III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Mei 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Fateta IPB, Laboratorium Kimia Terpadu IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Bogor, Laboratorium Fharmakologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, dan Laboratorium Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong.
B. Bahan dan Alat 1. Bahan Utama Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah tumbuhan Kamandrah (Croton tiglium L.) yang diambil bijinya untuk di ekstraksi dan diuji bioaktifitasnya. Tanaman ini diambil dari daerah asalnya di Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, Propinsi Kalimantan Tengah. Dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah dengan populasi terbesar seperti pada Gambar 11.
Tamiang Layang, Kabupaten Barito Timur, Propinsi Kalimantan Tengah
Gambar 11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah
36
2. Bahan Pembantu Bahan pembantu lain yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah pelarut kimia etanol (PA), heksana (PA), aquades, aseton, asam askorbat, butanol, dietil eter, oleum ricinin (OR), Na2SO4, KOH, NaCl fisiologis, NaHCO3 dan NH4OH. 3. Hewan Uji Hewan uji yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan dengan bobot badan antara 30-40 g. 4. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat ekstraksi menggunakan alat Maserator, Soxhlet dan Perkolasi. Alat identifikasi senyawa aktif menggunakan Gas Chromatography (GC), Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS), tabung reaksi, stopwatch, kapiler, alat pendeteksi spot berupa lampu UV 254 nm – 366 nm.
Spektroskop,
pengaduk
magnetik, corong buchner, kertas saring, kertas isap, neraca analitik, candle jar, lilin, swap, blender, sentrifuse, ice box, stirer, autoclave, inkubator, laminar flow, mikroskop, object glass, mikropipet, kaca pembesar, cawan petri, tabung reaksi, botol steril, labu ukur, cawan petri, botol scott, botol kecil dan alat gelas lainnya.
C. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan percobaan yang meliputi optimasi proses ekstraksi untuk memperoleh rendemen ekstrak heksana dan etanol, penentuan kandungan bahan aktif ekstrak heksana dan etanol, penentuan dosis ekstrak terstandar yang efektif sebagai bahan laksatif, dan perancangan proses produk sediaan dan analisis kelayakan finansial. Adapun diagram alir proses tahapan penelitian ini dilakukan seperti pada Gambar 12.
37
Evaluasi Taksonomi dan Identifikasi
Biji Kamandrah Croton tiglium Penentuan Karakteristik Kadar Air dan Proksimat Ekstraksi Pelarut Heksana dan Etanol
Ekstrak Etanol
Ekstrak Heksana
Identifikasi dan Karakterisasi 1.Uji Fitokimia 2.Analisis LC-MS dan GC-MS 3.Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Identifikasi dan Karakterisasi 1.Uji Fitokimia 2.Analisis GC dan GC-MS 3.Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Ekstrak Terpilih
Pengembangan Teknologi Proses
Uji Toksisitas/keamanan (Mencit)
Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Penentuan Produk Akhir
Uji Khasiat Sebagai Laksatif (Mencit)
Aplikasi Produk Perancangan Proses : Sintesis Proses Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis Rancangan Proses Stop
Gambar 12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
38
1. Identifikasi dan Analisis Proksimat Biji Tanaman Kamandrah Identifikasi dan evaluasi tanaman kamandrah ini dilakukan sebagai studi pendahuluan (empirical studies) dengan tujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti dan digunakan adalah tanaman kamandrah yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar secara turun-temurun sebagai obat tradisionil (Badan POM, 2005). Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Penentuan kandungan proksimat biji kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan bagian tahapan penelitian pendahuluan, dilakukan untuk menentukan karakteristik serbuk biji kamandrah (Croton tiglium L.) yang meliputi kadar air dan kandungan proksimat antara lain kadar lemak, kadar serat, kadar protein, kadar abu, dan kadar karbohidrat (AOAC, 1995), tatacara pelaksanaannya seperti pada Lampiran 2.
2. Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Hasil Ekstrak Heksana dan Etanol Optimasi proses ekstraksi biji kamandrah merupakan bagian tahapan penelitian dasar yang nantinya digunakan dalam melakukan ekstraksi dan perancangan proses. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode Maserasi. Ekstraksi bertujuan memisahkan komponen-komponen terlarut dari campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik, sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut.
Menurut Harborne (1987) senyawa polar
diekstraksi menggunakan pelarut polar dan senyawa non polar dapat diektraksi menggunakan senyawa non polar. Pada penelitian ini pelarut polar menggunakan etanol dan pelarut non polar menggunakan heksana.
39
Penentuan faktor yang berpengaruh dengan tujuan menentukan apakah faktor yang dicoba berpengaruh secara kualitatif terhadap rendemen ekstrak yang diperoleh. Pelaksanaan penelitian serbuk biji kamandrah direndam dalam labu erlemeyer menggunakan pelarut heksana dan etanol pada waktu pengamatan yang dilakukan sesuai dengan perlakuan empat sampai delapan hari, sedangkan nisbah bahan/pelarut 1/3 sampai 1/7. Ekstrak kasar serbuk biji kamandrah disaring menggunakan kertas saring, filtrat yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan penguapan rotavapor sehingga diperoleh ekstrak yang bebas pelarut. Hasil ekstrak yang diperoleh digunakan untuk uji selanjutnya. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yang diulang sebanyak dua kali. Masing-masing faktor tersebut terdiri dari beberapa taraf sebagai berikut : Faktor I terdiri atas waktu perendamen : A1 = 4 hari, A2 = 6 hari, dan A3 = 8 hari. Faktor II terdiri atas nisbah bahan/pelarut : B1 = 1/3, B2 = 1/5 dan B3 = 1/7. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model matematika (Sudjana, 1994) sebagai berikut : Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ε(ijk) dengan : Yijk µ Ai Bj (AB)ij ε(ijkl)
= peubah yang diukur = rata-rata umum = pengaruh faktor A (waktu perendaman) ke-i, (i = 1, 2) = pengaruh faktor B (nisbah bahan/pelarut) ke-j (j=1,2) = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j. = galat percobaan
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh antar perlakuan.
