III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali II Unit Jatitujuh Majalengka. Sampel blotong diperoleh dari blotong yang telah lama tertimbun di areal pembuangan blotong sementara (landfilling) selama kurang lebih 5 bulan setelah masa giling tebu berakhir. Gambar 2 (a) merupakan contoh areal pembuangan blotong sementara.
(a)
(b) Gambar 2. (a) Tempat pembuangan blotong (b) Sludge drying bed
Sludge diperoleh dari tempat penampung sementara (sludge drying) unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari sludge drying bed. Gambar 2 (b) merupakan tempat penampung dan pengeringan sludge (sludge drying bed). Pengolahan limbah cair polutan pada IPAL PG Jatitujuh menggunakan sistem penanganan biologis lumpur aktif (activated sludge). Secara umum, proses pengolahan limbah cair ini terdiri dari separasi limbah dengan pasir dan minyak (oli), ekualisasi, pengolahan fisiko-kimia dengan koagulan dan flokulan, primary clarifier, biological treatment, secondary clarifier, dan bak kontrol. Sejumlah bahan tambahan digunakan untuk mempersiapkan karakteristik limbah cair yang sesuai dengan kondisi metabolisme mikroorganisme pengurai pada proses biological treatment. Penambahan bahan tersebut pada penanganan limbah secara fisiko kimia antara lain caustic soda (untuk mengatur pH limbah), koagulan, dan flokulan. Penambahan koagulan bertujuan untuk membentuk flok-flok kotoran sedangkan flokulan digunakan untuk mengikat flok yang telah terbentuk menjadi gumpalan yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan dari air limbah. Sludge yang terbentuk berasal dari flok dan endapan dari proses pengolahan fisiko-kimia, primary clarifier, dan secondary clarifier. Sludge ini terkumpul dalam sludge drying bed. Selain itu, bahan baku lainnya yaitu zat kimia untuk keperluan analisis contoh uji. Bahan tersebut antara lain aquades, katalis CuSO4.Na2SO4 , H2SO4 pekat, larutan NaOH 6 N, larutan asam borat 2%, indikator Mengsel, larutan H2SO4 terstandarisasi, dan larutan buffer pH 7.
14
Peralalatan utama yang digunakan yaitu pipa aerasi, kompresor sebagai pensuplai udara, reaktor termodifikasi, termometer, flowmeter skala 50 ℓmenit dan peralatan analisis sampel. Peralatan analisis sampel yang digunakan antara lain cawan alumunium, timbangan analitik, sudip, label, cawan porselen, desikator, gegep, labu kjedahl, kjedahl aparatur, pipet mohr 1 ml, pipet mohr 10 ml, gelas piala 50 ml, gelas piala 500 ml, destilator nitrogen semi otomatis, tabung destilasi, labu Erlenmeyer, oven, tanur, buret, tabung ulir, rak tabung reaksi, bulp, stopwatch, kompor penangas, kuvet, spektrofotometer, plastik sampel, mortar dan pH-meter.
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian ini diawali dengan karakterisasi bahan baku blotong dan sludge. Karakterisasi bahan baku awal meliputi kadar air, kadar nitrit, kadar nitrat, nilai C, nilai N dan nilai C/N. Prosedur karakterisasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Karakterisasi awal ini digunakan untuk menentukan perbandingan konsentrasi sludge yang digunakan. Perbandingan konsentrasi sludge yang diperoleh berdasarkan perbandingan nilai C/N campuran dari total bahan campuran. Total bahan baku campuran yang digunakan yaitu 5 kg dry basis untuk tiap reaktor. Penentuan nilai C/N dari pencampuran blotong dan sludge dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. Ratio C/N campuran
% C Blotong % N Blotong
Bobot Bobot
%C %N
Bobot Bobot
Bahan co-composting terdiri dari campuran blotong dan sludge dengan variasi konsentrasi sludge yang digunakan yaitu 0%, 15%, dan 30% dari total campuran.
