Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2013 yang telah disusun oleh Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek merupakan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tahun 2013 ini memberikan gambaran tentang capaian kinerja Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek pada tahun 2013, yang mengacu pada Rencana Strategis Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun 2010 - 2014. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka indeks kinerja utama (IKU) Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek adalah :
1. Implementasi kebijakan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi 2. Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri 3. Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat 4. Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security 5. Jumlah laporan evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan peningkatan pendayagunaan iptek Terkait tugas dan fungsi di bidang kebijakan, telah berhasil dirumuskan kebijakan Strategi dan Penguatan Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Nasional. Hasil kinerja fungsi koordinasi dan sinkronisasi dengan LPNK, lembaga litbang kementerian, daerah, perguruan tinggi dan swasta juga diuraikan dalam laporan ini. Adapun capaian indikator kinerja terkait dengan sasaran renstra sebagai berikut : 1. Jumlah
rumusan
kebijakan
peningkatan
pendayagunaan
litbang
iptek
bagi
peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa. Indikator pencapaian jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa ditargetkan 1 (satu) rumusan kebijakan berhasil tercapai 100 %, di mana telah dirumuskan kebijakan tentang Strategi dan Penguatan Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Nasional. 2. Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim Indikator pencapaian konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim ditargetkan 1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan unutk pengurangan dampak perubahan iklim berhasil tercapai 100 %. i
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3. Jumlah pemanfaatan teknoogi hasil litbang nasional (industri, masyarakat dan national security) Indikator pencapaian jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk masyarakat meliputi : a) Pemanfaatan Mesin RUSNAS 500 cc b) Teknologi home purifier water berbasis membran dan bahan hollow fibre c) Teknologi Teknologi Pigmen Besi Oksida dari Pasir Besi d) Teknologi Brown Coal Indikator pencapaian jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk masyarakat meliputi : a) Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi. b) Teknologi Pipanisasi Air Bersih c) Teknologi Inseminasi buatan (IB) pada kambing d) Teknologi Penerangan Jalan Umum Solar Sell Indikator pencapaian jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security meliputi : a) Teknologi Open Source Software (OSS) b) Teknologi Proses Fixed Bed untuk Mendukung Desa Mandiri Energi
4. Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan Indikator pencapaian aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan ditargetkan 1 (satu) aplikasi berhasil tercapai 100 %.
5. Model pengembangan puspa iptek daerah (Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Indikator pencapaian model pengembangan Puspa Iptek Daerah ditargetkan 4 (empat) model berhasil tercapai 100 %.
6. Laporan evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan peningkatan pendayagunaan iptek Indikator
pencapaian evaluasi dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan peningkatan
pendayagunaan iptek ditargetkan 1 (satu) laporan berhasil tercapai 100 %.
ii
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Selain 6 (enam) capaian sasaran indikator tersebut di atas, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek melakukan kajian dan kegiatan pendukung sebagai berikut: A) Kajian pendukung kebijakan pendayagunaan iptek a) Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Lembaga Litbang Pemerintah , b) Rekomendasi Model Kebijakan Peningkatan Kapasitas Pendayagunaan Iptek Masyarakat c) Rekomendasi Kebijakan Skema Industrialisasi PUNA ( Pesawat Udara Nir Awak ) d) Rekomendasi Model (aplikasi) pendukung (e-Pemasaran dan e-Desain) untuk Pengembangan Model Ekonomi e) Rekomendasi Pengembangan Teknologi e-KTP Multi Aplikasi f) Strategi dan Penguatan Intermediasi Teknologi dalam Peningkatan Daya Saing Industri Nasional g) Rekomendasi Kebijakan Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar Dari target 7 (tujuh) kajian pendukung pendayagunaan Iptek terealisasi 100%. B) Kegiatan pendukung pemanfaatan teknologi a) Pilot project pemanfaatan teknologi untuk daerah tertinggal, target 1 (satu) pilot project terealisasi 100 % b) Paket diseminasi iptek, target 23 ( dua puluh tiga ) paket diseminasi iptek terealisasi 100 % c) Inkubasi bisnis/teknologi, target 5 ( lima ) inkubasi terealisasi 100 % d) Pilot project peningkatan inovasi dan kreativitas pemuda, target 2 (dua) Pilot Project terealisasi 100 % e) Technopreneurship Pemuda, target 15 ( lima belas ) kelompok Technopreneurship terealisasi 100 % f) Masterplan Pembangunan Iptek , target 1 (satu) masterplan pembangunan Iptek terealisasi 100 % g) Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Manajemen Kesiapsiagaan, target 1( satu ) RSNI ( Rancangan Standar Nasional Indonesia ) sirene lokal terealisasi 100 % h) Sosialisasi PLTN, target 10 ( sepuluh ) lokasi, terlaksana 9 (sembilan) lokasi hal ini dikarenakan adanya pemotongan anggaran terealisasi 90 %
iii
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun 2013, diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik internal maupun eksternal sebagai dasar untuk introspeksi, evaluasi maupun kritik membangun terhadap Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi.
iv
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
KATA PENGANTAR
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Tahun 2013 guna mewujudkan pemerintahan yang baik (good government) dan berorientasi pada hasil (result oriented government) yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan stakeholder lainnya, serta sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi. Laporan ini disusun mengacu pada indikator-indikator yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun 2010 – 2014, serta disusun berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, agar masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan dapat memperoleh gambaran tentang Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Dari evaluasi yang dilakukan, sejumlah capaian kinerja Tahun Anggaran 2013 yang ditargetkan dalam Rencana Strategis, secara umum berhasil dicapai. Mengacu pada hasil penilaian akuntabilitas Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek oleh Inspektorat di tahun sebelumnya, LAKIP tahun 2013 disusun dengan memperhatikan catatan penting evaluasi. Di masa mendatang Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek senantiasa akan melakukan berbagai langkah konkrit dan konstruktif untuk lebih menyempurnakan pelaporan ini dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas organisasi.
Jakarta,
Januari 2014
Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek
Pariatmono
v
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
DAFTAR ISI IKHTISAR EKSEKUTIF....................................................................................................................i KATA PENGANTAR...........................................................................................................................v DAFTAR ISI.......................................................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................................ix DAFTAR TABEL.................................................................................................................................x BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1 1.1.Latar Belakang............................................................................................................................1 1.2.Tugas Pokok dan Fungsi.............................................................................................................2 1.3.Struktur Organisasi.....................................................................................................................2 1.4.Sumber Daya Manusia ...............................................................................................................3 1.5.Anggaran....................................................................................................................................4 1.6.Sistematika Penyajian.................................................................................................................6 BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA...............................................................7 2.1.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) 2010- 2014.............................7 2.2.Rencana strategis (Renstra).........................................................................................................9 2.2.1.Visi.....................................................................................................................................9 2.2.2.Misi...................................................................................................................................11 2.2.3.Tujuan...............................................................................................................................11 2.2.4.Sasaran .............................................................................................................................11 2.3.Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Pendayagunaan Iptek ......................................................11 2.3.1.Arah Kebijakan ................................................................................................................11 2.3.1.1.UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek.....................................................................................11 2.3.1.2.PP No. 20 Tahun 2005..............................................................................................12 2.3.1.3.PP No. 35 Tahun 2007..............................................................................................12 2.3.1.4.Pada RPJMN 2010-2014...........................................................................................12 2.3.2.Strategi Kebijakan............................................................................................................12 2.3.3.Program............................................................................................................................13 2.3.4.Penetapan Kinerja Tahun 2013.........................................................................................14 2.3.5.Pengendalian Kinerja........................................................................................................14 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA...........................................................................................16 3.1 Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2013.................................................................................16 3.2 Analisis Capaian Kinerja .........................................................................................................17 3.3 Sasaran strategis meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar...............................26 vi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.3.1 Jumlah Rumusan Kebijakan Peningkatan Pendayagunaan Litbang Iptek untuk Peningkatan Daya Saing Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan kemandirian Bangsa.....27 3.3.2 Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim . .32 3.3.3 Jumlah Pemanfaatan teknologi Hasil Litbang Nasional (Industri, Masyarakat dan National Security) .........................................................................................................................35 3.3.3.1.Industri ....................................................................................................................35 1. Teknologi mesin RUSNAS 500cc................................................................................36 2. Teknologi home purifier water berbasis membran dan hollow fibre............................39 3. Teknologi pigmen besi oksida dari pasir besi..............................................................40 4. Teknologi brown coal..................................................................................................42 3.3.3.2.Masyarakat...............................................................................................................44 1. Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi......................................................................45 2. Teknologi pipanisasi air bersih....................................................................................47 3. Teknologi inseminasi buatan (IB) pada kambing.........................................................49 4. Teknologi penerangan jalan umum solar cell...............................................................51 3.3.3.3.National Security......................................................................................................54 1. Teknologi open source software (OSS)........................................................................57 2. Teknologi proses fixed bed untuk mendukung desa mandiri energi.............................61 3.3.4 Aplikasi dan Alih Teknologi Hasil Riset Bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan ...65 3.3.5 Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu).......72 3.3.6 Laporan Hasil Evaluasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pendayagunaan Iptek. . .76 3.4 Kegiatan Kajian Pendukung......................................................................................................79 3.4.1 Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Lembaga Pemerintah......................................................................................................................79 3.4.2 Rekomendasi Model Kebijakan Peningkatan Kapasitas Pendayagunaan Iptek Masyarakat ........................................................................................................................................82 3.4.3 Rekomendasi Kebijakan Skema Industrialisasi PUNA.....................................................92 3.4.4 Rekomendasi model (aplikasi) pendukung (e-pemasaran dan e-desain) untuk pengembangan model ekonomi.......................................................................................93 3.4.5 Rekomendasi Pengembangan Teknologi e-KTP Multi Aplikasi........................................95 3.4.6 Rekomendasi Kebijakan Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar ................96 3.5 Kegiatan Pendukung...............................................................................................................100 3.5.1 Pilot Project Pemanfaatan Teknologi untuk Daerah Tertinggal.......................................100 3.5.2 Inkubasi bisnis/teknologi................................................................................................103 3.5.3 Pilot project peningkatan inovasi dan kreativitas pemuda...............................................106 3.5.4 Technopreneurship Pemuda............................................................................................110 3.5.5 Masterplan Pembangunan Iptek untuk Mendukung MP3EI............................................113 vii
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.5.6 Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Manajemen Kesiapsiagaan.........................143 3.5.7 Sosialisasi PLTN.............................................................................................................145 BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................148
viii
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Pendayagunaan IPTEK...............................................3 Gambar 2.1 Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN..........................................................................9 Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Pengumpulan Data.....................................................................28 Gambar 3.2 Jenis Lembaga Intermediasi di Indonesia.........................................................................30 Gambar 3.3 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang dilakukan Lembaga Intermediasi.........31 Gambar 3.4 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang diterima Industri...................................31 Gambar 3.5 Sumber-sumber Pendanaan untuk Menghasilkan Teknologi.............................................32 Gambar 3.6 Hasil perhitungan emisi pada sektor yang mempunyai emisi yang besar.........................33 Gambar 3.7 Penandatanganan MoU oleh perwakilan Kementerian, Lembaga, Peguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah..........................................................................................................34 Gambar 3.8 (a) Kendaraan fungsi khusus yang sedang diujicoba menggunakan mesin RUSNAS 500cc dan (b) Mesin RUSNAS 500cc........................................................................................39 Gambar 3.9 Teknologi home purifier water berbasis membran dan bahan hollow fibre.......................40 Gambar 3.10 Hasil sintesis pigmen red iron oxide buatan Indonesia dan Pabrik Cat PT Sigma Utama sebagai off-taker inovasi pigmen red iron oxide..............................................................42 Gambar 3.11 Produk turunan brown coal memiliki nilai tambah.........................................................44 Gambar 3.12 Padi varietas Ciherang dengan IPAT-BO........................................................................47 Gambar 3.13 Panen padi dengan IPAT-BO...........................................................................................47 Gambar 3.14 Teknologi Pipanisasi Air Bersih .....................................................................................48 Gambar 3.15 Sosialisasi Teknologi Pipanisasi Air Bersih di Lombok Utara........................................49 Gambar 3.16 Sosialisasi Teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada Kambing.........................................50 Gambar 3.17 Teknologi Penerangan Jalan Umum Solar Cell..............................................................53 Gambar 3.18 Pembuatan Kripik Pisang...............................................................................................53 Gambar 3.19 Pemanfaatan energi yang berasal dari solar cell untuk proses pengemasan kripik pisang dan pembangunan panel surya yang menjadi pusat kegiatan masyarakat (Kabupaten Manggarai Barat).............................................................................................................54 Gambar 3.20 Manajemen Implementasi OSS......................................................................................58 Gambar 3.21 Masterplan migrasi OSS Kota Pekalongan.....................................................................59 Gambar 3.22 Kegiatan Implementasi Kebijakan Penerapan e-Goverment Berbasis OSS....................61 Gambar 3.23 Pemanfaatan teknologi proses fixed bed mendukung desa mandiri energi......................64 Gambar 3.24 Tanaman jagung hibrida di ATP 2013.............................................................................66 Gambar 3.25 Penangkaran benih kedelai varietas Rajabasa.................................................................66 Gambar 3.26 Ujicoba Sorghum Hasil BATAN.....................................................................................67 Gambar 3.27 Kondisi pembibitan dan peternakan sapi........................................................................68 Gambar 3.28 Kondisi pembibitan ayam petelur...................................................................................69 ix
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.29 Siswa magang Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Peternakan................................71 Gambar 3.30 Kegiatan Pelatihan oleh ATP..........................................................................................72 Gambar 3.31 Science center Banjarbaru..............................................................................................74 Gambar 3.32 Small science center Medan...........................................................................................75 Gambar 3.33 Penyerahan alat peraga kepada Taman Pendidikan.........................................................76 Gambar 3.34 Tingkat harapan masyarakat terhadap dukungan intervensi pemerintah di dalam peningkatan program pemberdayaan iptek masyarakat...................................................77 Gambar 3.35 Diskusi dengan ATP.......................................................................................................78 Gambar 3.36 Foto pelaksanaan rapat dan FGD dalam rangka pelaksanaan kajian pendayagunaan dan kebutuhan iptek lembaga litbang pemerintah..................................................................82 Gambar 3.37 Model 1: ada sharing kegiatan dari pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi .......................................................................................................................................101 Gambar 3.38 Model 2: Terdapat sharing dana dari pemerintah daerah dan pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi dan pemerintah langsung terjun ke lapangan.........................102 Gambar 3.39 Produk Mesin Uji Tarik Universal (UTM) Kapasitas 25 Ton, yang dalam proses Inkubasi .......................................................................................................................................106 Gambar 3.40 Kegiatan Peningkatan Aktivitas Ekonomi Masyarakat.................................................108 Gambar 3.41 Pelaksanaan pilot project berbasis SIDa di Provinsi NTB............................................109 Gambar 3.42 Workshop sistem konversi energi angin........................................................................109 Gambar 3.43 Penghemat BBM dan Gas.............................................................................................112
x
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Komposisi Pegawai Deputi Pendayagunaan Iptek Berdasarkan Tingkat Pendidikan.............4 Tabel 1.2 Komposisi Alokasi dan Realisasi Anggaran...........................................................................5 Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013.................................................................................18 Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran.........................................................................21 Tabel 3.3 Realisasi Sasaran Tahun 2013...............................................................................................24 Tabel 3.4 Indikator Kinerja Utama Deputi Pendayagunaan Iptek ........................................................27 Tabel 3.5 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2011..............................35 Tabel 3.6 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2012..............................36 Tabel 3.7 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2013..............................36 Tabel 3.8 Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat tahun 2011..............................44 Tabel 3.9 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun 2012........................45 Tabel 3.10 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun 2013......................45 Tabel 3.11 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2011.......55 Tabel 3.12 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2012.......55 Tabel 3.13 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun................56 Tabel 3.14 Komposisi jumlah ternak sapi per 31 Desember 2013........................................................68 Tabel 3.15 Inkubator Partner..............................................................................................................105 Tabel 3.16 Daftar proposal yang dibiayai...........................................................................................111
xi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Litbangrap Iptek) disebutkan bahwa Sisnas Litbangrap Iptek bertujuan untuk memperkuat daya dukung Iptek bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional. Program Kementerian Riset dan Teknologi dirancang untuk meningkatkan peran dan kemampuan Kementerian dalam mendorong dan menghela pembangunan Iptek nasional yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Ini dapat dicapai apabila terwujud sebuah sistem yang memungkinkan terjadinya proses inovasi secara menyeluruh, yaitu sistem yang tidak hanya dapat memperkuat proses pengembangan Iptek, tetapi juga dapat menjembatani dan mengarahkan agar hasil-hasil pengembangan Iptek ini dapat termanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya. Oleh karena itu program pembangunan Iptek ke depan diarahkan untuk mewujudkan sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang berbasiskan kepada Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek). Hal itu diwadahi dalam Renstra yang memayungi program serta menetapkan strategi dan kebijakan umum untuk merealisasikannya. Program disusun berlandaskan visi dan misi yang berpandangan jauh ke depan sesuai dengan dinamika lingkungan strategis dan paradigma pembangunan Iptek masa mendatang. Sesuai Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010, Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Deputi PI) sebagai bagian integral dari Kementerian Riset dan Teknologi, mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelaksanaan tugas pokok dari rencana stratejik yang telah dirumuskan tersebut perlu ada pertanggungjawaban kepada publik yang pada akhirnya dapat mendorong tercapainya pemerintahan yang baik (good governance & clean government). Oleh karena itu terselenggaranya ‘good governance’ dan ‘clean government’, merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk dapat mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta citacita bangsa bernegara. Kondisi ini memerlukan pengembangan dan penerapan sistem
1
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
bertanggungjawab, sebagaimana dimaksud oleh PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, menyangkut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP ini disusun berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dengan tersusunnya laporan ini diharapkan dapat terwujud pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya manusia dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai.
1.2. Tugas Pokok dan Fungsi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010 Pasal 419, Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.
1.3. Struktur Organisasi Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi, Struktur Organisasi Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terdiri atas: 1.
Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pemerintah
2.
Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat
3.
Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Strategis
2
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
4.
Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Kecil Menengah
5.
Asisten Deputi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri Besar
DEPUTI BIDANG PENDAYAGUNAAN IPTEK
ASDEP IPTEK PEMERINTAH
ASDEP IPTEK MASYARAKAT
ASDEP IPTEK INDUSTRI STRATEGIS
ASDEP IPTEK INDUSTRI KECIL MENENGAH
ASDEP IPTEK INDUSTRI BESAR
Gambar 1.1 Struktur Organisasi Deputi Bidang Pendayagunaan IPTEK
1.4. Sumber Daya Manusia Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Deputi Pendayagunaan Iptek didukung oleh SDM sebanyak 101 pegawai meliputi pegawai di Kantor Pusat Jalan MH. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat, PP-IPTEK di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta dan Agrotechnopark Palembang dengan komposisi pendidikan seperti ditampilkan di Tabel 1.1.
3
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 1.1 Komposisi Pegawai Deputi Pendayagunaan Iptek Berdasarkan Tingkat Pendidikan NO
UNIT KERJA
1
PENDIDIKAN PNS S2
S1
D4
D3
D1
Deputi Pendayagunaan
1
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2
Iptek Pemerintah
1
4
7
-
-
-
1
-
-
13
3
Iptek Masyarakat
-
5
5
-
-
-
-
-
-
10
4
Industri Kecil dan Menengah
1
4
9
-
-
-
1
-
-
15
5
Industri Strategis
-
5
4
-
-
-
2
-
-
11
6
Industri Besar
-
4
9
-
-
-
-
-
1
14
7
PP-IPTEK
1
6
6
-
1
-
16
1
1
32
8
ATP-Palembang
-
-
5
-
-
-
-
-
-
5
JUMLAH
4
28
45
0
1
0
20
1
2
101
0
0,99
0
19,8
0,99
1,98
100
Prosentase
3,96 27,72 44,55
SLTA SLTP
SD
JML
S3
1.5. Anggaran Kedeputian Pendayagunaan Iptek pada tahun 2013 mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp. 73.364.910.570,- (Tujuh Puluh Tiga Miliar Tiga Ratus Enam Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Sepuluh Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Rupiah) setelah pemotongan anggaran dan setelah penambahan APBNP. Dana ini dimaksudkan untuk mendanai 13 (tiga belas) kegiatan yang terangkum dalam 5 (lima) indikator kinerja utama. Rincian diuraikan pada Tabel 1.2.
4
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 1.2 Komposisi Alokasi dan Realisasi Anggaran Sasaran
Anggaran
Uraian
Indikator
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp)
%
1
2
7
8
9
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandiriian bangsa
Rp. 3.365.389.570
Rp. 3.115.863.118
92,59
Rp. 882.866.000
Rp. 825.394.278
93,49
Rp. 66.286.951.000
Rp. 57.228.775.943
86,33
Rp. 2.051.044.000
Rp. 1.713.017.100
83,52
Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu )
Rp. 112.160.000
Rp. 81.279.300
72,47
Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
Rp. 666.500.000
Rp. 650.746.395
97,64
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim Meningkatnya pendayagunaan Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional hasil litbang nasional pada ( industri, masyarakat dan National Security ) pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan
5
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
1.6. Sistematika Penyajian Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja ini memberikan penjelasan mengenai pencapaian kinerja Kementerian Riset dan Teknologi selama tahun 2013. Capaian kinerja tahun 2013 tersebut diperbandingkan dengan penetapan kinerja tahun 2012 sebagai tolak ukur keberhasilan tahunan organisasi. Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Riset dan Teknologi tahun 2013 berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sebagai berikut: Bab I – Pendahuluan, Dalam bab ini dijelaskan secara ringkas mengenai latar belakang, tugas dan fungsi, struktur organisasi, sumberdaya manusia, anggaran dan sistematika penyajian; Bab II – Perencanaan dan Penetapan Kinerja, Dalam bab ini dijelaskan secara ringkas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, Rencana Strategis Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Arah Kebijakan dan Strategi Kedeputian Bidang Pendayagunaan Iptek, Penetapan Kinerja Tahun 2013 dan Pengendalian Kinerja; Bab III – Akuntabilitas Kinerja Tahun 2013, Dalam bab ini dijelaskan tentang Capaian Indikator Kinerja Utama (IKU), dan Analisis Capaian Kinerja; Bab IV – Penutup, Dalam bab ini dijelaskan tentang kesimpulan dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2013.
6
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA
2.1.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) 2010- 2014 Pembangunan iptek nasional secara keseluruhan tertuang dalam politik negara melalui amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Amandemen ke 4 Pasal 31 ayat 5. “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Pengembangan iptek diarahkan untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan bangsa. Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek; memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan iptek nasional. Selanjutnya dalam RPJPN 2005 – 2025 disebutkan bahwa pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, dan mengembangkan ilmu sosial dan humaniora, serta untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian. Pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan local, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi. Dalam Bab IV RPJMN 2010-2014 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dinyatakan bahwa kebijakan iptek diarahkan kepada : 1. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang dan lembaga pendukung untuk mendukung proses transfer dari ide menjadi prototip laboratorium, kemudian menuju prototip industri sampai menghasilkan produk komersial (penguatan sistem inovasi nasional);
7
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
2. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produktivitas litbang yang berdayaguna bagi sektor produksi dan meningkatkan budaya inovasi serta kreativitas nasional; 3. mengembangkan dan memperkuat jejaring kelembagaan baik peneliti di lingkup nasional maupun internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan litbang nasional; 4. meningkatkan kreativitas dan produktivitas litbang untuk ketersediaan teknologi yang dibutuhkan oleh industri dan masyarakat serta menumbuhkan budaya kreativitas masyarakat; 5. meningkatkan pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri.
Dengan arah kebijakan Iptek tersebut di atas, maka strategi pembangunan iptek dilaksanakan melalui 2 (dua) prioritas pembangunan yaitu: 1. Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang meliputi aspek kelembagaan, sumberdaya dan jaringan, yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang. 2. Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yang dilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025.
8
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 2.1 Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN
2.2.
Rencana strategis (Renstra) 2.2.1. Visi Untuk menyatukan persepsi dan fokus pendayagunaan iptek, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek dilandasi suatu visi dan misi yang ingin
diwujudkan. Visi
dan
misi
tersebut merupakan
panduan
yang
memberikan pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan sebelumnya, maka pendayagunaan iptek ke depan harus diarahkan kepada peningkatan konrtibusi iptek secara langsung pada pengguna iptek (user) untuk mencapai tujuan negara.
9
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Visi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek pada periode 2010-2014 adalah: “Pendayagunaan iptek untuk mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif ” Deskripsi mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif, melalui pendayagunaan iptek dimaksudkan dengan pendayagunaan iptek diharapkan mampu mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif. kemajuan Iptek nasional yang dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri, membuka lapangan pekerjaan
baru,
meningkatkan
profesionalisme
individu,
dan
meningkatkan pendapatan individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat memajukan
perekonomian
bangsa. Kemajuan Iptek mampu menyelesaikan
permasalahan lingkungan, perubahan iklim, ketahanan pangan, penanganan bencana, peningkatan pertahanan dan keamanan, yang pada akhirnya meningkatkan rasa aman, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Deskripsi Iptek untuk kemajuan peradaban dimaksudkan dengan kemajuan Iptek nasional yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hasil-hasil litbang harus mencerminkan academic excellence, mempunyai economic value, dan memberikan social impact yang positif bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal ini akan tercermin dari meningkatkan jumlah penduduk yang memasuki perguruan tinggi, jumlah S3 per tahun yang dihasilkan perguruan tinggi dalam negeri, jumlah publikasi ilmiah internasional dan indek sitasi, dominasi teknologi lokal pada belanja teknologi, nasionalisme akan produk dalam negeri, dan
kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan Iptek yang maju menempatkan Indonesia menjadi negara yang bermartabat, yang berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah dengan negara-negara lain di dunia. Kemajuan Iptek nasional juga akan
menempatkan
Indonesia menjadi negara dengan peradaban maju, hasil kumulasi kemajuan budaya material dan non-material buah dari penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan iptek.
10
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
2.2.2. Misi Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, maka Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Kementerian Riset dan Teknologi mempunyai misi yaitu: “Meningkatkan pendayagunaan iptek dalam mendukung daya saing ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan Kemandirian Bangsa”
2.2.3. Tujuan Untuk mencapai visi dan misi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek seperti yang dikemukakan di atas, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih terarah dan terukur, maka tujuan Deputi Pendayagunaan Iptek dapat dijabarkan menjadi: “Mendayagunakan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar”
2.2.4. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai oleh Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek adalah: “Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar “
2.3.
Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Pendayagunaan Iptek 2.3.1. Arah Kebijakan 2.3.1.1. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek Undang-undang
No.18/2002
menjelaskan
mengenai
Sisnas
P3
Iptek;
memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek nasional.
11
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
2.3.1.2. PP No. 20 Tahun 2005 PP tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan
oleh
Perguruan Tinggi
dan
Lembaga
Penelitian
dan
Pengembangan ini mengamanatkan, agar hasil–hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa negara. 2.3.1.3. PP No. 35 Tahun 2007 PP pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan ipteknya, PP 35/2007 dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level industri 2.3.1.4. Pada RPJMN 2010-2014 Tentang
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
mengamanatkan
tentang
pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri.
2.3.2. Strategi Kebijakan Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek diarahkan untuk menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, yakni: 1. Mengkoordinir kebersamaan lembaga penelitian dalam aspek perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan di bidang litbang Iptek (supply-push technology). 2. Melakukan pemetaan, penguasaan dan perkembangan, transfer, serta diseminasi hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Menyerap
kebutuhan
masyarakat
(termasuk
pasar)
dalam
rangka
mengarahkan aktivitas litbang Iptek (demand-driven approach).
12
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
2.3.3. Program Berdasarkan arah kebijakan pembangunan Iptek Nasional maupun arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi yang menekankan pentingnya membangun sebuah Sistem Inovasi Nasional dalam rangka pendayagunaan iptek, maka Program Deputi bidang pendayagunaan iptek
selama
5
tahun
ke
depan
adalah
“Program
Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional”. Dalam hal ini pembangunan iptek diarahkan untuk meningkatkan unsur-unsur Sistem Inovasi Nasional, yakni: Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di samping penguatan core business iptek, yakni Relevansi dan Produktivitas Iptek serta Pendayagunaan Iptek. Pendayagunaan Iptek diarahkan untuk meningkatkan pendayagunaan hasil litbang nasional yang dicapai melalui kegiatan analisis kebutuhan iptek nasional, pendayagunaan iptek masyarakat, pendayagunaan iptek strategis, pendayagunaan iptek industri kecil menengah, dan pendayagunaan iptek industri besar. Dengan demikian, maka 5 kegiatan pembangunan Iptek tahun 2010 – 2014 adalah: 1. Peningkatan
pendayagunaan
Iptek
Pemerintah,
diarahkan
bagi
meningkatkan pendayagunaan iptek pada pemerintah, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Pemerintah. 2. Peningkatan
Pendayagunaan
Iptek
Masyarakat,
diarahkan
bagi
meningkatkan pendayagunaan iptek pada masyarakat, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Masyarakat. 3. Peningkatan Pendayagunaan Iptek strategis, diarahkan bagi meningkatkan pendayagunaan iptek Industri strategis, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Industri Strategis. 4. Peningkatan Pendayagunaan Iptek IKM, diarahkan bagi meningkatkan pendayagunaan iptek pada Industri Kecil Menengah, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Industri Kecil Menengah. 5. Peningkatan Pendayagunaan Iptek Industri Besar, diarahkan bagi
13
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
meningkatkan pendayagunaan iptek pada industri besar, antara lain dicapai melalui kegiatan arah pemetaan dan kebutuhan Iptek, penguasaan dan pengembangan, transfer, dan diseminasi Iptek Industri Besar. Sesuai dengan tupoksinya, maka kegiatan dalam program Deputi Pendayagunaan Iptek meliputi 2 kegiatan besar yaitu kegiatan kajian untuk perumusan kebijakan dan
kegiatan
non
kajian
untuk menjalankan
peran
mengkoordinasikan
dan
mengsinkronisasikan implementasi kebijakan. Dengan demikian, isi dari kelima sub program utama di atas akan terdiri dari dua jenis kegiatan ini yang kemudian menjadi instrumen dalam melaksanakan strategi sinergi fungsional antar
berbagai
pemangku kepentingan pembangunan iptek guna mencapai tujuan yang diharapkan.
2.3.4. Penetapan Kinerja Tahun 2013 Penetapan Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk: meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan kinerja aparatur; sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah dengan pemberi amanah; sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi. Deputi Pendayagunaan Iptek
telah membuat Penetapan Kinerja Tahun 2013 secara
berjenjang sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi yang ada. Penetapan Kinerja ini merupakan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja pada akhir tahun 2013. Penetapan Kinerja Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2013 disusun dengan berdasarkan pada Rencana Kinerja Tahun 2013 yang telah ditetapkan sehingga secara substansial Penetapan Kinerja Tahun 2013 tidak ada perbedaan dengan Rencana Kinerja Tahun 2012. Ringkasan Penetapan Kinerja Tahun 2013 selengkapnya terdapat pada lampiran.
2.3.5. Pengendalian Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek dalam merencanakan perencanaan anggaran/keuangan yang di keluarkan menggunakan sistem penganggaran berbasis kinerja sesuai dengan Inpres
14
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instasi pemerintah dan undang-undang sistem perencanaan nasional serta undang-undang keuangan negara. Dalam rangka efisiensi, efektivitas dan penajaman hasil kerja di Deputi Pendayagunaan Iptek maka telah digunakan pola pikir manajemen berbasis program berupa: perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan pelaporan. Kegiatan, yang disempurnakan menjadi manajemen berbasis kinerja berupa: perencanaan kinerja, pelaksanaan kinerja, pengukuran kinerja, pengendalian kinerja dan pelaporan kinerja. Penyempurnaan ini dilakukan agar kerja Kedeputian Pendayagunaan Iptek berubah dari pendekatan yang berorientasi proses menuju manajemen kinerja yang berorientasi hasil. Untuk itu hal-hal yang berkaitan dengan kerja seperti tujuan, sasaran, target, capaian, inkator kinerja utama (IKU) menjadi titik tolak manajemen yang perlu di rumuskan secara detail, jelas dan akurat. Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek melaksanakan perencanaan kinerja secara 5 (lima) tahunan yang tertuang dalam dokumen rencana strategis (RENSTRA) 2010-2014, rencana kerja pemerintah, rencana kerja tahunan (RKT) dan penetapan kinerja (PK).
15
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
3.1
Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2013 Pengukuran capaian Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek merupakan tolok ukur capaian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang menjadi tanggung jawabnya. Dari capaian kinerja yang telah ditetapkan dan agar pemangku kepentingan mudah dalam mengukur dan menganalisa keberhasilan kinerja Kedeputian Pendayagunaan Iptek, maka ditentukan indikator yang menjadi indikator utama. Indikator Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek disusun dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek) Tahun 2010-2014 dan Rencana Strategis (Renstra) Deputi Pendayagunaan Iptek Tahun 2010-2014. Berdasarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi Nomor 279/M/Kp/X/2013, unsur-unsur yang terkandung dalam indikator kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek untuk Periode 2010 – 2014 adalah : 1. Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa; 2. Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim; 3. Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional (industri, masyarakat, dan national security); 4. Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, dan perikanan; 5. Model pengembangan puspa iptek daerah (Medan, Kalsel, Kalbar, Bengkulu); dan 6. Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek. Alasan yang mendasari penyusunan indikator kinerja di atas adalah karena Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek ingin “Meningkatkan Pendayagunaan Iptek sebagai kekuatan utama kesejahteraan berkelanjutan dan peradaban bangsa”. Sehingga akan mampu memberikan solusi permasalahan iptek mengenai keterbatasan sumber daya iptek, rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi dan lemahnya sinergi kebijakan iptek. Indikator kinerja sebagai bagian representasi cita-cita Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek dalam mewujudkan iklim perkembangan iptek dalam membentuk kemampuan iptek secara nasional. Selain itu juga untuk
16
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
menumbuhkan budaya iptek di lingkungan masyarakat, yang pada akhirnya partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan iptek akan meningkat.
3.2
Analisis Capaian Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek telah menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam periode 2010 2014 yaitu : Meningkatnya pendayagunaan hasil litbangyasa nasional melalui kegiatan pendayagunaan iptek pemerintah, pendayagunaan iptek masyarakat, pendayagunaan iptek strategis, pendayagunaan iptek industri kecil menengah, dan pendayagunaan iptek industri besar Dari sasaran telah ditetapkan indikator kinerja utama yang hendak dicapai, di mana capaian indikator kinerja dijelaskan dalam analisis capaian kinerja berikut. Dari uraian di atas, maka target dan keberhasilan capaian Indikator Kinerja Deputi Pendayagunaan Iptek Tahun 2010 2012 dirinci sebagaimana Tabel 3.1.