40
a. Optimasi Proses Ekstrak Heksana Optimasi proses ekstraksi dilakukan terhadap peubah optimum yang meliputi waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang dapat memaksimalkan hasil ekstrak biji kamandrah (Croton tiglium L). Pencarian peubah optimum ini menggunakan Response Surface Method (RSM) (Box et al., 1978). Tujuan metode ini adalah untuk melihat pola kecenderungan respon (rendemen) sebagai hasil interaksi dari peubah bebas. Optimasi proses ekstraksi menggunakan pelarut heksana dilakukan terhadap waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut untuk memperoleh hasil ekstrak yang optimal. Peubah yang diamati adalah hasil ekstrak (g) yang diperoleh dari hasil proses ekstraksi yang dimulai dari maserasi 5 g serbuk biji kamandrah pada waktu dan rasio bahan/pelarut sesuai dengan perlakuan, kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstrak kasar yang diperoleh dari hasil penyaringan di pisahkan menggunakan rotavapor, sehingga diperoleh ekstrak kental.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan dan analisis hasil optimasi menggunakan metode Central Composite Design (Rancangan Komposit Pusat) dan Response Surface Methode (RSM). Menurut
Box dan Draper (1987) ada beberapa langkah-langkah yang
digunakan dalam penggunaan metode Response Surface Methode (RSM) adalah (a) menentukan peubah respon dan peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah respon dan menentukan range dari masing-masing peubah bebas, (b) membuat model persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan membuat rancangan pada percobaan orde kedua, (c) membuat dan menguji model orde kedua, (d) pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model, (e) menentukan kondisi
41
optimum dari model yang sesuai, (f) menganalisa kanonik untuk mempermudah penggambaran kontur dari permukaan respon. Dua peubah berpengaruh yang dicoba dalam penelitian ini yaitu (1) waktu maserasi (X1), dan (2) nisbah bahan/pelarut (X2). Peubah, kode dan taraf kode yang dicoba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut Heksana No.
Peubah
Kode
1.
Waktu Maserasi (hr)
X1
Rendah (-1) 4
2.
Nisbah Bahan/pelarut (g)
X2
1:3
Taraf Kode Sedang (0) 6
Tinggi (+1) 8
1:5
1:7
Pada tahap pemilihan faktor yang berpengaruh dilakukan percobaan dengan rancangan titik faktorial dua faktor dan titik pusat sebanyak dua Ulangan. Rancangan percobaan untuk pendugaan model linier terdiri dari empat unit percobaan faktorial dan empat unit percobaan titik pusat (center points).
Pembentukan model kuadratik
dilanjutkan percobaan rancangan titik bintang (star point) dengan faktor dapat diputar (α) sebesar ± 2k/4 dimana k adalah jumlah faktor. Adapun matrik rancangan percobaan dengan dua faktor tersebut disajikan pada Tabel 5. Model persamaan kondisi optimum respon hasil ekstrak heksana terhadap waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut adalah sebagai berikut : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β11X12 + β22X22 + β12X1X2 + ε dengan, Y X1 X2 ε
= peubah respon = peubah bebas waktu Maserasi = peubah bebas nisbah bahan/pelarut heksana = peubah galat
Data yang diperoleh dari hasil percobaan, dianalisis menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9 dan Statistika versi 6 untuk
42
mendapatkan bentuk permukaan respon dan gambar garis bentuk dari hasil ekstrak yang diperoleh. Tabel 5. Matrik Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Rancangan Percobaan
Variabel Kode No.
X1 (hr)
X2 (g)
X1 (hr)
X2 (g)
1
-1
-1
4
1:3
2
1
-1
8
1:3
3
-1
1
4
1:7
4
1
1
8
1:5
5
0
0
6
1:5
6
0
0
6
1:5
7
0
0
6
1:5
8
0
0
6
1:5
9
-1.414
0
3.172
1:5
10
1.414
0
8.828
1:5
11
0
-1.414
6
7.828
12
0
1.414
6
2.172
Titik Faktorial
Titik Pusat
Titik Bintang
Variabel Asli
Hasil Ekstrak (g)
b. Optimasi Proses Ekstrak Etanol Optimasi proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol dilakukan terhadap waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut untuk memperoleh hasil ekstrak yang optimal. Peubah yang diamati adalah hasil ekstrak (g) yang diperoleh dari hasil proses ekstraksi yang dimulai dari Maserasi 5 g serbuk biji kamandrah pada waktu dan nisbah bahan/pelarut sesuai dengan perlakuan, kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstrak kasar yang diperoleh dari hasil penyaringan di pisahkan menggunakan rotavapor pada suhu 60oC selama 45 menit, sehingga diperoleh ekstrak kental. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan dan analisis hasil optimasi menggunakan metode Central Composite Design (Rancangan Komposit Pusat) dan Response Surface Methode
43
(RSM). Menurut
Box dan Draper (1987) ada beberapa langkah-langkah yang
digunakan dalam penggunaan metode Response Surface Methode (RSM) adalah (a) menentukan peubah respon dan peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah respon dan menentukan range dari masing-masing variabel bebas, (b) membuat model persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan membuat rancangan pada percobaan orde kedua, (c) membuat dan menguji model orde kedua, (d) pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model, (e) menentukan kondisi optimum dari model yang sesuai, (f) menganalisa kanonik untuk mempermudah penggambaran kontur dari permukaan respon. Dua peubah berpengaruh yang dicoba dalam penelitian ini yaitu (1) waktu maserasi (X1), dan (2) nisbah bahan/pelarut (X2). Peubah, kode dan taraf kode yang dicoba pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut Etanol
No.
