ttk = 5,89 + 0,371 Tbc
5,7
3,2
40,37
2,31
0,137 tn
No.
Persamaan
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01) tn
R-sq
CV (%)
F-hit
Nilai-p
36,00
22,01
0,000 **
* = nyata (0,01 < nilai-p < 0,05)
= tidak nyata (nilai-p > 0,05)
Dimensi tinggi bebas cabang memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap dimensi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk, dan tinggi total. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai-p yang lebih kecil dari taraf nyata 0,01. Dengan diameter bebas cabang mempunyai pengaruh yang nyata terhadap tinggi bebas cabang. Sedangkan terhadap dimensi tinggi tajuk, tinggi bebas cabang tidak memiliki pengaruh yang nyata yang ditunjukkan dari nilai-p sebesar 0,137. Tinggi bebas cabang hanya mampu menerangkan keragaman jumlah tinggi total sebesar 45,3%, sementara 54,7% lainnya dapat diterangkan oleh faktor lainnya. Keragaman tinggi bebas cabang mampu menerangkan keragaman tinggi total sebesar 18,60%. Untuk setiap peningkatan satu satuan tinggi bebas cabang akan mampu menambah tinggi total sebesar 1,37 satuan. Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan peubah peramal tinggi tajuk dapat dilihat pada Tabel 14.
44
Tabel 14. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi tajuk dengan dimensi pohon jati lainnya.
1
Dp = 9,04 + 4,43 Ttk
59,1
R-sq (adj) 58,0
2
Dbh = 7,77 + 3,50 Ttk
61,2
60,2
27,28
59,99
0,000 **
3
Dbc = -3,50 + 2,80 Ttk
78,2
77,6
24,93
136,48
0,000 **
4
Dtk = 6,17 + 0,614 Ttk
55,6
54,4
18,92
47,56
0,000 **
5
Tt = 10,6 + 1,15 Ttk
77,3
76,7
11,98
129,38
0,000 **
6
Tbc = 10,6 + 0,154 Ttk
5,7
3,2
22,22
2,31
No.
Persamaan
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
R-sq
tn
CV (%) 28,94
F-hit
Nilai-p
54,86
0,000 **
0,137 tn
= tidak nyata (nilai-p > 0,05)
Tinggi tajuk memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, dan tinggi total. Hal ini dapat ditunjukkan dari besarnya nilai-p yang lebih kecil dari taraf nyata 0,01. Sedangkan antara tinggi tajuk dengan tinggi bebas cabang tidak memiliki pengaruh yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kegiatan manusia yang membuat pertumbuhan pohon jati tidak alami. Berdasarkan uji kerandalan persamaan, persamaan regresi ketiga merupakan persamaan terbaik. Nilai koefisien determinasi sebesar 78,2% yang berarti bahwa keragaman diameter bebas cabang dapat diterangkan sebesar 78,2% oleh keragaman tinggi tajuk. Adapun nilai dari koefisien determinasi terkoreksi sebesar 77,6%. Dari persamaan regresi yang terpilih, dapat dilihat bahwa setiap penambahan tinggi tajuk satu satuan maka akan menyebabkan peningkatan diameter bebas cabang sebesar 2,80 satuan. Secara keseluruhan persamaan regresi yang terbentuk dari beberapa peubah peramal yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa peubah peramal yang mampu menjadi peubah kunci guna menerangkan karakteristik biometrik pohon jati adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk dan tinggi pohon total. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada pohon agathis dan mahoni daun besar, diperoleh suatu persamaan regresi terbaik yaitu hubungan antara diameter setinggi dada
45
dengan diameter pangkal. Keragaman dari diameter setinggi dada paling dapat menerangkan keragaman diameter pangkal, begitu pula dengan sebaliknya. Pada persamaan regresi dengan variabel bebas diameter bebas cabang, pohon jati memiliki kesamaan dengan pohon mahoni daun besar dan shorea yaitu keragaman diameter bebas cabang paling berpengaruh terhadap keragaman diameter setinggi dada. Dimensi diameter tajuk pohon jati paling dapat menerangkan diameter setinggi dada. Hal ini sesuai dengan penelitian pohon mahoni daun besar, namun pada pohon agathis diameter tajuk pohon paling dapat menerangkan diameter bebas cabang.
5.5. Penyusunan Persamaan Taper Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter relatif dengan tinggi relatif. Tingkat keeratan hubungan antara diameter relatif dengan tinggi relatif sebesar -0,881. Hal ini menyatakan bahwa setiap peningkatan satu satuan tinggi relatif pohon jati akan diikuti dengan berkurangnya diameter relatif pohon jati sebesar 0,881 satuan. Pada penelitian ini terdapat enam persamaan taper yang dianalisis secara statistik dengan menggunakan data diameter relatif sebagai peubah respon dan tinggi relatif sebagai peubah peramal. Dari keenam persamaan tersebut kemudian dicari satu persamaan terbaik yang akan digunakan sebagai salah satu persamaan yang menggambarkan karakteristik pohon jati. Hasil analisis persamaan regresi dari enam persamaan taper dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Persamaan Taper
77,6 77,6 78,0
R-sq (adj) 77,5 77,4 77,7
CV (%) 10,44 10,46 10,40
838,14 0,000** 417,36 0,000** 283,00 0,000**
77,4 77,8 78,3
77,3 77,7 78,0
19,28 19,11 18,97
827,56 0,000** 423,42 0,000** 288,09 0,000**
No
Persamaan
R-sq
1 2 3
d/D = 1,08 - 0,892 h/H d/D = 1,08 - 0,880 h/H - 0,017 (h/H)2 d/D = 1,02 - 0,192 h/H - 2,22 (h/H)2 + 1,99 (h/H)3 (d/D)2 = 1,09 - 1,35 h/H (d/D)2 = 1,14 - 1,77 h/H + 0,603 (h/H)2 (d/D)2 = 1,06 - 0.652 h/H - 2,98 (h/H)2 + 3,24 (h/H)3
4 5 6
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
F-hit
Nilai-p
46
Persamaan terbaik yang terpilih ditentukan berdasarkan nilai koefisien keragaman (uji ketelitian), hal ini disebabkan karena selisih besarnya koefisien determinasi (R-sq) dan koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) dari keenam persamaan diatas kecil. Adapun persamaan yang terpilih adalah persamaan ketiga. Nilai koefisien keragaman dari persamaan ketiga sebesar 10,40%, nilai ini menunjukkan bahwa sebesar 10,40% data yang ada menyimpang dari garis normal nilai tengah. Besarnya nilai R-sq dan R-sq (adj) pada persamaan ketiga yaitu 78,0% dan 77,7%. Nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 78,0% mampu menerangkan bahwa keragaman peubah respon dapat dijelaskan dalam peubah-peubah peramalnya sebesar 78,0%. Besaran R-sq yang mendekati 100% mempunyai pengertian bahwa persamaan tersebut semakin baik. Keenam persamaan diatas memiliki nilai R-sq yang mendekati 100%, hal ini berarti bahwa tingkat keterandalan yang dimiliki oleh persamaan secara keseluruhan cukup besar sehingga dapat dikatakan persamaan tersebut cukup baik. Uji keterwakilan data dapat dilihat dari besarnya nilai-p. Dari keenam persamaan tersebut pada Tabel 15, nilai-p sebesar 0,000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata 0,01. Keadaan ini mampu menunjukkan bahwa persamaan tersebut mampu mewakili data yang ada. Besarnya nilai-p ini dipergunakan juga untuk menguji pengaruh peubah peramal terhadap peubah respon. Nilai-p lebih kecil dari taraf nyata 0,01 mempunyai arti bahwa semua tinggi relatif pada masing- masing persamaan taper yang diujikan berpengaruh sangat nyata terhadap diameter relatif pohon jati. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter relatif dengan tinggi relatif dapat diterima. Berdasarkan analisis dengan menerapkankan metode VIF didapatkan bahwa nilai VIF dalam model persamaan regresi berganda adalah lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa dalam model terjadi multikolinear yang dapat disebabkan oleh hubungan linier yang kuat antar peubah peramal.