17
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013
Sasaran
Realisasi
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target) ( 2010 - 2014 )
2010
2011
2012
2013
Prosentase Tingkat Capaian (target)
1
2
3
4
5
6
7
8
1 (satu) rumusan kebijakan
1 (satu) rumusan kebijakan
1 (satu) rumusan kebijakan
1 (satu) rumusan kebijakan
80%
-
-
-
1 (satu) laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
50%
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar
Jumlah rumusan kebijakan 4 (empat) rumusan peningkatan kebijakan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
2 (dua) laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
18
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013 (lanjutan) Sasaran
Realisasi
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target) ( 2010 - 2014 )
2010
2011
2012
2013
Prosentase Tingkat Capaian (target)
1
2
3
4
5
6
7
8
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim
3 (tiga) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
-
-
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
66.67%
Jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk (industri, masyarakat dan national security)
6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk (industri, masyarakat dan national security)
6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk (industri, masyarakat dan national security)
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar
6 (enam) 6 (enam) 6 (enam) teknologi yang teknologi yang teknologi yang termanfaatkan termanfaatkan termanfaatkan untuk (industri, untuk (industri, untuk (industri, masyarakat dan masyarakat dan masyarakat dan national national national security) security) security)
100%
19
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Tahun 2013 (lanjutan) Sasaran
Realisasi
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target) ( 2010 - 2014 )
2010
2011
2012
2013
Prosentase Tingkat Capaian (target)
1
2
3
4
5
6
7
8
Aplikasi dan alih teknologi 1 (satu) aplikasi 1 (satu) aplikasi 1 (satu) aplikasi Meningkatnya hasil riset bidang pertanian, dan alih teknologi dan alih dan alih pendayagunaan hasil peternakan dan perikanan hasil riset teknologi hasil teknologi hasil litbang nasional pada riset riset pemerintah, masyarakat, industri Model Pengembangan 4 (empat) model 1 (satu) model 1 (satu) model strategis, industri kecil Puspa Iptek Daerah pengembangan pengembangan pengembangan menengah dan industri ( Medan, Kalsel, Kalbar, Puspa Iptek Puspa Iptek Puspa Iptek besar Bengkulu ) Daerah Daerah Daerah
1 (satu) aplikasi 1 (satu) aplikasi dan alih dan alih teknologi hasil teknologi hasil riset riset
100%
1 (satu) model 1 (satu) model pengembangan pengembangan Puspa Iptek Puspa Iptek Daerah Daerah
80%
20
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran Sasaran Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
1
2
3
Realisasi
Prosentase Tingkat Capaian (target)
4
5
Jumlah rumusan 1 (satu) 1 (satu) kebijakan peningkatan rumusan rumusan Meningkatnya pendayagunaan litbang kebijakan kebijakan pendayagunaan iptek bagi peningkatan hasil litbang daya saing ekonomi, nasional pada kesejahteraan rakyat, dan pemerintah, kemandirian bangsa masyarakat, Laporan hasil evaluasi 1 (satu) Laporan 1 (satu) Laporan industri dan Koordinasi hasil evaluasi hasil evaluasi strategis, pelaksanaan kebijakan dan koordinasi dan koordinasi industri kecil pendayagunaan Iptek pelaksanaan pelaksanaan menengah dan kebijakan kebijakan industri Besar pendayagunaan pendayagunaan Iptek Iptek
Anggaran Program
6
100%
100%
Pagu
Realisasi
%
7
8
9
Rp. 3.365.389.570 Rp. 3.115.863.118
Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan sistem Inovasi Nasional
Rp. 666.500.000
Rp. 650.746.395
92,59
97,64
21
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran (lanjutan) Sasaran Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
1
2
3
Realisasi
Prosentase Tingkat Capaian (target)
4
5
Konsorsium 1 (satu) 1 (satu) Pendayagunaan teknologi konsorsium riset konsorsium untuk pengurangan yang riset yang Meningkatnya dampak perubahan iklim termanfaatkan termanfaatkan pendayagunaan untuk untuk hasil litbang pengurangan pengurangan nasional pada dampak dampak pemerintah, perubahan iklim perubahan iklim masyarakat, industri Jumlah Pemanfaatan 6 (enam) 6 (enam) strategis, teknologi hasil litbang teknologi yang teknologi yang industri kecil nasional untuk ( industri, termanfaatkan termanfaatkan menengah dan masyarakat dan National untuk (industri, untuk (industri, industri Besar Security ) masyarakat dan masyarakat dan national national security) security)
Anggaran Program
6
100%
100%
Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional
Pagu
Realisasi
%
7
8
9
Rp. 882.866.000
Rp. 825.394.278
93,49
Rp. 66.286.951.000
Rp. 57.228.775.943
86,33
22
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.2 Realisasi Pencapaian Kinerja dan Anggaran (lanjutan) Sasaran Realisasi
Prosentase Tingkat Capaian (target)
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
1
2
3
4
5
1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset
1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset
100%
4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah
4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah
100%
Meningkatnya Aplikasi dan Alih pendayagunaan Teknologi hasil riset hasil litbang bidang pertanian, nasional pada peternakan dan pemerintah, perikanan masyarakat, Model Pengembangan industri Puspa Iptek Daerah strategis, industri kecil ( Medan, Kalsel, Kalbar, Bengkulu ) menengah dan industri Besar
Anggaran Program
6
Pagu
Realisasi
%
7
8
9
Rp. 2.051.044.000 Rp. 1.713.017.100 Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional
Rp. 112.160.000
Rp. 81.279.300
83,52
72,47
23
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.3 Realisasi Sasaran Tahun 2013
Sasaran
Anggaran
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
Prosentase Tingkat Capaian (target)
Pagu
Realisasi
Prosentase Realisasi Anggaran (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa
1 (satu) rumusan kebijakan
1 (satu) rumusan kebijakan
100%
1 (satu) laporan 1 (satu) laporan hasil evaluasi dan hasil evaluasi dan koordinasi koordinasi pelaksanaan pelaksanaan kebijakan kebijakan pendayagunaan pendayagunaan Iptek Iptek
100%
4,031,889,570
3,766,609,513
93.42
Laporan hasil evaluasi dan Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Iptek
24
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.3 Realisasi Sasaran Tahun 2013 (lanjutan) Sasaran
Anggaran
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
Prosentase Tingkat Capaian (target)
Pagu
Realisasi
Prosentase Realisasi Anggaran (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
Konsorsium 1 (satu) konsorsium riset 1 (satu) konsorsium Pendayagunaan teknologi yang termanfaatkan riset yang untuk pengurangan dampak untuk pengurangan termanfaatkan untuk perubahan iklim dampak perubahan iklim pengurangan dampak perubahan iklim
Meningkatnya pendayagunaan Jumlah Pemanfaatan hasil litbang teknologi hasil litbang nasional pada nasional untuk ( industri, pemerintah, masyarakat dan National masyarakat, Security ) industri strategis, Aplikasi dan Alih Teknologi industri kecil menengah dan hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan industri Besar Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, Bengkulu )
100%
6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security )
6 (enam) teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security )
100%
1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset
1 (satu) Aplikasi dan Alih Teknologi hasil riset
100%
4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah
100%
4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah
67,169,817,000 58,054,170,221
86.42
25
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Pagu anggaran untuk pencapaian sasaran meningkatnya pendayagunaan hasil litbangyasa nasional melalui kegiatan pendayagunaan iptek pemerintah, pendayagunaan iptek masyarakat, pendayagunaan iptek strategis, pendayagunaan iptek industri kecil menengah, dan pendayagunaan iptek industri besar pada tahun anggaran 2013 adalah sebesar Rp 71,201,706,570,- dengan realisasi sebesar Rp 61,820,779,734,- (86,82%). Prosentase realisasi penggunaan anggaran ini menurun jika dibandingkan dengan Tahun 2012 yang mencapai 99,50%. Hal ini disebabkan oleh adanya optimalisasi anggaran serta peningkatan efektivitas pelaksanaan dan penghematan anggaran. Selain itu realisasi pemanfaatan hasil litbang nasional untuk masyarakat dan industri melebih target yang telah di tentukan yang itu sekitar 1500 % dan 200 % Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja ini dilakukan melalui pengukuran kinerja dengan menggunakan formulir pengukuran kinerja sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan program sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek. Pengukuran kinerja dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada IKU yang telah diidentifikasi agar sasaran-sasaran strategis dan tujuan strategis sebagaimana telah ditetapkan dapat tercapai.
3.3
Sasaran strategis meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri besar Pencapaian sasaran strategis ini dijabarkan dalam 6 (enam) indikator kinerja utama seperti ditunjukkan pada Tabel 3.4.
26
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Utama Deputi Pendayagunaan Iptek Tahun Anggaran 2013 Indikator Kinerja Utama
Target
Realisasi
%
A. Jumlah rumusan kebijakan 1 ( satu ) rumusan peningkatan Kebijakan pendayagunaan litbang iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi. Kesejahteraan rakyat dan kemandirian
1 ( satu ) rumusan Kebijakan
100 %
B. Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
100%
C. Jumlah Pemanfaatan hasil litbang nasional untuk ( industri, masyarakat dan National Security )
6 ( enam) Teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security )
6 ( enam) Teknologi yang termanfaatkan untuk ( industri, masyarakat dan National Security )
100%
D. Aplikasi dan Alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, perikanan
1 ( satu) Aplikasi dan Alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, perikanan
1 ( satu) Aplikasi dan Alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan, perikanan
200%
E. Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan bengkulu )
4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah
4 (empat) Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah
1500%
F.
1(satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi
1(satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi
100%
Laporan Hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Iptek
3.3.1 Jumlah Rumusan Kebijakan Peningkatan Pendayagunaan Litbang Iptek untuk Peningkatan Daya Saing Ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan kemandirian Bangsa Sarana untuk menggali dan mendalami informasi empiris mengenai praktik intermediasi di Indonesia sebagai masukan substansial bagi perumusan kebijakan penguatan intermediasi dalam mendukung terjadinya aliran pengetahuan. Permasalahan yang akan didalami dirumuskan dalam beberapa peryataan berikut.
27
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
1. Belum adanya landasan hukum yang menjadi legitimasi bagi lembaga intermediasi se hingga aktivitasnya belum mengarah pada tujuan idealnya yaitu mensinergikan relasi antara Pemerintah, lembaga litbang dan industri serta mendorong alih teknologi . 2. Belumada rumuskan substansi apa yang akan dituangkan dalam kebijakan sehingga dapat memperkuat fungsi-fungsi intermediasi di Indonesia. 3. Belum ditetapkannya format kebijakan yang tepat untuk mengatur tentang aktivitas intermediasi di Indonesia. Untuk merumuskan kerangka kebijakan yang komprehensif tentang arah pengembangan dan penguatan intermediasi maka metoda yang digunakan adalah metoda kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Hasil studi literatur maupun hasil FGD akan dianalisis secara mendalam untuk memperoleh substansi yang akan dijadikan sebagai rekomendasi kebijakan. Dari sekian banyak rekomendasi yang muncul akan dilakukan pemilihan isu yang paling relevan dan menjadi prioritas dalam membangun kebijakan intermediasi. Isu tersebut yang nantinya akan diimplementasikan dalam rencana aksi kebijakan. Skema pendekatan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut ini. Masalah Kebijakan
Penggalian informasi
Studi Literatur
FGD
Konsep & praktik
Isu, pandangan dan gagasan
Analisis
Rekomendasi Kebijakan
Perumusan & Rencana Aksi
Gambar 3.1 Bagan Alur Metodologi Pengumpulan Data
28
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Kertas kebijakan ini bertujuan untuk menyusun dan membangun kerangka kebijakan strategis dalam rangka penguatan fungsi-fungsi intermediasi yang: 1. Dapat memberikan legitimasi secara formal agar dapat menjadi landasan dan pedoman bagi praktik-praktik intermediasi di Indonesia serta memungkinan pengukuran implementasinya. 2. Memperkuat sinergi antara lembaga litbang, dunia bisnis/industri dengan Pemerintah sehingga tercipta iklim yang kondusif menuju terwujudnya sisteminovasi nasional. 3. Mendorong tumbuhanya inovasi di Indonesia antara lain dengan memperdekat jarak antara penyedia litbang dengan pihak pengguna serta mendukung terjadinya aliran pengetahuan. 4. Memberikan dampak terhadap daya saing industri nasional melaluiketentuan-ketentuan dan program implementasi yang berorientasi pada pemanfaatan hasil-hasil litbang. Pada umumnya, lembaga-lembaga intermediasi di negara berkembang lebih didominasi oleh lembaga pemerintah, sebaliknya di negara-negara maju, kebanyakan lembaga intermediasi justru merupakan lembaga swasta atau lembaga swadaya masyarakat. Dominasi sektor pemerintahan dalam kegiatan intermediasi di negara berkembang merupakan hal yang lazim terjadi mengingat sektor pemerintahan memegang kendali yang kuat atas kegiatan ekonomi di negara berkembang. Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (RISTEK) bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 2009 tentang pemetaan UMKM inovatif ditunjukkan bahwa sebagian besar lembaga intermediasi yang aktif di Indonesia terdiri dari lembaga litbang, perguruan tinggi serta institusi lain yang berstatus sebagai lembaga pemerintah. Perguruan tinggi tercatat yang terbanyak memiliki lembaga yang secara tipikal menjalankan fungsi intermediasi antara lain LPPM, dan unit pelayanan teknis lainnya yang melaksanakan fungsi penelitian. Selain perguruan tinggi, lembaga yang juga melaksanakan fungsi intermediasi adalah sentra HKI atau lembaga pengelola hasil litbang lainnya baik di perguruan tinggi maupun di beberapa instansi pemerintah. Selengkapnya jenis-jenis lembaga intermediasi dapat dilihat pada grafik berikut.
29
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.2 Jenis Lembaga Intermediasi di Indonesia Sebagai konsekuensi lembaga pemerintahan maka beban tanggung jawab penyelenggaraan aktivitas intermediasi lebih terfokus kepada Pemerintah. Dengan kata lain, penyelenggaraan aktivitas intermediasi saat ini lebih banyak memanfaatkan sumber daya yang milik negara yang tunduk pada norma-norma hukum yang berlaku bagi penyelenggaraan negara pada umumnya. Norma-norma atau asas-asas hukum tersebut antara lain adalah prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance). Prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik menekankan pada aktivitas pemerintahan yang berfokus pada peningkatan derajat hidup masyarakat. Dalam konteks ini, penyelenggaraan aktivitas intermediasi pada hakikatnya merupakan tugas pemerintah untuk mengupayakan seluruh sumberdaya yang dikelolanya, termasuk sumber daya IPTEK, untuk kesejahteraan masyarakat. Akuntabilitas publik atas penyelenggaraan fungsi-fungsi intermediasi dalam rangka memanfaatkan IPTEK untuk kesejahteraan masyarakat menjadi kata kunci yang mempertautkan antara kegiatan litbang dan tata kelola kepemerintahan yang baik. Secara institusional, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian RISTEK pada tahun 2011 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat tiga jenis lembaga intermediasi dengan latar belakang yang berbeda, yaitu institusi pemerintahan, perguruan tinggi dan sektor swasta. Namun demikan, dalam praktiknya aktivitas intermediasi yang dilaksanakan oleh lembagalembaga tersebut secara umum menunjukkan spektrum yang hampir sama yakni dilaksanakan dengan intensitas yang jarang. Mayoritas kalangan menyatakan bahwa aktivitas intermediasi belum dirasakan bahkan beberapa industri pada masing-masing klaster menyatakan belum mengetahui keberadaan lembaga intermediasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa kepada industri. Meskipun beberapa lembaga telah melaksanakan aktivitas intermediasi secara rutin,
30
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
secara umum dirasakan bahwa aktivitas intermediasi yang telah dilaksanakan memiliki jangkauan yang masih sangat terbatas (RISTEK, 2011). Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 mengilustrasikan spektrum aktivitas intermediasi yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga intermediasi dan spektrum aktivitas intermediasi yang dirasakan oleh industri.
Gambar 3.3 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang dilakukan Lembaga Intermediasi
Gambar 3.4 Spektrum Intensitas Aktivitas Intermediasi yang diterima Industri Hasil studi juga mengungkapkan bahwa lemahnya intensitas aktivitas intermediasi yang diselenggarakan oleh lembaga intermediasi disebabkan oleh lemahnya interaksi dengan aktoraktor lainnya dalam proses intermediasi, khususnya dengan lembaga litbang dan perguruan
31
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
tinggi sebagai sumber pengetahuan dan teknologi. Interaksi yang lemah telah mengakibatkan rendahnya penyerapan dan adopsi terhadap pengetahuan ekternal yang sebenarnya diperlukan oleh industri untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas produksinya. Lembaga intermedasi lebih banyak mengandalkan sumber daya internal daripada mencari sumber-sumber lain yang dapat mendukung kinerjanya. Stagnasi arus informasi dalam proses intermediasi tersebut pada akhirnya mengakibatkan aktivitas intermediasi berjalan satu arah dan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap produktivitas industri. Untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga intermediasi maka penelitian merekomendasikan perlunya reposisi dan penguatan kapasitas pada lembaga intermediasi dan lembaga litbang/perguruan tinggi.Lembaga intermediasi perlu dibekali dengan kapasitas untuk membangun jejaring dan mengemas informasi.Bagi lembaga litbang/perguruan tinggi, perlu dilakukan penajaman fokus dan arah kegiatan penelitian sehingga kegiatan litbang dapat bersinergi dengan kebutuhan klaster indutsri. Dukungan Pemerintah yang dimaksud adalah dukungan finansial yang terkait dengan aktivitas litbang.Penelitian ini berupaya mendalami sumber-sumber biaya yang digunakan oleh responden baik untuk menghasilkan teknologi maupun untuk melaksanakan komersialisasi litbang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepertihalnya lembaga-lembaga Pemerintahan pada umunya, responden menyatakan bahwa anggaran untuk melaksanakan kegiatan litbang masih mengandalkan anggaran negara (DIPA). Gambar 3.5 mengilustrasikan sumber-sumber pendanaan untuk menghasilkan teknologi.
Gambar 3.5 Sumber-sumber Pendanaan untuk Menghasilkan Teknologi
3.3.2 Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim Perubahan iklim telah menjadi
salah satu isu penting dunia yang dikhawatirkan akan
32
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
menimbulkan dampak membahayakan bagi keberlanjutan ekosistem bumi yang disebabkan penumpukan Gas Rumah Kaca (GRK). Diamanatkan untuk menanggulangi dampak perubahan iklimdan upaya penurunan emisi GRK, terutama dari bidang-bidang pembangunan prioritas. Diperlukan perubahan paradigma pembangunan dan tatanan ekonomi yang rendah karbon (low carbon economy) tanpa mengorbankan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu Pemerintah Indonesia (disampaikan Presiden RI pada pertemuan G20 di Pittsburgh, USA (November 2009) dan COP-15 (Desember 2009)) telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% dari BAU (bussiness as usual) dan sebesar 41% dengan bantuan internasional. Perhitungan emisi yang dilakukan pada 6 (enam) sektor tersebut dianggap mempunyai emisi yang besar yaitu Kehutanan dan lahan gambut, Energi, Transportasi, Pertanian, Gedung-gedung dan Semen.
Gambar 3.6 Hasil perhitungan emisi pada sektor yang mempunyai emisi yang besar Hasil perhitungan emisi tahun 2005 dan prediksi tahun 2030 terlihat pada gambar di atas, menunjukkan potensi peningkatan emisi dari 2,3 Gigaton pada tahun 2005 menjadi 3,6 Gigaton pada tahun 2030. Pembentukan Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim, ditandai dengan penandatanganan naskah Kesepakatan Bersama yang diharapkan menjadi dokumen legal yang dapat menjadi dasar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Kementerian dan Lembaga yang ikut serta dalam konsorsium ini dan bentuk keterlibatannya adalah sebagai berikut : 1. Kementerian ESDM : Pendayagunaan dan pemanfaatan
hasil riset Teknologi Ipal
Dalam Produksi Energi Biogas. 2. BPPT : Penyediaan Teknologi dan pendampingan tenaga ahli dalam Iptek Ipal dan Produksi Energi Biogas.
33
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3. BATAN dan UNSOED : Penyediaan Teknologi dan pendampingan tenaga ahli dalam Iptek penyediaan benih unggul kedelai; 4. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Banyumas : Pemanfaatan iptek Ipal dan Produksi Energi Biogas serta penyediaan fasilitas pendukung guna menciptakan lingkungan bersih serta pemenuhan kebutuhan energi biogas untuk masyarakat. 5. Kementerian Ristek : Penguatan kelembagaan, sumberdaya, pengembangan jaringan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Gambar 3.7 Penandatanganan MoU oleh perwakilan Kementerian, Lembaga, Peguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah
Teknologi yang digunakan adalah teknologi produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Teknologi GERIAPUNEP dan Teknologi ”Goo House Keeping” (GHK). Alasan dipilihnya lokasi sentra industri tahu adalah karena industri tahu merupakan penyumbang emisi yang signifikan di Indonesia, industri tahu yang berjumlah lebih kurang 84.000 unit usaha di seluruh Indonesia, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, berperan signifikan dalam proses terjadinya emisi gas rumah kaca. Limbah cair yang diproduksi dari proses industrinya (sekitar 20 juta meter kubik per tahun) menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO 2 ekuivalen per tahun. Dan dari data keberadaan industri tersebut, 80% berlokasi di Jawa, sehingga emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen per tahun. Kapasitas produksi dari teknologi yang didayagunakan sebesar 6500 kg per hari (2 372,5 ton/tahun). Dari empiris diperoleh, jika kapasitas 2,56 juta ton/tahun mengurangi emisi gas
34
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
rumah kaca 744,469 ton CO2/th; maka untuk kapasitas 2, 3725 ribu ton /tahun dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak: (2,3725 ribu ton/2 560 ribu ton) x 744 469 kg CO 2/th = 689,942 kg CO2/tahun. Sehingga dapat disimpulkan, adanya Konsorsium Pendayagunaan Teknologi untuk Pengurangan Dampak Perubahan Iklim dapat berperan dalam mengurangi emisi GRK sebesar 689,942 kg CO2/tahun.
3.3.3
Jumlah Pemanfaatan teknologi Hasil Litbang Nasional (Industri, Masyarakat dan National Security)
3.3.3.1. Industri Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di Industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri nasional, mendorong tumbuhnya industry nasional serta meningkatkan kontribusi iptek nasional dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini ada anggapan di kalangan calon pengguna (industri) bahwa teknologi baru yang dikembangkan lembaga litbang belum teruji dengan baik, kesenjangan pengetahuan (knowledge gap), biaya terlalu tinggi, risiko permintaan, kemitraan, risiko ekonomi, serta kurangnya personil yang berkualitas. Permasalahan lain adalah kesesuaian antara ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga litbang dengan ilmu dan teknologi yang dibutuhkan oleh pengguna masih rendah. Untuk itu Kementerian Riset dan Teknologi berinisiatif mengembangkan suatu lembaga intermediasi yaitu Business Technology Center (BTC) yang tersebar di berbagai daerah dan Business Innovation Center (BIC). Keberadaan lembaga intermediasi ini dimaksudkan untuk menjembatani komunikasi dan intermediasi antara lembaga litbang dengan dunia industri dengan harapan agar terjadi komunikasi timbal balik antara para peneliti dan pelaku industri. Pada tahun 2011, dari hasil kegiatan intermediasi iptek oleh Kementerian Riset dan Teknologi, telah dimanfaatkan beberapa teknologi hasil litbang nasional di industri yaitu: Tabel 3.5 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2011 No.
Teknologi
Penghasil Teknologi
Industri Pengguna
1.
Teknologi Alat Penghancur Jarum Suntik
Puslit Fisika LIPI
PT. Tesena Inovindo
2.
Pengembangan Bibit Sapi Unggul Nasional
P3Biotek LIPI
PT. Karya Anugrah Rumpin
35
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Sedangkan pencapaian indikator kinerja pada tahun 2012 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri adalah : Tabel 3.6 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2012 No.
Teknologi
Penghasil Teknologi
Industri Pengguna
1.
Pengembangan Bibit Sapi Unggul Nasional
Biotek LIPI
PT. KAR (Karya Anugerah Rumpin)
2.
Pemanfaatan Mesin Nano Partikel
LIPI
PT Taharica
Untuk tahun 2013, pencapaian indikator kinerja terkait pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industi meliputi: Tabel 3.7 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Industri Tahun 2013 No.
1.
Teknologi
Penghasil Teknologi BPPT
Industri Pengguna
1.
Pemanfaatan Mesin RUSNAS 500 cc
2.
Teknologi home purifier water ITB berbasis membran dan bahan hollow fibre
PT. IFA
3.
Teknologi Pigmen Besi Oksida LIPI, BATAN dari Pasir Besi
PT Sigma Utama
4.
Teknologi Brown Coal
PT. Baramulti Suguh Sentosa
CV Asri Keramik
CV. RAM
Teknologi mesin RUSNAS 500cc Kegiatan trial produksi untuk mendifusikan teknologi hasil rancang bangun mesin RUSNAS pada mitra industri terpilih yaitu PT. NEFA di Kabupaten Tegal telah dimulai tahun 2010. Target kegiatan trial produksi adalah menghasilkan mesin RUSNAS yang kualitasnya sama dengan hasil uji kinerja sebelumnya dan mempunyai harga murah. Difusi teknologi ini menghasilkan prototip mesin RUSNAS yang telah diaplikasikan pada beberapa prototip kendaraan seperti GEA yang dibuat dan didanai PT. INKA, dan silent genset atas pendanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal. Pada tahun 2011, BPPT mempunyai kegiatan untuk menginkubasi pembuatan mesin RUSNAS di Kabupaten Tegal melalui perusahaan baru. Kegiatan ini menghasilkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPPT dengan CV. Rejeki Abadi Mandiri (RAM)
36
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
sebagai salah satu nama perusahaan baru setelah PT. NEFA memberikan hak memproduksi dan menjual mesin RUSNAS pada CV. RAM. Beberapa program Sinas Kementerian Ristek mendanai kegiatan penguatan kapasitas produksi CV. RAM untuk mampu memproduksi mesin RUSNAS dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif, antara lain: perbaikan teknologi pengecoran komponen Al paduan untuk pembuatan blok mesin dan kepala silinder mesin RUSNAS. Disamping itu, pendanaan Sinas juga digunakan untuk melakukan kegiatan rancang bangun transmisi mesin RUSNAS melalui kemitraan dengan potensi manufaktur lokal (PT. GERIN SURYA GEMILANG). Kedeputian Bidang Pendayagunaan Iptek, melalui Asisten Deputi Iptek Industri Kecil Menengah Kementerian Ristek memfasilitasi pertemuan Tim Mesin RUSNAS-BPPT dengan PT. Tossa Shakti-Semarang, sebuah perusahaan yang memproduksi angkutan niaga khusus penggerak sepeda motor. PT. Tossa berkeinginan mengembangkan kendaraan niaga yang mempunyai kemampuan lebih tinggi dari kendaraan yang diproduksi selama ini. Kendaraan ini masih difokuskan pada kendaraan tipe khusus roda 3 dengan mesin RUSNAS 500cc. Sampai saat ini pengujian prototype kendaraan tersebut masih dilakukan oleh PT. Tossa Shakti Semarang. Dari hasil diskusi awal, PT. Tossa
Shakti
tidak
berminat
memproduksi
mesin,
namun
tertarik
untuk
memanfaatkan/membeli mesin RUSNAS 500 cc, setelah mereka mendapatkan hasil uji yang sedang mereka lakukan. Untuk itu perlu dikembangkan suatu industri yang akan memproduksi mesin RUSNAS 500 cc tersebut. Sehingga pada tahun 2013 kegiatan ini difokuskan pada penguatan kemampuan CV. RAM dalam memproduksi mesin 500 cc, khususnya dibidang permesinan, setelah teknologi pengecoran telah dikuasai oleh CV. RAM melalui program-program sebelumnya. Uji kinerja prototipe mesin RUSNAS di dyno test BTMP Puspiptek Serpong telah menghasilkan daya mesin yang sangat mendekati daya hasil perhitungan teoritis desain. Kenerja tersebut dihasilkan melalui optimasi profil camshaft, perbandingan aliran udara dan bahan bakar di dalam karburator dan waktu pengapian yang tepat. Daya tersebut 11,5 kW pada putaran 3800 rpm dihasilkan karena terjadinya pembakaran yang sempurna di ruang bakar yang ditandai oleh konsumsi bahan bakar yang sangat irit (345 setara bsfc) berada pada kisaran konsumsi mesin sepeda motor. Mesin RUSNAS telah dicobakan menggunakan BBG/CNG dan menghasilkan kinerja yang baik dan mampu dipakai untuk kendaraan mikro.
37
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Pengembangan lanjutan setelah proses prototyping adalah kegiatan difusi ke industri mitra. Saat ini mesin RUSNAS sudah memasuki fase awal komersialisasi melalui proses trial production di CV RAM Tegal. Proses komersialisasi ini dilakukan untuk menyiapkan dan memantapkan fasilitas produksi menghasilkan mesin yang kualitasnya tidak berbeda dengan spesifikasi hasil prototyping dan harga produk yang bersaing. Dalam rangkaian pengujian kendaraan produk baru untuk mendapatkan sertifikasi dari Kementerial Perhubungn salah satu kriterianya adalah lolos uji EURO-2 dengan pesyaratan emisi yang semakin ketat mengharuskan mesin menggunakan Electronic Fuel Injection (EFI). Riset awal penggunaan EFI untuk engine RUSNAS sudah dilakukan. Modifikasi volume ruang bakar dengan memanfaatkan EFI akan meningkatkan kemampuan kapasitas produksi mesin RUSNAS CV. RAM sehingga mampu menghasilkan mesin RUSNAS dengan kinerja yang lebih baik dan emisi yang lolas persyaratan EURO-2. Kegiatan ini akan melibatkan CV. RAM mulai dari perubahan gambar desain, pembuatan komponen engine hingga assembling. Dengan kemampuan industri nasional menguasai teknologi permesinan khususnya Mesin RUSNAS 500 cc, hasilnya dapat dimanfaatkan bagi: •
Pemanfaatan mesin RUSNAS 500 cc pada kendaraan fungsi khusus atau peralatan yang membutuhkan mesin sejenis (generator set, dll).
•
Sebagai starting point dalam melakukan studi yang lebih mendalam tentang proses produksi engine ringan.
•
Pengembangan industri mesin dan komponen terkait.
Dampak kemampuan industri nasional menguasai teknologi permesinan khususnya Mesin RUSNAS 500cc : •
Kemampuan industri permesinan di tegal untuk memproduksi mesin rusnan meningkat.
•
Produksi masal, karena lebih konsisten spesifikasi produk yang dihasilkan.
Kemampuan industri dalam negeri dalam mewujudkan prototipe mesin untuk kendaraan khusus dapat dikembangkan lebih lanjut ke tingkat produksi, tentunya dengan suatu studi yang lebih mendalam baik tentang pasar maupun proses produksi yang murah dan efisien. Dari hasil kegiatan ini, yang merupakan kegiatan inkubasi (outwall) oleh BPPT kepada CV. RAM telah memberikan peningkatan kemampuan teknologi IKM nasional
38
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
(CV. RAM), khususnya di bidang permesinan. Sehingga IKM tersebut pada tahap lanjutan mampu membangun line production Mesin RUSNAS 500 cc. Sehingga telah terjadi transfer teknologi permesinan dari BPPT kepada industri nasional.
(a)
(b)
Gambar 3.8 (a) Kendaraan fungsi khusus yang sedang diujicoba menggunakan mesin RUSNAS 500cc dan (b) Mesin RUSNAS 500cc
2.
Teknologi home purifier water berbasis membran dan hollow fibre Teknologi membrane dengan hollow fibre yang dihasilkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), mempunyai kekhususan sendiri dibandingkan produk membrane filtration import atau yang lain. Keunggulannya adalah dalam fabrikasi hollow fibre sendiri yang mempunyai kualitas tinggi dengan presisi tinggi, dimana partikel kecil, bakteri dan bahan kimia tidak dapat lolos dari pori pori hollow fibre tersebut. Sistem yang banyak digunakan pihak lain yaitu reverse osmosis, saat ini banyak digunakan oleh masyarakat, di mana pressure tinggi diperlukan untuk dapat menjalankan filtration tersebut. Kelebihan dari teknologi ini, adalah dengan menggunakan low pressure system, sehingga mengurangi penggunaan listrik tinggi maupun resiko kebocoran. Life time dari filter ini lebih lama dibandingkan dengan produk yang ada. Perpaduan dengan pihak bisnis yaitu PT IFA,
menjadikan Home Purifier Water
produksi bersama ini lain dari yang lain, di mana teknologi ini dapat di klaim sebagai pertama di Indonesia bahkan di dunia. Kebanyakan produk lain menggunakan 4 (empat) tabung filter untuk menghasilkan air minum dari sumbernya air sumur atau pam, sedangkan dg masuknya konsep bisnis, maka terciptalah 4 in 1, hanya dengan 1 fiter, hasilnya air minum sehat dan bebas bakteri, kotoran dan bahan kimia, dengan tetap
39
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
menambah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita, serta cita rasa air murni yang segar. Model yang didesain pun sangat compact yang disesuaikan dengan selera dan trend masyarakat menengah keatas untuk menghargai nilai teknologi ini. Dibandingkan dengan produk lain yang sejenis, teknologi yang diterapkan dalam Home Purifier Water ini mempunyai banyak kelebihannya dan diyakini dapat bersaing baik lokal maupun untuk export. Dampak teknologi membrane dengan hollow fibre, tercukupinya kebutuhan air minum masyarakat skala rumah tangga dengan harga relatif lebih murah di bandingkan dengan produk sejenis dipasaran. Alat ini lebih praktis dalam pemeliharaan dan perawatan, dengan pemanfaatan teknologi hasil penelitian nasional, munculnya industri baru berbasis teknologi. Pengguna teknologi (industri/investor) telah membayarkan sebagian biaya royalti yang menjadi hak lembaga litbang.
Gambar 3.9 Teknologi home purifier water berbasis membran dan bahan hollow fibre
3.
Teknologi pigmen besi oksida dari pasir besi Industri cat dan coating salah satu dari beberapa industri strategis di Indonesia. Posisinya sangat menentukan ketahanan dari infrastruktur bangsa Indonesia. Hampir sebagian besar bangunan, kerangka baja, menara, jembatan, dan gedung-gedung pencakar langit membutuhkan cat dan teknologi coating untuk memproteksi pengaruh iklim dan cuaca untuk menghindari terjadinya korosi dini dan penghancuran karena organisme perusak. Korosi merupakan salah satu permasalahan penting pada kerusakan material logam. Kerusakan tersebut dapat berdampak pada peningkatan biaya penggantian material yang jika tidak diantisipasi akan menyebabkan kerugian. Bahkan, kondisi Iklim Indonesia adalah promotor yang baik untuk terjadinya proses korosi,
40
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
sehingga perlu adanya langkah pencegahan berupa penyempurnaan proses fabrikasi logam ataupun perlindungan logam dari lingkungan. Cara pelindungan korosi yang banyak digunakan saat ini adalah teknik pelapisan logam dengan cat. Lapisan tersebut akan melindungi logam dari lingkungan sekitar sehingga akan meminimalisir penyebab korosi. Karena mudah dan murahnya proteksi dengan menggunakan lapisan cat maka orang-orang mulai berlomba-lomba untuk meneliti dan mengembangkan teknologi cat, mulai dari mencari bahan baku terbaik, teknologi proses dan cara mengaplikasiannya. Dalam hal proteksi korosi dengan teknologi cat, Indonesia memiliki potensi pasir besi yang jumlahnya banyak dan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pigmen iron oxide. Pigmen iron oxide ini nantinya akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan cat primer sebagai cat anti korosi. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI (sintesis) dan Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN (pengujian) bersama mengembangkan pigmen red iron oxide (besi oksida merah) dengan hasil penelitian dibandingkan dengan produk impor ternyata memiliki performance lebih baik. Sehingga hasil inovasi diadopsi dan akan dikembangkan skala pabrik oleh PT Sigma Utama, anak perusahaan BUMN PT. PUSRI Tbk. Dampak Teknologi Pigmen Besi Oksida dari Pasir Besi yaitu tercukupinya kebutuhan industri terhadap cat dan coating dengan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk sejenis di pasaran.
41
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.10 Hasil sintesis pigmen red iron oxide buatan Indonesia dan Pabrik Cat PT Sigma Utama sebagai off-taker inovasi pigmen red iron oxide
4.
Teknologi brown coal Brown coal adalah batubara muda yang berwarna kecoklat-coklatan, memiliki kadar air sekitar 30%, dan berkalori rendah (4000-5000 kcal/kg). Batubara kategori ini tidak dapat dijual sebagai batubara komersial, karena kadar kalori yang terlalu rendah dan umumnya kadar airnya tinggi. Dalam kegiatan tambang, brown coal umumnya dianggap sebagai hasil ikutan yang tidak bernilai komersial, dan tidak menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, tapi justru mengakibatkan biaya tambahan, karena brown coal memerlukan tempat stockpiling di areal tambang, dan seringkali harus dipindahpindahkan, termasuk saat reklamasi lahan tambang harus dilakukan. Oleh karena itu, PT Baramulti Suguh Sentosa sebagai perusahaan penambangan batubara membutuhkan inovasi untuk memberikan nilai tambah brown coal. Inovasi pemanfaatan brown coal yang merupakan hasil ikutan dalam operasi tambang ini perlu dilakukan agar brown coal dapat dijadikan produk yang dapat dijual oleh perusahaan. Keberhasilan pemnfaatan teknologi ini, selain memberikan pendapatan bagi perusahaan juga diharapkan sekaligus bisa membebaskan areal stockpile brown coal dari kawasan pertambangan, serta mengurangi biaya perusahaan dalam operasi produksi dan reklamasi tambang,
42
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Penggunaan tanur terowongan (tunnel kiln), dikombinasikan dengan “saggar box” yang merupakan inovasi CV. Asri Keramik untuk aplikasi pengolahan brown coal yang menghasilkan produk karbon, sejauh ini belum dikenal di dunia industri. Tunnel kiln dengan temperatur tinggi pada umumnya digunakan di industri keramik saniter di mana benda kerja keramik yang diproses volumenya cukup besar dan berat, sehingga pembakaran dengan menggunakan ban berjalan/conveyor tidak dimungkinkan. Karakteristik yang sama diperlukan dalam pembakaran batubara, sehingga aplikasi tunnel kiln dinilai cocok untuk pengolahan brown coal. Pemakaian saggar box dalam tunnel kiln keramik dimaksudkan untuk melindungi produk saat pembakaran sehingga tidak terjadi benturan atau kontak langsung dengan api dalam proses pembakaran.
Selain itu dengan perancangan saggar box yang
dimodifikasi, ternyata dapat pula menghasilkan sifat pembakaran reduksi yang miskin oksigen (pirolitik) yang diperlukan dalam pengolahan brown coal menjadi produk karbon, yang biasanya memerlukan proses pembakaran dalam reaktor vakum yang relatif mahal. Berdasarkan hal-hal di atas, tunnel kiln dikombinasikan dengan saggar box berpotensi menjadi teknologi unggulan dalam pengolahan produk karbon dari brown coal karena: •
Teknologi tunnel kiln memerlukan investasi yang relatif murah dibandingkan dengan pengolahan standar industri, untuk kapasitas yang sama.
•
Teknologi tunnel kiln memiliki komponen yang bergerak yang sangat sedikit, sehingga hemat energi, selain juga hemat dalam perawatan.
•
Teknologi tunnel kiln dapat memanfaatkan bahan bakar batubara yang jauh lebih murah untuk proses pembakaran.
