ISSN 2088-7590
JTMGB
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi Vol. : 3 No. : 1 April 2012
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB
Vol. 3
No. 1
Hal. 1-76
Jakarta April 2012
ISSN 2088-7590
Keterangan gambar cover: Personal basket sedang diturunkan dari anjungan lepas pantai laut Natuna, Indonesia
JTMGB
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi
ISSN 0216-6410
Vol. : 3 No. : 1 April 2012
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah yang diterbitkan sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya. KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSAT NO: 03/SK/ IATMI/I/2011 Penanggung Jawab : DR. Ir. Salis S. Aprilian Peer Review
: Prof. DR. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System) Prof. DR. Ing. Ir. HP Septoratno Siregar, DEA (EOR) Prof. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Teknik Reservoir) DR. Ir. Arsegianto (Ekonomi & Regulasi MIGAS) DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fracturing) DR. Ir. Sudarmoyo,SE, MT (Penilaian Formasi) Ir. Aris Buntoro, MT (Teknik Pemboran) DR. Ir. Ratnayu Sitaresmi, MT (Teknik Reservoir) Ir. Syamsul Irham, MT (Ekonomi MIGAS) DR. Ir. Taufiq Fathaddin (EOR/Simulasi) DR. Ir. Andang Kustamsi (Teknik Pemboran)
Dewan Redaksi : DR. Ir. Taufan Marhaendrajana (Engineering Mathematics and Well Testing/Performances) Anggota : DR. Ir. Asep K. Permadi (Karakterisasi dan Pemodelan Reservoir) DR. Ir. Tutuka Ariadji (Production Optimization) DR. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi) Redaktur Pelaksana : Ir. IGK. Budiartha Ir. Elly M.Jusuf, MSc. Ir. Ana Masbukhin Sekretariat : Ir. Bambang Pudjianto Layout Desain : Endy Hadianto, S.Kom Alief Syahru Sirkulasi : Abdul Manan Ketua
Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 R.1C Jln. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email:
[email protected] Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta Didukung oleh Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB
JTMGB
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi
ISSN 0216-6410
Vol. : 3 No. : 1 April 2012
DAFTAR ISI
Penentuan Ketidakpastian Kuantitatif dan Kualitatif Parameter PVT Menggunakan Metode Design of Experimental & Multiple Linear Regression untuk Perhitungan IGIP dengan Material Balance pada Lapangan X ....................................................................... 1-36 Sylvan Ramadanel Abdinni, Tutuka Ariadji
Improving Oil Recovery and Injection Strategy in Shallow Reservoir (Rindu Reservoir) of Area 3&4 Duri Steam Flood Sudianto Lumban Tobing, Sandra Natalia, Henri Silalahi ..................................................... 37-46
Evaluasi Keberlakuan Metode Down-hole Water Sink (DWS) Pada Reservoir Minyak (Evaluation of Down-hole Water Sink (DWS) Method in Oil Reservoir) Agung Prasetyo Nugroho, Taufan Marhaendrajana ............................................................ 47-55
Teknik Evaluasi Reservoar Gas Metana Batubara .................................................................................................. 57-68 Usman Pasarai, Kosasih
Evaluasi Metode Stimulasi Radial Jet Drilling untuk Optimasi Dewatering pada Sumur Gas Metana Batubara di Lapangan Rambutan Gathuk Widiyanto, Panca Wahyudi ........................................................................... 69-76
KATA PENGANTAR
Para Pembaca JTMGB yang budiman, Rasanya baru kemarin kita bertemu melalui jurnal ini, dan sepertinya waktu berjalan begitu cepat. Itu mungkin karena kita semakin sibuk dengan pekerjaan dan urusan masing-masing. Maka melalui media ini, kami dengan senang hati bisa kembali menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan yang tersaji dalam JTMGB Edisi April 2012 ini. Pertama, saya ingin mengajak para pembaca untuk mengheningkan cipta sejenak mengenang dan mendo’akan guru, sahabat, teman diskusi, pakar, penulis kreatif, wamen, guru besar, pemikir, dewan penasehat IATMI, kakak kita almarhum Mas Wid (Prof Dr Ir Widjajono Partowidagdo) yang belum lama ini wafat di saat pendakian Gunung Tambora (21/4). Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya segalanya datang dari Allah dan akan kembali kepadaNya). Kita merasa sangat kehilangan di saat kita membutuhkan sosok seperti beliau dalam berbicara, menulis, mendengar, mengemukakan ide, dan beradu-argumentasi. Ide dan gagasannya yang orisinil selalu berusaha menyelesaikan berbagai masalah (terutama di bidang migas dan energi) yang pelik dengan cara yang sederhana. Sesederhana penampilannya. Pada JTMGB edisi ini, kita juga ingin membahas persoalan-persoalan (parameter) yang sederhana tetapi yang memiliki implikasi signifikan terhadap hasilnya. Misalnya tentang Penentuan Parameter PVT untuk Perhitungan IGIP dengan Material Balance. Ini menjadi menarik karena ketidakpastian data komposisi C1-C7 menyebabkan ketidakpastian berbagai parameter data PVT yang selanjutnya akan mempengaruhi pada ketidakpastian estimasi nilai IGIP suatu lapangan. Tulisan yang lain adalah tentang perbaikan pola titik serap dan strategi injeksi untuk meningkatkan perolehan di Reservoir Rindu, Lapangan Duri, Sumatra, yang merupakan reservoir dangkal. Ini tentunya dapat menjadi bechmark bagi lapangan lain yang sejenis. Upaya lain untuk menaikkan perolehan minyak juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi water-coning, yakni dengan memproduksikan air bersama-sama minyak dalam sistem dual completion, sehingga water table akan lebih stabil. Ini dapat dibaca di tulisan yang mengangkat pokok bahasan tentang “Metode Down-hole Water Sink (DWS) Pada Reservoir Minyak”. Dengan semakin banyaknya pengembangan lapangan Gas Metan Batubara (GMB) atau Coalbed Methane (CBM), dua tulisan berikutnya cukup menarik untuk disimak. Pertama mengenai bagaimana menghitung Cadangan gas di lapisan batubara tersebut, dan tulisan kedua membahas metoda komplesi dan produksi agar proses pengurasan air (dewatering process) dapat lebih cepat, yakni dengan menggunakan metoda “radal jetting”. Metode ini ternyata berdampak pada peningkatan laju dewatering dari 1,91 BWPD menjadi 4,76 BWPD dan meningkatkan produksi gas dari 0,58 MSCFD menjadi 10,5 MSCFD. Selamat menikmati bacaan edisi kali ini. !*** (SSA)
Penentuan Ketidakpastian Kuantitatif dan Kualitatif Parameter PVT Menggunakan Metode Design of Experimental & Multiple Linear Regression untuk Perhitungan IGIP dengan Material Balance pada Lapangan X Sylvan Ramadanel Abdinni(1), Tutuka Ariadji.(2) PT. LAPI – ITB, Jalan Ganesha No. 15B, Bandung 40132 (2) Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung Telp: (1) +62222534178, (2) +62811227745, (1) email:
[email protected] (1)
Sari Ketidakpastian data komposisi C1-C7 menyebabkan ketidakpastian berbagai parameter data PVT seperti Boi, Bgi, dan Rs. Ketidakpastian ini berdampak pada ketidakpastian estimasi nilai IGIP di segmen 1&2 pada lapangan X. Paper ini bertujuan menentukan tingkat ketidakpastian ketiga parameter PVT tersebut dengan menggunakan metode DOE (Design of Experiments) dan MLR (Multiple Linear Regression) terhadap estimasi IGIP berdasarkan perhitungan material balance. Paper ini juga sebagai studi tambahan dalam menentukan nilai data PVT yang tepat pada lapangan ini. Langkah awal yang dilakukan pada paper ini adalah dengan menentukan estimasi IGIP yang cocok dengan history matching antara tekanan terhadap waktu pada lapangan X dengan menggunakan prinsip material balance. Setelah ditemukan kecocokan antara perolehan IGIP material balance dengan simulasi reservoir maka diperoleh base case perhitungan IGIP pada lapangan tersebut. Selanjutnya base case tersebut akan diuji senstivitasnya dengan merubah parameter PVT agar diketahui kelakuan tiap parameter tersebut terhadap IGIP. Prosesnya adalah dengan memasukkan data uji sensitivitas tersebut kedalam kedua metode DOE dan MLR. Pada akhirnya dengan menggunakan metode Multiple Linear Regression dan Design of Experimental, maka telah ditentukan besarnya pengaruh Boi, Bgi, dan Rs terhadap estimasi IGIP pada setiap segmen. Hasil yang diperoleh dari uji tersebut adalah bahwa parameter Boi merupakan parameter yang paling besar tingkat ketidakpastiannya, yang dilanjutkan dengan Bgi dan Rs. Namun pada segmen 3 parameter Rs lebih besar tingkat ketidakpastiannya dibandingkan Bgi. Selain itu juga dari kedua metode tersebut telah dihasilkan persamaan proxi untuk perhitungan IGIP. Pada akhirnya, telah ditentukan kisaran P10, P50, dan P90 estimasi IGIP pada Lapangan X. Nantinya kisaran ini dapat digunakan sebagai studi lanjutan guna menentukan parameter PVT pada lapangan ini. Kata kunci: parameter/data PVT, IGIP, material balance, design of experimental, multiple linear regression. Abstract The uncertainties composition of C1-C7 cause uncertainties of each paramaters form the PVT data, such as Boi, Bgi, and Rs, These uncertainties also causes an effect while estimating the Initial Gas In Place (IGIP) at X-field especially at segment 1 and 2. The objective of this paper is to define each uncertainties level caused by each PVT parameter, contrasting each parameter PVT in this case Boi, Bgi, and Rs. For that, by using 2 different kinds of method and by comparing each conclusion we have indentified and defined the cause of each parameter and its level of uncertainty towards the IGIP estimation. First single step to purpose this objective is to match the history matching pressure against time by using material balance, by having this done we could have the correct IGIP. Then after we having this done, check on the IGIP estimations comparing it with the reservoir simulation, then we can colclude if we have had the right estimation to begin with the base case. Afterwards with the 1
2 base case, we do several sensitivity tests by changing its Rs, Boi, and Bgi we could have samples to be used into the both methods which are DOE and MLR to identify the level of uncertainties of each PVT parameters towards its effect on estimating the IGIP for each segment. The results that we get explains that Boi, has the highest uncertainty level comparing to other PVT parameter. But at the 3rd segment we have Rs at the second place on its value of level uncertainty, then Bgi. Not only that we also construct a proxy equation to calculate IGIP. At the end we also could have the value for each P 10, P 50, and P90 estimaiton of IGIP at X-field. Furthermore this range will be used as a continuous study to estimate the exact PVT on this field. Keywords: parameter/data PVT, IGIP, material balance, design of experimental, multiple linear regression. I.
Pendahuluan
Latar Belakang Lapangan X yang dikaji terletak di blok Natuna. Lapangan ini terbagi menjadi 2 daerah utama, yaitu Main dan South. Namun, perlu diketahui, peninjauan studi pada paper ini hanya difokuskan pada daerah Main saja, hal ini dikarenakan permasalahan yang dikaji hanya terdapat pada daerah tersebut. Oleh karena itu, daerah South tidak akan dibahas pada paper ini. Skematik lapangan X yang dikaji dapat dilihat pada Gambar 1. Peninjauan studi yang dilakukan mengikutsertakan proses, analisa, dan hasil secara segmen yang terdapat di dalamnya. Perlu diketahui pula, studi yang dipaparkan pada paper ini merupakan studi lanjutan dari studi-studi yang sudah
Gambar 1. Skematik lapangan X.
dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, langkah awalnya adalah dengan mengumpulkan data-data yang ada, dan mengambil analisa serta kesimpulan dari studi sebelumnya. Berikut akan diterangkan perjalanan studi simulasi yang telah dilakukan pada lapangan ini, seperti ditandai lingkaran warna merah. Bagan Flowchart studi simulasi dan permasalahannya dapat dilihat pada Gambar 2. Sejarah Studi Simulasi yang Dilakukan Pada awalnya studi ini memperhitungkan In place lapangan X dengan metode volumetric dari studi GGR (Geology Geophysics Reservoir). Dari studi ini diperoleh IGIP sebesar 198 BSCF dan IOIP sebesar 128 MMSTB. Setelah itu dilakukan pembuatan geomodel dari penambahan data dari sumur eksplorasi, sehingga diperoleh
3
Gambar 2. Bagan studi simulasi dan masalah.
model statik yang selanjutnya dimasukkan dalam simulasi reservoir statik. Perhitungan In Place dari simulasi reservoir tersebut diperoleh IGIP sebesar 160 BSCF dan IOIP sebesar 105 MMSTB. Untuk memvalidasi perolehan ini maka diuji dengan menggunakan Material Balance. Hasil dari Material Balance menunjukkan hasil yang serupa yaitu dengan IGIP sebesar 161 BSCF dan IOIP sebesar 104 MMSTB. Setelah tervalidasinya nilai estimasi IGIP dan IOIP, maka dilakukan pembagian segmen. Pembagian segmen ini dilakukan karena adanya sealing fault yang membagi daerah Main tersebut menjadi 4 bagian. Keempat segmen yang terdapat pada daerah Main dapat di lihat pada Gambar 3. Setelah diperoleh model dengan 4 segmen tersebut, maka model statik dari simulasi reservoir tersebut dijadikan model dinamik dengan cara
Gambar 3. Geologi model reservoir daerah Main.
diekspor ke dalam simulasi reservoir dinamik. Namun, segmen 1 dan 2 yang terpisah digabungkan menjadi satu kesatuan, hal ini dikarenakan adanya sumur produksi (sumur no.6) yang berproduksi dari segmen 1 dan 2. Alasan penggabungan kedua segmen tersebut dikarenakan tidak dapat mengalokasikan asal produksi hidrokarbon dan air dari sumur 6. Permasalahan Permasalahan muncul ketika perolehan estimasi peninjauan IGIP dilakukan persegmen. Khususnya yang terjadi pada segmen 1&2. Perolehan estimasi IGIP pada segmen 1&2 ternyata kurang dari total kumulatif produksi gas yang sudah berproduksi sejak tahun 1995 hingga Februari 2010. Baik dari model statik dan dinamik diperoleh nilai IGIP untuk segmen 1&2 sebesar 90 BSCF, sedangkan total produksi komulatif gas telah mencapai sebesar 120 BSCF. Berawal dari permasalahan inilah maka perlu diketahui secara tepat pembagian In place pada tiap segmen yang ada. Setelah dianalisa menggunakan simulasi reservoir ternyata segmen 3 diperoleh profil tekanan terhadap waktu yang masih belum matching secara tepat, sedangkan segmen 1&2 cenderung berada di bawah profil tekanan terhadap waktu. Profil tekanan terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 4. Dari sinilah
4
Gambar 4. Profil tekanan sebelum Matched tiap segmen (dari kiri - kanan) 1&2, 3 dan 4.
Gambar 5. Profil tekanan Matched tiap segmen (dari kiri kanan) 1&2, 3 dan 4.
diindikasikan adanya kelebihan Gas In place pada segmen 3, dan kurangnya Gas In place untuk segmen 1&2. Selanjutnya studi dilanjutkan dengan menggunakan simulasi reservoir dinamik agar memperoleh estimasi IGIP yang tepat pada tiap segmennya. Studi dilakukan dengan cara merubah komposisi C1-C7. Komposisi akhir yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut juga dapat dilihat hasil tingkat kecocokan parameter PVT yang diperoleh terhadap studi experiments observation. Dengan melakukan uji perubahan komposisi komponen tersebut, maka diperoleh hasil yang matching antara tekanan terhadap waktu, dengan perolehan IGIP untuk segmen 1&2 sebesar 130 BSCF, segmen 3 sebesar 15.81 BSCF dan Segmen 4 sebesar 16.07 BSCF. Hasil matching grafik tekanan terhadap waktu dapat di lihat pada Gambar 5. Namun, walaupun diperoleh hasil matching yang cocok antara tekanan terhadap waktu, tetapi tidak untuk hasil matching PVT tersebut terhadap experiments data observation PVT Gambar 6, oleh karena itu perlu ditinjau ulang parameter PVT
tersebut. Pola studi matching data PVT dapat dilihat pada flowchart berikut :
Pada awalnya diperoleh set data PVT, setelah itu dilakukan inisialisasi, namun apabila nilai in place tidak cocok dengan yang diharapkan maka data PVT akan dimodifikasi ulang. Setelah diperoleh nilai In Place yang cocok, maka dilanjutkan dengan history matching. Apabila History matching tidak dapat diperoleh kecocokan maka proses akan kembali dengan melakukan modifikasi data
5
Gambar 6. Hasil matching parameter PVT terhadap experiments observation pada segmen 1&2.
PVT. Namun permasalahan yang muncul adalah ternyata data PVT yang dihasilkan tidak diperoleh kecocokan dengan hasil studi observation. Namun pada history matching plot grafik tekanan terhadap waktu sudah cocok, oleh karena itu permasalahan tersebut perlu ditinjau lebih lanjut. Dari hasil studi ini ada kemungkinan salahnya pengambilan sampel pada uji lab, sehingga menyebabkan ketidakpastian tersebut. Pada paper ini akan dibahas mengenai tingkat ketidakpastian parameter PVT pada lapangan X. Sehingga dapat dijadikan studi penambah, pembanding guna menentukan kisaran dan pengaruh tiap parameter PVT terhadap perolehan IGIP. Ruang Lingkup Kajian
Gambar 7. Komposisi C1-C7 setelah matching tiap segmen (dari kiri - kanan) 1&2, 3 dan 4.
Perubahan komposisi C1-C7 yang dilakukan dalam simulasi reservoir tersebut pada akhirnya dapat dihasilkan data-data PVT terbaru seperti Boi, Bgi, Rs,. Namun nilai Rs, Boi, dan Bgi masih belum match dengan experiements observation, oleh karena itu perlu memvalidasi perolehan Boi, Bgi, dan Rs tersebut. Proses validasi ini dapat di-over checked dengan dilakukannya studi mengenai tingkat ketidakpastian parameter
6 Boi, Bgi, dan Rs terhadap perolehan IGIP. Peninjauan dan hasil akhir dari Studi inilah yang dipaparkan pada paper ini. Dari hasil tersebut dapat diperolehnya persamaan proxi untuk menghitung IGIP pada Lapangan X. Perhitungan estimasi IGIP tersebut nantinya hanya memerlukan parameter Rs, Boi, dan Bgi saja. Selain mendapatkan persamaan proxi perhitungan IGIP, studi ini juga dapat memberitahukan atau menginformasikan parameter PVT apa saja yang berpengaruh paling besar, signifikan hingga tidak signifikan terhadap perolehan IGIP. Selain itu hasil dari studi ini dirangkum dan dijadikan constraint terhadap data PVT yang akan dihasilkan guna menemukan kecocokan data PVT terhadap studi experiments observation. Untuk memvalidasi perolehan IGIP dari simulasi reservoir sebelumnya, maka pada paper ini akan dibandingkan pula perolehan IGIP hasil run simulasi reservoir dengan menggunakan software material balance. Validasi menggunakan material balance ini dikarenakan lapangan X sudah cukup lama berproduksi dari tahun 1995 hingga sekarang. Sehingga data produksi yang ada sudah cukup banyak. Diharapkan estimasi IGIP pada daerah Main, khususnya segmen 1&2 dapat diestimasi secara akurat. Selanjutnya studi dengan material balance yang sudah matching tersebut akan dianggap sebagai base case. Nantinya base case yang sudah sesuai dengan simulasi reservoir tersebut akan dilakukan uji sensitivitas parameter PVT (Rs, Boi, Bgi) terhadap perolehan IGIP sebagai data awal yang akan digunakan pada studi tingkat ketidakpastian PVT (Boi, Bgi, dan Rs) terhadap perolehan estimasi IGIP. Langkah terakhirnya adalah dengan melihat data percentile yang diperoleh (P10, P50, dan P90 ) maka kita dapat menentukan kisaran parameter PVT pada lapangan X ini. Tujuan Studi Ini 1. Sebagai studi yang berkelanjutan dalam mencari estimasi IGIP yang tepat untuk tiap segmen, serta memvalidasi perolehan estimasi IGIP dari studi simulasi reservoir sebelumnya dengan menggunakan material balance. 2. Menentukan tingkat ketidakpastian parameter PVT (Rs, Boi, Bgi) yang mempengaruhi pengukuran estimasi nilai IGIP pada daerah
Main, lapangan X termasuk segmen-segmen yang membaginya. Studi dilakukan dengan menggunakan metode Desain of Experimental (DOE) dan Multiple Linear Regression (MLR) 3. Membandingkan hasil dari metode DOE dengan Multiple Linear Regression sebagai satu studi lanjutan pada lapangan X dalam menentukan ketidakpastian parameter PVT yang paling berpangaruh terhadap nilai estimasi IGIP. 4. Membuat korelasi perhitungan IGIP pada daerah Main, serta pada segmen-segmen yang terdapat pada daerah tersebut, dengan menggunakan data Rs, Boi, Bgi sebagai data parameter independen. 5. Memberi gambaran mengenai pengaruh data PVT terhadap perolehan IGIP, untuk dijadikan studi penambah dalam menentukan komposisi C1-C7 yang sesuai sehingga pada akhirnya dapat diperoleh data PVT yang sesuai dengan studi experiments observation, dan berujung pada match-nya estimasi IGIP. II.
Metodologi
Penentuan estimasi IGIP yang tepat untuk setiap segmen akan dilakukan dengan Material Balance. Apabila hasil yang diperoleh sudah match dengan studi simulasi reservoir sebelumnya, maka hasil yang diperoleh tersebut akan digunakan sebagai base case pada studi ketidakpastian parameter Rs, Boi, Bgi. Setelah itu, base case yang diperoleh tersebut akan dilakukan uji sensitivitas parameter PVT (Rs, Boi, Bgi) terhadap perolehan IGIP. Tujuan dilakukannya uji sensitivitas tersebut dikarenakan data hasil uji sensitivitas akan dimasukkan sebagai input data untuk mengidentifikasikan tingkat ketidakpastian tiap parameter yang diuji (Rs, Boi, Bgi) terhadap perolehan IGIP. Pada tahap ini juga dilakukannya perubahan uji sensitivitas terhadap nilai maksimum dan minimum dari tiap parameter PVT dengan cara menaikkan dan menurunkan salah satu parameter PVT dan parameter lainnya tetap. Dari sini kita dapat mengetahui nilai batas atas dan bawah parameter masing-masing PVT tersebut untuk memberikan kisaran awal parameter PVT yang dapat digunakan dalam proses matching. Metode yang digunakan dalam penentuan tingkat ketidakpastian parameter PVT terhadap perhitung-
7 an estimasi IGIP, adalah dengan menggunakan : 1. Metode Design of Experimental 2. Metode Multiple Linear Regression 3. Setelah diperolehnya hasil dari kedua metode tersebut, maka perolehan yang didapatkan akan dianalisa lebih lanjut dan berujung pada kesimpulan yang menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif tingkat ketidakpastian PVT tersebut terhadap perolehan IGIP. Dari hasil studi maka akan dijadikan landasan selanjutnya untuk studi penentuan komposisi C1-C7 Flow Chart Metodologi penelitian
IGIP. Proses matching tersebut dilakukan dengan menggunakan analytical method. Uji sensitivitas yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan data yang akan dimasukkan pada metode penentuan ketidakpastian data PVT terhadap IGIP. Prinsipnya, penggunaan material balance adalah dengan menggunakan perhitungan rumus material balance sebagai berikut : Np Bo + ( Rp − Rso ) + WpBw = NBoi ( Bo − Boi ) ( Rsoi − Rso ) Bg Bg + m −11 Boi Bgi + We + 1 + m Swccw + cf ∆p ) ( Swc − 1
.......................... (1) Berikut adalah flow chart yang dilakukan pada studi paper ini. Rumus di atas merupakan pemodelan reservoir yang dianggap sebagai tank. Ruas kiri merupakan total produksi air, minyak, dan gas, atau disebut sebagai underground withdrawal, sedangkan ruas kanan dianggap sebagai perubahan yang terjadi akibat produksi minyak, gas, dan adanya water influx. Terlihat bahwa nilai PVT (Rs, Boi, Bgi) mempengaruhi nilai IOIP dan IGIP. Design Of Experimental DOE atau yang juga biasa disebut Experimental Design (ED) adalah suatu teknik untuk menentukan lokasi dan jumlah eksperimen yang akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya untuk biaya eksperimen yang paling rendah. Pada umumnya, diasumsikan bahwa suatu proses yang melibatkan repsons y yang tergantung pada variabel-variabel ξ1, ξ2,....., ξk . Hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut :
y= f
Material Balance History matching dengan material balance dilakukan terlebih dahulu agar nilai IGIP untuk setiap segmen pada Main area sesuai dengan studi simulasi reservoir yang dilakukan sebelumnya. Setelah diperolehnya base case estimasi IGIP lapangan X yang sudah matching, maka dilanjutkan dengan uji sensitivitas perubahan data PVT (Rs, Boi, Bgi) terhadap perolehan
(ξ ,ξ ,....ξ ) + e 1
2
k
................. (2)
Dengan f sebagai fungsi respons sebenarnya yang tidak diketahui dan ε adalah faktor error yang merepresentasikan sumber lain dari variabilitas yang tidak dihitung pada f. Variabel-variabel ξ1, ξ2,....., ξk adalah variabel natural karena diekspresikan pada satuan pengukuran alami. Pada studi experimental design, variabel alami ditransformasi menjadi variabel yang diberi kode x1, x2, ….. xk dimana variabelvariabel tersebut tidak berdimensi dengan nilai mean 0 dan sebaran [-1,1]. Nilai -1 dan +1 disebut level dan merepresentasikan secara berturut-
8 turut variabel minimum dan maksimum. Dapat Multiple Linear Regression diformulasikan ulang sebagai : Pada umumnya permasalahan regresi muncul apabila terdapat lebih dari satu variable independen dalam pemodelan regresi. Karena y= f , ,.... +e ................. (3) 1 2 k munculnya kerumitan dalam mekanisme tersebut, maka diperlukannya multiple linear regresExperimental design merupakan suatu metodolo- sion. Ketika koefisien model yang diperoleh adagi yang mengurangi jumlah run simulasi reser- lah linier, maka dapat kita sebut sebagai multiple voir yang akan menghasilkan hubungan antara linier regression. parameter yang diteliti dengan respon yang Khususnya pada penelitian ini, Multiple diharapkan. Experimental design telah diguna- Linier Regression Analysis dilakukan untuk menkan dalam industri migas untuk menunjukkan cari tahu variabel-variabel yang mempengaruhi ketidakpastian yang signifikan terhadap penen- nilai estimasi IGIP terhadap data PVT. Sesuai tuan cadangan, perolehan minyak/gas pada saat dengan namanya, multiple linear regression dapengembangan lapangan. pat menganalisa lebih dari satu parameter indeMetode ED ini telah digunakan dalam berbagai penden terhadap satu parameter dependen. Hasil aplikasi reservoir engineering seperti prediksi dari uji ini dapat mengahasilkan tingkat keperkelakuan reservoir, pemodelan ketidakpastian, cayaan yang cukup tinggi, dikarenakan data studi sensitivitas, history matching, dan optimasi yang dimasukkan cukup banyak dan beragam, pengembangan. Metode ED ini dapat mengapli- maka pada hasil akhirnya seharusnya akan memkasikan ide untuk melakukan running simulasi berikan info yang lebih presisi. Data independen yang sedikit sekaligus mengumpulkan informasi yang dimasukkan dapat berupa data kuantitatif atau berupa kategori. yang optimum dari hasil simulasi. Pada paper ini penggunaan DOE akan mengana- Diperlukannya studi MLR agar kita dapat mengelisa pengaruh ketidakpastian data PVT (Rs, Boi, tahui secara detail pengaruh parameter Rs, Boi, Bgi) terhadap nilai estimasi IGIP. Prinsipnya ada- Bgi pada estimasi nilai IGIP, serta mendapatkan lah dengan membangun, mendesain tabel matriks korelasi dalam perhitungan IGIP. Berbeda deberdasarkan randominasi dari input parameter ngan metode Design of Experimental, metode ini yang dianalisis, salah satu caranya adalah dengan cenderung lebih lama mengingat data yang diperlukan cukup banyak dan beragam, dan ada berapa menggunakan Desain Placket Burman. tahapan yang harus dilakukan dalam memperoleh hasil tersebut, diantaranya adalah : Placket Burman Design 1. Pada penelitian ini digunakan metode StepDesain Plackett-Burman cocok untuk wise dalam menentukan variabel yang masuk mempelajari faktor sebanyak k =(N-1)/(L-1), dike dalam model. Stepwise digunakan dengan mana L adalah jumlah tingkat dan k adalah jumproses pembentukan model multiple linear lah faktor. Keuntungan desain ini adalah semua regression sesuai dengan parameter yang paefek utama diestimasi dengan presisi yang sama. ling berpengaruh akan terlebih dahulu masuk Hal ini berarti seseorang tidak harus mengantike dalam perhitungan model. Parameter yang sipasi faktor-faktor apa saja yang paling penting paling berpengaruh tersebut dapat dilihat ketika mendesain studi. Untuk desain penyaringpada korelasi yang ada antar parameter dean, orang tidak tertarik untuk meneliti interaksi ngan nilai dependen-nya. Proses masuknya antar faktor. Tujuannya adalah untuk meneliti dan ditolaknya data tergantung pada F-test, sebanyak mungkin faktor dengan jumlah percopada pemodelan multiple linear regression baan yang minimum dan mengidentifikasi faktordigunakan regresi linear. faktor yang perlu diteliti lebih jauh dimana inter- 2. Uji asumsi yang digunakan harus memenuhi aksi-interaksi dapat dinilai lebih dalam. semua syarat yang diperlukan dalam memSoftware yang digunakan dalam melakukan uji bangun sebuah korelasi dari multiple linear DOE adalah dengan menggunakan software regression. Kelima uji asumsi tersebut adaMinitab. lah:
(ξ ξ ξ )
9 -
Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen adalah linier (asumsi linearitas) - Error berdistribusi normal - Independensi error - Homoscedasticity - Tidak terdapat multi kolinearitas antar variabel independen Setelah memenuhi keseluruhan poin dan asumsi di atas, maka dari hasil multiple linear regression dapat kita gunakan dalam menganalisa tingkat ketidakpastian 3 variabel PVT yang digunakan (Rs, Boi, Bgi) terhadap IGIP. Hasil yang diperoleh tersebut dapat dikatakan valid dikarenakan sudah memenuhi uji atau asumsi multiple linear regression. Software yang digunakan dalam menguji dan menganalisa Multiple Linear Regression adalah dengan menggunakan software Minitab, SPSS, dan XLstat.
