PERBEDAAN KANDUNGAN MANGAN (MN) DALAM AIR SUMUR GALI BERDASARKAN SYARAT FISIK SUMUR GALI DI DUSUN KARANGSARI DESA KARANGNUNGGAL KECAMATAN KARANGNUNGGAL KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2012 Ika Ayu Lestari 1 Andik Setiyono 2
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jalan Siliwangi No.24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 Telp. (0265) 324445
ABSTRAK
Keberadaan sumur gali (SGL) baik dari segi konstruksinya maupun jarak peletakan terhadap sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan disebabkan karena adanya konstruksi SGL yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan letaknya kurang diperhatikan, sehingga mempunyai resiko tinggi terjadinya pencemaran kualitas air. Air sumur merupakan sumber air bersih terbesar yang digunakan. Kendala yang paling sering ditemui dalam menggunakan air tanah adalah masalah kandungan mangan (Mn) yang terdapat dalam air baku. Disamping itu juga terdapat variabel pengganggu seperti kandungan Mn sungai, pH air sumur gali, suhu air sumur gali, arah aliran air tanah, porositas tanah, kedalaman permukaan air tanah, konduktifitas, permeabilitas, tekstur tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan Mangan (Mn) berdasarkan syarat fisik sumur gali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah sumur gali yang ada di Dusun Karangsari dengan jumlah sampel sebanyak 17 sumur gali. Data dianalisis secara bivariat dengan uji statistic menggunakan T-Independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Mangan (Mn) dalam air sumur gali dengan syarat fisik sumur gali yaitu, kandungan Mn terendah sebesar 0.1 mg/l dengan klasifikasi 1 jawaban tidak memenuhi syarat dan 4 jawaban
memenuhi syarat, kandungan Mn tertinggi sebesar 1.1 mg/l terdapat pada 2 sampel sumur gali yaitu 2A dengan klasifikasi 4 jawaban tidak memenuhi syarat dan 1 jawaban memenuhi syarat dan sampel 6A dengan klasifikasi 5 jawaban memenuhi syarat. Kandungan Mangan (Mn) terendah 0.1 mg/l dan tertinggi 1.1 mg/l dengan hasil uji sampel tersebut menunjukan bahwa 13 sampel dengan kadar mangan ≤0.5 mg/l dan 4 sampel >0.5 mg/l. Hasil kolerasi menunjukkan tidak ada perbedaan kandungan Mn berdasarkan syarat fisik sumur gali, dengan nilai untuk pvalue syarat fisik sumur gali 1A (0.157), syarat fisik sumur gali 1B (0.357), syarat fisik sumur gali 1C (0.870), syarat fisik sumur gali 2 (0.238), syarat fisik sumur gali 3 (0.949). Diharapkan masyarakat menggunakan saringan pasir dengan ditambahkan batu zeolit di dalamnya untuk mengurangi kadar Mangan (Mn) yang ada dalam air sumur gali sebelum diolah dan diminum sebagai sumber air bersih.