Dampak teknologi brown coal meliputi tercukupinya kebutuhan bahan bakar dan energi masyarakat dengan harga relatif lebih murah dibandingkan dengan produk batubara di pasaran serta munculnya industri baru berbasis teknologi.
43
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.11 Produk turunan brown coal memiliki nilai tambah
3.3.3.2. Masyarakat Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat bertujuan agar teknologi yang telah dihasilkan lembaga litbang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, baik secara ekonomis maupun sosial sehingga kesejahteraan meningkat. Pencapaian indikator kinerja pada tahun 2011 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat adalah: Tabel 3.8 Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat tahun 2011 No.
Teknologi
Daerah
Outcome
1.
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid, Pandansimo
Bantul, Daerah Termanfaatkannya teknologi pemIstimewa Yogyakarta bangkit listrik tenaga hybrid untuk peningkatan nilai tambah kemandirian masyarakat sekitar Pandansimo
2.
Teknologi Perangkat Lunak Berbasisi OSS
Mataram, NTB
Termanfaatkannya teknologi perangkat lunak berbasis open source
44
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Pencapaian indikator kinerja pada tahun 2012 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri adalah: Tabel 3.9 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun 2012 No.
Teknologi
Daerah
1.
Teknologi Banyumulek NTB pengembangan kawasan peternakan terpadu
2.
Teknologi alternatif untuk mengatasi kesulitan air di Tepus, Gunung Kidul
Outcome Terciptanya peternakan sapi terpadu skala menengah berbasis bibit sapi unggul hasil penerapan iptek
Tepus, Gunung Kidul Termanfaatkannya teknologi DIY sistem pengangkatan air tenaga surya untuk mengatasi masalah kekurangan air di masyarakat
Pencapaian indikator kinerja pada tahun 2013 terkait dengan pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri adalah: Tabel 3.10 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional di Masyarakat Tahun 2013 No.
Teknologi
Daerah
Outcome
1.
Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi
Kabupaten Bandung Peningkatan produktivitas padi, Barat (Soreang) sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani
2.
Teknologi pipanisasi air Bayan, Lombok bersih Utara
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan peningkatan kuliatas hidup
3
Teknologi inseminasi buatan (IB) pada kambing
Kabupaten Lumajang, Jatim
Peningkatan kualitas ternak, ekonomi masyarakat meningkat dan peningkatan pendapatan masyarakat
4
Teknologi penerangan jalan umum solar cell
Masago, Bone, Sulawesi Selatan
Peningkatan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat
1. Teknologi IPAT-BO untuk tanaman padi Teknologi
IPAT-BO
(Intensifikasi
Padi Aerob
Terkendali
–
Berbasis
Organik)
dikembangkan sejak tahun 2007 oleh tim peneliti Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran bekerjasama dengan Kementerian Riset dan Teknologi. IPAT-BO adalah teknologi hemat air dan sistem peningkatan produksi untuk pemulihan kesehatan lahan sawah holistik berbasis input lokal yang hemat bibit, air dan pupuk
45
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
anorganik dengan menitikberatkan pada manajemen kekuatan biologis tanah (soil biological power) tanaman, tata air dan pemupukan secara terpadu (by design). IPAT-BO merupakan teknologi yang mampu memulihkan kesehatan (remediation of paddy soils health) dan meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan signifikan. Penggunaan kompos jerami beragen hayati dan konsorsium pupuk hayati berbasis sumber daya lokal. Teknologi hemat air (IPAT-BO) mampu memulihkan kesehatan lahan dalam waktu yang relatif singkat (sekitar 3 tahun) dan meningkatkan produktivitas padi setidak-tidaknya 25% dibandingkan dengan teknik konvensional dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik setidak-tidaknya sekitar 25 – 50 % serta mengurangi penggunaan air irigasi sekitar 30 – 40%. Keunggulan Adopsi IPAT-BO dengan memanfaatkan jerami (kompos jerami) : a) Mampu meningkatkan hasil produksi padi. Pada lahan sawah yang relatif baik (produksi 6-8 t/ha) kenaikan produksi berkisar 50-100% sedangkan pada lahan yang kurang subur (produksi 3-5 t/ha) kenaikan produksi mencapai 100–200%. Kenaikan hasil tersebut berkaitan langsung dengan meningkatnya zona perakaran hingga 4-10 kali, jumlah anakan bermalai hingga 60-80 malai/rumpun, panjang malai 25-35 cm dan jumlah gabah 150-250 butir/malai serta meningkatnya keanekaragaman biota tanah (biodiversity) yang menguntungkan (beneficial organism in soils) dalam kondisi aerob.
b) Hemat air (hanya 25 - 35% dari sawah konvensional), hemat bibit (20–25%), hemat pupuk anorganik.
c) Hemat pestisida (masalah hama keong dapat dikendalikan dengan mudah). d) Panen lebih awal sekitar 7-10 hari. e) Perubahan ekologis lahan sawah tergenang (anaerob) menjadi tidak tergenang (aerob). Pertanaman dengan sistem aerob (lembab hingga macak-macak) menghasilkan sistem perakaran paling tidak sekitar 3-4 kali lebih besar dibandingkan dengan sistem tergenang. Sehingga, potensi hasil padi dapat meningkat menjadi 3x lipat (15-25 t/ha).
f) Hasil lapangan memperlihatkan bahwa padi memiliki potensi untuk menghasilkan anakan yang sangat banyak. Jumlah anakan bergantung pada jarak tanam dan jumlah bibit yang ditanam. Dengan jarak tanam lebar dan pasokan nutrisi yang baik didukung oleh sistem tata air dan udara, padi dapat memanfaatkan sinar matahari secara optimum dan mampu menghasilkan 80 – 100 anakan per rumpun, sedangkan dengan sistem
46
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
tanam biasa hanya menghasilkan 20 – 30 anakan/rumpun. Dengan demikian teknologi tersebut dapat menghasilkan 4x lebih banyak.
Gambar 3.12 Padi varietas Ciherang dengan IPAT-BO
Gambar 3.13 Panen padi dengan IPAT-BO 2. Teknologi pipanisasi air bersih Di sebagian besar kawasan timur Indonesia, masalah yang dihadapi masyarakat adalah sulitnya air bersih, lokasi dusun di perbukitan, jalan tanah sering longsor, letak dusun yang terpencil dan masyarakat bermata pencaharian utama petani. Dusun Otak Lendang Kabupaten Lombok Utara adalah salah satu contohnya. Sejak 5 tahun terakhir warga di dusun yang memiliki sekitar 150 KK ini telah mengalami kesulitan air bersih. Melalui kegiatan Penyediaan Air Masyarakat Dengan Sistim Pipanisasi untuk Dusun Otak Lendang Desa Akar Akar Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, diharapkan masyarakat dusun dapat terbantu dalam penyediaan air bersih sehingga masyarakat dapat melakukan aktifitas untuk peningkatan kesejahteraan keluarga di masa mendatang. Kementerian Ristek telah menetapkan Lembaga Penelitian Universitas Mataram sebagai mitra dalam pelaksanaan kegiatan ini, karena pada tahun sebelumnya telah memiliki pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan serupa. Dengan adanya peran perguruan tinggi, diharapkan adanya pembinaan yang berkelanjutan untuk kegiatan ini.
47
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Perguruan tinggi dalam hal ini Universitas Mataram melalui Lembaga Penelitian Universitas Mataram bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum, Pemukiman dan Sarana Wilayah Kabupaten Lombok Utara menjalankan kegiatan ini. Di tingkat lapangan, tim bekerja sama dengan pihak Dusun Otak Lendang Desa Akar-akar Kabupaten Lombok Utara. Kegiatan ini sangat disambut baik oleh masyarakat Dusun Otak Lendang karena sangat membantu mereka dalam penyediaan air bersih di tingkat rumah tangga yang dapat langsung diambil dari kran air di halaman rumahnya. Sebelumnya masyarakat dusun ini harus mengambil air dari titik-titik penampungan yang cukup jauh dari rumah mereka masingmasing. Dengan adanya kegiatan pipanisasi ini masyarakat tidak hanya mendapatkan air bersih dari segi kualitas air tetapi juga kuantititas air yang dapat tersedia sepanjang hari dan sepanjang tahun di rumah masing-masing warga. Manfaat secara makro adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat karena sejak adanya air di rumah masing-masing warga masyarakat dapat melakukan kegiatan MCK (Mandi Cuci Kakus) dengan lebih baik. Pada gilirannya adalah meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di dusun tersebut. Manfaat lainya adalah penghematan biaya, setelah teknologi ini diterapkan maka tujuannya adalah untuk memfasilitasi solusi yang hemat biaya dan berkelanjutan, yang memberi manfaat bagi sebanyak mungkin orang dan dapat dipelihara dengan mudah hingga bertahuntahun ke depan.
Gambar 3.14 Teknologi Pipanisasi Air Bersih
48
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.15 Sosialisasi Teknologi Pipanisasi Air Bersih di Lombok Utara
3. Teknologi inseminasi buatan (IB) pada kambing Teknologi IB pada kambing adalah program peningkatan kualitas ternak kambing dimana dihasilkan kualitas ternak yang lebih tinggi dan dagingnya lebih bermutu. Teknologi ini merupakan hasil kerja sama dengan dinas peternakan setempat. Dalam menjalankan program ini, Kementerian Riset dan Teknologi bekerja sama dengan beberapa instansi, yaitu di Kabupaten Karawang Jawa Barat dengan Dinas Peternakan Kabupaten Karawang, Kabupaten Agam dengan Universitas Andalas, Kabupaten Blitar dengan Universitas Brawijaya dan Dinas Peternakan, Kabupaten Cilacap dengan Pemerintah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Kediri dengan Dinas Peternakan Kabupaten. Program IB dilaksanakan dalam rangka mendorong peningkatan populasi hewan ternak khususnya kambing dengan kualitas yang unggul. Penerapan inseminasi buatan diharapkan dapat menambah ekonomi masyarakat melalui ternak yang berkualitas tinggi, juga dari susu yang dihasilkan. Tentu teknologi IB harus didukung dengan ketelatenan peternak. Oleh karena itu program yang dilakukan saat ini merupakan program stimulan sehingga harapannya peternak semakin rajin, teliti dan telaten dalam melaksanakan teknologi IB ini. Teknologi IB digunakan agar proses kawin pada ternak tidak menunggu secara alami dengan ternak jantan tetapi ternak jantan digantikan dengan memasukkan straw (semen) kepada ternak betina. Memasukkan sprerma jantan oleh tenaga pelatih/peternak itulah seni dalam program teknologi IB tersebut. Karena disini dibutuhkan ketelitian peternakan untuk melihat munculnya birahi pada ternak betina. Jika ternak betina tidak birahi maka IB yang dilakukan akan mengalami kegagalan. Jika kondisi normal, kambing jantan dapat kawin 2 kali dalam
49
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
seminggu dengan 2 kambing betina, dengan teknologi IB 1 kali ejakulasi jantan dapat melayani 100 betina dengan waktu yang tidak terbatas. Di samping itu, hal-hal yang sangat menentukan keberhasilan teknologi IB adalah tingkat kebersihan kandang serta asupan pakan ternak. Delapan puluh persen keberhasilan beternak ditentukan oleh kebersihan kandang, karena ternak sangat rawan terhadap kuman penyakit kulit. Penyakit kulit ini sangat mudah datang dan cepat perkembangbiakannya sehingga jika tidak segera ditangani akan membahayakan ternak. Selain kebersihan kandang harus dijaga, juga dibutuhkan pengapuran dan penyiraman kandang. Jika sudah ada satu ternak yang terkena penyakit, maka harus segera diisolir agar tidak menular pada yang lain. Proses isolasi ini membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan kandang sendiri dan perawatan tersendiri. Simulasi IB diharapkan petani mengetahui proses IB dan tertarik untuk melakukannya. Dengan adanya subsidi bagi peternak atau biaya yang terjangkau dan akses yang terjangkau pula, diharapkan banyak peternak yang menggunakan teknologi IB. Agar program ini dapat berkesinambungan maka pendampingan dan pengarahan bagi petani tetap harus dimonitor oleh dinas peternakan walau saat ini tenaga lapangan sangat kurang.
Gambar 3.16 Sosialisasi Teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada Kambing
50
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
4. Teknologi penerangan jalan umum solar cell Energi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Hal ini mengingat energi merupakan salah satu faktor bagi terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahan energi semakin kompleks ketika kebutuhan yang meningkat akan energi untuk menopang pertumbuhan ekonominya justru membuat persediaan cadangan energi konvensional menjadi semakin sedikit. Kementerian Riset dan Teknologi concern terhadap riset dan pengembangan teknologi di bidang energi baru dan terbarukan. Penciptaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan diarahkan untuk mendukung kebijakan konservasi dan diversifikasi energi, serta memanfaatkan bauran energi berbasis sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Salah satu jenis energi terbarukan yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah solar cell. Solar cell merupakan pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Energi matahari sesungguhnya merupakan sumber energi yang paling menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan serta jumlahnya yang sangat besar. Matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energi di masa depan setelah berbagai sumber energi konvensional berkurang jumlahnya dan tidak ramah terhadap lingkungan hidup. Jumlah energi yang begitu besar yang dihasilkan dari sinar matahari membuat solar cell menjadi alternatif sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan. Solar cell juga memiliki kelebihan menjadi sumber energi yang praktis mengingat tidak membutuhkan transmisi karena dapat dipasang secara modular di setiap lokasi yang membutuhkan. Solar cell tidak memiliki akses suara seperti pada pembangkit tenaga angin serta dapat dipasang di mana saja karena hampir setiap lokasi di belahan dunia ini menerima sinar matahari. Bandingkan dengan pembangkit air (hydro) yang dapat dipasang hanya pada daerah-daerah dengan aliran air tertentu. Dengan berbagai keunggulannya maka tidak heran jika di beberapa negara teknologi solar cell sedang giat dikembangkan. Solar cell untuk penerangan jalan umum (PJU), merupakan bagian kecil dari pengembangan solar cell untuk pemenuhan akan energi di masyarakat. Kedepannya, dengan kebijakan bauran energi (energi mix) di Indonesia, porsi untuk energi terbarukan akan ditingkatkan dan penggunaan solar cell untuk PJU juga akan semakin meningkat. Penerapan teknologi solar cell salah satunya dilaksanakan di Kabupaten Bone dalam program Diseminasi Teknologi Spesifikasi Lokasi yang dilaksanakan oleh Kementerian
51
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Ristek tepat nya di Desa Masago, Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone. Keberadaan program ini sangat membantu suatu daerah khususnya bagi wilayah yang masih memiliki keterbatasan akses akan sumber energi, khususnya energi baru dan terbarukan. Selama ini, aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat di desa Masago, khususnya di malam hari tidak berjalan dengan baik dikarenakan tidak adanya penerangan jalan, di samping itu dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat dan tidak diimbangi oleh ketersediaan energi yang memadai, mengakibatkan kondisi kelistrikan di Desa Masago sering padam. Sehingga dengan adanya bantuan dari Kementerian Riset dan Teknologi berupa lampu PJU solar cell, menciptakan harapan baru yang diharapkan memberikan multiplayer effect bagi kemajuan masyarakat di Kabupaten Bone khususnya di Desa Masago. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi energi surya yang cukup besar dengan radiasi harian rata-rata 4,8 kWh/m2. Pemanfaatan energi surya di daerah pedesaan dapat berperan besar dalam rangka transformasi masyarakat pedesaan dan dapat dijadikan sebagai entry point untuk memacu kegiatan perekonomian masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan. Selain itu, akan mewujudkan ketahanan energi nasional yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendukung program pencegahan dampak perubahan iklim dengan melakukan diversifikasi energi untuk memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang dan guna mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. Penggunaan solar cell untuk PJU, memberikan keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan PJU yang berbasis energi konvensional. Keunggulan tersebut diantaranya, tidak memerlukan daya listrik PLN dan genset, murni 100% energi yang dihasilkan sinar matahari, masa pemakaian sangat lama dan maintanance mudah, cahaya yang dipancarkan sangat terang dan awet, lebih hemat biaya dan otomatis lampu menyala sendiri, komponen suku cadang PJU solar cell mudah diperoleh, daya lampu super kecil dan cahaya super terang, serta beberapa keunggulan lainnya. Penggunaan solar cell untuk PJU diharapkan dapat mendorong peningkatan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat di pedesaan khususnya di Desa Masago, Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone dan diharapkan menjadi bagian dalam mendorong program pemerintah dalam melaksanakan diversifikasi energi. Penggunaan teknologi solar cell untuk PJU perlu terus ditingkatkan baik dari segi kapasitas maupun luasannya, terutama untuk daerah yang akses terhadap listrik PLN masih terbatas. Dengan adanya teknologi solar cell untuk PJU diharapkan memberikan konstribusi positif
52
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
bagi kemajuan daerah.
Gambar 3.17 Teknologi Penerangan Jalan Umum Solar Cell Selain itu keuntungan dari teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Energi yang dihasilkan dari solar cell untuk packaging produksi kripik pisang.
Gambar 3.18 Pembuatan Kripik Pisang
53
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.19 Pemanfaatan energi yang berasal dari solar cell untuk proses pengemasan kripik pisang dan pembangunan panel surya yang menjadi pusat kegiatan masyarakat (Kabupaten Manggarai Barat)
3.3.3.3. National Security Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security (IKU 6), pada tahun 2013 ditargetkan 2 (dua) teknologi, terealisasi 2 (dua) teknologi atau tercapai 100 %. Keamanan nasional (national security) menurut Rancangan Undang-undang tentang Keamanan Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman. Keamanan nasional meliputi: (a) keamanan insani; (b) keamanan publik; (c) keamanan ke dalam; dan (d) keamanan ke luar. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan teknologi berperan sebagai salah satu alat bagi tercapainya keamanan nasional. Teknologi yang dimanfaatkan untuk national security meliputi teknologi yang dikembangkan untuk pertahanan dan kemanan (hankam), kecukupan pangan, dan pemenuhan energi; yang dapat memberikan perlindungan terhadap rakyat, kemudahan dalam mendapatkan pangan dan energi, pengurangan terhadap ketergantungan impor atau pihak asing.
54
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.11 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2011 No
Teknologi
Deskripsi
Outcome
1.
Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)
Penerapan teknologi PLTS dan PLTB di wilayah perbatasan dalam rangka pengembangan daerah perbatasan
Termanfaatkanya teknologi pembangkit listrik untuk meningkatkan nasionalisme wilayah perbatasan
2.
Teknologi KTP elektronik (e-KTP)
Penerapan hasil inovasi teknologi KTP elektronik untuk meningkatkan kemampuan industri nasional yang meliputi faktor humanware, infoware, hardware, software, netware dan orgaware.
Termanfaatkannya teknologi KTP elektronik untuk mendorong bergeraknya industri kreatif (software) serta penguasaan dan alih teknologi berkaitan dengan smart card.
Sedangkan capaian kinerja pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security pada tahun 2012 ditunjukkan pada Tabel 3.12. Tabel 3.12 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2012 No
Teknologi
Deskripsi
Outcome
1.
Teknologi Teknologi roket D-230 RX-1220 Roket Kendalai dengan diameter 122 mm, untuk Hankam berbahan bakar propelan seberat 23 kg, kecepatan terbang 2,7 Mach, dan jarak jangkau sekitar 24 km. Roket D-230 RX-2020 dengan diameter 200 mm, berbahan bakar propelan seberat 53,4 kg, dan jarak jangkau sekitar 36 km. Untuk pengembangan sistem elektronika dan kontrol, telah dilakukan pengembangan Bus Terminal Server RBU, Simulator Source Station, Software Interfacing, Software Firing Control RBU, Software Tactical Management ASW.
Adanya peningkatan kapasitas lembaga litbang nasional (Academic excellent), terwujudnya kemandirian nasional dalam teknologi strategis (Social Impact), serta meningkatnya TKDN dalam produk industri yang menguasai hajat hidup orang banyak dan Penghematan devisa dengan menurunnya impor teknologi (economic impact).
2.
Teknologi Mitigasi
Termanfaatkannya teknologi mitigasi bencana LEWS ini, data
Pemanfaatan teknologi Landslide Early Warning
55
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
No
Teknologi
Deskripsi
Bencana Banjir System (LEWS). LEWS memanfaatkan teknologi sensor yang digunakan untuk memonitoring aliran arus air sungai Katiak dan juga memonitoring pergerakan tanah bukit di Jorong Saskand. Data yang dikirimkan dari sensor yang telah terpasang baik di bukit maupun sungai dikirimkan setiap jam ke perangkat lunak yang terinstalasi di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Agam menggunakan jaringan GSM dalam bentuk SMS dan ditampilkan dalam bentuk grafik.
Outcome pergerakan arus sungai Katiak dan pergeseran tanah di bukitbukit Jorong Kaskand dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bencana longsor dan banjir bandang, sehingga dapat mengurangi korban jiwa dan kerugian material.
Sedangkan capaian kinerja pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security pada tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel 3.13. Tabel 3.13 Pemanfaatan Teknologi Hasil Litbang Nasional untuk National Security Tahun 2013 No
Teknologi
Deskripsi
Outcome
1.
Teknologi Open Pemanfaatan dan Source Software pengembangan OSS dalam 18 (OSS) (delapan belas) aplikasi egovernment. Keberhasilan ini menjadikan Kota Pekalongan memperoleh penghargaan dari Museum Record Indonesia (MURI) nomor 6161/R.MURI/X/2013, kategori instansi pengguna aplikasi OSS terbanyak.
Aspek ekonomi, menekan anggaran untuk pembelian proprietary software, Aspek national security, pada keamanan data dan kemandirian dalam pengembangan software, dan peningkatan ekonomi kreatif melalui pengembangan aplikasi oleh industri teknologi informasi lokal.
2.
Teknologi Proses Fixed Bed untuk Mendukung Desa Mandiri Energi
Pemenuhan energi secara mandiri dan pengurangan konsumsi energi fosil. Pemanfaatan biogas mampu menghemat komsumsi elpiji (satu keluarga setiap bulan konsumsi elpiji 3 kg antara 3-4 tabung). Biogas telah melayani 42 keluarga.
Fixed Bed reactor yang dibangun dengan sistem anaerobik tidak memerlukan lahan luas dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Menghasilkan gas methan sebagi sumber energi
56
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
1. Teknologi open source software (OSS) Open source software (OSS) menurut US Departement of Defense (DoD) adalah piranti lunak komputer yang tersedia beserta kode sumber (source code) yang dapat digunakan secara bebas baik itu untuk dipelajari, diubah, maupun didistribusikan ulang oleh pengguna perangkat lunak tersebut. 1 Pada umumnya, pengembangan perangkat open source dilakukan secara terbuka dan kolaboratif, misalnya sistem operasi BlankOn Linux. Tiga poin keunggulan OSS jika dibandingkan dengan closed/proprietary software yaitu pada aspek biaya (cost), penyesuaian dengan kebutuhan (customization), dan keamanan (security). Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan OSS terkait aspek biaya, yaitu menekan anggaran untuk pembelian proprietary software, serta peningkatan ekonomi kreatif sebagai melalui pengembangan aplikasi oleh industri teknologi informasi lokal. Kegiatan pendayagunaan OSS merupakan tindak lanjut dari deklarasi Indonesia! Go Open Source (IGOS) yang dicanangkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Kementerian Kehakiman dan HAM, serta Kementerian Pendidikan Nasional. Dalam kurun waktu 2010 - 2014, Deputi Pendayagunaan Iptek melaksanakan kegiatan Peningkatan Pemanfaatan dan Pengembangan Perangkat Lunak Berbasis "Open Source", bekerja sama dengan LPNK dan komunitas OSS. Berbeda dengan fokus kegiatan di tahun 2010 yaitu pendampingan terhadap pemerintah daerah untuk melakukan proses migrasi ke OSS, dan tahun 2011 monitoring dan evaluasi pilot project alih teknologi OSS, sejak tahun 2012 fokus kegiatan OSS terkait dengan fungsi OSS sebagai enabler terhadap pencapaian keamanan nasional (national security). Salah satu ruang lingkup national security adalah terciptanya keamanan publik. Keamanan publik adalah kondisi dinamis yang menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, terselenggaranya pelayanan, pengayoman masyarakat, dan penegakan hukum dalam rangka terciptanya keamanan nasional. Salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan keamanan publik adalah dengan cara pemanfaatan teknologi informasi untuk menunjang tugas pokok pemerintah, yang dikenal dengan e-government. Pada tahun 2013, kegiatan peningkatan pemanfaatan dan pengembangan perangkat lunak berbasis open source dititikberatkan pada pendayagunaan teknologi OSS untuk mendukung kegiatan egovernment. Melalui kegiatan ini, Deputi Pendayagunaan Iptek mendiseminasikan teknologi 1
http://mil-oss.org/learn-more/what-is-oss diakses tanggal 16 Oktober 2013 pukul 19.00
57
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
OSS untuk mendukung e-government melalui pembuatan model migrasi OSS dan pengidentifikasian daerah yang dapat menjadi percontohan bagi pemanfaatan OSS. Keberhasilan beberapa instansi pemerintah dalam mengimplementasikan OSS dinilai perlu diadopsi dan disosialisasikan kepada masyarakat. Kota Pekalongan sebagai salah satu instansi pemerintah daerah yang sukses menerapkan OSS, baik secara manjerial maupun teknis dalam menerapkan OSS untuk mendukung e-government.
Gambar 3.20 Manajemen Implementasi OSS Hal ini yang mendasari Kementerian Riset dan Teknologi memberikan penghargaan kepada Kota Pekalongan sebagai Kota Percontohan e-Government Berbasis OSS. Awal mula implementasi OSS di Kota Pekalongan adalah karena adanya razia software bajakan oleh aparat kepolisian terhadap warnet-warnet di wilayah tersebut. Hal ini mendorong pemerintah kota tergerak untuk mengembangkan OSS yang murah dan tak perlu lisensi sehingga warnet atau pun kantor pemda dan instansi lainnya bisa menggunakan software yang legal. Dalam pelaksanaan proses migrasi OSS, Pemerintah Kota Pekalongan memiliki masterplan pengembangan infrastruktur yang jelas, seperti tampak pada Gambar 3.21.
58
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.21 Masterplan migrasi OSS Kota Pekalongan Keseriusan Pemerintah Kota Pekalongan dalam pemanfaatan dan pengembangan OSS diwujudkan dengan prestasi sebagai pemda yang memiliki 18 (delapan belas) aplikasi egovernment berbasis OSS. Keberhasilan ini menjadikan Kota Pekalongan memperoleh penghargaan dari Museum Record Indonesia (MURI) nomor 6161/R.MURI/X/2013, kategori instansi pengguna aplikasi Open Source Software (OSS) terbanyak. Beberapa keuntungan yang dirasakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan setelah mengaplikasikan OSS antara lain: a) Penghematan anggaran sebesar Rp32 miliar karena tidak perlu membeli lisensi perangkat lunak berbayar. b) Kemandirian pemerintah daerah dalam mengembangkan teknologi informasi tanpa harus tergantung dengan vendor atau pihak ketiga serta kemandirian masyarakat karena aplikasi OSS yang digunakan merupakan free software hasil karya anak bangsa dan akan terus dikembangkan di Kota Pekalongan untuk pembuatan sistem administrasi daerah. c) Peningkatan kemampuan inovasi pengembang aplikasi melalui pengembangan beberapa aplikasi tambahan dari aplikasi yang telah digunakan. Sebagai contoh, aplikasi sistem informasi kependudukan surat keterangan tidak mampu, maka akan melahirkan aplikasi lainnya seperti Raskin (beras miskin) maupun Jamkesda (jaminan kesehatan daerah).
Hal ini secara tidak langsung, mempengaruhi
59
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
peningkatan daya saing bangsa. d) Peningkatan industri IT lokal untuk pengembangan aplikasi yang digunakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada permintaan dari Pemerintah Daerah lain untuk mengembangkan aplikasi e-goverment untuk daerah tersebut. Karena dengan penganugerahan Kota Pekalongan sebagai Kota Percontohan Pemanfaatan e-Goverment Berbasis OSS ini diharapkan dapat menjadi trigger untuk daerah lain untuk memanfaatkan OSS. e) Keamanan terjamin karena kode pemrograman yang terbuka sehingga bisa dipantau kode apa saja yang termuat dalam software tersebut dan pengguna lebih mudah untuk melakukan troubleshooting ketika ada permasalahan. Selain itu, permasalahan sistem crush, virus dan malware yang minim dijumpai karena mudahnya kostumisasi software sesuai kebutuhan. Selain Kota Pekalongan sebagai role model, entitas pemerintah lain yang menjadi obyek kunjungan lapangan untuk pengumpulan bahan pembanding (benchmark) adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan. Data-data yang diperoleh dari daerah-daerah ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembanding dalam menilai kondisi antar daerah yang berbeda, untuk bisa lebih memperlengkap sudut pandang. Model migrasi yang diaplikasikan oleh Kota Pekalongan diharapkan dapat dipergunakan oleh daerah lain sebagai acuan dalam melakukan pembangunan berbasis teknologi informasi dan sebagai dasar sekaligus referensi bagi kegiatan implementasi OSS khususnya di lingkungan pemerintahan. Keberhasilan Pemerintah Kota Pekalongan dalam menerapkan OSS ini juga disosialisasikan kepada masyarakat melalui penyelenggaraan rangkaian kegiatan Kota Pekalongan Sebagai Kota OSS yang terdiri dari Seminar Nasional eGovernment Berbasis OSS, Workshop dan Pemeran Penerapan OSS dan e-Commerce serta MURI Kota Pekalongan sebagai Kota Pengguna Aplikasi e-Gov Berbasis OSS Terbanyak. Dari hasil evaluasi terhadap kegiatan Peningkatan Pemanfaatan dan Pengembangan Perangkat Lunak Berbasis "Open Source" di tahun 2013 ini, ditemukan beberapa kendala terhadap pemanfaatan OSS, antara lain:
a) Kebiasaan menggunakan proprietary software, sehingga ketika diperkenalkan dengan teknologi baru timbul resistensi.
b) Keterbatasan SDM yang menguasai OSS.
60
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
c) Kurang kuatnya kesadaran dan dukungan pimpinan daerah untuk menerapkan software legal berbasis open source.
d) Kurang integrasi kebijakan pemerintah pusat terkait penerapan software legal berbasis open source.
Gambar 3.22 Kegiatan Implementasi Kebijakan Penerapan e-Goverment Berbasis OSS Keterangan Gambar: (a) Penyerahan rekor muri kepada Walikota Pekalongan untuk aplikasi berbasis OSS terbanyak, (b) Penyerahan model Implementasi Kebijakan Penerapan e-Goverment Berbasis OSS kepada pemda lain, (c) kegiatan workshop e-government berbasis OSS sebagai rangkaian kegiatan seminar nasional OSS Pemda 2. Teknologi proses fixed bed untuk mendukung desa mandiri energi Industri tahu yang berjumlah lebih kurang 84.000 unit usaha di seluruh Indonesia, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, cukup berperan signifikan dalam proses terjadinya emisi gas rumah kaca. Limbah cair yang diproduksi dari proses industrinya (sekitar 20 juta meter kubik per tahun) menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO 2 ekuivalen per tahun. Dan dari data keberadaan industri tersebut, 80% berlokasi di Jawa, sehingga emisi
61
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO 2 ekivalen per tahun. Konsumsi energi terus meningkat rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun terakhir. Dengan teknologi pengolahan limbah yang tepat, limbah tahu yang berdampak buruk terhadap lingkungan air, udara dan tanah tersebut, dapat diolah untuk menghasilkan energi alternatif gas methane yang dapat dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga. Adapun instalasi teknologi pengolahan limbah cair industri tahu (biogas) yang digunakan dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Metoda alat yang digunakan adalah metoda produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Metode GERIAP-UNEP dan Metode ”Goo House Keeping” (GHK). Sedangkan pilot proyek pengolah limbah cair industri tahu ini menggunakan model “Fixed Bed Reactor” dan dibangun dengan sistem anaerobik dengan pertimbangan tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Pada prinsipnya, limbah cair yang membahayakan lingkungan dikumpulkan dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat seperti makanan ikan, makanan ternak dan gas. Jaringan pipa pengumpul limbah, unit utama yang disebut digester, penampung gas (gas holder), trickling filter, jaringan sisa limbah olahan, kolam penampung air hasil proses, adalah bagian-bagian yang merupakan unsur pendukung sistem pengolah limbah ini. Setelah berhasil dengan percontohan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) yang dibangun oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas pada tahun 2010 di 2 (dua) kawasan sentra industri kecil tahu di Desa Kalisari dan di dusun Ciroyom, Kementerian Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Kementerian ESDM, BPPT, BATAN, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, kembali meluncurkan 3 (tiga) unit percontohan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan Produksi Energi Biogas yang dikenal dengan nama Biolita 1, 2 dan 3 yang bertempat di Purwokerto Kabupaten Banyumas, serta reaktor ke IV di Desa Kalisari atas prakarsa dari Pemda Kabupaten Banyumas bersama Pemprov Jateng. Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya dalam rangka memanfaatkan hasil-hasil riset, ilmu pengetahuan dan teknologi secara berkelanjutan khususnya terkait Peningkatan Teknologi Produksi Kedelai Dan Pengolahan Limbah Untuk Energi Biogas.
62
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Beberapa lingkup kegiatan yang akan dilakukan dengan adanya kerja sama ini diantaranya meliputi : 1) Penguatan kelembagaan, sumberdaya, jaringan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan produksi Kedelai; 2) Pendayagunaan dan pemanfaatan hasil riset Teknologi Ipal dalam produksi energi biogas dalam mendukung Program Nasional Desa Mandiri Energi (DME); 3) Penyediaan teknologi, pendampingan tenaga ahli dan peningkatan kapasitas dalam aplikasi produksi bersih dan pemanfaatan teknologi pengolahan limbah untuk produksi energi biogas; 4) Penyediaan teknologi dan pendampingan tenaga ahli dalam pemanfaatan varietas unggul kedelai; 5) Pengembangan sumberdaya manusia, penyediaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan produksi kedelai; dan 6) Pembentukan konsorsium pemanfaatan teknologi peningkatan produksi kedelai dan pengolahan limbah untukeEnergi biogas; serta 7) Penyediaan fasilitas pendukung guna meningkatkan produksi kedelai dan menciptakan lingkungan bersih untuk pemenuhan kebutuhan energi biogas. Keberhasilan penerapan hasil teknologi pertanian benih unggul kedelai, berkembangnnya inovasi sistem pengolah limbah dan penghasil biogas, telah mengantar Desa Kalisari, Banyumas, menuju Desa Mandiri Energi. Tahap lanjut kegiatan ini juga ditingkatkan dengan pembentukan "Konsorsium Pemanfaatan Teknologi Peningkatan Produksi Kedelai Dan Pengolahan Limbah Untuk Energi Biogas" yang melibatkan tujuh pihak yaitu Kementerian Ristek, Kementerian ESDM, BPPT, BATAN, UNSOED, Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Penerapan teknologi pengolahan limbah tahu yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Ristek dan BPPT selain berhasil menurunkan dampak negatif pengaruh limbah tahu terhadap lingkungan air, udara dan tanah, juga berhasil mengkonversi menjadi gas methane secara optimal sehingga bisa dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga. Tahun 2013 Biolita 1 berhasil mengolah limbah tahu dari 17 UKM dan dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga bagi 22 KK. Untuk Bioloita 2 telah berhasil mengolah limbah tahu dari 7 UKM dan dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga bagi 17 KK, demikian dengan Bioloita 3 telah berhasil mengolah limbah tahu dari 43 UKM dan dimanfaatkan untuk kompor gas rumah tangga bagi 48 KK. Pemanfaatan biogas mampu menghemat komsumsi elpiji, misalnya dalam satu keluarga setiap bulan komsumsi elpiji 3 kg antara 3-4 tabung. Pemanfaatan biogas tidak hanya untuk warga yang memiliki UKM tahu, tetapi juga keluarga yang tidak mampu. Pada tahun 2012
63
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
lalu, kapasitasnya mencapai 1,4 ton dengan limbah cair sebanyak 9.800 liter yang berasal dari 45 UKM tahu. Tahun 2013 biogas telah melayani 42 keluarga. Tetapi sebetulnya masih bisa melayani sampai 71 keluarga, berdasarkan penelitian dari BPPT dan Ristek. Pada tahun 2014 diharapkan reaktor tersebut bakal mengolah limbah tahu sebanyak 4,5 ton per hari yang berasal dari 148 perajin tahu. Dari hasil tersebut, setidaknya ada 200 rumah yang akan dilayani oleh biogas tersebut. Dengan mempertimbangkan potensi limbah cair organik tahu saja, nilai pengurangan emisi sudah cukup besar. Jika ditambah lagi dengan manfaat-manfaat signifikan lainnya, terutama aspek lingkungan yang hingga saat ini masih belum dimasukan ke dalam perhitungan ekonomi dari sebuah teknologi sejenis yang didiseminasikan untuk mengolah jenis limbah organik lainnya di Indonesia terutama limbah yang mengandung kadar organik tinggi seperti limbah gula, serta limbah cair dari industri minyak kelapa sawit, maka potensinya akan lebih besar lagi. Kedepannya, teknologi fixed bed reaktor akan menjadi teknologi yang prospektif di sektor energi dan lingkungan. Karena keberhasilan desa tersebut mengolah limbah tahu menjadi biogas dengan memanfaatkan instalasi pengembangan air limbah, Desa Kalisari dinobatkan sebagai Desa Mandiri Energi. Banyak instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Indonesia, tetapi hanya di Desa Kalisari merupakan salah satu yang terbesar, karena berada di satu tempat. IPAL di Desa Kalisari ini merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Berkaitan dengan kondisi tersebut, Kementerian Ristek akan mendampingi, dan jika nantinya ada teknologi terbaru tentu akan dicobakan lagi di Desa Kalisari. Kementerian Ristek juga akan terus mendorong pemanfaatan limbah-limbah seperti ini menjadi biogas. Ia mencontohkan di Banyumas tidak hanya limbah pembuatan tahu, tapi ada limbah tapioka.