4. Main effects Plot IGIP 5. Hitogram residual untuk uji normalitas Khusus pada DOE akan diperoleh grafik : 1. Pareto Chart of the standardized effect 2. Normal Plot of the standardized effect Khusus pada MLR, akan dilakukan analisa, Coefficient, Anova, dan uji asumsi. III. Hasil Dan Pembahasan
Hasil studi tingkat ketidakpastian parameter PVT (Rs, Boi, Bgi) pada lapangan X dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu dengan menggunakan metode DOE (Design of Experimental) dan MLR (Multiple Linear Regression). Namun sebelum melakukan studi ketidakpastian parameter tersebut maka perlu dilakukannya history matching dengan menggunakan Material Balance agar model yang kita gunakan sudah valid. History matching pada Material Balance dilakukan dikarenakan perlunya penentuan IGIP yang tepat pada S-curve segmen 1&2. Selanjutnya dengan memakai base Grafik S-curve merupakan sebuah grafik case tersebut kita dapat melakukan uji sensitiviyang dapat menghasilkan masing-masing nilai tas data PVT. Sebelum masuk ke dalam tahap ini, P 10, P 50, P 90 dari estimasi IGIP yang diper- dilakukan uji sensitivitas untuk menentukan batas oleh. atas dan bawah (maksimum dan minimum) tiap Analisa Parameter Dari hasil penggunaan metode DOE dan MLR akan dilakukan analisa dari beberapa grafik yang diperoleh. Analisa dari grafik tersebut akan mengidentifikasikan output mengenai parameter PVT (Boi, Bgi, Rs) yang berperan secara signifikan dan yang tidak terhadap perolehan estimasi IGIP. Berikut adalah grafik-grafik dan tabel yang akan dibandingkan dari hasil DOE dengan MLR : 1. Normal Probability Plot 2. Persamaan Proxi (prediction terhadap actual) 3. Galat yang dihasilkan (prediction terhadap actual)
Tabel 1. Perolehan nilai maksimum dan minimum parameter Rs, Boi, Bgi Rs
Boi
Bgi
IGIP (BSCF)
IOIP (MMSTB)
1032 1002 952 942 932 922 912 902 802 702 602 592 582 572 562
1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548
0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006
160,8444671 161,2745574 161,9700340 162,1047263 162,2390860 162,3736280 162,5077342 162,6416490 163,1490621 161,1987323 159,4270666 159,2556890 159,0859884 158,9179230 158,7515939
103,83363 104,28196 104,65633 104,66273 104,66904 104,67525 104,68136 104,68747 104,74898 104,20832 104,90683 104,91468 104,92252 104,93047 104,93832
552 702
1,548 1,998
0,006 0,006
158,5872686 178,1361258
104,94626 1,05E+02
702 702 702
1,988 1,968 1,948
0,006 0,006 0,006
177,7349584 176,9357581 176,1397754
1,05E+02 1,05E+02 1,05E+02
Keterangan
Maximum IGIP Base Case
Minimum IGIP IGIP
10 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702 702
1,848 1,748 1,648 1,548 1,448 1,348 1,328 1,288 1,268 1,258 1,256 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548 1,548
0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,01 0,009 0,0085 0,008 0,0075 0,007 0,0065 0,006 0,0055 0,005 0,0045 0,004 0,0035 0,003 0,002
172,2209310 168,4177670 164,7478214 161,1987323 157,8599270 154,6611324 154,0416505 152,8231994 152,2242037 151,9273607 151,8681051 170,8944489 168,4537743 167,2389992 166,0280755 164,8210906 163,6184110 162,4193464 161,1987323 160,0342399 158,8481848 157,6653053 156,4862200 155,3105638 154,1373612 151,8540956
1,05E+02 1,05E+02 1,05E+02 1,04E+08 1,05E+08 1,04E+08 104316650 1,04E+08 1,04E+08 1,04E+08 1,04E+08 103629990 103904520 104047910 104195620 104347330 104503350 1,05E+08 104,20832 104,99658 105,16935 105,34609 105,52669 105,71123 105,89941 106,54532
Base Case
Minimum IGIP Maksimum IGIP
Base Case
Minimum IGIP
Tabel 2. Data input software material balance. Engineering data 1. Formation 2. Production area Oil gas cap 3. Average net pay thickness (feet) Oil gas cap 4. Average porosity oil leg gas cap How determined 5. Average connate water saturation oil leg gas cap How determined 6. Average permeability 7. Original reservoir pressure Current reservoir pressure
:
Lama
: :
2,126 1,954
acres acres
: :
78,0 47,0
feet feet
: : :
21,0 % 18.0 % Logs / Core Analysis
: : : : : :
31,0 25,0 Log Analysis 900 3275 1163
% % md psig psig
parameter PVT Tabel 1. Data ini akan digunakan sebagai batas atas dan bawah (min dan max) sebelum memasuki uji sensitivitas ketidakpastian parameter PVT. Nilai batas atas dan bawah parameter PVT Tabel 1, diperoleh untuk parameter Rs sebesar 802 scf/stb, dan 552 scf/stb, sedangkan Boi sebesar 1,998 bbl/stb, dan 1,256 bbl/stb, selanjutnya Bgi sebesar 0,01 cuft/scf dan 0,002 cuft/scf. Namun pada saat memasukkan data minimum dan maksimum ke dalam proses perhitungan uji ketidakpastian pada DOE, ternyata diperoleh hasil yang tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan metode DOE, nilai minimum dan maksimum untuk tiap parameter tersebut dipermutasi. Akibat dari permutasi ini pada beberapa perhitungan material balance gagal dilakukan. Gagalnya perhitungan ini disebabkan karena pada perolehan akhirnya ada beberapa kasus yang didapatkan memiliki negative gas in place dan pressure has drop to zero. Oleh karena itu uji minimum maksimum hanya digunakan sebagai studi penambah pada saat penentuan PVT yang tepat pada kesimpulan akhir dalam menentukan batas bawah Bgi History Matching Perolehan Estimasi IGIP dengan Material Balance Data-data yang digunakan sebagai input data awal pada material balance diper-
11
8. 9. 10. 11.
12. 13.
14. 15.
Abandonment pressure Bubble Point pressure Reservoir temperature Crude oil saturation pressure Original solution GOR Formation volume factor Oil gas cap Gravity of crude Gas deviation factor (z) Initial Abandonment Separator gas gravity Type of reservoir drive
: : :
-3249 267 3205 702
psig psig deg.F psig scf/stb
: : :
1,548 0,006 42,9
bbl/stb cf/scf API
: : : :
0,933 -0,764 Solution gas drive
:
oleh dari laporan studi sebelumnya yang tertera pada Tabel 2 dan skema lapangan yang dibangun pada material balance dapat dilihat pada Gambar 7. Dari hasil running software yang iteratif tersebut diperoleh hasil akhir yang telah matching. Grafik tekanan terhadap waktu yang telah matching tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Terlihat bahwa grafik yang diperoleh sudah cukup baik karena mengikuti trend profil tekanan terhadap waktu. Hasil IOIP dan IGIP dengan menggunakan material balance dilakukan dengan metode analytical. Hasil dari Analytical method dapat dilihat pada Tabel 3. Pada tabel tersebut telah diperoleh base case yang sudah cukup sesuai dengan simulasi reservoir yang dilakukan pada studi sebelum-
nya. Hasil matching dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Selanjutnya dari melihat kedua gambar tersebut maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh sudah baik. Pada Gambar 10 dapat dilihat driving mechanism yang terdapat pada tiap segmennya. Setelah mendapatkan base case tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa dengan menggunakan material balance diperoleh hasil yang cukup mendekati dari perolehan IGIP
Tabel 3. Perbandingan material balance dengan simulasi reservoir. IGIP Segmen 1&2 Segmen 3 Segmen 4
Simulasi Res 130 BSCF 15,81 BSCF 16,07 BSCF
Material Balance 135,035 BSCF 12,94 BSCF 13,217 BSCF
dengan menggunakan simulasi reservoir. Oleh karena itu uji senstivitas dapat dilakukan, hal ini dikarenakan data awal yang digunakan sudah match. Setelah sesuai dengan kebutuhan studi uji tingkat ketidakpastian parameter PVT terhadap perolehan IGIP, maka data hasil uji senstivitas dengan material balance akan dimasukkan ke dalam kedua metode penguji, yaitu DOE dan MLR.
Gambar 8. Skema sumur, segmen yang dibentuk pada simulasi menggunakan material balance.
12
Gambar 9. History matching menggunakan Material Balance (dari kiri - kanan) segmen 1&2, 3, dan 4.
13
Gambar 10. History Matching Analytical Method (dari kiri-kanan) segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4.
14 Hasil Persamaan Proxi IGIP ED
Experimental Design Mendesain Matriks Placket-Burman Dalam proses penggunaan Placket-Burman Experimental Design, salah satu syarat yang dibutuhkan adalah nilai maksimum dan minimum dari tiap parameter data independen yang kita tinjau. Namun nilai maksimum dan minimum diperoleh merupakan hasil dari material balance yang paling cocok agar tidak terjadinya pressure drop dan/atau negative gas inplace. Hal ini dikarenakan agar permutasi yang dilakukan pada metode ini semuanya dapat memperoleh hasil IGIP pada tiap permutasinya. Apabila nilai Rs terlalu besar dan Boi terlalu kecil dan begitu pula nilai Bgi, maka seringkali nilai IGIP untuk beberapa segmen akan menghasilkan negative gas inplace atau pressure drop to zero. Oleh karena itu, tahap
Hasil analisis dengan menggunakan software minitab menghasilkan persamaan proxi sebagai berikut : IGIP daerah Main : 72,6023+0,0114514*Rs+41,1265*Boi+ 2968*Bgi Penerapan metode ini juga dilakukan dalam penentuan persamaan proxi untuk tiap segmennya. Hasil running matriks Placket-Burman untuk tiap segmennya dapat dilihat pada Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8. Nilai maksimum dan minimum tiap parameter yang digunakan mengikuti daerah Main, yaitu seperti yang tertera pada Tabel 4. Diperoleh persamaan proxi perhitungan IGIP untuk tiap segmen sebagai berikut : IGIP (BSCF) segmen 1&2 : 66,3970 + 0,0123557*Rs + 30,8444*Boi + 2071,00*Bgi IGIP (BSCF) segmen 3 : 3,66643 + 0,00447659*Rs + 3,72459*Boi + 69,7770*Bgi IGIP (BSCF) segmen 4 : 5,05098 + 0,00247228*Rs + 2,92317*Boi + 303,674*Bgi
Tabel 4. Data minimum dan maksimum tiap parameter. no. 1 2 3
Parameter Rs Boi Bgi
Min 602 1,448 0,004
Max 802 1,848 0,007
StdOrder
RunOrder
PtType
Blocks
awal yang dilakukan adalah dengan memasukkan nilai maksimum dan minimum Rs, Boi, dan Bgi yang paling memungkinkan dalam desain table matriks Placket-Burman pada software minitab. Tabel 4 adalah desain input nilai maksimum dan Memvalidasi Persamaan Proxi IGIP minimum data pada Placket-Burman. Untuk memvalidasi persamaan proxi yang Metode Placket-Burman yang digunakan adalah dengan menggunakan 12 kali run, dimana dalam Tabel 5. Hasil Placket-Burman experimental design daerah metode Placket-Burman jumlah run yang bisa Main. dilakukan sesuai dengan kelipatan 4. 12 kali run digunakan karena jumlah tersebut yang paling dekat dengan jumlah permutasi yang bisa dilakuIGIP kan dengan 3 parameter data yaitu, sebesar 8 kali Rs Boi Bgi (BSCF) run. Namun dikarenakan nilai minimum run pada 12 1 1 1 602 1,448 0,004 150,2503939 Placket-Burman Experimental Design berjumlah 10 2 1 1 802 1,448 0,004 156,0318048 12, maka digunakanlah jumlah run paling sedikit 1 3 1 1 802 1,448 0,007 161,9224626 tersebut. 7 4 1 1 602 1,848 0,007 173,8265573 Pembuatan matriks Placket Burman yang diper11 5 1 1 602 1,848 0,004 165,2807322 oleh merupakan randominasi dari input parame4 6 1 1 802 1,448 0,007 161,9224626 ter yang dianalisis. Setelah tabel matriks terben9 7 1 1 602 1,448 0,004 150,2503939 tuk, maka dilakukan run simulasi berdasarkan 5 8 1 1 802 1,848 0,004 169,9623448 tabel matriks tersebut. Selanjutnya, hasil analisis 6 9 1 1 802 1,848 0,007 175,5194281 menggunakan metode Placket-Burman dapat di8 10 1 1 602 1,448 0,007 158,7207016 lihat pada Tabel 5. 2 3
11 12
1 1
1 1
802 602
1,848 1,848
0,004 0,007
169,9623448 173,8265573
15
StdOrder
RunOrder
PtType
Blocks
Tabel 6. Hasil Placket-Burman experimental design Segmen 1&2.
Rs
Boi
Bgi
12 10 1 7 11 4 9
1 2 3 4 5 6 7
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
602 802 802 602 602 802 602
1,448 1,448 1,448 1,848 1,848 1,448 1,448
0,004 0,004 0,007 0,007 0,004 0,007 0,004
126,2374893 130,3352008 135,2834377 145,9293376 138,6433038 135,2834377
5 6 8 2 3
8 9 10 11 12
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
802 802 602 802 602
1,848 1,848 1,448 1,848 1,848
0,004 0,007 0,007 0,004 0,007
141,8323575 146,6038611 133,3668299 141,8323575 145,9293376
IGIP (BSCF) 1&2
126,2374893
9 5 6 8 2 3
7 8 9 10 11 12
PtType 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
StdOrder
RunOrder
PtType
Tabel 8. Hasil men 4.
12 10 1 7 11 4
1 2 3 4 5 6
1 1 1 1 1 1
Blocks
RunOrder 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
602 802 802 602 802 602
1,488 1,848 1,848 1,488 1,848 1,848
0,004 0,004 0,007 0,007 0,004 0,007
12,0625961 13,6691541 14,4755572 13,0482775 13,6691541 14,1129645
Tabel 9. Hasil perolehan R2 R
Main 0,9801
Segmen1&2 0,9925
Segmen3 0,9926
Segmen 4 0,9931
Dari data tersebut mengindikasikan bahwa persamaan proxi menunjukkan hasil yang baik dengan R square perolehan untuk keseluruhan berada di atas nilai 95%. Disimpulkan bahwa IGIP 3 persamaan proxi yang diperoleh memiliki ketepaRs Boi Bgi (BSCF) tan yang sangat baik. Hal ini semakin diperkuat 1 602 1,448 0,004 11,9503086 dengan melihat persentase Galat yang dihasilkan 1 802 1,448 0,004 13,0104003 dari perbandingan penggunaan persamaan proxi 1 802 1,448 0,007 13,1496234 terhadap nilai actual IGIP pada Tabel 10a dan10b. 1 602 1,848 0,007 13,7842552 Kesimpulan dari tabel tersebut adalah, galat yang 1 602 1,848 0,004 13,5246915 terjadi pada daerah Main, serta pada tiap seg1 802 1,448 0,007 13,1496234 mennya menghasilkan rata-rata error/galat yang 1 602 1,448 0,004 11,9503086 selalu kurang dari 1%. Hal ini mengindikasikan 1 802 1,848 0,004 14,4608333 bahwa persamaan yang diperoleh sudah bagus. 1 802 1,848 0,007 14,4400098 Selanjutnya perlu adanya validasi asumsi awal 1 602 1,448 0,007 12,3055942 yang menyatakan bahwa data yang digunakan 1 802 1,848 0,004 14,4608333 terpopulasi secara normal. Dengan menggunakan 1 602 1,848 0,007 13,7842552 NPP (Normal Probability Plot) dan gambar Histogram antara residual terhadap frekuensi, kita Placket-Burman experimental design Segdapat melihat apabila data yang digunakan sudah terpopulasi secara normal. NPP merupakan grafik yang merespon terhadap IGIP dengan memplot persentase dengan Residual. Nilai residual IGIP didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai yang Rs Boi Bgi (BSCF) 4 diamati dengan nilai yang dihitung. Grafik NPP 1 602 1,488 0,004 12,0625961 dan histogram residual untuk daerah Main, dan 1 802 1,488 0,004 12,6862037 untuk tiap segmennya dapat dilihat pada kedua 1 802 1,488 0,007 13,4894016 chart yang ada pada Gambar 13. Terlihat bahwa 1 602 1,848 0,007 14,1129645 uji normalitas menggunakan NPP menunjukkan 1 602 1,848 0,004 13,1127368 bahwa data yang dipakai terpopulasikan secara 1 802 1,488 0,007 13,4894016 merata. Blocks
StdOrder 12 10 1 7 11 4 9 5 6 8 2 3
1 1 1 1 1 1
diperoleh maka diplot grafik Actual IGIP terhadap Pred IGIP untuk keseluruhan daerah Main, termasuk juga untuk tiap segmennya. Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Terlihat pada grafik yang dihasilkan untuk daerah Main dan peninjauan pada tiap segmennya menghasilkan nilai R2 yang cukup baik, yaitu mendekati nilai 1 (Tabel 9).
2
Tabel 7. Hasil Placket-Burman experimental design segmen 3.
1 1 1 1 1 1
16
IGIP (BSCF)
IGIP calculated (BSCF)
galat (%)
150,2503939
150,9192148
-0,445140
tingkat ketidakpastian parameter-parameter terhadap IGIP dapat dilakukan dengan meninjau : 1. Pareto Chart of the Standardized Effects 2. Normal Plot of the Standardized Effects 3. Main Effects Plot for IGIP
156,0318048 161,9224626 173,8265573 165,2807322 161,9224626 150,2503939 169,9623448 175,5194281 158,7207016 169,9623448 173,8265573
153,2094948 162,1134948 176,2738148 167,3698148 162,1134948 150,9192148 169,6600948 178,5640948 159,8232148 169,6600948 176,2738148
1,808804 -0,117980 -1,407870 -1,263960 -0,117980 -0,445140 0,177834 -1,734660 -0,694620 0,177834 -1,407870
Grafik Pareto Chart untuk daerah Main dan untuk tiap segmen secara berurutan ditunjukkan dengan Gambar 15. Grafik Normal Plot of the standardized Effects ditunjukkan pada Gambar 16. Hasil analisa dari Pareto chart dapat mengindikasikan parameter apa saja yang memberikan tingkat ketidakpastian yang tinggi hingga terendah terhadap data dependennya, yaitu IGIP. Pada setiap grafik pareto chart akan terlihat sebuah garis vertikal berwarna merah, garis
Tabel 10a. Galat prediction IGIP terhadap actual IGIP daerah Main.
Tabel 10b. Galat prediction IGIP terhadap actual IGIP segmen 1&2, 3, dan 4. IGIP (BSCF) 4
IGIP (BSCF) Korelasi 4
Galat %
126,2374893 126,7818226 -0,431200 11,95030861
12,0336515 -0,697410 12,06260
11,98674
0,628864
130,3352008 129,2529626 0,830350
13,01040030
12,9289695
0,625890
12,68620
12,48119
1,615999
135,2834377 135,4659626 -0,134920 13,14962339
13,1383005
0,086108
13,48940
13,39222
0,720453
145,9293376 145,3325826 0,408934
13,78425518
13,7328185
0,373155
14,11296
14,06703
0,325486
138,6433038 139,1195826 -0,343530 13,52469153
13,5234875
0,008902
13,11274
13,15601 -0,329980
135,2834377 135,4659626 -0,134920 13,14962339
13,1383005
0,086108
13,48940
13,39222
0,720453
126,2374893 126,7818226 -0,431200 11,95030861
12,0336515 -0,697410 12,06260
11,98674
0,628864
141,8323575 141,5907226 0,170367
14,4188055
13,65046
0,136741
IGIP (BSCF) 1&2
IGIP 1&2 (BSCF) korelasi
Galat %
IGIP (BSCF) 3
14,46083326
IGIP (BSCF) Korelasi 3
Galat %
0,290632
13,66915
146,6038611 147,8037226 -0,818440 14,44000983
14,6281365 -1,302820 14,47556
14,56148 -0,593600
133,3668299 132,9948226 0,278935
12,30559423
12,2429825
0,508807
13,04828
12,89776
1,153537
141,8323575 141,5907226 0,170367
14,46083326
14,4188055
0,290632
13,66915
13,65046
0,136741
145,9293376 145,3325826 0,408934
13,78425518
13,7328185
0,373155
14,11296
14,06703
0,325486
Analisa IGIP S-curve (P 10, P 50, & P90) Dari persamaan proxi yang diperoleh pada daerah Main dan tiap segmen, diperoleh juga IGIP S-curve. Dengan diperolehnya IGIP Scurve maka dapat diketahui nilai masing-masing P 10, P 50, dan P 90. Grafik S-curve dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil lengkapnya secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 11. Analisa Tingkat Ketidakpastian Parameter (Rs, Boi, Bgi) dengan DOE Analisa tingkat ketidakpastian merupakan salah satu tujuan utama pada paper ini. Analisa
merah tersebut merupakan base line. Base line ini menandakan apabila nilai standardized effect suatu parameter berada dikiri garis tersebut, maka menandakan parameter tersebut tidak berpengaruh secara signifikan pada variabel dependennya. Kesimpulan dari Pareto Chart pada daerah Main, terlihat bahwa tidak seluruh parameter Tabel 11. S-curve (P 10, P 50, dan P 90)
P 10 P 50 P 90
Main 151,67 164,74 177,81
1&2 127,87 137,29 146,72
3 12,155 13,331 14,507
4 12,342 13,333 14,323
17
Gambar 13. Residual plot IGIP daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4
Gambar 14. IGIP S-Curve Daerah Main, Segmen 1&2, Segmen 3, dan Segmen 4
18
Gambar 15. Pareto chart of effect for IGIP pada daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4.