Peubah
Kode
Rendah
Taraf Kode Sedang
Tinggi
(-1)
(0)
(+1)
1.
Waktu Maserasi (hr)
X1
4
6
8
2.
Nisbah Bahan/pelarut (g)
X2
1:3
1:5
1:7
Pada tahap pemilihan faktor yang berpengaruh dilakukan percobaan dengan rancangan titik faktorial dua faktor dan titik pusat sebanyak dua ulangan. Rancangan percobaan untuk pendugaan model linier terdiri dari empat unit percobaan faktorial dan empat unit percobaan titik pusat (center points).
Pembentukan model kuadratik
dilanjutkan percobaan rancangan titik bintang (star point) dengan faktor dapat diputar (α) sebesar ± 2k/4 dengan k adalah jumlah faktor. Adapun matrik rancangan percobaan dengan dua faktor tersebut disajikan pada Tabel 7.
44
Tabel 7. Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Peubah Kode Rancangan Percobaan
Titik Faktorial
Titik Pusat
Titik Bintang
Peubah Asli
No.
X1 (hr)
X2 (g)
X1 (hr)
X2 (g)
1
-1
-1
4
1:3
2
1
-1
8
1:3
3
-1
1
4
1:7
4
1
1
8
1:5
5
0
0
6
1:5
6
0
0
6
1:5
7
0
0
6
1:5
8
0
0
6
1:5
9
-1.414
0
3.172
1:5
10
1.414
0
8.828
1:5
11
0
-1.414
6
7.828
12
0
1.414
6
2.172
Hasil Ekstrak (g)
Model persamaan kondisi optimum respon hasil ekstrak etanol terhadap waktu Maserasi dan nisbah bahan/pelarut adalah sebagai berikut : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β11X12 + β22X22 + β12X1X2 + ε dengan, Y X1 X2 ε
= peubah respon = peubah bebas waktu maserasi = peubah bebas nisbah bahan/pelarut etanol = komponen galat
Data yang diperoleh dari hasil percobaan, dianalisis menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9 dan Statistika versi 6 untuk
45
mendapatkan bentuk permukaan respon dan gambar garis bentuk dari hasil ekstrak yang diperoleh.
3. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji Kamandrah Sebagai Bahan Laksatif a. Penentuan Kandungan Fitokimia. Penentuan kandungan fitokimia pada bagian biji tanaman kamandrah dilakukan untuk mengetahui kandungan aktif yang terdapat dalam ekstrak heksana dan etanol, menggunakan metode Harborne (1987), meliputi senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan tannin. Alkaloid Ekstrak ditambahkan 10 ml kloroform dan beberapa tetes ammonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H2SO4 2M.
Pada fraksi asam
ditambahkan pereaksi Meyer, Dragendorf, dan Wagner secara sendiri-sendiri. Jika terdapat endapan putih dengan pereaksi Meyer, endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner, maka dinyatakan positif terdapat alkaloid. Flavonoid Contoh dengan bobot tertentu ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit, kemudian ditambah serbuk Mg, 0,2 ml HCl pekat, dan beberapa tetes amil alkohol. Larutan dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna coklat pada lapisan amil alkohol. Steroid/Triterpenoid Contoh ditambahkan etanol lalu dipanaskan dan disaring. kemudian ditambahkan eter.
Filtrat diuapkan
Lapisan eter diambil untuk diuji dengan pereaksi
46
Lieberman Buchard. Terbentuknya warna merah ungu menyatakan positif mengandung triterpenoid dan warna hijau positif mengandung steroid. Tanin Contoh ekstrak sebanyak 1 g ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring. Ke dalam sebagian filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Adanya tanin ditandai dengan terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman.