Gambar 3.23 Pemanfaatan teknologi proses fixed bed mendukung desa mandiri energi
64
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.3.4 Aplikasi dan Alih Teknologi Hasil Riset Bidang Pertanian, Peternakan dan Perikanan Program agrotechnopark (ATP) bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan kering dan lahan rawa-rawa dengan penerapan teknologi pertanian, peternakan dan perikanan secara terpadu serta menyelenggarakan transfer teknologi bagi masyarakat guna mencetak sumber daya yang terampil dalam bidang agroteknologi dan agribisnis. Secara sederhana, kegiatan ATP yang dikembangkan ke depan diharapkan akan menjadi pusat alih teknologi dan pusat percontohan pertanian terpadu. Untuk mencapai hal tersebut maka kegiatan yang dilakukan diarahkan untuk meningkatkan alih teknologi kepada masyarakat yang layak teknis dan ekonomis serta ramah lingkungan, membangun kawasan percontohan yang dapat memfasilitasi upaya peningkatan produktivitas efisiensi dan nilai tambah komoditas produk pertanian melalui penerapan agro teknologi terpadu, meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terampil dan mandiri, dan menumbuhkan budaya iptek pertanian di kalangan generasi muda melalui agrotehnoedutourism. Sedangkan tujuan dari kegiatan ATP adalah untuk menyediaan paket teknologi dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan kering dan rawa-rawa, membangun kawasan yang mengintegrasikan teknologi pengembangan produk-produk pertanian, peternakan dan perikanan dengan program pengembangan sumber daya manusia serta menerapkan konsep teknologi pertanian yang terpadu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya.
1) Bidang Pertanian Satu dari kegiatan ATP adalah bidang pertanian di mana budidaya tanaman ATP merupakan kegiatan pertanian tanaman pangan yaitu tanaman jagung, kedelai, serta tanaman pangan penunjang seperti ubikayu dan pakan hijauan makanan ternak. Tanaman jagung yang berhasil ditanam pada tahun 2013 mencapai 30 Ha dengan produktivitas rerata 4,3 ton/ha jagung pipil kering. Hasil panen tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak baik untuk ternak unggas maupun ternak ruminansia. Penanaman jagung hibrida menerapakan teknologi pemakaian benih jagung hibrida nasional dan benih komposit galur harapan (hasil penelitian) di ATP, optimalisasi populasi per satuan luas (dengan jarak tanam 65 cm x 20 cm), pemupukan berimbang dengan dosis N : P : K sebesar 150 kg : 36 kg : 30 kg. Kegiataan budidaya ini berpola kemitraan dengan masyarakat/kelompok tani binaan ATP yang beranggotakan sekitar 23 petani.
65
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.24 Tanaman jagung hibrida di ATP 2013 Budidaya tanaman kedelai merupakan kegiatan penangkaran benih sebagai salah satu upaya penyediaan benih unggul bersertifikat kepada masyarakat. Varietas kedelai yang dihasilkan berasal dari hasil pemuliaan LPNK Batan yaitu varietas Rajabasa, Mitani, Mutiara. Varietas ini memiliki keunggulan antara lain tahan terhadap lahan cekaman masam, toleran terhadap penyakit hawar daun, serta berbiji sedang (13 gram per 100 butir) sedangkan varietas Mitani memiliki beberpa keunggulan diantaranya kandungan protein yang tinggi (40%) dan tahan terhadap penyakit karat daun.
Gambar 3.25 Penangkaran benih kedelai varietas Rajabasa Penangkaran dan uji adaptasi benih sorghum manis dilakukan di Bulan April 2013 dengan menggunakan 1 (satu) varietas mutan BATAN yaitu varietas Pahat, dan 2 (dua) galur harapan mutasi BATAN yaitu PATIR-1 dan PATIR-4. Dari hasil penangkaran tersebut didapatkan bahwa varietas Pahat memiliki potensi hasil malai tertinggi yaitu 30 ton per ha, dan PATIR-4 memerlukan uji adaptasi lanjut dikarenakan masih belum
66
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
seragamnya vigor tanaman.
(a)
(b)
(c) Gambar 3.26 Ujicoba Sorghum Hasil BATAN: (a) Galur PATIR-1, (b) Galur PATIR-4, (c) Varietas Pahat
2) Bidang Peternakan Bidang peternakan di ATP terdiri dari jenis ternak ruminansia (sapi dan kambing) dan jenis ternak unggas (itik dan ayam petelur). Kondisi peternakan sapi di ATP di tahun 2013 berusaha untuk mempertahankan aset ternak sapi. Bangsa ternak sapi yang dipelihara saat ini terdiri dari sapi Bali, sapi PO, dan brahman cros (BX). Komposisi jumlah ternak sapi per 30 Desember 2013 ditunjukkan pada Tabel 3.13.
67
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.14 Komposisi jumlah ternak sapi per 31 Desember 2013 Jenis Ternak
Jumlah (Ekor)
Ket
Indukan betina
68
Umur diatas 10 tahun
Indukan jantan
6
Umur 5-8 tahun
Anakan
14
Ternak yang diperbantukan ke petani (3 desa di 2 kabupaten)
22
Total Populasi
110
>1-2 tahun 2 Poktan Kab. Ogan Ilir, 1 Poktan Kab. Banyuasin
Gambar 3.27 Kondisi pembibitan dan peternakan sapi Pada tahun 2013, jumlah ternak yang lahir sejumlah 25 ekor, dan jumlah kematian ternak sapi selama tahun 2013 terdapat 18 ekor ternak. Rentannya kasus penyakit yang sering terjadi di ATP seperti bloat/kembung, malnutrisi, scabies/kurap, cacing hati (pasciola hepatica), paru-paru, distokia (sulit melahirkan), dan indukan mengalami prolapsus. Pada umumnya kematian sapi ini terjadi pada sapi indukan dan pada saat akan melahirkan anakan (terjadi prolapsus). Peristiwa tersebut diakibatkan gizi yang dibutuhkan/sarana produksi (obat dan vitamin) pada pemeliharaan sapi indukan yang terbatas dan peralatan kesehatan yang terbatas serta tidak adanya tenaga ahli kesehatan hewan. Pada ternak ruminansia kecil, jenis kambing yang dipelihara adalah jenis kambing boerawa dan kambing lokal, serta pejantan F1 boer. Pola pemeliharaan kambing dimitrakan dengan petani. Culling ternak kambing pada tahun 2013 sebesar 5 (lima) ekor, merupakan ternak pejantan yang sudah tua serta hasil anakan oleh petani mitra, sedangkan kematian ternak cukup tinggi khususnya kematian anakan sebanyak 10 ekor.
68
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Hal ini disebabkan karena induk kambing tidak mau menyusui anaknya dan lahir secara prematur. Pada ternak unggas, dilakukan kegiatan pemeliharaan ternak dengan formulasi pakan berdasarkan formulasi ransum dari BPPT, pada tahun 2013 ini kegiatan inseminasi tidak dilakukan dikarenakan indukan bebek banyak yang sudah tidak produktif dan afkir. Kegiatan pembesaran anakan (grower) difokuskan pada kegiatan ternak ayam di mana jika diperhitungkan nilai ekonomisnya lebih baik dibandingkan ternak itik.
Gambar 3.28 Kondisi pembibitan ayam petelur Populasi ternak itik pada tahun 2013 mencapai 1000 ekor, terdiri dari 800 ekor bibit itik, 200 ekor itik pejantan dan untuk pembesaran DOC/Day Old Chick sebanyak 1800 ekor, di mana 500 ekor diantaranya sudah menghasilkan telur ayam dan direncanakan di tahun 2014 akan dilakukan kegiatan penetasan ayam.
3) Bidang Perikanan Kegiatan perikanan tahun 2013 lebih fokus kepada pembenihan ikan nila. Induk yang digunakan merupakan hasil persilangan berbeda lokasi yaitu jantan asal BBAT Sukamandi dengan betina seleksian dari ATP3. Hal ini bertujuan untuk menghindari inbreeding. Jumlah induk yang digunakan sebanyak 9 (sembilan) paket (900 ekor jantan : 2700 ekor betina). Pemijahan dilakukan secara massal dalam kolam permanen. Larva yang dikeluarkan oleh induk betina diambil setiap 2 jam sekali dan direndam dengan hormon methyltestosteron produksi BATAN. Perendaman ini bertujuan untuk menjadikan benih berkelamin jantan tunggal, karena ikan berkelamin jantan pertumbuhannya lebih
69
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
cepat dibandingkan ikan betina. Benih dipelihara dalam hapa hijau ukuran 3 x 4 m sampai ukuran 1-2 cm selama minggu, 3-5 cm selama 4 minggu dan 4-6 cm selama 5 minggu. Setelah mencapai ukuran di atas benih diambil oleh petani daerah Kayu Agung (Kab. OKU Sumsel), Kota Palembang, Kota Prabumulih, Kota Muara Enim, Desa Pemulutan kabupaten Indralaya, Lampung dan Pematang Panggang. Benih-benih yang dihasilkan belum dapat memenuhi jumlah permintaan dari petani tersebut, sehingga ke depan, produksi benih nila dalam jumlah yang banyak masih berpeluang sangat besar.
4) Bidang Diseminasi Teknologi a) Bidang penelitian dan pendidikan Kegiatan penelitian yang dilaksanakan di ATP difokuskan pada kegiatan pertanian, peternakan, dan perikanan. Ketiga bidang kegiatan ini meliputi juga kegiatan
biocyclofarming.
Penelitian
terkait
dengan
bidang
pertanian,
peternakan, dan perikanan dengan melibatkan mahasiswa S1, S2, dan S3. Pada setiap penelitian tersebut menghasilkan rekomendasi baik yang diperuntukkan bagi kepentingan ATP sendiri maupun bagi masyarakat luas. Kegiatan produksi benih kedelai tetap dilaksanakan dengan varietas benih kedelai BATAN (Rajabasa, Mitani dan Mutiara I) dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan benih kedelai masyarakat di Sumatera Selatan. Di tahun 2013 juga dilakukan uji adaptasi dan penangkaran benih tanaman sorghum manis hasil mutasi dari LPNK PATIR BATAN. Percobaan reproduksi dan inseminasi buatan pada sapi Bali dan sapi PO dengan melakukan sperma sexing, dilakukan atas kerjasama dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir dan BPTU (Balai Penelitian Ternak Unggul) Sembawa Sumatera Selatan. Dari hasil percobaan ternyata sapi Bali lebih produktif dari sapi PO dan nilai ekonomis sapi Bali sangat kompetitif. Di bidang perikanan, aplikasi hasil penelitian dan pengembangan metode pembenihan ikan nila, pendederan dan pemeliharaan bibit ikan nila secara kontinu masih berdasarkan pada rekomendasi peneliti LIPI yang merupakan hasil penelitian yang terbukti di tahun-tahun sebelumnya. Pemanfaatan teknologi
70
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
dengan menggunakan hormon Methil Testosteron (MT) dari BATAN, sangat membantu dalam pembesaran bibit ikan nila sehingga mempercepat fase panen bibit. Kegiatan praktikum mahasiswa, dilaksanakan terjadwal setiap hari Jumat dan Sabtu. Kunjungan mahasiswa untuk kegiatan lapangan dilayani oleh beberapa orang pegawai ATP yang ditugaskan untuk itu. Beberapa mata kuliah, misalnya Dasar-dasar Agronomi, Produksi Tanaman Semusim, Mekanisasi Pertanian, Klimatologi Pertanian, Perikanan, terjadwal setiap semester. Jumlah mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini, bervariasi paada setiap mata kuliah yang berkisar antara 40 – > 100 an orang. Kegiatan praktikum tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa Unsri, tetapi juga oleh mahasiswa perguruan tinggi swasta di Sumatera Selatan, seperti Universitas IBA dan Universitas Tridinanti.
Gambar 3.29 Siswa magang Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Peternakan
b) Kegiatan pelatihan Tahun 2013, ATP menyelenggarakan pelatihan pertanian terpadu dengan melibatkan bidang pertanian dan peternakan secara simultan. Tahun 2013 ini, ATP melaksanakan beberapa pelatihan bidang pertanian dan peternakan. Beberapa kegiatan pelatihan bidang pertanian pada tahun 2013 berkisar pada pertanian terpadu berbasis penangkaran benih bersertifikat, pengolahan limbah untuk media jamur dan pakan awetan ternak sapi, dengan peserta berasal beberapa kabupaten kota di Sumatera Selatan. Kegiatan ini bekerjasama dengan
71
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Universitas Sriwijaya. Pelatihan dan pengawalan teknologi budidaya pertanian untuk tanaman jagung dan kedelai juga merupakan kegiatan rutin yang dilakukan terutama untuk petani sekitar ATP.
Gambar 3.30 Kegiatan Pelatihan oleh ATP
3.3.5 Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP IPTEK) merupakan science center di Indonesia yang beroperasi sejak tahun 1991. PP IPTEK menjadi tempat bagi generasi muda untuk mengembangkan inovasi dan kreasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Jumlah penduduk Indonesia yang padat dan tersebar di 33 provinsi, menjadikan dasar pemikiran bagi pembangunan pusat peragaan iptek di daerah, guna memberikan keleluasaan bagi generasi muda dan masyarakat dalam mengenal dan mempelajari iptek. Guna mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan informasi iptek, diharapkan di setiap daerah minimal terdapat 1 (satu) buah pusat peragaan iptek. Pembangunan pusat peragaan iptek daerah dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2010, dengan target terbentuknya 4 (empat) model pusat peragaan iptek daerah hingga tahun 2014. Kementerian Riset dan Teknologi melalui Program Pembudayaan Iptek bekerjasama dengan PP IPTEK merintis pendirian pusat peragaan iptek di daerah melaui kegiatan Science for All yang dikemas dalam bentuk peragaan iptek keliling, focus group discussion (FGD), workshop dan pelatihan terkait pengelolaan pusat peragaan iptek guna memberikan dorongan mulai beroperasinya galeri pusat peragaan iptek daerah.
72
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Capaian pendirian pusat peragaan iptek sampai dengan tahun 2013, selain PP IPTEK di Jakarta, pusat peragaan iptek juga sudah dibangun dan beroperasi di daerah, di bawah pembinaan Kementerian Riset dan Teknologi dan PP IPTEK, meliputi: 1. Graha Teknologi Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan 2. Sun Dial, Kota Baru Parahiyangan, Padalarang, Bandung, Jawa Barat 3. Taman Pintar, Jogyakarta 4. Iptek Center, Sawah Lunto, Sumatera Barat 5. Galeri Iptek Mpu Tantular, Sidoarjo, Jawa Timur 6. Jatim Park, Malang, Jawa Timur 7. Kura-kura Ocean Park, Jepara, Jawa Tengah 8. Kendari Science Center Pusat Peragaan Iptek Daerah yang menjadi target perintisan pada tahun 2013 adalah: 1. Pontianak, Kalimantan Barat 2. Medan, Sumatra Utara 3. Bengkulu Target terbentuknya 4 (empat) model science center dari Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2013, yaitu:
1) Terbentuknya model small science center di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Perintisan science center di Pontianak ditandai dengan adanya pelatihan pengelolaan science center guna mempersiapkan tenaga-tenaga profesional untuk mengelola dan mengembangkan science center di daerah tersebut. Kegiatan pelatihan dilaksanakan pada tanggal 27 – 30 Desember 2013, di mana pengelola science center direkrut dari kalangan guru IPA SD, SMP, SMA dan mahasiswa dengan background sains dan teknik. Materi pelatihan terdiri dari :
a) PP IPTEK dan rintisan science center daerah b) Pengelolaan sumberdaya manusia science center c) Pengelolaan keuangan science center d) Pengembangan dan perawatan galeri alat peraga e) Operasional program dan pengelolaan kepemanduan Small science center di Pontianak akan dilakukan soft launching pada tahun 2014 dan grand launching pada tahun 2015 dengan target Science Center Pontianak telah menempati lokasi untuk Model Center Medium Science.
73
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
2) Model pusat peragaan IPTEK yang menjadi capaian Kementerian Riset dan Teknologi ke-2 yaitu berdirinya small science center di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Pusat Peragaan Iptek Banjar Baru atau disebut Science Center Banjarbaru merupakan wahana pembelajaran iptek ke-9 yang berdiri di Indonesia dan telah menjadi anggota Asosiasi Science Center Indonesia (ASCI). Soft launching telah dilaksanakan pada tahun 2013 dan grand launching akan dilaksanakan pada tahun 2015 dengan target science center telah menempati lokasi untuk Model Medium Science Center. Dengan nama Ruang Iptek, lokasi ada di dalam lingkungan Museum Lambung Mangkurat Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan. Lokasi ini dipilih karena lokasinya yang representatif dan strategis, sehingga mudah dijangkau pelajar dan masyarakat umum. Diharapkan, science center ini mampu menarik minat para pelajar di kota Banjarbaru maupun di kota-kota sekitar Banjarbaru. Museum Lambung Mangkurat merupakan lokasi sementara karena Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sudah menganggarkan pembuatan master plan tahun 2014 dan diharapkan pada tahun 2015 sudah terbangun gedung khusus untuk science center di lokasi kawasan perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Gambar 3.31 Science center Banjarbaru
74
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tahap berikutnya, pihak Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Selatan akan terus mengawal perkembangan science center di Banjarbaru, khususnya dalam rencana pembangunan sebuah science center di kawasan perkantoran dan bisnis seperti yang telah disampaikan oleh Gubernur Kalimantan Selatan. Sedangkan Kementerian Riset dan Teknologi melalui Pusat Peragaan IPTEK akan terus memberikan pendampingan dalam proses pengelolaan science center Banjarbaru.
3) Model Pusat Peragaan IPTEK didaerah ke-3 adalah terbentuknya model small sceince center di Medan, Sumatra Utara. Fasilitas ruang sudah disediakan oleh Balitbang hanya 5 X 7m2 dengan 15 unit alat peraga yang sudah ada, namun kedepannya akan di usahakan ruangan yang lebih besar yaitu di Museum Negeri Medan, dengan luas bangunan sekitar 1000m2 dan lahan 1500m2, kepastian lokasinya akan ditentukan dalam waktu dekat.
Gambar 3.32 Small science center Medan
4) Model Pusat Peragaan IPTEK daerah yang menjadi target ke-4 Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2013 adalah Bengkulu. Bengkulu telah menetapkan akan mendirikan science center daerah, dengan tersusunnya plan science master center dengan nama Taman Pendidikan. Lokasi science center sedang dalam tahap pembahasan, namun diperkirakan akan membutuhkan lahan seluas 4.5 Ha. Secara detail masterplan Taman Pendidikan Bengkulu telah dipersiapkan. Diskusi serta pendekatanpendekatan birokrasi telah dilakukan oleh Kementerian Ristek dengan melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak terkait. Keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam realisasi pembangunan Taman Pendidikan Bengkulu, namun demikian ditargetkan pada tahun 2015 ini akan dilaksanakan soft launching.
75
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.33 Penyerahan alat peraga kepada Taman Pendidikan
3.3.6 Laporan Hasil Evaluasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pendayagunaan Iptek Evaluasi terhadap kebijakan diantaranya dilaksanakan melalui validasi konfirmasi bahan rumusan rekomendasi kebijakan yang meliputi : 1. Identifikasi permasalahan iptek di masyarakat 2. Faktor penentu pendayagunaan iptek dimasyarakat 3. Faktor penentu pendayagunaan iptek di masyarakat 4. Strategi peningkatan kapasitas masyarakat 5. Strategi peningkatan kapabilitas inovasi masyarakat 6. Strategi peningkatan sinergi keberlanjutan pemanfaatan teknologi Kelompok masyarakat yang dijadikan sampel untuk dimintakan pendapatnya dalam pelaksanaan evaluasi adalah pemuka masyarakat, mahasiswa yang tergabung dalam Tim KKN Yogyakarta, dosen, pemerintah daerah dan swasta. Sebagian besar menyetujui usulan rekomendasi kebijakan dengan beberapa penekanan sebagai berikut: 1. Seluruh kelompok menyetujui dukungan keberlanjutan sinergi pemanfaatan teknologi menjadi hal yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah untuk menekan terjadinya program pemberdayaan iptek masyarakat yang mangkrak. 2. Pola Fasilitasi-Asistensi pemberdayaan masyarakat perlu diintensifkan secara terus menerus, disamping hal ini berguna untuk menjadikan masyarakat semakin paham juga bertujuan untuk membangun motivasi masyarakat dalam berinovasi karena penyebab
76
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
mangkraknya program pemberdayaan iptek masyarakat sejauh ini salah satunya adalah pola fasilitasi-asistensi terhenti. 3. Pengembangan kapasitas masyarakat dalam mengelola kebutuhan inovasi dapat dilakukan dengan memberi akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat pada sumbersumber informasi, diantaranya memperkenalkan penggunaan internet untuk mencari pengetahuan tambahan berkenaan dengan kebutuhan inovasi. 4. Penguatan ketersediaan layanan teknologi - help desk tetap diperlukan dalam upaya memberi informasi berupa bimbingan yang bersifat instan. Berikut adalah gambaran tingkat harapan masyarakat terhadap dukungan intervensi pemerintah didalam peningkatan program pemberdayaan iptek masyarakat:
Gambar 3.34 Tingkat harapan masyarakat terhadap dukungan intervensi pemerintah didalam peningkatan program pemberdayaan iptek masyarakat
Evaluasi kegiatan lain yang dilaksanakan oleh tim Kedeputian Pendayagunaan Iptek adalah
77
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
dengan mengadakan pertemuan yang ditujukan untuk konfirmasi kegiatan yang dilaksanakan di ATP : 1. Harapan yang diinginkan meliputi peningkatan potensi masyarakat dengan memberikan pendampingan baik dalam pengelolaan permodalan dan pelatihan. Pengelolaan konsumen pasar di mana produksi di akhir dapat dimanfaatkan masyarakat. 2. Peningkatan peran penyuluh sangat diperlukan, dari aspek mediator, bagaimana memberdayakan masyarakat, dan siapa yang yang bertanggung jawab. Permasalahan lainnya adalah belum adanya penyesuaian musim pertanian dengan pencairan anggaran. 3. Perlunya kegiatan pengawalan dan pendampingan dari mulai hulu sampai hilir, sampai ke tingkat pemasarannya. Perlunya juga teknologi penciptaan kearifan lokal. 4. Perlunya management ABG dan Komunitas – Academic, Bisnis, Government and Communities. Perlunya penghargaan terhadap paten dan pendampingan tidak hanya pada awal pekerjaan tetapi pendampingan sampai pemasaran. 5. Perlunya koordinasi dengan kementerian lain, bekerjasama dengan perguruan tinggi, kelompok-kelompok tani atau swasta yang mengelola CSR misalnya pabrik pupuk Sriwijaya terkait dengan bantuan pupuk bagi petani.
Gambar 3.35 Diskusi dengan ATP
78
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.4
Kegiatan Kajian Pendukung
3.4.1 Rekomendasi Kebijakan Analisis Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Lembaga Litbang Pemerintah Inovasi teknologi itu harus memiliki arah, strategi, dan agenda yang dibutuhkan oleh Indonesia dan yang diperlukan oleh dunia, sehingga diperlukan identifikasi challenges and problems yang dihadapi bangsa Indonesia dan masyarakat sedunia. Oleh karenanya, diperoleh Iptek yang bisa berkontribusi, bisa memberikan solusi atas masalah-masalah tersebut. Sistem Inovasi Nasional merupakan sebuah konsep tentang penataan jejaring yang kondusif di antara para pelaku lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada suatu sistem yang kolektif dalam penciptaan (creation), penyebaran (diffusion), dan penggunaan (utilization) ilmu pengetahuan (knowledge) untuk pencapai inovasi. Dalam Renstra Kementerian Ristek 2010 – 2014 telah disebutkan bahwa visi Ristek dalam pembangunan Iptek 2010 – 2014 adalah “Iptek untuk Kesejahteraan dan Kemajuan Peradaban”. Sesuai dengan program prioritas nasional, iptek untuk kesejahteraan berarti kemajuan iptek harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa saat ini. Karena itu diperlukan pendayagunaan iptek di seluruh pemangku kepentingan, termasuk institusi pemerintah. Disinyalir tidak semua hasil litbang dapat digunakan oleh pengguna, tidak semua hasil litbang yang digunakan oleh pemerintah berasal dari lembag litbang dalam negeri. Untuk mendapatkan keyakinan dari sinyalemen tersebut akan dilakukan analisis pendayagunaan dan kebutuhan iptek Lembaga Pemerintah Kementerian yang berasal dari Lembaga Litbang Kementerian sendiri. Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan analisis pendayagunaan dan kebutuhan iptek institusi di lingkungan Kementerian untuk mengetahui adopsi iptek yang dihasilkan Lembaga Litbang Kementerian oleh Lembaga Pemerintah Kementerian ( LPK). Selain itu juga dalam rangka menyusun rekomendasi kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek Lembaga Litbang Kementerian. Mengacu pada hasil kajian ini, terdapat beberapa rekomendasi kebijakan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yaitu:
a) Meningkatkan perannya dalam koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset dan teknologi Koordinasi diperlukan agar penyedia memahami spesifikasi kebutuhan pengguna produk iptek. Sementara dari sisi pengguna produk iptek, koordinasi diperlukan agar pengguna produk iptek dapat memperoleh informasi tentang
79
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
dukungan iptek apa saja yang dapat diberikan oleh penyedia, penyedia mana yang memiliki kapasitas untuk menghasilkan produk iptek tertentu, dan penyedia mana yang harus dihubungi untuk mendapatkan produk iptek tertentu
b) Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program iptek dalam pendayagunaan iptek di instansi pemerintah. Peningkatan pendayagunaan iptek di instansi pemerintah merupakan muara dari berbagai upaya penguatan kelembagaan, sumber daya, dan jaringan iptek, serta peningkatan relevansi produk iptek dengan kebutuhan pengguna.
c) Mendorong harmonisasi antara pembuat kebijakan dengan lembaga implementatif. Diperlukan adanya mekanisme komunikasi dan dan pembagian tugas secara jelas terkaitpemenuhan kebutuhan produk iptek yang bersifat lintas sektor dan lintas instansi
d) Mendorong pemahaman mengenai pentingnya pembuatan kebijakan berdasarkan hasil riset (research-based policy). Kebijakan yang tepat sasaran dan berdasarkan pada kebutuhandapat meningkatkan pemanfaatan hasil balitbang kementerian dan pemerintah provinsi
e) Meningkatkan koordinasi antara keasdepan dan kedeputian di dalam Kementerian Riset dan Teknologi Keasdepan pendayagunaan iptek instansi pemerintah tidak dapat berdiri sendiri tanpa pondasi koordinasi di antara para pemangku kepentingandi dalam Kementerian Ristek sendiri, dengan pendayagunaan iptek di sektor lainnya, penguatan kelembagaan, sumber daya, jaringan, dan peningkatan relevansi produk iptek yang dihasilkan oleh pelaku riset/penyedia produk iptek Hasil kajian ini juga merekomendasikan penyusunan atau perubahan kebijakan terkait kegiatan riset dan teknologi. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya berpusat pada Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek), namun juga yang dapat dilakukan masing-masing kementerian maupun pemerintah provinsi yang dianalisis dalam kajian ini. Rekomendasi untuk kementerian dan pemerintah provinsi terkait adalah sebagai berikut: a) Kementerian Pertanian: Meneruskan program pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan internal kementerian dan juga kebutuhan di bidang pertanian secara nasional, serta memperluas jejaring kerjasama pendayagunaan iptek dengan Kementerian lain, pemerintah-pemerintah provinsi, akademisi, maupun pihak swasta. b) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral:Memperluas pendayagunaan hasil iptek balitbang Kementerian ESDM tidak hanya untuk Kementerian ESDM saja, melainkan
80
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
juga untuk kementerian lainnya dan pemerintah-pemerintah provinsi. c) Kementerian Komunikasi dan Informatika: Meningkatkan kapasitas Balitbang Kementerian Kominfo agar tidak hanya menyediakan rekomendasi kebijakan, melainkan juga dapat menghasilkan produk iptek terapan yang langsung bisa diaplikasikan, serta memperluas jejaring kerjasama pemenuhan kebutuhan iptek tidak hanya dengan instansi pemerintah lainnya, tetapi juga dengan unsurakademisi dan swasta d) Kementerian
Perhubungan
:
Meningkatkan
kapasitas
Balitbang
Kementerian
Perhubungan agar tidak hanya menyediakan rekomendasi kebijakan, tetapi juga dapat menghasilkan product application, serta merintis kerjasama pemenuhan kebutuhan iptek dengan instansi pemerintah lainnya, akademisi, dan swasta. Perlu diperhatikan juga bahwa transportasi yang merupakan bidang iptek yang paling sering dibahas di media nasional, menuntut peran Kementerian Perhubungan dalam mendukung segala hal yang terkait dengan iptek di bidang transportasi e) Kementerian Pekerjaan Umum: Meneruskan program pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan internal Kementerian dan juga kebutuhan di bidang infrastruktur secara nasional, serta memperluas jejaring kerjasama pendayagunaan iptek dengan kementerian lain, pemerintah-pemerintah provinsi, kademisi, maupun pihak swasta. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa pentingnya infrastruktur dalam perkembangan iptek dan perekonomian nasional jugamenuntut peran sentral Kementerian PU dalam memberikan dukungan infrastruktur untuk pihak-pihak lainnya secara nasional. f) Kementerian Pertahanan: Meneruskan program pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan internal Kementerian sebagai singlebuyer, serta memperluas jejaring kerjasama pendayagunaan iptek dengan kementerian lain, pemerintah-pemerintah provinsi, akademisi, maupun pihak swasta, tentunya dengan selalu mengutamakan kepentingan nasional g) Pemerintah Provinsi Jawa Timur: Meningkatkan peran Balitbangda untuk melakukan riset kebijakan untuk peningkatan pelayanan publik berbasis academic research, peningkatan daya saing, dan riset teknologi tinggi, tidak hanya pada level riset terapan yang sebenarnya cukup dapat dilakukan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) terkait.
81
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Output: 1 (satu) rekomendasi kebijakan Outcome: -
Optimalisasi peran lembaga litbang pemerintah yang berorientasi pada pengguna
-
Peningkatan efisiensi sinergi lembaga litbang pemerintah sebagai penghasil iptek dan pemerintah sebagai pengguna
Tindak Lanjut Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek lembaga litbang Dokumentasi kegiatan:
Gambar 3.36 Foto pelaksanaan rapat dan FGD dalam rangka pelaksanaan kajian pendayagunaan dan kebutuhan iptek lembaga litbang pemerintah
3.4.2 Rekomendasi Model Kebijakan Peningkatan Kapasitas Pendayagunaan Iptek Masyarakat Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu masalah tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung makna adanya masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan positif tertentu dan kecenderungan-kecenderungan yang dipersepsikan sebagai memiliki nilai potensial yang signifikan (Hogwood dan Gunn, 1996). Dipahami seperti itu, maka isu bisa jadi merupakan kebijakan-kebijakan alternatif (alternative policies). atau suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan baru, atau
82
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
kesadaran suatu kelompok mengenai kebijakan tertentu yang dianggap bermanfaat bagi mereka (Alford dan Friedland, 1990: 104). Singkatnya, timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik atau "perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu situasi problematik yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu. Di dalam proses pendayagunaan Iptek masyarakat didasarkan pada pentingnya aliran pendayagunaan Iptek di masyarakat dalam perkembangan pembangunan SINas dan SIDa. Aliran ini merupakan alir pemanfaatan hasil litbangyasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan daerah. Proses aliran pendayagunaan iptek masyarakat diharapkan berkelanjutan yang ditandai dengan selalu terpenuhinya kebutuhan masyarakat seiring dengan semakin tingginya angka pemanfaatan hasil litbangyasa. Aliran pendayagunaan Iptek masyarakat dibutuhkan untuk menjaga arus informasi dari sisi pengguna Iptek dan arus Iptek dari sisi penyedia Iptek. Titik fokus pendayagunaan Iptek masyarakat dimaksudkan untuk memetakan perkembangan aliran tersebut, menyusun arah pengembangan, mengidentifikasi mekanisme transfer dan mengembangkan langkah dan tahapan diseminasi Iptek ke masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan kajian, penelitian, dan survei dengan lingkup kegiatan sebagai berikut :(1) Melakukan pemetaan kebutuhan Iptek masyarakat melalui kegiatan identifikasi kebutuhan iptek masyarakat. (2) Melakukan Survey lapangan yang menjadi lokus dari penelitian, (3) Melakukan analisis potensi penguasaan dan pengembangan inovasi masyarakat di daerah, (4) Mengembangkan model-model kebutuhan transfer Iptek dan kebutuhan diseminasi untuk masyarakat, dan (5) Mengembangkan strategi pembelajaran Iptek sesuai kondisi masyarakat. Kegiatan
kajian
pendayagunaan
iptek
masyarakat
dimaksudkan
untuk
memetakan
perkembangan dan kebutuhan Iptek masyarakat sebagai basis penyusunan model penguasaan dan pengembangan, penguatan mekanisme transfer serta strategi promosi dan diseminasi Iptek ke masyarakat. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan kajian pendayagunaan iptek masyarakat ini antara lain (1) memetakan perkembangan kebutuhan Iptek di masyarakat yang di dalamnya terkait dengan kapasitas kelembagaan masyarakat, sumber daya, kapasitas jaringan antar aktor inovasi di masyarakat, (2) mengidentifikasi arah pengembangan dan langkah penguasaan iptek di masyarakat, (3) mengembangkan mekanisme transfer teknologi dalam pemanfaatan hasil litbangyasa, serta (4) meningkatkan langkah diseminasi Iptek masyarakat. Keempat tujuan kegiatan dimaksud adalah merupakan rangkaian fokus langkah pendayagunaan
83
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Iptek di Masyarakat. Rangkaiannya diharapkan dapat berkesinambungan sehingga keberlanjutan pendayagunaan Iptek dapat terwujud. Timbulnya perubahan teknologi dan perubahan masyarakat, sebagai contoh, peralatan tradisional masih dipergunakan oleh masyarakat agraris di sebagian besar wilayah negeri kita sampai hari ini. Hanya sebagian sangat kecil saja kegiatan agraris yang mulai beranjak ke bidang industri. Penggunaan low technology sedikit demi sedikit harus diubah ke arah high technology, meskipun perubahan itu akan mempunyai dampak terhadap kegiatan sosial dan budaya masyarakat. Dalam agenda riset nasionalnya, RRC menekankan mendesaknya penggantian alat-alat pertanian tradisional ke yang lebih modern. Ini adalah langkah awal yang juga sebaiknya dilakukan di negeri kita agar perubahan itu terjadi tanpa menimbulkan dampak yang menggoyahkan sendi-sendi masyarakat. Penggunaan peralatan pertanian modern akan memacu perkembangan industri pertanian selain juga menanamkan pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap tuntutan masyarakat industri. Dalam keadaan yang serupa itulah industri dalam bidang apa pun kemudian bisa berkembang wajar sesuai dengan pemahaman dan penerimaan masyarakat. Hal serupa terjadi juga pada bidang non-agraris. Masyarakat Indonesia yang jamak terdiri atas kelompok-kelompok yang telah mengembangkan berbagai jenis kegiatan, mulai pertanian sampai dengan pelayanan. Dalam semua bidang itu dituntut perubahan dari low technology ke high technology. Hanya dengan perubahan seperti yang telah diuraikan dalam sub-bab sebelumnya itu, masyarakat dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Kepentingan untuk mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maju (academic oriented development) serta kepentingan pengembangan teknologi untuk pemerataan kesejahteraaan umum (consumer oriented development) juga perlu mendapatkan perhatian secara berimbang agar lebih banyak penduduk yang dapat mengambil bagian secara menguntungkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula perjuangan untuk memperoleh pengakuan kesetaraan sebagai bangsa yang berdaulat dalam pergaulan internasional dan kesejahteraan penduduk dapat dicapai secara bersamaan. Mengingat kenyataan tersebut, kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan dalam 2 kategori, yaitu penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research). Penelitian dasar dimaksudkan untuk memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
84
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
maju yang tidak mungkin lagi dihindarkan pengaruhnya terhadap dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Untuk dapat mengambil bagian dalam kesetaraan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maju tidak boleh berhenti dan dibatasi untuk menghindarkan ketergantungan yang berlebihan kalau tidak dikatakan berada di bawah bayangbayang negara adidaya yang cenderung memasung kemampuan bangsa dalam hal ini. Mengingat keterbatasan dana, sarana dan sumber daya manusia, penelitian dasar ini harus medapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah guna merangsang semangat dan pengabdian mereka yang terpanggil untuk mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk keperluan termaksud. Di samping dana dan sarana, tidak kalah pentingnya, penghargaan resmi dari negara sebagai perangsang. Sementara itu, penelitian terapan harus dilaksanakan untuk memacu penemuan dan rekayasa peralatan dan teknologi baru yang diperlukan untuk menjamin peningkatan efisiensi dan produktivitas kinerja serta kemungkinannya untuk diterapkan sesuai dengan kesiapan sosialbudaya masyarakat Indonesia untuk beranjak dari masyarakat agraris yang berkeseimbangan (equilibrious society) – lewat pasar – menuju masyarakat industri yang berkesenjangan (disequilibrious society). Adapun penelitian terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu mendapatkan perhatian khusus terutama di bidang produksi, transportasi dan komunikasi yang pada gilirannya diharapkan akan mampu memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sektor kehidupan masyarakat dan kebudayaan lainnya. Penelitian teknologi terapan itu juga meliputi penelitian sosial dan budaya untuk mengantisipasi perubahan sosial dan perkembangan kebudayaan yang mengikuti perkembangan masyarakat industri yang dipicu oleh penerapan teknologi maju yang mengubah sistem produksi utama dan pola-pola interaksi sosial pada umumnya. Penelitian dasar dan penelitian terapan ini tidak baik untuk dipertentangkan, tetapi seyogyanya dilihat sebagai satu kesatuan. Negara berkembang, termasuk Indonesia, pada umumnya relatif masih miskin teknologi hasil pengembangan sendiri. Kebanyakan teknologi yang aktif di masyarakat adalah hasil import dari masyarakat lain atau bangsa lain yang dibawa secara perorangan atau terorganisasi oleh suatu badan usaha sebagai bagian dari proses difusi teknologi. Dari perspektif pemberi teknologi, importasi teknologi sering dianggap identik dengan transfer teknologi, karena masyarakat pengimport telah mengunakan teknologi tersebut dalam proses nilai tambah yang dilakukannya. Namun dari perspektif masyarakat yang mengadopsi teknologi asing, teknologi yang diimportnya dapat menginduksi tiga macam proses sosial yaitu transfer teknologi (transfer of technology), mengoperasikan teknologi (operation of technology) dan mengkonsumsi teknologi
85
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
(consumption of technology). Transfer of technology. Transfer teknologi adalah lebih dari sekadar mengimpor suatu teknologi, tetapi termasuk mereproduksi teknologi tersebut secara domestik yang selanjutnya dapat menginduksi terjadinya proses pengembangan teknologi tersebut menjadi berbagai teknologi baru. Sebagai ilustrasi dari transfer teknologi adalah importasi teknologi mesiu (gun powder) dari Cina ke Eropa pada Abad Pertengahan. Teknologi mesiu kemudian telah memicu pengembangan senjata api laras pendek dan panjang serta meriam. Kemudian pengintegrasian meriam tersebut dengan kompas dan centerpost rudder, keduanya juga teknologi yang diimport dari Timur, dan teknologi struktur kapal yang sementara itu telah berkembang secara lokal, maka terciptalah teknologi kapal perang yang memungkinkan pelayaran mengelilingi dunia dengan cara memotong samudera tanpa harus menyusuri pantai benua. Lahirnya teknologi kapal perang tersebut kemudian menjadi awal dari supremasi angkatan laut bangsa Inggris dalam penguasaan seluruh samudera dan lautan di dunia ini untuk waktu yang cukup lama. Jadi dalam transfer teknologi maka teknologi yang diimport masyarakat dapat memicu proses sosial dalam mengembangkan lebih lanjut teknologi tersebut menjadi teknologi baru untuk memenuhi berbagai kebutuhan lain masyarakat tersebut. Operation of technology. Dalam kategori Operation of technology terjadi import teknologi dari masyarakat lain yang dipergunakan untuk proses nilai tambah oleh masyarakat pengimpornya, namun masyarakat tersebut karena satu dan lain hal tidak atau belum mengembangkan teknologi import tersebut menjadi teknologi lain. Sebagai contoh dapat ditinjau mobil atau alat transportasi modern lainnya seperti kereta api, kapal laut dan pesawat terbang. Di banyak negara berbagai alat transportasi tersebut tidak diproduksi secara domestik namun banyak dipergunakan dalam berbagai proses nilai tambah masyarakat antara lain sebagai jasa angkutan. Consumption of Technology. Dalam kasus konsumsi teknologi, maka teknologi import langsung dinikmati masyarakat pengimport untuk kesenangan dirinya atau mungkin demi kesehatan jiwanya, namun teknologi tersebut merupakan teknologi buntu (dead end technology) yang sulit dikembangkan lebih lanjut. Hal ini banyak terjadi dengan consumer electronics yang berupa hardware seperti TV, radio, game machines, sound system dan lain Barang tersebut dioperasikan masyarakat
sebagainya.
