Ili. ANALISIS KESUGIAN HAWAR GAUN BIBIT Pinus merkusii 3.1. Pendahuluan
Penyakit pada Pinus merkusii dengan gejala hawar daun "needle blight" akhir-akhir ini dilaporkan sering terjadi di pesemzian dan diperkirakan berpotensi sebagai penyakit yang cukup berbahaya; meski demikian
pengaruhnya masih
diabaikan (Sutarman dkk. 2001). Dari pengamatan yang telah dilakukan pada tahun 1999, penulis menemukan serangan penyakit kering atau hawar daun tersebut pada bibit P. merkusii beruniur 2 bulan sampai siap ditanam di lapang dengan luas serangan 75 % di pesemaian tetap Pongpoklandak KPH Cianjur, Jawa Barat. Sejauh ini belum diketahui karakter biologi patogen dan interaksinya dengan lingkungan, serta pengaruh penyakit ini terhadap kualitas bibit pinus dan produktivitas pesemaian.
Sementara itu menurut Kuchler dkk. (1984) untuk
mengetahui potensi kehilangan hasil secara ekonomis diperlukan beberapa informasi seperti kecepatan penyebaran patogen, berat serangan atau infeksi, pengaruhnya terhadap produksi ianaman, dan kemampuan patogen untuk bertahanhidup di !ingkungan pertanaman. Dengan mengetahui kehilangan hasil sebagai akibat serangan penyakit, dapat dilakukar: penyusunan dan evaluasi strategi pe~gendalian, pembuatan keputusan tentang pengelolaan penyakit yang optimal, pembuatan prediksi hasil, dan evaluasi kebutuhan penelitian lebih ianjut yang berkaitan dengan penyakit tanaman tersebut (Madcen dkk. 1981). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan diakibatkan oleh penyakit Pongpoklandak, Cianjur.
besar kerugian yang dapat
hawar daun P. merkusii di Pesemaian Tetap
3.2. Bahan cian Metode 3.2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Pesemaian tetap Pongpoklandak KPH Cianjur Perum Perhutani Unit Ill Jawa Barat mulai Maret 2001 sampai Maret 2002. 3.2.2. Metode Pelaksanaan
Analisis kerusakan meliputi kegiatan: penilaian kerusakan dan penilaian kerugian secara ekoriomis. Penilaian berat kerusakan satu unit percobaan didasarkan pada penetapan lndeks Penyakit yang ditentukan dengan rumus (3.1) :
dengan pengertian: I = lndeks Penyakit i= nilai numerik (skorj bibit (untuk pengamatan per individu bibit) atau kelornpok
bibit (untuk pengamatan per kelompok bibit) dengan kriteria gejala serangan yang bersangkutan n, = jumlah bibit (untuk pengamatan per individu bibit) atau jumlah rak bibit (untuk pengamatan per kelompok bibit) dengan kriteiia gejala serangan yang Sersangkutan
N = jumlah bibit (untuk pengamatan per individu bibit) atau jumlah rak bibit (untuk pengamatan per kelompck bibit) dalam tiap satuan percobaan
k = nilai numerik (skor) tertinggi dengan kriteria gejala serangan terberat Untuk tiap bibit ditentukan skor dengan kriteria gejala seperti terlihat pada Tabel 3.1. Penampilan individu bibit dengan berat penyakit yang diberi nilai skor 1 sampai 4 dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Tabel 3.1. Nilai numerik (skor] untuk individu bibi dengan kriteria penentuan katagori gejala hawar daun bibii P. merkusii yang disebabkan deh Peshlotia W e di pesemaian tetap Pongpoklandak, Cianjur
I
Skor
1
0
%hat tidak terdapat gejah
1
Sam@ sebanyak 35 % daundaun kmponen tajuk dengan ujung-
2
3 4
I
I Kfitetia gejala ujungnya menguning Sejumlah >3585 % daundaun komponen tajuk dengan ujung-ujungnya menguning danlatau sampai 35 % ujung daundaun eoklat rnengeringLebih dari 65 % daun-daun kornpo~lentajuk dengan ujung-ujungnya menguning d a M u ~ 3 5 6 % 5 ujung dun-daun komponen tajuk coklat mengering Lebih dari 65 % daun-daun komponen tquk eoM mangering hingga I bnaman akan mati
I
Gamkr 3.1. Penampitan individu bibi P. rnehsii dengan gejala penyakit hawar
daun bibit skor 1 sampai 4 Untuk pengamtan di area pesemaian penentuan skor dilakukan terhadap sekelompok bibi dalam satu rak yang berisi 40 bibit. Metode ini digunakan dengan tujuan agar ukuran sarnpel pengamatan diperbesar dan dapat mewakili selunrh keadaan area pesemaian di Pongpoklandak.