b. Analisis Komponen Lemak Menggunakan Gas Chromatography (GC) Untuk mengetahui komponen asam lemak yang terkandung dalam ekstrak heksana dilakukan identifikasi menggunakan Gas Chromatography (GC). Proses analisis dilakukan sebagai berikut : Sebanyak 20 mg ekstrak heksana ditimbang dalam tabung bertutup teflon, kemudian ditambahkan 1 ml NaOH 0,5 N dalam metanol. Selanjutnya dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Tabung diangkat dan didinginkan pada suhu kamar, ditambahkan larutan NaCl jenuh 2 ml dan heksana 1 ml serta dikocok selama 12 menit. Fasa organik dibiarkan terpisah dengan baik. Tabel 8. Kondisi, Spesifikasi dan Program Pengaturan Gas Chromatography (GC) Kondisi GC Kolom N2 H2 Suhu Injektor Suhu Detektor Suhu Kolom
Volume Standar Volume Contoh
Spesifikasi dan Program Pengaturan DEGS 10% dalam kromosorb WAW 6 feed x 1/8 inci 20 ml/menit 30 ml/menit 200oC 250oC Suhu terprogram Suhu awal 150oC--Æ ditahan 5 menit Suhu Akhir I 190oCÆ ditahan 10 menit Suhu akhir II 220oC-Æ ditahan 15 menit 2µL 2µL
Lapisan heksana dipindahkan kedalam botol kecil berisi 0,1 g NaSO4 anhidrat dan dibiarkan selama 20 menit. Selanjutnya lapisan heksana dipindahkan ke dalam
47
botol kecil dan contoh siap diinjeksikan ke dalam kromatografi gas dengan kondisi operasi seperti pada Tabel 8. c. Identifikasi Ekstrak Heksana Menggunakan Gas Chromatography (GC) dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pemisahan dan identifikasi komponen mudah menguap dari masing-masing konsentrat biji kamandrah, dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS
dan
seperangkat komputer dengan program Class-5000 Ver. 1.1 (Anonim, 1994). Kondisi, spesifikasi dan program pengaturan alat GC-MS untuk pemisahan-identifikasi komponen mudah menguap biji kamandrah dilakukan menggunakan metode Kumara (1998). Penyuntikan sebanyak 1 µL ke alat GC-MS dilakukan, masing-masing terhadap (1) udara (tanpa contoh dan pelarut), (2) pelarut dietil eter, (3) pelarut dietil eter yang telah dipekatkan, (4) konsentrat mudah menguap hasil ekstraksi 90 menit terhadap serbuk biji kamandrah hasil ekstraksi, (5) konsentrat mudah menguap hasil ekstraksi 90 menit terhadap residu serbuk biji kamandrah yang telah dikurangi lemak-minyaknya, dan (6) konsentrat mudah menguap hasil ekstrak 90 menit terhadap residu serbuk biji kamandrah yang telah dikurangi komponen polarnya. Identifikasi komponen mudah menguap dilakukan dengan bantuan komputer melalui proses pencocokan pola spektra massa masing-masing komponen mudah menguap biji kamandrah yang terpisah dengan menggunakan koleksi spektra massa dari NIST (National Institute Standard and Tecnology)-USA. Fraksi yang dianalisis disuntikkan pada GS-MS sejumlah 1 µl dengan kondisi alat, spesifikasi dan pengaturan yang telah disesuaikan, seperti pada Tabel 9. Penafsiran spektra massa GC-MS dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan database software Class 5000 (Shimadzu) dengan database National
48
Institute Standard and Tecnology (NIST) yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki lebih dari 62.000 pola. Tabel 9. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Kondisi GC Kolom Gas Pembawa Detektor Suhu interface Suhu Injektor Volume injeksi Teknik injeksi Waktu sampling Program suhu: -suhu awal -laju kenaikan suhu -suhu akhir Kondisi MS Energi ionisasi Kisaran massa Interval Resolusi Waktu
Spesifikasi dan Program Pengaturan Kolom kapiler HP 5 dengan panjang 30 meter, diameter dalam 0.32 mm, tebal film 0,25 µm Helium, tekanan 40-45 Kpa MS (mass spectrometer) 230oC 230oC 1µL split/splitless 0.5 menit 40oC, ditahan selama 5 menit 4oC/menit 225oC, ditahan selama 5 menit Spesifikasi dan Program Pengaturan 1.20 kV 33-400 0.5 detik 1000 1.6-56.0 menit
Untuk menetapkan nilai Linier Retention Indices (LRI) dari setiap spektra yang muncul dilakukan dengan perhitungan menggunakan data waktu retensi dari n-alkana standar (C8 – C22) yang disuntikkan dengan konsentrasi 0,1% pada kondisi yang sama dengan kondisi penyuntikan contoh. Perhitungan LRI dilakukan menggunakan rumus : LRIx = ( (tx – tn) / (tn + 1) + n) X 100 dengan, LRIx = indeks retensi linier komponen x tx = waktu retensi komponen x (menit) tn = waktu retensi standar alkana dengan n buah atom karbon yang muncul sebelum komponen x (menit) tn + 1 = waktu retensi standar alkana dengan n + 1 buah aton karbon yang muncul setelah komponen x (menit) n = jumlah atom karbon n-alkana yang muncul sebelum komponen x. Selanjutnya spektra tersebut juga dibandingkan dengan pola spektra yang tersedia pada pustaka.
Setelah itu dilakukan konfirmasi identifikasi dengan
49
membandingkan LRI komponen hasil perhitungan dengan nilai LRI suatu komponen tertentu dari pustaka. Senyawa teridentifikasi dapat dipastikan bila nilai LRI hasil perhitungan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai LRI dari pustaka.
d. Identifikasi Ekstrak Etanol Menggunakan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS) Analisis kandungan senyawa dalam ekstrak etanol dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa apa saja yang terdapat dalam ekstrak etanol tersebut. Oleh karena ekstrak etanol merupakan ekstrak yang bersifat polar, maka dilakukan identifikasi menggunakan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS). Tatacara analisis ekstrak etanol menggunakan LC-MS dilakukan sebagai berikut : Fraksi yang dianalisis disuntikkan pada LC-MS sejumlah 1 µl dengan kondisi alat, spesifikasi dan pengaturan yang telah disesuaikan. Penafsiran spektra massa LCMS dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan database software Class 5000 (Shimadzu) dengan database National Institute Standard and Tecnology (NIST) yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki lebih dari 62.000 pola. Untuk mencari nilai Linier Retention Indices (LRI) dari setiap spektra yang muncul dilakukan dengan perhitungan menggunakan data waktu retensi dari n-alkana standar (C8 – C22) yang disuntikkan dengan konsentrasi 0,1% pada kondisi yang sama dengan kondisi penyuntikan contoh, seperti pada Tabel 10. Selanjutnya spektra tersebut juga dibandingkan dengan pola spektra yang tersedia pada pustaka.