secara langsung untuk memenuhi kebutuhan
pribadi tanpa menghasilkan nilai tambah yang berarti. Ketiga proses sosial di atas, masing-masing memiliki kegunaan (merits) dalam pengembangan mobilitas keatas suatu masyarakat, namun penguasaan anatomi berbagai teknologi import dapat
86
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
memberikan basis bagi kebijakan yang efektif dalam pengembangan teknologi secara penuh ataupun parsial. Konsep alih atau transfer teknologi dipahami secara berbeda-beda, seperti juga konsep kemampuan teknologi. Santikar (1981) menunjukkan bahwa ada empat macam konsep alih teknologi, dimana masing-masing konsep membutuhkan kemampuan teknologi dan pendalaman teknologi yang berbeda-beda. Keempat konsep alih teknologi tersebut adalah: a) Alih teknologi secara geografis. Konsep ini menganggap alih teknologi telah terjadi jika teknologi tersebut telah dapat digunakan di tempat yang baru, sedangkan sumbersumber masukan sama sekali tidak diperhatikan. b) Alih teknologi kepada tenaga kerja lokal. Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika tenaga kerja lokal sudah mampu menangani teknologi impor dengan efisien, yaitu jika mereka telah dapat menjalankan mesin-mesin, menyiapkan skema masukan-keluaran, dan merencanakan penjualan. c) Transmisi atau difusi teknologi. Dalam konsep ini, alih teknologi terjadi jika teknologi menyebar ke unit-unit produktif lokal lainnya. Hal ini dapat terjadi melalui program sub-contracting atau usaha-usaha diseminasi lainnya. d) Pengembangan dan adaptasi teknologi. Dalam konsep ini, alih teknologi baru terjadi jika
tenaga
kerja
lokal
yang telah memahami
teknologi
tersebut
mulai
mengadaptasinya untuk kebutuhan-kebutuhan spesifik setempat ataupun dapat memodifikasinya untuk berbagai kebutuhan. Pada kasus-kasus tertentu yang dianggap berhasil, tenaga kerja lokal dapat mengembangkan teknik-teknik baru berdasarkan teknologi impor tadi. Berdasarkan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan teknologi masyarakat mencapai taraf optimal, jika alih teknologi sudah sampai pada konsep yang keempat, yang dikenal dengan istilah reverse engineering. Untuk kasus-kasus negara berkembang, seperti Indonesia, dengan menyadari adanya berbagai keterbatasan maka alih teknologi dapat dikatakan berhasil jika konsep yang ketiga bisa dicapai, yaitu adanya transmisi atau difusi teknologi. Jika dilihat prosesnya, alih teknologi dapat dilihat sebagai suatu proses yang dimulai sejak dari kontak awal penerima dengan pemilik teknologi; dilanjutkan dengan negosiasi terutama untuk mengatasi berbagai hambatan yang disebabkan oleh perbedaan sosial budaya antara pemilik dan penerima teknologi; kemudian tahap implementasi; serta proses umpan balik dan pertukaran yang terjadi terus-menerus, sampai hubungan antara pemilik dan penerima
87
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
teknologi baru terputus. Dalam laporan kegiatan PERISKOP (Proyek Evaluasi Riset Sains dan Teknologi untuk Pembangunan) 2000-2002 menyebutkan 3 model transfer teknologi yang biasa terjadi di daerah, yaitu grassroots model, network model dan dirigist model. Salah satu persoalan utama dalam pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya lokal adalah kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan atau menerapkan teknologi/iptek. Umumnya didalam kegiatan perekonomian nasional, yang memanfaatkan sumberdaya lokal adalah dunia usaha tradisional, yang berskala kecil dan menengah. Kelompok usaha ini sebagian besar memiliki akses lemah terhadap iptek. Konsekuensinya, usaha mereka belum mampu untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, serta ragam produk yang dihasilkan untuk memenuhi standar pasar global. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa iptek belum secara optimal dimanfaatkan dalam kegiatan perekonomian masyarakat, khususnya pada sektor usaha tradisional berskala kecil dan menengah termasuk usaha-usaha yang dilakukan IKM/UKM. Salah satu faktor yang menjadi kendala adalah belum terfokusnya pemanfaatan dan penyebaran informasi (diseminasi) iptek pada sasarannya. Aspek penyebaran informasi/komunikasi memegang peranan penting untuk tercapainya proses adopsi iptek pada masyarakat. Proses adopsi tersebut terutama menyangkut pengemasan produk iptek yang berorientasi kebutuhan masyarakat konsumen; metode diseminasi yang digunakan; optimalisasi simpul-simpul Iptek. Hal-hal tersebut dilakukan masih dalam kapasitas terbatas oleh produsen iptek, yakni lembaga-lembaga penelitian (lemlitbang) dan perguruan tinggi. Guna melihat pemanfaatan iptek di masyarakat, terutama masyarakat IKM/UKM, dapat dirujuk proyek percontohan kebijakan penyebaran iptek di daerah yang telah menerima program iptekda. Namun demikian, pengaruh dari program tersebut sampai saat ini belum menunjukkan adanya peningkatan produktivitas yang berbasis pada pemanfaatan iptek secara optimal. Aspek lain yang perlu dikaji secara mendalam adalah peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk memperlancar arus komunikasi dan penyebaran informasi iptek (diseminasi), ternyata masih rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat kapabilitas lembaga tersebut kurang memadai; belum optimalnya dalam intensitas komunikasi pada proses pendampingan dan pembinaan program iptekda tersebut. Padahal pemerintah daerah dapat berperan dalam menentukan sarana dan prasarana melalui berbagai kebijakan yang dibuatnya untuk
88
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
menciptakan arus komunikasi yang memadai. Kendala lain dalam proses difusi inovasi iptek oleh masyarakat/IKM adalah: a) rendahnya tingkat kemampuan dan keterampilan SDM yang berperan dalam proses difusi inovasi tersebut, b) terbatasnya informasi pusat-pusat iptek akibat dari lemahnya pola dan jaringan komunikasi serta penyebarannya di masyarakat; dan c) sarana dan prasarana ynag diperlukan untuk mendukung proses diseminasi iptek belum memadai. Konsep Difusi Inovasi Teknologi. Teknologi sebagai ide baru dalam proses perubahan masyarakat, memegang peran
yang sangat penting. Teknologi adalah a design for
instrumental action that reduces the uncertainty in the cause Effect relationships involved in achieving a desired outcome (Rogers, 1983: 12). Slack (1984) menjelaskan bahwa A technology usually has both a hardware aspect (consisting of material or physical objects) and a software aspect (consisting of the information base for the hardware). Dalam mengadopsi suatu teknologi, suatu masyarakat harus mengalami beberapa tahapan. Rogers (1974) menyebutkan ada lima tahap, yaitu: a) Tahap awareness, yaitu tahap dimana sasaran dan atau target inovasi mulai menyadari tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh pihak luar (dalam kajian ini adalah lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah); b) Tahap interest, yakni tumbuhnya minat yang disertai dengan keinginan sasaran untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi tersebut; c) Tahap evaluation, yaitu penilaian masyarakat terhadap baik buruknya atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lengkap. Dalam tahap penilaian ini, masyarakat tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknis saja, tetapi juga terhadap aspek-aspek lainnya seperti ekonomi, social, budaya politis, kondisi local, dan sebagainya; d) Tahap trial, yakni masyarakat sasaran mulai mencoba inovasi tersebut pada skala kecil dengan tujuan untuk lebih menyakinkan penilaiannya, dan e) Tahap adoption, yakni menerima serta menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan dan atau diamatinya sendiri.
89
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Kecepatan adopsi teknologi pada masyarakat/IKM tergantung pada beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah sifat teknologinya sendiri, baik secara intrinsik (yang melekat pada teknologi itu sendiri) maupun secara ekstrinsik (yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan). Sifat instrinsik teknologi mencakup : a) informasi ilmiah baik yang melekat ataupun yang dilekatkan pada teknologi itu sendiri; b) nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan baik teknis, ekonomis, sosial budaya maupun politis yang melekat pada teknologi tersebut; c) tingkat kerumitan (kompleksitas) teknologi itu; d) tingkat kemudahan/kesukaran dikomunikasikannya teknologi tersebut; e) tingkat kemudahan dan atau kesukaran dalam hal diujicobakan (trialibility); dan f) tingkat kemudahan dan atau kesukaran teknologi itu diamati (observability). Adapun faktor ekstrinsik yang melekat pada teknologi itu antara lain: a) kesesuaian (compatibility) teknologi dengan lingkungan setempat, baik lingkungan fisik, sosial-budaya, politik dan kemampuan ekonomi masyarakatnya; dan b) tingkat keunggulan relatif dari teknologi yang ditawarkan, atau keunggulan lain yang dimiliki oleh teknologi itu dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada yang akan diperbaharui atau digantikannya, baik dalam hal keunggulan teknis (misalnya kecocokan dengan keadaan alam setempat, dan tingkat produktifitasnya), dalam hal ekonomis (misalnya besarnya biaya dan keuntungan yang akan diperoleh), juga dalam hal manfaat non-ekonomis serta dampak social, budaya dan politis yang ditimbulkannya. Yang kedua, tergantung pada sifat sasarannya. Menurut Rogers dan Shoemakers (1971) dalam suatu masyarakat dihipotesiskan terdapat lima kelompok yang beragam dalam kecepatannya untuk mengadopsi teknologi/inovasi (Mardikanto, 1991). Kelompok tersebut meliputi: 2,5% kelompok perintis (innovator), 13,5% kelompok pelopor (early adopter), 34% kelompok pengamat dini (early majority), 13,5% kelompok penganut lambat (late majority), dan 2,5% adalah kelompok orang-orang “kolot” (laggard). Berkaitan dengan kecepatan adopsi teknologi, Lionberger (1960) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang dalam mengadopsi inovasi/teknologi, yaitu: a) Luas bidang usaha, dimana semakin luas bidang usaha yang mereka garap, maka akan semakin cepat ia mengadopsi teknologi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan
90
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
ekonominya; b) Tingkat pendapatan, dimana semakin tinggi pendapatan seseorang, pada umumnya semakin cepat pula ia melakukan adopsi teknologi; c) Keberanian mengambil resiko, suatu teknologi yang diadopsi, pada awalnya penuh dengan resiko kegagalan. Hanya orang yang berani mengambil resiko yang akan cepat mengadopsi suatu inovasi; d) Usia, di mana semakin tua usia seseorang, pada umumnya akan semakin lamban dalam melakukan adopsi suatu inovasi. Ia sudah terbiasa dengan yang dilakukannya sehari-hari; e) Tingkat partisipasi seseorang dalam kelompok/organisasi diluar lingkungannya sendiri. Orang yang luas pergaulannya, yang tidak hanya melakukan kontak pribadi dilingkungannya sendiri, pada umumnya akan lebih inovatif jika dibandingkan dengan orang yang hanya bergerak dalam lingkungannya; f) Aktifitas mencari informasi dan ide-ide baru akan menentukan tingkat keinovatifan seseorang dalam mengadopsi teknologi. Semakin aktif akan semakin inovatif, demikian pula sebaliknya; g) Sumber informasi yang dimanfaatkan, seseorang juga berkaitan dengan tingkat keinovatifan seseorang. Semakin banyak sumber informasi yang diakses, maka ada kecenderungan akan semakin inovatif. Selain itu, sifat seseorang juga mempengaruhi kecepatannya dalam mengadopsi teknologi. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Dixon (1982) bahwa ada 10 faktor yang berpengaruh, yaitu: (1) prasangka interpersonal, (2) pandangan terhadap kondisi lingkungannya yang terbatas; (3) sikap terhadap penguasa; (4) sikap kekeluargaan; (5) fatalisme; (6) kelemahan aspirasi; (7) hanya berpikir untuk hari ini; (8) kosmopolitanisme; (9) kemampuan berpikir teknis, dan (10) tingkat kemajuan peradaban dimana orang itu berada. Aspek ketiga yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi teknologi adalah cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang atau masyarakat dalam menerima, menunda, atau menolak teknologi. Suatu teknologi yang diputuskan oleh individu atau pribadi akan lebih cepat daripada keputusan itu diambil bersama-sama (kelompok masyarakat). Aspek keempat berkaitan dengan saluran komunikasi yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan tingkat kerumitan teknologi itu sendiri. Teknologi yang sederhana, yang mudah dipahami akan dengan mudah dan jelas jika disampaikan melalui media massa. Namun jika
91
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
teknologi itu kompleks, perlu adanya pendidikan dan pelatihan terhadap masyarakat sasaran, dan komunikasi yang cocok adalah komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi secara langsung. Aspek kelima adalah keadaan penyampai teknologi, hal ini berkaitan dengan aktifitas yang dilakukan oleh produsen teknologi dalam hal mempromosikan teknologi tersebut. Aspek keenam adalah ragam sumber informasi. Setiap tahap adopsi teknologi membutuhkan strategi saluran komunikasi tertentu. Tahap menyadarkan, pada umumnya dapat menggunakan media massa, namun ketika sampai pada tahap mencoba, diperlukan paduan komunikasi (integrated communication) yang sistematis. Output : 1 (satu) rekomendasi kebijakan Outcome: Meningkatnya pemahaman pelaku iptek dan masyarakat dalam proses kegiatan diseminasi dan transfer teknologi Tindak Lanjut: Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek masyarakat
3.4.3 Rekomendasi Kebijakan Skema Industrialisasi PUNA Seperti telah diketahui, adopsi dan komersialisasi hasil riset saat ini masih terkendala. Penyebabnya bukan hanya hasil riset yang mungkin sulit diaplikasikan tetapi juga kesulitan "upscaling" karena keterbatasan dana, kapasitas dan kemauan industri dalam melakukannya. 2 Adopsi/alih teknologi pada dasarnya merupakan suatu proses di mana “teknologi” (dalam beragam “bentuk”) dialihkan dari penghasil (sumber) teknologi kepada pengguna teknologi. Alih teknologi terjadi jika teknologi/inovasi atau hasil litbang sebagai esensi “produk” yang dialihkan “diterima” atau “diadopsi” oleh pengguna (adopter). Sementara itu, “komersialisasi” teknologi atau hasil litbang (atau inovasi) merupakan upayaupaya (proses) yang dilakukan agar hasil litbang (atau inovasi) dapat memberikan keuntungan bisnis bagi (para) pelaku yang mengkomersilkannya (penyedia dan pengguna teknologi atau hasil litbang lainnya). Dengan demikian, komersialisasi teknologi/hasil litbang atau inovasi pada dasarnya merupakan suatu “bentuk khusus” dari alih teknologi. 2
http://sains.kompas.com/read/2013/11/19/2048427/.Upscaling.Jadi.Kendala.Komersialisasi.Hasil.Riset
92
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Komersialisasi hasil litbang dikenal juga dengan sebutan technology transfer, atau technology licensing, atau technology venture. Brooks (1966) dan Rubenstein (1976) di dalam Cohen (2004) mengartikan technology transfer sebagai “the process by which science and technology are diffused throughout human activity”. Definisi ini meliputi setiap kegiatan dimana pengetahuan secara sistematis dikembangkan oleh satu kelompok atau institusi, dan implementasinya dapat dilakukan sendiri atau oleh kelompok atau institusi lain. Dengan demikian pengertian technology transfer meliputi pengetahuan ilmiah yang bersifat dasar menjadi teknologi, atau adaptasi teknologi baru dalam penggunaan baru. Output: 1 (satu) model dan mekanisme komersialisasi Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Outcome: Percepatan pemanfaatan teknologi Pesawat Udara Nir Awak (PUNA). Tindak Lanjut: Rekomendasi Model Klaster Industri pesawat Nir Awak khususnya PUNA
3.4.4 Rekomendasi model (aplikasi) pendukung (e-pemasaran dan e-desain) untuk pengembangan model ekonomi Hasil kegiatan yang dilakukan Keasdepan Iptek Industri Strategis tahun 2013 dalam meningkatan industri ekonomi kreatif antara lain adalah : 1. Pengembangan Aplikasi e-Commerce (e-Pemasaran) dengan tema Pariwisata dgn mengambil lokus di Propinsi BALI : a) Tersedianya aplikasi mobile “TEMAN WISATA” berbasis spasial bertema Pariwsata dengan lokusnya Propinsi BALI b) Tersedianya aplikasi server yang diletakkan dalam server RISTEK 2. Workshop Pengembangan e-Design di Kalimantan Selatan a) Materi yang diajarkan : •
Pengenalan Motif Nusantara;
•
Fraktal pada Motif;
•
Fraktal Tenun dan Anyaman, mendalami sifat fraktal pada tenun dan anyaman;
93
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
•
Komputasi Fraktal Tenun dan Anyaman, panduan penggunaan software.
b) Software yang wajib ada : •
Browser Google Crome;
•
Java RE (Runtime Environment) 1.6;
•
Computable Document Format Player;
•
GIMP atau perangkat pemrosesan gambar lainnya.
•
Aplikasi Rasteria
c) Instruktur utama dan pengajar pelatihan dari Bandung Fe Institut d) Pelatihan kepada 30 peserta pengrajin yang terdiri dari : pengrajin Sasirangan / Arguci / Bordir dan pengrajin Rotan Banjarbaru e) Diadakan di Lab. Unit Pelaksana Teknis Univ. Lambung Mangkurat – Banjarbaru – Kalimantan Selatan, tanggal 06 – 08 Nopember 2013. 3. Seminar Nasional mendukung kegiatan Ekrea : •
Bertempat di Ruang Arimbawa All - Hotel ASTON BRAGA Bandung, 27 Nopember 2013.
•
Seminar Nasional adalah hasil kerjasama Kemenristek dengan PIDS ITB dan BIG, Kemenparekraf, Kemendagri dan Kemkominfo, disajikan dalam bentuk diskusi, tanya jawab serta presentasi dari para Narasumber.
•
Demo aplikasi mobile TEMAN WISATA oleh Komunitas – BlankOn
•
Demo aplikasi JELAJAH NUSA BALI – PIDS ITB
•
Peserta seminar juga datang dari LIPI, Dinas Pariwisata NTB dan NTT, ITB, UGM dan Komunitas TIK serta Media Lokal.
4. Demo Robot dan dukungan kegiatan HAKTEKNAS :
•
Pameran ROBOT dilapangan parkir teater Keong Mas TMII Jakarta pada tgl. 29 Agustus s/d 1 September 2013 dengan menampilkan robot2 yang didatangkan dari SMAN 28 Jakarta, SMAN 2 Depok, SMA Daar El Qolam Tangerang dan Juara II Lomba Robot di UDINUS Semarang
•
Pameran produk ponsel BANDROS
Output: 1 (satu) model (aplikasi) pendukung (e-Pemasaran dan e-Desain) untuk Pengembangan Model Ekonomi
94
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Outcome: Pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung ekonomi kreatif Tindak Lanjut: Pada tahun 2014, akan dilaksanakan diseminasi aplikasi e-Pemasaran dan e-Desain untuk mendukung peningkatan ekonomi masyarakat di Kalimantan Tengah
3.4.4 Rekomendasi Pengembangan Teknologi e-KTP Multi Aplikasi Pengembangan Industri Nasional Smart card mendapat perhatian Pemerintah, dengan dipicu oleh program e-KTP dengan sejumlah permasalahan/tantangan. Meskipun di tahap awal penerapan e-KTP, yang dimulai dengan uji petik di tahun 2006 di 6 Kabupaten/Kota dan kemudian penerapan sesungguhnya sejak tahun 2011 yang berlanjut sampai akhir 2013 ini, pemanfaaatan e-KTP masih difokuskan kepada penggunaan secara tunggal, yaitu hanya untuk keperluan administrasi kependudukan saja (Kementerian Dalam Negeri), namun dengan fitur yang dimilikinya sebagai smart card sesungguhnya e-KTP memiliki potensi penggunaan yang lebih luas yang mampu memberikan manfaat lebih banyak bagi pemegang kartu, dan tidak hanya kepada penerbit kartu atau pemerintah saja. Kegiatan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) Untuk Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola TA 2013 ini akan dikaji lebih dalam mengenai potensi pemanfaatan e-KTP secara lebih luas secara multiaplikasi, melalui berbagai studi yang dilakukan terhadap berbagai inisiatif pemanfaatan smart card di dalam dan di luar negeri. Juga dikaji rancangan multiaplikasi yang sesuai bagi penggunaan e-KTP di Indonesia. Tujuan dari kegiatan ini adalah: 1. Meningkatkan kandungan teknologi pada e-KTP multi aplikasi (multipurpose card) 2. Mendorong adanya alih teknologi dalam pengembangan e-KTP multi aplikasi Sasaran dari kegiatan ini adalah: 1. Adanya peningkatan dari sisi teknis (teknologi) pada e-KTP multi aplikasi 2. Adanya alih teknologi dalam pengembangan e-KTP multi aplikasi (pendirian Pusat Kompetensi Teknologi e-KTP multifungsi) Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode survey, analisis komparatif dan focus group discussion (FGD). Survei dilakukan dengan melakukan survei literatur dan survei informasi via internet dan perjalanan dinas. Analisis komparatif dilakukan dengan analisa data dan informasi
95
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
yang tersedia dan diperoleh baik melalui survei maupun hasil dari FGD. FGD dilakukan dengan melibatkan stakeholders dari regulator, industri, pemanfaat e-KTP serta stakeholders dari program pemanfaat kartu identitas elektronik (MyKad) dari negara Malaysia. Output: •
1 (satu) rekomendasi konsep multi aplikasi optimal bagi Smart Card
•
Inisiasi pembentukan konsorsium pengembangan e-KTP multifungsi (multi purpose card)
Outcome: Tersedianya teknologi e-KTP multi aplikasi untuk mendukung SIAK. Tindak lanjut kegiatan: Tahun 2013 merupakan tahun terakhir pelaksanaan kegiatan pengembangan sistem informasi dan administrasi kependudukan (SIAK) untuk reformasi birokrasi dan tata kelola, sehingga tindak lanjut yang akan dilaksanakan adalah rekomendasi mengenai teknologi e-KTP multi aplikasi untuk mendukung SIAK.
3.4.5 Rekomendasi Kebijakan Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Industri Besar Sesuai Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009, Kementerian Riset dan Teknologi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang riset dan teknologi dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) sebagai salah satu deputi di Kementerian Riset dan Teknologi memiliki tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang Pendayagunaan Iptek Selanjutnya dalam melaksanakan tugas Deputi Pendayagunaan Iptek dibantu oleh asisten deputi. Salah satu asisten deputi adalah Asisten Deputi Iptek Industri Besar yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi pelaksanaan kebijakan, serta pemantauan, evaluasi dan analisis di bidang Iptek industri besar. Adapun fungsi yang diselenggarakan Asisten Deputi Iptek Industri Besar adalah penyiapan perumusan kebijakan Iptek industri besar di bidang pemetaan penguasaan; bidang transfer; dan bidang diseminasi. Masalah yang telah diidentifikasi oleh banyak pihak adalah adanya gap antara kebutuhan iptek industri dengan pasokan yang diberikan oleh produsen iptek yang notabene lembaga litbang dan perguruan tinggi. Gap tersebut juga ditengarai menjadi sebab rendahnya pendayagunaan hasil
96
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
riset lembaga litbang dan perguruan tinggi oleh industri. Untuk mengatasi kesejangan (gap) tersebut salah satunya dengan memahami karakteristik riset dan pengembangan di industri besar sehingga terjalin komunikasi dan keterbukaan antara Kemenristek selaku perumus kebijakan iptek nasional dengan industri besar. Kegiatan kajian karakteristik riset dan pengembangan industri besar, dilaksanakan oleh Asisten Deputi Iptek Industri Besar dalam kurun waktu Mei – Oktober 2013, di 10 (sepuluh) lokasi yaitu Bandung, Bekasi, Gresik, Jakarta, Kudus, Madiun, Purwakarta, Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Selain melakukan diskusi wawancara juga dilaksanakan survey dengan pengisian kuesioner, total responden industri besar yang terlibat 19 (sembilan belas) meliputi industri BUMN, PMDN dan PMA dengan bidang industri: pangan, energi, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, material maju dan teknologi pertahanan keamanan. Hasil dari kegiatan tersebut di atas dilakukan pengolahan data dan analisis yang menghasilkan sejumlah kesimpulan sebagai berikut: 1) Hampir semua industri yang dikunjungi telah memiliki unit riset dan pengembangan. Posisi unit riset dan pengembangan sebanyak 50% di tingkat korporasi dan 42% di tingkat bisnis usaha. Sumber daya manusia yang dimiliki unit riset dan pengembangan industri besar 51% lulusan S1 dan tidak ada lulusan S3. Sebanyak 50% industri besar yang menjadi responden memiliki laboratorium. Mengembangkan produk baru atas permintaan pasar merupakan tugas utama 75% unit riset dan pengembangan industri besar. Sejumlah 41% responden menyatakan bahwa mengembangkan produk baru dari inovasi internal adalah prioritas kedua tugas unit R&D. sejumlah 42% responden industri besar menyatakan bahwa memberikan solusi terhadap masalah yang timbul di perusahaan adalah prioritas ketiga tugas unit R&D. Ternyata sejumlah 83% industri yang dikunjungi menyatakan melakukan analisis terkait kegiatan riset dan pengembangan mereka di lembaga eksternal. Peran industri dalam kerjasama riset dengan pihak eksternal didapatkan bahwa 63% melakukan kegiatan riset bersama, sedangkan 31% hanya memberikan dana riset.
Sebesar 92% industri yang dikunjungi menyatakan sudah
memiliki standard operating procedure (SOP) tertulis. Pemicu kegiatan riset dan pengembangan industri yang dikunjungi karena permintaan pasar sebanyak 73%, sedangkan sebanyak 27% kegiatan riset dan pengembangan industri besar dipicu oleh tawaran inovasi produk baru dari internal (technology push). Kegiatan riset dan pengembangan industri yang paling banyak terkait dengan unit pemasaran adalah
97
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
pengembangan produk baru sebanyak 38%. Demikian juga kegiatan riset dan pengembangan industri yang paling banyak terkait unit produksi adalah pengembangan produk baru sebanyak 43%. Mayoritas responden, yaitu sebanyak 50% menyatakan unit R&D mereka menghasilkan kurang dari 5 produk inovasi dalam setahun. Kemudian sebanyak 90% responden menyatakan unit R&D mereka memiliki anggaran kurang dari 5% pendapatan perusahaan. Semua industri yang dikunjungi menyatakan belum pernah mengetahui adanya Permenristek Nomor 1 Tahun 2012, meski setelah disampaikan semua menyatakan berminat memanfaatkannya. Sejumlah 83% industri yang dikunjungi menyatakan belum pernah memanfaatkan peraturan pemerintah terkait riset dan pengembangan. Semua industri yang dikunjungi menyatakan bersedia bekerjasama dengan lembaga penelitian dan pengembangan khususnya Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang dikoordinasi Kementerian Riset dan Teknologi. Dalam kerjasama riset dengan lembaga litbang eksternal, sejumlah 50% responden industri menyatakan membutuhkan dukungan teknologi, lalu 21 % menyatakan membutuhkan dukungan dana riset, kemudian 21 % industri juga menyatakan membutuhkan dukungan regulasi pemerintah terkait riset di perusahaan. 2) Dari aspek pemetaan iptek dapat disimpulkan dalam kajian ini sebagai berikut:
98
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3) Dari aspek transfer iptek yang disimpulkan dalam kajian ini sebagai berikut:
4) Dari aspek diseminasi iptek yang disimpulkan dalam kajian ini sebagai berikut:
Rekomendasi yang disampaikan untuk Kementerian Riset dan Teknologi dalam rangka peningkatan pendayagunaan Iptek di industri besar sesuai hasil kajian ini adalah: 1) Penguatan data dan informasi peneliti yang komprehensif secara teratur sehingga mudah diakses oleh industri besar dalam mengembangkan riset dan teknologi yang dibutuhkan sehingga dapat menginisiasi kerjasama riset baik dari awal ataupun penggunaan hasil riset dari lembaga litbang dan perguruan tinggi. 2) Klasifikasi industri besar berdasar jenis kepemilikannya yaitu BUMN, PMDN dan PMA perlu dipertimbangkan saat merumuskan berbagai kebijakan terkait industri besar supaya dapat diimplementasi secara efektif, karena karakteristik tiap industri tersebut berlainan. 3) Terkait pemanfaatan hasil riset oleh industri besar, dapat diusulkan mekanisme dan prosedur yang dilindungi hukum agar semua pihak yang terlibat tidak ragu karena hal ini melibatkan mobilitas dana yang memiliki risiko melanggar hukum. Pemanfaatan hasil riset tidak lepas dari royalti yang peraturannya masih belum dapat diimplementasikan secara
99
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
efektif karena masih adanya perbedaan pandangan beberapa pihak terhadap royalti itu sendiri. 4) Penyuluhan dan sosialisasi berbagai kebijakan dan peraturan terkait iptek dari Kemenristek perlu ditata secara lebih baik. Output: 1 ( satu) rekomendasi kebijakan Outcome: Kegiatan sinergi sumber daya riset
antara industri besar dan lembaga penelitian dan
pengembangan untuk meningkatkan daya saing industri nasional diharapkan akan menghasilkan dampak dan manfaat sebagai berikut : •
Hubungan komunikasi yang baik antara industri besar dengan Kemenristek khususnya Asdep IIB selaku pembuat kebijakan dan peraturan Riset dan Teknologi di Indonesia.
•
Pemahaman terhadap karekteristik riset dan pengembangan di industri besar sesuai proses bisnis industrinya baik perusahaan nasional maupun multi nasional.
•
Penyempurnaan berbagai kebijakan dan peraturan terkait pendayagunaan Iptek pada Industri Besar dengan prinsip efektif, ringkas, dan memberikan nilai tambah.
Tindak Lanjut: Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan dan kebutuhan iptek industri besar
3.5
Kegiatan Pendukung
3.5.1 Pilot Project Pemanfaatan Teknologi untuk Daerah Tertinggal Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan sarana fisik, menjadi daerah yang maju dengan kualitas hidup yang sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan
dengan
masyarakat
daerah
lainnya
di
Indonesia.
Pembangunan
dan
pengembangan daerah tertinggal berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya dan keamanan, tetapi juga aspek teknologi (iptek). Dengan teknologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan daerah serta perhatian dan keberpihakan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, maka pengentasan ketertinggalan sebuah masyarakat akan segera dapat diatasi.
Berdasarkan hal tersebut, Ristek melalui Program Pengembangan Daerah
100
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tertinggal, Terdepan dan Paska Konflik (PDTT) lebih difokuskan pada percepatan pembangunan suatu daerah, khususnya peningkatan kemampuan SDM melalui pemberdayaan masyarakat. Metode dalam pemberdayaan masyarakat dapat berupa pelatihan maupun pemberian teknologi sesuai kebutuhan masyarakat. Dengan metode yang dilaksanakan diharapkan terjadinya transfer teknologi dari pembuat teknogi ke pengguna teknologi. Salah satu strategi yang digunakan untuk keberlangsungan terus menerus suatu transfer teknologi, dibutuhkan stakeholdder yang terkait, seperti perguruan tinggi dan pemerintah daerah. Kegiatan pembangunan dan pendayagunaan daerah tertinggal pada tahun 2013 terdapat 7 (tujuh) lokus, dengan 2 (dua) model pilot project yang dapat diaplikasikan. Model 1 : Di mana adanya sharing kegiatan dari pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi
101
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013 PEMDA (Bappeda, Dinas Pariwisata & Distamben)
Mit ra
Dukungan dana peserta pelatihan & Pendampingan Kpd Masyarakat
Ristek AD-IM
Koor & Pendampinga n, Monev
Transfer Knowledge & SkillPelatihan Maryarakat
UGM & PLTH Pandasimo, Unram Mitra Pelatih an Mitra Diseminasi Teknologi
gi ek nolo inas i T i m g e r is e n D e s ury a Energy
Masyarakat (Desa way lolos, Manggarai Barat
Gambar 3.37 Model 1: ada sharing kegiatan dari pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi
Lokus yang menggunakan metode ini adalah Lombok Timur, Kota Baru dan Manggarai Barat. Teknologi yang didiseminasikan di daerah tersebut berbeda-beda, tetapi fokus teknologi yang disampaikan atau didiseminasikan berbasis pada bidang energi. Daerah Lombok Timur, teknologi yang didesiminasikan berupa prototype energi kincir angin sebanyak 5 (lima) buah, daerah Kota Baru teknologi yang didiseminasikn berupa solar cell system terpisah sebanyak 20 sistem, serta Manggarai Barat didesiminasikan 10 (sepuluh) solar cell sistem terpisah dan 20
102
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
unit solar cell dengan sistem terpusat.