47
Uji tingkat kepentingan peranan penambahan peubah peramal dalam persamaan taper diatas digunakan hanya untuk regresi linier berganda. Pada persamaan kedua, penambahan peubah (h/H)2 memberikan nilai-p sebesar 0,924. Hal ini berarti bahwa penambahan peubah ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap model. Sementara pada persamaan ketiga, penambahan peubah (h/H)2 dan (h/H)3 memberikan nilai-p masing- masing sebesar 0,048 dan 0,047 yang berarti bahwa penambahan peubah memberikan pengaruh yang nyata terhadap model.
5.6. Korelasi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual Volume aktual pohon adalah volume yang diperoleh dari penjumlahan volume per seksi pohon yang diukur dengan menggunakan dimensi diameter seksi dan panjang seksi pohon. Dimensi pohon lain yang dianalisis hubungan liniernya dengan volume aktual meliputi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan linier antar peubah. Tingkat keeratan ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Hubungan keeratan antara volume aktual dengan dimensi lainnya secara berurutan adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, dan tinggi bebas cabang.
5.7. Persamaan Regresi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual Penyusunan persamaan regresi ini bertujuan untuk mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan nilai dari volume aktual jika salah satu dimensi pohon telah diketahui nilainya. Persamaan yang terpilih dapat digunakan untuk memberikan masukan dalam pembuatan tabel atau tarif volume lokal pohon jati yang telah ada sebelumnya. Adapun alasan penggunaan tabel volume lokal adalah dalam pembuatan persamaan regresinya hanya menggunakan satu peubah.
48
Tabel 16. Persamaan Regresi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual CV (%) 28,41 25,06 46,44 50,06 71,00 69,95 48,49
F-hit
Nilai-p
91,3 93,2 76,7 72,9 45,5 47,1 87,9
R-sq (adj) 91,0 93,0 76,1 72,2 44,0 45,7 87,2
397.42 521,13 124,90 102,22 31,70 33,85 134,13
0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000**
91,4
90,9
40,88
196,26
0,000**
97,5 98,4
97,4 98,3
3,75 3,07
1475,22 1110,25
0,000** 0,000**
97,5 98,4
97,4 98,3
8,63 7,07
1475,14 1110,21
0,000** 0,000**
No
Persamaan
R-sq
1 2 3
Vakt = - 1,86 + 0,0664 Dp Vakt = - 2,02 + 0,0865 Dbh Vakt = - 3,55 + 0,426 Dtk Vakt = - 4,09 + 0,261 Tt Vakt = - 3,31 + 0,420 Tbc Vakt = - 1,06 + 0,275 Ttk Vakt = - 2,86 + 0,0711 Dp + 0,0288 Tt Vakt = - 2,55 + 0,101 Dbh 0,0083 Tt log Vakt = - 3,56 + 2,25 log Dbh log Vakt = - 3,97 + 1,77 log Dbh + 0,883 log Tt ln Vakt = - 8,19 + 2,25 ln Dbh ln Vakt = - 9,15 + 1,77 ln Dbh + 0,883 ln Tt
4 5 6 7 8 9 10 11 12
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
Persamaan regresi yang dipilih adalah persamaan kesembilan, hal tersebut didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R-sq) dan koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) yaitu sebesar 97,5% dan 97,4%. Nilai R-sq sebesar 97,5% berarti sebesar 97,5% keragaman diameter setinggi dada dapat dijelaskan oleh model regresi sederhana sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor atau variabel lainnya. Pada persamaan kedua didapatkan nilai persentase penyimpangan data terhadap nilai tengah terkecil sebesar 3,75%. Secara keseluruhan, persamaan pada Tabel 16 mempunyai nilai-p yang lebih kecil dari 0,01 sehingga dapat menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, keragaman dari dimensi pohon berpengaruh sangat nyata terhadap keragaman volume aktual. Dalam
Tabel
16
tersebut
juga
terdapat
persamaan
dengan
menggunakan dua dimensi pohon secara bersamaan dalam menduga besarnya nilai volume aktual. Pemilihan dimensi diameter pangkal, diameter setinggi dada, maupun tinggi total adalah dikarenakan dimensi tersebutlah yang mudah dilakukan dalam pengukuran lapangan. Pada persamaan dengan menggunakan regresi berganda, didapatkan nilai VIF lebih dari 1 yakni 2,4 pada persamaan
49
ketujuh, 2,6 pada persamaan kedelapan dan 6,0 pada persamaan ke-10 dan ke12 sehingga hal ini mengindikasikan pada model tersebut terjadi kasus multikolinear dan model kurang terandalkan.
5.8. Angka Bentuk Batang Rata-Rata Angka bentuk batang jati dapat diperoleh dari rata-rata rasio volume aktual dengan volume silinder pada tinggi dan diameter bebas cabang yang sama. Angka bentuk yang didapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Angka bentuk absolut rata-rata sebesar 0,497 2. Angka bentuk setinggi dada rata-rata sebesar 0,759
Tabel 17. Deskripsi Statistik Angka Bentuk Pohon Jati Angka Bentuk Absolut Setinggi Dada
n
Min
Maks Mean
40 40
0,256 0,518
0,467 0,990
0,497 0,759
CV (%) 16,58 12,89
Penduga Selang 95 % 99 % 0,471-0,523 0,464-0,530 0,729-0,789 0,721-0,797
Nilai koefisien keragaman (CV) pada kedua angka bentuk diatas dapat menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan terhadap garis normal linier nilai tengah angka bentuk absolut sebesar 16,58% dan angka bentuk setinggi dada sebesar 12,89%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Husch (1963) bahwa angka bentuk merupakan suatu nilai hasil perbandingan antara volume pohon dengan volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Nilai angka bentuk ini dapat digunakan untuk mengetahui dan mengkoreksi volume silinder sehingga didapatkan volume sesungguhnya dari pohon jati.
5.9. Kusen Bentuk Batang Pohon Kusen bentuk batang merupakan nilai perbandingan antara diameter pada ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada. Nilai kusen bentuk yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kusen bentuk normal sebesar 0,625 2. Kusen bentuk absolut sebesar 0,728
50
Tabel 18. Deskripsi Statistik Kusen Bentuk Pohon Jati Kusen Bentuk Normal Absolut
n
Min
40 0,370 40 0,519
Maks Mean 0,765 0,950
0,625 0,728
CV (%) 15,07 15,02
Penduga Selang 95% 99% 0,595 - 0,655 0,585 - 0,665 0,693 - 0,762 0,681 - 0,774
Nilai koefisien keragaman (CV) pada kedua angka bentuk diatas dapat menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan terhadap garis normal linier nilai tengah kusen bentuk absolut sebesar 15,02% dan kusen bentuk normal sebesar 15,07%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Husch et al. (2003) bahwa kusen bentuk merupakan suatu nilai hasil perbandingan antara diameter ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada yang besarnya kurang dari satu. Nilai kusen bentuk dapat digunakan untuk mengetahui faktor keruncingan pohon jati pada ketinggian tertentu dan dapat digunakan sebagai variabel tetap dalam pembuatan tabel volume.
5.10. Korelasi Linier Antara Volume Dengan Angka Bentuk Keeratan hubungan antara volume dengan angka bentuk dapat ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien korelasi. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) yang didapat, diketahui bahwa nilai koefisien korelasi yang terbentuk antara volume aktual dengan angka bentuk absolut sebesar -0,240 dengan nilai-p adalah 0,135. Sedangkan antara volume aktual dengan angka bentuk setinggi dada adalah -0,240 dengan nilai-p sebesar 0,415. Oleh karena itu, kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa volume aktual dengan angka bentuk absolut maupun setinggi dada tidak mempunyai hubungan linier. Pernyataan yang sama juga terjadi pada penelitian pada pohon mahoni daun besar yaitu volume aktual tidak mempunyai hubungan linier dengan angka bentuk absolut dan setinggi dada.
5.11. Penyusunan Persamaan Regresi Dengan Rasio Diameter Persamaan ini disusun dengan tujuan untuk mengefisienkan kegiatan pengukuran, dimana hanya dengan mengetahui rasio diameter maka kita dapat mengetahui nilai dari angka bentuk dan volume aktual. Adapun penggunaan
51
dimensi diameter disebabkan karena dimens i diameterlah yang paling mudah untuk diukur di lapangan.
