25
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Teluk Waworada Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Pengambilan data dilakukan di perairan teluk Waworada, dengan 10 (sepuluh) pengamatan pada penelitian pendahuluan dan 5 (lima) stasiun pengamatan pada penelitian utama dengan jarak antar stasiun ± 4 km dan jarak ± 1 km dari garis pantai ke arah laut. Sedangkan jarak titik sampling ± 0.5 km. Penelitian lapangan untuk pengumpulan data primer dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan Maret s/d bulan Mei 2007.
Gambar : 3. Peta Lokasi Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei yang dirancang berdasarkan SIG (System Information Geografics). Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan teknik acak sederhana (Simple random sampling) (Clark dan Hosking, 1986; Morain, 1999) adalah merupakan teknik yang digunakan untuk penentuan titik pengamatan dengan jarak 0.5 km. Menurut Hadi (2005), bahwa penentuan titik pengambilan sampel air muara atau air laut pada kedalaman tertentu didasarkan pada perbedaan suhu dan salinitas. Untuk daerah pantai atau pelabuhan dengan kedalaman kurang dari 5 meter, titik
26
pengambilannya adalah pada satu meter di bawah permukaan, bagian tengah, dan 0,5 meter di atas dasar laut (Hutagalung, 1997). Pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada pukul 08.00 – 17.00 WITA. Pengamatan parameter fisika dan kimia perairan pada penelitian pendahuluan meliputi suhu, salinitas, pH, kedalaman, kecerahan dan arus dilakukan di 30 titik pengamatan. Parameter fisika, kimia dan biologi pada penelitian utama meliputi DO, pH, nitrat, fosfat, COD, Pb, suhu, kedalaman, kecerahan, salinitas, arus dan hama diukur di 15 titik pengamatan. Sedangkan rumput laut untuk ditimbang berat panen dan kandungan karaginan yang dianalisa di laboratorium diambil di 5 (lima) stasiun pada 15 titik secara acak.
3.2. Penelitian Pendahuluan Sebelum penelitian inti dilakukan survei pendahuluan lebih dahulu dengan melakukan survei langsung ke lapangan. Penelitian pendahuluan ini dimaksudkan untuk menentukan stasiun pengamatan sesuai dengan keseragaman karakteristik biofisik perairan yaitu keterlindungan/ketidakterlindungan dari ombak, kuat lemahnya arus, kedalaman, kecerahan dan habitat yang berbeda (berkarang, karang campur pasir dan pasir). Selain faktor internal di atas juga dilakukan pengamatan terhadap faktor eksternal yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan perairan seperti adanya pengaruh sungai, pertambakan dan aktivitas pemukiman dan pelabuhan perikanan.
27
Gambar : 4. Peta Lokasi dan Stasiun Pengamatan Penelitian Pendahuluan Hasil
pengamatan pendahuluan menunjukan bahwa teluk Waworada
sangat terlindung dari ombak, karena di mulut teluk Waworada terdapat lekukanlekukan garis pantai dan luas mulut teluk Waworada lebih kecil dibandingkan dengan luasan teluknya sehingga mampu mengurangi arus deras dan gelombang besar yang datang dari Samudra Hindia. Hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di 10 (sepuluh) stasiun pengamatan (Gambar 4) yang tersebar di teluk Waworada yang meliputi kecepatan arus berkisar antara 0,15 – 0,35 m/dtk (standar deviasi 0.01 – 0.03 m/dtk), suhu berkisar antara 28 - 32ºC (standar deviasi 0.58 – 1.00 °C), pH berkisar antara 7 – 9 (standar deviasi 0.58 – 1.00), dan salinitas berkisar antara 32 – 36 ppt (standar deviasi 0.58 – 1.00 ppt). Namun kedalaman dan kecerahan di masing-masing stasiun pengamatan sedikit berbeda yaitu berkisar antara 2 - 24 m (standar deviasi 1.50 – 3.61 m) dan kecerahan berkisar antara 1 – 7 m (standar deviasi 0.58 – 1.15 m). Demikian juga habitat perairan seperti berkarang, berkarang campur pasir, dan berlumpur di 10 (sepuluh stasiun) atau 30 (tiga puluh) titik pengamatan yang juga hampir sama (Tabel 7).