Gambar 16. Normal plot of the standardized effects IGIP pada daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4.
19 yang berada melampaui garis base line. Terlihat parameter Rs berada di kiri base line tersebut, sehingga parameter dianggap tidak signifikan pengaruhnya terhadap perolehan nilai IGIP. Parameter yang paling berpengaruh atau cukup tinggi tingkat ketidakpastiannya terhadap IGIP adalah Boi dan selanjutnya diikuti Bgi. Kesimpulan pada segmen 1&2, 3, dan 4, adalah, seluruh parameter berada di kanan base line-nya. Untuk segmen 1&2, parameter Boi memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi diantara parameter lainnya, selanjutnya diikuti dengan parameter Bgi, dan Rs. Untuk segmen 3, parameter Boi memiliki tingkat ketidakpastian yang paling tinggi, selanjutnya diikuti oleh Rs dan terakhir Bgi. Pada segmen 4, secara keseluruhan parameter Boi, Bgi, Rs memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup tinggi, namun parameter yang memiliki pengaruh yang paling signifikan adalah parameter Boi, yang diikuti oleh Bgi, dan terakhir R s. Dengan menganalisa grafik Normal Plot of the Standardized Effects kita dapat mengetahui parameter apa saja yang berpengaruh signifikan dan parameter apa yang berpengaruh secara tidak signifikan. Terlihat pada grafik terdapat garis biru, apabila parameter yang ditinjau berada di kanan garis tersebut, maka data dapat dikatakan memberikan efek yang positif terhadap nilai dependennya, begitu pula sebaliknya, apabila data terletak di bagian kiri garis biru, parameter tersebut akan memberikan efek yang negatif terhadap nilai dependennya. Semakin jauh letak parameter dari garis biru tersebut, maka parmeter tersebut akan memiliki tingkat signifikan yang cukup tinggi pula. Terlihat pada Gambar. 16, pada Daerah Main, sesuai dengan pareto chart sebelumnya, parameter yang berpengaruh paling signifikan atau memiliki tingkat ketidakpastian paling tinggi adalah Boi, dan Bgi, sedangkan parameter Rs dikatakan tidak berpengaruh secara signifikan, namun seluruh parameter berpengaruh positif dalam perolehan IGIP. Pada segmen 1&2, 3 dan 4, seluruh parameter dinyatakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perolehan IGIP. Terlihat pada Segmen 1&2, parameter yang paling berpengaruh adalah Boi, yang diikuti oleh Bgi dan Rs. Sama halnya dengan segmen 4, Boi merupakan
parameter yang paling berpengaruh, namun tingkat signifikansi parameter di segmen 4 cenderung lebih besar daripada segmen 1&2. Pada segmen 3 parameter yang paling berpengaruh adalah Boi, parameter keduanya adalah Rs, dan diikuti oleh Bgi. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Urutan tingkat ketidakpastian parameter.
Main
Seg.1&2
Seg.3
Seg.4
Rs
3
3
2
3
Boi
1
1
1
1
Bgi
2
2
3
2
Angka urut 1-3, menunjukkan urutan tingkat ketidakpastian parameter tersebut pada tiap segmennya. Warna merah menyatakan tidak signifikannya data tersebut terhadap variabel dependennya. Selanjutnya dengan meninjau analisa Main Effects dari setiap parameter terhadap IGIP, maka kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruhnya ketika parameter tersebut bernilai minimum dan ketika bernilai maksimum terhadap estimasi nilai IGIP yang diperoleh. Grafik Main Effects parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 17. Seperti yang terlihat pada Pareto Chart dan Normal Plot of the Standardized Effect, dinyatakan bahwa pada daerah Main, parameter Rs tidak berpengaruh signifikan. Multiple Linear Regression Setelah kita memperoleh base case dari simulasi material balance yang sesuai dengan simulasi reservoir pada studi sebelumnya, maka, selanjutnya perlu disusun data-data hasil uji sensitivitas dengan menggunakan material balance untuk dimasukkan pada metode MLR. Data dan hasil uji sensitivitas tersebut dapat dilihat hasilnya pada Lampiran III Metode MLR pada Tabel 13. Pada tabel tersebut terlihat perolehan IGIP pada daerah Main dan terlihat pula perolehan IGIP untuk setiap segmennya. Uji sensitivitas dilakukan secara acak, nilai Rs, Boi, Bgi diubah-ubah secara acak tanpa perlakuan tertentu. Perlakuan acak ini dilakukan agar semakin banyak informasi mengenai berbagai kondisi PVT dan pengaruhnya terhadap nilai IGIP, sehingga hasil korelasi atau proxi yang di-
20 Tabel 13. Uji sensitivitas parameter Rs, Boi, Bgi terhadap IGIP. No,
Rs
Boi
Bgi
IGIP (BSCF)
IGIP 1&2 (BSCF)
IGIP 3 (BSCF)
IGIP 4 (BSCF)
1
802
1,848
0,007
175,6827452
146,7378271
14,46856619
14,47635191
2
702
1,548
0,006
161,1987323
135,0346175
12,94685659
13,21725824
3
602
1,248
0,005
146,5375551
123,2034108
11,45209019
11,88205411
4
852
1,448
0,003
155,0860288
129,4013106
13,16225214
12,52246608
5
552
1,348
0,004
145,4423568
122,4313976
11,35910087
11,65185832
6
752
1,648
0,0065
166,6863476
139,4280688
13,52770207
13,73057669
7
652
1,388
0,005
152,2662112
127,7700854
12,11824991
12,37787590
8
772
1,688
0,00675
170,7309561
142,6869811
13,95209345
14,09188154
9
672
1,428
0,0025
147,8414741
123,9303811
12,13906524
11,77202777
10
572
1,358
0,0035
144,9033393
121,8969579
11,43340091
11,57298054
11
872
1,928
0,0075
178,5012151
148,9628518
14,74560734
14,79275595
12
742
1,628
0,0055
163,6405482
136,9039646
13,36524384
13,37133980
13
642
1,418
0,0065
156,9802009
131,7578818
12,32276638
12,89955278
14
582
1,368
0,0035
145,5445052
122,3927078
11,52072605
11,63107133
15
642
1,488
0,005
155,3792171
130,3876739
12,38885520
12,60268805
16
612
1,318
0,00575
151,0603451
126,9322194
11,79783323
12,33029242
17
822
1,908
0,008
179,7060384
150,0392627
14,73955591
14,92721984
18
812
1,888
0,004
171,7035916
143,2344631
14,67081767
13,79831081
19
832
1,878
0,005
173,3908853
144,6506147
14,66348005
14,07679058
20
842
1,868
0,0055
173,7602307
144,9767997
14,60652762
14,17690341
21
782
1,808
0,007
173,8419680
145,2829873
14,22335492
14,33562576
22
662
1,528
0,003
152,1551918
127,5472589
12,46878360
12,13914938
23
582
1,508
0,006
157,6317413
132,5089966
12,29564616
12,82709860
24
592
1,828
0,0045
165,7246545
139,0872424
13,43652053
13,20089160
25
612
1,728
0,0045
162,1733473
136,0892148
13,09961463
12,98451791
26
682
1,458
0,006
157,7881272
132,2721603
12,57390921
12,94205766
27
622
1,878
0,007
175,1616783
146,9640818
13,96928953
14,22830698
28
862
1,578
0,0045
161,7726095
134,9862695
13,57935343
13,20698649
29
722
1,518
0,0075
164,0546661
137,3661219
13,05800410
13,63054016
30
692
1,618
0,0035
157,4926775
131,8827641
12,99402856
12,61588478
31
712
1,438
0,005
155,3925896
130,1503164
12,56977970
12,67249346
32
732
1,498
0,008
164,6666790
137,8437263
13,07702572
13,74592694
33
632
1,828
0,0075
174,5732948
146,4634350
13,83880136
14,27105848
34
762
1,398
0,0085
162,9383479
136,2913175
12,94871808
13,69831236
35
902
1,698
0,0055
167,0180906
139,3334056
13,95858416
13,72610077
36
952
1,798
0,008
172,4086077
143,8300855
14,12562529
14,45289691
37
942
1,898
0,0075
175,7014524
146,5691541
14,51435519
14,61794303
38
762
1,898
0,0045
171,8993029
143,6076361
14,46832471
13,82334213
39
652
1,788
0,004
164,0438112
137,4554040
13,49864165
13,08976555
40
932
1,568
0,006
162,8863218
135,8917599
13,49765487
13,49690700
41
922
1,488
0,0065
174,4104719
144,2429899
15,60036608
14,56711598
42
802
1,548
0,006
163,1490621
136,2908990
13,39468146
13,46348158
43
552
1,548
0,006
158,5872686
133,4132874
12,31083423
12,86314702
21 44
702
1,998
0,006
178,1361258
149,0806878
14,67157756
14,38386038
45
702
1,256
0,006
151,8681051
127,2886317
12,08577091
12,49370251
46
702
1,548
0,01
170,8944489
143,1784266
13,30118096
14,41484137
47
702
1,548
0,002
151,8540956
127,0410768
12,78668439
12,02633441
hasilkan dari metode MLR akan semakin akurat. Terlihat pada Tabel 13, jumlah uji data yang dilakukan ada sebanyak 47 buah (n=47). Data sebanyak ini sudah cukup banyak, apabila mengacu pada beberapa literatur yang menyatakan bahwa untuk melakukan analisis regresi sebaiknya data yang diinput berjumlah lebih dari 15 – 30 data, sehingga uji normalitas dapat diperoleh dengan lebih baik lagi. Selanjutnya, sebelum kita meninjau dan menggunakan persamaan proxi perhitungan prediksi IGIP, dan melihat parameter apa saja yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya, maka diperlukannya uji syarat Multiple Linear Regression agar persamaan proxi tersebut dapat dikatakan valid.
Uji Syarat Multiple Linear Regression Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen adalah linier (asumsi linearitas) Uji linearitas yang pertama adalah dengan melihat hubungan linearitas antara setiap parameter independen terhadap data dependen. Hasil lebih jelasnya dapat dilihat pada Metode Multiple Linear Regression, Gambar 18. Pada gambar tersebut selain diuji untuk daerah Main secara keseluruhan, uji linearitas juga dilakukan pada setiap segmennya. Kesimpulan dari uji hubungan linearitas yang didapatkan adalah, keseluruhan parameter yang digunakan pada daerah Main dan untuk seluruh segmen memenuhi uji linearitas. Salah satu cara untuk menguji linearitas hubungan antara data dependen dengan data independennya adalah dengan mem-
Gambar 17. Plot Main effects IGIP pada daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4.
22 (p<0,05) dan sampel yang digunakan sudah plot tiap parameter terhadap dependen variabel. cukup besar untuk mendapatkan regresi yang Plot hubungan ini dilakukan menggunakan mibaik. crosoft excel. Berikut adalah analisa regresi linear yang dilaku- 3. Terdapat 1 atau 2 data yang perlu dievaluasi, dikarenakan residual yang dihasilkan data kan dengan software Minitab : tersebut cukup besar. Namun data tersebut 1. Uji tersebut sudah memenuhi uji normalitas, tetap dimasukkan dikarenakan perolehan dan yaitu jumlah data yang digunakan sudah cuhasil data tersebut merupakan hasil running kup banyak (n=47) software Material Balance. 2. Model secara statistik sudah signifikan
Gambar 18. Uji linearitas Rs, Boi, Bgi terhadap IGIP.
23 4. Adanya korelasi antara parameter Boi, Bgi, Rs terhadap IGIP. Semakin besar nilai Boi, Bgi, dan Rs maka nilai IGIP semakin besar. Asumsi linearitas juga dapat dilihat dengan menggunakan uji Anova (Analysis of Variant). Dengan metode stepwise pada software Spss, hal ini dilakukan secara otomatis karena metode tersebut hanya memasukkan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian linearitas berikutnya untuk daerah Main dapat diperoleh dari tabel ANOVA (Tabel 14 Anova). Hubungan Linearitas juga dilakukan untuk segmen 1&2, 3, dan 4. Tabel Anova untuk segmen tersebut dapat dilihat pada tabel Anova Tabel 15, Tabel 16, Tabel 17. Metode stepwise ini juga akan dilakukannya F-test. Nilai batas minimum suatu data diterima masuk ke dalam korelasi persamaan regresi apabila nilai F-test berada di bawah 0,05,
sedangkan apabila lebih dari 0,1 maka parameter akan ditolak masuk ke dalam model regresi. Keseluruhan parameter harus memenuhi syarat Ftest terlebih dahulu agar diterima ke dalam model regresi. Pada awalnya segmen 3 menggunakan batas bawah diterimanya suatu parameter dengan nilai F-test sebesar 0,05, namun setelaha di-run pada software SPSS, parameter Bgi ditolak. Mengingat parameter Bgi secara teori akan memberikan efek terhadap perolehan IGIP, maka pada paper ini batas bawah F-test khusus untuk segmen 3 dinaikkan menjadi 0,1. Sehingga pada model regresi terdapat parameter Bgi dalam persamaan akhir proxi yang diperoleh. Dari pemodelan ini dapat dikatakan bahwa khusus untuk segmen 3 dapat dikatakan parameter Bgi pengaruhnya tidak terlalu signifikan terhadap IGIP.
Tabel 14. Anova daerah Main.
Tabel 15. Anova segmen 1&2.
Model 1 Regression Residual Total 2 Regression Residual Total 3 Regression Residual Total
Sum of Squares 3472,735 1150,009 4622,745 4281,082 341,662 4622,745 4405,796 216,949 4622,745
Mean F Square 1 3472,735 135,889 45 25,556 46 2 2140,541 275,663 44 7,765 46 3 1468,599 291,081 43 5,045 46
df
Sig.
Model
.000a
1 Regression Residual Total 2 Regression Residual Total 3 Regression Residual Total
.000b .000c
Sum of Squares 2311,270 722,868 3034,138 2860,714 173,425 3034,138 2908,350 125,789 3034,138
Mean F Square 1 2311,270 143,881 45 16,064 46 2 1430,357 362,899 44 3,941 46 3 969,450 331,400 43 2,925 46
df
a. Predictors: (Constant), Boi b. Predictors: (Constant), Boi, Bgi c. Predictors: (Constant), Boi, Bgi, Rs d. Dependent Variable: IGIP
a. Predictors: (Constant), Boi b. Predictors: (Constant), Boi, Bgi c. Predictors: (Constant), Boi, Bgi, Rs d. Dependent Variable: IGIP segmen 1&2
Tabel 16. Anova segmen 3.
Tabel 17. Anova segmen 4.
Model 1 Regression Residual Total 2 Regression Residual Total 3 Regression Residual Total
Sum of Squares 35,802 15,119 50,920 44,884 6,037 50,920 45,331 5,590 50,920
Mean F Sig. Square 1 35,802 106,559 .000a 45 0,336 46 2 22,442 163,574 .000b 44 0,137 46 3 15,110 116,240 .000c 43 0,130 46
df
a. Predictors: (Constant), Boi b. Predictors: (Constant), Boi, Bgi c. Predictors: (Constant), Boi, Bgi, Rs d. Dependent Variable: IGIP segmen 3
Sum of Squares 1 Regression 23,723 16,983 Residual Total 40,706 2 Regression 37,023 3,683 Residual Total 40,706 3 Regression 39,234 1,472 Residual Total 40,706 Model
Mean F Square 1 23,723 62,859 45 0,377 46 2 18,512 221,154 44 0,084 46 3 13,078 382,062 43 0,034 46
df
a. Predictors: (Constant), Boi b. Predictors: (Constant), Boi, Bgi c. Predictors: (Constant), Boi, Bgi, Rs d. Dependent Variable: IGIP segmen 4
Sig. .000a .000b .000c
Sig. .000a .000b .000c
24
Gambar 19. Standardized residual plot IGIP daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4.
Error Berdistribusi Normal
d<1,3989 atau d> 2,601 Pengujian asumsi normalitas error di- 2. Tidak dapat disimpulkan Dwl < d < Dwu lakukan dengan pemeriksaan visual terhadap his4-Dwu< d < 4-Dwl togram dan normal probability plot. Histogram 1,3989 < d < 1,6692 dan normal probability plot dapat dilihat pada 2,3308 < d < 2,601 Gambar 19. Kesimpulannya didapat dari grafik tersebut yang menyatakan bahwa daerah Main 3. Tidak terdapat autokorelasi dan seluruh segmen memenuhi uji normalitas. Dwu< d < 4-Dwu 1,6692 < d < 2,3308 Independasi Error Independensi error dapat diuji dengan statistik Durbin-Watson (d). Nilai d hitung akan dibandingkan dengan nilai d dari tabel DurbinWatson Tabel 12. Ukuran sampel dalam penelitian ini sebesar 47 sehingga pada tabel, n = 47. Dengan jumlah variabel independen yang berpengaruh sebanyak 3 buah didapat nilai Dwl dan Dwu sebesar 1,3989 dan 1,6692 (a = 0,05). Dari nilai Dwu dan Dwl dapat diperoleh tiga daerah, yaitu: 1. Terdapat aukorelasi : d
4-Dwl
(1)
(2)
(3)
Hasil analisa untuk keseluruhan segmen dapat dilihat pada Gambar 20. Kesimpulan dengan melihat nilai durbin watson yang diperoleh dari setiap segmen yaitu, nilai hitung durbin watson untuk keseluruhan segmen pada daerah Main berada pada range nilai durbin-watson 1,66922,3308. Hal ini berarti uji autokorelasi terpenuhi. Homoscedasticity Homoscedasticity yang diperoleh cukup baik, mengingat error tidak terkumpul pada tempat tertentu. Homoscedasticity tiap segmen dapat di lihat pada Gambar. 21.
25
Gambar 20. Model summary
Gambar 21. Uji Homoscedasticity daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, dan segmen 4.
26 Tidak terdapat multikolinearitas
antar variabel independen terpenuhi.
Multikolinearitas antarvariabel independen Hasil Persamaan Proxi IGIP MLR dapat dilihat dari nilai statistik Toleransi. Jika nilai Toleransi sebuah model regresi di bawah IGIP (BSCF) Daerah Main : 0,1, maka pada model tersebut terdapat multiko83,1 + 0,0167 Rs + 34,0 Boi + 2293 Bgi linearitas. Nilai statistic toleransi dapat di lihat IGIP (BSCF) Segmen 1&2 : pada Tabel 18, Tabel 19, Tabel 20, Tabel 21. IGIP 1&2 (BSCF) = 72,3 + 0,0103 Rs + 28,3 Boi Statistik uji Toleransi dari ketiga model regresi + 1939 Bgi yang terbentuk memiliki nilai lebih dari 0,1 seIGIP (BSCF) Segmen 3 : hingga asumsi tidak terdapat multikolinearitas 4,69 + 0,00417 Rs + 3,23 Boi + 61,1 Bgi Tabel 18. Coefficients daerah Main. Coefficientsa
Std. Beta Error
16,106 0 26,784 0
Boi
Collinearity Statistics
Std. Beta Error
37,299 2,055 0,765 18,147 0 0,944 1,059
Bgi
2527,986 247,770 0,430 10,203 0 0,944 1,059 28,809 0
9398,000 0,000
4,289 0,415 0,839 10,323 0,000 1,000 1,000 10,034 0,000
Boi
3,294 0,292 0,644 11,267 0,000 0,825 1,212
Bgi
0,004 0,001 0,465 81,360 0,000 0,825 1,212
3 (Constant) 4,688 0,463
Boi
33,968 1,787 0,697 19,007 0 0,812 1,232
Bgi
2293,037 205,234 0,390 11,173 0 0,894 1,118
Rs
0,017 0,003 0,186 4,972 0 0,781 1,280
ToleVIF Sig, rance
t
2 (Constant) 4,757 0,474
Boi
Boi
10,125 0,000
3,226 0,287 0,631 11,248 0,000 0,812 1,232
Bgi
0,004 0,001 0,441
7,707 0,000 0,781 1,280
Rs
61,089 32,943 0,099
1,854 0,071 0,894 1,118
a. Dependent Variable: IGIP Segmen 3.
Tabel 19. Coefficients Segmen 1&2. Coefficientsa
Tabel 21. Coefficients segmen 4.
B 1 (Constant) Boi 2 (Constant)
ToleVIF rance
17,311 0
34,461 2,873 0,873 11,995 0 1,000 1,000 75,660 2,356
32,111 0
Boi
30,386 1,464 0,770 20,750 0 0,944 1,059
Bgi
2084,190 176,525 0,438 11,807 0 0,944 1,059
3 (Constant)
72,274 2,196
32,905 0
Boi
28,328 1,361 0,717 20,817 0 0,812 1,232
Bgi
1938,983 156,276 0,407 12,407 0 0,894 1,118
Rs
0,010 0,003 0,142 4,035 0 0,781 1,280
a. Dependent Variable: IGIP segmen 1&2.
B 1 (Constant) Boi
Std. Beta Error
7,682 0,716
Collinearity Statistics
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coe-fficients
t
Std. Beta Error
80,880 4,672
Collinearity Statistics
Coefficient
Sig,
Model
Unstandardized Coefficients
Stan-dardized Coefficients
a. Dependent Variable: IGIP Daerah Main.
t
Sig,
3 (Constant) 83,102 2,885
B
1 (Constant) 6,351 0,676
42,242 3,624 0,867 11,657 0 1,000 1,000
2 (Constant) 88,581 3,307
Unstandardized Coefficients
Standardized Coe-fficients
Model
ToleVIF rance
1 (Constant) 94,913 5,893 Boi
Collinearity Statistics
t Sig,
B
Standardized Coefficients
Model
Unstandardized Coefficients
Tabel 20. Coefficients segmen 3. Coefficientsa
ToleVIF rance
10,727 0
3,491 0,440 0,763 7,928 0 1,000 1,000
2 (Constant) 6,870 0,343
20,007 0
Boi
2,857 0,213 0,625 13,390 0 0,944 1,059
Bgi
324,267 25,725 0,588 12,605 0 0,944 1,059
3 (Constant)
6,140 0,238
25,844 0
Boi
2,414 0,147 0,528 16,398 0 0,812 1,232
Bgi
292,983 16,905 0,531 17,331 0 0,894 1,118
Rs
0,002 0,000 0,264 8,037 0 0,781 1,280
a. Dependent Variable : IGIP Segmen 4
27 IGIP (BSCF) Segmen 4 : 6,14 + 0,00223 Rs + 2,41 Boi + 293 Bgi Setelah terpenuhi keseluruhan uji asumsi Multiple Linear Regression, maka persamaan proxi perhitungan IGIP yang diperoleh di atas sudah dapat dikatakan valid. Namun, agar lebih yakin maka akan dilakukan validasi persamaan proxi yang diperoleh yaitu, dengan diplot grafik Actual IGIP terhadap Pred IGIP untuk keseluruhan daerah Main, termasuk juga untuk tiap segmennya. Plot grafik Actual IGIP terhadap Prediciton IGIP dapat dilihat pada Gambar 22. Analisa R2 yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 23. Selanjutnya galat Prediksi IGIP terhadap Aktual IGIP dapat dilihat pada Tabel. 24. Analisa IGIP S-curve (P 10, P 50, P 90)
hui parameter mana yang memberikan pengaruh terbesar terhadap IGIP. Namun dengan menggunakan MLR kita tidak dapat mengetahui apakah parameter tersebut berlaku signifikan atau tidak. Selanjutnya pada Tabel 27 dapat dilihat ringkasan mengenai kesimpulan urutan pengaruh parameter PVT pada setiap segmen. Dengan menggunakan metode MLR diperkirakan bahwa parameter Bgi pada segmen 3 memiliki tingkat signifikan yang paling rendah. Hal ini disebabkan uji F-test dengan nilai sebesar 0,05, menolak untuk memasukkan parameter Bgi ke dalam persamaan proxi perhitungan IGIP. Namun hal ini masih harus dikaji ulang lagi mengingat dari hasil analisa MLR kita tidak dapat menyatakan bahwa parameter tersebut tidak signifikan terhadap parameter Independennya.