Tabel 19. Persamaan Regresi Angka Bentuk dan Volume Pohon dengan Rasio Diameter R-sq No Persamaan R-sq CV (%) F-hit Nilai-p (adj) 1 fbh = 0,956 – 0,159 Dp /Dbh 1,2 0,0 12,99 0,46 0,502tn 2 fabs = 1,53 – 0,828 D p/D bh 46,0 44,6 12,34 32,39 0,000** 3 Vakt = - 4,03 + 4,70 Dp /Dbh 3,4 0,9 94,47 1,35 0,253tn 4 Vakt = 0,94 + 1,88 Dbc/Dp 1,4 0,0 95,46 0,56 0,459tn ** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)
tn
= tidak nyata (nilai-p > 0,05)
Dari persamaan regresi yang terbentuk seperti pada Tabel 18 diatas, didapatkan bahwa persamaan regresi antara angka bentuk dengan rasio diameter pangkal dan diameter setinggi dada didapatkan persamaan terbaik yaitu persamaan kedua, yakni fabs = 1,53 – 0,828 Dp /Dbh . Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh pengertian dimana setiap peningkatan satu satuan rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada akan menurunkan angka bentuk absolut sebesar 0,828 satuan. Dari koefisien determinasi dapat dilihat bahwa 46,0% keragaman rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dapat menjelaskan angka bentuk absolut, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Nilai-p pada persamaan kedua tersebut lebih kecil dari taraf nyata 0,01 dan 0,05, hal ini berarti persamaan terpilih telah mewakili data yang ada dan rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada berpengaruh sangat nyata terhadap angka bentuk absolut. Untuk persamaan ketiga dan keempat menjelaskan tentang seberapa besar pengaruh rasio diameter terhadap volume aktual dari pohon jati. Rasio yang digunakan adalah diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dan diameter bebas cabang dengan diameter pangkal. Hal ini dikarenakan hanya rasio ini yang mempunyai hubungan linier dengan volume aktual. Nilai-p pada persamaan 1, 3 dan 4 mempunyai nilai yang lebih besar dari taraf nyata 0,05 yang berarti bahwa rasio diameter yang terpilih tidak
52
berpengaruh terhadap angka bentuk setinggi dada maupun volume aktual pohon jati.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik biometrik pohon jati di Bagian Hutan Bancar adalah sebagai berikut : 1. Dimensi diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk dan tinggi total merupakan ciri pohon yang berkorelasi tinggi dengan dimensi lainnya. Korelasi tertinggi antar dimensi pohon adalah antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sebesar 0,994. 2. Rata-rata rasio antar dimensi pohon adalah Dp /Dbh = 1,242 ; Dp /Dtk = 0,043 ; Dbc/Dtk = 0,019 ; Dbc/Dp = 0,461 ; Dbc/Dbh = 0,571 ; Dbh /Dtk = 0,034 ; Tbc/Tt = 0,553 ; Ttk /Tt = 0,447 ; Tbc/Ttk = 1,352. Nilai rasio diameter setiap ketinggian 2 meter untuk batang pohon jati secara konsisten adalah 1,147. 3. Persamaan regresi yang terbentuk dari hubungan dimensi kunci dengan dimensi lainnya adalah : a. Dbh = 1,66 + 0,771 Dp
(R-sq = 98,8% ; R-sq(adj) = 98,7%)
b. Dp = -1,45 + 1,28 Dbh
(R-sq = 98,8% ; R-sq(adj) = 98,7%)
c. Dbh = 11,6 + 1,27 Dbc
(R-sq = 81,1% ; R-sq(adj) = 80,6%)
d. Dbh = -16,8 + 4,86 Dtk
(R-sq = 80,1% ; R-sq(adj) = 79,5%)
e. Dbh = -24,9 + 3,06 Tt
(R-sq = 80,5% ; R-sq(adj) = 79,9%)
f. Tt = 5,89 + 1,37 Tbc
(R-sq = 45,3% ; R-sq(adj) = 43,8%)
g. Dbc = -3,50 + 2,80 Ttk
(R-sq = 78,2% ; R-sq(adj) = 77,6%)
4. Persamaan matematis untuk pohon jati adalah d/D = 1,02 - 0,192 h/H - 2,22 (h/H)2 + 1,99 (h/H)3
(R-sq = 78,0% ; R-sq(adj) = 77,7%).
5. Selang diameter setinggi dada pada pohon jati tergantung pada kelas umur, tingkat kesuburan lahan atau bonita dan kerapatan tegakan. 6. Persamaan regresi yang terpilih dalam menduga besarnya volume aktual dengan menggunakan salah satu dimensi pohon jati adalah log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh (R-sq = 97,5% ; R-sq(adj) = 97,4%).
54
7. Angka bentuk pohon jati adalah : a. Angka bentuk absolut = 0,497 b. Angka bentuk setinggi dada = 0,759 8. Kusen bentuk batang pohon jati adalah : a. Kusen bentuk normal = 0,625 b. Kusen bentuk absolut = 0,728 6.2. Saran 1. Untuk lebih mengetahui keakuratan model yang dihasilkan terutama dalam penentuan besarnya volume aktual, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tempat tumbuh yang berbeda. 2. Perlu dilakukannya penelitian yang serupa pada berbagai jenis pohon kehutanan lainnya sehingga diharapkan dapat mempermudah dalam pengenalan berbagai pohon kehutanan khususnya pohon-pohon yang bernilai komersial dan langka.
BAB VII DAFTAR PUSTAKA Agustin, R.S. 2005. Penentuan Jumlah Pohon Contoh Dalam Penyusunan Persamaan Taper Untuk Pendugaan Volume Batang Pohon Meranti Rawa (Shorea spp.) (Kasus di HPH PT Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Propinsi Dati I Riau). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Anonim. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan : Jakarta. Anonim. 2004. Secure M-140: Alat Pintar Untuk Kedisiplinan Karyawan. Advertorial. http://www.datascrip.com Avery, T.E. dan H.E.Burkhart. 1994. Forest Measurements. McGraw-Hill Inc : New York. Baroroh, Alfieta N. 2006. Karakteristik Biometrik Pohon Shorea leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Belyea, H.C. 1950. Forest Measurement. John Wiley and Sons Inc.: New York. Bruce, D. dan F.X. Scumacher. 1950. Forest Mensuration. Mc Graw-Hill Book Company Inc.: New York. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan. 1974. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan No.143/KPTS/DJ/I/1974 : Jakarta. Direktorat Jenderal (Ditjen) Kehutanan. 1976. Vademeccum Indonesia. Departemen Pertanian : Jakarta.
Kehutanan
Djamhuri, E. , I. Hilwan, Istomo, dan I. Soerianegara. 2002. Dendrologi. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Draper, N. dan H. Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi II. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Girsang, R.E. 2006. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Jati Di BKPH Bancar, KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
56
Hardansyah, R. 2004. Penentuan Panjang Seksi Batang Optimal Dalam Penggunaan Volume Batang Pohon Dengan Menggunakan Persamaan Taper (Studi Kasus pada Jenis Pinus merkusii Jung et de Vriese di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan : Jakarta. Husch, B. 1963. Forest Mensuration and Statistic. The Ronald Press Company : New York. Husch, B. , TW Beers, JA Kershaw. 2003. Forest Mensuration. John Wiley and Sons Inc.: New Jersey. Iriawan, N. dan S.P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik Dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. ANDI : Yogyakarta. Martawijaya, A. , I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A.Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan : Bogor. Maulidian. 2007. Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T.et B.) (Studi Kasus pada Tegakan Hutan Sumber Benih Plomas, Kabupaten Sangau, Propinsi Kalimantan Barat). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Laasasenaho J. 1993. Modelling Taper Curves and Stem Increment. Proceedings IUFRO p.54-57. West Virginia University : USA. Lemmens, R.H.M.J. dan I.Soerianegara. 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No.5(1) Pohon Penghasil Kayu Perdagangan Utama. PT Balai Pustaka Prosesa Indonesia : Bogor. Riandini, P. 2005. Penentuan Jumlah Pohon Contoh Dalam Penyusunan Persamaan Taper Untuk Pendugaan Volume Batang Pohon Ramin (Gonystylus bancanus kurz.) (Kasus di HPH PT Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Propinsi Dati I Riau). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Samuel, M.L. dan J.A.Witmer. 2005. Statistics For The Life Sciences. Third Edition. Pearson Education, Inc. : New Jersey. Sembiring, R.K. 1995. Analisis Regresi. Penerbit ITB : Bandung. Spurr, S.H. 1952. Forest Inventory. The Ronald Press Company : New York.