Kata kunci
: Mangan (Mn), sumur gali, syarat fisik sumur gali, Karangnunggal
Kepustakaan : 1986 – 2008
A. PENDAHULUAN Keberadaan sumur gali (SGL) baik dari segi konstruksinya maupun jarak peletakan terhadap sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan disebabkan karena adanya konstruksi SGL yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan letaknya kurang diperhatikan, sehingga mempunyai resiko tinggi terjadinya pencemaran kualitas air baik yang berasal dari jamban, sampah dan dari air buangan lainnya (Profil Puskesmas Antang, 2004). Air tanah sering mengandung mangan (Mn) cukup besar, kandungan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara, disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang tidak enak serta menimbulkan warna kuning pada dinding bak serta bercakbercak kuning pada pakaian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 kadar Mangan (Mn) yang diperbolehkan 0,5 mg/lt. (Wahjono dkk: 41) Mangan (Mn) adalah metal kelabu kemerahan, keracunan seringkali bersifat kronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Gejala yang timbul berupa gejala
susunan urat syaraf yaitu insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot muka sehingga ekspresi muka menjadi beku dan muka tampak seperti topeng (mask). Pemaparan berlanjut maka bicaranya melambat dan monoton, terjadi hyperrefleksi, clonus pada patella dan tumit, dan berjalan seperti penderita Parkinsonism. Keracunan Mn ini adalah salah satu contoh dimana kasus keracunan tidak menimbulkan gejala muntah berak, sebagaimana orang awam selalu memperkirakannya. Penyediaan air seperti hal nya Fe, Mn juga menimbulkan masalah warna, hanya warnanya ungu/ hitam. (Satmoko Yudo, JAI Vol.2, No.1 2006) Mangan ditemukan di Indonesia sejak 1854, di Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa Barat, tetapi baru dieksploitasi pada 1930. Daerah-daerah lain di Indonesia juga memiliki potensi mangan, mulai dari Aceh di kepulauan Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara hingga Papua. (http://majalahtambang.com, diakses tanggal 17 Juli 2012) Pertambangan mangan di wilayah Karangnunggal Tasikmalaya dilakukan dengan menggali bukit yang ada. Hasil galian tersebut dicuci untuk memisahkan antara mangan, pasir dan tanah, setelah dipisahkan mangan diambil oleh para penambang, sedangkan tanah yang tidak dimanfaatkan terbawa air bekas cucian. (http://pikiranrakyat.com, diakses tanggal 27 Juli 2012) Desa Karangnunggal merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya yang secara geografis terletak pada posisi 1800 06,00 – 1800 08,00 bujur timur dan antara 070 36,00 – 070 08,00 lintang selatan, lokasi tersebut termasuk daerah Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan roda 4 melalui jalan beraspal dari Kota Tasikmalaya ke arah Sukaraja, Cibalong lalu ke Karangnunggal. Daerah ini memiliki potensi sumber daya alam, salah satunya adalah pertambangan mangan. (http://kaskus.co.id, diakses tanggal 27 Juli 2012) Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan di Dusun Karangsari Desa Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, dapat diketahui bahwa air sumur gali merupakan sumber air bersih utama yang digunakan masyarakat sekitar dengan jarak dari lokasi penambangan Mangan (Mn) yang dekat dengan sumur
gali yang ada di daerah tersebut. Sampel yang diambil ketika survey awal adalah 11 sampel dengan 8 air sumur gali dan 3 titik sungai, diantara 8 sumur gali tersebut satu diantaranya tidak digunakan untuk minum dikarenakan menurut warga sekitar sudah terkontaminasi sehingga hanya untuk digunakan keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci. Hasil uji Laboratorium Kesehatanan Daerah menunjukkan bahwa tingkat kandungan Mangan (Mn) sangat bervariasi dari tiap sampel yang diambil dari masingmasing sumur gali dengan jarak yang berbeda-beda. Kandungan Mn di bawah standar terdapat pada 2 sumur dengan jarak 20,48 meter dengan kandungan Mn 0,25 mg/L dan jarak 100 meter dengan kandungan Mn 0,46 mg/L. Kandungan Mn air sumur gali yang melebihi batas maksimal ditemukan di 6 sumur lainnya pada jarak 74,61 meter dengan kandungan Mn 0,58 mg/L, jarak 23 meter dengan kandungan Mn 1,30 mg/L, jarak 320 meter dengan kandungan Mn 0,52 mg/L, jarak 480 meter dengan kandungan Mn 1,96 mg/L, jarak 475 meter dengan kandungan Mn 3,76 mg/L dan jarak 230 meter dengan kandungan Mn 0,57 mg/L.
B. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. 1.
Populasi Dan Sampel a.
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah air sumur gali di sekitar penambangan mangan (Mn) di RT 08 Desa Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal yang kedudukannya berada dibawah atau sejajar dengan tempat pengolahan dan air bersih dari sumur gali yang digunakan untuk minum. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 17 air sumur gali.
b.