Selanjutnya, dari persamaan proxi yang diperoleh pada daerah Main dan tiap segmen, Perbandingan Metode DOE dengan MLR maka dengan dapat diperoleh IGIP S-curve untuk Untuk melihat perbandingan DOE dan MLR, mengetahui nilai masing-masing P 10, P 50, dan maka dilakukan beberapa analisa berikut: P 90. G rafik S-curve dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil lengkapnya secara keseluruhan dapat dili- 1. Dengan menggunakan persamaan proxi yang diperoleh dari DOE dan MLR, maka persahat pada Tabel 26. maan DOE digunakan untuk melihat menghitung IGIP dari data MLR, begitu pun sebaliknya, sehingga dapat terlihat galat yang Analisa Tingkat Ketidakpastian Parameter dihasilkan kedua metode tersebut untuk data (Rs, Boi, Bgi) terhadap IGIP dengan Metode set yang berbeda. Hasil dapat dilihat pada TaMLR. bel 25. Hasil yang diperoleh oleh kedua meKekurangannya dengan menggunakan tode tersebut sudah cukup baik. Kesimpulan metode MLR adalah tidak dapat dilakukannya pada bagian ini adalah ternyata dengan cara uji yang mendetail seperti halnya dengan mengyang sederhana menggunakan metode DOE, gunakan Experimental Design. Sehingga analisa yaitu dengan sedikit sampel data dapat mengtingkat ketidakpastian parameter-parameter terhasilkan hasil yang optimum. Namun tetap hadap estimasi IGIP tidak dapat dilakukan desaja penggunaan persamaan proxi hasil dari ngan meninjau grafik-grafik seperti halnya pada metode MLR memberikan hasil yang lebih metode DOE, yaitu pareto chart of the Standardbaik daripada metode DOE, hal ini dikareized Effects, dan Normal Plot of the Standardized nakan jumlah set data yang ditinjau lebih Effects. Namun masih dapat digunakannya Main banyak. Sebagai contoh singkat mengenai Effects Plot for IGIP yang terdapat pada Gambar validasi presisi dari kedua metode tersebut 24. maka akan ditampilkan R2 yang dihasilkan Selain itu, dengan menggunakan metode oleh kedua metode tersebut terhadap set data MLR, kita dapat mengetahui parameter mana yang berbeda yang ditinjau pada daerah Main. yang mempunyai tingkat pengaruh tertinggi (Tabel 28) atau terendah terhadap IGIP, dikarenakan terdapat metode stepwise yang akan mengindikasikan 2. Membandingkan tingkat ketidakpastian kedua metode. Hasil dapat dilihat pada Taparameter yang mempunyai pengaruh dan pada bel 29. Dari tabel ini dapat terlihat bahwa akhirnya akan menghasilkan nilai koefisien untuk diperoleh hasil yang sama mengenai tingkat perhitungan persamaan proxi IGIP. Dengan meketidakpastian parameter PVT terhadap perninjau nilai koefisien tersebut kita dapat mengeta-
28 Tabel 22. Durbin – Watson
Tabel 23. Hasil perolehan R2 Main R
2
9531
Segmen
Segmen
Segmen
1&2
3
4
0,9585
0,8902
0,9638
29
Gambar 22. Grafik Plot Actual IGIP terhadap Pred Daerah Main. Segmen 1&2, Segmen 3, Segmen 4. Tabel 24. Perolehan galat % Actual IGIP terhadap prediction IGIP. IGIP (BSCF)
IGIP Korelasi
Galat %
IGIP 1&2 (BSCF)
Pred IGIP 1&2 (BSCF)
Galat %
175,6827452 161,1987323 146,5375551 155,0860288 145,4423568 166,6863476 152,2662112 170,7309561 147,8414741 144,9033393 178,5012151 163,6405482 156,9802009 145,5445052 155,3792171 151,0603451 179,7060384 171,7035916 173,3908853
175,3520609 161,1946275 147,0371940 153,4296496 147,3039396 166,5749462 152,6297034 168,8417264 148,5905810 146,8318894 180,3878184 163,4351325 156,9209265 147,3389680 155,8591004 151,3021418 180,0179920 169,9990118 172,2871857
0,188228 0,002546 -0,340960 1,068039 -1,279950 0,066833 -0,238720 1,106554 -0,506700 -1,330920 -1,056910 0,125529 0,037759 -1,232930 -0,308850 -0,160070 -0,173590 0,992746 0,636538
146,7378271 135,0346175 123,2034108 129,4013106 122,4313976 139,4280688 127,7700854 142,6869811 123,9303811 121,8969579 148,9628518 136,9039646 131,7578818 122,3927078 130,3876739 126,9322194 150,0392627 143,2344631 144,6506147
146,4938073 135,0219500 123,5500927 127,9240883 123,9265920 139,3414947 128,0332529 141,1662618 124,5258161 123,4472913 150,4537125 136,7325008 131,6881011 123,8340251 130,7625637 127,0907247 150,3393653 141,9134217 143,7760423
0,166296452 0,009380928 -0,281389856 1,141582178 -1,221250782 0,062092304 -0,205969574 1,065772987 -0,480459266 -1,271839287 -1,000827174 0,125243853 0,052961310 -1,177616972 -0,287519356 -0,124873969 -0,200016046 0,922292981 0,604610220
30 173,7602307 173,8419680 152,1551918 157,6317413 165,7246545 162,1733473 157,7881272 175,1616783 161,7726095 164,0546661 157,4926775 155,3925896 164,6666790 174,5732948 162,9383479 167,0180906 172,4086077 175,7014524 171,8993029 164,0438112 162,8863218 174,4104719 163,1490621 158,5872686 178,1361258 151,8681051 170,8944489 151,8540956
173,2614328 173,6585445 152,9665058 157,8271212 165,4246843 162,3626862 157,8027131 173,3579180 161,4524667 163,9499699 157,6723469 155,3324953 164,5845374 172,9734468 162,8364661 168,4912734 178,4577032 180,5405725 170,6482242 163,9238320 165,7241633 163,9858553 162,8686173 158,6836427 176,4802096 151,2759830 170,3668495 152,0224054
0,287061 0,105512 -0,533210 -0,123950 0,181005 -0,116750 -0,009240 1,029769 0,197897 0,063818 -0,114080 0,038673 0,049884 0,916433 0,062528 -0,882050 -3,508580 -2,754170 0,727797 0,073138 -1,742220 5,977059 0,171895 -0,060770 0,929579 0,389892 0,308728 -0,110840
144,9767997 145,2829873 127,5472589 132,5089966 139,0872424 136,0892148 132,2721603 146,9640818 134,9862695 137,3661219 131,8827641 130,1503164 137,8437263 146,4634350 136,2913175 139,3334056 143,8300855 146,5691541 143,6076361 137,4554040 135,8917599 144,2429899 136,2908990 133,4132874 149,0806878 127,2886317 143,1784266 127,0410768
144,5657142 145,1537860 128,2246185 132,6473581 138,9071974 136,2813437 132,2655448 145,4814105 134,6186184 137,2875086 132,0539723 130,0703792 137,7939037 145,1379753 136,2409987 140,3707513 148,5682625 150,3280816 142,6489048 137,4253410 137,9680159 136,5678362 136,0565206 133,4700941 147,7694052 126,7502679 142,7778829 127,2660170
0,283552610 0,088930784 -0,531065588 -0,104416684 0,129447530 -0,141178638 0,005001430 1,008866440 0,272361849 0,057229031 -0,129818480 0,061419136 0,036144264 0,904976522 0,036920033 -0,744506097 -3,294287828 -2,564610216 0,667604680 0,021871094 -1,527874833 5,320989051 0,171969223 -0,042579492 0,879579119 0,422947276 0,279751433 -0,177060999
Tabel 25. Multiple linear regression dan design of experimental. Multiple Linear Regression IGIP 150,2503939 156,0318048 161,9224626 173,8265573 165,2807322 161,9224626 150,2503939 169,9623448 175,5194281
Main IGIP Pred 151,5574 154,8974 161,7764 172,0364 165,1574 161,7764 151,5574 168,4974 175,3764
IGIP 126,2374893 130,3352008 135,2834377 145,9293376 138,6433038 135,2834377 126,2374893 141,8323575 146,6038611
Segmen 1&2 Pred IGIP 127,235 129,295 135,112 144,372 138,555 135,112 127,235 140,615 146,432
Galat % -0,86989 0,727034 0,090205 1,029853 0,07462 0,090205 -0,86989 0,861923 0,081488
Galat % -0,79018582 0,798096592 0,126724801 1,067186114 0,063691369 0,126724801 -0,79018582 0,858307309 0,117228217
158,7207016
158,4364
0,179121
133,3668299
133,052
0,236063086
169,9623448 173,8265573
168,4974 172,0364
0,861923 1,029853
141,8323575 145,9293376
140,615 144,372
0,858307309 1,067186114
31 Multiple Linear Regression IGIP 11,95030861 13,0104003 13,14962339 13,78425518 13,52469153 13,14962339 11,95030861 14,46083326 14,44000983 12,30559423 14,46083326 13,78425518
Segmen 3 IGIP Pred 12,12178 12,95578 13,13908 13,59708 13,41378 13,13908 12,12178 14,24778 14,43108 12,30508 14,24778 13,59708
Galat % -1,43487 0,41982 0,08018 1,357891 0,820067 0,08018 -1,43487 1,473312 0,061841 0,004179 1,473312 1,357891
IGIP 12,06259605 12,68620368 13,48940157 14,11296446 13,11273684 13,48940157 12,06259605 13,66915405 14,47555717 13,04827747 13,66915405 14,11296446
Segmen 4 Pred IGIP 12,14414 12,59014 13,46914 13,98714 13,10814 13,46914 12,14414 13,55414 14,43314 13,02314 13,55414 13,98714
Galat % -0,67601 0,75723 0,150204 0,891552 0,035056 0,150204 -0,67601 0,841413 0,293026 0,19265 0,841413 0,891552
Segmen 1&2 Pred IGIP 147,8037226 135,2438326 122,6839426 127,7997476 123,0795976 139,9815576 127,6199436 141,9801976 123,9233336 122,5996556 152,1716736 137,1701126 131,5282186 123,0316566 130,5808266 126,5198576 151,9725006 142,9480556 144,9577256 145,8083386 146,3228326 127,9197166 132,5273726 139,4146376 136,5773116 132,2207226 146,5050286 135,0395766
Galat % -0,726394496 -0,154934419 0,421634593 1,23767139 -0,529439354 -0,396970857 0,117509352 0,495338464 0,00568666 -0,576468611 -2,154108733 -0,194404889 0,174306992 -0,522048095 -0,148137239 0,324867714 -1,288488003 0,199957115 -0,212312198 -0,573566875 -0,71573783 -0,292015448 -0,013867738 -0,235388375 -0,358659428 0,038887775 0,31235741 -0,039490757
Design Of Experimental Multiple Linear Regression IGIP 175,6827452 161,1987323 146,5375551 155,0860288 145,4423568 166,6863476 152,2662112 170,7309561 147,8414741 144,9033393 178,5012151 163,6405482 156,9802009 145,5445052 155,3792171 151,0603451 179,7060384 171,7035916 173,3908853 173,7602307 173,841968 152,1551918 157,6317413 165,7246545 162,1733473 157,7881272 175,1616783 161,7726095
Main IGIP Pred 178,5640948 162,1130048 145,6619148 150,8140648 146,2339948 168,2822248 151,9921948 170,8983128 146,4462828 145,3902878 184,1398128 164,3771808 157,5634758 145,9160668 155,9903308 150,8812838 184,2287128 171,4196688 174,2054318 175,3926808 176,6900068 151,9284188 159,0937768 167,9167708 164,0331488 158,1825918 177,7366378 160,7270238
Galat % -1,640086849 -0,567171024 0,597553507 2,754576949 -0,544296735 -0,957413263 0,179958769 -0,098023641 0,943707649 -0,336050572 -3,15885676 -0,450152855 -0,371559532 -0,25529071 -0,393304659 0,118536271 -2,516706973 0,165356355 -0,469774694 -0,939484307 -1,638291854 0,149040593 -0,927500697 -1,322746037 -1,146798491 -0,249996376 -1,470047287 0,64633049
IGIP 146,7378271 135,0346175 123,2034108 129,4013106 122,4313976 139,4280688 127,7700854 142,6869811 123,9303811 121,8969579 148,9628518 136,9039646 131,7578818 122,3927078 130,3876739 126,9322194 150,0392627 143,2344631 144,6506147 144,9767997 145,2829873 127,5472589 132,5089966 139,0872424 136,0892148 132,2721603 146,9640818 134,9862695
32 164,0546661 157,4926775 155,3925896 164,666679 174,5732948 162,9383479 167,0180906 172,4086077 175,7014524 171,8993029 164,0438112 162,8863218 174,4104719 163,1490621
165,5602378 157,4573458 154,7356038 166,3362218 177,2788268 164,0511138 169,0882598 181,1934798 183,7076158 172,7423638 165,4747948 165,5693568 163,6487228 163,2581448
-0,917725619 0,022433868 0,422790946 -1,013892313 -1,54979718 -0,682936776 -1,239488005 -5,095379063 -4,556685953 -0,490438813 -0,872317943 -1,647182508 6,170357194 -0,066860758
137,3661219 131,8827641 130,1503164 137,8437263 146,463435 136,2913175 139,3334056 143,8300855 146,5691541 143,6076361 137,455404 135,8917599 144,2429899 136,290899
137,6721146 132,1018836 129,9035056 138,2142836 146,1218656 136,5360146 141,3061326 150,1858576 152,1112406 143,6742146 137,8867036 138,7025316 137,1469226 136,4794026
-0,222757035 -0,166147185 0,18963519 -0,268824204 0,233211381 -0,179539757 -1,415832041 -4,418944811 -3,78120931 -0,046361393 -0,313774204 -2,068390094 4,919523164 -0,138309749
158,5872686 160,3952948 -1,140082817 133,4132874
133,3904776
0,017097098
178,1361258 180,6199298
-1,39432919
149,0806878
149,1238126
-0,028927154
151,8681051 150,1040668 1,161559433
127,2886317
126,2372678
0,82596842
170,8944489 173,9850048 -1,808458917 143,1784266 151,8540956 150,2410048 1,062263611 127,0410768
143,5278326 126,9598326
-0,244035368 0,063951127
Segmen 4 Pred IGIP 14,56148472 13,13363172 11,70577872 12,30113472 11,57080772 13,70139972 12,23863652 13,94369062 11,64582392 11,49764802 15,12023492 13,31453952 12,75711982 11,55160252 12,50623072 12,16287892 15,08999452 13,79211232 14,11600022 14,26332832 14,39511232 12,06525512 12,72003132 13,22465752 12,98178612
Galat % -0.58808 0.632707 1.483543 1.767474 0.695602 0.212496 1.124905 1.051605 1.072066 0.650934 -2.21378 0.424791 1.10417 0.683246 0.765371 1.357742 -1.09046 0.044922 -0.27854 -0.60962 -0.41496 0.608727 0.834696 -0.18003 0.021039
Multiple Linear Regression IGIP 14,46856619 12,94685659 11,45209019 13,16225214 11,35910087 13,52770207 12,11824991 13,95209345 12,13906524 11,43340091 14,74560734 13,36524384 12,32276638 11,52072605 12,3888552 11,79783323 14,73955591 14,67081767 14,66348005 14,60652762 14,22335492 12,4687836 12,29564616 13,43652053 13,09961463
Segmen 3 IGIP Pred 14,6281365 12,9933235 11,3585105 13,083022 11,437363 13,6245005 12,1037826 13,88046015 12,1678555 11,5292522 15,2743535 13,4354658 12,2754199 11,611264 12,4314757 11,71633045 15,0109207 14,612555 14,7346179 14,7770264 14,3896211 12,5304371 12,3071491 13,4391183 13,1561911
Galat % -1,102875765 -0,358904956 0,8171407 0,601949721 -0,688981733 -0,715557081 0,119384483 0,51342331 -0,237170321 -0,83834452 -3,585787603 -0,525407249 0,38421957 -0,785870175 -0,344022909 0,690828378 -1,841064898 0,397133079 -0,485136201 -1,167277976 -1,168965978 -0,494462828 -0,093552952 -0,019333651 -0,431894156
IGIP 14,47635191 13,21725824 11,88205411 12,52246608 11,65185832 13,73057669 12,3778759 14,09188154 11,77202777 11,57298054 14,79275595 13,3713398 12,89955278 11,63107133 12,60268805 12,33029242 14,92721984 13,79831081 14,07679058 14,17690341 14,33562576 12,13914938 12,8270986 13,2008916 12,98451791
33 12,57390921 13,96928953 13,57935343 13,0580041 12,99402856 12,5697797 13,07702572 13,83880136 12,94871808 13,95858416 14,12562529 14,51435519 14,46832471 13,49864165 13,49765487 15,60036608 13,39468146 12,31083423 14,67157756
12,5685786 13,934088 13,7166501 13,0757831 13,0348364 12,5586075 13,0809457 13,8275129 12,8776729 14,4124415 15,1831725 15,4759771 14,4608599 13,5238416 14,097431 13,7895864 13,4409825 12,321835 14,669389
0,042394214 0,251992272 -1,011069273 -0,136154039 -0,314050718 0,08888143 -0,029976082 0,081571082 0,548665741 -3,251456844 -7,486728469 -6,625316092 0,051594156 -0,18668508 -4,443558053 11,60728967 -0,345667347 -0,089358445 0,014917005
12,94205766 14,22830698 13,20698649 13,63054016 12,61588478 12,67249346 13,74592694 14,27105848 13,69831236 13,72610077 14,45289691 14,61794303 13,82334213 13,08976555 13,496907 14,56711598 13,46348158 12,86314702 14,38386038
12,82110082 14,20416942 13,16138062 13,55089322 12,55434582 12,53313182 13,66898962 14,23457072 13,60267802 13,91472622 15,08984222 15,20559942 13,84956702 13,10423052 13,76071952 13,65398012 13,38085972 12,76278972 14,44905822
0.934603 0.169645 0.345316 0.584327 0.487789 1.099718 0.55971 0.255677 0.698147 -1.37421 -4.40704 -4.0201 -0.18971 -0.11051 -1.95461 6.268474 0.613674 0.780192 -0.45327
12,08577091 11,90574322 1,489583837
12,49370251
12,28006608
1,709953
13,30118096 12,78668439
14,41484137 12,02633441
14,34832772 11,91893572
0,461425 0,893029
13,2724315 12,7142155
0,216142161 0,566752786
Tabel 26. S-curve (P 10, P 50, dan P 90) P 10 P 50 P 90
Main 150 163 176
1&2 126 136 147
Tabel 27. Urutan tingkat ketidakpastian parameter 3 12 13 15
4 12 13 15
olehan IGIP. Namun dengan menggunakan metode DOE, kita dapat mengidentifikasi bahwa pada daerah Main secara keseluruhan, parameter Rs dinyatakan tidak signifikan perubahannya terhadap perubahan IGIP. Beda halnya dengan menggunakan metode MLR, penggunaan metode ini tidak dapat menghasilkan identifikasi parameter apa yang dapat memberikan dampak yang signifikan atau tidak terhadap perolehan IGIP. Namun ada indikasi pada segmen 3 bahwa parameter Bgi dengan menggunakan MLR memiliki pengaruh yang kecil, hal ini disebabkan saat penggunaan F-test dengan batas bawah 0,05 pada proses regresi dengan metode stepwise, parameter Bgi ditolak masuk ke dalam persamaan proxi IGIP yang dihasilkan. Tetapi hal ini masih belum dapat memastikan bahwa parameter Bgi tidak berpengaruh secara signifikan pada segmen 3.
Rs Boi Bgi
Main 3 1 2
Seg.1&2 3 1 2
Seg.3 2 1 3
Seg.4 3 1 2
3. Membandingkan IGIP S-curve perolehan dari kedua metode. Hasil dapat dilihat pada Tabel 30. Dari peninjauan yang dilakukan pada Tabel 30, maka terlihat bahwa nilai perolehan dengan menggunakan metode DOE dan MLR tidak menghasilkan nilai percentil yang jauh berbeda. Sehingga dari studi ini dapat dikategorikan kisaran nilai P 10, P 50 dan P 90 pada tiap segmennya dengan meninjau nilai perolehan yang didapat pada kedua metode tersebut, yang dirangkum pada Tabel 31. Tabel 28. perolehan R2 dengan DOE dan MLR pada daerah Main. Data set 01
Main
1&2
3
4
DOE
0
0
0
0
MLR
0
0
0
0
Data set 01
Main
1&2
3
4
DOE
0
0
0
0
MLR
0
0
0
0
34
Gambar 23. Grafik IGIP S-curve daerah Main, segmen 1&2, segmen 3, segmen 4.
Tabel 29. Urutan Ketidakpastian kedua parameter. DOE
Tabel 31. Kisaran nilai P 10 P 50 dan P 90
Main
Seg.1&2
Seg.3
Seg.4
Rs
3
3
2
3
Boi
1
1
1
1
Bgi
2
2
3
2
Main
Seg.1&2
Seg.3
Seg.4
Rs
3
3
2
3
Boi
1
1
1
1
Bgi
2
2
3
2
MLR
Tabel 30. IGIP S-curve. DOE P 10 P 50 P 90 MLR P 10 P 50 P 90
Main 151,67 164,74 177,81 Main 150,02 163,07 175,92
Main 1&2 3 4 P 10 150,2-151,67 126, 8-127,7 11,922-12,155 12,110-12,342 P 50 163,07-164,74 136,48-137,29 13,271-13,331 13,315-13,333 P 90 175,92-177,81 146,72-146,89 14,619-14,507 14,323-14,521 Tabel 32. Perolehan batas. 1&2 P 10
126,08-127,87 133,881
P 50
136,48-137,29
P 90
146,72-146,89 170,358
Seg.1&2 127,87 137,29 146,72 Seg.1&2 126,08 136,48 146,89
Seg.3 12,155 13,331 14,507 Seg.3 11,922 13,271 14,619
Seg.4 12,342 13,333 14,323 Seg.4 12,110 13,315 14,521
Penerapan Hasil Studi Dengan melihat hasil matching data PVT hasil perubahan komposisi terhadap hasil studi observasi pada Gambar 6, maka dapat ditentukan batas atas dan bawah berdasarkan data perubahan komposisi (garis biru) dan data hasil studi obser-
35 melebihi Gp segmen 1&2 tersebut. vasi (titik-titik merah). (Gambar 24). Diperoleh nilai maksimum dengan cara me- 3. Hasil perbandingan metode DOE dengan masukkan nilai hasil perubahan komposisi C1MLR menghasilkan kesimpulan yang sama, C7 (garis biru). Nilai yang dimasukkan di lihat yaitu, Bgi merupakan parameter yang paling dengan melihat initial pressure maka diperoleh tinggi tingkat ketidakpastiannya dalam perhinilai parameter Boi, Bgi, dan Rs. Begitu pula untungan IGIP. Hal ini berlaku secara keselurutuk nilai minimum, namun yang ditinjau adalah han daerah Main, dan juga pada tiap segmengrafik hasil studi observasi eksperimen (garis nya. Urutannya terlampir pada Table 27. titik-titik merah). Setelah itu data-data tersebut dimasukkan ke dalam persamaan IGIP untuk 4. Pada daerah Main diidentifikasikan bahwa pengaruh ketidakpastian parameter Rs berada segmen 1&2. diurutan terakhir. Sedangkan warna merah Persamaan proxi perhitungan IGIP segmenunjukkan tidak signifikannya pengaruh men 1&2 (metode MLR). Penggunaan persamaan parameter tersebut terhadap IGIP. Ada dudari MLR, dikarenakan tingkat ketelitiannya lebih gaan pula dengan menggunakan metode MLR baik dari DOE. bahwa parameter Bgi pada segmen 3 tidak IGIP (BSCF) Segmen 1&2 : memiliki pengaruh yang signifikan terhadap 72,3 + 0,0103 Rs + 28,3 Boi + 1939 Bgi IGIP di segmen tersebut. Atas : 5. Analisa kedua metode dapat dikatakan valid 72,3 + 0,0103*(2000) + 28,3*(2,6) + karena telah mengikuti langkah teori perco1939*(0,002) =170,358 BSCF baan dan memenuhi syarat-syarat yang harus Bawah : diuji. 72,3 + 0,0103*(1000) + 28,3*(1,675) + 6. Kelebihan metode DOE adalah dengan meng1939*(0,002) = 133,8805 BSCF gunakan data yang minimum kita dapat memDengan mengetahui nilai batas atas dan bawah peroleh hasil dan analisa yang cukup akurat. perolehan IGIP berdasarkan data percentile, Selain itu kita juga dapat mengidentifikasikan yaitu P10 dan P90, maka hasil perhitungan sebeparameter mana yang berpengaruh signifikan lumnya dari nilai maksimum dan minimum maka terhadap variabel dependennya. data tersebut dimasukkan ke dalam kisaran P10P90 dan di lihat data mana saja, yang valid masuk 7. Kelebihan metode MLR adalah hasil persamaan proxi IGIP yang didapatkan lebih baik ke dalam kisaran tersebut. dari DOE, namun metode MLR tidak bisa Terlihat bahwa data maksimum yang mengidentifikasikan bahwa parameter indediperoleh dari hasil perubahan komposisi C1-C7 penden signifikan atau tidak terhadap depenberada di luar kisaran P10 – P90, sehingga data den variabel. hasil komposisi tersebut masih kurang tepat. Dengan memandang data P10 - P90 maka kita 8. Penggunaan metode DOE juga dapat digunakan persamaan proxi perhitungan IGIP dapat melakukan pendekatan dalam menentukan mengingat hasil perhitungan dengan metode data PVT dengan cara yang lebih efektif. DOE juga sudah baik. IV. Kesimpulan 9. Diperoleh nilai P10, P 50, dan P 90 dari kedua
metode dengan hasil yang tidak terlalu jauh 1. Diperoleh dengan material balance daerah berbeda. Dihasilkan pula kisaran nilai P 10, P Main dengan IGIP sebesar 161 BSCF dan 50 dan P 90 dari kedua metode tersebut. IOIP sebesar 105 MMSTB sudah match dengan perolehan In place menggunakan simu- 10. Hasil studi sensitivitas ini dapat dijadikan pilasi reservoir. jakan awal untuk menemukan komposisi C1C yang tepat pada reservoir utama lapangan X. 2. Perbandingan perolehan estimasi IGIP tiap 7 segmen dari Material Balance dengan me- 11. Studi yang didapatkan dapat membantu memakai data lapangan GGR dan dari simulasi nentukan kisaran Rs, Boi, dan Bgi dalam mereservoir sudah diperoleh base case. Hasil nentukan komposisi C1-C7 perolehan IGIP Material Balance IGIP di segmen 1&2 sudah yang tepat.
36 Daftar Pustaka Chaniago, Wordpress Blog Durbin Watson Table, diakses pada tanggal 10 maret 2011, http:// www.nd.edu/~wevans1/econ30331/Durbin_ Watson_tables.pdf Cheong Y.P, Curtin, Gupta R. ”Experimental Design in Deterministic Modelling: Assessing Significant Uncertainties”, SPE 80537 Cheong Y.P, Gupta R., Vijayan K, Smith G.C.”Experimental Design Methodology for Quantifying UR Distribution Curve – Lesson learnt and still to be learnt”,SPE 88585 Elsevier, 2003, ”Design of Experiments for Engineers and Scientists. FMIPA, 2010, Prodi Matematika, ”Guidelines
Workshop Matematika”. Haans, Arie, 2009, ”Analisis Tingkat Ketidakpastian Parameter Geologi dan Reservoir pada Limestone Globigerina Sands di Lapangan Gas X dengan menggunakan metode Experimental Design”. Lapi ITB, 2010,”Final Report Lapangan X”. Minitab 16, ”Tutorial for Minitab” Myers, Sharon., Myers, Raymond., Walpole, Ronald., Ye, Keyin, (2002), 7th Edition, Probability & Statistics for Engineers and Scientists. Permadi, Asep Kurnia, 2004, ”Diktat Teknik Reservoir I Edisi Pertama.”