59 Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Dimensi Pohon Contoh Kp
No. Pohon
KU
SI
1/24a
3
3
2
3
4
5
6
7
Dp
Kbh
cm
cm
cm
cm
cm
p1
p2
p
m
m
105
33.44
82
26.11
17.5
9.5
7.5
8.5
20.75
10.5
100
95
100
102
90
95
31.85
30.25
31.85
32.48
28.66
30.25
81
78
85
83
73
80
Dbh
25.8
24.84
27.07
26.43
23.25
25.48
Dtjk (m)
Dbc
15
15
10
20
15
10
8.5
6.5
8.6
7
8.7
8
9.5
9
11.5
10
8
8.5
Ht
9
7.75
10.05
8.5
8.35
8.25
17
16.5
17
20
18.5
17.5
Hbc
11
11.5
12
10
11
12
0.5 Ht
D 0.5 Ht
½ (Ht -4.5)
m
m
cm
10.25
10.38
18
Htjk
6
5
5
10
7.5
5.5
8.5
8.25
8.5
10
9.25
8.75
19.2
15
19.7
20
17.3
19.5
D½ (Ht -4.5)
Ps
Ds
m
cm
m
cm
8.13
19.6
2
26
4
25
6
25
8
20
10.5
17.5
2
25
4
30
6
25
8
20
10
15
11
15
2
24
4
30
6
20
8
15
10
15
11.5
15
2
27
4
28.5
6
25
8
20
10
15
12
10
2
26.4
4
25
6
23
8
21.7
10
20
2
23.1
4
21.5
6
20
6.25
6
6.25
7.75
7
6.5
24.5
20
24.8
22
19
20
8
18
10
16.5
11
15
2
25
4
24.6
6
20
8
20
10
15
12
10
60 Lanjutan Lampiran 1 1/45c
2
3
4
5
6
7
4
3
78
140
90
102
80
99
112
24.84
44.59
28.66
32.48
25.48
31.53
35.67
70
100
76
90
66
80
86
22.29
31.85
24.2
28.66
21.02
25.48
27.39
10
20
10
15
13
20
17
10
8.1
11.5
11.2
10
11.2
12.2
9.5
11
8.7
10.3
12.9
11.5
13
9.75
9.55
10.1
10.75
11.45
11.35
12.6
16
18.4
15.5
16.5
12.5
17.8
16.5
10.5
12.4
10
12
7.5
7.8
8.5
5.5
6
5.5
4.5
5
10
8
8
9.2
7.75
8.25
6.25
8.9
8.25
15
22.4
17.5
20
14.5
19.5
16.6
5.75
6.95
5.5
6
4
6.65
6
20
25
21
25
18.5
20
20
2
22
4
20
6
20
8
15
10.5
10
2
31.5
4
30
6
25
8
25
10
20
12.4
20
2
24
4
21.6
6
20
8
15
10
10
2
28
4
30
6
25
8
20
10
20
12
15
2
21
4
18.5
6
15
7.5
13
2
25
4
25
6
20
8.8
20
2
27
4
25
6
20
8.5
17
61 Lanjutan Lampiran 1 1/11f
2
3
4
5
6
7
5
3.5
140
125
185
158
135
135
130
44.59
39.81
58.92
50.32
42.99
42.99
41.4
105
113
130
132
108
112
102
33.44
35.99
41.4
42.04
34.39
35.67
32.48
10
15
20
15
15
20
15
11
9.5
11.5
9.5
11.5
10
10.5
12
10
12
12.5
12
12
11
11.5
9.75
11.75
11
11.75
11
10.75
19
17
18
21
19
20
20.5
11
9.5
11
15
10
10.75
11
8
7.5
7
6
9
9.25
9.5
9.5
8.5
9
10.5
9.5
10
10.25
17.5
18
17.5
24
20
20
20
7.25
6.25
6.75
8.25
7.25
7.75
8
25
24.6
21.5
25
23
23
20
2
33
4
30.5
6
30
8
20
10
15
11
10
2
35
4
32.8
6
25
8
20
9.5
15
2
41
4
30
6
25
7
20
2
41.5
4
35
6
30
8
25
10
25
12
20
14
20
15
15
2
34
4
30
6
30
8
25
10
15
2
35
4
30
6
25
8
20
9.5
20
10.75
20
2
32
4
30
6
25
8
20
10
20
11
15
62 Lanjutan Lampiran 1 1/30d
2
3
4
5
6
7
6
4
170
148
170
155
205
169
174
54.14
47.13
54.14
49.36
65.29
53.82
55.41
145
125
130
127
166
132
145
46.18
39.81
41.4
40.45
52.87
42.04
46.18
30
30
20
20
30
30
35
10
10
12
12
16
11.6
15.5
12.5
10
8
12
12
11
13
11.25
10
10
12
14
11.3
14.25
27
22
23.7
25
29
24.7
25.9
12.5
10
14.7
14.5
14
12.7
12.4
14.5
12
9
10.5
15
12
13.5
13.5
11
11.85
12.5
14.5
12.35
12.95
28
28.5
24.6
25
29
30
32
11.25
8.75
9.6
10.25
12.25
10.1
10.7
33
34
31
29.5
34
30
35
2
46
4
42.4
6
40
8
35
10
35
12.5
30
2
39
4
37.6
6
35
8
35
10
30
2
41
4
38.5
6
35
8
35
10
30
12
25
14.7
20
2
40
4
37.4
6
36
8
34
10
30
12
25
14.5
20
2
52
4
50
6
43
8
40
10
35
12
35
14
30
2
42
4
38.7
6
35
8
35
10
30
12.7
30
2
46
4
42.3
6
40
8
38
10
35
12.4
35
63 Lanjutan Lampiran 1 730/12b
732
734
740
777
791
7
4.5
281
300
312
323
274
260
89.49
95.54
99.36
102.87
87.26
82.80
212
225
245
251
215
208
67.52
71.66
78.03
79.94
68.47
66.24
30.00
45.00
38.00
50.00
40.00
37.00
14
16
13
22
25
16
14.8
18
16.5
16
18
14
14.4
17
14.75
19
21.5
15
28
30
26.5
26
29
30
12
14
16
13
13.5
14
16
16
10.5
13
15.5
16
14
15
13.25
13
14.5
15
25
43
41
50
37
34
11.75
12.75
11
10.75
12.25
12.75
37
47
47
58
43.5
40
2
67
4
62.5
6
56
8
50
10
40
12
30
2
71
4
70
6
68.5
8
60
10
65
12
50
14
45
2
77.5
4
75
6
65
8
60
10
50
12
45
14
40
16
38
2
79
4
75
6
70
8
65
10
60
12
55
13
50
2
68
4
65.5
6
60
8
50
10
50
12
45
13.5
40
2
66
4
65.2
6
60
8
55
10
50
12
45
14
37
64 Lanjutan Lampiran 1 1/14c
2
3
4
5
6
8
4
317
245
280
267
235
255
100.96
78.03
89.17
85.03
74.84
81.21
264
203
216
215
195
205
84.08
64.65
68.79
68.47
62.10
65.29
50.00
40.00
35.00
60.00
50.00
40.00
19.5
16.5
18
17
20
16.5
18
17
15.5
19
13
19.5
18.75
16.75
16.75
18
16.5
18
30.5
31
31
29.5
30
31.5
15.5
17.5
17.5
8.5
10.5
20.5
15
13.5
13.5
21
19.5
11
15.25
15.5
15.5
14.75
15
15.75
48.8
40
37.5
45
40
45
13
13.25
13.25
12.5
12.75
13.5
57.5
45
40
53
35.1
47.5
2
84
4
80
6
75
8
70
10
70
12
60
14
55
15.5
50
2
64.1
4
60
6
60
8
55
10
50
12
50
14
40
16
40
17.5
40
2
68
4
70
6
55
8
50
10
45
12
40
14
40
17.5
35
2
68
4
63.2
6
60
8.5
60
2
61.5
4
60
6
55
8
50
10.5
50
2
65
4
60
6
55
8
50
10
50
12
50
14
45
16
45
18
45
20.5
40
57
Walpole, E.R. 1995. Pengantar Statistik Edisi 3 (terjemahan). Gramedia : Jakarta. Wijayanti, S.D.W. 2008. Karakteristik Biometrik Pohon Agathis loranthifolia R.A. Salisbury. (Di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor. Wijaksana, Y. 2008. Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King) Kasus Di KPH Tasikmalaya. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
58
LAMPIRAN
65
Lampiran 2. Grafik Normal Probability Plot Tiap Dimensi Pohon
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 25
35
45
55
65
75
85
95
105
Dp Average: 55.2225
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 24.6653
A-Squared: 1.569
N: 40
P-Value: 0.000
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 20
30
40
50
60
70
80
Dbh Average: 44.2363
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 19.1327
A-Squared: 1.723
N: 40
P-Value: 0.000
66
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 10
20
30
40
50
60
Dbc Average: 25.6875
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 13.5480
A-Squared: 1.571
N: 40
P-Value: 0.000
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 10
15
20
Dtjk Average: 12.5663
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 3.52235
A-Squared: 1.296
N: 40
P-Value: 0.002
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 12
22
32
Ht Average: 22.6313
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 5.61731
A-Squared: 1.325
N: 40
P-Value: 0.002
67
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 10
15
20
Hbc Average: 12.2063
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 2.75658