Obh karma iiu kriteria
penentuan slror menjadi lebih benrariasi seperti yang terlihat pada Taw 3.2.
Adapun pnampilan kebmpok bibit dalam satu rak dengan skor 7 sampai 4 d a m dilihat pada Gambar 3.2. Tabel 3.2. Nilai numerik (skor) untuk satu rak bibiP. mrkusri'dengan kriteria penentuan katagori gejala hawar daun yang disebabkan obh PestaIotia theae di area penemaian tetap Pongpoklandak, Ciinjur
Gejata *' A 6 : sampsi K
%-I% %-5 %
>%
Proporsi bibi yang daun-daun komponen tajuknya terserang dalam satu rak bibit Sampai % %-5% %-5 K >% 0 1 1 0 1 1 0 2 1 2 1 2 2 2 1 3 3 3 2 4
A = ujung-ujung daun kuninglcoklat; B = proprsi hdai daun dalam tiap individu bibi dengan gejala coklat (terinfeksi) lebih dari % panjang helai daun.
Gambar 3.2. Penampitan kebmpok b i i i P. merkusii datam rak dengan gejala penyakit hawar daun dengan skor, untuk masing-masing rak bertunrt-tunrt dari kanan ke kiri, 1 sampai 4
Penilaian keiugian secara
ekonomis
dihitung
dengan
menggunakan
parameter yang digunakan dalam proses produksi bibit sampai siap untuk dibawa ke lapang dan meliputi: (a) kerugian langsung yang menyangkut besar biaya penyulaman dan produksi bibit
penyulam serta ongkos pengelolaan, clan (b)
kerugian tidak langsung menyangkut penylapan lahan dan persyaratan lain di lapang untuk penanaman.
3.3. Hasil
Produksi bibit P. merkusii dari tahun ke tahun tidak sama tergantung pada rencana yang disusun oleh Biro Perencanaan Perum Perhutani. Untuk tahun 2001 proyeksi produksi sebesar 1.516.800 bibit. Kerugian Langsung
Sebagai akibat
serangan penyakit hawar daun ini, terjadi kerusakan
pesemaian berupa gejala sakit mulai dari ringan (skor 1) sampai sangat berat (skor 4) dan mengalami kematian. Perkembangan jumlah bibit mati di pesemaian dapat di!ihat pada Tsbel 3.3. Untuk produksi bibit P. merkusii tahun 2001 diperlukan biaya sebesar Rp 261.433.350,- dengan tiga komponennya yaitu biaya untuk penyiapan, pembuaian, dan kebutuhan rutin pesemaian (Tabel 3.4).
Tabel 3.3. Perkembangan jumlah bibit mati akibat penyakit hawar daun bibit P. merkusii pada produksi bibit tahun 2001
Tabel 3.4. Biaya produksi pesemaian P. merkusii tahun 2001
No. 1. 2. 3.
Jenis Biaya
''
Nilai
Biaya rutin pesemaian
Rp 86.051.450,Rp 75.382.000.Rp 100.000.000,-
~limiah
Rp 261.433.450,-
Penyiapan pesemaian
! Pembuatan pesemaian
'I Rir~ciantertera pada Lampiran 1, 2, dan 3 2)
Biaya sudah dikurangi proporsi untuk pesemaian Suren, yaitu jenis bibit lain yang diprcduksi di pesemaian Pongpoklandak, sebesar 20 %
Biaya produksi per bibit (tahun 2001) adalah sebesar : Rp 261.433.450 : 1.516.800 = Rp 172,36. (Seratus tujuh puluh dua rupiah tiga puluh enam sen). Biaya produksi tersebut di atas belum termasuk biaya sebagai berikut:
a. Depresiasi peralatan kerja (aset bergerak) seperti: traktor ( I unit) dan gerobak d o r o ~ g(3 unit); b. Depresiasi aset tidak bergerak yaitu: bangman kantor dan fasilitas pendukung aktivitas kantor; unit penyimpanan benih dar: bangunan pendukungnya 1 unit; bangunan untuk ruang penaburan benih 2 unit; gudang dan bangunan untuk pencampuran media 1 unit; gudang peralatan dan bahan kimia 1 unit; tempat penjemuran media; paranet dan tiang; mesin pompa air (2 unit) dan bangunan pendukungnya serta jaringan pipa untuk penyaluran air penyiram; dan alat penyiram otomatis; c. Gaji Asper Pesemaian; d. Depresiasi rak dan politube plastik; e. Pembelian benih. Berdasarkan jumlah bibit mati sebesar 770.560 serta harga dasar produksi, maka kerugian langsung karena serangan patogen
penyebab
penyakit ini pada
tahun 2001 di pesemaia~Pongpoklandak adalah 770.560 x Rp 172,36
= Rp
132.813.722,- (Seratus tiga puluh dua juta delapan ratus tiga belas ribu tujuh ratus dua pc;luh dua rup~ah). Kerugian tidak langsung
Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang disebabkan oleh tidak tersedianya bibit P. merkusii sebagai akibat diperlukan
kematian
sejumlah
bibit
yang
bagi penanaman di lapang dan terjadinya kematian bibit di lapang
akibat kerusakan bibit atau rendahnya kualitas bibit akibat serangan penyakit, sesudah ditanam di lapang.