Model 2 : Dimana terdapat sharing dana dari pemerintah daerah dan pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi dan pemerintah langsung terjun ke lapangan. Untuk model ini ada peran perguruan tinggi setempat yang melakukan proses transfer teknologi. Lokus dengan model ini adalah bantul dan Kab. Belu. PEMDA (BAPPEDA & DINAS PETERNAKAN)
MITRA (Substantif & Administrasi
BANTUAN TERNAK SAPI
RISTEK (AD - IM)
DISEMINASI TEKNOLOGI (BIOGAS – BIOTRIK)
KOORDINASI & MONEV
TRANSFER TEKNOLOGI (PELATIHAN)
MITRA PELATIHAN
MASYARAKAT SEBAGAI PESERTA
UNDANA (PUSAT INOVASI)
MITRA DISEMINASI TEKNOLOGI
MASYARAKAT TERTINGGAL (DESA DEROKFATURENE)
Gambar 3.38 Model 2: Terdapat sharing dana dari pemerintah daerah dan pemerintah daerah untuk proses transfer teknologi dan pemerintah langsung terjun ke lapangan
Kab. Belu merupakan Kabupaten yang terdapat di daerah perbatsan dan terkletak di di provinsi NTT. Daerah ini termasuk daerah yang menjadi Lokpri ( lokasi prioritas) Kementerian Daerah
103
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tertinggal. Kementerian Riset dan Teknologi membuat Prototype Digester Biogas sebanyak 3 buah, yang digunakan untuk mengurangi krisis energi. Daerah Bantul merupakan daerah percontohan Pengembangan dan Penelitian Energi Baru Terbarukan. Kementerian riset dan teknologi memberikan bantuan untuk mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan. Dengan didesiminasikan teknologi ini diharapkan masyarakat yang selama ini belum menikmati listrik dapat merasakannya. Perlu di ketahui bahwa sumber daya alam hanya bersifat statis dan tidak dapat diperbaharui atau ditingkatkan.Berbeda dengan sumber daya manusia yang dapat di perbaharui dan bersifat progresif, dimana dari waktu kewaktu dapat di tingkatkan. Oleh karena itu diperlukannya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan secara mutlak. Lembaga pendidikan merupakan tempat yang strategis untuk meningkatan kapasitas dan penjaga keberlanjutan (sustainable) dari waktu ke waktu. Strategi ini mempunyai cangkupan yang lebar, dimulai dengan sinkronisasi program penyiapan sumberdaya manusia yang relevan dan kompeten antara lembaga pengelolahan pendidikan dengan kelembagaan yang bertanggung jawab dalam pengembangan teknologi. Dalam konteks ini adalah tenaga teknis yang berperan mengaplikasikan teknologi dalam proses pengeoprasikan teknologi yang akan di terapkan. Output : 1 (satu) pilot project pendukung teknologi untuk pembangunan daerah tertinggal di 7 (tujuh) lokasi Outcome : Termanfaatkannya Teknologi di daerah Belu, Bantul, Kota Baru, Lombok Timur, Manggarai Barat, Katingan dan Kalimantan Selatan. Tindak Lanjut : Akan diadakan monitoring di daerah Belu, Manggarai Barat, Lombok Timur 3.5.2 Inkubasi bisnis/teknologi Wirausaha baru berbasis teknologi atau wirausaha inovatif atau dalam bentuk yang lebih umum sebagai IKM inovatif merupakan komponen penting dalam perekonomian suatu bangsa. Hal ini antara lain disebabkan oleh dampak yang dihasilkannya seperti penciptaan lapangan kerja baru, potensi penghasilan pajak dan aktor penting dalam mengadopsi inovasi teknologi untuk menghasilkan produk bernilai tambah tinggi (high value added products). Penumbuhkembangan IKM inovatif/wirausaha inovatif baru, oleh karenanya, menjadi salah satu sasaran penting
104
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
pembangunan ekonomi dan iptek dalam RPJMN 2010-2014. Keberadaan dan peran wirausaha inovatif baru menjadi semakin penting di tengah rendahnya kapasitas industri lokal yang sudah mapan untuk mengadopsi hasil riset lembaga penelitian dalam negeri karena faktor resiko teknis dan bisnis yang masih tinggi sehingga wirausaha inovatif baru berbasis teknologi ini akan menjadi industri yang berbasis inovasi teknologi di masa depan. Program inkubasi bisnis teknologi merupakan salah satu strategi yang sudah terbukti dapat mendorong lahirnya IKM dan wirausaha inovatif baru. Pematangan konsep teknis dan bisnis selama masa inkubasi membuat tingkat risiko dapat dikelola sesuai dengan kemampuan perusahaan yang diinkubasi. Dengan mekanisme ini maka alih teknologi dan adopsi inovasi hasil riset dapat diakselerasi karena, antara lain, sebagian risiko dapat dibebankan ke Negara dan/atau pemangku kepentingan lainnya. Kementerian Riset dan Teknologi mulai tahun 2013 mengintroduksi dan melaksanakan program inkubasi bisnis teknologi yang secara khusus diarahkan untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru berbasis inovasi teknologi, khususnya inovasi berbasis riset iptek dalam negeri. Program ini sekaligus mendukung skema pendanaan difusi dan pemanfaatan iptek teknologi dalam Program Insentif Riset SINas di Kementerian Ristek. Mulai tahun anggaran 2013 ini Kementerian Riset dan Teknologi akan menyelenggarakan Program Inkubasi Bisnis Teknologi.
Pada tahun pertama, program ini ditujukan untuk
memperkuat kapasitas inkubator bisnis dan teknologi dalam menginkubasi tenant/wirausaha inovatif baru di wilayah Jabodetabek. Tenant yang lolos seleksi dari yang diusulkan inkubator bisnis teknologi tersebut akan diinkubasi di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong. Pada tahun-tahun selanjutnya program ini akan diperkenalkan pada kawasan spesifik seperti pada koridor ekonomi yang ditetapkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2010-2025 dan kawasan lain yang ditetapkan kemudian.
105
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Mitra Untuk kegiatan inkubasi bisnis teknologi, telah dilaksanakan inkubasi bisnis teknologi oleh inkubator partner kepada tenantnya sebagai berikut: Tabel 3.15 Inkubator Partner NO
NAMA TENANT & PRODUK
INKUBATOR
1
PT. Garuda Solusi Kreatif Jenis Produk : IT Digital Advertising
Swiss German University
2
Elsafta Indonesia Jenis Produk : Pengembangan Healthy Sweet Sebagai Pemanis Organik
Institut Pertanian Bogor
3
PT. Tritunggal Prakarsa Global Jenis Produk : Peralatan Konverter Kit LGV
4
PT. Testindo Jenis Produk : Mesin Uji universal (UTM) Kapasitas 25 Ton
5
Flamavia Pratama Jenis Produk : Pasta Pewarna Kain
Pusat Inovasi LIPI Business Innovation Center (BIC) Business Technology Incubation Center –MITI
Manfaat •
Penguatan peran Inkubator Bisnis Teknologi.
•
Penumbuhkembangan wirausaha baru berbasis inovasi teknologi.
•
Pemodelan inkubasi wirausaha baru berbasis inovasi teknologi melalui Inkubator Bisnis Teknologi.
Harapan ke depan •
Adanya model inkubasi bisnis teknologi yang ideal.
•
Adanya industri baru berbasis inovasi iptek
Output 5 (lima) IKM baru berbasis teknologi Outcome Meningkatnya kapasitas iptek sistem produksi di 5 (lima) industri kecil dan menengah Tindak lanjut Pengembangan mutu produksi di 5 (lima) industri kecil dan menengah
106
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Dokumentasi kegiatan
Gambar 3.39 Produk Mesin Uji Tarik Universal (UTM) Kapasitas 25 Ton, yang dalam proses Inkubasi
3.5.3 Pilot project peningkatan inovasi dan kreativitas pemuda Dalam memperkuat Sistem Inovasi Daerah (SDIa) serta kolaborasi antara pusat dan daerah serta memperkuat Sistem Inovasi Nasional untuk peningkatan daya saing nasional, diperlukan kolaborasi lintas Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan kolaborasi pemerintah pusat dengan industri daerah dan lemlitbang (kementerian/perguruan tinggi). Mitra •
Pemerintah Kabupaten Nusa Tenggara Barat
•
Pemda Bantul
Manfaat •
Mempromosikan konsep dan arti pentingnya Sistem Inovasi Daerah (SIDa).
•
Membentuk kesepahaman kerangka pikir di tingkat pembuat kebijakan daerah mengenai Sistem Inovasi Daerah.
•
Membantu pemerintah daerah dalam memetakan Sistem Inovasi Daerah.
•
Membantu pemerintah daerah membentuk tim kerja untuk merancang Master Plan Sistem Inovasi Daerah.
•
Membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan kemampuan (kapasitas) dari para intermediator inovasi sebagai simpul komunikasi antara Akademisi, Bisnis, dan Government (ABG).
•
Melibatkan Unsur Pemuda dalam kegiatan ini untuk mendorong peningkatan inovasi
107
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
dan kreativitas Pemuda Hasil Kegiatan Terimplementasinya pilot project SIDa di 1 (satu) provinsi dan 1 (satu) kabupaten, dengan melibatkan kalangan pemuda di daerah. 1. Pelaksanaan pilot project berbasis SIDa di Provinsi NTB sebagai berikut: •
Telah ditetapkan beberapa teknologi pakan ternak ruminansia yang berasal dari limbah pertanian, kehutanan dan perikanan, dll untuk dilakukan pengembangan menuju skala industry. Beberapa teknologi pakan tersebut antara lain: teknologi pakan silase; pakan konsentrat; pakan padat berupa biscuit atau wafer.
•
Telah dilakukan inventarisasi
beberapa peralatan
untuk mendukung inkubasi
teknologi dari beberapa inovasi yang terkait dengan penyediaan pakan ternak besar ruminansia. Alat yang kemungkinan dibutuhkan antara lain chopper yang mampu mencacah rumput-rumputan (hijauan); mesin pencampur dan mesin cetak pakan. Identifikasi mesin tersebut untuk mendukung keberlanjutan proses inkubasi teknologi dan perlu dilakukan perhitungan kapasitas produksi agar spesifikasi dari alat tersebut dapat terpenuhi. •
Saat ini telah dilakukan uji coba keragaman jenis pakan terhadap beberapa ternak. Hal ini untuk mengetahui Jenis pakan yang disukai oleh ternak besar (sapi) dan untuk mengukur tingkat kenaikan bobot ternak per hari dengan penggunaan pakan yang berbeda jenis.
•
Telah terjadi transfer teknologi, kerjasama industry dan tumbuhnya IKM Produk Hilir Peternakan.
•
Telah dibentuk Kelembagaan Pakan (P3TR)
•
Kegiatan ini telah mendapatkan dukungan anggaran Pemda Provinsi NTB (tahun 2013: Rp. 4 M) dan dukungan pendanaan dari Kementan (tahun 2013: Rp. 8 M)
•
Dari kegiatan ini terjadi Investasi Swasta (PT. RNI: sebanyak 500 pedet).
•
Telah dilaksanakan pelatihan pembuatan pakan ternak skala produksi kepada personil P3TR dan industri kecil menengah (IKM) peternakan di NTB.
2. Untuk pilot project berbasis SIDa di kabupaten Bantul, topik kegiatan adalah pendayagunaan iptek bagi terwujudkan peningkatan ekonomi di masyarakat berbasis perikanan, pertanian, maupun wisata, dengan memanfaatkan PLTH (Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid) di Pandansimo, antara lain:
108
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
•
Pengembangan Fasilitas Workshop ◦ Pelatihan bagi kelompok masyarakat untuk mengoperasikan, merawat dan membuat spare part. ◦ Kerja Praktek; Kuliah Kerja Nyata (KKN); dan Penelitian Skripsi., Jumlah Mahasiswa yang melakukan kerja praktek dan penelitian : 26 Mahasiswa
•
Peningkatan Aktivitas Ekonomi Masyarakat: ◦ Menyediakan Es untuk nelayan dan kuliner ◦ Penyediaan air untuk mengembangkan pertanian/perikanan lahan pasir ◦ Sebagai Objek Wisata Iptek
◦ Penerangan untuk warung kuliner dan jalan •
Peningkatan Aktivitas Akademisi ◦ Mahasiswa KKN ◦ Penelitian (Skripsi) Mahasiswa
◦ Kerja Praktek Siswa SMK Output 2 (dua) pilot project Outcome Menguatnya kapasitas Inovasi berbasis EBT (energi terbarukan) dan pangan di 2 (dua) daerah ( Bantul dan NTB ) Tindak lanjut Pengembangan kapasitas inovasi Dokumentasi kegiatan
Gambar 3.40 Kegiatan Peningkatan Aktivitas Ekonomi Masyarakat
109
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.41 Pelaksanaan pilot project berbasis SIDa di Provinsi NTB
Gambar 3.42 Workshop sistem konversi energi angin
110
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.5.4 Technopreneurship Pemuda Untuk menumbuhkan minat pemuda agar dapat menjadi technopreneur melalui kegiatan pemanfaatan iptek yang bernilai ekonomis dan berperan dalam perekonomian di suatu daerah, dilaksanakan kegiatan yang terdiri dari penyiapan kegiatan (pembentukan tim kerja dan panduan seleksi), tahapan seleksi, pelatihan dan pelaksanaan lapangan. Diharapkan melalui kegiatan ini adalah tumbuhnya enterpreneur pemuda yang berbasis pada pemanfaatan iptek (technopreneur pemuda), terciptanya IKM baru berbasis pemanfaatan iptek dan terwujudnya peningkatan kegiatan perekonomian (baru/existing) yang sustainable yang dipelopori oleh pemuda. Mitra •
Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC)
•
Universitas seluruh Indonesia
•
Pemda/Balitbang/Balitbangda
Manfaat •
Tumbuhnya enterpreneur pemuda yang berbasis pada pemanfaatan iptek (technopreneur pemuda).
•
Terciptanya IKM baru berbasis pemanfaatan iptek dan terwujudnya peningkatan kegiatan perekonomian (baru/existing) yang sustainable yang dipelopori oleh pemuda.
Hasil kegiatan Pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari penyiapan kegiatan (pembentukan tim kerja dan panduan seleksi), tahapan seleksi, pelatihan dan pelaksanaan lapangan. Khusus tahapan seleksi akan dibagi menjadi 2 tahap yaitu seleksi tahap 1 dan tahap 2. Peserta yang lulus pada seleksi tahap 1 akan diikutsertakan dalam kegiatan pelatihan. Setelah selesai mengikuti pelatihan selanjutnya peserta diwajibkan mengikuti seleksi tahap 2. Selama kegiatan lapangan berlangsung Tim Kementerian Riset dan Teknologi akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap hasil kegiatan peserta.
111
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Tabel 3.16 Daftar proposal yang dibiayai No.
Judul Proposal
Ketua Kelompok
Provinsi
1
2
3
4
1.
Penghemat Bahan Bakar Minyak Dan Gas
Indra Gunawan
2.
Go Green: Tosiba (Tong Sampah Bisa Bicara) Rahmat Hidayat Otomatis Solusi Lingkungan Sehat Sebagai Upaya Menumbuhkan Karakter Disiplin, Bersih Dan Cinta Lingkungan Terutama Siswa Paud, Tk, Dan Sd
Sumatera Barat
3.
"Generator Turbin Apung" Pembangkit Listrik Harry Sukma Pikohidro Portable Untuk Desa Terpencil
Aceh
4.
Teknologi Penghilang Goaty Flavour (Bau Prengus) Dan Peningkatan Sifat Antioksidan Pada Susu Kambing Untuk Meningkatkan Harga Jual Di Masyarakat Dengan Alat Glikasitor
Yanuar Adi Purbowaskito
Jawa Tengah (Pemenang II)
5.
Orizho Essential Oils & Aromatherapy : Formulasi Prototipe Herbal Topikal Minyak Rempah Multifungsi Dengan Squalene Delivery System Sebagai Antijerawat Dan Kosmetika Alami
Yuhansyah Nurfauzi
Jawa Tengah
6.
Lele Bioflok : Budidaya Ikan Lele Memakai Probiotik Lokal Dengan System Teknologi Bioflok
Maulid Wahid Yusuf
Jawa Barat
7.
Akino: Sabun Herbal Dengan Formulasi Menggunakan Nanoteknologi Dan Bahan Alami Dari Kampung Manoko, Lembang
Wahyu Eko Widodo
Jawa Barat
8.
Nanotech Fresshap: Sistem Penyerap Amoniak Ferrianto Diyan (Nh3) Dan Hidrogen Sulfida (H2s) Berbasis Kusuma Wira Nanoteknologi (Nanofertilizer) Pada Kandang Yuda Unggas
Jawa Timur
9.
Fuel Heater: Pemanas Bahan Bakar Untuk Meningkatkan Kinerja Mesin Motor
Jawa Timur
10.
”Super Lundo Tile” Inovasi Genteng Keramik Elly Indahwati Kuat Dari Lumpur Lapindo
11.
Auto-Electric Stove For Batik (Astutik): Kompor Listrik Otomatis Untuk Pembatik
Nova Suparmanto Daerah Istimewa Yogya
12.
Payla (Papan Menyala) Pembuatan Light Pad Dengan Bahan Limbah Layar LCD
Muhlis
Kalimantan Timur
13.
Isco Fruit "Healthy Instant Drink, Innovation Of Natural Product": minuman instan dari bahan alam dengan kandungan senyawa
Fuad Anshari
Kalimantan Selatan
Ardhy Purwo Nugroho
Sumatera Utara (Pemenang I)
Jawa Timur
112
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
fungsional scopoletin yang berperan sebagai anti-hipertensi 14.
Aplikasi Teknologi SIBITAN (Sinkronisasi Birahi Dan Inseminasi Buatan) : Cara Kawin Dan Panen Masal Dalam Usaha Pembibitan Kambing Peranakan Etawah (PE)
Ruslin
Nusa Tenggara Barat (Pemenang III)
15.
”Pistol Cerdas Penebar Pakan Ikan Otomatis”
Fathul Hamdi
Nusa Tenggara Barat
Beberapa hasil inovasi Technopreneurship Pemuda:
Gambar 3.43 Penghemat BBM dan Gas
Gambar 3.44 Teknologi Penghilang Bau Prengus dan Peningkat Sifat Antioksidan pada Susu
113
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.45 Sibitan, Sinkronisasi Birahi dan Inseminasi Buatan Output 15 (lima belas) kelompok Technopreneur Outcome IKM baru berbasis teknologi Tindak lanjut Pendampingan, pengembangan usaha,
monitoring dan evaluasi pencapaian kegiatan
Technopreneur
3.5.4 Masterplan Pembangunan Iptek untuk Mendukung MP3EI A.
Masterplan Pembangunan Iptek Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dimaksudkan sebagai dokumen kerja yang komplementer dengan dokumen perencanaan pembangunan lainnya untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju di tahun 2025. Di dalam MP3EI, percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, diwujudkan melalui peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi serta pembangunan sumberdaya manusia (SDM) dan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK). Sedangkan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dimaksudkan agar efek positif pembangunan ekonomi tersebut dapat dirasakan oleh semua masyarakat di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mencapai tujuan MP3EI maka disusun tiga strategi utama yaitu: (1) Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, (2) Penguatan konektivitas nasional, dan (3) Penguatan kemampuan SDM dan IPTEK Nasional. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,
114
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
maka Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dalam MP3EI, ditugaskan berperan aktif dengan semua sumberdaya yang dimiliki untuk mendukung penguatan kemampuan SDM dan IPTEK nasional. Selanjutnya dalam MP3EI juga disebutkan bahwa 22 Kegiatan Ekonomi Utama (KEU) yang tersebar di 6 (enam) Koridor Ekonomi (KE), memerlukan sumberdaya manusia terampil dan inovasi IPTEK agar memperoleh nilai tambah dan meningkatkan daya saing produk-produk turunannya. Inovasi IPTEK tersebut umumnya dihasilkan dari riset yang dilakukan secara terintegrasi mulai dari riset dasar hingga riset terapan. Kenyataan yang dihadapi industri atau badan usaha sebagai pelaku KEU, adalah masih sedikit inovasi teknologi yang dapat diadopsi untuk menunjang penciptaan nilai tambah dan daya saing produk-produk yang dihasilkan mereka di 22 KEU yang tersebar di 6 (enam) KE sesuai dokumen MP3EI. Hal ini menjadi perhatian bersama semua pemangku kepentingan riset, ilmu pengetahuan dan teknologi, karena di sisi lain, juga disadari bahwa riset sudah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian khususnya di lingkungan kementerian, non-kementerian, dan perguruan tinggi. Adanya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan riset untuk mendukung MP3EI perlu segera diatasi. Oleh karena itu, Kemenristek sesuai tugas, pokok dan fungsinya, merumuskan kebijakan nasional di bidang riset dan ilmu pengetahuan teknologi memandang penting dan perlu menyusun Master Plan Pembangunan iptek untuk mendukung MP3EI. Master Plan Pembangunan IPTEK untuk mendukung MP3EI adalah rancangan induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan pembangunan IPTEK yang mendukung MP3EI hingga 2025. Selanjutnya dokumen ini perlu diikuti oleh Road Map Pembangunan IPTEK untuk mendukung MP3EI yang merupakan bentuk operasionalisasi Master Plan tersebut. Dokumen Road Map, disusun setiap 5 (lima) tahun sekali dengan merincikan rencana program pembangunan IPTEK, untuk mendukung MP3EI sehingga memperjelas pengukuran tahapan yang dicapai dalam dokumen master plan. Implementasi dari kegiatan MP3EI untuk jangka panjang ditujukan untuk mendukung Indonesia yang diproyeksikan akan menjadi kekuatan ekonomi ke 7 terbesar di dunia pada 2030, melewati Jerman dan Inggris Raya dengan GDP sekitar 86 % Indonesia akan disumbang oleh kawasan urban. Perekonomian Indonesia akan digerakkan oleh sekitar 90 juta konsumen tambahan dengan daya beli yang patut diperhitungkan dan menjadikan kelompok ini sebagai kelas konsumen yang lebih kuat daripada negara manapun, kecuali Cina dan India. Sementara itu, Indonesia kini berada dalam momen waktu yang kritis. Seraya memanfaatkan kinerja ekonomi yang impresif, Indonesia perlu meningkatkan produktifitas tenaga kerja hingga 4,6 persen diatas produktifitas rata-rata selama dekade yang lalu. Ini mengindikasikan investasi
115
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
pada sumberdaya manusia terampil, berpengetahuan, kreatif dan inovatif menjadi kunci keberhasilan pencapaian target pertumbuhan PDB yang dicanangkan sebesar 7 %. MP3EI memperkirakan bahwa Indonesia dapat menjadi negara maju atau negara besar nomor 12 di dunia, setidaknya diukur dari nilai perekonomian nasional (Gross Domestic Product) yang mencapai sekitar 4 – 4,5 triliun dolar AS dengan pendapatan per kapita diperkirakan meningkat menjadi 14.250 – 15.500 dolar AS. Sementara itu, pada tahun 2045 atau sekitar 31 tahun dari sekarang, diharapkan Indonesia dapat menjadi negara termaju atau terbesar ke sembilan di dunia dengan estimasi GDP saat itu mencapai sekitar 15 – 17,5 triliun dolar AS dengan pendapatan per kapita mencapai 44.500 – 49.000 dolar AS. Kendati demikian, MP3EI yang mempersepsikan negara maju terutama dari sudut pandang ekonomi, yaitu negara dengan pertumbuhan ekonominya positif, tingkat penghasilan per kapita yang tinggi dan tingkat inflasinya yang rendah. Pandangan yang tidak seluruhnya keliru ini perlu diperkuat dengan berbagai indikator lainnya yang menyangkut keberlanjutan pembangunan, khususnya yang menyentuh sisi keamanan dan kualitas lingkungan, aspek inklusivitas sosial, serta kualitas sumberdaya manusia yang menopang keberlanjutan dari pembangunan. Terdapat 3 (tiga) isu penting terkait dengan keberlanjutan dan dibahas dalam naskah ini, yaitu: 1. MP3EI dan implementasi prinsip-prinsip “pembangunan hijau” (green development), 2. Menangkal sindroma “kutukan SDA” terkait dengan eksploitasinya secara tidak berkelanjutan, dan 3. Fokus manusia dalam proses pengolahan (hilirisasi) dalam rangka peningkatan nilai tambah. Sejak 2003, posisi Indonesia relatif menurun dibawah rata-rata negara berkembang Asia dan kini memperlihatkan penurunan yang makin melebar dalam rata-rata negara berkembang Asia secara keseluruhan. Namun demikian, diantara kelompok negara yang berkategori efficiency driven, posisi Indonesia berada diatas rata-rata dunia. Ini khususnya tampil dalam lingkungan makro ekonomi (peringkat 45 dan 19 dari 144 masing-masing untuk rasio neraca anggaran dan tabungan nasional terhadap GDP), dan terlebih untuk ukuran pasar domestik (peringkat 16 dari 144) maupun LN (23 dari 144). Cukup baik posisi kecanggihan bisnis, serta inovasi dimana kapasitas inovasi menempati peringkat 30, 25 dan 40 dari 144, masing-masing untuk kapasitas inovasi, belanja litbang oleh perusahaan dan kerjasama perguruan tinggi - industri. Angka-angka pemeringkatan tersebut tentu saja masih memerlukan pendalaman, khususnya yang menyangkut
116
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
inovasi, kesiapan teknologi dan pendidikan tinggi dan pelatihan. Sementara Indonesia menyandang posisi sebagai negara yang digerakkan oleh efisiensi menuju negara yang digerakkan oleh inovasi, posisi Indonesia dalam Global Innovation Index (GII) memperlihatkan profil yang patut mendapat apresiasi dan terus ditingkatkan. Pada tahun 2013, GII Indonesia memiliki skor 31.95 (dari skor 100) dan ini membawanya pada peringkat 85 dari 142 negara yang dikaji, meningkat dari posisi 100 pada tahun 2012, sebuah lompatan yang cukup berarti. Yang juga tak kalah menarik adalah dari dari Rasio Efisiensi Inovasi Indonesia mempunyai nilai 1,04 yang menggiring Indonesia berada dalam peringkat 6 dan tergolong sebagai Negara Efisien Inovasi. Diantara sesama negara berpenghasilan menengah rendah, Indonesia masuk dalam 19 besar, menempati peringkat 3 dibawah Moldova dan Swaziland, dan posisi Indonesia diikuti oleh Nigeria, India, Sri Langka, Guyana, Pakistan, Vietnam, dan Senegal. Sebagai negara dengan rasio cukup efisien, Indonesia tergolong sebagai innovation learner bersama 18 negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah: Republik Moldova, Cina, India, Uganda, Armenia, Vietnam, Malaysia, Jordan, Mongolia, Mali, Kenya, Senegal, Hungary, Georgia, Montenegro, Costa Rica, Tajikistan, and Latvia (Negara-negara ini berada sedikitnya 10% diatas garis kecenderungan efisiensi. Naskah ini memfokuskan interaksi inovasi dengan dinamika dan kecerdasan spasial Indonesia yang berkarakter maritim tropis, dan tampil dalam konsepsi bertajuk Inovasi Kawasan. Pengertian Inovasi Kawasan dimaksudkan sebagai sebagai konsentrasi bisnis, pemasok, penyedia jasa, penghubung antar pelaku (coordinating intermediaries), dan institusi yang berasosiasi dengannya seperti perguruan tinggi, atau kolese kejuruan/akademi komunitas (community college) dalam bidang tertentu. Dengan memfasilitasi terjadinya dinamika seperti ini, terjadi pemusatan dan konsentrasi lapangan kerja, spesialisasi pemasok, dan limpahan pengetahuan, maka klaster-klaster industri memberikan manfaat kepada beragam perusahaan dan kawasan dengan memperkuat potensi lokal dan inovasinya, mendorong kewirausahaan, dan pada gilirannya mendorong pertumbuhan dalam produktifitas, pendapatan, dan lapangan kerja. Inovasi kawasan dimungkinkan adanya interaksi kompleks dan sinergi lokal secara siklikal dalam relasi sebab akibat antara 5 komponen penyusunnya dalam suatu kawasan geografis tertentu, yaitu: (i) Kebijakan afirmatif dan sistem insentif yang menginduksi budaya inovasi; (ii) Proses pembelajaran dalam adaptasi dan adopsi teknologi yang diperlukan, serta proses kreasi teknologi baru; (iii) Aktor inovasi yang berafiliasi dengan perusahaan besar, IKM maupun teknoprener independen; (iv) Simpul-simpul inovasi (Teknopolis atau Innohub); dan (v) Rantai perdagangan dan pasar, domestik maupun mancanegara, pasar kontemporer maupun
117
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
pasar masa depan, yang terintegrasi dengan keberadaan teknopolis dan innohub yang ada. Seluruhnya ini akan menghasilkan tahap-tahap transformatif yang bersifat evolutif dan transformatif yang terdiri dari technology driven, inovasi linier, inovasi interaktif, dan inovasi kawasan. Setiap tahapan memiliki fitur tersendiri, yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh proporsi investasi oleh sektor publik dan swasta, tingkat dan kompleksitas interaksi antar pelaku inovasi, jejaring dan rantai pasokan (supply chain), keberadaan inovator dan perusahaan startup/spin off, sinergi dengan pelaku lokal, dan tata kelola. Dalam menilai situasi paradoksal yang menghinggapi Indonesia, diperlukan perubahan strategi pembangunan agar Indonesia dapat keluar dari perangkap sebagai negara dengan tingkat pendapatan menengah rendah (low middle income trap). Perubahan strategi tersebut diperlukan karena Indonesia saat ini terlena pada tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (5-6 persen setahun) akibat dari tingginya harga komoditas primer, besarnya kiriman TKI yang bekerja di luar negeri, serta pemasukan modal asing jangka pendek. Akibatnya, Indonesia bukan saja tidak melakukan reformasi penting untuk memperkuat fondasi sosial-ekonomi nasional selama satu dekade belakangan ini, melainkan justru semakin membuatnya semakin rapuh. Indonesia perlu menerapkan strategi pembangunan yang berorientasi pada ekspor (export-led strategy) ataupun berorientasi ke luar (outward-looking strategy) dan mengolah sumber daya alam (resource based strategy). Melalui perubahan strategi pembangunan itu, Indonesia pun akan ikut bergabung dalam jaringan produksi global (global supply chains atau international production networks/IPN) yang telah berlangsung sejak tahun 1980-an. Dalam membangun visi – misi inovasi kawasan dalam kerangka MP3EI, dibangun skenario Iptek dan inovasi kawasan Indonesia 2025, yang merupakan hasil interaksi dinamis dari 6 faktor penggerak terkait khususnya dengan Iptek dan inovasi kawasan di Indonesia, yang secara spasial berkaitan erat dengan pengelolaan ruang, SDA dan lingkungan. Ke enam faktor tersebut adalah: (i) ciri dan sifat pemerintahan, (ii) perilaku pasar, domestik dan mancanegara, (iii) siklus ekonomi, (iv) degradasi lingkungan, (v) serapan dan dampak teknologi, dan (vi) profil SDM dan perkembangan sosial. Skenario tersebut menyajikan situasi yang memberikan harapan dari sisi pemerintahan, perilaku pasar, siklus ekonomi, serapan dan dampak teknologi, dan kondisi SDM/perkembangan sosial. Pengecualian terjadi justru pada kondisi lingkungan yang diperkirakan bakal terus mengalami degradasi. Guna mencapai situasi seperti yang diskenariokan, diperlukan kecermatan dalam mengatasi kesenjangan dan kebutuhan, yaitu dalam isu-isu arah dan transformasi ekonomi, aktor inovasi dan kebijakan SDM, dan infrastruktur inovasi. Sementara itu, dinamika kebijakan peningkatan daya saing nasional juga
118
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
merupakan hal yang perlu dicermati perkembangannya. Dalam membangun visi – misi inovasi kawasan dalam rangka MP3EI, perlu diperhatikan risiko inovasi dan perangkap Indonesia sebagai negara dengan penduduk berpenghasilan menengah. Risiko tersebut akibat (1) pengabaian atas terpaparnya Indonesia gelombang perubahan global, (2) pengabaian terhadap jurang inovasi, dan (3) pengabaian terhadap pembangunan SDM ditengah laju pengurasan SDA secara masif. Terhadap risiko pertama, kebijakan ekonomi dan pembangunan Indonesia yang mengabaikan adanya sejumlah gelombang pergeseran besar secara global akan meningkatkan risiko bagi Indonesia untuk makin terperangkap dalam paradoks negara berpendapatan menengah. Indonesia akan kehilangan momentum besar dalam gelombang inovasi dunia. Indonesia tak akan dapat mengelak dari makin melebarnya jurang inovasi (innovation divide), tidak hanya dalam tingkat global bahkan di tingkat ASEAN sendiri. Sedangkan terhadap risiko kedua, Indonesia akan terpapar pada (i) meningkatnya pelarian talenta (brain drain) ke negara tetangga dan negara-negara lain, (ii) angkatan kerja muda makin terkonsentrasi di daerah dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang lebih rendah, sementara kebutuhan untuk orang-orang berketrampilan rendah makin di saat pasokan global justru makin meningkat, (iii) peningkatan potensi konflik dalam negeri dan antara negara tetangga dalam beberapa hal seperti tekanan imigrasi, keresahan sosial, ketidakamanan, kerusakan lingkungan (misalnya penggundulan hutan dan pencemaran badan air), pemalsuan dan pembajakan, dan sebagainya. Dan terhadap risiko ketiga, Indonesia akan mengalami penggerusan terhadap posisi sebagai negara dengan status efficiency driven dan efficient innovator, serta makin terjebak pada middle income country, mengentalkan sindroma kutukan SDA, dan konversi nilai SDA menjadi modal SDM makin terabaikan dalam pembangunan yang miopik karena pemilihan strategi yang keliru. Berdasarkan sajian analitis terhadap berbagai perkembangan dan fundamen daya saing Indonesia, maka visi IPTEK sebagai pilar ke tiga dalam terobosan strategis dan koheren dengan misi MP3EI dimanifestasikan sebagai kebangkitan inovasi kawasan, yaitu: Postur IPTEK dan SDM Indonesia sebagai pendorong utama kebangkitan inovasi kawasan sebagai bagian dari Indonesia yang berdaya saing dalam peringkat 20 besar dunia, ditopang oleh keunggulan kompetitif berbasis potensi dalam negeri dan sumberdaya manusia yang inovatif dan adaptif terhadap dinamika persaingan regional dan global, serta masuk sebagai kelompok negara inovator efisien terdepan dalam jajaran perekonomian 12 besar dunia dan berpenghasilan tinggi yang dibingkai dalam jaminan keamanan ekologis serta distribusi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dan berketahanan.
119
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Sedangkan misi yang diusung guna merealisasikan visi tersebut adalah: •
Membangun postur nasional, kawasan dan individu SDM inovatif dan adaptif yang terdistribusi secara geografis sesuai dengan kebutuhan dan potensi sumberdaya lokal dan peluang pasar regional dan global.
•
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mencerahkan dunia riset dan pengetahuan serta mengusung misi pemenuhan kebutuhan dan penciptaan pasar masa depan.
•
Membangun pusat-pusat keunggulan kompetitif berbasis keunggulan komparatif dan SDM kompetitif dan secara sistematik menjadi bagian dari pembangunan kapasitas dan kemampuan inovasi dan pertumbuhan ekonomi kawasan.
•
Mendukung pencapaian perekonomian nasional dalam distribusi spasial yang sinergis menuju negara berpenghasilan tinggi yang berkelanjutan, berketahanan dan berkeadilan. Menjadi bagian utama dalam pencapaian negara dengan daya saing global dalam peringkat 20 besar dunia dan inovator efisien terdepan.