A-Squared: 0.568
N: 40
P-Value: 0.132
Normal Probability Plot
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 5
10
15
20
Htjk Average: 10.425
Anderson-Darling Normality Test
StDev: 4.27920
A-Squared: 0.602
N: 40
P-Value: 0.110
68
Lampiran 3. Persamaan Regresi Antar Dimensi Pohon 1. Diameter Pangkal (Dp ) Regression Analysis: Dbh versus Dp The regression equation is Dbh = 1.66 + 0.771 Dp Predictor Constant Dp S = 2.146
Coef 1.6640 0.77092
SE Coef 0.8411 0.01394
R-Sq = 98.8%
T 1.98 55.32
P 0.055 0.000
R-Sq(adj) = 98.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 14101 175 14276
MS 14101 5
F 3060.55
T -0.45 11.66
P 0.657 0.000
P 0.000
Regression Analysis: Dbc versus Dp The regression equation is Dbc = - 1.13 + 0.486 Dp Predictor Constant Dp S = 6.417
Coef -1.126 0.48555
SE Coef 2.514 0.04166
R-Sq = 78.1%
R-Sq(adj) = 77.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 5593.8 1564.6 7158.3
MS 5593.8 41.2
F 135.86
P 0.000
Regression Analysis: Dtjk versus Dp The regression equation is Dtjk = 5.57 + 0.127 Dp Predictor Constant Dp S = 1.647
Coef 5.5699 0.12669
SE Coef 0.6452 0.01069
R-Sq = 78.7%
T 8.63 11.85
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 78.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 380.85 103.03 483.87
Regression Analysis: Ht versus Dp The regression equation is Ht = 11.5 + 0.201 Dp
MS 380.85 2.71
F 140.47
P 0.000
69
Predictor Constant Dp S = 2.674
Coef 11.530 0.20103
SE Coef 1.048 0.01736
R-Sq = 77.9%
T 11.00 11.58
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 77.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 958.86 271.75 1230.61
MS 958.86 7.15
F 134.08
P 0.000
Regression Analysis: Hbc versus Dp The regression equation is Hbc = 8.47 + 0.0677 Dp Predictor Constant Dp S = 2.222
Coef 8.4687 0.06768
SE Coef 0.8707 0.01443
R-Sq = 36.7%
T 9.73 4.69
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 35.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 108.69 187.66 296.35
MS 108.69 4.94
F 22.01
P 0.000
Regressi on Analysis: Htjk versus Dp The regression equation is Htjk = 3.06 + 0.133 Dp Predictor Constant Dp S = 2.773
Coef 3.061 0.13335
SE Coef 1.087 0.01800
R-Sq = 59.1%
T 2.82 7.41
P 0.008 0.000
R-Sq(adj) = 58.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 421.90 292.25 714.15
MS 421.90 7.69
F 54.86
2. Diameter breast high (Dbh ) Regression Analysis: Dp versus Dbh The regression equation is Dp = - 1.45 + 1.28 Dbh Predictor Coef SE Coef Constant -1.455 1.114 Dbh 1.28124 0.02316 S = 2.767
R-Sq = 98.8%
T -1.31 55.32
P 0.199 0.000
R-Sq(adj) = 98.7%
P 0.000
70
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 23436 291 23727
MS 23436 8
F 3060.55
T -1.04 12.75
P 0.303 0.000
P 0.000
Regression Analysis: Dbc versus Dbh The regression equation is Dbc = - 2.51 + 0.637 Dbh Predictor Constant Dbh S = 5.975
Coef -2.513 0.63749
SE Coef 2.405 0.05000
R-Sq = 81.1%
R-Sq(adj) = 80.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 5801.9 1356.5 7158.3
MS 5801.9 35.7
F 162.53
P 0.000
Regression Analysis: Dtjk versus Dbh The regression equation is Dtjk = 5.28 + 0.165 Dbh Predictor Constant Dbh S = 1.594
Coef 5.2797 0.16472
SE Coef 0.6416 0.01334
R-Sq = 80.1%
Analysis of Variance Source DF Regression 1 Residual Error 38 Total 39
T 8.23 12.35
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 79.5%
SS 387.36 96.52 483.87
MS 387.36 2.54
F 152.51
P 0.000
Regression Analysis: Ht versus Dbh The regression equation is Ht = 11.0 + 0.263 Dbh Predictor Constant Dbh S = 2.516
Coef 10.981 0.26336
SE Coef 1.013 0.02105
R-Sq = 80.5%
T 10.84 12.51
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 79.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 990.15 240.46 1230.61
Regression Analysis: Hbc versus Dbh The regression equation is Hbc = 8.30 + 0.0884 Dbh
MS 990.15 6.33
F 156.48
P 0.000
71
Predictor Constant Dbh S = 2.206
Coef 8.2977 0.08836
SE Coef 0.8880 0.01846
R-Sq = 37.6%
T 9.34 4.79
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 36.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 111.45 184.90 296.35
MS 111.45 4.87
F 22.91
P 0.000
Regression Analysis: Htjk versus Dbh The regression equation is Htjk = 2.68 + 0.175 Dbh Predictor Constant Dbh S = 2.700
Coef 2.684 0.17500
SE Coef 1.087 0.02259
R-Sq = 61.2%
T 2.47 7.75
P 0.018 0.000
R-Sq(adj) = 60.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 437.21 276.94 714.15
MS 437.21 7.29
F 59.99
P 0.000
3. Diameter bebas cabang (D bc) Regression Analysis: Dp versus Dbc The regression equation is Dp = 13.9 + 1.61 Dbc Predictor Constant Dbc S = 11.68
Coef 13.882 1.6094
SE Coef 3.999 0.1381
R-Sq = 78.1%
T 3.47 11.66
P 0.001 0.000
R-Sq(adj) = 77.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 18541 5186 23727
MS 18541 136
F 135.86
T 4.01 12.75
P 0.000 0.000
Regression Analysis: Dbh versus Dbc The regression equation is Dbh = 11.6 + 1.27 Dbc Predictor Constant Dbc S = 8.438
Coef 11.577 1.27140
SE Coef 2.888 0.09973
R-Sq = 81.1%
R-Sq(adj) = 80.6%
P 0.000
72
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 11571 2705 14276
MS 11571 71
F 162.53
T 10.97 10.44
P 0.000 0.000
P 0.000
Regression Analysis: Dtjk versus Dbc The regression equation is Dtjk = 6.82 + 0.224 Dbc Predictor Constant Dbc
Coef 6.8158 0.22386
S = 1.815
SE Coef 0.6212 0.02145
R-Sq = 74.1%
Analysis of Variance Source DF Regression 1 Residual Error 38 Total 39
R-Sq(adj) = 73.5%
SS 358.73 125.14 483.87
MS 358.73 3.29
F 108.93
P 0.000
Regression Analysis: Ht versus Dbc The regression equation is Ht = 13.4 + 0.361 Dbc Predictor Constant Dbc
Coef 13.3550 0.36112
S = 2.796
SE Coef 0.9572 0.03305
R-Sq = 75.9%
T 13.95 10.93
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 75.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 933.50 297.11 1230.61
MS 933.50 7.82
F 119.39
P 0.000
Regression Analysis: Hbc versus Dbc The regression equation is Hbc = 10.1 + 0.0818 Dbc Predictor Constant Dbc
Coef 10.1058 0.08177
S = 2.557
SE Coef 0.8754 0.03022
R-Sq = 16.2%
T 11.54 2.71
P 0.000 0.010