Setelah itu dilakukan konfirmasi identifikasi dengan
membandingkan LRI komponen hasil perhitungan dengan nilai LRI suatu komponen tertentu dari pustaka. Senyawa teridentifikasi dapat dipastikan bila nilai LRI hasil perhitungan memiliki nilai yang sama atau hampir sama dengan nilai LRI dari pustaka.
50
Tabel 10. Kondisi, Spesifikasi dan Program Pengaturan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS) Kondisi LC
Spesifikasi dan Program Pengaturan
Program Suhu Laju kenaikan Suhu
80oC per menit
Suhu akhir
350oC, ditahan selama 20 menit
Solvent cut time
1 menit
Kondisi MS
e.
Energi detektor
1,2 kV
Kisaran massa
43 – 700
Kisaran waktu
Interval 0,5 detik pada 1,2 – 20 menit
Uji Toksisitas Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Terhadap larva udang Artemia salina. Metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa aktif baru yang
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi biasanya dilakukan dengan uji toksisitas larva udang. Metode ini cukup praktis, cepat, mudah, murah dan akurasi tinggi. Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologis suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan konsentrasi letal 50 (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan yang menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LC50 dapat digunakan untuk menentukan toksisitas suatu zat. Data kematian hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LC50 dengan selang kepercayaan 95% dengan menggunakan probit analysis method yang pertama kali dikemukakan oleh Finney. Nilai LC50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik.
51
Uji mortalitas larva udang Artemia salina Leach merupakan salah satu metode uji bioaktif pada penelitian senyawa bahan alam (Laughlin dan Ferrigni.,
1991).
Metode ini telah digunakan untuk berbagai pengamatan bioaktivitas antara lain untuk mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morfin, mikotoksin, karsinogenesitas suatu senyawa, serta polutan air laut (Meyer et al., 1982). Beberapa keuntungan dari uji bioaktif menggunakan larva udang adalah waktu uji yang cepat, murah, tidak perlu terlalu aseptis, sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus, dan tidak memerlukan peralatan khusus. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan memiliki potensi bioaktivitas. Uji toksisitas menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Terhadap larva udang Artemia salina ini dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk menentukan nilai LC50 sebelum melakukan uji toksisitas terhadap hewan uji mencit. Diharapkan hasil pengujian ini sebagai gambaran untuk menentukan dosis pengujian selanjutnya. Tatacara Percobaan Telur udang ditempatkan pada kotak penetasan yang telah disekat pada bagian tengahnya. Kemudian diberi air laut secara perlahan sampai setengah dari volume total dan bagian kotak yang berisi telur udang ditutup dengan timah aluminum, kotak yang telah ditutup ditempatkan dibawah sinar lampu, telur ditetaskan selama 24 jam, telur yang telah menetas akan menjadi larva yang kemudian akan berenang ke bagian kotak yang tidak tertutup oleh timah aluminum, sedangkan cangkangnya akan tertinggal sehingga tidak mengganggu pada saat pengambilan larva untuk uji BSLT. Setelah 48 jam larva udang siap digunakan untuk pengujian. Pembuatan larutan induk. Sejumlah 2 mg ekstrak etanol dan ekstrak heksan ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 1 ml air laut, contoh sukar larut ditambah 10 µl
52
DMSO sebelum penambahan air laut, dikocok hingga homogen. Larutan induk (200 ppm) yang telah dibuat dilakukan pengenceran sehingga didapat dosis 200 dan 20 ppm. Pembuatan larutan seri. Untuk membuat larutan contoh konsentrasi 200 ppm dengan cara menyiapkan sebanyak 100 µl larutan induk, kemudian dipipet ke dalam botol kecil lalu ditambah 900 µl air laut kemudian dikocok hingga homogen. Pembuatan larutan contoh konsentrasi 20 ppm dilakukan sebanyak 100 µl dari larutan dengan konsentrasi 200 ppm dipipet ke dalam botol kecil lalu ditambah 900 µl air laut kemudian dikocok hingga homogen. Sebanyak 10-12 ekor larva udang dimasukkan ke dalam botol kecil yang diisi 100 µl air laut, kemudian ditambah 100 µl larutan contoh. Selanjutnya botol kecil yang telah berisi larva udang dalam air laut tersebut didiamkan di bawah sinar lampu selama 24 jam. Setiap konsentrasi larutan uji dilakukan tiga kali ulangan. Pengamatan Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menggunakan kaca pembesar (loop), kemudian jumlah larva yang mati dihitung. Analisis Data Data yang diperoleh dihitung menggunakan analisis probit.