Sampel Cara pengambilan sampel yang digunakan yaitu pengambilan sampel secara purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
(Notoatmodjo, 2010 : 124-125). Ciri atau sifat-sifat populasi yang diketahui yaitu : 1)
Air sumur gali yang kedudukannya tidak di atas sumber pencemar.
2)
Air bersih dari sumur gali yang digunakan untuk minum.
Sampel yang diambil adalah semua populasi yang ada. 2.
Analisis Data Data terdiri dari variabel bebas dan terikat, variabel bebasnya yaitu syarat fisik sumur gali dengan berbentuk kategori dan variabel terikatnya kandungan Mangan (Mn) berbentuk numerik. Uji statistic yang digunakan adalah T-Independen untuk melihat ada perbedaan antar variabel bebas (syarat fisik sumur gali) dalam bentuk kategorik dengan variabel terikat (kandungan Mn) dalam bentuk numerik, dengan batas kemaknaan 5% (α = 0,05). Sehingga bila hasil perhitungan menunjukan: a.
Jika p < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya secara statistik kedua variabel tersebut ada perbedaan.
b.
Jika p > 0,05 maka Ho diterima yang artinya secara statistik kedua variabel tersebut tidak ada perbedaan.
C. PEMBAHASAN 1.
Kadar Mangan (Mn) Air Sumur Gali Tanah sebagai tempat pembuangan akhir bagi limbah merupakan alternatif yang mudah dilakukan. Pencemaran tanah dan air tanah mudah terjadi dibeberapa tempat, baik dalam skala kecil maupun regional (Notodarmojo, 2005: 3). Fungsi tanah sebagai medium untuk bergeraknya zat-zat misalnya zat tercemar yang terlarut ini sangat penting. Tanah yang telah tercemar akan melepaskan zat pencemarnya melalui mekanisme desorpsi ataupun pelarutan ke dalam air tanah tersebut, yang selanjutnya akan bergerak bersama-sama air tanah tersebut (Notodarmojo, 2005: 2). Permasalahan pada air tanah yang mungkin timbul adalah tingginya angka kandungan mangan air tanah dapat berasal dari mata air di dalam gunung atau di
sepanjang aliran sungai, atau berasal dari air tanah dangkal dengan kedalaman antara 15-30 meter, yaitu berupa air sumur gali, sumur pantek, sumur bor tangan, serta yang berasal dari tanah dalam yaitu air sumur bor yang dalamnya lebih dari 30 meter atau bahkan terkadang mencapai lebih dari 100 meter. (Pitojo dkk, 2003: 16-17) Kadar Mangan (Mn) di lingkungan meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas manusia dan industri, Mangan yang bersumber dari aktivitas manusia dapat masuk ke lingkungan air, tanah, udara dan lingkungan (Widowati, 2008: 242). Proses penambangan Mangan di Desa karangnunggal yaitu dengan menggunakan alat sederhana diantaranya adalah cangkul dan ada juga dengan menggunakan alat berat atau modern yaitu beku. Kegiatan penambangan di Dusun Karangsari terdiri dari 2 proses yaitu penggalian dan pencucian Mangan (Mn), Proses penggalian dibantu dengan menggunakan air untuk memudahkan proses penggalian. Batuan Mangan (Mn) yang didapat lalu dicuci agar terpisah dari tanah dan batuan lain yang masih menempel dengan menggunakan air melalui selang ataupun menggunakan mesin steam untuk batuan yang tercampur tanah dalam jumlah banyak. Proses penambangan tersebut menghasilkan limbah baik limbah padat maupun limbah cair, limbah cair yang dihasilkan dari proses penggalian dan pencucian Mangan (Mn) dibuang langsung ke tanah melalui saluran air limbah mangan tanpa ada proses pengolahan sebelumnya yang berakibat air limbah Mn langsung bergerak masuk ke dalam tanah, kemudian mengikuti arah aliran tanah dan akhirnya bergerak menuju sumur gali. Kandungan Mangan (Mn) pada air sumur gali di Desa Karangsari Desa Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya bervariasi, kadar terendah yaitu 0,10 mg/l dan kadar tertinggi yaitu 1,10 mg/l dengan kadar rata-rata yaitu 0,43 mg/l. Hasil tersebut menunjukan bahwa air sumur gali yang ada di Dusun Karangsari masih memenuhi
syarat
kualitas
No.416/MENKES/PER/IX/1990 diperbolehkan yaitu 0,5 mg/l.