R-Sq(adj) = 13.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 47.861 248.489 296.351
Regression Analysis: Htjk versus Dbc The regression equation is Htjk = 3.25 + 0.279 Dbc
MS 47.861 6.539
F 7.32
P 0.010
73
Predictor Constant Dbc
Coef 3.2492 0.27935
S = 2.023
SE Coef 0.6925 0.02391
R-Sq = 78.2%
T 4.69 11.68
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 77.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 558.61 155.54 714.15
MS 558.61 4.09
F 136.48
P 0.000
4. Diameter tajuk (Dtjk ) Regression Analysis: Dp versus Dtjk The regression equation is Dp = - 22.8 + 6.21 Dtjk Predictor Constant Dtjk
Coef -22.845 6.2125
S = 11.53
SE Coef 6.834 0.5242
R-Sq = 78.7%
T -3.34 11.85
P 0.002 0.000
R-Sq(adj) = 78.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 18675 5052 23727
MS 18675 133
F 140.47
T -3.28 12.35
P 0.002 0.000
P 0.000
Regression Analysis: Dbh versus Dtjk The regression equation is Dbh = - 16.8 + 4.86 Dtjk Predictor Constant Dtjk
Coef -16.835 4.8600
SE Coef 5.131 0.3935
S = 8.657 R-Sq = 80.1% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
R-Sq(adj) = 79.5%
SS 11429 2848 14276
MS 11429 75
F 152.51
T -3.85 10.44
P 0.000 0.000
Regression Analysis: Dbc versus Dtjk The regression equation is Dbc = - 15.9 + 3.31 Dtjk Predictor Constant Dtjk S = 6.980
Coef -15.929 3.3118
SE Coef 4.137 0.3173
R-Sq = 74.1%
R-Sq(adj) = 73.5%
P 0.000
74
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 5307.1 1851.3 7158.3
MS 5307.1 48.7
F 108.93
P 0.000
Regression Analysis: Ht versus Dtjk The regression equation is Ht = 6.52 + 1.28 Dtjk Predictor Constant Dtjk S = 3.385
Coef 6.522 1.2820
SE Coef 2.006 0.1539
R-Sq = 64.6%
T 3.25 8.33
P 0.002 0.000
R-Sq(adj) = 63.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 795.23 435.39 1230.61
MS 795.23 11.46
F 69.41
P 0.000
Regression Analysis: Hbc versus Dtjk The regression equation is Hbc = 7.48 + 0.376 Dtjk Predictor Constant Dtjk S = 2.449
Coef 7.479 0.3762
SE Coef 1.451 0.1113
R-Sq = 23.1%
Analysis of Variance Source DF Regression 1 Residual Error 38 Total 39
T 5.15 3.38
P 0.000 0.002
R-Sq(adj) = 21.1%
SS 68.485 227.866 296.351
MS 68.485 5.996
F 11.42
P 0.002
Regression Analysis: Htjk versus Dtjk The regression equation is Htjk = - 0.96 + 0.906 Dtjk Predictor Constant Dtjk S = 2.889
Coef -0.957 0.9058
SE Coef 1.712 0.1313
R-Sq = 55.6%
T -0.56 6.90
P 0.580 0.000
R-Sq(adj) = 54.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 396.97 317.18 714.15
MS 396.97 8.35
F 47.56
P 0.000
75
5. Tinggi Total (Tt ) Regression Analysis: Dp versus Ht The regression equation is Dp = - 32.5 + 3.88 Ht Predictor Coef SE Coef Constant -32.495 7.799 Ht 3.8759 0.3347 S = 11.74
R-Sq = 77.9%
T -4.17 11.58
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 77.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 18487 5239 23727
MS 18487 138
F 134.08
T -4.38 12.51
P 0.000 0.000
P 0.000
Regression Analysis: Dbh versus Ht The regression equation is Dbh = - 24.9 + 3.06 Ht Predictor Constant Ht
Coef -24.907 3.0552
S = 8.568
SE Coef 5.691 0.2442
R-Sq = 80.5%
R-Sq(adj) = 79.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 11487 2790 14276
MS 11487 73
F 156.48
T -4.88 10.93
P 0.000 0.000
P 0.000
Regression Analysis: Dbc versus Ht The regression equation is Dbc = - 21.9 + 2.10 Ht Predictor Constant Ht
Coef -21.852 2.1006
S = 6.744
SE Coef 4.480 0.1922
R-Sq = 75.9%
R-Sq(adj) = 75.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 5430.1 1728.3 7158.3
MS 5430.1 45.5
F 119.39
Regression Analysis: Dtjk versus Ht The regression equation is Dtjk = 1.16 + 0.504 Ht Predictor Constant Ht
Coef 1.159 0.50407
SE Coef 1.410 0.06050
T 0.82 8.33
P 0.416 0.000
P 0.000
76
S = 2.123
R-Sq = 64.6%
R-Sq(adj) = 63.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 312.68 171.19 483.87
MS 312.68 4.51
F 69.41
P 0.000
Regression Analysis: Hbc versus Ht The regression equation is Hbc = 4.73 + 0.330 Ht Predictor Coef SE Coef Constant 4.732 1.372 Ht 0.33025 0.05888 S = 2.066
R-Sq = 45.3%
T 3.45 5.61
P 0.001 0.000
R-Sq(adj) = 43.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 134.22 162.14 296.35
MS 134.22 4.27
F 31.46
P 0.000
Regression Analysis: Htjk versus Ht The regression equation is Htjk = - 4.73 + 0.670 Ht Predictor Constant Ht S = 2.066
Coef -4.732 0.66975
SE Coef 1.372 0.05888
R-Sq = 77.3%
T -3.45 11.37
P 0.001 0.000
R-Sq(adj) = 76.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 552.01 162.14 714.15
MS 552.01 4.27
F 129.38
T -0.76 4.69
P 0.454 0.000
P 0.000
6. Tinggi bebas cabang (Tbc) Regression Analysis: Dp versus Hbc The regression equation is Dp = - 10.9 + 5.42 Hbc Predictor Constant Hbc S = 19.88
Coef -10.92 5.419
SE Coef 14.45 1.155
R-Sq = 36.7%
R-Sq(adj) = 35.0%
Analysis of Variance Source Regression
DF 1
SS 8701.8
MS 8701.8
F 22.01
P 0.000
77
Residual Error Total
38 39
15025.0 23726.7
395.4
Regression Analysis: Dbh versus Hbc The regression equation is Dbh = - 7.7 + 4.26 Hbc Predictor Constant Hbc S = 15.31
Coef -7.72 4.2564
SE Coef 11.12 0.8894
R-Sq = 37.6%
T -0.69 4.79
P 0.492 0.000
R-Sq(adj) = 36.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 5369.1 8907.3 14276.4
MS 5369.1 234.4
F 22.91
P 0.000
Regression Analysis: Dbc versus Hbc The regression equation is Dbc = 1.58 + 1.98 Hbc Predictor Constant Hbc S = 12.57
Coef 1.579 1.9751
SE Coef 9.130 0.7301
R-Sq = 16.2%
Analysis of Variance Source DF Regression 1 Residual Error 38 Total 39
T 0.17 2.71
P 0.864 0.010
R-Sq(adj) = 13.9%
SS 1156.1 6002.3 7158.3
MS 1156.1 158.0
F 7.32
P 0.010
Regression Analysis: Dtjk versus Hbc The regression equation is Dtjk = 5.07 + 0.614 Hbc Predictor Constant Hbc S = 3.129
Coef 5.068 0.6143
SE Coef 2.273 0.1818
R-Sq = 23.1%
T 2.23 3.38
P 0.032 0.002
R-Sq(adj) = 21.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 111.82 372.05 483.87
MS 111.82 9.79
F 11.42
Regression Analysis: Ht versus Hbc The regression equation is Ht = 5.89 + 1.37 Hbc Predictor Constant Hbc
Coef 5.892 1.3714
SE Coef 3.058 0.2445
T 1.93 5.61
P 0.062 0.000
P 0.002
78
S = 4.209
R-Sq = 45.3%