MP3EI disusun di tengah kenyataan perekonomian Indonesia di enam koridor ekonomi yang bersifat bipolar, dalam arti bahwa struktur dan sebaran geografis perekonomian Indonesia masih memperlihatkan adanya bipolaritas antara perekonomian yang digerakkan oleh industri dan jasa nasional (di Pulau Jawa) dan perekonomian yang digerakkan oleh pemanfaatan dan pengolahan SDA (luar Jawa). Kondisi ekonomi bipolar yang lazimnya juga berkorelasi dengan proses penciptaan teknologi bukan hanya monopoli Indonesia, namun juga terefleksikan secara global. Pembangunan global pasca 2015 juga menempuh 2 jalur: (i) Mature development economies didorong oleh TIK dan industri kreatif; (ii) Middle & Low income economies yang didorong oleh pergeseran dari rantai nilai ekonomi berbasis SDA yang disertai dengan pertumbuhan dari pembentukan modal sosial. Dual approach development berlangsung antar dan di dalam negara, seperti Cina, India, Indonesia dan negara berkembang lain serta juga antara Jawa dan luar Jawa. Kondisi population dynamics dengan tingkat kualitas tersedia mempengaruhi penerapan pola ganda pembangunan pasca 2015, dimana Negara maju dengan perekonomian yang mapan dan digerakkan oleh TIK, terhadap Negara berkembang dengan perekonomian yang tumbuh dan dengan perekonomian kecil yang digerakkan oleh pergeseran rantai nilai dari ekonomi berbasis SDA yang tumbuh dengan modal sosial yang terus meningkat. Strategi inovasi kawasan jalur ganda disesuaikan dengan kenyataan bipolaritas ekonomi Indonesia melalui peningkatan kapasitas pembelajaran (ITLC) dan kreasi teknologi (ITCC), sektor
120
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
penggerak ekonomi, dan model inovasi yang dipilih, strategi jalur ganda antar kawasan inovasi maupun dalam kawasan. Strategi ganda tersebut adalah: 1. Mendorong pengembangan dan menerapkan kemampuan ITLC pada 5 koridor di luar Jawa – Bali yang berbasis SDA dengan pilihan strategi pembelajaran yang didorong oleh investasi. Sementara melakukan: a) pemetaan teknologi kunci yang dibutuhkan dan b) pengembangan proses pembelajaran dan adopsi teknologi dalam satu kesatuan paket kebijakan dan implementasi dengan penanaman modal (asing), kebutuhan teknologi yang telah terbukti (proven technology) dan inovasi di sejumlah KUE dalam industri ekstraktif berbasis SDA didorong semaksimal mungkin untuk dipasok oleh lembaga litbang domestik, dengan mengkapitalisasikan hasil litbang yang ada dan sesuai dengan tingkat kesiapan teknologi (TRL – technology readiness level) yang bermitra dengan pihak penanam modal dan pembawa teknologi dan sistem. 10 (sepuluh) klaster industri sektoral unggulan yang dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian diintegrasikan dengan strategi penerapan ITLC ini, sekaligus mengembangkan hilirisasi penuh dan juga dapat menghasilkan berbagai industri turunan nir-limbah dengan menerapkan prinsip 3R (reduce-reuse-recycle) secara berjenjang. Seluruhnya dalam naungan model inovasi kawasan yang disertai dengan pertumbuhan modal sosial. 2. Memperluas dan memperdalam kapasitas penciptaan teknologi baru pada koridor ekonomi berbasis pengetahuan dan jasa, khususnya di Jawa – Bali, dengan pilihan strategi penciptaan teknologi baru (ITCC) yang juga didorong oleh investasi pada industri sekunder dan/atau industri TIK dan industri kreatif. Klaster-klaster inovasi tematik didirikan, utamanya yang menghasilkan produk inovasi dari penciptaan teknologi baru yang hemat SDA, atau yang merupakan integrasi dari beberapa sistem invensi baru yang memberikan produk dan sistem bernilai tinggi berdasarkan kandungan pengetahuan yang digunakan, dibutuhkan atau menciptakan pasar baru di masa kini dan masa depan, serta masuk dalam jejaring pasokan global-regional. Interaksi diantara para pelaku inovasi intra maupun antar lokasi klaster-klaster inovasi nasional – regional – global sangat didorong, dan pada gilirannya dapat memungkinkan adanya “lompatan kuantum” yang menjadikan klaster inovasi tersebut masuk dalam jejaring global innovation hotspots. Model inovasi yang didorong adalah inovasi berbasis pengetahuan.
121
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Khusus mengenai aktor inovasi, disamping arahan MP3EI yang ada, naskah ini memberikan perhatian khusus pada kapitalisasi dari potensi kelas menengah Indonesia, khususnya kaum urban yang memiliki daya beli yang cukup baik dan memperlihatkan pertumbuhan yang signifikan menuju tahun 2025. MP3EI sendiri memperkirakan bahwa pada tahun 2025, lebih dari 65% dari penduduk Indonesia akan tinggal di kawasan urban, meningkat tajam dari jumlahnya saat ini yang telah mencapai 53% dari pendu duk Indonesia. Pada tahun 2030 diperkirakan jumlahnya mencapai 130 juta orang dan menyumbang 86% dari GDP Indonesia, ketiga terbesar setelah Cina dan India. Peningkatan jumlah kaum urbanite tersebut tidak hanya membutuhkan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran guna mendorong daya saing perekonomian nasional, namun juga harus dilihat dari sisi lain secara positif sebagai suatu potensi besar untuk mentransformasikan jumlah yang cukup besar tersebut dari kelas yang konsumtif menjadi kelas yang produktif – inovatif. Komposisi kelas menengah Indonesia bukan hanya akan memberikan revolusi konsumen, namun juga perlu dikelola secara khusus agar mereka juga dapat memberikan dampak pada revolusi inovasi. Profil, karakter, dan perilaku mereka memperlihatkan potensi yang sangat luar biasa untuk bertransformasi menjadi aktor inovasi, khususnya pada ketiga segmen yang oleh Majalah SWA disebut sebagai climber, performer, dan aspirator, dimana mereka seluruhnya memiliki potensi untuk dapat menjadi (urban) innovator. Keberadaan performer dan climber yang cukup besar serta aspirator sebagai leader of the pack, dapat memberikan dampak pada glombang eksodus dari kelas konsumtif menjadi kelas produktif – inovatif. Dengan proporsi yang terpetakan sekarang dan bila diasumsikan bahwa proposi ini tidak mengalami banyak perubahan dalam kurun waktu 1 dekade ke depan, maka jumlah keseluruhan dari mereka akan mencapai sekitar 75 juta orang pada tahun 2025. Dan bila diasumsikan 10% saja yang menjadi aktor inovasi (urban), maka dengan jumlah 7,5 juta orang inovator kelas menengah akan dapat merubah wajah perekonomian Indonesia yang digerakkan oleh inovasi. Kecuali jika orientasi mereka lebih pada keberhasilan finansial dalam pasar lukratif yang rendah kandungan inovasinya, maka perkiraan ini memerlukan tinjauan kembali. Setidaknya, suatu studi khusus perlu diabdikan pada bagaimana menggerakkan potensi kelas menengah Indonesia yang berpotensi menjadi aktor inovasi global pada tahun-tahun menjelang 2025. Dalam menyusun Peta Jalan Inovasi Kawasan di Indonesia, disusun pola transformasi secara makro, meso dan mikro. Secara makro, diasumsikan bahwa Indonesia pada
122
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
2010 memiliki kondisi yang kurang lebih sama dengan Korea Selatan pada 1970, meski boleh jadi situasi ekonomi Indonesia lebih baik. Berdasarkan data tersebut, KIN melakukan pemetaan untuk meramalkan kondisi Indonesia mulai tahun 2010 hingga 2025. Andai pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebesar 7 persen per tahun tanpa memasukkan indeks/faktor inovasi (teknologi), maka pencapaian PDB per kapita Indonesia hanya akan mencapai angka 6.070 dolar AS pada 2025. Namun jika indeks/faktor inovasi (teknologi) dapat ditingkatkan secara signifikan secara bertahap maka pencapaian PDB per kapita Indonesia akan mencapai nominal 16.000 dolar AS pada 2025. Dicanangkan bahwa pada 2010 input inovasi (teknologi) barulah 5,3 persen; sisanya (94,7 persen) masih didominasi faktor konvensional labour dan capital—pada tahap itu pendapatan per kapita masih berkisar 3.000-an dolar AS. Berangsur-angsur input inovasi (teknologi) akan ditingkatkan menjadi 17 persen (tahun 2015), menuju 32 persen (2020) dan akhirnya ke angka 44 persen pada 2025, guna meraih pendapatan per kapi ta 16.000 dolar AS. Angka-angka yang dicanangkan diatas belum menggambarkan bagaimana cara Indonesia untuk dapat mencapainya. Perlu diperhatikan bahwa perkembangan Cina yang sangat pesat bukan hanya membuka peluang bagi pembangunan, namun juga dapat memberikan risiko bagi beberapa negara untuk terperangkap pada perekonomian yang digerakkan oleh proses produksi yang menggunakan ketrampilan rendah dan padat karya. Investasi Cina yang cukup besar pada litbang, ketrampilan dan pengetahuan, dan kini malah telah memproduksi berbagai komponen industri yang semula diimpor, seluruhnya makin memperketat persaingan dengan negara-negara Asia Tenggara yang berpendapatan menengah seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Guna dapat mengambil manfaat yang lebih besar dari pertumbuhan Cina, maka diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas inovasi, termasuk peningkatan dalam penelitian dan pengembangan. Negara-negara dengan pernghasilan rendah yang hanya memanfaatkan kekayaan alamnya dan inovasi non-teknologi akan terancam untuk tetap tinggal dalam perekonomian bernilai tambah rendah. Sementara negara-negara berpendapatan menengah yang telah memiliki inovasi teknologi, termasuk sektor-sektor teknologi canggih, walaupun ini berada pada perusahaan-perusahaan multinasional dan lembaga riset pemerintah, perlu memberikan difusi teknologinya ke sektor-sektor perekonomian lainnya, termasuk pada calon-calon pemasok teknologi lokal.
123
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Reformasi struktural iptek dan inovasi perlu segera dilakukan, bila Indonesia tidak ingin terperangkap dalam jurang inovasi dan masuk dalam jebakan negara berpendapatan menengah dalam kurun waktu 1 dekade ke depan. Untuk itu, perlu mengadopsi model transformasi sistem inovasi Cina yang telah berjalan dengan konsisten, koheren dan berhasil baik dan melalui lima tahapan, yaitu: 1. Tahap Inkubasi (1975-1978) 2. Tahap Eksperimentasi (1978-1985) 3. Tahap Reformasi Struktural Sistem Iptek (1985-1995) 4. Tahap Pendalaman Reformasi Struktural (1995-2005) 5. Tahap menuju ”Firms-centered Innovation policy” (2005+) Dalam tingkat meso, transformasi dilakukan melalui pembentukan kawasan dan jejaring inovasi kawasan di Indonesia. 4 (empat) langkah penting yang perlu dilakukan dan dapat mengungkit perekonomian Indonesia sesuai dengan visi MP3EI, mengingat: 1. karakter geografis maritim dari Indonesia, 2. makin vitalnya aglomerasi KSN Selat Sunda dan KSN Jabodetabekpunjur, 3. model dan kerangka implementasi dari kebijakan inovasi jalur ganda dalam satu kesatuan ruang inovasi kawasan, dan 4. pembentukan klaster-klaster unggulan inovasi kawasan dalam jejaring yang saling memperkuat, sinergis dalam kerangka benua maritim Indonesia yang berdaya saing dan berketahanan. Dalam menyikapi karakter geografis maritim tropis Indonesia, perlu dibangun sembilan zona pertumbuhan maritim Indonesia yang sekaligus merupakan upaya peningkatan ketahanan nasional secara total melalui pembangunan kekuatan lunak (soft power) berbasis iptek dan inovasi kawasan, sebagai bagian dari pembangunan kemampuan Indonesia dalam mengelola ke tiga ALKI yang ada. Zona-zona pertumbuhan maritim tersebut diberi nomenklatur sesuai dengan nama selat dan laut antar gugus pulau yang menyatukan antara koridor ekonomi yang satu dengan yang lainnya, dimana iptek dan inovasi kawasan yang dibangun merupakan kombinasi dari: 1. potensi ekonomi SDA terestrial dan perairan yang telah disentuh oleh MP3EI, ditambah dengan 2. potensi pengembangan teknologi canggih terkini (clean and state-of-the-art technology) bersih berbasis kondisi maritim dan tropis Indonesia, dan 3. panggung geostrategis maritim dalam dekade ke depan.
124
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Kesembilan zona pertumbuhan maritim tersebut (Sunda-Karimata, Lombok, Makassar, Sawu, Banda, Maluku, Arafura, Raja Ampat, dan Cendrawasih) dilintasi oleh ketiga ALKI yang melintasi Indonesia dan sekaligus merupakan unsur konektifitas dan pemersatu lintas koridor yang berhadapan. Sejumlah lokasi simpul dalam setiap zona pertumbuhan maritim serta fokus teknologi dan inovasi yang patut dikembangkan dalam dekade ke depan telah teridentifikasi. Selanjutnya adalah penataan aset ruang KSN Selat Sunda dan megapolitan Jabodetabek yang bekerja sebagai suatu mesin kehidupan dan peradaban wilayah yang kompetitif, beradab dan berketahanan. Dengan mempertimbangkan kendala dan karakter ekologis dan geologis yang ada maka keseimbangan antara wilayah produktif dan wilayah penyangga harus semakin terjaga dan berkelanjutan. Perspektif KSN Megapolitan Jakarta saat ini yang hanya dalam batas Jabodetabekjur terbukti tidak efektif, salah satu sebabnya karena tidak adanya keseimbangan peran antara wilayah perkotaan (Jabodetabek) dengan wilayah penyangganya (Bo-Jur). Untuk melihat keseimbangan wilayah secara lebih holistik maka KSN Jabodetabek harus dipandang sebagai suatu dialektika dari paling tidak dua wilayah metropolis, yaitu Greater metropolis Jabodetabek dengan Greater Metropolis Bandung Raya. Penerapan strategi ITLC dan ITCC sekaligus bersamaan juga dilaksanakan pada ruang KSN Megapolitan Jakarta, dalam arti bahwa pada daerah-daerah koridor ekologi (Bodepunjur – Bandung) sebagai koridor dengan karakter penciptaan nilai dan kandungan pengetahuan tinggi dan diwarnai dengan pembangunan kapasitas inovasi a la ITCC. Sedangkan koridor Bandung – Pantura – Bekasi – Jakarta – Cilegon merupakan koridor ekonomi yang akan banyak diwarnai dengan keberadaan sentra-sentra industri dan yang terkait dengan beberapa klaster-klaster inovasi linier hingga inovasi kawasan yang umumnya lebih berkarakter ITLC. Penataan aset ruang KSN Selat Sunda dan KSN Jabodetabek diimplementasikan dalam perspektif inovasi kawasan dengan membangun platform Ina K-Ring (Indonesian Knowledge Ring) yang terdiri dari GAST-B (Green Advanced Science and Technology Belt) dan SMART-T (Smart Technology Triangle). GAST-B merupakan jejaring inovasi kawasan yang memberikan fokus pada ilmu-ilmu kehidupan (life sciences), ilmu-ilmu pengobatan dan kedokteran (medical sciences), air dan perairan (aquatic sciences), perubahan iklim, dan nano science and technology. Ini dapat diterapkan pada produk-produk berteknologi tinggi yang memenuhi hajat kebutuhan milyaran penduduk
125
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
dunia dalam kebutuhan pangan, biomedis, kosmetika, energi bersih dan bioenergi, adaptasi dampak dan mitigasi pemicu perubahan iklim. Inkubator teknologi yang baru saja diresmikan keberadaannya di Cibinong Science Center (CSC-LIPI) serta yang telah ada terlebih dahulu di Serpong dapat diarahkan direvitalisasi ke arah penciptaan spin offs dan UKM baru berbasis teknologi dan inovasi hijau. CSC-LIPI dapat ditingkatkan kapasitasnya menjadi National Prototype Center for Green Innovation and Business yang bagian dari sedikitnya kawasan inovasi interaktif dan pada tahun 2025 dapat mewakili postur inovasi kawasan di KSN Jabodetabek. Sedangkan SMART-T adalah klaster inovasi kawasan yang memberikan fokus pada ilmu-ilmu fisika, kimia dan teknologi dan sistem (geo)spasial. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan teknologi manufakturing, instrumentasi, sistem sensor dan sistem cerdas dalam mendukung pengambilan keputusan (decision support system) yang melibatkan input kompleks, baik berbasis spasial maupun a-spasial. Pengembangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional, regional dan global masa kini dan masa depan dekat (near future) dalam kegiatan yang terkait dengan intelijen, pemantauan dan pengawasan rutin (lingkungan, obyek vital, perbatasan, lokasi-lokasi strategis dalam ALKI, tindak ilegal, kebencanaan, iklim dan meteorologi), dan misi pengintaian untuk kepentingan nasional. Spin-off keluaran teknologi dan hasil pengamatan dalam berbagai tingkat resolusi, dengan berbagai pengetatan standar dan kualitas, dapat digunakan untuk kepentingan sipil (individu, rumah tangga dan perkantoran). GAST-B dan SMART-T membentuk satu kesatuan inovasi kawasan di KSN Jabodetabek dan KSN Selat Sunda dalam platform Ina K-Ring (Indonesian Knowledge Ring), suatu inisiatif cerdas membangun kawasan ini untuk menjadi salah satu global innovation hot spots yang berkembang dan patut diperhitungkan keberadaannya. Penataan dalam tingkat meso yang terakhir adalah pembentukan jejaring innopolis bervisi maritim. Terdapat terdapat 14 simpul yang membangun jejaring innopolis tersebut, masing-masing terdiri dari 1 simpul primer/simpul utama (KSN Jabodetabek – Bandung: Ina K-Ring), 2 simpul sekunder (Makassar dan Ambon), dan 11 simpul tersier (Jogjakarta – Semarang, Surabaya – Malang, Denpasar – Mataram, Palembang – Pangkalpinang, Medan – Sei Mangkei, Pontianak, Banjarmasin – Palangkaraya, Samarinda – Balikpapan – Tenggarong, Kupang – Atambua, Manado – Bitung, Ambon – Banda – Ternate – Sorong, dan Jayapura – Biak – Manokwari – Wamena – Merauke). Ke 14 simpul tersebut disamping untukbertindak sebagai pusat-pusat unggulan inovasi kawa-
126
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
san, juga diarahkan untuk turut memperkuat visi maritim Indonesia khususnya dalam rangka membangun kapasitas disepanjang lintasan ALKI dan sekitarnya. Terdapat hubungan saling memperkuat dan sinergis secara fungsional (dalam konteks rantai pasokan dan peningkatan nilai) maupun komersial diantara berbagai simpul tersebut. Dalam tingkat mikro, dilakukan uji petik di 8 lokasi dalam 6 koridor ekonomi yang terhadapnya telah dilakukan penilaian cepat (rapid assessment). Penilaian cepat tersebut meliputi 10 elemen inovasi dan hasilnya secara semi kualitatif dihadirkan pada, terdiri dari: 1. Adanya kebijakan nasional dan daerah yang mendukung. 2. Keberadaan budaya inovasi & technopreneurship yang tercermin dalam berbagai inisiatif, temuan, maupun hasil-hasil yang telah dicapai. 3. Aktor inovasi, baik dari kalangan industry, litbang dan perguruan tinggi, maupun teknopreneur dari masyarakat luas. 4. Keberadaan SDA & produk olahan/turunan yang dapat diproses. 5. Pasar, baik pasar captive dari pemerintah maupun non pemerintah, serta pasar terbuka/kompetitif. 6. Rezim investasi dan pajak yang mendukung. 7. Keberadaan Innohub, baik berupa sentra industri, pusat-pusat inovasi, inkubator teknologi ataupun yang menyandang fungsi-fungsi inovasi/kreatifitas, baik yang masih dalam perencanaan maupun yang telah hadir. 8. Program peningkatan pengetahuan maupun ketrampilan dalam rangka peningkatan nilai tambah maupun peningkatan kualitas pelayanan jasa. 9. Posisi dan status Innohub dalam spektrum inovasi saat ini. 10. Tipe inovasi yang diharapkan pada 2025.
127
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Pemetaan singkat memperlihatkan beberapa karakteristik yang menonjol, yaitu antara lain: 1. Umumnya di hampir setiap daerah yang dikunjungi telah memperlihatkan inidikasi adanya kebijakan yang mendukung inovasi, setidaknya penerapan teknologi dalam proses produksi bernilai tambah. Indikasi tersebut belum nampak di NTB, Maluku dan Kalsel. Kendati beberapa diskusi dengan kalangan perguruan tinggi, keinginan untuk ke arah tersebut sangat kuat. 2. Budaya (setidaknya aspirasi) inovasi umumnya hadir walaupun belum signifikan, namun Jawa Timur memperlihatkan kecenderungan yang sangat kuat dalam menampilkan keberadaan aktor inovasi ditengah budaya inovasi yang masih memerlukan penguatan. 3. Hampir seluruh daerah, kecuali Bali, mendasarkan inovasinya berbasis kekayaan SDA dan produk turunannya, khususnya Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Maluku. Sedangkan Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan memperlihatkan keragaman SDA yang cukup tinggi namun tidak dalam jumlah yang cukup masif seperti halnya dengan ke empat provinsi yang disebut terdahulu. 4. Peluang pasar umumnya sangat terbuka pada hampir semua daerah, namun sayangnya ini kurang didukung oleh keberadan rejim investasi dan perpajakan yang mendukung terjadinya inovasi berbasis investasi, kecuali mungkin di Bali (masih memerlukan pelacakan lebih lanjut). 5. Innohub umumnya belum nampak, kecuali Sumatra Utara (dengan Sei Mangkei-nya) dan Bali (satu pulau sebagai satu kesatuan kreatifitas yang memiliki daya magnet kuat). Ini nampaknya terkait dengan kebijakan program dari masing-masing daerah, dengan pengecualian NTB yang memiliki program yang relatif memiliki sosok, namun belum menghadirkan adanya innohub. 6. Posisi dalam tingkat inovasi saat ini menurut spektrum inovasi wilayah umumnya telah memperlihatkan embrio awalnya menuju inovasi linier di Sumatra Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Bali berada dalam posisi terdepan, utamanya ditunjang oleh industri kreatifnya, setara dengan inovasi linier menjelang inovasi interaktif. Sedangkan sisanya masih berada dalam posisi tidak ada inovasi, kecuali mungkin Kalimantan Timur yang telah memperlihatkan kuat-
128
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
nya kebijakan dalam investasi SDM dalam mendukung keberlanjutan pembangunan daerahnya. 7. Posisi tingkat/model inovasi yang diperkirakan dapat dicapai untuk masingmasing lokasi survei pada tahun 2025 adalah tingkat tertinggi dalam inovasi kawasan boleh jadi dapat diraih oleh Sumatra Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Bali bahkan dapat mencapai tingkat lebih dengan capaiannya yang berskala global. Kalimantan Timur dapat mencapai posisi tertinggi dalam inovasi kawasan bila terdapat konsistensi dalam implementasi kebijakan pembangunan berbasis inovasi yang telah diawali embrionya pada saat ini. selebihnya, yaitu, Kalimantan Selatan, NTB dan Maluku dapat menraih posisi inovasi interaktif pada tahun 2025. Terdapat 4 (empat) tipologi yang dari kedelapan lokasi yang disurvei, masing-masing diuraikan secara ringkas berikut ini. Tipologi 1: Inovator terdepan Di antara 8 (delapan) lokasi yang disurvei, Sumatera Utara bersama Jawa Timur dan Sulawesi Selatan memperlihatkan penampilan serupa (dengan beberapa pengecualian), yaitu bahwa mereka: 1. Telah (mulai) menempati posisi technology driven, didukung oleh adanya alokasi untuk innohub (seperti Sei Mangkei di Sumatera Utara, Gresik di Jawa timur), dan embrio budaya atau semangat inovasi. Di sisi lain, terdapat kesenjangan dalam SDM pelaksana proses produksi yang masih berada dalam posisi “no innovation – factor driven” dan memerlukan pelatihan dan peningkatan ketrampilan. Begitu juga halnya dengan kebijakan insentif yang relatif masih belum afirmatif, kalaupun tidak dapat dikatakan kurang mendukung proses pembentukan kapasitas inovasi. Tipe pembangunan kapasitas inovasi berkarakter ITLC, yang pada dasarnya masih belum sinkron dengan proses dan substansi pendidikan tinggi dan litbang di lokasi yang bersangkutan. 2. Model inovasi tipologi 1 ini dalam proses evolusinya akan memasuki tahap kritis memasuki tahapan inovasi linier pada kurun waktu sekitar 2018, pada saat mana diharapkan telah terjadi interaksi (kendati masih marjinal) diantara para pelaku inovasi dan produsen teknologi dan komoditas bernilai tambah. Pada tahap ini, proses integrasi dengan rantai pasokan dan peningkatan nilai secara
129
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
global telah terjadi, dengan adanya kandungan inovasi yang makin tinggi dan inkubator bisnis dan teknologi telah berjalan dengan baik. 3. Bila kelima elemen inovasi kritikal berlangsung secara sinergis serta didukung oleh kebijakan yang konsisten dan koheren dan alokasi sumberdaya yang memadai, maka ke tiga daerah yang tersurvei tersebut secara agregatif dapat memasuki tahapan baru dalam perekonomian berbasis inovasi interaktif pada tahun sekitar 2023. Dalam tahap ini, interaksi berbagai klaster intra koridor maupun antar koridor telah berjalan baik. Tipologi 2: Pariwisata berkelanjutan dan berketahanan (Bali) Tipologi ini diwakili oleh Bali dengan perekonomian yang digerakkan oleh industri kreatif dan industri jasa pariwisata. Bali dengan posisinya yang relatif mapan dengan perekonomian berbasis kreatifitas, memperlihatkan tipologi sebagai berikut: 1. Secara umum Bali menikmati pertumbuhan dan nampaknya juga menikmati kebijakan picking the winner oleh Pemerintah Pusat karena berbagai faktor pencapaian dan kondisi kekhususan sosial budaya yang mengangkat citra Indonesia di mancanegara. Di sisi lain, Bali saat ini menghadapi sindroma “limit to growth” akibat interaksi manusia dan lingkungan dengan adanya kejenuhan dan daya dukung wilayah yang mendekati limit karena investasi infrastruktur dan konstruksi yang diperlukan bagi kelangsungan industri pariwisatanya, khususnya di Kabupaten Badung. Proyeksi kunjungan wisatawan yang mencapai 20 juta per tahun jelas akan melampaui daya dukungnya. Ini mengancam ketersediaan lahan, pasokan air, pasokan pangan, manajemen limbah dan kualitas lingkungan secara keseluruhan. Bali memerlukan intervensi teknologi hijau yang hemat sumberdaya, hemat energi. Sekaligus juga meningkatkan profil dan moda pariwisatanya yang lebih meningkatkan nilai dengan jumlah kunjungan wisatawan yang tetap. 2. Pulau Bali secara keseluruhan telah menempati posisi model inovasi yang berbasis kreatifitas. Kultur inovasi (kreatifitas) sudah cukup tinggi, serta kebijakan yang mendukungnya yang boleh jadi telah menduduki posisi setara dengan inovasi linier (dengan rantai pasokan global yang relatif jelas). Disisi lain, aktor inovasi belum nampak jelas sosoknya, dimana sosok sebagai pekerja seni atau bahkan pengrajin nampak lebih mengemuka ketimbang sebagai inovator. Dalam beberapa hal, nampak figur seperti Nyoman Nuarte yang mengkombinasikan
130
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
seni dan teknologi, namun gejala seperti ini belum terlembagakan secara terstruktur dan mengikuti kaidah-kaidah sebagaimana halnya proses inovasi berlangsung. SDM produsen relatif tersedia karena bakat, namun belum nampak dari mereka yang kemudian berhasil menjadi inovator atau berinovasi mengembangkan bisnis dan teknologi berskala dunia, ketimbang kemudian menjadi tenaga pelaksana dari jaringan principal pemilik franchise (hotel dan sebagainya) yang umumnya datang dari Jakarta atau mancanegara. 3. Proses peningkatan menuju puncak inovasi kawasan nampaknya berjalan normal (kecuali terjadi peristiwa ekstrim seperti bom Bali I dan II yang lalu), dan pada kurun waktu sekitar 2024 Bali akan mencapai posisi inovasi kawasan yang cukup berhasil. Tipologi 3: The Green Powerhouse Tipologi ini diwakili oleh Kalimantan Timur yang merupakan provinsi sangat kaya SDA, khususnya SDA energi fosil. Tipologi ini mencoba menyajikan transformasi posisi dan strategi MP3EI dari Kalimantan Timur sebagai lumbung energi (fosil) menjadi lumbung energi bersih dan energi baru terbarukan. Ini dimungkinkan bila kebijakan ini diaktualisasikan melalui kebijakan dan praktek tata kelola pemerintahan yang transformatif dan memposisikan Kalimantan Timur sebagai lumbung energi hijau. Perjalanan transformasi Kalimantan Timur menjadi provinsi yang digerakkan oleh inovasi interaktif (atau bahkan inovasi kawasan) pada tahun 2025 adalah sebagai berikut: 1. Posisi Kaltim saat ini adalah pada “no innovation”, kendati keberadaan beberapa proyek infrastruktur dan pengembangan KEK dapat menjadi embrio bagi keberadan dan pembangunan innohub. Aktor inovasi diperkirakan akan mulai tampil pada tahun 2015, sebagai hasil dari investasi untuk SDM yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah, khususnya dengan adanya impuls dari Pembangunan Institut Teknologi Kalimantan yang saat ini tengah berlangsung, sekaligus memperkuat keberadaan UNMUL yang telah mapan di sana. Bila kebijakan dan alokasi sumberdaya dilaksanakan secara konsisten, terencana dan komprehensif, maka boleh jadi akan ada peralihan dari “no innovation” ke “technology driven”, khususnya dipicu oleh keberadaan berbagai proyek yang tengah dibangun. 2. Interaksi kelima elemen inovasi kritikal, bila dikelola dengan profesional dan berkesinambungan tanpa terganggu oleh siklus pilkada dan pemilu, akan
131
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
melahirkan lompatan kedua pada sekitar tahun 2020 yang akan membawa Kalimantan Timur meningkatkan posisi model inovasinya menjadi inovasi linier. Berbagai klaster inovasi yang dibangun, dianjurkan berkaitan langsung dengan investasi (asing maupun domestik), akan membawa proses hilirisasi komoditas energi fosil dan biofuel berasal kelapa sawit serta produk-produk dari food estate yang dibangun masuk pada rantai pasokan dan peningkatan nilai global. 3. Kalimantan Timur diperkirakan akan mencapai posisi inovasi interaktif pada tahun 2025, dengan makin berkualitasnya para aktor inovasi, keberadaan kultur inovasi yang mekin berakar, kebijakan afirmatif dari Pemerintah Pusat dan Daerah, serta sejumlah klaster inovasi yang saling berinteraksi. Interaksi secara global dan rekrutmen SDM dan migrasi sejumlah aktor inovasi ke Kalimantan Timur dapat mempercepat proses pencapaiannya bahkan sebagai inovasi kawasan, di saat mana keberadaannya telah mampu untuk menjadi powerhouse secara nasional untuk energi hijau. Tipologi 4: Dari kekayaan SDA ke modal manusia (Kalsel, NTB, Maluku) Tipologi ini mewakili daerah yang kaya SDA namun kurang memperhatikan investasi pada SDM melalui konversi dan kapitalisasi nilai-nilai SDA menjadi modal manusia yang berkesinambungan. Ini tampil di 3 (tiga) lokasi yang dikunjungi, yaitu Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku. Pola tata kelola pemerintahan yang terlena pada eksploitasi SDA atau minimnya kapasitas dan kewenangan untuk mengelola aset SDA dan ruang menyebabkan lambatnya investasi untuk SDM, iptek dan inovasi. Tipologi ini dapat menggiring pada perangkap negeri berpendapatan menengah – rendah dengan risiko kerusakan lingkungan dan terkurasnya SDA akibat pola pikir dan manajemen pemerintahan yang miopik. Beberapa hal yang dapat disajikan terkait dengan peta jalan dari tipologi ini antara lain: 1. Tidak adanya kultur inovasi dan kebijakan afirmatif dalam mengarusutamakan iptek dan inovasi menyebabkan ketiga provinsi ini masih belum beranjak dari posisi “no innovation”. Aktor inovasi baru akan tampil secara nyata di tahun 2015, pada saat kesadaran mengenai perekonomian berbasis inovasi mulai tumbuh. Innohub (a.l. berupa taman Industri) dibangun dan akan memulai beroperasi pada 2015 – 2016. Di saat itu, kebijakan afirmatif mulai menampakkan sosoknya, bersamaan dengan adanya kesadaran untuk melatih tenaga trampil se-
132
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
cara sistematik untuk menangkap peluang peningkatan nilai tambah melalui keberadaan sentra-sentra industri (technology driven stage). 2. Kelima elemen inovasi kritikal masing-masing berjalan secara independen dan melalui kepemimpinan yang sadar iptek dan inovasi yang mengelola pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi, maka pada kurun waktu sekitar 2019, tipologi ini memasuki tahap baru yaitu tahap inovasi linier. 3. Tipologi ini diperkirakan akan mencapai posisi tertingginya sebagai inovasi interaktif pada sekitar tahun 2024. Kematangan sistem dan kapasitas inovasi a la ITLC akan melahirkan sejumlah kreasi teknologi baru (ITCC) yang tidak hanya memanfaatkan SDA negeri yang masih ada maupun pengembangan perekonomian berbasis inovasi dan jasa non-SDA. Sebagai sintesis dari ke empat tipologi model inovasi kawasan di Indonesia (di luar Jawa – Bali dan Ina K-Ring), maka peta jalan pembangunan Iptek dan SDM melalui Inovasi Kawasan di Indonesia dalam kerangka MP3EI. Secara sintetik, tahapan pencapaian dari berbagai koridor ekonomi (yang diwakili oleh ke delapan lokasi survei) dalam tingkatan inovasi tertentu, tahun-tahun kritis yang memerlukan perlakuan khusus dalam rangka peningkatan model inovasi dari seluruh klaster inovasi yang bersangkutan, serta evolusi corak innohub dan profil SDM yang terlibat secara lokasional dan na sional dalam kurun waktu tertentu. Beberapa hal menonjol yang dapat ditarik dari diagram peta jalan nasional tersebut antara lain adalah: 1. Saat ini mayoritas provinsi kaya SDA (kecuali Bali) berada dalam posisi “no innovation – factor driven” dan mengekspor bahan mentah ke pasar domestik dan mancanegara dalam keadaan rendah olah. Secara sistemik kondisi ini akan berkurang menjelang tahun 2016 – 2017, disaat mana sentra-sentra industri berbasis SDA telah didirikan. Saat ini Provinsi Bali, Sumatera Utara, Jatim dan Sulawesi Selatan relatif telah berada dalam posisi technology (and creativity) driven economy, sedangkan Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, NTB dan Maluku baru akan memasuki tahapan ini pada kurun waktu sekitar 2016 – 2017. 2. Proses migrasi ke tingkat inovasi yang lebih tinggi memperlihatkan pola yang konsisten, dimana kelompok inovator awal (Sumatra Utara, Jawa timur, Bali dan Sulawesi Selatan) mendahului ke empat anggota inovator penyusul, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, NTB dan Maluku. Pola migrasi kedua kelompok ini konstan, dari technology driven ke inovasi linier, berlanjut ke ino-
133
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
vasi interaktif dan akhirnya inovasi kawasan. Pada tahun 2024 – 2025, terdapat peluang bagi Kalimantan Timur untuk mendaki hingga puncak inovasi kawasan, bersama dengan Sumatra Utara, Bali, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. 3. Tahun-tahun migrasi inovasi yang kritis untuk dicermati dan memerlukan perlakuan khusus adalah kurun waktu 2016-2017 untuk migrasi dari posisi no innovation ke technology driven/efficiency driven. Kemudian tahun-tahun 20192020 untuk migrasi ke inovasi linier. Sedangkan untuk inovasi interaktif adalah tahun sekitar 2023 dan akselerasi terjadi pada tahun 2025 di saat mana terjadi migrasi akhir ke tahapan inovasi kawasan. Output: Peta jalan pembangunan iptek dan sdm dalam rangka MP3EI Outcome: Mendukung pengembangan iptek dan sdm pada koridor ekonomi
B.
Dukungan Pendayagunaan Iptek Untuk Kawasan Agroindustri Holtikultura Di Gresik Utara Kawasan gresik utara dan sekitarnya merupakan wilayah penghubung pengembangan wilayah di timur Pulau Jawa. Dengan melihat letak geografisnya, Gresik merupakan salah satu kota satelit yang berperan cukup besar dalam kemajuan industri di Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Melihat fungsi kawasan ini sebagai salah satu kota satelit penopang Kota Surabaya tentunya memiliki banyak sekali potensi diantaranya adalah memiliki kawasan hortikultura di Gresik Utara seluas 2.500 Ha. Di dalam kawasan tersebut terdapat perkebunan mangga seluas 253 Ha yang telah dikembangkan sejak tahun 1989. Selanjutnya kawasan ini akan diplotkan untuk embung seluas 50 ha, pusat riset 10 ha, perkebunan inti mangga seluas 100 ha dan 93 ha untuk aneka tanaman lainnya. Buah Mangga sebagai salah satu komoditi unggulan Jawa Timur memiliki nilai ekonomi cukup tinggi di pasaran. Selain rasanya yang enak dimakan segar, buah mangga juga enak diolah menjadi berbagai macam makanan seperti misalnya diolah sebagai manisan, bahan jus bahkan diolah sebagai keripik mangga. Oleh karena itu permintaan di dalam negeri mangga tetap menjadi buah favorit pada saat musimnya. Buah yang berkualitas tetap memiliki harga yang jauh lebih
134
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
baik dan dapat menembus pasar untuk kalangan menengah atas. Di luar negeri mangga adalah buah eksotik yang banyak penggemarnya dan termasuk buah impor yang mahal. Potensi Indonesia untuk mengekspor mangga begitu besar, tetapi pemanfaatannya tidak maksimal. Untuk menyuplai kebutuhan mangga luar negeri yang harus kontinyu dan standard mutu tidak beru bah, diperlukan pengembangan agribisnis mangga yang mencakup areal tanam luas dengan kultur teknis dan pasca panen yang terkendali. Pengembangan perkebunan holtikutura dengan salah satu komoditi mangga didalamnya dengan pola kemitraan inti plasma berskala besar akan berdampak besar terhadap pemberdayaan masyarakat berkelanjutan. Menurut Serikat Petani Indonesia, pertanian berkelanjutan adalah suatu cara bertani yang mengintegrasikan aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian.Suatu mekanisme bertani yang dapat memenuhi kriteria (1) keuntungan ekonomi;(2) keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat,(3) konservasi lingkungan secara berkelanjutan (SPI,2011). Untuk mewujudkannya Dinas Pertanian Gresik, Bappeda Gresik, PT. Polowijo Gosari (sebagai representasi pihak swasta ), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah melakukan suatu kajian singkat (pre-eliminary study) untuk mengetahui potensi dan ham batan usaha pertanian yang akan dijalankan pada perkebunan inti serta mengetahui faktor pen dukung dan penghambat pola kemitraan pada masyarakat sebagai informasi awal untuk membangun pusat inovasi holtikultura dengan pola kemitraan inti plasma yang berkelanjutan. Pusat Informasi Hortikultura merupakan bagian penting untuk memulai berdirinya Pusat Unggulan Hortikultura yang didukung oleh pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten. Hasil dukungan pendayagunaan IPTEK untuk kawasan agroindustri hortikultura di Gresik Utara adalah berdirinya Pusat Informasi yang dimulai dengan terbentuknya website pengembangan potensi pusat unggulan Gresik Utara, dengan informasi yang ditampilkan berupa: a) Profil mengenai kota Gresik, Pusat Unggulan yang dikembangkan dan potensi sumber daya alam. b) Pengembangan hortikultura di Gresik Utara, diawali dengan konten mengenai mangga. c) Potensi pertambangan Dolomit di Gresik Utara d) Potensi klaster agropolitan dan zona industri di Gresik Utara e) Pengembangan sumber daya manusia f) Informasi lain yang berhubungan dengan perkembangan Pusat Informasi g) Berita kegiatan h) Link terkait
135
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.46 Kawasan Gresik Utara Rekomendasi yang dihasilkan untuk pengembangan Pusat Informasi lebih lanjut adalah: 1.