air bahwa
bersih kadar
menurut
Mangan
Permenkes
maksimum
yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% air sumur gali sebagian besar digunakan untuk mandi, mencuci bahan makanan, mencuci pakaian, mencuci alat makan. Air sumur gali pun digunakan untuk kebutuhan minum dan untuk masak. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar air sumur gali di Dusun Karangsari Desa Karangnunggal digunakan untuk kebutuhan minum, masak dan mencuci. Berdasarkan Permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa kadar Mangan maksimum yang diperbolehkan untuk air minum yaitu 0,1 mg/l sedangkan untuk air bersih yaitu 0,5 mg/l. Pemanfaatan air sumur gali yang sebagian besar untuk minum dapat meningkatkan risiko paparan Mn melalui jalur oral, karena batas maksimun Mn pada air minum 0,1 mg/l telah yang melebihi kadar ini tidak diperbolehkan walaupun dari hasil penelitian tidak terlihat angka yang yang sangat signifikan. Pemanfaatan air sumur gali sebagai air untuk mencuci dapat menimbulkan noda kecoklat-coklatan pada pakaian, resiko akan lebih besar apabila kadar Mn sudah melebihi dari kadar yang sudah ditentukan. Menurut (Moore, 1991) pada air minum, kadar mangan maksimum 0,05 mg/liter, meskipun tidak bersifat toksik, mangan dapat mengendalikan kadar unsur toksik di perairan, misalnya logam berat, jika dibiarkan di udara terbuka dan mendapat cukup oksigen, air dengan kadar mangan (Mn2+) tinggi (lebih dari 0,01 mg/liter) akan membentuk koloid karena terjadinya proses oksidasi Mn2+ menjadi Mn4+. Koloid ini mengalami presipitasi membentuk warna coklat gelap sehingga air menjadi keruh. (Effendi, 2003: 166) Menurut Widowati (2008: 248-249) Mn dalam dosis tinggi bersifat toksik. Paparan Mn dalam debu atau asap maupun gas tidak boleh melebihi 5 mg/m3 karena dalam waktu singkat hal itu akan menimbulkan toksisitas. Toksisitas paparan kronis biasanya terjadi melalui inhalasi di daerah penambangan, peleburan logam dan industri yang membuang limbah Mn. Paparan lebih dari 2 tahun bisa menyebabkan gangguan sistem syaraf. Pria yang dalam jangka waktu lama terpapar Mn dapat mengakibatkan impoten, skisofrenia, dullness, otot lemah sakit kepala dan insomnia.
2.
Kandungan Mangan (Mn) dalam Air Sumur Gali Berdasarkan Syarat Fisik Sumur Gali Kandungan Mn dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali yang ada di RT.08 Dusun Karangsari Desa Karangnunggal ini sangat beragam, dengan contoh kandungan Mn terendah yaitu 0,1 mg/l pada sumur 2B dengan kriteria syarat fisik sumur gali 3 dengan indikasi syarat fisik dapat terjadi pencemaran dan 4 indikasi syarat fisik tidak terjadi pencemaran. Kadar Mn tertinggi yaitu 1,1 mg/l terdapat pada 2 sumur gali dengan karakteristik syarat fisik sumur gali yang berbeda, sumur 2A dengan syarat fisik 2 indikasi dapat terjadi pencemaran dan 5 indikasi tidak terjadi pencemaran dan sumur 6A dg karakteristik 3 indikasi mengalami pencemran dan 4 indikasi tidak mengalami pencemaran. Hal ini dapat dipastikan bahwa tidak ada perbedaan kandungan Mn dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali di RT.08 Dusun Karangsari Desa Karangnunggal. Berdasarkan hasil penelitian kadar Mangan (Mn) pada air sumur gali yang ada dibeberapa sumur dengan kadar Mn yang bervariasi dan syarat fisik sumur yang berbeda-beda ini, ada kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantanya: a.