3.2.2. Penelitian Utama Kegiatan yang dilakukan pada penelitian utama yaitu co-composting campuran blotong dan sludge. Campuran tersebut dimasukan ke dalam reaktor berukuran 30 L. Reaktor yang digunakan merupakan reaktor termodifikasi dengan pipa berlubang yang terdapat pada bagian tengah reaktor (pipa aerasi horizontal) sebagai saluran aerasi di dalam reaktor selama co-composting berlangsung. Peralatan aerasi dapat dilihat pada Gambar 3. Tiap campuran bahan tersebut mengalami perlakuan aerasi yang berbeda yaitu aerasi secara aktif dan pasif. Aerasi secara aktif dilakukan pada satu minggu pertama proses pengomposan. Pada perlakuan aerasi aktif, suplai udara dimasukkan kedalam reaktor (forced aeration) melalui pipa aerasi. Laju aerasi yang digunakan yaitu 2,0 L/menit/kg (berdasarkan total massa bahan baku awal dalam basis kering) sehingga untuk total campuran bahan 5 kg dry basis, laju aerasi yang digunakan yaitu 10 L/menit. Flowmeter digunakan untuk mengukur laju aerasi yang dimasukkan ke dalam reaktor. Pada perlakuan aerasi secara pasif, tidak ada penambahan suplai udara seperti aerasi aktif. Pada aerasi ini digunakan aliran udara alami yang berasal dari lingkungan sekitar reaktor. Tiap perlakuan dilakukan dengan dua kali ulangan. Secara rinci, kombinasi perlakuan pada tiap reaktor dapat dilihat pada Tabel 8.
15
Aerasi
A1
A2
Tabel 8. Kombinasi perlakuan bahan baku penelitian Konsentrasi Sludge (B) Ulangan B1 B2
B3
I
A1 B1I
A1 B2I
A1 B3I
II
A1 B1II
A1 B2II
A1 B3II
I
A2 B1I
A2 B2I
A2 B3I
II
A2 B1II
A2 B2II
A2 B3II
Keterangan : Perlakuan Aerasi (A1) = aerasi secara aktif Perlakuan Aerasi (A2) = aerasi secara pasif
Konsentrasi Limbah Sludge (B1) Konsentrasi Limbah Sludge (B2) Konsentrasi Limbah Sludge (B3) = 30 %
= 0% = 15 %
Proses penguraian bahan organik terjadi pada awal co-composting sehingga aerasi secara aktif dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap aktivitas mikroorganisme pengurai. Suplai udara tambahan (forced aeration) berasal dari kompresor dengan tekanan stabil 0,5 bar. Pemberian udara tambahan dilakukan selama 2 jam tiap harinya selama satu minggu pertama. Reaktor, pipa aerasi dan kompresor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3 (a), 3 (b) dan 3 (c). Rangkaian reaktor pada perlakuan aerasi secara menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b) (c) Gambar 3. (a) Kompresor; (b) Pipa aerasi; (c) Reaktor pengomposan
(a) (b) Gambar 4. (a) Rangkaian reaktor pada perlakuan aerasi aktif (b) Reaktor pada perlakuan aerasi pasif
16
Keterangan : 1. Reaktor
1
2. Bahan Kompos 3. Tempat pengambilan sampel
2
4. Lubang aerasi 3
9
7
10
5. Pipa aerasi reaktor 6. Saluran leacheat 7. Kran pengatur laju aerasi
4
8. Pipa aerasi 9. Pengatur tekanan
5 8 6
10. Aerator
Gambar 5. Skema proses aerasi co-composting Skema rangkaian reaktor pada perlakuan aerasi aktif dapat dilihat pada Gambar 5. Reaktor berbentuk tabung dengan kapasitas volume 30 L. Diameter reaktor dan tinggi reaktor yaitu 30 cm dan 75 cm. Reaktor tersebut termodifikasi dengan pipa aerasi reaktor yang terletak melintang pada badan reaktor. Pipa aerasi reaktor memiliki lubang aerasi yang berfungsi meneruskan udara ke dalam tumpukan bahan baku. Pipa aerasi memiliki kran yang berfungsi mengatur laju aerasi. Reaktor memiliki saluran lindi untuk mengeluarkan air yang terbentuk selama proses co-composting. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik yaitu bagian bawah, tengah dan atas. Pengambilan sampel pada bagian bawah dan tengah dilakukan melalui lubang pengambilan sampel sedangkan pada bagian atas dilakukan melalui tutup reaktor. Secara berurutan, lubang pengambilan sampel bagian bawah dan tengah terletak pada ketinggian 5 cm dan 15 cm dari dasar reaktor. Selain itu, lubang ini juga digunakan untuk pengukuran suhu. Selama periode waktu pengomposan dilakukan pengamatan terhadap suhu setiap harinya. Pengukuran pH, kadar air, kadar karbon dan kadar nitrogen dilakukan setiap satu minggu sekali. Setelah proses pengomposan selesai, karakterisasi dilakukan terhadap kandungan kompos akhir yang meliputi pengukuran suhu, pH, kadar air, nilai C/N, kadar fosfor, dan kadar kalium.