28
Tabel 7. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Teluk Waworada Kabupaten Bima Stasiun
Arus (m/dtk)
I
Suhu (°C)
pH
0.18 ± 29.67 ± 8.00 ± 0.03 0.58 1.00 II 0.20 ± 30.67 ± 8.67 ± 0.01 0.58 0.58 III 0.35 ± 31.00 ± 8.67 ± 0.01 1.00 0.58 IV 0.34 ± 29.67 ± 8.33 ± 0.01 0.58 0.58 V 0.34 ± 30.67 ± 8.33 ± 0.01 0.58 0.58 VI 0.18 ± 29.67 ± 8.00 ± 0.01 0.58 1.00 VII 0.20 ± 29.67 ± 8.67 ± 0.01 0.58 0.58 VIII 0.35 ± 30.00 ± 8.67 ± 0.01 1.00 0.58 IX 0.35 ± 30.33 ± 8.33 ± 0.01 0.58 0.58 X 0.35 ± 29.33 ± 8.67 ± 0.01 0.58 0.58 Sumber : Data Primer diolah Tahun 2007
Salinitas (ppt)
Kedalaman (m)
Kecerahan (m)
32.67 ± 0.58 34.00 ± 1.00 34.67 ± 0.58 34.67 ± 0.58 34.33 ± 0.58 32.67 ± 0.58 32.67 ± 0.58 34.67 ± 0.58 35.00 ± 1.00 34.67 ± 0.58
3.33 ± 1.50 4.67 ± 1.53 5.33 ± 1.15 9.67 ± 2.52 13.33 ± 1.53 21.33 ± 1.53 20.67 ± 3.06 4.00 ± 1.00 5.00 ± 1.00 8.00 ± 3.61
1.33± 0.58 2.67 ± 1.15 3.67 ± 0.58 5.33 ± 0.58 5.67 ± 0.58 7.00 ± 0.00 7.00 ± 0.00 3.67 ± 0.58 5.00 ± 1.00 6.67 ± 0.58
Dari pengamatan tersebut dapat diambil suatu gambaran bahwa teluk Waworada termasuk tipe teluk yang terlindung dari ombak dan arus yang deras, dengan parameter fisika dan kimia meliputi suhu, kecepatan arus, salinitas dan pH perairan di stasiun pengamatan yang homogen. Namun kedalaman dan kecerahan di masing-masing stasiun pengamatan heterogen. Habitat perairan yang bertipe berkarang, berkarang campur pasir, dan berlumpur di seluruh stasiun pengamatan juga masih tergolong homogen. Mengingat kondisi fisika dan kimia perairan teluk Waworada yang homogen, maka dalam penentuan stasiun pengamatan dilakukan pengamatan terhadap faktor eksternal yang sekiranya dapat mempengaruhi kondisi biofisik teluk Waworada yaitu meliputi 5 (lima) kelompok, yaitu : 1. Kelompok satu (St1) adanya pengaruh sungai yang membawa limpasan air tawar yang akan mempengaruhi kondisi fisika dan kimia perairan seperti suhu, salinitas dan pH.
29
2. Kelompok dua (St2) adanya tambak akan mempengaruhi kondisi perairan karena limpasan sisa air tambak yang banyak membawa partikel organik (kimia) yang dapat mempengaruhi kandungan kimia perairan. 3. Kelompok tiga (St3) adanya aktivitas manusia seperti pemukiman yang dapat menghasilkan limbah sehingga menurunkan kualitas perairan. 4. Kelompok empat (St4) adanya aktivitas manusia seperti pelabuhan yang dapat menghasilkan limbah cair seperti minyak juga dapat menurunkan kualitas perairan. 5. Kelompok lima (St5) adalah titik yang mewakili daerah dengan kegiatan yang minim ataupun tidak ada kegiatan sama sekali. Sehingga penentuan stasiun pengamatan pada penelitian ini yang hanya meliputi 5 (lima) stasiun pengamatan dan 15 (lima belas) titik sampling yang letaknya berderet di bagian utara teluk dianggap cukup mewakili keseluruhan perairan teluk Waworada Kabupaten Bima (Gambar 5). Dalam kegiatan penentuan stasiun pengamatan ini juga dibantu dengan alat GPS (Global Positioning System).