R-Sq(adj) = 43.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 557.34 673.28 1230.61
MS 557.34 17.72
F 31.46
P 0.000
Regression Analysis: Htjk versus Hbc The regression equation is Htjk = 5.89 + 0.371 Hbc Predictor Constant Hbc S = 4.209
Coef 5.892 0.3714
SE Coef 3.058 0.2445
R-Sq = 5.7%
T 1.93 1.52
P 0.062 0.137
R-Sq(adj) = 3.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 40.87 673.28 714.15
MS 40.87 17.72
F 2.31
P 0.137
7. Tinggi tajuk (Ttjk ) Regression Analysis: Dp versus Htjk The regression equation is Dp = 9.04 + 4.43 Htjk Predictor Constant Htjk S = 15.98
Coef 9.036 4.4303
SE Coef 6.729 0.5982
R-Sq = 59.1%
T 1.34 7.41
P 0.187 0.000
R-Sq(adj) = 58.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 14017 9710 23727
MS 14017 256
F 54.86
P 0.000
Regression Analysis: Dbh versus Htjk The regression equation is Dbh = 7.77 + 3.50 Htjk Predictor Constant Htjk S = 12.07
Coef 7.766 3.4984
SE Coef 5.081 0.4517
R-Sq = 61.2%
T 1.53 7.75
P 0.135 0.000
R-Sq(adj) = 60.2%
Analysis of Variance Source Regression
DF 1
SS 8740.2
MS 8740.2
F 59.99
P 0.000
79
Residual Error Total
38 39
5536.2 14276.4
145.7
Regression Analysis: Dbc versus Htjk The regression equation is Dbc = - 3.50 + 2.80 Htjk Predictor Constant Htjk S = 6.405
Coef -3.503 2.8001
SE Coef 2.696 0.2397
R-Sq = 78.2%
T -1.30 11.68
P 0.202 0.000
R-Sq(adj) = 77.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 5599.3 1559.0 7158.3
MS 5599.3 41.0
F 136.48
P 0.000
Regression Analysis: Dtjk versus Htjk The regression equation is Dtjk = 6.17 + 0.614 Htjk Predictor Coef SE Coef Constant 6.168 1.001 Htjk 0.61370 0.08899 S = 2.378
R-Sq = 55.6%
T 6.16 6.90
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 54.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 268.97 214.90 483.87
MS 268.97 5.66
F 47.56
P 0.000
Regression Analysis: Ht versus Htjk The regression equation is Ht = 10.6 + 1.15 Htjk Predictor Constant Htjk S = 2.712
Coef 10.600 1.1541
SE Coef 1.141 0.1015
R-Sq = 77.3%
T 9.29 11.37
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 76.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 951.22 279.39 1230.61
MS 951.22 7.35
F 129.38
Regression Analysis: Hbc versus Htjk The regression equation is Hbc = 10.6 + 0.154 Htjk Predictor Constant Htjk
Coef 10.600 0.1541
SE Coef 1.141 0.1015
T 9.29 1.52
P 0.000 0.137
P 0.000
80
S = 2.712
R-Sq = 5.7%
R-Sq(adj) = 3.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 16.961 279.390 296.351
MS 16.961 7.352
F 2.31
P 0.137
81
Lampiran 4. Korelasi Antara Diameter Relatif Dengan Tinggi Relatif Dan Penyusunan Persamaan Taper Rasio h/H
(d/D)2 -0,880 0,000 -0,836 0,000 -0,766 0,000
d/D -0,881 0,000 -0,855 0,000 -0,797 0,000
(h/H)2 (h/H)3
Regression Analysis: d/D versus h/H The regression equation is d/D = 1.08 - 0.892 h/H Predictor Constant h/H
Coef 1.07723 -0.89212
S = 0.08224
SE Coef 0.01131 0.03082
R-Sq = 77.6%
T 95.25 -28.95
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 77.5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 242 243
SS 5.6681 1.6366 7.3047
MS 5.6681 0.0068
F 838.14
Regression Analysis: d/D versus h/H, (h/H)^2 The regression equation is d/D = 1.08 - 0.880 h/H - 0.017 (h/H)^2 Predictor Constant h/H (h/H)^2
Coef 1.07567 -0.8803 -0.0170
S = 0.0824047
SE Coef 0.01976 0.1269 0.1766
R-Sq = 77.6%
PRESS = 1.67666
T 54.45 -6.94 -0.10
P 0.000 0.000 0.924
VIF 16.9 16.9
R-Sq(adj) = 77.4%
R-Sq(pred) = 77.05%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source h/H (h/H)^2
DF 1 1
DF 2 241 243
SS 5.6682 1.6365 7.3047
MS 2.8341 0.0068
F 417.36
P 0.000
Seq SS 5.6681 0.0001
Regression Analysis: d/D versus h/H, (h/H)^2, (h/H)^3 The regression equation is d/D = 1.02 - 0.192 h/H - 2.22 (h/H)^2 + 1.99 (h/H)^3 Predictor Constant
Coef 1.02099
SE Coef 0.03373
T 30.27
P 0.000
VIF
P 0.000
82
h/H (h/H)^2 (h/H)^3
-0.1922 -2.219 1.9932
S = 0.0819008
0.3674 1.118 0.9998
R-Sq = 78.0%
-0.52 -1.98 1.99
0.601 0.048 0.047
143.3 685.1 231.8
R-Sq(adj) = 77.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source h/H (h/H)^2 (h/H)^3
DF 1 1 1
DF 3 240 243
SS 5.6948 1.6099 7.3047
MS 1.8983 0.0067
F 283.00
P 0.000
Seq SS 5.6681 0.0001 0.0267
Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H The regression equation is (d/D)^2 = 1.09 - 1.35 h/H Predictor Constant h/H
Coef 1.08873 -1.35065
S = 0.1253
SE Coef 0.01723 0.04695
R-Sq = 77.4%
T 63.18 -28.77
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 77.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error
DF 1 242
Total
SS 12.992 3.799
243
MS 12.992 0.016
F 827.56
16.791
Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H, (h/H)^2 The regression equation is
(d/D)^2 = 1.14 - 1.77 h/H + 0.603 (h/H)^2 Predictor Constant h/H (h/H)^2
Coef 1.14403 -1.7711 0.6035
S = 0.124239
SE Coef 0.02979 0.1913 0.2663
R-Sq = 77.8%
T 38.41 -9.26 2.27
P 0.000 0.000 0.024
VIF 16.9 16.9
R-Sq(adj) = 77.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source h/H (h/H)^2
DF 1 1
DF 2 241 243
SS 13.0713 3.7199 16.7913
MS 6.5357 0.0154
F 423.42
P 0.000
Seq SS 12.9921 0.0793
Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H, (h/H)^2, (h/H)^3 The regression equation is (d/D)^2 = 1.06 - 0.652 h/H - 2.98 (h/H)^2 + 3.24 (h/H)^3
P 0.000
83
Predictor Constant h/H (h/H)^2 (h/H)^3
Coef 1.05507 -0.6518 -2.978 3.242
S = 0.123312
SE Coef 0.05079 0.5532 1.684 1.505
R-Sq = 78.3%
T 20.77 -1.18 -1.77 2.15
P 0.000 0.240 0.078 0.032
VIF 143.3 685.1 231.8
R-Sq(adj) = 78.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source h/H (h/H)^2 (h/H)^3
DF 1 1 1
DF 3 240 243
Seq SS 12.9921 0.0793 0.0706
SS 13.1419 3.6494 16.7913
MS 4.3806 0.0152
F 288.09
P 0.000
84
Lampiran 5. Korelasi Antar Dimensi Pohon Contoh Dengan Volume Aktual Dan Penyusunan Persamaan Regresi Dimensi Pohon
V aktual 0,955 0,000 0,965 0,000 0,860 0,000 0,876 0,000 0,854 0,000 0,674 0,000 0,686 0,000 -0,240 0,135 -0,132 0,415
Dp Dbh Dbc Dtjk Tt Tbc Ttjk fabs fbh
Regression Analysis: Vakt versus Dp The regression equation is Vakt = - 1.86 + 0.0664 Dp Predictor Constant Dp
Coef -1.8610 0.066428
S = 0.5133