Kegagalan penanaman cii lapang. Biia jarak tanam P. merkusii di lapang 3
m x 2 m (Atmawidjaya, 1986), maka dibutuhkan 1.667 bibit per hektar. Sementara itu untuk penyulaman diperlukan 20
dari jumlah kebutuhan penanaman, sehingga
untuk tiap hektarnya diperlukan 2.000 bibit. Dengan jumlah bibit mati sebanyak 770.560, maka lahan yang telah clisiapkan dan gagal untuk ditanami adalah seluas: 770.56012.000 = 385,28 ha. Kegagalan tumbuh di lapang. Sebagian bibit di pesemaian yang hidup
(skor 1 sampai 3) merupakan bibit berkualitas rendah, sehingga pengiriman bibit menirnbulkan masalah karena di lapang bibit dengan kondisi tersebut akhirnya mati.
Berdasarkan keterangan Asper Pongpoklandak (anggota Team Evaluasi
Lapang KPH Cianjur, 2002), bibit produksi tahun 2001 yang berasal dari pesemaian Pongpoklandak, sampai April 2002 hanya sekitar 20 % yang mampu tetap hidup di lapang dari
746.240 bibit
yang masih hidup pada
periode pengiriman bibit
(Nopember-Januari 2002). Dengan demikian dalam kurun waktu sekitar 4 bulan, 80
% bibit yang dibawa ke lapang akhirnya mati akibat penyakit hawar daun bibit pinus in!.
3.4. Pembahasan
Pertumbuhan jumlah bibit mati yang disajikan
selama periode produksi
(Tabsl 3.3) tidak mencerminkan respcns bibit terhadap waktu atau keadaan cuaca yang berfluktuasi berdasarkan waktu. Hal itu karena jumlah bibit yang mati dihitung setelah bibit dianggap tidak memiliki peluang untuk hidup dan siap untuk dibongkar atau dimusnahkan. Bibit yang masih hidup di lapang per April 2002 yang diperkirakan sebesar 20 O h berasal dari 746.240 bibit, yang sampai akhir periode pengiriman ke lapang,
hiclilp dengan skor gejala :-3. Meskipun tidak diperoleh jumlah yang pasti dari bibitbibit dengan masing-masing skor 1-3 tersebut, namun sekitar 50 % dari bibit-bibit yang masih hidup tersebut tidak layak ditanam. Dalam
penghitungan kerugian akibat serangan penyakit ini hanya dapat
dinyatakan sebagai biaya
dasar produksi bibit tanpa memasukkan biaya yang
berasal dari nilai depresiasi peralatan kerja, aset tidak bergerak, iak dan politub. serta gaji Asper. Oleh karenanya nilai biaya produksi sebesar Rp 172,36 per bibit belum mencerminkan keadaan yang sesungguhnya kerugian langsung akibat penyakit ini. Di samping itu dalam perhitungan ini tidak diperoleh data sejauh mana pengaruhnya terhadap pengurangan keuntungan pihak pengelola pesemaian. Menurut Heaton dkk. (1981) pengurangan keuntungan bersih dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menghitung perkiraan kehilangan hasil sebagai akibat serangan penyakit. 3.5. Kesimpulan
Serangan penyakit hawar daun P. merkusii pada produksi tahun 2001 menimbulkan kerugian berupa: a. Kerugian langsung yaitu kematian bibit sebesar 770.560 batang atau 50 % dari jumlah total produksi tahun 2001 setara nilai Rp 132.813.722,- (Seratus tiga puluh dua juta delapan ratus tiga belas ribu tujuh ratus dua puluh dua rupiah)
b. Kerugian tidak Iangsung berupa:
(0
kegagalan penanaman di lapang sebesar
385,28 ha dengan jarak tanam P. merkusii di lapang 3 m x 2
m,(io kegagalan
tumbuh di lapang akibat penanaman bibit berkualitas rendah karena penyakit hawar daun.