Gambar : 5. Peta Lokasi dan Stasiun Pengamatan Penelitian Utama
30
3.3. Penelitian Utama Pengumpulan Data Primer Data primer dikumpulkan secara langsung di lapangan pada setiap stasiun. Parameter yang diamati/diukur meliputi parameter fisika, kimia dan biologi. Secara rinci parameter yang diamati/diukur disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Parameter fisika, kimia dan biologi yang diamati selama penelitian No 1.
2.
3.
Parameter
Alat Pengukuran
Frekwensi (Kali)
Keterangan
Fisika • Kecerahan • Suhu • Kecepatan Arus • Kedalaman
Secchi disk Termometer Floating roach dan stopwatch Tali penduga dan meteran
3 3 3 3
Insitu Insitu Insitu Insitu
Kimia • Salinitas • pH • Fosfat • Nitrat • DO • COD • Logam berat (Pb)
Refraktometer Kertas lakmus merah Spektrofotometer Spektrofotometer Titrimetrik Spektrofotometer Spektrofotometer
3 3 3 3 3 3 3
Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Biologi • Hama Pengganggu
Visual dan Wawancara
-
Insitu
Frekwensi : 3 kali/42 hari (Minggu kedua, keempat dan keenam). a. Parameter Fisika Parameter fisika yang diamati meliputi : Kecerahan (m) : alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan adalah secci disk, alat ini diturunkan sampai kedalaman tertentu kemudian diukur kecerahannya sampai dengan batas penglihatan. Suhu permukaan (°C) : alat yang digunakan adalah termometer dengan dicelupkan sampai kedalaman ± 30 cm. Kecepatan arus (m/detik) : alat yang digunakan adalah floating roach dan stopwatch. Cara pengukurannya dengan menurunkan alat tersebut ke dalam air sampai pada kedalaman tertentu atau ± 30 cm dari permukaan air. Untuk mendapatkan nilai kecepatan arus maka dihitung sampai sejauhmana alat tersebut dibawa oleh arus. Standar yang digunakan adalah tali yang diikatkan pada floating roach. Apabila floating roach tersebut berpindah atau dibawa oleh arus, maka tali itu akan renggang, sehingga dengan demikian dapat ketahui bahwa floating roach tersebut sudah berpindah sepanjang tali yang telah ditentukan. Misalnya panjang tali 5 meter, memerlukan waktu beberapa
31
menit berpindah dari tempat semula. Dari uraian tersebut dapat diperjelas dengan rumus V = L/S dimana V = kecepatan arus (m/dtk), L = jarak tempuh (m), dan S = waktu (detik). Selanjutnya untuk kedalaman perairan (m) diukur dengan menggunakan alat meteran dan tali penduga. Secara keseluruhan pengamatan parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan. b. Parameter Kimia Pengambilan contoh air untuk mengukur parameter kimia dilakukan pada minggu kedua, keempat dan keenam. Contoh air diambil dengan menggunakan kemmerer water sampler, secara vertikal yaitu permukaan (± 30 cm dari atas permukaan), pertengahan (± 1.5 m atau tergantung kedalaman air) dan dasar (± 30 cm dari dasar). Beberapa parameter kimia meliputi : salinitas (ppt), alat yang digunakan adalah refraktometer dengan mengambil
contoh air permukaan lalu diukur
salinitasnya; pH diukur langsung ke lapangan dengan mencelupkan kertas lakmus merah ke dalam air kemudian dibandingkan warna yang ada di tabel; kelarutan oksigen (DO) diukur secara langsung di lapangan dengan cara titrasi (metode winkler). Sedangkan fosfat, nitrat, COD, dan logam berat (Pb), contoh air diambil langsung pada setiap stasiun pengamatan dengan menggunakan kemmerer water sampler kemudian disimpan dalam botol sampel setelah terlebih dahulu dilakukan pengawetan dengan asam sulfat (H2SO4) kemudian disimpan dalam box yang berisi es. Selanjutnya dianalisis di Laboratorium Manajemen Produktivitas Lingkungan IPB Bogor. c. Parameter Biologi Hama pengganggu Pengamatan hama pengganggu dilakukan dengan metode visual sensus dan wawancara langsung dengan nelayan. Pengamatan secara visual yaitu pengamatan untuk mengetahui jumlah hama pengganggu baik yang menempel langsung ke thallus rumput laut maupun yang berada di dasar perairan. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode sensus yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada thallus rumput laut dan snorkling di sekitar area budidaya rumput laut. Untuk mengelilingi area tersebut dengan menggunakan sampan supaya memudahkan mengamati hama yang menempel