SE Coef 0.2011 0.003332
R-Sq = 91.3%
T -9.25 19.94
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 91.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 104.70 10.01 114.71
MS 104.70 0.26
F 397.42
T -11.08 22.83
P 0.000 0.000
Regression Analysis: Vakt versus Dbh The regression equation is Vakt = - 2.02 + 0.0865 Dbh Predictor Constant Dbh S = 0.4529
Coef -2.0208 0.086538
SE Coef 0.1823 0.003791
R-Sq = 93.2%
R-Sq(adj) = 93.0%
P 0.000
85
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 106.91 7.80 114.71
MS 106.91 0.21
F 521.13
P 0.000
Regression Analysis: Vakt versus Dtjk The regression equation is Vakt = - 3.55 + 0.426 Dtjk Predictor Constant Dtjk
Coef -3.5502 0.42634
S = 0.8392
SE Coef 0.4974 0.03815
R-Sq = 76.7%
T -7.14 11.18
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 76.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 87.951 26.759 114.711
MS 87.951 0.704
F 124.90
P 0.000
Regression Analysis: Vakt versus Ht The regression equation is Vakt = - 4.09 + 0.261 Ht Predictor Constant Ht
Coef -4.0921 0.26068
S = 0.9045
SE Coef 0.6008 0.02578
R-Sq = 72.9%
T -6.81 10.11
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 72.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 83.624 31.087 114.711
MS 83.624 0.818
F 102.22
P 0.000
Regression Analysis: Vakt versus Hbc The regression equation is Vakt = - 3.31 + 0.420 Hbc Predictor Constant Hbc
Coef -3.3140 0.41957
S = 1.283
SE Coef 0.9320 0.07452
R-Sq = 45.5%
T -3.56 5.63
P 0.001 0.000
R-Sq(adj) = 44.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 52.169 62.542 114.711
MS 52.169 1.646
F 31.70
P 0.000
86
Regression Analysis: Vakt versus Htjk The regression equation is Vakt = - 1.06 + 0.275 Htjk Predictor Constant Htjk
Coef -1.0605 0.27509
S = 1.264
SE Coef 0.5319 0.04728
R-Sq = 47.1%
T -1.99 5.82
P 0.053 0.000
R-Sq(adj) = 45.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 54.042 60.669 114.711
MS 54.042 1.597
F 33.85
Regression Analysis: Vakt versus Dp, Ht The regression equation is Vakt = - 2.86 + 0.0711 Dp + 0.0288 Ht Predictor Constant Dp Ht
Coef -2.8598 0.071073 0.02880
S = 0.876177
SE Coef 0.6670 0.007119 0.03594
R-Sq = 87.9%
T -4.29 9.98 0.80
P 0.000 0.000 0.428
VIF 2.4 2.4
R-Sq(adj) = 87.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Dp Ht
DF 1 1
DF 2 37 39
SS 205.94 28.40 234.34
MS 102.97 0.77
F 134.13
P 0.000
Seq SS 205.45 0.49
Regression Analysis: Vakt versus Dbh, Ht The regression equation is Vakt = - 2.55 + 0.101 Dbh - 0.0083 Ht Predictor Constant Dbh Ht
Coef -2.5519 0.100615 -0.00829
S = 0.738648
SE Coef 0.5673 0.008074 0.03172
R-Sq = 91.4%
T -4.50 12.46 -0.26
P 0.000 0.000 0.795
VIF 2.6 2.6
R-Sq(adj) = 90.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Dbh Ht
DF 1 1
DF 2 37 39
Seq SS 214.12 0.04
SS 214.16 20.19 234.34
MS 107.08 0.55
F 196.26
P 0.000
P 0.000
87
Regression Analysis: Ln Vakt versus Ln Dbh The regression equation is Ln Vakt = - 8.19 + 2.25 Ln Dbh Predictor Constant Ln Dbh
Coef -8.1942 2.25298
S = 0.155944
SE Coef 0.2185 0.05866
T -37.51 38.41
R-Sq = 97.5%
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 97.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 35.873 0.924 36.797
MS 35.873 0.024
F 1475.14
P 0.000
Regression Analysis: Ln Vakt versus Ln Dbh, Ln Ht The regression equation is Ln Vakt = - 9.15 + 1.77 Ln Dbh + 0.883 Ln Ht Predictor Constant Ln Dbh Ln Ht
Coef -9.1515 1.7749 0.8827
S = 0.127674
SE Coef 0.2802 0.1180 0.1989
T -32.66 15.05 4.44
R-Sq = 98.4%
P 0.000 0.000 0.000
VIF 6.0 6.0
R-Sq(adj) = 98.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Ln Dbh Ln Ht
DF 1 1
DF 2 37 39
SS 36.194 0.603 36.797
MS 18.097 0.016
F 1110.21
P 0.000
Seq SS 35.873 0.321
Regression Analysis: log Vakt versus log Dbh The regression equation is log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh Predictor Constant log Dbh
Coef -3.55869 2.25298
S = 0.0677239
SE Coef 0.09487 0.05866
R-Sq = 97.5%
T -37.51 38.41
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 97.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 6.7661 0.1743 6.9404
MS 6.7661 0.0046
F 1475.22
P 0.000
Regression Analysis: log Vakt versus log Dbh, Log Ht The regression equation is log Vakt = - 3.97 + 1.77 log Dbh + 0.883 Log Ht
88
Predictor Constant log Dbh Log Ht
Coef -3.9744 1.7749 0.8827
S = 0.0554472
SE Coef 0.1217 0.1180 0.1989
T -32.66 15.05 4.44
R-Sq = 98.4%
P 0.000 0.000 0.000
VIF 6.0 6.0
R-Sq(adj) = 98.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source log Dbh Log Ht
DF 1 1
DF 2 37 39
Seq SS 6.7661 0.0605
SS 6.8267 0.1138 6.9404
MS 3.4133 0.0031
F 1110.25
P 0.000
89
Lampiran 6. Penyusunan Persamaan Regresi Angka Bentuk Dan Volume Pohon Dengan Rasio Diameter Regression Analysis: fbh versus Dp/Dbh The regression equation is fbh = 0.956 - 0.159 Dp/Dbh
Predictor Constant Dp/Dbh
Coef 0.9564 -0.1587
S = 0.09858
SE Coef 0.2909 0.2339
R-Sq = 1.2%
T 3.29 -0.68
P 0.002 0.502
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 0.004473 0.369293 0.373766
MS 0.004473 0.009718
F 0.46
P 0.502
Regression Analysis: fp versus Dp/Dbh The regression equation is fp = 1.53 - 0.828 Dp/Dbh Predictor Constant Dp/Dbh
Coef 1.5256 -0.8284
SE Coef 0.1810 0.1455
S = 0.06134 R-Sq = 46.0% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
T 8.43 -5.69
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 44.6%
SS 0.12185 0.14296 0.26481
MS 0.12185 0.00376
F 32.39
P 0.000
Regression Analysis: Vakt versus Dp/Dbh The regression equation is Vakt = - 4.03 + 4.70 Dp/Dbh Predictor Constant Dp/Dbh S = 1.707
Coef -4.030 4.701
SE Coef 5.038 4.052
R-Sq = 3.4%
T -0.80 1.16
P 0.429 0.253
R-Sq(adj) = 0.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 3.925 110.786 114.711
Regression Analysis: Vakt versus Dbc/Dp The regression equation is Vakt = 0.94 + 1.88 Dbc/Dp
MS 3.925 2.915
F 1.35
P 0.253
90
Predictor Constant Dbc/Dp
Coef 0.943 1.876
SE Coef 1.189 2.511
S = 1.725
R-Sq = 1.4%
T 0.79 0.75
P 0.433 0.459
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 38 39
SS 1.661 113.049 114.711
MS 1.661 2.975
F 0.56
P 0.459