Perlunya mendorong koordinasi yang sudah terbangun di tingkat pusat dan daerah, dengan rencana aksi konkrit yang terintegrasi dalam program pusat dan daerah.
2.
Perlunya pertemuan di tingkat strategis untuk menempatkan kembali fungsi peran berbagai pihak yang mendukung berdirinya Pusat Unggulan Hortikultura
3.
Diperlukan informasi kemajuan pengembangan Pusat Unggulan Hortikultura untuk masing masing pihak yang bersinergi
4.
Diperlukan kajian kelayakan pengembangan Pusat Informasi dalam Pusat Unggulan Hortikultura
5.
Diperlukan kerjasama dan program yang mendukung tumbuhnya jejaring informasi yang akan mendukung beroperasinya Pusat Unggulan Hortikultura
6.
Diperlukan benchmark pendirian Pusat Informasi dalam Pusat Unggulan Hortikultura untuk memberikan gambaran konkrit manfaat dan tantangan masing masing pihak yang berkolaborasi.
136
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
3.47 Website holtikultura.gresikkab.go.id Output: Pusat informasi hortikultura di Gresik Utara Outcome: Tersebarnya informasi mengenai iptek hortikultura
C.
Pendayagunaan Iptek Untuk Peningkatan Industri Bidang Peternakan Di NTB Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan peningkatan iptek pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan taraf kehidupan bangsa dan Negara serta kemandirian dan daya saing bangsa. Akan tetapi saat ini belum ada indikasi yang menunjukkan bahwa peran iptek dalam peningkatan daya saing ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dalam indikator iptek Indonesia, yang menunjukkan hasil penelitian dan pengembangan teknologi lembaga litbang belum banyak yang dapatmemberikandukungan sektor industry. Sebagaimana dapat dicontohkan disektor peternakan ruminansia besar tergambar dengan jelas bahwa iptek di sektor peterna -
137
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
kan tersebut belum banyak menunjukkan perannya, baik di peternakan rakyat maupun industri peternakan. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Indonesia mayoritas masih bermata pencaharian sebagai petani, nelayan dan peternak. Akan tetapi pada umumnya masyarakat masih melakukan kegiatan kegiatan tersebut diatas dengan model peternakan konvensial yang diwariskan secara turun temurun. Kondisi tersebut mengakibatkan hasilnya tidak optimal dan cenderung tidak menguntungkan. Hasil tidak optimal karena pada umumnya ternak sapi atau kerbau hanya diberikan pakan hijauan, pada hal secara ilmu pengetahuan dan teknologi menunjukkan bahwa hewan ruminansia besar tidak saja hanya cukup diberikan pakan hijauan, akan tetapi memerlukan juga protein, lemak dan mineral yang berfungsi untuk pembentukan tulang dan peningkat an car cass. Produktivitas sapi potong tergantung tiga faktor yaitu: pakan, pemuliabiakan dan pemeliharaan. Penyediaan pakan bagi ternak sapi dengan jumlah cukup, berkualitas tinggi dan berkesinambungan sepanjang tahun. Pengembangan pakan seharusnya mengembangkan potensi sumberdaya pakan lokal dengan teknologi yang sesuai. Pemanfaatan teknologi pakan belum banyak dirasakan oleh sebagaian peternak khususnya pada peternakan rakyat, karena teknologi yang ada memerlukan biaya tinggi dan kadang kadang tidak sesuai bila diterapkan karenake terbatasan sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang kurang mendukung. Oleh sebab itu pendayagunaan iptek sektor peternakan perlu di gencarkan dengan melalui seleksi terlebih dahulu untuk mengukur tingkat kesiapan teknologinya maupun mengukur tingkat kesiapan SDM dalam menerima teknologi tersebut. Sebagaimana telah disebutkan bahwa di dalam peningkatan produktivitas sapi ada tiga faktor penting, yaitu pakan, pemuliabiakan dan pemeliharaan. Karena masyarakat pada umumnya tidak memperhatikan hal tersebut diatas, maka pada saat sekarang di Indonesia telah terjadi kerusakan genetik sapi dan kualitas sapi yang ada tidak layak untuk lakukan penggemukan karena pola pakan yang tidak terstandar. Untuk memberikan suatu percontohan untuk produktivitas sapi, maka sesuai dengan pengamanatan yang tertuang pada Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), bahwa koridor V yaitu, Bali – Nusa Tenggara difokuskan pada sektor Pariwisata, Pertanian dan Peternakan. Guna mendukung hal tersebut diatas, maka ditetapkan sebagai dukungan iptek yaitu pada sektor peternakan sapi yang dimulai dari hulu hingga hilir. Agar supaya fokus sektor peternakan sapi di wilayah NTB dapat berjalan dan berkelanjutan, maka dilakukan berbagai kegiatan yang sifatnya sebagai satu kesatuan yang akan mampu me -
138
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
ngerakkan program secara keseluruhan. Oleh sebab itu maka dipilih lah suatu program yang sifatnya analisis tentang pengukuran kesiapan teknologi yang telah dihasilkan serta pengukuran kesiapan Sumber Daya Manusia yang ada dalam menerima teknologi. Output: Rekomendasi hasil pengujian TRL terhadap teknologi IB (IB sexing) dan pakan (pakan konsentrat, silase dan wafer) Outcome: Mendukung pemerintah pusat untuk pencapaian swasembada daging sapi (PSDS) dan Pemprov untuk program bumi sejuta sapi (BSS)
D.
Pendayagunaan Hasil Litbang Untuk Penguatan Pusat Inovasi Produk Unggulan Papua Berdasar Perpres 32 tahun 2011, tiga pilar strategi utama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dikembangkan pemerintah adalah: 1). Pengembanganan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi, 2). Penguatan konektivitas nasional, dan 3). Penguatan kemampuan SDM dan Iptek nasional. Semua lembaga pemerintahan harus berkontribusi sesuai bidang kompetensinya untuk melaksanakan strategi utama MP3EI melalui sinergitas dan koordinasi kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sesuai dengan pembentukan koridor-koridor pembangunan ekonomi dalam MP3EI yaitu koridor pembangunan ekonomi I hingga VI, maka pengembangan SIDa dalam bentuk Pusat Inovasi Produk Unggulan (PIPU) yang disesuaikan setiap koridor tersebut. Untuk koridor VI yang meliputi Papua dan Kepulauan Maluku dengan tema pembangunan: pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional, maka Kementerian Riset dan Teknologi melalui Asdep Iptek Industri Besar, Deputi Pendayagunaan Iptek melakukan kegiatan Pendayagunaan Hasil Litbang Untuk Penguatan Pusat Inovasi Produk Unggulan Papua dengan prioritas komoditas sagu, kakao, kelapa dan perikanan. Tujuan dari kegiatan pendayagunaan hasil litbang untuk penguatan PIPUP adalah peningkatan pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan antara lain peralatan dan teknologi pengolahan produk pangan untuk memberi nilai tambah atas komoditi unggulan Papua yaitu sagu, kelapa, kakao dan perikanan sehingga menjadi produk bernilai ekonomi yang meningkatkan pendapat an masyarakat.
139
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Kegiatan ini menggunakan metodologi berikut: (i). menyusun langkah-langkah strategis melalui rapat koordinasi, penyebaran kuesioner, observasi dan diskusi terbatas, (ii). Melakukan kun jungan ke Pusat Inovasi Produk Unggulan Papua, (iii). melakukan pembahasan dan analisa data informasi yang selanjutnya (iv). disusun laporan akhir yang mencakup kesimpulan dan rekomendasi sebagai masukan untuk perumusan kebijakan terkait di Kementerian Riset dan Tekno logi. Kajian pendayagunaan hasil litbang untuk penguatan Pusat Inovasi Produk Unggulan Papua menyimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Pada Rabu, 12 Desember 2012, Pusat Inovasi Produk Unggulan Papua telah diresmikan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan, Sekretaris Daerah, Provinsi Papua bertempat di Waena, Jayapura. PIPUP diharapkan dapat menjadi wahana dan media bagi masyarakat Papua dalam mengolah bahan baku hingga produk jadi dan mengembangkan kualitasnya sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat Papua. Selain itu PIPUP diarahkan sebagai pusat informasi teknologi, pusat pelatihan teknologi pengolahan produk Papua, pendampingan pendanaan, pendampingan promosi dan sebagai rumah kemasan. 2. Teknologi pengolahan pangan di PIPUP dikembangkan dari hasil litbang yaitu untuk komoditas sagu, kakao, kelapa dan ikan sehingga menjadi produk yang bernilai tambah dan memberi manfaat bagi masyarakat Papua antara lain: meningkatkan jumlah produksi, meningkatkan kualitas produk serta akhirnya meningkatkan penghasilan. 3. Keberlanjutan PIPUP perlu didukung semua pemangku kepentingan baik pemerintah pusat maupun daerah terlebih dengan adanya beberapa peraturan dan kebijakan pemerintah yang dapat menjadi landasan dukungan bagi keberlanjutan PIPUP, seperti: Perpres 28/2008, Perpres 65/2011, Permenperin 78/M-IND/ PER/9/2007, Permenperin 140/M-IND/ PER/10/2009 dan Surat Keputusan Menko Perekonomian Nomor KEP47/M.EKON/07/2008. 4. Pemerintah Provinsi Papua perlu segera menindaklanjuti langkah- langkah untuk keberlanjutan PIPUP dalam hal penetapan surat keputusan gubernur untuk PIPUP serta penyediaan tempat permanen PIPUP agar semakin banyak masyarakat Papua yang mendapat manfaat dari PIPUP. 5. Kementerian Riset dan Teknologi telah berhasil meletakkan pondasi pendirian PIPUP kemudian memperkuatnya melalui dukungan peralatan teknologi pengolahan sagu, kakao, kelapa dan ikan yang langsung bermanfaat bagi masyarakat dengan diikuti diseminasi tekno-
140
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
logi melalui pelatihan-pelatihan pada kelompok-kelompok masyarakat yang akan menjadi wirausaha. Rekomendasi kebijakan yang disampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi mengingat PIPUP telah memberi manfaat kepada masyarakat Papua adalah sebagai berikut: 1) Kementerian Riset dan Teknologi perlu memperluas diseminasi teknologi pengolahan sagu tingkat lanjut untuk industri pangan, farmasi dan kosmetika yang memberi nilai tambah tinggi melalui perluasan jejaring PIPUP ke industri besar tersebut. 2) Diseminasi teknologi lanjutan untuk pengolahan sagu, kelapa, kakao dan ikan dengan fokus peningkatan kapasitas produksi dan kendali mutu produk agar produk unggulan Papua dapat bersaing di pasar nasional maupun internasional. Output: Rekomendasi kebijakan pendayagunaan hasil litbang untuk penguatan pusat Inovasi produk unggulan Papua Outcome: Paket diseminasi teknologi Produk Unggulan Papua
E.
Pendayagunaan Bis Listrik Untuk Mendukung Transportasi Di Yogyakarta Sesuai program pemerintah yang telah dicanangkan melalui program udara bersih maka pada saat ini telah dimunculkan program mobil murah untuk pedesaan yang ramah lingkungan oleh Kemenperin, program mobil listrik untuk penumpang (bis listrik) oleh LIPI, serta program mobil listrik lainnya yang disiapkan oleh Kemendiknas. Dari beberapa program mobil listrik yang telah dicanangkan tersebut, mobil listrik untuk penumpang selanjutnya disebut bis listrik dari LIPI perlu dipercepat diseminasinya ke industry dari prototype riset ke prototype industri. Un tuk itu perlunya dilakukan Uji Coba Bis Listrik telah dilakukan di Yogyakarta dengan mengun dang stake holder terkait, seperti universitas/litbang, pemerintah dan industri. Sebagai gambaran saat ini bahwa produk bis listrik yang dibuat oleh LIPI adalah merupakan hasil prototype riset yang merupakan gabungan hasil perakitan komponen import dan komponen lokal. Komponen impornya adalah berupa mesin dan baterai lithium-ion. Hal ini disebabkan karena pada saat ini litbang otomotif di Indonesia masih ketinggalan dengan luar negeri seperti Amerika dan Jepang. Untuk itulah Kemenristek sebagai Integrator antara Pemilik Teknologi dengan Industri merasa tergugah untuk mempercepat proses diseminasi bis listrik tersebut
141
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
mengingat animo masyarakat terhadap pemanfaatan mobil listrik yang bisa lebih hemat dan murah bila dikembangkan ke depannya. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan BPPT sebagai salah satu lembaga litbang mobil listrik bahwa Pemerintah optimis mobil listrik nasional dapat dikembangkan di Indonesia. Bahkan, pemerintah telah membentuk Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri Otomotif yang tujuannya untuk menghimpun kekuatan otomotif secara nasional dan mensinergikan kemampuan masing-masing pihak sehingga kita mampu memproduksi mobil secara massal. Menjadi catatan, bahwa uji coba bis listrik yang dilakukan di Yogyakarta tersebut adalah sebagai sarana untuk melengkapi kekurangan yang ada dari hasil prototype riset itu sendiri serta hal-hal lainnya yang harus dipersiapkan oleh para awak bis listrik dan teknisi pendukungnya serta perusahaan operatornya yang dapat didokumentasikan dalam Standard Operasi dan Prosedur (SOP) Bis Listrik untuk Umum. Dalam melakukan uji coba kendaraan listrik baik itu berupa prototype maupun purwa rupa belum ada dokumen legal agar prototype mobil listrik dapat melawati jalan umum, untuk itu perlu dilengkapi adanya dokumen legal/ijin untuk dapat berjalan di jalanan umum, perlu juga adanya regulasi /kebijakan tentang pengujian prototype riset serta penetapan Rute/jalur khusus untuk uji coba. Pada pelaksanaan pembuatan kendaraan listrik dan juga pelaksanaan uji coba belum dilengkapi dengan Standar Uji yang berlaku, untuk itu perlu adanya Standarisasi Uji Komponen prototipe bis listrik dan Standarisasi Uji jalan prototipe Bis Listrik dari aspek kelaikan, keamanan, dan kenyamanan. Dan sebagai data pendukung pelaksanaan uji coba perlu dibuat SOP Tata Cara Pengoperasian Bis Listrik untuk pengemudi (manual operasi dan peralatan kesiagaan), SOP Pengemudi dan sertifikasi pengemudi bis listrik yang paham terhadap kelistrikan dengan dukungan Buku Panduan Modul TOT Operator Bis Listrik dan Buku Panduan Monitoring Operasional Bis Listrik serta Buku Manual utk perbaikan ringan bis. Road Map Mobil Listrik di Indonesia belum jelas legalitasnya, untuk itu dalam pembangunan mobil listrik untun angkutan masal perlu disusun suatu Road Map Mobil Listrik yang komprehensif sebagai acuan dalam pengembangan mobil listrik untuk angkutan masal di Indonesia dan perlu disyahkan oleh Stake Holder serta pemangku kepentingan lainnya dengan dukungan peraturan yang bersifat operasional.
Output:
142
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
•
Hasil ujicoba Bis Listrik untuk mendukung pengembangan koridor ekonomi;
•
Rekomendasi kebijakan pendayagunaan Mobil Listrik untuk mendukung transportasi
Outcome: Mendukung Pemerintah Provinsi DIY dalam mengembangkan transportasi yang hemat energy dan ramah lingkungan
F.
Pengembangan Pusat Informasi Iptek Di Zona-Zona Industri Besar Untuk Mendukung Koridor Ekonomi Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang berada di antara dua benua dan dua samudera membentuk konstelasi yang strategis. Hal tersebut diperkuat dengan beragam keunggualn dan keunikan yang dimiliki oleh masing-masing puklau besar yang akan menjadi pilar-pilar utama dalam rangka mencapai visi Indonesia 2025. Dalam rangka mendukung tercapainya visi Indonesia secara menyeluruh, masing-masing pulau besar di Indonesia mempunyai tema pemba ngunan strategis sebagai berikut : Sumatera diposisikan sebagai ”sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dam Lumbung Energi Nasional”. Selain itu, Sumatera juga akan menjadi garis depan ekonomi nasional ke Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan dan Asia Timur, serta Australia dan Oceania; Jawa diposisikan sebagai ” Pendorong Industri dan Jasa Nasional”. Mengingat Jawa sekarang memiliki ketahanan air yang sangat minim, maka sangat perlu dilakukan pembatasan kegiatan yang mengkonsumsi banyak air, memprioritaskan industri yang ramah lingkungan, serta membatasi industri yang agresif terhadap pengubahan bentang alam sekitarnya; Kalimantan diposisikan sebagai ”Pusat Produksi dan Pengolahan HAsil Tambang dan Lumbung energi Nasional”; Sulawesi diposisikan sebagai ”Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, PErkebunan, dan Perikanan Nasional”. Sulawesi juga diharapkan menjadi pintu garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, Oceania, Amerika Utara dan Selatan;Bali – Nusa Tenggara, diposisikan sebagai ”Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional”. Industri pariwisata Lombok harus mampu bersinergi dengan industri pariwisata Bali. Selain itu, sektor peternakan dan perikanan dapat menjadi penggerak utama untuk koridor ini; Papua – Kepulauan Maluku diposisikan sebagai ”Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional”. Untuk mendukung posisi tersebut diperlukan upaya percepatan pengembangan infrastruktur. Dari kondisi wilayah Indonesia yang luas dan kekayaan alam yang melimpah serta informasi-infomasi yang belum banyak diketahui maka perlu adanya pusat-pusat informasi untuk me -
143
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
nyediakan informasi mengenai potensi-potensi kekayaan alam sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan untuk kemakmuran masyarakat Indonesia. Output: •
Pengembangan Pusat informasi di enam koridor ekonomi
•
Diseminasi Iptek Pusat Informasi koridor ekonomi
Outcome: Penyebaran informasi dalam mendukung kegiatan ekonomi utama di koridor ekonomi 3.5.5 Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Manajemen Kesiapsiagaan Peran institusi riset sebagai penghasil teknologi menjadi sangat penting karena teknologi meru pakan salah satu penggerak utama penciptaan nilai tambah. Hal tersebut terlihat dengan jelas bahwa pemanfaatan teknologi kebencanaan saat ini masih belum optimal. Melihat kondisi tersebut, dirasa perlu untuk melakukan kaji ulang, reidentifikasi potensi dan kendala, formulasi strategi dan refomulasi kebijakan teknologi kebencanaan yang menunjang pada industri nasional yang tangguh. Saat ini, ketergantungan terhadap teknologi dari luar masih dirasakan sangat besar untuk mitigasi bencana. Intervensi dunia Internasional-pun dirasakan masih ada dalam peringatan dini bencana. Melihat pada fenomena tersebut, pemerintah dirasakan harus sudah dapat mengedepankan peran serta para ahli dan teknologi dari dalam negeri. Peningkatan kandungan lokal untuk teknologi peringatan dini idealnya harus sudah dapat dilakukan di Indonesia serta sudah bisa mendorong kearah industrialisasi peralatan kebencanaan. Pemerintah dalam pasar global menjalankan fungsi sebagai fasilitator dan pendorong dalam mengurangi hambatan yang dihadapi masyarakat dalam kapasitas pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek pemerintah khususnya dalam bidang mitigasi bencana. Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan kebutuhan, pengkajian penguasaan, persiapan transfer dan proses diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi pada instansi pemerintah, khususnya yang terkait dengan dukungan iptek terhadap Iptek Mitigasi Bencana serta kerja sama dengan dunia internasional. Semua itu ditujukan dalam rangka melahirkan sebuah standar nasional teknologi mitigasi bencana yang mengutamakan kandungan lokal dan tidak tergantung dari teknologi mancanegara. Pada tahun 2013 sedang disusun standar nasional indonesia untuk sirine lokal peringatan dini tsunami. Diharapkan dengan lahirnya SNI ini, teknologi sirine lokal untuk mitigasi bencana dapat masuk ke dunia industri untuk diproduksi secara masal dengan TKDN tinggi dan termanfa-
144
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
atkan di seluruh indonesia terutama pada daerah yang rawan bencana tsunami. Demikian juga pada tahun 2014 yang akan datang, kegiatan mitigasi bencana masih akan tetap difokuskan ke pada bagaimana meningkatkan kandungan lokal, melakukan diseminasi dan promosi dalam rangka mitigasi bencana juga dengan mengikuti perkembangan dan berkontribusi di dunia internasional dalam upaya mengurangi resiko akibat sebuah bencana. Kegiatan yang Dilaksanakan Kegiatan yang dilaksanakan adalah berupa 1. Identifikasi, pemetaan dan peningkatan kandungan lokal teknologi kebencanaan 2. Turut serta dalam kerjasama internasional dalam mengurangi resiko kebencanaan 3. Melakukan Promosi dam Diseminasi kepada masyarakat luas dalam mengurangi resiko kebencanaan Maksud Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendayagunakan para ahli, lembaga riset, penelitian dan pengembangan berdayaguna untuk memperkecil resiko akibat bencana alam yang terjadi dengan menghasilkan sebuah standar teknologi bencana yang berbasis iptek Sistem Inovasi Nasional (SINAS). Tujuan terdayagunakan inovasi nasional untuk mitigasi bencana dalam sebuah standar asional teknologi mitigasi bencanan dalam upaya memperkecil resiko akibat bencana alam berbasis iptek Sistem Inovasi Nasional (SINAS). Realisasi capaian dari kegiatan ini adalah berupa rekomendasi Standard Operational Prosedure (SOP) untuk pembentukan SNI (Standar Nasional Indonesia) sirine lokal untuk peringatan dini tsunami. Outcome: Meningkatnya TKDN ( Tingkat Kandungan Dalam Negeri ) untuk teknologi peringatan dini Tindak Lanjut: Mewujudkan adanya teknologi bencana yang berbasis iptek Sistem Inovasi Nasional (SINAS)
145
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Dokumentasi:
Gambar 3.48 Rapat Konsensus SNI Kebencanaan dan Meta Plan SNI Kebencanaan 3.5.6 Sosialisasi PLTN Temuan radiasi yang terkendali pada tahun 1942 oleh Enrico Fermi, merupakan fenomena yang luar biasa karena di kemudian hari umat manusia memanfaatkan panas hasil rekasi inti sebagai sumber energi untuk kesejahteraan umat manusia. Ditemukannya tiga partikel radioaktif : sinar alpha, beta dan gamma yang dikenal dengan sinar X memberikan manfaat yang besar dalam du nia kedokteran sementara sinar beta dan sejenisnya yang dikenal sebagai sinar laser sangat membantu dunia konstruksi. Yang terakhir, sinar alpha merupakan sinar radioaktif, dan dikenal sebagai helium dan atom hidrogen lebih banyak berkaitan dengan sumber energi nuklir. Kini, umat manusia sangat tergantung pada pemanfaatan radiasi nuklir sudah tidak hanya dalam bidang pangan, kesehatan, tapi juga sebagai sumber energi untuk menggerakkan sektor industri menuju peradaban yang lebih baik. Sebagai gambaran saja bahwa energi yang muncul dari pemecahan 1 gr uranium yang ditembak dengan nueutron akan menghasilkan energi yang setara dengan 2.103 liter BBM, ditambah berbagai unsur lainnya yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan ekonomis. Uraian tersebut diatas mengindikasikan bahwa peran dari teknologi per nukliran sangat besar untuk kesejahteraan umat manusia. Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek,
146
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
mendapat tugas untuk melakukan sosialisasi PLTN di beberapa lokasi. Dari hasil sosialisasi Ip tek Nuklir didapatkan beberapa data, baik alasan penolakan dan hasil kuesioner.
Gambar 3.49 Presepsi terhadap pembangunan energi baru
Gambar 3.50 Presepsi masyarakat terhadap pembangunan PLTN
Gambar 3.51 Pemahaman masyarakat terhadap PLTN
147
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
Gambar 3.52 Pengetahuan masyarakat mengenai manfaat iptek nuklir Adapun yang menjadi alasan penolakan terhadap teknologi nuklir, antara lain: • Khawatir terjadinya kecelakaan/kebocoran • Pencemaran radioaktif • Untuk senjata nuklir • Penyimpanan limbah radioaktif yang belum ditemukan • Konflik pro dan kontak • Anggapan Pembangkit listrik lain cukum pemasok energi • Secara ekonomi tidak efisien • Menimbulkan protes Output: Paket Sosialisasi di 9 (sembilan) daerah Outcome: Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang Iptek nuklir Tindak Lanjut: Akan dikoordinasikan dan disinergikan dengan Kementerian Pendidikan Nasional untuk menjadi salah satu bahan Ajar di tingkat SD, SMP, dan SMA.
148
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah - Tahun 2013
BAB IV PENUTUP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun 2013 ini menyajikan hasil evaluasi atas berbagai keberhasilan capaian kinerja sebagaimana ditetapkan dalam Indikator Kinerja Utama. Hasil-hasil yang dicapai telah tergambarkan secara rinci pada tabel dan penjelasan diatas. Secara umum semua sasaran yang ditetapkan meliputi 6 (enam) Indikator Kinerja Utama (IKU) berhasil dicapai (100 %). Hasil capaian kinerja pada tahun 2013 tersebut merupakan upaya optimal atas penggunaan sumber daya yang ada di Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek. Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek Tahun 2013, diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik internal maupun eksternal sebagai dasar untuk introspeksi, evaluasi maupun kritik membangun terhadap Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi.
149
REVISI RENCANA STRATEGIS Unit Organisasi Eselon I : Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek
Visi : Pendayagunaan iptek untuk mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif Misi: Meningkatkan pendayagunaan iptek dalam mendukung daya saing ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan Kemandirian
Tujuan Uraian 1 Mendayagunakan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar
Indikator 2 1. Implementasi kebijakan pendayagunaan iptek
Sasaran Target s.d 2014 3 - 5 (lima) implementasi kebijakan
2. Pemanfaatan hasil - 30 (tiga puluh) teknologi litbangyasa nasional litbangyasa nasional
-3 (tiga) Konsorsium Pendayagunaan riset untuk pengurangan dampak perubahan iklim
Uraian 4
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar
Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran Kebijakan Program Kegiatan 6 7 8 1. Mengkoordinir kebersamaan Peningkatan Kemampuan - Pendayagunaan dan Kebutuhan - Jumlah rumusan kebijakan lembaga penelitian dalam aspek Iptek Untuk Penguatan Iptek Institusi Pemerintah peningkatan pendayagunaan perumusan kebijakan dan Sistem Inovasi Nasional - Pendayagunaan Teknologi Mitigasi litbang iptek bagi peningkatan implementasi kebijakan di bidang Bencana daya saing ekonomi, litbang Iptek (supply-push - Adaptasi Perubahan Iklim kesejahteraan rakyat, dan - Pendayagunaan dan Kebutuhan technology ). kemandirian bangsa Iptek Industri Besar - Pendayagunaan dan Kebutuhan 2. Mempromosikan dan - Konsorsium Pendayagunaan Iptek Industri kecil dan menengah Mendiseminasikan hasil litbang teknologi untuk pengurangan - Peningkatan Kemampuan Inovasi Iptek untuk didayagunakan bagi dan Kreasivitas Pemuda kemajuan dan kesejahteraan dampak perubahan iklim - Pendayagunaan dan Kebutuhan masyarakat. Iptek Masyarkat - Jumlah pemanfaatan teknologi - Peningkatan Promosi dan 3. Menyerap kebutuhan masyarakat hasil litbang nasional ( industri, Diseminasi Iptek (termasuk pasar) dalam rangka masyarakat, dan National - Pengembangan dan mengarahkan aktivitas litbang Iptek Security ) Pendayagunaan Teknologi (demand-driven approach ). Pendukung Pembangunan Daerah - Aplikasi dan alih teknologi hasil Tertinggal, Terdepan dan Pasca riset bidang pertanian, Konflik Indikator 5
peternakan dan perikanan - Model pengembangan Puspa Iptek daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu )
Pendayagunaan dan Kebutuhan Iptek Strategis - Peningkatan Pemanfaatan dan Pengembangan Perangkat Lunak Berbasis "Open Source" - Pengembangan System Informasi dan Adminitrasi Kependudukan ( SIAK ) untuk Reformasi Birokasi dan Tata Kelola - Peningkatan Dukungan Teknologi bagi Peningkatan Pemanfaatan Energi Terbarukan Termasuk Energi Alternatif Geothermal, Tenaga Surya, Mikrohidro, Bio-Energy, dan Nuklir
- Laporan hasil evaluasi dan Koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan Iptek
Jakarta, 29 Maret 2013 Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ttd
Idwan Suhardi
Ket 9
Revisi Indikator Kinerja dan Target Capaian 2013 Unit Eselon I Kementerian
: Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Tahun
: 2013 TARGET CAPAIAN VISI
Pendayagunaan iptek untuk mewujudkan masyarakat mandiri, produktif, dan inovatif
MISI
Meningkatkan pendayagunaan iptek dalam mendukung daya saing ekonomi, Kesejahteraan Rakyat, dan Kemandirian Bangsa
TUJUAN
SASARAN
INDIKATOR
TARGET 2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa
1(satu) Rumusan Kebijakan
1
2
3
4
5
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
0
0
1
2
3
6 ( enam ) Teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security )
6
12
18
24
30
1 (satu) aplikasi dan alih teknologi hasil riset
1
1
1
1
1
0
1
2
3
4
0
0
0
1
2
Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil Mendayagunakan hasil litbang Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan nasional pada pemerintah, litbang nasional pada pemerintah, National Security ) masyarakat, industri strategis, masyarakat, industri strategis, industri industri kecil menengah dan Aplikasi dan alih teknologi hasil riset kecil menengah dan industri Besar industri Besar bidang pertanian, peternakan dan perikanan
4 (model) Pengembangan Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah Puspa Iptek Daerah (Medan, ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu ) Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
Jakarta, 29 Maret 2013 Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ttd Idwan Suhardi
REVISI PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DEPUTI BIDANG PENDAYAGUNAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2010 – 2014 No
U r a i a n (baru)
Alasan
1
Mengukur kinerja organisasi sesuai dengan tugas, fungsi dan peran organisasi Implementasi Kebijakan Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional Iptek di bidang pendayagunaan dan Teknologi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
2
Pemanfaatan teknologi hasil Litbang nasional di industri
3
Pemanfaatan teknologi hasil Litbang nasional di masyarakat Mengukur pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di masyarakat
4 5
Mengukur pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional di industri
Pemanfaatan teknologi hasil Litbang nasional untuk national Mengukur pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional untuk national security security Jumlah Laporan Evaluasi dan Koordinasi Pelaksanaan Mengukur Implementasi kebijakan peningkatan pendayagunaan Iptek kebijakan peningkatan pendayagunaan Iptek
Tugas dan fungsi Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tugas: menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fungsi: 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi; 2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi; 3. Pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi; 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. Jakarta, 29 Maret 2013 Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ttd Idwan Suhardi
(Revisi) PENETAPAN KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT ORGANISASI ESELON I KEMENTERIAN/LEMBAGA Unit Eselon I Kementerian Tahun
: Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : 2013
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1
2
3
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Besar
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa
1(satu) Rumusan Kebijakan
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security )
6 ( enam ) Teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security )
Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan
1 (satu) aplikasi dan alih teknologi hasil riset
Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu )
4 (model) Pengembangan Puspa Iptek Daerah
Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
Jumlah Anggaran : Program Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional: Rp. 73.364.910.570 (Setelah Pemotongan Anggaran Sebesar 10 % dan APBNP) Jakarta,
Maret 2013
Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ttd
Idwan Suhardi
REVISI
RENCANA KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT ORGANISASI ESELON I KEMENTERIAN/LEMBAGA Unit Eselon I Kementerian Tahun
: Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : 2013
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Target
1
2
3
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa
1(satu) Rumusan Kebijakan
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional ( industri, nasional pada pemerintah, masyarakat, masyarakat dan National Security ) industri strategis, industri kecil menengah Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, dan industri Besar peternakan dan perikanan
6 ( enam ) Teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security ) 1 (satu) aplikasi dan alih teknologi hasil riset
Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu )
4 (model) Pengembangan Puspa Iptek Daerah
Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
Jumlah Anggaran : Program Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan Sistem Inovasi Nasional: Rp. 73.364.910.570 (Setelah Pemotongan Anggaran dan APBNP) Jakarta, 6 Desember 2012 ttd Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Idwan Suhardi
PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN (PKK) TAHUN 2013
Unit Eselon I Kementerian
: Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Tahun
: 2013
Anggaran
Sasaran
Uraian
1
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
2
3
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa
1(satu) Rumusan Kebijakan
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim
Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan litbang nasional pada pemerintah, National Security ) masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah dan industri Aplikasi dan alih teknologi hasil riset Besar bidang pertanian, peternakan dan perikanan
Realisasi
4
1(satu) Rumusan Kebijakan
Prosentase Tingkat Capaian (target)
Program
5
6
Pagu
Realisasi
%
7
8
9
100%
Rp
3.365.389.570
Rp
3.115.863.118
92,59
1 (satu) konsorsium riset 1 (satu) konsorsium riset yang yang termanfaatkan untuk termanfaatkan untuk pengurangan pengurangan dampak dampak perubahan iklim perubahan iklim
100%
Rp
882.866.000
Rp
825.394.278
93,49
6 ( enam ) Teknologi hasil 6 ( enam ) Teknologi hasil litbang litbang nasional ( industri, nasional ( industri, masyarakat dan masyarakat dan National National Security ) Security )
100%
1 (satu) aplikasi dan alih teknologi 1 (satu) aplikasi dan alih hasil riset teknologi hasil riset
100%
Peningkatan Kemampuan Iptek untuk Penguatan sistem Inovasi Nasional
Rp
66.286.951.000
Rp
57.228.775.943
86,33
Rp
2.051.044.000
Rp
1.713.017.100
83,52
Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah 4 (model) Pengembangan Puspa ( Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu ) Iptek Daerah
4 (model) Pengembangan Puspa Iptek Daerah
100%
Rp
112.160.000
Rp
81.279.300
72,47
Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
100%
Rp
666.500.000
Rp
650.746.395
97,64
1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
Jakarta, 17 Januari 2014
Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ttd Pariatmono
Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2013 Unit Eselon I Kementerian Tahun
: Deputi Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : 2013
Anggaran
Sasaran
Uraian
Indikator
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
Prosentase Tingkat Capaian (target)
1
2
3
4
5
Jumlah rumusan kebijakan peningkatan pendayagunaan litbang Iptek bagi peningkatan daya saing ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan kemandirian bangsa
1(satu) Rumusan Kebijakan 1(satu) Rumusan Kebijakan
Konsorsium pendayagunaan teknologi untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
1 (satu) konsorsium riset yang termanfaatkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim
Jumlah Pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security )
6 ( enam ) Teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security )
6 ( enam ) Teknologi hasil litbang nasional ( industri, masyarakat dan National Security )
1 (satu) aplikasi dan alih teknologi hasil riset
1 (satu) aplikasi dan alih teknologi hasil riset
Meningkatnya pendayagunaan hasil litbang nasional pada pemerintah, masyarakat, industri strategis, industri kecil menengah Aplikasi dan alih teknologi hasil riset bidang pertanian, peternakan dan perikanan dan industri Besar
Model Pengembangan Puspa Iptek Daerah (Medan, Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
100%
Rp
Pagu
Realisasi
Prosentase Realisasi Anggaran (%)
6
7
8
73.364.910.570
Rp
63.615.076.134
86,71
4 (model) Pengembangan 4 (model) Pengembangan Puspa Iptek Daerah(Medan, Puspa Iptek Daerah(Medan, Kalsel, Kalbar, dan Kalsel, Kalbar, dan Bengkulu) Bengkulu) 1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
1 (satu) Laporan hasil evaluasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pendayagunaan iptek
Jakarta, 17 Januari 2014 Deputi Bidang Pendayagunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ttd Pariatmono
Keterangan
9