Improving Oil Recovery and Injection Strategy in Shallow Reservoir (Rindu Reservoir) of Area 3&4 Duri Steam Flood Sudianto Lumban Tobing, Sandra Natalia, Henri Silalahi PT Chevron Pacific Indonesia, Old Main Office. Room A41 Duri Telp. 0765-24766, email: [email protected] Abstract The Rindu reservoir of Area 3&4 Duri Field has been developed economically since 1994. Since it is shallow reservoir and penetrated by existing PK producer wells, the Rindu reservoir is started producing commingles with PK sand in 1997 (RVE wells). In alignment to this effort, the Rindu injection also started at the same year. After 8 years production-injection, these commingle producers have poor production performance due to back pressure, cross-flow, and scaling. Through heat management review, it was found that Rindu in the southern Area 3&4 has longer maturity response, poorer injection (200 BSPD), and longer heating time (~80 years). An integrated geological and reservoir engineering study of Rindu performance is carry out to define improvement production and steam injection in southern part Area 3,4. The study resulting some key finding: 1. Rindu and PK have significant reservoir pressure and temperature different. 2. All poor performance RVE producers are facing cross flow/backpressure and scaling problem 3. Low drainages point in Rindu pattern resulting high reservoir pressure 4. Low injection performance controlled by high backpressure 5. Southern Area 4 Rindu sand has a poorer reservoir quality compare to Northern part. The project team proposed to drill separate Rindu only to avoid cross-flow, back pressure, or scaling issues. At the same time it improved Rindu pattern drainage points. The project also proposed to increase steam injection rate gradually after reservoir pressure decreased. After completing the project, the Rindu reservoir deliver 50 BOPD/well, increase steam injection by 500% (1000 BSPD), accelerate pattern heating process (~2.5 years), and better reservoir management. This study recommends developing Rindu and PK reservoir separately. Injectivity improvement will be resolved through completing pattern drainage points and deliver better reservoir heat management. Key words: maturity, scaling, drainage, RVE, steam injection, cross-flow, heating Sari Pengembangan secara ekonomis reservoir Rindu pada Area 3 dan 4 di lapangan Duri telah berlangsung sejak 1994. Reservoir yang berkedalaman dangkal ini diproduksikan secara commingle bersama dengan reservoir-reservoir PK di atasnya (sumur-sumur RVE) sejak 1997. Sejalan dengan itu injeksi di reservoir Rindu dimulai pada tahun yang sama. Setelah berproduksi dan mengalami injeksi selama 8 tahun, sumur-sumur commingle tersebut menunjukkan kinerja yang buruk karena persoalan-persoalan tekanan balik, aliran silang, dan pengendapan padatan. Setelah dilakukan penelaahan atas pengaturan panas injeksi, diketahui bahwa reservoir Rindu di bagian selatan dari Area 3 dan 4 menunjukkan respon terhadap pemanasan hingga tercapai maturitas yang lama, kinerja injeksi yang lebih buruk (200 BSPD), dan waktu pemanasan oleh uap yang lebih lama (~ 80 tahun). Sebuah studi kegeologian dan keteknikan terintegrasi menghasilkan beberapa temuan yaitu: 1. Perbedaan tekanan dan temperatur yang cukup berarti antara reservoir-reservoir Rindu dan PK, 2. Kinerja buruk dari sumur-sumur RVE disebabkan oleh aliran silang/tekanan balik dan problem pengendapan padatan, 3. Laju pengurasan yang lambat di reservoir Rindu menimbulkan tekanan reservoir yang tinggi, 37
38 4. Kinerja injeksi yang buruk akibat tekanan balik yang tinggi, dan 5. Reservoir Rindu di bagian selatan Area 4 memiliki kualitas yang lebih buruk dibanding pada bagian utara. Untuk mengatasi masalah yang ada diusulkan untuk membor reservoir Rindu secara terpisah sehingga dapat memperbaiki pola titik serap dan menambah laju injeksi hanya setelah tekanan reservoir telah mengalami penurunan. Setelah dilaksanakannya studi ini dan implementasinya reservoir Rindu dapat menghasilkan 50 BOPD per sumurnya, menambah injeksi uap sampai 500% (1000 BSPD), mempercepat proses pemanasan (~2.5 tahun), manajemen reservoir yang lebih baik. Kata kunci: maturitas, pengendapan padatan, pengurasan, RVE, injeksi uap, aliran silang, pemanasan. I.
Introduction
ervoir of Duri Field (300-500 ft TVDSS). The Rindu sandstone is deposited as product of estuaThe Area 3&4 are located in the southern part of rine to shallow marine depositional environment. Duri Field Anticline. These areas composed by The Rindu reservoirs are formed by delta mouth Pertama-Kedua (PK) sandstone and Rindu sand- bar, offshore marine bar sand and channel bar destone reservoirs. The entire reservoirs are depo- posits (Johansen et al, 2009). The Rindu reservoir sited from estuarine and shallow marine deposits. quality distribution is highly vary across field that The PK reservoir as the main Duri reservoirs is follow stratigraphic trend. This study is focused characterized by thick, clean, high porosity, high on area that composed by channel edge deposits. permeability (> 1000 mD) and relative deeper This deposit is characterized with muddier sandreservoir ( > 600’ TVDSS). This reservoir is form stone, thinner sand (30-60 feet) and relatively by amalgamated channel deposits. This interval moderate permeability (500-1500mD). has been injected and produced in early Duri field The Rindu reservoir was started producing comsteamflood development. mingles with PK sand in 1997 under RVE (Rindu The Rindu sandstone is part of the shallow res- Vertical Expansion) project. Although it has a very different reservoir properties, the RVE wells were completed comingle between PK sandstone (Open Hole Gravel Pack) and Rindu interval (Cased Hole Gravel Pack) as shown in Figure-1. The Rindu injection started at the same time that targeting pattern with RVE wells. Rindu reservoir is continuing developed several years after RVE project until now a day (Figure-3). Problems The RVE (Rindu Vertical Expansion) project was completed with lower cost. Despite it contribute
Normalize Production Figure 1. Rindu Vertical Expansion Completion Type Group: AREA-04RVE, PID: DURI-AREA-04-RVE
Group: AREA-04RVE Entities In Group: 173 Format: [p] BG - Monthly Normalize 200000(L1)
34000(R1)
187000
31500
RVE
174000
29000
161000
26500
148000
24000
135000
21500
122000
19000
Rindu=17%
109000
16500
PK
96000
14000
PK=83%
83000
11500
70000
9000 -48
-60 (L1) CDALLOC_FLUID
-36
-24
-12
0
12
24
36
48
60
(R1) CDALLOC_OIL VS NORM_MONTH
180 Figure 2. Normalized Oil Production Contribution of Rindu Reservoir in RVE Producers after Several Years RVE Development Project 179 178 177 176
175 174 173 172 171
170 -60 n_CDALLOC_OIL
-48
-36
-24
VS NORM_MONTH
-12
0
12
24
36
48
60
39
1.
First POP PK producer (1985)
2.
First POI of PK sand (1988)
3.
Rindu Pilot Project in Area 4 (1994)
4.
RVE Project and POI Rindu Injection (1997 – 2000)
5.
First Rindu injection (1997)
6.
Rindu development (2000 – 2001)
7.
Rindu sweet spot (2007 – 2008)
8.
Rindu redevelopment (2009 – now)
Figure. 3. Area 3, 4 Production-Injection Histories
to capital cost reduction, but these wells are not perform as expected. Through detail review of all RVE wells in study area, several problems are founded as listed below
only contributes 17% in average of the total production or only could deliver 30% recovery factor until the end of the field life (Figure-2).
1. Poor Production Performance There is no significant contribution from Rindu Sand after produced commingle between Rindu and PK sand. This finding was proved with the result of finger print study in Area 5, 8, 9 Duri Field. Based on an oil finger printing study, Rindu sand in RVE wells
2. Poor Injection Performance Beside the poor production, injecting in Rindu sand also creates its own problems. Most of the injectors only able to take under 200 BSPD steam injection rate (1000 BSPD injection target) since the wellhead pressure has reached their maximum wellhead pressure /
Figure. 4. Example of No Heating Response in OBS, low injectivity, and low production performance after injected more than 8 years
40
Figure 5. High Pressure Phenomenon in Rindu Reservoir from EMW data while drilling and SICP of Injector
fracture gradient (Figure-4). 3. Cold Reservoir/ No Temperature Response Surveillance in the reference observation wells proved that no temperature response in Rindu sand of southern part and some saturation logs show that Rindu reservoir properties (net pay and oil saturation) didn’t change much compare to its original, even though it had been injecting and producing more than 8 years (Figure-4). 4. High Pressure Reservoir The recent drilling activities were facing with high pressure during penetrating Rindu reservoir with equivalent mud weight (EMW about 15 ppg. The high pressure reservoir is also indicated by high shut in casing pressure of some injector in the drilling location (Figure-5). This finding is the evidence of accumulation reservoir pressure in Rindu reservoir. The reservoir pressure data was taken from new drilled well shows that Rindu pressure tends to increase up to 1.5 – 2 times higher than its original reservoir pressure (Figure11). II.
Data & Analysis
A comprehensive approach of reservoir engineer-
ing and geological review is conducted to address the problems above. Numerous data is collected and utilized to support this review as follows: 1. Static reservoir properties. This data included porosity; permeability; net pay; and structure map (Figure-6). 2. Production-Injection Profile. The production-injection data consist of Area 3&4 production-injection history (Figure-3); RVE production-injection performance (Figure-2); Rindu production-injection profile before drainage improvement (Figure-4), Area 3&4 North and South Rindu productioninjection performance comparison (Figure-7), and Rindu production-injection profile after drainage improved (Figure-10). 3. Cross-flow and scaling problem data. This data consist of Rindu Vertical Expansion (RVE) completion type (Figure-1), crossflow problem example (Figure-9), and scaling problem example (Figure-8). 4. Saturation and temperature data. The saturation data is taken from saturation log in the observation well, open hole log from new drilled well, and calculated saturation from Neutron-Porosity log in the observation well. The temperature data is taken from surveillance program in all observation
41
Figure.6. Static Reservoir Properties
production performance analysis, heat efwells. The data consist of the example of No ficiency evaluation on each injected pattern, Heating Response and low saturation changmultiple-year saturation changes review, fluid es in TOW before drainage improvement scaling tendency, reservoir properties control (Figure-4), the example of heating response to production-injection performance review, after drainage improvement (Figure-10), and Rindu producer density review, and reservoir Rindu temperature map (Figure-4). pressure evaluation thru recent drilling activi5. Reservoir pressure data. ties. These comprehensive reviews carry out This data is taken from RFT log of new drilled to address all Rindu reservoir problems in the well (Figure-11) and combined with shut in southern part of Area 3&4. casing pressure of Rindu injectors and calculated reservoir pressure from drilling mud III. Discussion weight data (Figure-5). The analysis of this study is conducted through This section is representing data analysis re-
42
Figure7. Northern and Southern Part Area 3&4 Rindu Production-Injection Performance Comparison
sult that focus to address the underperformance Rindu reservoir. Throughout assessment of problematic Area 3&4 Rindu development, there are four main factors that lead to poor performance of Rindu reservoir as follows: 1. Reservoir Quality Controls Steam flood Performance The reservoir quality in Area 3&4 is very he-
terogenic in term of permeability and net pay. Although the Rindu porosity of Area 3&4 spread out homogeny by average 30%, but the southern part of Area 3&4 has lower quality compare to the northern part. The Rindu reservoirs in this location have less thickness, less permeable and tend to vertically separated (multiple lobe sand). As part of channel edge deposits, this area has more shale con-
Figure.8. Scaling problem in Rindu Vertical Expansion (RVE) Producer
43
Figure.9. Cross-flow problem in Rindu Vertical Expansion (RVE) Producer
tent compare to northern area. The lower quality of reservoir in the study area controls the amount of steam injection. The lower sand quality has limit the amount of steam injection rate related to lower permeability and high reservoir heterogeneity (vertically and horizontal). The average steam injection in southern part only 200 BSPD while in the northern part could reach 1500 BSPD. As the consequence, the northern part reaches faster maturity and better production performance compare to the southern part (Figure-7). 2. Commingle Completion Implication to Production Performance The commingle completion of Rindu and PK reservoir allow a direct contact of two different reservoir behavior in the same borehole. Understanding this interaction is a critical study to explain the well behavior. This study reveals three reservoirs characteristic such as fluid properties, reservoir pressure and temperature that controls the wells performance. The temperature data play important rule on scaling problems. The Rindu commonly has colder temperature compare to PK reservoir. This temperature different is the best environment that allow both reservoir to create scale. A previous study on comparison of Rindu and PK fluid properties concludes a different
fluid chemical composition in both reservoirs. Based on laboratories test, the mixtures of both reservoirs’ fluids tend to create scale, especially in a contrast temperature borehole environment. Since Rindu and PK are produced comingled in RVE wells, the scaling problem is common found in the wells. It shows by a steeper decline of oil and total fluid production after Rindu started produced commingle with PK for a while. As direct evidence to this study, Area 3&4 RVE look back found severe carbonate deposits inside liner during work over or well service activity (Figure-8). The fluid analysis of related wells also shows from water sample of the RVE wells, 70% indicates tendency of scale deposition in Rindu sand. Among of them have been treated using hydrochloric acid and have been successfully increased the production. However, after a while, the scaling problem returned back and holds on the production again. The scaling problem was repeated until the end life of well (Figure-8). In addition to scaling problem, the reservoirs pressure different is also significantly impacting the oil production from RVE wells. This review conducting by observed the pressure data contrast in low performance RVE wells. The recent pressure data from new drilled well shows reservoir pressure in Rindu be-
44 come 1.5-3 times higher than PK sand. This finding imply the occurrence of cross-flow or pressure hold up from Rindu to PK sand. This indication became stronger when the team found the steeper production decline trend after opened the Rindu intervals in the existing PK wells (Figure-9). 3. Poor Drainage Point Implication into Rindu Production-Injection Performance and Reservoir Pressure The pattern steam flood mechanism will be working if injection and withdrawal (reservoir drainages) is balance. Both injector and withdrawer (producer wells) play important rule to maintain gravity drainages. The withdrawal (reservoir drainages) efficiency is function of number wells in the pattern and also the completion types. The Rindu injection in the study area has been started since 1997. The injection is targeting the RVE wells patterns with no Rindu dedicated producers. Moreover, the RVE wells completed as cased-hole gravel pack. This completion type reduced the inflow area and impacted to lower productivity compare to the open-hole completion. The Rindu initial injection rate is low (~averages 200 BSPD) that controlled by lower sand quality and lower withdrawal compare to northern Area 3&4 Rindu area. Similar to other Rindu well, the injection rate is expected to increase in alignment to increasing of reservoir depletion (reduced the reservoir pressure). After more than 10 years, the injection rate remains the same. This injection rate is never improved because no pressure depletion occurred related to production. The depletions never happen because poor drainages of pattern steam floods. After several years facing with drainage problem, the continue of low rate Rindu injection lead to pressure accumulation up to 1.5 – 2 times of its original pressure (Figure-5). This review results is proved by number drilling result that shown a significant high pressure in the cold Rindu reservoirs. The high reservoir pressure conditions contributes to low steam injectivity and limiting the production performance and pattern recovery.
4. The Relationship of Injection Performance and Heating Efficiency In relation to previous point discussion, the Rindu reservoir could only injected with averages 200 BSPD/pattern. This rate is lower from injection target (about one fifth of its target rate) and is not sufficient to heat up the reservoir (heat loss is equal to heat injected). With condition, the pattern heating time will be reached at least 75 years from target 3 years. It is extremely longer than expectation and yielding a failure in operation and project economic. Several measurement data have confirmed this calculation result such as temperature survey and saturation log in observation wells (Figure-4) that remain the same (cold and no depletion) after 10 years injection. The surface measurement data also indicates a cold wellhead temperature and production profile is following primary production trend or no steam flood impact (Figure-4). With the current practice, this area will never performed in term of production and injection as planned. The longer heating time means poor reservoir heat management that leads to failure in steam flood project economic. IV. Results Throughout previous discussion, this study clearly define that the poor reservoir quality, scaling/ cross-flow problem, low drainage point, poor injectivity lead to longer maturity time and unoptimized Rindu recovery across the field. A unique solution have been proposed to resolve above concerns by drill separate Rindu open-hole gravel pack producer in adjacent to the existing RVE wells and complete pattern drainage point. To maximize steam injection and maintain reservoir pressure, all in-efficient injection (below 200 BSPD) is recommended to shut in until drainage improvement or reservoir pressure is reached. The drilling new Rindu producer is aiming to improve oil recovery and reduce accumulated pressure in the reservoir at the same time. After pressure depleted to sufficient level for injection, the steam injection rate could be increased to ideal target. This recommendation has been implemented into a series of drilling package. A number of drilling activities has faced high pressure that confirmed the presence of accumulated pressure. The shut-in of poor injector is also applied as one of strategy
45
Figure 10. Production-Injection Improvement after Completing Drainage Point
Figure11. Rindu Reservoir Pressure Incremental after Several Years
to reduce additional accumulated pressure and it helps drilling execution. The additional producers prove depleting reservoir pressured significantly after 3-6 months production. As implication, project team succeeds to increase averages injection rate to 1000 BSPD. The significant injection
improvement leads into inclining production to 50 BOPD/well of target area (Figure-10). Heating efficiency also improved rapidly as shown in temperature growth in observation and producer wells (Figure-10).
46 V.
Conclusion
duction and economic. 5. This study shows that drilling dedicated As conclusion to this integrated study, some key Rindu open-hole producer is improving oil lesson learns and finding on steam-flood operarecovery and injection tion and practice are summarized as follows: 1. The comingle completion practice is not recommended for a significant different reser- Recommendation voir condition. This study shows that Rindu This study recommends continuing re-develop and PK have significant reservoir properties Rindu reservoir that has the similar problem different especially in reservoir quality, pres- across Duri field by: sure and temperature that lead to cross-flow 1. Drilling separate Rindu Open-hole gravel and scaling problems pack close to the existing RVE wells. 2. The steam flood injection design will only 2. Increase injection after several month prowork when the pattern has a complete drainductions, after reservoir pressure decreased. ages point and sufficient reservoir pressure. This case study shows that the low drainages Acknowledgement point in Rindu pattern and the low injection over 8 years yields to the high pressure ac- Special thanks to my team member, especially to cumulation in reservoir Milla Amlan and Yustinawati for their contribu3. The reservoir quality strongly controls the tion in helping us to complete this paper. pattern injection performance. This study reveals that Southern Area 4 Rindu sand has a Reference poorer reservoir quality compare to Northern part. The injection performance also shows Neumann, C. H.: “A mathematical model of the significant lower in southern part compare to steam drive process, Application”, Paper northern Area 3&4. SPE 4757. 4. The time to reach maturity and pattern matu- Johansen, S. and Habash Semimbar. : “Tiderity stages controls the reservoir production dominated deltaic systems of lower Miocene, performance. Failure to reach the maturity Central Sumatera Basin”, AAPG Hedberg target in time resulting a underperform proConference, 2009, Jakarta, Indonesia
Evaluasi Keberlakuan Metode Down-hole Water Sink (DWS) Pada Reservoir Minyak (Evaluation of Down-hole Water Sink (DWS) Method in Oil Reservoir) Agung Prasetyo Nugroho, Taufan Marhaendrajana Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung Gedung Basic Science Center B Lt. 4, Jl. Ganesa 10 Bandung 40132 Telp. +62222506282, +62816615621 email: [email protected] Sari Down-hole Water Sink (DWS) merupakan suatu metode yang efektif untuk mengendalikan terjadinya water coning pada suatu sumur minyak dengan tenaga pendorong air. Latar belakang utama adalah memberikan drawdown tandingan pada zona air dengan cara memproduksikan air dari zona air sehingga memperlambat terjadinya water coning serta diharapkan dapat menjaga water oil contact (WOC) tetap stabil selama reservoir tersebut diproduksikan. DWS dapat diaplikasikan menggunakan sistem dual completion single tubing dengan packer untuk memisahkan produksi minyak dan produksi air pada suatu sumur vertikal atau bisa juga dengan menggunakan sistem dual tubing. Studi ini menggunakan simulasi komputer untuk memodelkan performa reservoir dan melakukan pendekatan terjadinya water coning pada sumur dengan dual completion. Model yang digunakan adalah single well model dengan bottom aquifer. Simulasi reservoir ini akan memberikan gambaran mengenai oil recovery yang didapatkan selama 10 tahun produksi dengan melakukan sensitivitas terhadap beberapa parameter reservoir. Analisis dilakukan dengan membandingkan performa sumur khususnya recovery factor pada sumur konvensional dan sumur DWS dengan mempertimbangkan pengaruh volume aquifer serta beberapa parameter reservoir lainnya. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari volume aquifer serta beberapa parameter reservoir lainnya pada penerapan metode DWS sehingga dapat diketahui kondisi yang efektif untuk menggunakan metode DWS di suatu lapangan. Selain itu, tujuan dari studi ini adalah untuk memberikan persamaan recovery factor (RF) sebagai fungsi dari parameter-parameter reservoir yang memiliki bottom water drive untuk metode produksi secara konvensional ataupun dengan menggunakan metode DWS. Sehingga diharapkan dapat lebih membantu dalam mengambil keputusan dalam evaluasi penggunaan metode DWS. Kata kunci: Down-hole water sink, water coning, bottom water drive Abstract Down-hole Water Sink (DWS) is an effective technology to control water coning problem in oil wells which usually occurs in a water drive reservoir. The main idea of this technology is create a counterbalance pressure drawdown in water zone in a way producing water from water zone, so the water coning can be prevented and also it’s expected can keep the stability of water oil contact (WOC). DWS can be applied in two ways by using dual completion single tubing for oil production and water drainage with two completions separated with packer and also by using dual tubi configuration. This study involves experiments with computer simulation to model reservoir performances and to approximate the existence of water coning in dual completion well. The model is single well model with bottom aquifer. This reservoir simulation is used to confirm oil recovery in ten years production with sensitivity of some reservoir property and volume aquifer. It will be compared between recovery factor of DWS and conventional well. The objective of this study is to know the influence of volume aquifer and some reservoir property to recovery factor in DWS technology so the application of DWS effectively in oil field could be well-understood. In addition the purpose of this study is to gives new correlations of recovery factor as functions of reservoir properties which have bottom water drive for conventional and DWS 47
48 method. Keyword: Down-hole water sink, water coning, bottom water drive I.
Pendahuluan
Water coning adalah keadaan di sekitar lubang sumur dimana batas minyak dan air naik membentuk kerucut mencapai titik perforasi terbawah, yang akan menyebabkan air lebih awal terproduksi sehingga peningkatan produksi air menjadi lebih cepat. Hal ini sering terjadi di lapangan yang memproduksi minyak dengan tenaga pendorong air. Terproduksinya air dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi, penurunan produktivitas sumur, dan penurunan recovery dari cadangan yang tersedia. Salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah water coning adalah dengan memproduksikan minyak pada laju alir kritisnya, namun kelemahan dari metode ini adalah tidak ekonomis, sehingga metoda ini kurang begitu populer. Alternatif lain untuk mengendalikan produksi air pada sumur minyak adalah dengan menggunakan metode Down-hole Water Sink. Metode ini mampu memperlambat terjadinya coning bahkan mencegahnya dengan membuat kondisi reverse coning, yang dapat meningkatkan perolehan minyak. Suatu sumur vertikal yang menerapkan metode DWS menggunakan sistem dual completion dengan packer untuk memisahkan produksi zona minyak dan zona air. Selain memakai single tubing, sistem dual tubing juga dapat diterapkan. Mekanisme dari metode DWS adalah menciptakan suatu drawdown tandingan pada zona air untuk menghindari terjadinya water coning. Dengan memilih laju produksi air yang sesuai, maka akan terbentuk suatu kondisi water-oil contact yang stabil. Selain itu dengan menggunakan metode DWS akan mendapatkan produksi oil-free water dari top perforation dan water-free oil dari bottom perforation pada sumur yang berproduksi dari reservoir bottom water drive. Hingga saat ini sudah banyak studi yang dilakukan untuk mempelajari dan mengembangkan metode Down-hole Water Sink (DWS). Inikori (2002) menggunakan numerical simulator untuk menunjukkan bahwa metode DWS dapat digunakan untuk mengurangi efek dari water coning. Keberhasilan penerapan metode ini di
lapangan milik Petroleum Hunt semakin membuktikan bahwa metode ini dapat digunakan dalam water coning reversal. Pada tahun 2006 Marhaendrajana dan Alliyah memperkenalkan perkembangan baru yang bertujuan untuk mengurangi resiko aplikasi metode DWS di lapangan dengan memberikan panduan untuk mendesain suatu sumur DWS dan mengembangkan plot Inflow Performance Window (IPW) yang digunakan untuk menentukan apakah kombinasi laju alir minyak dan air pada suatu sumur DWS akan menghasilkan jenis aliran berupa segregated flow, water coning, reversed coning, atau unstable contact. Parameter reservoir yang diamati adalah laju alir minyak, laju alir air, vertical anisotropy, dan perbandingan antara interval perforasi pada zona minyak dengan ketebalan zona minyak. Pada tahun 2007 Marhaendrajana dan Astutik melengkapi beberapa parameter yaitu water-oil mobility ratio, ketebalan zona minyak, dan permeabilitas absolute horizontal. Pada tahun 2008 Marhaendrajana dan Mario melengkapi studi yang dilakukan oleh Marhaendrajana dan Astutik dengan menganalisis pengaruh kekuatan aquifer dalam aplikasi metode DWS dan juga menganalisa penerapan metode water drainage injection pada reservoir dengan tenaga pendorong air yang lemah dengan mengoptimasi kedalaman injeksi yang tepat. Studi yang penulis lakukan pada tugas akhir ini merupakan pelengkap dari studi yang telah dilakukan oleh Marhaendrajana dan Mario. Pada studi sebelumnya hanya dilakukan analisa pada pengaruh kekuatan aquifer terhadap aplikasi metode DWS dengan sensitivitas hanya pada laju alir minyak saja. Pada studi kali ini akan dilakukan analisa pengaruh kekuatan aquifer terhadap aplikasi DWS dengan sensitivitas properti reservoir seperti mobility ratio, vertikal anisotropi, permeabilitas horisontal, dan ratio antara selang perforasi dengan ketebalan zona minyak. Yang pada akhirnya didapatkan hubungan pengaruh parameter-parameter di atas terhadap besarnya recovery factor serta akan dibuat persaman baru untuk mencari recovery factor (RF) berdasarkan parameter-parameter sensitivas yang dilakukan.
49 II.
Simulasi Reservoir
Tabel 1. Data properti batuan reservoir.