17
3.3. Tata Laksana Penelitian Diagaram alir pelaksanaan penelitian pendahuluan dan penelitian utama dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Limbah sludge
Blotong
Penelitian Pendahuluan Karakterisasi Awal
Formulasi Komposisi Bahan Pada Tiga Taraf yang Berbeda
Formulasi bahan dengan konsentrasi sludge 15 %
Formulasi bahan dengan konsentrasi sludge 0 % db
Formulasi bahan dengan konsentrasi sludge 30 %
Penelitian Utama Co-composting campuran blotong dan sludge
Aerasi secara aktif dengan dua kali ulangan selama empat minggu
Pengukuran suhu setiap hari
Aerasi secara pasif dengan dua kali ulangan selama empat minggu
Pengukuran pH, kadar air, kadar C, dan kadar N setiap seminggu
Pengukuran suhu setiap hari
Pengukuran pH, kadar air, kadar C, dan kadar N setiap seminggu
Kompos
Kompos
Karakterisasi Akhir Kompos
Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian
18
3.4. Rancangan Percobaan Bahan baku kompos dari campuran blotong dan sludge diamati nilai C/N tiap minggu selama proses co-composting. Campuran bahan tersebut mengalami dua perlakuan yaitu areasi dan perbedaan kosentrasi sludge. Perlakuan aerasi terdiri dari duataraf yaitu aktif dan pasif sedangkan perlakuan perbedaan konsentrasi sludge terdiri dari tiga taraf yaitu konsentrasi sludge 0%, konsentrasi sludge 15% dan konsentrasi sludge 30%. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu aerasi dan konsentrasi sludge. Model matematis dari rancangan percobaan untuk penelitian utama adalah sebagai berikut. Yij= μ + Ai + Bj + ABij +
εijk
Keterangan: Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, pada ulangan ke-k μ = Nilai rata-rata Ai = Pengaruh aerasi selama proses co-composting Bj = Pengaruh perbedaan konsentrasi sludge selama proses co-composting ABij = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, εijk = Pengaruh kesalahan percobaan Hipotesis awal: a) Pengaruh Aerasi H0 : A1 = A2 = 0, aerasi tidak berpengaruh terhadap nilai C/N H1 : Minimal ada satu i dimana Ai ≠ 0 b) Pengaruh Konsentrasi Sludge H0 : B1 = B2 = B3 = 0, konsentrasi sludge tidak berpengaruh terhadap nilai C/N H1 : Minimal ada satu j dimana Aj ≠ 0 c) Pengaruh Interaksi Antar Perlakuan Aerasi dan Konsentrasi Sludge H0 : AB11 = AB12 = AB13 = AB21 = AB22 = AB23 = AB31 = AB32 = AB33 = 0, interaksi antar aerasi dan konsentrasi sludge tidak berpengaruh terhadap nilai C/N H1 : Minimal ada satu ij dimana ABij ≠ 0 Perhitungan analisis sidik ragam menggunakan tingkat kepercayaan 95%. Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan nilai F-Hitung lebih rendah dari F-Tabel maka kesimpulan yang diperoleh yaitu terima H0 dan sebaliknya bila nilai F-Hitung lebih besar dari F-Tabel maka kesimpulan yang diperoleh yaitu tolak H0.
3.5. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari – Mei 2011. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Peralatan Industri Leuwikopo dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan (DIT) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
19