Rumus yang
digunakan untuk menghitung toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah sebagai berikut: a. Persentase kematian (mortalitas) Jumlah akumulasi mati (AM) Mortalitas (%) =
X 100% Jumlah AM + AH
dengan, AM = Akumulasi Mati AH = Akumulasi Hidup b. LC50 dengan menggunakan persamaan garis regresi linier Y = a + bX
53
4. Penentuan Dosis Efektif Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif a. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Terpilih Sebagai Bahan Laksatif Metoda Transit Intestinal (Anonim, 1993) Uji coba dilakukan pada mencit jantan (ddY) berbobot badan antara 28 – 40 g. Sebelum percobaan dilakukan mencit di-aklimatisasi selama satu minggu. Hewan yang mempunyai karakteristik feces mencit normal selama aklimatisasi dikelompokkan menjadi lima kelompok perlakuan, seperti pada Gambar 13.
(a) Hewan Uji Mencit Jantan
(b) Pengujian Pada Hewan Uji
Gambar 13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit
Kelompok I sebagai kelompok kontrol (-) memperoleh air 0.1 ml /30 g bobot badan (bb), kelompok II memperoleh Oleum Ricini (OR) dosis 0.75 ml/30 g bb sebagai kelompok kontrol (+), dan kelompok yang memperoleh ekstrak kamandrah (Croton oil) dosis 0.03 (Kelompok III), 0.06 (kelompok IV) dan 0.09 ml/30 g bb (kelompok V). Sebelum perlakuan mencit dipuasakan/ tidak diberi pakan selama 18 jam tetapi air minum tetap diberikan ad libitum. Pada menit ke 0 (t0) sediaan uji diberikan intragastrik dengan menggunakan sonde lambung kemudian dengan cara yang sama
54
diberikan larutan norit dosis 0.1 ml/30 g pada menit ke 45 (t45). Pada akhir percobaan yaitu pada menit ke 65 (t65) mencit dieuthanasi dengan khloroform kemudian ususnya dikeluarkan. Panjang usus dari pylorus ke rektum dan panjang usus yang dilewati marker norit diukur. Nisbah antara panjang usus yang terlewati marker (A) dengan panjang usus keseluruhan (B) mencerminkan transit intestinal. Transit Intestinal = (A/B ) x 100 %
Metoda Defekasi (Anonim, 1993) Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dewasa yang memiliki karakteristik tinja normal. Rerata berat badan pada waktu uji coba adalah 30 gram. Hewan coba dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok perlakuan: kelompok I adalah kelompok air yang memperoleh sediaan pelarut, (kontrol negatif) kelompok II , III dan IV adalah kelompok yang memperoleh ekstrak kamandrah (Croton oil) (CO) masing masing dosis 0.03, 0.06 dan 0,09 ml/mencit. Kelompok V adalah kelompok yang memperoleh obat pembanding oleum ricini (OR) dosis 0.75 ml/mencit (kontrol positif). Mencit dimasukkan kandang individual beralaskan kertas saring kemudian karakteristik feces tikus yang dikeluarkan diamati setiap 30 menit selama 4 jam. Pengamatan Karakteristik feces hewan yang diamati meliputi jumlah, berat dan konsistensi (karakteristik) tinja. Analisis Data Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan SNK bila menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada P < 0.05. Sedangkan analisa statistik terhadap karakteristik feces dilakukan dengan uji Mann Whitney.
55
b. Uji Batas Keamanan Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif (Anonim, 1983) Uji Dosis Efektif (ED50) Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan dilakukan selama 3 jam terhadap karakteristik feces yang dikeluarkan. Hewan uji yang memperlihatkan feces lembek dikatakan berespon positif terhadap pemberian perlakuan. Perlakuan yang dicoba pada penelitian ini adalah dosis pemberian ekstrak etanol 0,03 ml, 0,06 ml, dan 0,09 ml/30 g bb. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menghitung dosis efektifnya menggunakan rumus (Thompson dan Weil, 1952; Loomis, 1978) : Log ED50 = log D + d (f + 1) Dengan, D = dosis terkecil yang digunakan d = logaritma kelipatan f = suatu faktor pada Tabel K = jumlah kelompok hewan uji (mencit) – 1 δf = dicari pada Tabel Uji Dosis Letal (LD50) Hewan uji coba mencit ddY jantan yang memiliki bobot 30-40 g. Pengamatan dilakukan selama 24 jam. Perlakuan yang dicoba pada penelitian ini adalah dosis pemberian ekstrak etanol 0,2 ml, 0,04 ml, 0,1 ml, 0,05 ml dan 0,025 ml/30 g bb. Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah banyaknya hewan yang mati, gejala yang terlihat selama pengujian dan tingkat toksisitas relatifnya. Menghitung Dosis Letal (LD50) menggunakan rumus (Laurence dan Bacharach., 1964) : Log LD50 = log D + d (f + 1) dengan, D = dosis terkecil yang digunakan d = logaritma kelipatan f = suatu faktor pada Tabel K = jumlah kelompok hewan uji (mencit) – 1 δf = dicari pada Tabel
56
Data yang diperoleh baik dari hasi uji dosis efektif (ED50) dan dosis letal (LD50) dianalisis untuk menentukan batas keamanan ekstrak yang dicoba dengan perhitungan (Laurence Bacharach., 1964; Loomis, 1978): Batas keamanan = LD50 / ED50