Untuk mengamati terjadinya water coning dan menganalisis pengaruh kekuatan aquifer pada metode DWS maka dibangun model reservoir radial dengan bottom aquifer. Model sumur vertikal dengan metode DWS dibuat dengan menempatkan dua interval perforasi pada koordinat
Komplesi 1
Properti Batuan Porositas, % Permeabilitas vertikal, md Permeabilitas horizontal, md Kompresibilitas, psi-1
Zona Minyak
Zona
0,2
Air 0,27
50
50
200
200
4 x 10-6
4 x 10-6
Tabel 2. Data properti fluida reservoir
Komplesi 2
Gambar 1. Model reservoir.
Minyak Tekanan bubble point, psia Kompresibilitas, psi-1 Densitas, lbm/cuft FVF, rb/stb Viskositas, cp Air Formasi Kompresibiltas, psi-1 Densitas, lbm/cuft FVF, rb/stb Viskositas, cp
1000 1,5 x 10-5 53,9 1,26 1,25
3 x 10-5 yang sama di tengah-tengah reservoir. Perforasi 62,47 yang dilakukan pada kedalaman berbeda. Per1,02 forasi pertama dilakukan pada kedalaman zona 0,46 minyak dan perforasi kedua dilakukan pada kedalaman zona air. Model reservoir dengan sebuah Tabel 3. Data geometri model sumur vertikal yang menggunakan metoda DWS Jari-jari sumur, rw 0,292 ft dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Ketebalan zona perforasi pada zona Pada Gambar 1, model disebelah kiri 10 ft minyak menunjukkan sebaran kedalaman tiap top grid Jarak antara perforasi dengan WOC 40 ft sedangkan model di sebelah kanan menunjukFaktor skin 0 kan distribusi porositas yang berbeda antara zona minyak dan zona air. Tabel 4. Data sumur Dalam studi kali ini dengan menggunakan simulasi komputer akan dilakukan analisis Model Reservoir Radial Ketebalan formasi 90 ft sensitivitas volume aquifer dan properti reservoir Ketebalan zona minyak 50 ft dalam aplikasi metode DWS. Ketebalan zona air 40 ft III. Deskripsi Model 850 ft Jari-jari aquifer, re Pada studi ini digunakan sebuah model reservoir radial dalam dua dimensi dan sistem koordinat silinder (r, , z). Data yang digunakan untuk base case mengacu pada data-data yang digunakan oleh Inikori (2002) pada desertasinya. Model reservoir memiliki tekanan dan temperatur rata-rata sebesar 1788 psia dan 150 o F. Kedalaman datum pada 4770 ft dibawah permukaan laut. Tabel 1-4 dibawah ini menunjukkan data base case yang digunakan pada model simulasi.
Analisis Sensitivitas Tujuan utama dari analisis sensitivitas adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari parameter yang diamati pada studi ini terhadap performa DWS, berdasarkan besarnya recovey factor selama 10 tahun produksi. Pada analisis sensitivitas, berbagai kasus dengan variasi harga nilai parameter yang diamati dihitung harga recovery factor dengan menggunakan simulasi komputer. Selang harga parameter yang
50 diobservasi merupakan selang harga rasional yang mungkin ditemui pada aplikasi di lapangan. Lima parameter yang digunakan dalam analisis sensitivitas beserta selang nilai yang ingin diamati adalah: 1. Water – oil mobility ratio (M) : (1 – 10) 2. Vertical anisotropy ratio (kv/kh) : (0,1 – 1) 3. Permeabilitas absolut horizontal : (20-2000) 4. Perbandingan antara interval perforasi pada zona minyak dengan ketebalan zona minyak (hp/ho) : (0,1 - 0,8) 5. Besarnya volum,e aquifer dibandingkan dengan volume minyak (AV) : (1 – 100).
tekanan reservoir terjaga lebih lama. Gambar 3 adalah hasil sensitivitas dari vertical anisotropy ratio dan volume aquifer terhadap recovery factor. Terlihat bahwa peningkatan kv/kh menyebabkan penurunan nilai RF. Hal ini disebabkan karena seiring dengan peningkatan kv/kh maka mengindikasikan peningkatan nilai permeabilitas vertikal yang berarti mempermudah pergerakan air menuju zona perforasi yang
Gambar 4. Sensitivitas hp/ho.
Gambar 2 menunjukkan hasil dari sensitivitas dari mobility ratio dan volume aquifer terhadap recovery factor. Bisa dilihat bahwa peningkatan mobility ratio akan menurunkan nilai recovery factor karena dengan meningkatnya nilai M maka potensi untuk terjadinya water coning semakin besar. Hal itu dapat terjadi karena dengan semakin besarnya harga M maka air semakin mudah bergerak yang menyebabkan water-oil contact menjadi tidak stabil. Sedangkan peningkatan volume aquifer akan meningkatkan recovery factor karena semakin besar nilai AV akan membuat
akan mempercepat terjadinya water coning. Dan untuk aquifer volume hasilnya adalah peningkatan aquifer volume meningkatkan nilai RF. Gambar 4 merupakan hasil sensitivitas antara permeabilitas horizontal (kh) dan aquifer volume terhadap recovery factor. Terlihat bahwa peningkatan nilai kh akan menyebabkan naiknya nilai RF. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan semakin besarnya nilai kh akan mempermudah fluida reservoir untuk mengalir menuju lubang perforasi. Pada Gambar 5 menunjukkan hasil sensitivitas interval perforasi pada zona minyak dengan ketebalan zona minyak. Dengan menganggap bah-
Gambar 3. Sensitivitas kv/kh
Gambar 5. Sensitivitas hp/ho
Gambar 2. Sensitivitas mobility ratio
51 wa ketebalan zona minyak tetap sehingga yang berubah adalah interval perforasi. Jadi bertambahnya nilai hp/ho mengindikasikan bahwa selang perforasi semakin mendekati oil-water contact. Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa pada penggunaan metode DWS perubahan selang perforasi mendekati OWC tidak terlalu berpengaruh pada nilai RF. Hal ini dikarenakan drawdown tandingan pada zona water masih dapat mengimbangi drawdown yang terjadi pada zona minyak.
IV. Efektivitas Pengaplikasian Metoda DWS Pada uraian kali ini akan dibandingkan antara hasil recovery factor pada suatu reservoir yang diproduksikan secara konvensional dan dengan menggunakan metoda DWS. Dengan menggunakan data reservoir yang sama untuk analisa sensitivtas di atas maka didapatkan hasil seperti yang terdapat pada Gambar 6a-6c yang kemudian dirangkum ke dalam Gambar 7.
30
50
25 20
30 DWS M=1
20
RF %
RF %
40
hpho=0.8
10
No DWS
10
15
NO DWS
5 0
0 0
50
0
100
30
30
25
25
15
DWS M=3.2
10
RF %
20
20 RF %
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
15
hpho=0.5
10
NO DWS
5
NO DWS
5 0
0 0
50
0
100
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
30
12
25
10
6
DWS M=10
4
NO DWS
2
RF %
20
8 RF %
50
15
hpho=0.2
10
NO DWS
5 0
0 0
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
0
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
Gambar 6a. Perbandingan recovery factor metode produksi DWS dan konvensional
52 25
25
20
20
15
15
DWS kvkh=0.1
10
RF(%)
RF(%)
30
NO DWS
5
DWS kvkh=0.75
10
NO DWS
5 0
0 0
50
0
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
20
20
15
15
DWS kvkh=0.25
RF(%)
25
10
NO DWS
5
DWS kvkh=1
10
NO DWS
5 0
0 0
50
0
100
50
100
AV
AV 25
14 12
20
10
15 DWS kvkh=0.5
10
NO DWS
5
RF(%)
RF(%)
100
25
30
RF %
50
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
8 6
kh=20
4
NO DWS
2
0
0 0
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
0
50
100
150
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
Gambar 6b. Perbandingan recovery factor metode produksi DWS dan konvensional
Terlihat dari hasil pada Gambar 6 bahwa tidak selamanya menggunakan metoda DWS akan menghasilkan recovery factor yang lebih besar dibandingkan metoda konvensional. Ada kondisi-kondisi tertentu dimana metoda DWS akan lebih menguntungkan bila digunakan. Dalam studi kali ini yang diperhatikan adalah pada parameter aquifer volume pada reservoir tersebut. Terlihat bahwa dibutuhkan suatu harga aquifer volume tertentu untuk menghasilkan RF yang lebih besar dari metoda konvensional bila akan menggunakan metoda DWS. Dari Gambar 7 menunjukkan bahwa
metode DWS akan efektif digunakan bila besar volume aquifer minimal 40-50 kali volume zona minyak. Hal tersebut dikarenakan metoda DWS pada dasarnya adalah menciptakan suatu drawdown tandingan pada zona bottom aquifer dengan cara memproduksikan air dari zona aquifer. Oleh karenanya apabila volume aquifer pada suatu reservoir terlalu kecil yang terjadi adalah pressure maintenance tidak akan terjadi sehingga penurunan tekanan reservoir tersebut akan terlalu cepat yang menyebabkan RF bernilai lebih kecil dibandingkan metoda konvensional. Selain itu dari Gambar 6 juga didapatkan
53 35
30
30
25 RF %
15
kh=200
10
RF(%)
25
20
NO DWS
5
20 15
kh=1000
10
NO DWS
5 0
0 0
50
0
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
30
RF(%)
20 kh=500
10
NO DWS
5 0 0
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
RF(%)
25
15
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
40 35 30 25 20 15 10 5 0
kh=2000 NO DWS
0
50
100
Ratio of Aquifer-to-Reservoir Volume (AV)
Gambar 6c. Perbandingan recovery factor metode produksi DWS dan konvensional
suatu bukti bahwa dibutuhkan volume aquifer yang cukup besar yaitu lebih dari 40 kali volume zona minyak apabila reservoir tersebut memiliki nilai permeabilitas horisontal lebih dari 100 milidarcy. Sedangkan untuk permeabilitas yang lebih kecil dari 100 milidarcy penggunaan metode DWS lebih baik digunakan untuk mode-rate aquifer strength karena akan menghasilkan nilai RF yang lebih besar dibandingkan metode konvensional. V.
Persamaan Recovery Factor
Persamaan (1) dan (2) merupakan persamaan recovery factor sebagai fungsi dari parameter-parameter reservoir yang memiliki bottom water drive untuk metode DWS dan konvensional. Persamaan (1) adalah untuk mencari RF apabila reservoir tersebut menggunakan metoda DWS dan persamaan (2) adalah untuk mencari RF apabila digunakan metoda konvensional. Dengan membandingkan hasil antara kedua nilai RF yang didapatkan maka dapat ditentukan apakah reservoir tersebut akan lebih baik menggunakan metoda DWS atau menggunakan metoda kon-
Untuk mempermudah dalam menentukan suatu reservoir apakah lebih baik mengunakan metoda DWS atau tidak maka dibuatlah persamaan untuk mecari nilai recovery factor apabila menggunakan metoda DWS dan tidak menggunakannya (konvensional). Dengan menggunakan kombinasi data sensitivitas dan harga RF yang didapatkan dari software simulasi reservoir serta dengan menggunakan bantuan software excelstat maka didapatkanlah persamaan recovery factor untuk metoda DWS dan konvensional sebagai berikut. Gambar 7. Efektivitas DWS
54 vensional saja. Validasi kedua persamaan di atas dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 yang menunjukkan plot antara RF hasil simulasi dengan RF hasil perhitungan menggunakan persamaan. Dapat disimpulkan bahwa korelasi di atas cukup akurat karena memiliki kesesuaian dengan ...........................(1) hasil simulasi. VI. Kesimpulan 1. Metode produksi DWS untuk reservoir dengan bottom water lebih superior daripada metode produksi konvensional apabila memiliki aquifer yang memiliki strong water drive, yaitu aquifer yang terhubungkan dengan baik ...........................(2) pada reservoir dan memiliki ukuran yang besar (ratio aquifer-to-reservoir volume lebih dari 50). 2. Untuk aquifer yang bersifat moderate, metode DWS lebih efektif apabila permeabilitas horizontal dari reservoir kurang dari 100 mD. 3. Evaluasi dari efektifitas metode DWS secara lebih detail dengan berbagai variable komplesi dan reservoir dapat menggunakan persamaan (1 dan 2) yang diberikan sebagai hasil dari paper ini. Ucapan Terimakasih
Gambar 8. Validasi persamaan (1).
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kepada CMG (Computer Modeling Group) yang telah memberikan academic license kepada ITB atas software simulasi komputer yang digunakan dalam studi ini. Daftar Acuan
Gambar 9. Validasi persamaan (2).
Down hole Water Sink Technology Web Site, Louisiana State University, available at http:www.pete.lsu.edu/faculty/akw/dws.htm. Inikori, S.O., 2002, “Numerical Study Of Water Coning Control with Down hole Water Sink (DWS) in Vertical and Horizontal Wells”, PhD Dissertation, Louisiana State University and A&M College, Baton Rouge, LA. Inikori, S.O., Wojtanowicz, A.K., and Siddiqi, S.S., 2002, Water Control in Oil Well with Down hole Oil Free Water Drainage and Disposal: SPE 77559, Proceeding for SPE Annual Technical Conference and Exhibition,
55 San Antonio, Texas, 29 Sept – 2 Oct. Putra, M.A., ”Application of Water Drainage Marhaendrajana, T. dan Alliyah, I., ”Oil ProducInjection Method in Down-hole Water Sink tion Enhancement Using Bottom-Hole Water (DWS) Technology in Weak Water Drive Sink: A Guidline For Optimum Design ApReservoir”, Tugas Akhir, ITB, 2008. plication”, Jurnal JTM, ITB, 2006. Utama, F.I., 2007, ” An Analytical Model to Pre- Astutik, W., 2007, ”A Study of Down-hole Water Sink (DWS) Technology: Optimum DWS dict Segregated Flow in the Downhole Water Sink Completion and Anisotropic Reservoir”, Design in Vertical Well Considering ReserTugas Akhir, ITB. voir Parameter”, Tugas Akhir, ITB.
56
Teknik Evaluasi Reservoar Gas Metana Batubara Usman Pasarai(1), Kosasih(2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS” Telp. (1) +62811104257, (2) +6287780876233 email: (1) [email protected], (2) [email protected] SARI Proyek komersial Gas Metana Batubara atau GMB yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun dibeberapa tempat di dunia telah menghasilkan berbagai kemajuan substansial dalam teknologi karakterisasi reservoar, pengeboran, komplesi, dan produksi. Dengan pencapaian ini, proyek pengembangan GMB menjadi lebih atraktif. Parameter kunci yang sangat menentukan keekonomian suatu proyek GMB adalah isi awal gas di tempat, cadangan, dan gas deliverability. Gas sebagian besar tersimpan pada mikro pori matriks batubara dengan cara adsorpsi. Gas tersebut mengalir ke sumursumur produksi melalui cleat yang juga diisi gas namun dalam jumlah relatif kecil. Oleh karena itu, sifat-sifat matriks batubara sangat menentukan isi awal gas ditempat dan cadangan yang dapat diproduksikan, sedangkan sifat-sifat sistem cleat akan sangat mempengaruhi gas deliverability. Akuisisi dan analisa data tersebut merupakan tahap krusial dalam evaluasi suatu proyek pengembangan GMB. Kata kunci: gas metana batubara, GMB, kandungan gas, kapasitas simpan gas, cleat, adsorpsi, desorpsi. ABSTRACT Coal Bed Methane (CBM) commercial projects which undertaken over the past 20 years in many places around the word have been accompanied by substantial improvements in reservoar characterisation, drilling, completion, and production technologies. With these achievements, development of CBM project became more attractive. Key parameters in determining the economic value of CBM project are the initial gas in-place, reserves, and deliverability. Majority of the gas is stored in the micropore coal matrix by adsorption. The gas flows to production wells through the coal’s natural fracture system or cleat which stores relatively small amounts of gas. Therefore, properties of the coal matrix have the greatest effect on estimates of the volume of gas-inplace and gas recovery, whereas natural fracture system properties control CBM reservoar deliverability. Acquisition and analysis of those data is a crucial step in the evaluation of CBM development project. Key words : coal bed methane, GMB, gas content, gas storage capacity, cleats, adsorption, desorption I.
Pendahuluan
GMB adalah gas yang dihasilkan selama proses pembentukan batubara dimana gas metana sebagai komponen utama. Disamping gas metana, juga dihasilkan gas-gas lain dalam jumlah sedikit seperti gas hidrokarbon yang lebih berat, karbondioksida, hidrogen, hidrogen sulfida, nitrogen, argon, dan uap air. Batubara merupakan batuan sumber dari gas-gas tersebut. Secara teoritis semua batubara mengandung gas metana. Namum pada batubara yang terdapat pada permukaan (<300 m), gas metana tersebut telah ter57
lepas sehingga kandungan gas (gas content) yang tersimpan sangat kecil. Sebaliknya pada lapisan batubara yang cukup dalam (>1000 m), temperatur tinggi akan mengurangi kapasitas serap batubara. GMB yang akan diproduksi dalam konteks pengusahaan GMB adalah gas yang teradsorbsi oleh lapisan batubara pada interval kedalaman 300 – 1000 m. Tipikal kandungan gas batubara pada kedalaman ini adalah 30 – 400 standar kubik feet per ton (scf/ton) batubara (ARI, 2003). Eksplorasi GMB untuk konfirmasi posisi, luas, dan penyebaran sumber daya dilaku-
58 kan melalui serangkaian survei geofisik, geologi, pengeboran core hole atau pengeboran eksplorasi. Setelah pengeboran eksplorasi berhasil mengkonfirmasi sumber daya GMB, maka diteruskan dengan tahapan eksploitasi pengeboran appraisal, pengukuran kandungan gas metana dari perconto batubara, uji produksi untuk menentukan cadangan terbukti, dan pengeboran pengembangan untuk ekstraksi cadangan tersebut. Dari proyek komersial GMB yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun, telah diperoleh berbagai kemajuan substansial dalam teknologi pengeboran, komplesi, karakterisasi reservoar, dan produksi. Pencapaian ini berdampak pada proses dewatering yang lebih cepat, puncak laju alir gas dapat dicapai lebih awal dan lebih besar, estimasi isi awal gas di tempat dan cadangan menjadi lebih akurat, sehingga pada akhirnya keekonomian proyek pengembangan GMB menjadi lebih baik (Creties dkk., 2008). Parameter kunci dalam evaluasi suatu prospek GMB, seperti halnya evaluasi prospek minyak dan gas, adalah isi awal gas ditempat, volume gas yang dapat terambil atau cadangan, dan kemampuan produksi gas selama masa proyek atau deliverability. Reservoar GMB adalah media dengan porositas ganda dimana sebagian besar gas tersimpan secara adsorpsi pada matriks batubara yang merupakan porositas utama. Adsorpsi atau jerapan adalah penempelan molekul gas pada permukaan batubara yang menyebabkan konsentrasi gas relatif tinggi pada daerah kontak di permukaan batubara. Aliran ke sumur-sumur produksi terjadi melalui rekahan alami pada batubara atau cleat. Sejumlah kecil gas tersimpan pada cleat ini yang merupakan porositas kedua. Sifat-sifat matriks batubara mempunyai pengaruh yang besar terhadap volume awal gas di tempat dan cadangan gas yang dapat diproduksikan, sementara sifat-sifat cleat mengontrol deliverability suatu reservoar GMB. Sifat-sifat matriks batubara dapat ditentukan dari interpretasi dan integrasi data perconto batubara dan rekaman log. Oleh karena itu, akusisi dan analisa perconto batubara merupakan tahap krusial dalam evaluasi setiap proyek pengembangan GMB. Kandungan gas dan kapasitas simpan batubara adalah dua parameter kunci untuk menghitung isi awal gas ditempat dan cadangan yang harus diukur langsung dari
perconto batubara. Permeabilitas cleat dan permeabilitas relatif adalah dua parameter kunci untuk menentukan kemampuan produksi reservoar GMB. Permeabilitas cleat hanya dapat diestimasi secara akurat melalui uji sumuran. Tabel 1 menampilkan kritikal data yang diperlukan dalam evaluasi reservoar GMB beserta sumbernya. II.
Pemboran Dan Komplesi Sumur
Sebagian besar pemboran di lapangan GMB dilakukan dengan sumur-sumur vertikal. Sumur dangkal dengan kedalaman antara 300 sampai dengan 1000 m dibor dengan sistem lumpur underbalanced kecuali ada indikasi terdapat poket-poket gas yang dapat menyebabkan over pressure pada interval kedalaman tersebut. Pada kedalaman di atas 1000 m dimana tekanan re-servoar relatif tinggi umum-nya digunakan sistem lumpur balanced ke overbalanced. Seiring de-ngan kemajuan teknologi dan reduksi biaya, sumur horizontal telah menjadi pilihan yang atraktif. Teknik pem-boran multilateral juga telah digunakan pada lapang-an-lapangan GMB. Pemboran multilateral dipilih bilamana rasio produksi gas sumur horizontal dan sumur vertikal kurang dari satu atau terdapat sejumlah lapisan batubara tipis yang akan menjadi target. Sistem multilateral terdiri atas dua atau lebih lubang produksi horiTabel 1. Sumber dan data yang diperlukan untuk analisa reservoar GMB (Aminian).
Sifat-sifat Batubara Kapasitas simpan Kandungan gas Diffusivitas Kompressibilitas volume pori Ketebalan kotor lapisan Ketebalan efektif lapisan Tekanan Permeabilitas absolut Permeabilitas relatif Porositas Sifat-sifat fluida Komposisi gas Volume pengurasan reservoar
Sumber Data Pengukuran perconto batubara Pengukuran perconto batubara Pengukuran perconto batubara Pengukuran perconto batubara Rekaman log sumur Rekaman log sumur Uji sumur Uji sumur Simulasi Simulasi Komposisi dan korelasi Gas terproduksi dan gas terlepas Studi geologi
59 zontal dengan satu sumur vertikal. Umumnya, komplesi sumur horizontal lateral adalah pre-perforated liner. Teknik komplesi sumur GMB telah berkembang pesat. Multiple perekahan stimulasi menggunakan fluida gel sebagai fluida perekah dan Gambar 1. Tipikal komplesi dan skema aliran fluida pada sumur GMB. batu pasir sebagai propan telah diaplikasikan pada lapisan- data yang tinggi. Sedangkan penentuan cadangan lapisan batubara yang relatif tipis. Komplesi memerlukan produksi gas pada laju alir ekonomis openhole juga telah diterapkan pada lapisan ba- yang hanya mungkin jika terdapat cukup isi awal tubara yang mempunyai permeabilitas tinggi. gas ditempat, permeabilitas, dan keberhasilan Sebelum uji produksi, lapisan batubara tersebut proses dewatering. Estimasi cadangan terbukti disemprot air terlebih dahulu dengan laju alir juga memerlukan profil produksi yang masih sukurang dari 5 barel/menit untuk membersihkan lit diprediksi selama fase dewatering. Simulasi serpihan batubara, membuka cleat, dan untuk numerik dan profil produksi reservoar sejenis damenghubungkan secara efektif sumur dengan pat digunakan untuk keperluan ini. reservoar. Secara umum, komplesi sumur GMB dilengkapi dengan selubung, diperforasi dengan Isi Awal Gas Di tempat single atau multistage perekahan hidraulik. Isi awal gas ditempat fungsi dari luas area Pemilihan sumur vertikal atau horizontal sangat ditentukan oleh setting geologi target re- pengurasan, ketebalan lapisan batubara, densitas servoar. Pemilihan komplesi dan metode stimula- batubara, kandungan gas, dan komposisi batusi diantaranya fungsi dari jumlah seam yang akan bara. Komposisi batubara mengacu pada jumlah diproduksikan, kedalaman, ketebalan, permea- dan jenis unsur organik yang terkandung dalam bilitas, compressive strength batubara. Gambar batubara. Komposisi ini sangat berpengaruh ter1 menunjukan tipikal decision chart yang digu- hadap jumlah gas yang dapat diserap. Kandungnakan memilih metode pemboran dan komplesi an gas pada suatu lapisan batubara merupakan fungsi dari komposisi batubara, kematangan tersumur GMB. mal batubara tersebut, dan sejarah pengedapannya. Isi awal gas pada suatu reservoar GMB daIII. Potensi, Cadangan, Dan Deliverability pat perkirakan dengan menggunakan persamaan Penentuan isi awal gas ditempat suatu berikut, reservoar batubara dapat menjadi proses yang su- Penjelasan notasi dapat dilihat pada Daftar Simlit dan memakan waktu lama karena secara alami bol. Komponen pertama pada sisi kanan Persareservoar batubara memiliki heterogenitas dan maan (1) adalah volume awal gas ditempat yang faktor ketidakpastian dalam akuisisi dan analisa tersimpan pada sistem pori-pori makro yakni
60 cleat. Teknik akuisisi dan analisa data untuk me- hubungan proporsional antara kumulatif gas yang nentukan parameter pada komponen pertama ini terlepas terhadap akar dari waktu, yang dihitung mulai saat gas terlepas pada proses pengambilan
(
)
43560φ f 1− S wif − − IGIP = Ah +1,3597 G i ρo Bgi ............................. (1)
sama dengan teknik yang digunakan pada klasik reservoar gas. Komponen kedua menggambarkan volume awal gas ditempat yang tersimpan pada pori-pori mikro secara adsorpsi yang jumlahnya dapat mencapai 95% dari total isi awal gas ditempat. Karena kontribusinya yang dominan, maka teknik akuisisi dan analisa data untuk menentukan parameter-parameter dalam komponen kedua ini akan dibahas lebih detail sebagai berikut. Rata-rata Kandungan Gas Di Tempat Rata-rata kandungan gas ditempat adalah volume gas yang adsorpsi oleh batubara per satuan berat batubara pada kondisi orisinal reservoar meliputi kandungan air (moisture) dan abu (ash). Metode estimasi kandungan gas adalah dengan menempatkan perconto batubara dalam kontainer yang tertutup rapat atau kanister dan mengukur volume gas yang terlepas sebagai fungsi waktu. Pengukuran harus dilakukan pada kondisi temperatur reservoar (Mavor dkk, 1996 Metode yang umum digunakan oleh industri adalah uji langsung (Diamond dan Levine, 1981). Volume gas yang diukur pada uji ini dikenal sebagai Q2. Selain evaluasi volume gas yang terlepas selama desorpsi, juga harus dievaluasi gas hilang atau Q1 dan gas sisa atau Q3 untuk menentukan total kandungan gas yang merupakan penjumlahan gas hilang, volume gas yang diukur, dan gas sisa. Gas hilang adalah volume gas yang terlepas dari perconto batubara selama proses pengambilan perconto batubara hingga sesaat sebelum ditempatkan dalam kanister. Gas sisa adalah gas yang masih adsorpsi pada perconto batubara di akhir uji desorpsi. Akhir dari desorpsi adalah ketika kurva kumulatif volume gas atau kandungan gas terhadap akar waktu atau waktu desorpsi telah datar mendekati horizontal (Gambar 2). Volume gas hilang diperkirakan dari analisa dan ekstrapolasi data yang diperoleh selama uji desorpsi. Metode analisa ini berdasarkan
Gambar 2. Kurva hasil pengukuran gas hilang, desorpsi gas dari kanister, dan gas sisa (Tim, 2008).