Suhu Air sering digunakan untuk medium pendinginan dalam berbagai proses industri, setelah digunakan untuk proses pendinginan air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi dibandingkan air asalnya. Naiknya suhu air akan mengakibatkan meningkatnya kecepatan reaksi kimia dan menurunkan jumlah oksigen terlarut dalam air.
b.
Oksigen terlarut Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali-kali di berbagai lokasi, pada tingkat kedalaman yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. Pengujian pada musim kemarau tentu akan memberikan hasil yang berbeda dengan pengujian pada musim penghujan.
c.
pH Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar misalnya air limbah (buangan) berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Derajat keasaman (pH) air sumur gali yang diteliti di RT.08 Dusun Karangsari Desa Karangnunggal sangat bervariasi antara 6,78 – 7,15. Berdasarkan persyaratan kualitas air bersih menurut Permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990 pH yang diperbolehkan berkisar antara 6.5 – 9.0. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulakan bahwa pH air sumur gali yang ada di RT.08 Dusun Karangsari Desa Karangnunggal semuanya masuk dalam kategori pH normal, karena semakin tinggi nilai pH dapat melarutkan kandungan Mn.
d.
Curah Hujan Menurut Mukono (2000) Curah hujan disuatu daerah akan menentukan volume dari badan air dalam rangka mempertahankan efek pencemaran terhadap setiap bahan buangan didalamnya (deluting effects). Curah hujan yang
cukup
tinggi
sepanjang
musim
dapat
lebih
mengencerkan
(mendispersikan) air yang tercemar (Pebrian, 2008: 17). Sampel air sumur gali diambil pada hari yang sama dan tidak terjadi hujan sehingga dapat dikatakan tidak terjadi pengenceran air sumur gali yang dapat menurunkan kadar Mangan (Mn) dalam air sumur gali, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hanim (2007) bahwa sampel yang diambil ketika tidak hujan akan lebih pekat sedangkan sampel yang diambil ketika hujan akan merendahkan kadar unsur Mangan karena ada penambahan volume air. 3.
Perbedaan Kandungan Mangan (Mn) dalam Air Sumur Gali Berdasarkan Syarat Fisik Sumur Gali Analisis mengenai perbedaan kandungan Mangan (Mn) dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali menggunakan uji statistik T-Independen karena data diklasifikasikan numerik dengan kategorik. Hasil analisis dengan uji statistik T-Independen didapatkan untuk kandungan Mn dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali yaitu syarat fisik
sumur gali 1A pvalue = 0.157, syarat fisik sumur gali 1B pvalue = 0.357, syarat fisik sumur gali 1C pvalue = 0.870, syarat fisik sumur gali 2 pvalue = 0.238, syarat fisik sumur gali 3 pvalue = 0.949, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 3 syarat fisik sumur gali yang telah diuji yaitu tidak ada perbedaan kandungan Mn dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali. Hasil penelitian dilakukan sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu Ho diterima karena tidak ada perbedaan kandungan Mn dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali.
D. PENUTUP 1.
SIMPULAN a.
Kandungan Mangan (Mn) dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali yaitu dari 17 sampel sumur gali yang di uji syarat fisiknya, kandungan Mn terendah sebesar 0.1 mg/l dengan klasifikasi 1 jawaban tidak memenuhi syarat dan 4 jawaban memenuhi syarat, kandungan Mangan tertinggi sebesar 1.1 mg/l terdapat pada 2 sampel sumur gali yaitu 2A dan 6A, sumur 2A dengan klasifikasi 4 jawaban tidak memenuhi syarat dan 1 jawaban memenuhi syarat dan sampel 6A dengan klasifikasi 5 jawaban memenuhi syarat.
b.