5. Pengembangan Teknologi Proses Ekstrak Terstandar b. Metode Perancangan Proses Metode perancangan proses meliputi sintesis proses dan simulasi proses. Pada penelitian ini metode perancangan proses yang digunakan adalah metode sintesis proses. Sintesis Proses Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses adalah metode sintesis proses. Sintesis proses dimulai dengan mengembangkan teknologi proses ekstraksi menggunakan metode Maserasi. Pertimbangan menggunakan ekstraksi karena selama ini penggunaan biji kamandrah sebagai bahan laksatif, hanya dengan membelah seperempat biji (etnobotani) dan 1-2 g biji (Siagian dan Rahayu, 1999). Pertimbangan menggunakan metode Maserasi karena metode ini tidak menggunakan suhu tinggi diatas 70oC yang dikuatirkan dapat merusak senyawa aktif yang menjadi target. Untuk memperoleh proses produk sediaan ekstrak terstandar, dengan melakukan sintesis proses yang dimulai dari melakukan proses ekstraksi senyawa aktif sebagai bahan laksatif,
penentuan produk akhir ekstrak terstandar menggunakan
metode perbandingan eksponensial (MPE), aplikasi dan formulasi produk (Ansel, 1989; Anonim, 1986). Tahapan akhir dengan membandingkan metode ekstraksi yang dikembangkan dengan metode lainnya yaitu ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet
57
dan perkolasi. Kemudian dilakukan analisis kelayakan finansial terhadap produk yang dihasilkan. Output perancangan proses yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah rancangan proses ekstraksi menggunakan metode terpilih (Maserasi) dan proses pengembangan produk akhir ekstrak terstandar dalam bentuk kapsul. Dari beberapa tahapan sintesis proses tersebut dilakukan sebagai berikut :
1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah Selama ini penggunaan biji kamandrah sebagai bahan laksatif (pencahar) secara turun-temurun dengan memakan seperempat biji. Dari hasil penelitian Siagian dan Rahayu (1999) hanya dengan memakan 1-2 g biji kamandrah dapat berfungsi sebagai bahan pencahar. Pada penelitian ini pengembangan proses ekstraksi dengan melakukan percobaan menggunakan metode Maserasi. Nisbah bahan/pelarut yang digunakan berdasarkan kondisi optimum hasil optimasi. Proses ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah dilakukan dengan metode Maserasi pada suhu ruang (27oC), dengan pertimbangan senyawa bioaktif yang terdapat dalam biji tidak terdegradasi karena pengaruh panas yang tinggi. Nisbah bahan/pelarut 1 : 6,9 g, selama 6,2 hari. Sedangkan tujuan ekstraksi menggunakan metode Maserasi ini agar diperoleh senyawa aktif dari biji kamandrah melalui pemisahan menggunakan pelarut yang bersifat polar (etanol). Menurut Harborne (1987) disamping jenis pelarut, faktor lain yang perlu diperhatikan untuk memperoleh senyawa aktif dalam bahan semaksimal mungkin antara lain waktu maserasi dan nisbah bahan/pelarut yang digunakan.
Adapun proses ekstraksi senyawa aktif biji kamandrah menggunakan
metode Maserasi seperti pada Gambar 14.
58
Buah Kamandrah
Pemilihan Buah Kamandrah
Buah Taknormal
Pengeringan Buah (kadar air 12%)
Uap Air
Pengupasan Kulit Buah
Kulit Buah
Pengupasan Cangkang dari Biji
Kulit Biji
Pengecilan Ukuran (40 mesh)
Serbuk Etanol
Ekstraksi Metode Maserasi Waktu 6.2 jam Nisbah Bahan/pelarut (1 : 6.9)
Ampas
Ekstrak Kasar
Pengeringan Suhu : 60oC Lama : 45 menit
Etanol Etanol hilang
Ekstrak Kental
Pengujian dan Identifikasi Senyawa Aktif
Senyawa Aktif
Gambar 14. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi
Sebelum dilakukan ekstraksi senyawa aktif dari biji kamandrah terlebih dahulu dilakukan penyiapan bahan. Penyiapan bahan dilakukan sesuai dengan standar mutu
59
simplisia yang meliputi pengumpulan bahan, penyortiran buah, pengeringan, pengupasan kulit buah, pengupasan cangkang biji
dan pengecilan ukuran (Badan
POM, 2005).
2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar Oleh karena produk yang dihasilkan berbentuk ekstrak terstandar yang bertujuan sebagai bahan laksatif dengan demikian cara pemberiaan dilakukan secara oral (lewat mulut) maka calon produk yang dipilih berupa tablet, kapsul, sirup dan bubuk. Metode yang digunakan dalam pemilihan produk akhir menggunakan metode perbandingan eksponensial (Marimin, 2004).
Menurut Eriyatno (1998) langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE adalah sebagai berikut : a). Penyusunan calon bentuk sediaan produk akhir jamu pencahar, b).Penyusunan kriteria yang dikaji, c). Penentuan tingkat kepentingan, d). Penentuan skor tiap calon produk akhir pada setiap kriteria, dan e). Perhitungan total skor calon produk akhir. Keuntungan menggunakan metode perbandingan eksponensial adalah nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar karena merupakan fungsi eksponensial, sehingga urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Dari hasil perhitungan total skor tertinggi merupakan produk akhir yang terpilih, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : m TNi = ∑ RKijTKKj j=i dengan TNi = nilai total alternatif ke-i RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK > 0; n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan
60
3. Aplikasi dan Formulasi Aplikasi dan formulasi produk didasarkan atas hasil ekstrak yang diperoleh dan telah dilakukan pengujian terhadap khasiat dan keamanan dari ekstrak yang dihasilkan. Produk yang dibuat atas dasar perlakuan terbaik hasil uji khasiat menggunakan mencit (uji praklinis), kemudian ekstrak terpilih dihitung kesetaraan dengan penggunaan dosis pada manusia.