perconto batubara. Saat gas mulai terlepas dikenal sebagai waktu nol (time zero). Jika pemboran menggunakan fluida udara, waktu nol adalah saat batubara dipotong oleh mata bor. Pada pemboran dengan fluida air, waktu nol adalah waktu ketika perconto batubara setengah jalan keluar dari lubang bor. Data yang digunakan untuk keperluan ekstrapolasi adalah data yang diperoleh dari beberapa jam pertama pengukuran desorpsi. Titik perpotongan dari ekstrapolasi data-data ini terhadap waktu nol diambil sebagai volume gas hilang (Gambar 2). Data dan persamaan garis ekstrapolasi yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap besarnya volume gas hilang. Untuk meminimalisasi kesalahan, penentuan data dan persamaan garis ekstrapolasi yang tepat harus mempertimbangkan karakteristik batubara serta mengikuti protokol penentuan kandungan gas di lapangan dan di laboratorium yang telah baku (Noel dkk, 2004). Volume gas hilang merupakan sumber kesalahan terbesar dalam estimasi total kandungan gas (Nelson, 1999). Setelah kanister kembali dari lapangan, perlu dikondisikan lagi ke temperatur reservoar dan dilakukan kembali pembacaan desorpsi di laboatorium sampai gas yang keluar dianggap tidak signifikan lagi. Volume gas sisa ditentukan dengan menghancurkan perconto batubara yang digunakan pada uji desorpsi kedalam ukuran kurang dari 60 mesh dan mengukur volume gas yang dibebaskan pada kondisi temperatur reser-
61 voar. Meskipun gas sisa ini tidak akan terproduksi densitas di tempat dapat diperkirakan berdasardari reservoar, namun merupakan bagian dari to- kan fraksi densitas ash, moisture, dan batubara tal gas yang diukur pada uji adsorption isotherm murni menggunakan persamaan berikut (Mavor dan harus dimasukan dalam perhitungan. dkk, 1996): Umumnya, rata-rata kandungan gas di tempat dila-porkan pada teka-nan dan temperatur per- Tebal Kotor Reservoar mukaan dan dinyatakan dalam satuan standar Tebal kotor reservoar pada sumur-sumur kubik feet per ton (scf/ton). Karena itu, volume yang baru dibor dapat ditentukan secara akurat gas yang diukur dibagi dengan massa perconto batubara, kemudian dikonversi ke unit scf/ton. Komposisi batubara pada suatu reservoar tidak seragam sehingga kandungan gas akan bervariasi. Untuk menentukan total kandungan gas ditempat rata-rata, harus dilakukan pengukuran kandungan gas terhadap sejumlah perconto batubara yang mewakili variasi komposisi batubara pada reservoar tersebut. Gambar 3. Hubungan kandungan gas total terhadap fraksi non-batubara (Mavor dkk, 1996) Terdapat hubungan linear terbalik (negative berdasarkan rekaman log densitas yang diambil slope) antara kandungan gas dan fraksi non-batu- dari lubang sumur terbuka. Gambar 4 menunjubara, misal moisture, dan ash. Analisa proximate kan rekaman log untuk identifikasi suatu lapisan dan ultimate terhadap perconto batubara adalah batubara, yang dicirikan dengan harga gamma ray standar analisa batubara untuk mengetahui kand- dan densitas yang rendah, dan harga resistivitas ungan moisture, fraksi dan jenis mineral, ash, dan fix karbon. Analisa regresi terhadap hubungan ρ= 1 − f a − f w ρ o + f a ρ a + f w ρ w ............................. (2) data total kandungan gas dengan fraksi non-batubara dapat digunakan menentukan kandungan yang tinggi. Tebal kotor reservoar meliputi intergas ditempat rata-rata, bila diketahui kandungan val ketebalan yang mempunyai densitas kurang rata-rata moisture dan ash pada reservoar tersebut dari densitas ash sebagai nilai cut-off. Batas atas (Gambar 3). Rata-rata kandungan gas di tempat densitas ini mengeliminasi batuan interbedded yang diperoleh dari grafik ini adalah nilai yang yang mempunyai kandungan gas kecil dan akan digunakan dalam Persamaan (1) untuk perhitun- mencakup sebagian besar batuan organik intergan isi awal gas di tempat. beds dalam estimasi tebal kotot reservoar. Perhitungan isi awal gas di tempat harus mencakup semua batuan reservoar yang kontriRata-rata Densitas di Tempat busi terhadap produksi. Contoh pada reservoar Data log densitas dari lubang sumur ter- GMB Fruitland di San Juan Basin, yang menunbuka merupakan data yang paling akurat untuk jukkan bahwa produksi gas dapat berasal dari menentukan rata-rata densitas di tempat (Amin- lapisan batubara, batubara bercampur shale, dan ian). Bila data dari log sumuran tidak tersedia, carbonaceous shale (Mavor dkk, 1996). Inter-
62 bedding ini terdapat pada batuan permeabilitas Cadangan Gas rendah dan tinggi. Aliran gas pada batuan permeCadangan gas adalah volume gas yang abilitas rendah terjadi karena ada gradien tekanan terdapat di dalam reservoar GMB yang dapat atau difusi pada interval yang relatif pendek dadiproduksikan secara ekonomis dalam kurun waktu proyek dengan menggunakan teknologi yang ada saat ini. Untuk menghitung cadangan gas suatu reservoar GMB, diperlukan data perilaku adsorpsi gas disamping data kandungan gas. Model yang umum digunakan untuk menentukan perilaku adsorpsi gas pada batubara adalah Langmuir isotherm yang mana dinyatakan dengan persamaan berikut:
Gs =
V Lp p L + p ................................... (3)
Adsorpsi isotherm menunjukkan kapasitas serap gas maksimum suatu batubara sebagai fungsi tekanan. Data adsorpsi gas isotherm ditentukan dengan cara menghancurkan perconto batubara kedalam ukuran-ukuran halus dan secara sistimatis mengukur volume gas yang dapat disimpan oleh perconto batubara Gambar 4. Identifikasi ketebalan lapisan batubara dari rekaman log tersebut pada berbagai tekanan. Hasil uji (Abdassah, 2010). tersebut digunakan untuk menentukan lam matriks batuan yang terhubung ke cleat. Se- parameter Langmuir VL dan pL. Pengujian harus lama cleat ini tidak terisi oleh material penyum- dilakukan pada temperatur reservoar dan pada bat, maka keseluruhan tebal kotor reservoar yang kondisi kandungan moisture di tempat. Gambar 5 menampilkan tipikal kurva berisi material-material organik akan mempunyai kemampuan memproduksikan gas. Konklusi ini Langmuir isotherm. Kandungan gas mula-mula didukung oleh data log produksi dari reservoar juga diplot pada gambar yang sama. Kandungan gas batubara bisa lebih kecil dibandingkan harga GMB Fruitland (Mavor dkk, 1996). maksimum adsorpsi isotherm. Bila kondisi ini terjadi, maka tidak akan ada gas bebas dan sistem Luas Pengurasan Reservoar cleat akan terisi sepenuhnya oleh air. Gas akan Luas pengurasan reservoar umumnya terbebaskan saat tekanan di dalam sistem cleat didefinisikan oleh konstrain fisik seperti variasi lebih rendah dari tekanan desorpsi kritikal. Konstruktural dan startigrafi dan jarak pola antar disi ini dicapai melalui produksi air atau dewasumur. Variasi struktural dan startigrafi akan me- tering. Maksimum gas yang dapat diproduksikan nentukan distribusi batubara tiga dimensi. Jarak adalah selisih kandungan gas pada tekanan desantar sumur dapat digunakan dalam memperkira- orpsi kritikal dengan kandungan gas pada tekakan area pengurasan jika lapisan batubara dia- nan abandonment, yaitu kondisi batas ekonomis sumsi kontinu secara lateral. Evaluasi geologi laju alir produksi gas. Faktor perolehan pada badapat memberi petunjuk mengenai kontinuitas tas ekonomis tersebut diperoleh dengan menggulapisan batubara dan karakteristiknya. Data seis- nakan persamaan berikut: mik tiga dimensi juga sering digunakan dalam menentukan geometri reservoar GMB.
63 − RF = G i G a
Gi
...................................... (4)
Saturasi gas didefinisikan sebagai perbandingan kandungan gas reservoar pada tekanan awal reservoar dibagi kandungan gas maksimum yang dapat diadsorpsi oleh batubara pada tekanan tersebut. Berbeda dengan estimasi isi awal gas di tempat pada reservoar gas konvensional, saturasi gas pada reservoar GMB tidak digunakan dalam perhitungan isi awal gas. Cadangan gas adalah hasil perkalian isi awal gas di tempat dengan faktor perolehan pada batas ekonomis lapangan GMB tersebut. Tabel 2 menampilkan harga faktor perolehan dari beberapa proyek komersial GMB Deliverability
penurunan laju produksi gas dan air. Estimasi deliverability reservoar GMB memerlukan estimasi sifat-sifat sistem cleat batubara yang akurat. Permeabilitas absolut dan permeabilitas relatif adalah dua sifat sistem cleat yang sangat berpengaruh terhadap laju produksi gas dan air (Aminian). Uji transien tekanan adalah satu-satunya cara menentukan permeabilitas sistem cleat. Pengukuran permeabilitas dari perconto batubara tidak merepresentasikan permeabilitas reservoar karena sulit mendapatkan perconto batubara yang mewakili sistem cleat reservoar. Teknologi untuk desain, pengujian, dan interpretasi uji transien tekanan pada reservoar gas klasik dapat digunakan juga pada reservoar GMB. Namun demikian, karakteristik reservoar GMB harus dipertimbangkan saat interpretasi data uji sumuran. Karakteristik ini meliputi sistem dual porositas, aliran dua fasa, sifat-sifat mekanika batubara yang merupakan fungi dari stress, dan reservoar batubara umumnya terdiri atas beberapa lapisan. Produksi dari reservoar GMB dicirikan oleh difusi gas satu fasa sepanjang matriks batubara dan aliran dua fasa gas dan air sepanjang sistem cleat. Aliran gas dari matriks batubara ke sistem cleat dikontrol oleh proses desorpsi. Proses desorpsi gas ini perlu didefinisikan dalam total kompressibilitas, sehingga persamaan total kompressibilitas menjadi (McKee dan Bumb, 1985):
Aliran fluida gas dan air ke sumur di dalam reservoar GMB terjadi melalui sistem cleat. Pada kondisi awal, air memenuhi cleat dan tekanan yang ada dalam cleat akan menghalangi metana mengalir ke sumur-sumur produksi. Untuk memproduksi metana dari lapisan batubara, air harus diproduksikan terlebih dahulu sehingga tekanan di dalam sistem cleat menurun. Tipikal produksi sumur-sumur GMB ditampilkan pada Gambar 6. Pada fase pertama, produksi didominasi oleh air. Produksi gas meningkat hingga mencapai laju makasimum selama fase kedua sedangkan produksi air mulai berkurang. Periode pengeringan ini dapat berlangsung beberapa min= ggu hingga tahunan. Fase ketiga ditandai dengan c t
S gf c g + S wf c w + c f + c d
Gambar 5 Hubungan kandungan gas total terhadap fraksi non-batubara.
......... (5)
120 65 75
430 22
Drunkard`s Wash
Cedar Cove
Recluse Rawhide Butte
Horseshoe Canyon
Fairview
Yangcheng Qinshui
Uinta (US)
Black Warrior (US)
Powder River (US)
Western Canadian Sedimentary (Alberta)
Bowen Basin-Australia
Qinshui Basin (China)
620
60
Luas (mil2)
Ignacio Blanco
Lapangan
San Juan (US)
Cekungan
20-40
50-100
35-110
40-90
25-30
Apr-48
40-70
tebal batubara (ft)
30-70 55-110 200-400
Subituminous Subituminous Bituminous 300-900
250-500
Bituminous
Anthra cite
425
300-600
Bituminous Bituminous
Kandungan gas (scf/ton)
Rank batubara
Tabel 2 Perbandingan karakteristik beberapa proyek GMB komersial (Creties dkk., 2008).
<1-5
100
0.1-100
5+
Jan-25
May-20
5-50+
Permeabi (mD)
80
250
80-160
80
80
160
60-320
Jarak Sumur (acres)
40
80
3300
600
520
450
130
Jumlah sumur
70-140
700
45
150
100
500
1500
Laju alir /sumur (Mscf/D)
100
450
4393
288
809
1571
1760
OGIP (Bscf)
20
60
28
62
53
57
66
RF (%)
0.4-0.8
2.5-3.5
0.2-0.5
0.2-0.5
0.5-1.5
1.5-4
Mar-15
Cad Bscf / sumur
64
65
Gambar 6. Karakteristik produksi sumur GMB (Donna, 2004).
Kompressibilitas desorpsi didefinisikan sebagai berikut (McKee dan Bumb, 1985):
cd =
B g ρ oV L (1 − f a − f w ) − 32, 0368 p L + p
2
φ f ....................... (6)
Bila tidak ada aliran dari matriks ke sistem cleat, maka harga cd adalah nol. Bila matriks kontribusi terhadap aliran, maka total kompressibilitas akan didominasi oleh harga cd. Walaupun dimungkinkan menentukan permeabilitas sistem cleat dari data uji aliran dua fasa, namun hasilnya akan sangat tergantung pada asumsi model relatif permeabilitas yang digunakan. Oleh karena itu, akan lebih baik bila uji dilakukan dalam kondisi aliran satu fasa. Pada under-saturated reservoar GMB seperti Gambar 5, bila tekanan awal reservoar diatas tekanan desorpsi kritikal maka cleat akan terisi sepenuhnya oleh air. Jika uji injeksi atau falloff dilakukan dengan menginjeksikan air, tekanan pada sistem cleat akan tetap diatas tekanan desorpsi kritikal sehingga kondisi aliran satu fasa terjadi selama uji. Dengan demikian, model porositas
tunggal dapat digunakan dalam interpretasi data dari pengujian tersebut. Pelaksanaan injeksi atau falloff harus dilakukan pada laju alir rendah untuk menghindari perekahan batubara dan meminimalkan perubahan permeabilitas akibat efek stres. Ketika gas terlepas dari matriks batubara, maka akan terjadi penyusutan pada matriks batubara tersebut sehingga merubah porositas dan permeabilitas sistem cleat. Efek penyusutan ini menjadi signifikan pada tekanan rendah dan akan menghasilkan deliverability gas yang lebih baik pada tahap akhir produksi sehingga memperpanjang deliverability suatu reservoar GMB. Permeabilitas relatif adalah salah satu parameter kunci dalam menentukan de-liverability reservoar GMB. Pengukuran laboratorium terhadap perconto batubara tidak dapat memberikan indikator yang akurat terhadap permeabilitas relatif karena perconto batubara yang digunakan tidak cukup merepresentasikan sistem cleat yang ada pada reservoar GMB. Sangat sulit memperoleh perconto batubara yang kompoten dari reservoar yang memiliki densitas rekahan tinggi. Penyelarasan sejarah produksi gas dan air melalui simulasi reservoar adalah metode praktis
66 Tabel 3. Kebutuhan dan aplikasi teknologi untuk reservoar GMB (Creties dkk., 2008). Bidang Teknologi Karakterisasi Reservoar
Kebutuhan Teknologi
Aplikasi Teknologi
Kuantifikasi densitas dan sistem rekahan
Seismik 3D dan 4D
Identifikasi zone permeabilitas tinggi
Alat pencitraan sumuran Geokimia permukaan Analisa spektroskopis bawah sumur Log geokimia
Pengukuran kandungan gas yang adsorpsi Pengukuran permeabilitas
Analisa sebelum dan setelah minifrac Sistem injeksi/isolasi wireline-conveyed
Identifikasi reservoar behind-pipe
Analisa sepanjang selubung Memperbaiki algoritma interpretasi
Operasi Pengeboran
Cepat, reduksi biaya pengeboran
Sistem tekanan tinggi, jet-assisted coiled-tubing
Reduksi lahan pengeboran
Pipa pengeboran komposit dan telemetrik Fluida pengeboran ramah lingkungan dan tidak merusak formasi Sumur multilateral Ekstraksi reservoar
Operasi Komplesi
Stabilitas sumur horizontal
Kombinasi sistem liner dan drill Mekanikal sistem liner
Semen yang tidak merusak
Sement ultralightweight
Akses formasi
Jet-assisted hydrojetting Perforasi laser energ tinggi Sistem coiled-tubing-conveyed dengan sumur horizontal Diagnosa rekahan dengan mikroseismik dan tiltmeters Fluida perekah ramah lingkungan Propan ultralightweight
Meningkatkan efektifitas perekahan hidraulik
Operasi Produksi
Artificial lift / Pembuangan air
Separasi gas/air bawah sumur dan re-injeksi
Peningkatan produksi
Meningkatkan filtrasi dan atau sekuestrasi kontaminan Surface-modification agents Smart-well dengan sistem pakar Injeksi nitrogen atau karbon dioksida Memperbaiki konfigurasi lubang sumur horizontal Meningkatkan produksi gas dengan mikroba
67 mendapatkan permeabilitas relatif yang realistis. Bila belum cukup data produksi untuk keperluan penyelarasan sejarah produksi ini, maka relatif permeabilitas dapat diasumsi. IV. Perkembangan Teknologi Ke Depan Teknologi yang dibutuhkan untuk pengembangan reservoar GMB pada dasarnya sama dengan reservoar hidrokarbon konvensional, yaitu karakterisasi reservoar, pengeboran, komplesi, dan produksi seperti ditampilkan dalam Tabel 3. Tahapan kritis dalam menentukan teknologi yang tepat akan sangat tergantung pada tingkat heterogenitas reservoar, sifat mekanika batubara, dan jenis fluida yang ada. Selain itu, laju alir gas dan besarnya cadangan memainkan peran dalam proses seleksi teknologi yang akan digunakan karena walaupun teknologi itu sangat bermanfaat, misal seismik 3D, tapi biayanya akan sangat mahal. Kombinasi yang tepat antara skala korporat, penggunaan teknologi, dan skema kontrak akan menentukan keberhasilan suatu proyek pengembangan GMB. Harga gas yang terus membaik akhir-akhir ini telah ikut mendorong minat investasi mengembangkan sumber daya GMB. Perkembangan ke depan adalah mengkombinasikan pengembangan GMB dengan injeksi karbon dioksida. Batubara dan unsur organik penyusunnya akan menjerap karbon dioksida yang dinjeksikan dan mendorong metana lepas dari jerapan batubara sehingga pada saat yang bersamaan akan meningkatkan perolehan gas metana dan sekuestrasi karbon dioksida. Walaupun sekuestrasi karbon dioksida pada lapisan batubara dapat menimbulkan problem teknis yaitu batubara akan mengembang sehingga mengurangi permeabilitas cleat, proyek kombinasi peningkatan perolehan dan sekuestrasi telah mulai berkembang dibeberapa negara.
isi awal gas di tempat dan cadangan menjadi lebih akurat, sehingga pada akhirnya keekonomian proyek pengembangan GMB menjadi lebih baik. Inovasi teknologi jelas masih sangat diperlukan untuk terus memperbaiki tingkat dan laju pengembangan GMB. Dalam evaluasi suatu prospek GMB, isi awal gas di tempat, cadangan, dan deliverability merupakan tiga parameter kunci. Sebagian besar gas tersimpan secara adsorpsi pada mikro pori matriks batubara dan sebagian kecil mengisi makro pori sistem cleat. Oleh karena itu, sifat-sifat matriks batubara sangat menentukan volume isi awal gas di tempat dan cadangan yang dapat diproduksikan, sedangkan sifat-sifat sistem cleat akan sangat mempengaruhi gas deliverability. Kandungan gas dan kapasitas simpan batubara adalah dua parameter kunci yang diperlukan dalam evaluasi isi awal gas di tempat dan cadangan. Kedua parameter ini diperoleh dari pengukuran perconto batuan. Daftar Simbol A Bg Bgi
= luas pengurasan reservoar, acre = faktor volume formasi gas, rcf/scf = faktor volume formasi gas pada tekanan awal reservoar, rcf/Mscf cd = kompressibilitas penyerapan, psi-1 cf = kompressibilitas sistem rekahan, psi-1 cg = kompressibilitas gas, psi-1 ct = kompressibilitas total, psi-1 fa = fraksi berat ash, fraksi fm = fraksi berat moisture, fraksi Ga = kapasitas simpan gas batubara di tempat pada tekanan abandonment, scf/ton Gi = kapasitas simpan gas batubara di tempat pada kondisi awal, scf/ton Gi = rata-rata kandungan gas batubara di tempat, scf/ton Gs = kapasitas simpan gas batubara di tempat, scf/ton V. Kesimpulan h = tebal kotor reservoar, ft Dari proyek komersial GMB diseluruh IGIP = isi awal gas di tempat, Mscf dunia yang telah berlangsung selama lebih dari p = tekanan, psia 20 tahun, telah diperoleh berbagai kemajuan sub- p = tekanan rata-rata sistem rekahan, psia stansial dalam teknologi karakterisasi reservoar, p = Langmuir konstan tekanan, psia L pengeboran, komplesi, dan produksi. Pencapai- RF = faktor perolehan gas, fraksi an ini berdampak pada proses dewatering yang S = saturasi gas pada sistem rekahan, fraksi gf berlangsung lebih cepat, puncak laju alir gas da- S = saturasi air pada sistem rekahan, fraksi wf pat dicapai lebih awal dan lebih besar, estimasi V = Langmuir konstan volume, scf/ton L
68 ρ ρa ρo ρw ro φf
densitas bulk, g/cm3 densitas ash, g/cm3 densitas batubara murni, g/cm3 densitas moisture, g/cm3 rata-rata densitas batubara murni di tempat, g/cm3 = porositas rekahan efektif, fraksi
= = = = =
Daftar Pustaka Abdassah, D., 2010. Workshop Teknologi Eksploitasi Coal Bed Methane (CBM). Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”, Jakarta. Advanced Resources International, Inc. (ARI), 2003. Indonesian Coalbed Methane. Asian Development Bank TA No. 3671-INO “Preparing a Gas Sector Development Plan Part B – Coalbed Methane”, Arlington, Virginia USA. Aminian, K. Evaluation of Coalbed Methane Reservoars. Petroleum & Natural Gas Engineering Department, West Virginia University. Creties, D. J., DeGolyer and MacNaughton, Charles, M. B., 2008. Coalbed- and ShaleGas Reservoars. Journal of Petroleum Technology, 92-99.
Diamond, W.P. and Levine, J.R., 1981. Direct Method Determination of the Gas content of Coal: Procedures and Results. Report of Investigation 8515, United States Department of Interior, Bureau of Mines, Washington, D.C. Donna, G., 2004. Unconventional Gas. White Paper, Schlumberger. McKee, C. R. and Bumb, A. C., 1985. Flow Testing Coalbed Production Wells in the Presence of Water and Gas. Paper SPE 14447, Proceedings of the SPE Annual Technical Conference and Exhibition. Nelson, C.R., 1999. Effects of Coalbed Reservoar Property Analysis Methods on Gas-In-Place Estimates. Paper SPE 57443, Proceeding of SPE Eastern Regional Conference. Noel, B. W., George, L.H. III, and James, C. S. H., 2004. Overview of Coal and Shale Gas Measurement: Field and Laboratory Procedures. Proceeding of the 2004 International Coalbed Methane Symposium, the University of Alabama, Tuscaloosa, Alabama. Tim, P., 2008. Gas Sorption Properties for Coal Gas Reservoar Systems – Value and Insight. IndoCBM 2008, TICORA Geosciences.