Kandungan Mangan (Mn) terendah 0.1 mg/l dan tertinggi 1.1 mg/l, hasil uji sampel tersebut menunjukan bahwa dari 17 air sumur gali yang ada di Dusun Karangsari 13 masih memenuhi syarat kualitas air bersih berdasarkan Permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa kadar Mangan maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg/l.
c.
Tidak ada perbedaan kandungan Mangan (Mn) dalam air sumur gali berdasarkan syarat fisik sumur gali di sekitar industri penambangan Mangan (Mn) di RT.08 Dusun Karangsari Desa Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya dengan nilai untuk syarat fisik sumur gali 1A pvalue = 0.157, syarat fisik sumur gali 1B pvalue = 0.357, syarat fisik sumur gali 1C pvalue = 0.870, syarat fisik sumur gali 2 pvalue = 0.238, syarat fisik sumur gali 3 pvalue = 0.949.
2.
SARAN a.
Bagi Instansi Terkait 1) Dalam hal ini Pemerintahan melalui Dinas Pertambangan dan Energi perlu melakukan pengawasan khusus terhadap kegiatan pertambangan Mangan (Mn) agar tidak semakin banyak pertambangan Mangan (Mn) tanpa ijin yang melakukan proses pertambangan yang akan mencemari lingkungan. 2) Perlu adanya penyuluhan kesehatan lingkungan dari Dinas Kesehatan terkait terhadap kondisi lingkungan dan sarana air bersih untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahaya Mangan (Mn) yang terkandung dalam air sumur gali.
b.
Bagi Masyarakat 1) Walaupun hasil penelitian kandungan Mn air sumur gali tahun 2012 tidak menunjukkan hasil yang sangat signifikan, diharapkan masyarakat ketika mengolah air sumur gali untuk diminum hendaknya direbus sampai mendidih untuk mengurangi dan menghilangkan kandungan Mn dalam air sumur gali tersebut. 2) Tidak mencuci bahan makanan dengan air yang mengandung Mangan (Mn). 3) Masyarakat hendaknya memperbaiki sarana air bersih (air sumur gali) terutama pada dinding dalam sumur untuk mencegah dan meminimalisir terjadinya pencemaran yang diakibatkan dari kimiawi (yaitu Mangan).
c.
Bagi Peneliti Lain Kepada peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik tanah untuk mengetahui faktor-faktor dari karakteristik tanah yang sangat berpotensi atau berpengaruh pada proses penyerapan Mangan (Mn) ke air sumur gali.
E. DAFTAR PUSTAKA Effendi, Hefni, Telaah Kualitas Air (Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Peraian), KAANISIUS, Yogyakarta, 2003 Kristanto, Philip, Ekologi Industri, Andi, Yogyakarta, 2004. Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. Notodarmojo, Suprihanto, Pencemaran Tanah dan Air, ITB, Bandung, 2005. Palar, Heryando, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Pitojo Setijo & Purwantoyo, Eling, Deteksi Pencemar Air Minum, Aneka Ilmu, Ungaran, 2002. Slamet, Juli Soemirat, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2007. Sosrodarsono, Suyono & Takeda, Kensaku, Hidrologi untuk Pengairan, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2006. Sudiarsa, Wayan., Air Untuk Masa Depan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Sunaryo, Trie M, dkk, Pengelolaan Sumber Daya Air, Konsep dan Terapannya, Bayumedia Publishing, Malang, 2004. Widowati, Andi, Efek Toksik Logam, Andi, Yogyakarta, 2008. Yudo, Satmoko, Kondisi Pencemaran Logam Berat di Perairan Sungai di Jakarta, Jurnal Pusat Teknologi Lingkungan BPPT vol. 2 no. 1 tahun 2006.