Berdasarkan nilai kesetaraan tersebut dilakukan konversi untuk
penggunaan pada manusia dilakukan dengan menggunakan Tabel (Laurence dan Bacharach, 1964). Formulasi dosis ekstrak yang diperoleh selanjutnya dikombinasikan dengan bahan pengisi kapsul dan bahan pengering. Ketepatan komposisi bahan pengisi memiliki aturan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients (Anonim, 1986) yang terdiri dari komponen bahan penghancur, bahan pelincir, bahan pelicin, dan bahan tambahan pengisi lain berupa amylum maydis dan avicel. Kesemua komponen ini disesuaikan dengan total solid yang terdapat pada bahan hasil ekstrak yang ada. Menurut Anief (2000), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain (1) bobot harus seragam, (2) keseragaman dari isi zat yang berkhasiat, (3) waktu hancur yang tidak lebih dari 15 menit, dan (4) tersimpan dalam wadah yang tertutup rapat.
4. Pembandingan Untuk menentukan rancangan proses ekstraksi menggunakan metode Maserasi yang telah dilakukan dapat diaplikasikan dengan baik, perlu dilakukan pengujian dengan membandingkan dengan metode lainnya yaitu ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet dan Perkolasi. Parameter pembanding meliputi : suhu ekstraksi, pengambilan kembali (recovery) pelarut (etanol), lama ekstraksi, etanol hilang (loss), nisbah bahan/pelarut, dan rendemen ekstrak yang diperoleh.
61
Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet Alat yang digunakan adalah seperangkat Soxhlet yang terdiri dari tempat sampel, kondensor, labu (tempat pelarut) dan pemanas. Contoh serbuk biji kamandrah (40 mesh) sebanyak 10 g ditempatkan dalam kertas saring dan dibentuk menjadi silinder sesuai dengan ukuran tempat contoh pada Soxhlet. Labu di isi dengan pelarut etanol sebanyak setengah dari volume labu. Proses ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet seperti pada Gambar 15.
Gambar 15. Proses Ekstraksi Menggunakan Soxhlet Selanjutnya proses ekstraksi berlangsung selama 30 menit sampai 36 jam pada suhu 70oC yang ditandai dengan warna bening pada pelarut yang kontak dengan contoh. Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian diuapkan, sehingga ekstrak terbebas dari sisa pelarut menggunakan rotavapor. Adapun diagram alir proses ekstraksi kontinyu menggunakan Soxhlet yang dilakukan adalah sebagai berikut :
62
Serbuk Biji Kamandrah
Etanol (PA)
Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet pada Suhu 70oC Lama reaksi : 8 jam
Ampas
Filtrat + etanol Pengeringan Suhu : 60oC Lama : 45 menit
Etanol
Ekstrak Kental Gambar 16. Diagram Alir Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet
Proses Ekstraksi Secara Perkolasi Proses ekstraksi secara Perkolasi ini terdiri dari tiga bagian peralatan. Bagian I berupa tabung yang berisi pelarut etanol setengah bagian dari tabung yaitu 50 ml, kemudian ditutup rapat. Pada bagian bawah tabung diberi kran untuk mengetahui kecepatan turunnya pelarut etanol. Kecepatan alir pelarut ditentukan selama 4 detik setiap tetesan yang jatuh kedalam tabung II yang berisi contoh serbuk biji kamandrah sebanyak 10 g, agar tidak terjadi penguapan selama proses berlangsung bagian atas ditutup rapat dengan timah aluminum yang hanya dapat dilewati pipa kecil dari tabung. Dengan demikian pelarut dari tabung pertama akan tercampur dengan contoh serbuk biji kamandrah, kemudian pelarut turun melewati contoh dengan membawa ekstrak dari contoh yang terlewati dengan kecepatan 4 detik pertetesan yang ditampung pada labu III dimana bagian atasnya juga ditutup rapat dengan timah aluminum yang hanya dapat dilewati slang teplon tempat mengalirnya ekstrak. Ekstrak kasar yang diperoleh pada labu ke III di uapkan kembali dengan rotavapor agar diperoleh ekstrak
63
kental yang bebas dari pelarut. Ekstrak yang diperoleh ditimbang untuk menentukan hasil ekstrak yang diperoleh.
Proses ekstraksi menggunakan Perkolasi seperti pada
Gambar 17.
Gambar 17. Proses Ekstraksi Secara Perkolasi
Adapun diagram alir proses ekstraksi secara Perkolasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
64
Serbuk Biji Kamandrah Perkolasi Lama ekstraksi : 1.7 jam Suhu : 27oC
Etanol (PA)
Ampas
Filtrat + etanol Pengeringan Suhu : 60oC Lama : 45 menit
Etanol
Ekstrak Kental
Gambar 18. Diagram Alir Proses Ekstraksi Secara Perkolasi
g. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis Perancangan Proses Analisis kelayakan teknis dan ekonomis perancangan proses tujuannya untuk mengkaji sampai seberapa jauh prospek produk yang dihasilkan, maka perlu dilakukan analisis kelayakan teknis dan ekonomis dalam periode waktu tertentu yang meliputi Net Present Value (NVP), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Payback Period (PBP), serta analisis sensitivitas yang memberi nilai tambah dari produk yang dikaji.