Evaluasi Metode Stimulasi Radial Jet Drilling untuk Optimasi Dewatering pada Sumur Gas Metana Batubara di Lapangan Rambutan Gathuk Widiyanto(1), Panca Wahyudi(2) (1) Peneliti, (2) Perekayasa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230, email: (1)[email protected], (2)[email protected] Telp.: 021-7394422 Sari Keberhasilan dalam eksploitasi gas metana batubara (GMB) sangat dipengaruhi oleh seberapa cepat proses dewatering dapat diselesaikan. Pada reservoir-reservoir GMB, batubara umumnya dicirikan dengan rendahnya permeabilitas sehingga menyebabkan lamanya proses dewatering. Pemanfaatan teknologi radial jetting, teknologi yang biasanya digunakan untuk meningkatkan produktivitas sumur, diharapkan dapat mempercepat proses tersebut. Proses dewatering di lapangan Rambutan – Sumatera Selatan juga mengalami problem yang sama, dan pemboran radial jetting diterapkan. Penerapan pemboran radial jetting – terkadang disebut radial jet drilling – tampaknya memberikan hasil yang baik terlihat dari meningkatnya permeabilitas batubara dan meningkatnya laju dewatering. Analisis atas data injectivity fall off (IFO) pada sumur EXAM yang diukur pada saat sebelum dan sesudah radial jetting menunjukkkan peningkatan permeabilitas dari 10,68 mD menjadi 15,45 mD. Peningkatan permeabilitas ini berdampak pada peningkatan laju dewatering dari 1,91 BWPD menjadi 4,76 BWPD dan meningkatkan produksi gas dari 0,58 MSCFD menjadi 10,5 MSCFD. Keberhasilan dalam penerapan teknologi radial jetting ini menunjukkan bahwa metode ini dapat dianggap sebagai suatu alternatif terhadap pemboran horisontal. Dengan jangkauan lateral yang lebih luas – dan dengan biaya lebih murah – metode ini terbukti telah dapat mempercepat proses dewatering dan meningkatkan laju produksi gas. Kata kunci: dewatering lambat, radial jet drilling, perbaikan permeabilitas, laju produksi gas meningkat. Abstract Success in coal bed methane (CBM) exploitation is much influenced by how fast the watering process is completed. In coal bed methane reservoirs the coal is generally characterized by low permeability and consequently the dewatering process is expected to take a long time. Utilization of radial jetting technology, technology that is usually used for improving well productivity, is hoped to enable the acceleration of the process. The dewatering process in Rambutan field – South Sumatera faces the same problem, and radial jet drilling is applied. Application of the radial jet drilling – or radial jetting method – appears to be promising, shown by the increase in the coal seam’s well testing permeability and the increase of the dewatering rate. Analyses on injectivity fall off (IFO) data on EXAM well prior and after jetting have shown increase in permeability from 10.68 mD up to 15,45 mD. This corresponds to increase in dewatering rate from 1,91 BWPD to 4,76 BWPD and improving the gas rate from 0,58 MSCFD to 10,5 MSCFD. The success in the application of radial jetting technology suggests that the method can be considered as an alternative to horizontal drilling. With its larger lateral coverage – and relatively low in cost – it proves to have accelerated dewatering process and to increase gas production rate. Keyword: Slow dewatering, radial jet drilling, permeability improvement, higher gas production rate
69
70 I. Pendahuluan Sebagian besar kandungan gas metana terserap dan tertahan pada matriks batubara, hanya sedikit yang terdapat pada cleats sebagai gas bebas. Terlebih lagi, pada kondisi awal di reservoir adalah water-wet, jadi untuk dapat memproduksikan gas metana tersebut kita harus membuang terlebih dahulu air yang ada pada sistem cleats dengan cara menurunkan tekanan hidrostatisnya. Hasil dari penurunan tekanan hidrostastisnya gas metana yang terserap pada matriks batubara akan terdesorpsi dan keluar bersama-sama dengan terproduksinya air. Proses tersebut disebut dewatering. Pada tahap awal dewatering ini umum halnya bahwa yang terproduksi lebih banyak adalah air. Pada proses ini secara bertahap produksi air akan berkurang seiring dengan peningkatan produksi gas. Proses dewatering ini dapat memakan waktu beberapa hari sampai dengan beberapa bulan atau bahkan tahun. Salah satu upaya untuk mempercepat proses dewatering atau melakukan optimasi dewatering adalah dengan memperbesar laju alir fluida di dalam reservoir. Batubara sebagai formasi reservoir gas metana batubara (GMB) yang mempunyai porositas dan permeabilitas sangat kecil sehingga untuk melakukan optimasi dewatering dari segi reservoirnya adalah dengan melakukan stimulasi. Obyek penelitian ini dilakukan di lapangan Rambutan Formasi Muara Enim. Pada lapangan Rambutan terdapat 5 sumur CBM dimana 3 diantaranya adalah sumur aktif yaitu CBM-3, CBM-4, dan CBM-5. Pada saat ini sumur-sumur CBM di lapangan Rambutan masih dalam tahap dewatering sehingga sangat diperlukan untuk dilakukan optimasi untuk percepatan produksi gas metana batubara. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi apakah optimasi yang dilakukan berhasil atau gagal dengan upaya stimulasi radial jet drilling (RJD). Radial jet drilling merupakan suatu metode singkat untuk kerja-ulang sumur dengan menggunakan teknologi modified coiled tubing. Metode ini dapat membor lubang dengan lateral diameter sebesar 50mm dan membor mencapai 100 meter dari lubang bor. Pengerjaan metode RJD yang menggunakan perlatan terkini hanya memakan waktu kurang dari 12 jam untuk membuat 4 lubang.
Alasan dipilihnya teknologi RJD adalah bahwa teknologi perforasi yang terbaru hanya dapat menembus 1,5 m dari lubang sumur, sehingga radius pengurasannya jauh lebih sempit. Kedua, penerapan metode multilateral drilling sangat tinggi biayanya. Ketiga, RJD merupakan teknologi alternatif yang relatif fleksibel terhadap variasi batuan dan arah lubang pemboran yang relatif mudah dikendalikan. Tabel 1 dan 2 memperlihatkan perbandingan tipikal antara beberapa cara untuk meningkatkan produksi/stimulasi GMB. Tabel.1. Perbandingan berbagai metode pemboran dan stimulasi.
Cost (Rp) Vertical Well 8M Radial 4 side 1M Horizontal well 6,5 M Fracturing 3,5 M Method
Damage
Risk
normal minimal normal minimal
caving minimal caving minimal
Operational difficult easy difficult easy
Tabel.2. Perbandingan teknis antara sumur horizontal dan radial jetting.
Width Vertical Radial 4 side Horizontal
Diameter
Thickness
in cm
ft
7 1778
40
cm
Area in2
cm2
1219 10550 68067
m2 7
2
5
1200 36576 89076 674680 57
7
17
300
9144 73476 474038 47
II. Proses Dewatering Proses dewatering di lakukan sampai air yang terkandung dalam reservoir GMB berangsur-angsur menurun dan habis, dan gas metana yang terkandung dalam lapisan batubara mampu keluar sendiri dan secara signifikan meningkat lajunya. Seperti terlihat pada Gambar 1, proses dewatering ini bisa memakan waktu 2 sampai 3 tahun atau bahkan lebih tergantung jumlah volume air yang harus di pompa, permeabilitas reservoir GMB, serta faktor peralatan dewatering seperti pompa dan peralatan dasar sumur. Gambar 1 tersebut memperlihatkan fase-fase sejarah produksi fluida dari suatu sumur CBM. Pada fasa pertama, fluida yang mula-mula terdapat pada rekahan (cleat) diproduksi. Sistem rekahan um-
71 umnya dijenuhi seluruhnya oleh air. Pada fase ini air dikeluarkan pada laju yang tinggi sedangkan gas pada laju yang sangat rendah. Fase ini dicirikan dengan laju pengeluaran air yang tetap dan penurunan tekanan alir. Pada fase kedua, laju pengeluaran gas bertambah hingga mencapai harga maksimum, yang disebut laju gas puncak. Selama fase ini, laju pengeluaran air mulai berkurang
Gambar 2. Perbandingan antara Radial Jet Drilling dan Perforating Gun (Sadikin, 2010) Gambar.1. Proses dewatering tipikal pada sumur GMB (Cockroft, 2008).
sebagaimana batubara dikeringkan. Periode pengeringan bagi batubara dapat memerlukan waktu mingguan hingga tahunan. (Ratnayu S, 2008) Ada 3 tahap dalam memproduksi GMB yaitu: (1) Tahap dewatering, fluida yang dihasilkan di dominasi oleh air dan sebagian kecil gas, (2) Tahap stabil, pada tahap ini telah terjadi kondisi yang stabil dalam produksi gas setelah tekanan reservoir turun dimana terjadi peningkatan gas dan penurunana produksi air, (3) Tahap decline, ini adalah tahap terakhir yaitu terjadi pada saat produksi gas mulai menurun secara berangsur dan sumur memproduksi air secara konstan dan menerus. III. Sekilas mengenai Radial Jetting Radial jet drilling adalah salah satu metode yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan produksi hidrokarbon pada sumur-sumur baru ataupun sumur tua. Pemilihan metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa untuk meningkatkan produksi GMB perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut; membuka area rusak di dinding selubung sumur yang disebabkan oleh penyemenan, sehingga akan memperluas area pengurasan GMB. Gambar 2 memperlihatkan perbandingan jarak yang dicapai berbagai metode perforasi. Tujuan utama RJD adalah meningkatkan radius pengurasan sumur yang akan meningkat-
Gambar 3. Aplikasi Radial Jet Drilling pada lapisan berlapis (Sadikin, 2010).
kan perolehan cadangan. Pemboran lateral dapat dilakukan baik pada lapisan tunggal maupun berlapis tergantung ketebalan formasi dan hubungan antar lapisan. Gambar 3 menunjukkan prinsip RJD dan aplikasinya pada lapisan berlapis. Penentuan parameter teknis seperti panjang lateral atau radial, jumlah radial dan desain tergantung dari karakteristik reservoirnya seperti ketebalan formasi, sifat fluida, jarak antar sumur, tekanan reservoir, dan gravity. Umumnya dalam pelaksanaannya panjang lateralnya adalah 25 sampai 150 kaki (8 – 46 m) pada lapisan tunggal maupun lapisan berlapis dengan peningkatan laju
72
Gambar.4 Sampel batuan setelah mengalami Radial Jet Drilling (Sadikin, 2010)
produksi hingga dapat mencapai rata-rata 200 % - 400%. Gambar 4 memperlihatkan gambaran mengenai batuan yang telah terkena penetrasi RJD. A. Peralatan Radial jet drilling
pemboran. Alat ini akan meneruskan gaya putar yang dihasilkan dari pompa lumpur ke mata pahat bor ketika lumpur dipompakan ke rangkain milling sehingga mata pahat dapat melubangi dinding selubung sumur.. c. Centralizer Adalah alat untuk menjaga posisi kedudukan tubing kerja agar tetap ditengahtengah selubung pada saat melakukan operasi pemboran. d. Mata pahat bor Pahat yang digunakan pada operasi RJD adalah berukuran kecil biasanya berukuran 7/8 inci. Fungsi dari mata pahat di sini adalah untuk melubangi dinding selubung apabila operasi RJD dilakukan pada lapisan yang tertutup selubung sumur. e. Pompa lumpur Alat yang berfungsi membantu pergerakan dari mata pahat pada saat pelubangan dinding selubung. f. Selang fleksibel bertekanan tinggi Merupakan selang yang fleksibel dan mampu menahan tekanan yang cukup besar karena melalui alat ini air betekanan tinggi disalurkan sebelum ditembakkan untuk melubangi batuan formasi melalui jet nozzle. g. Jet Nozzle Di alat ini lah air bertekanan tinggi disemprotkan untuk mengebor batuan formasi. Gambar 5 memperlihatkan peralatan RJD yang terdiri dari peralatan permukaan dan bawah permukaan lengkap dalam satu truk trailler sedang berada di lokasi.
1. Peralatan Permukaan Berikut adalah peralatan yang dibutuhkan untuk operasional RJD: a. CTU (Coil tubing unit) Adalah semacam selang atau pipa yang digunakan sebagai tubing pada saat operasi RJD. b. Pompa tekanan tinggi Pompa bertekanan tinggi yang berguna menyemburkan air untuk pelaksanaan pemboran. c. Tanki Berguna sebagai tempat penyimpanan air yang nantinya digunakan pelaksanaan RJD. d. Pulling unit atau WO Rig Berguna untuk menarik rangkaian tubing kerja ke permukaan pada saat program RJD dilaksanakan. 2. Peralatan bawah permukaan Peralatan yang digunakan di bawah permukaan antara lain : a. Deflector Shoe Alat yang dipasangkan di ujung tubing kerja yang berfungsi sebagai pembelok rangkain jet nozzle pada saat akan dilakukannya pemboran. b. Flexi shaft Merupakan sambungan dari mata pahat Gambar 5. Peralatan RJD lengkap dalam satu truk trailler
73 B. Kinerja Radial Jetting Ada dua tahap pada proses RJD: a. Tahap pertama: Pelubangan dinding pipa selubung dengan menggunakan rangkaian coil tubing, deflector shoe dengan sudut 90o yang dilengkapi centralizer, pompa lumpur dan mata pahat ukuran 7/8 inci. Pahat ukuran kecil ini akan membor dan menembus dinding pipa selubung secara sangat cepat selama ± 1 jam. Perputaran pahat dibantu oleh pompa lumpur yang digerakkan oleh tenaga air pada tekanan mencapai 3000 psig. Setelah proses pelubangan pipa selubung selesai maka rangkaian coil tubing dicabut. b. Tahap kedua: Masuk kembali rangkaian coil tubing dengan komposisi baru yaitu selang fleksibel serta jetting nozzle ukuran 5/8 inci yang akan menembus batuan formasi dengan tenaga penyemprotan air bertekanan tinggi. Batuan formasi akan hancur menjadi serpihan yang sangat halus dan tidak perlu disirkulasi kepermukaan. serpih halus akan terbawa kepermukaan pada saat sumur diproduksikan. Pekerjaan tahapan - 1 dan tahapan - 2 dapat dilakukan berulang-ulang sesuai berapa banyak target pelubangan lateral. Arah lubang lateral dilakukan dengan bantuan memutar deflector shoe. Jarak penetrasi pelubangan dengan penyemprotan air dapat mencapai 350 ft/100 mtr jauh kedalam batuan reservoir. Diameter lubang lateral dapat mencapai 2 inci, sehingga dengan demikian permeabilitas horizontal akan bertambah besar yang kemudian berakibat aliran fluida dari reservoir ke lubang sumur akan meningkat. Produksi sumur juga akan meningkat. Lubang lateral dapat dibuat menurut 4 arah berbeda dengan perbedaan jarak vertikal hanya beberapa inci saja. Gambar 6 memperlihatkan secara skematik bagaimana RJD bekerja dalam melubangi reservoir. Untuk memantau operasi lateral penyemprotan air, kabin unit coil tubing berfungsi juga sebagai ruang pengontrol yang dilengkapi dengan monitoring console yang berfungsi untuk memonitor parameter-parameter antara lain: tekanan kerja di permukaan, kedalaman penetrasi nozzle, laju penyemprotan air, volume tangki air, dan lain-lain. Gambar 6 dibawah ini menunjukkan dua orang
operator sedang mempersiapkan reel dari coil tubing agar bisa masuk dengan sempurna ke dalam sumur. IV. Analisis dan Pembahasan Untuk mengetahui sukses tidaknya stimulasi radial jetting maka perlu indikator yang jelas dan terukur dalam identifikasi hasil stimulasi. Indikator yang paling penting tersebut adalah: - Produksi sumur - Karakteristik Sumur Untuk produksi sumur, termasuk produksi gas dan air yang terproduksi, hal ini paling mudah dilakukan karena hanya perlu pengukuran saja. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik sumur perlu dilakukan pengujian sumur sebelum dilakukan stimulasi. Selama pengujian sumur berlangsung, respon tekanan transien tercipta oleh perubahan sementara laju produksi. Respon dari sumur biasanya dimonitor dalam periode waktu yang relatif singkat, dibandingkan dengan usia operasi reservoir tersebut, disamping tergantung juga pada tujuan dari pengujian. Untuk evaluasi sumur, kebanyakan pengujian selesai dalam waktu kurang dari dua hari. Pada umumnya pengujian sumur, laju aliran diukur di permukaan sementara tekanan direkam di bawah permukaan. Sebelum dibuka, tekanan awal adalah konstan dan merata reservoir. Karena tekanan didalam sumur GMB relatif rendah dan tekanan yang didapatkan pada saat buildup adalah tekanan hidrostatik, maka perlu dipilih metode uji yang tepat untuk mengetahui karakteristik dan efek penggunaan stimulasi RJD. Untuk itu digunakan uji injektivitas atau fall-off test. Pengujian fall-off dianalogikan dengan uji tekanan build up pada sumur produksi. Injeksi dengan laju, q, konstan sampai waktu penutupan sumur , tp. Data tekanan diambil sebelum dan selama periode penutupan sumur yang kemudian dianalisis dengan cara yang sama dengan analisis tekanan build up (Gambar 8). Tekanan falloff dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut (Earlougher, 1977): pws = p*- m log ((tp+dt)/(dt))
74 a. Kondisi sumur sebelum radial jetting Sebelum dilakukan stimulasi perlu dilakukan akuisisi data awal untuk menentukan titik awal kondisi sumuran. Pengamatan atas data dewatering tersaji pada Tabel 3. Berdasarkan hasil pengujian sumur yang dilakukan sebelum stimulasi yaitu dengan melakukan uji injectivity fall-off (IFO) di sumur EXAM (salah satu dari ketiga sumur aktif di lapangan Rambutan), hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Produksi sumur sebelum pengujian. Gambar 6. Diagram skematik operasional radial jet drilling (Sadikin, 2010).
Gas Pro- Water ProSource of Status duction, duction, Seam MSCF/D bbl.D EXAM Prod 0 2 2,3, and P Well
dimana : P* : Reservoir pressure, Psia Pi : initial Pressure, Psia Uji injektivitas/fall-off test adalah suatu pengujian dimana ketika fluida diinjeksikan ke dalam reservoir, maka tekanan dasar sumur akan meningkat, lalu setelah sumur ditutup, tekanan dasar sumur mulai turun seiring dengan masuknya fluida ke dalam reservoir.
Gambar 8. Prinsip pengujian uji fall-off yang menunjukkan bahwa pada saat sumur ditutup setelah injeksi dihentikan maka tekanan akan mengalami drawdown atau fall-off (Earlougher, 1977). Penurunan tekanan ini kemudian dianalis. Test Overview
125
1000
100
750
75
500
50
250
25
0 0
36100
72200
108300
144400
Water Flow Rate (STB/day)
1250
Pressure (psia)
� �
0 180500
Time (hours)
Gambar 7. Pelaksanaan stimulasi RJD di sumur EXAM
Gambar 9. Plot hasil pengujian tekanan sumur sebelum dilakukan RJD.
75 Gambar 9. Berdasarkan hasil pengujian tersebut kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan perangkat lunak untuk mengetahui karakteristik sumur sebelum dilakukan stimulasi. Hasil analisis sumur EXAM sebelum stimulasi dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. � �
Radial Flow Plot - Non-Darcy analysis
1100
Quick Match Pressure Pressure #2
1030
alir air dan gas terdapat peningkatan aliran yang mengindikasikan bahwa operasi RJD telah berhasil mencapai tujuannya. Selain hasil pengamatan di permukaan, seperti yang tersaji pada Tabel 4, pengujian sumur juga dilakukan untuk mengetahui dampak RJD terhadap permeabilitas dan karakteristik reservoirnya. Hasil pengukuran tekanan pada pengujian IFO dan interpretasinya disajikan pada Gambar 12, 13, dan 14. Berdasarkan hasil pengujian IFO dapat
Pressure (psia)
960
� �
Test Overview
1250
125
890
1000
100
750
75
500
50
250
25
Quick Match Results Dual-porosity (Pseudo steady state) Infinitely acting Constant compressibility = 7.8663
bbl/psi
(k/u)w = 21.5631
md/cp
k
md
= 10.6847
kh
= 470.1268 md.ft
S
= 8.5172
w
= 0.01
Lam
= 0.01
Pi
= 1095.439 psia
750 10
100
1000
10000
100000
1e+006
Elapsed Time (hours)
Gambar 10. Analisis radial flow plot – non Darcy sebelum penerapan RJD. � �
Water Flow Rate (STB/day)
Cs
Pressure (psia)
820
Log-Log Plot
10000
0 0
32600
65200
97800
0 163000
130400
Time (hours) 1000
Gambar 12. Plot hasil pengujian tekanan sumur sesudah dilakukan RJD.
Delta P (psi)
100
� �
10
Radial Flow Plot - Non-Darcy analysis
1110
Quick Match Pressure Pressure #2
1
1040 Quick Match Results
0.1
Dual-porosity (Pseudo steady state) Infinitely acting Constant compressibility = 7.8663
bbl/psi
(k/u)w = 21.5631
md/cp
k
= 10.6847
md
kh
= 470.1268 md.ft
S
= 8.5172
w
= 0.01
Lam
= 0.01
Pi
= 1095.439 psia
10
970
100
1000
10000
100000
1e+006
Pressure (psia)
Cs
0.01
Elapsed Time (hours)
900
Gambar 11. Plot Log-log tekanan derivatif hasil pengujian sebelum penerapan RJD.
Tabel 4. Perolehan fluida sebelum dan sesudah stimulasi.
Dual-porosity (Pseudo steady state) Infinitely acting Constant compressibility
830
Cs
= 5.211
bbl/psi
(k/u)w = 31.4878
md/cp
k
md
= 15.4496
kh
= 679.7824 md.ft
S
= 17.276
w
= 0.01
Lam
= 0.01
Pi
=0
psia
760 10
100
1000
10000
100000
1e+006
Elapsed Time (hours)
Gambar 13. Analisis radial flow plot – non Darcy sesudah penerapan RJD. � �
Log-Log Plot
1000
100
10
Delta P (psi)
b. Pengujian setelah radial jetting Setelah dilakukan RJD, untuk mengetahui efek keberhasilan atau kegagalan operasionalnya perlu dilakukan pengujian sumur kembali yaitu dengan melakukan uji IFO, sama dengan pengujian sebelum dilaksanakannya RJD. Hasil pengujian sebelum dan sesudah stimulasi yang terlihat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan laju
Quick Match Results
1
0.1
Quick Match Results Dual-porosity (Pseudo steady state) Infinitely acting
0.01
Water Production, Gas Production, MSCF/D bbl/D Sumur Status
Before EXAM Prod 0
After 11
Before After 2 5
Constant compressibility Cs
0.001
= 5.211
bbl/psi
(k/u)w = 31.4878
md/cp
k
= 15.4496
md
kh
= 679.7824 md.ft
S
= 17.276
w
= 0.01
Lam
= 0.01
Pi
=0
10
psia
100
1000
10000
100000
1e+006
Elapsed Time (hours)
Gambar.14. Plot Log-log tekanan derivatif hasil pengujian sesudah penerapan RJD.
76 diketahui bahwa terjadi peningkatan permeaningkatan permeabilitas dari seam batubara. bilitas dari keadaan sebelum stimulasi menjadi 3. Lubang bor yang dihasilkan oleh penerapan keadaan sesudah stimulasi yaitu dari 10,68 mD radial jet drilling memberikan peningkatan menjadi 15,45 mD. Hal ini berkorelasi langsung dari radius efektif pengurasan sumur sehingdengan kenaikan produksi fluida dalam proses dega juga berkontribusi terhadap kenaikan laju watering pada sumur tersebut. Dengan demikian alir yang teramati. dapat dikatakan bahwa penerapan radial jet drilling pada sumur GMB telah dapat mempercepat proses dewatering. Pustaka V. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh: 1. Lubang bor yang dihasilkan oleh penerapan radial jet drilling dapat meningkatkan permeabilitas horizontal dari suatu sumur, terbukti dengan permeabilitas sebelum dan sesudah dilakukannya stimulasi yang mengalami peningkatan dari 10,68 mD menjadi 15,45 mD. 2. Terjadi peningkatan nilai laju air dan gas yang diproduksikan setelah dilakukannya stimulasi radial jet drilling, masing-masing adalah 1,91 bbl/d menjadi 4,74 bbl/d untuk air dan 0,58 MSCF/d menjadi 10,5 MSCF/d untuk gas. Peningkatan ini tidak lepas dari adanya pe-
Cockcroft, P. (2008). Coal Bed Methane In Indonesia. Luncheon Talk Indonesian Petroleum Ascosiation (IPA), May 6th, 2008, Jakarta. Earlougher R, (1977). Advance in Well Test Analysis Type, Monograph Volume 5, Richardson, TX. Sadikin, I. (2010), Radial jet drilling Operasion, one day workshop, Karya Sukses Adi Mandiri, Lemigas, 2010 Sitaresmi, R., Abdassah, D., Marhaendrajana, T. dan Irawan, D. (2008), Metode Peramalan Kelakuan dan Produksi Gas Metana Batubara Menggunakan Korelasi dari Data Produksi Aktual, Simposium Nasional dan Kongres X Jakarta, 12 – 14 November.
INDEKS
A adsorpsi 59,60,62,64,65,68,69 adsorption 59,63 aliran silang 39,40
K kandungan gas 59,60,61,62,63,64,65,66,68,69 ,72 kapasitas simpan gas 59,69
B bottom water drive
L laju produksi gas meningkat
49,50,55
C cleat 59,60,61,62,64,65,66,67,69,72 coal bed methane 59,69,71,78 cross-flow 39,42,45,46,48 D data PVT 1,2,4,6,7,8,9,36 design of experimental 1,2,7,8,9,31,32 desorpsi 59,62,63,65,66,72 desorption 59 dewatering lambat 71 Down-hole water sink 49,50,57 drainage 39,42,43,46,47,48 G gas content 59,69 gas metana batubara 59,71,72,78 GMB 59,60,61,62,64,65,66,67,68,69,71,72, 73,75,78 gas storage capacity 59 H heating I IGIP
39,41,43,46,48
1,2,3,4,6,7,8,9,10,11,12,15,16,17,18,19 ,20,21,22,23,24,25,26,27,28,30,31,32,3 3,34,35,36,37,62,39 injeksi uap 40
71
M material balance 1,2,3,6,7,9,10,11,12,13,19, 20,23,36 maturitas 39,40 maturity 39,45,46,48 multiple linear regression 1,2,6,7,8,9,19,21,22 ,26,31,32,33 P parameter PVT 1,4,5,6,7,9,11,35 pemanasan 39,40 pengendapan padatan 39,40 pengurasan 39,40,60,61,64,69,72,73,78 perbaikan permeabilitas 71 R radial jet drilling 71,72,73,74,78 RVE 39,40,41,42,43,44,45,46,48 S scaling 39,42,43,44,45,46,48 steam injection 39,41,45,46,47 W water coning
49,50,51,52,56
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN ISI DAN KRITERIA UMUM Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan pada majalah/jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Sari dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan ditolak oleh redaksi dan redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah tersebut. FORMAT Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul sari, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut: Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada. Sari. Sari/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sari berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Sari paling banyak terdiri dari 250 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah sari/abstract dan terdiri atas empat hingga enam kata. Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Pendahuluan harus berisi latar belakang, maksud dan tujuan, permasalahan, metodologi, serta materi yang diteliti. Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan. Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan. Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Ucapan Terima Kasih. Dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan. Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan: Jurnal
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI PEDOMAN PENULISAN Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20. Buku Abramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications, Inc., New York. Bab dalam Buku Costa, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J. (eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317. Sari Barberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F., Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49. Peta Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Prosiding Marhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8. Skripsi/Tesis/Disertasi Marhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX. Informasi dari Internet Cantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http:// www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006] Software ECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997. Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletakkan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelumnya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya. PENGIRIMAN Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan ditolak tanpa proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi d.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34 Jakarta 12950 – Indonesia Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk suratmenyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.