32
pada thallus rumput laut. Sedangkan untuk mengamati hama yang ada di dasar perairan dengan melakukan snorkling di permukaan air. Metode pengamatan sensus ini diawali dengan pemasangan garis transect dengan ukuran 50 m dengan menarik garis lurus ke depan dengan perkiraan jarak pandang pada waktu snorkling ke arah kanan 2,5 m dan ke arah kiri 2,5 m sehingga keseluruhan 5 m (English, et al, 1994). Luasan area budidaya rumput laut dalam satu stasiun pengamatan seluas 1.000 m2 (10 tali). Dalam pengamatan satu tali membutuhkan waktu 30 menit dan untuk 10 tali membutuhkan waktu 300 menit atau 5 jam/petak (stasiun) pengamatan. Selama pengamatan berlangsung dicatat apa yang diamati meliputi hama mikro seperti larva bulu babi (Tripneustes) dan larva teripang yang menempel pada thallus rumput laut. Sedangkan hama makro seperti
ikan
beronang (Siganus spp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), bintang laut (Protoneustes nodosus), dan penyu hijau (Chelonia midas) digunakan metode snorkling yaitu pengamatan secara visual di permukaan air sambil berenang lurus ke depan sampai sejauh 50 m. Untuk membantu penglihatan di dalam air maka digunakan masker dan alat bantu pernapasan. Untuk lokasi (stasiun) pengamatan yang kedalamannya > 5 m, maka digunakan metode wawancara dengan nelayan sebanyak 15 orang yang berpengalaman menyelam dan menangkap ikan di sekitar stasiun pengamatan yang telah ditetapkan pada waktu penelitian berlangsung. d. Produksi Untuk menghitung produksi rumput laut, maka dilakukan pengambilan sampel rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan. Budidaya rumput laut biasanya dilakukan dengan menggunakan tali. Ada 2 (dua) jenis tali untuk budidaya rumput laut yaitu tali induk dan tali ris. Tali induk adalah tali utama tempat tali ris diikatkan. Sedangkan tali ris adalah tali dimana rumput laut diikatkan. Lebar ke samping (tali induk atau tali untuk mengikatkan tali ris) 20 m, panjang tali ris (tali untuk mengikatkan rumput laut) 50 m, jarak antara tali ris (tali tempat rumput laut diikatkan) ± 2 m, dan jarak tanam antar rumpun ± 25 cm. Satu unit budidaya biasanya terdiri dari 10 (sepuluh) tali ris. Satu nelayan biasanya memiliki 5 – 10 unit budidaya dan lama pemeliharaan biasanya 40 – 42
33
hari. Satu unit budidaya akan menggunakan lahan seluas 1000 m2 atau satu unit budidaya terdiri dari 2000 rumpun / 1000 m2 (Gambar 6).
Data yang diambil untuk menghitung produksi rumput laut diambil dengan cara ditimbang berat rumput laut saat awal budidaya dan pada saat panen. Pemeliharaan rumput laut dilakukan oleh nelayan (petani). Satu unit budidaya terdiri dari 10 tali ris. Jarak antara tali ris dengan tali ris yang lain ± 2 m. Jadi secara keseluruhan banyaknya ikatan rumput laut 200 rumpun/tali ris atau 2.000 rumpun/1.000 m2. Dalam satu stasiun, pengambilan sampel hanya diwakili oleh satu nelayan dan diambil 10 (sepuluh) tali ris dan dari masing-masing tali ris diambil untuk ditimbang secara keseluruhan. Untuk menghitung produksi rumput laut maka rumput laut tersebut terlebih dahulu ditimbang dalam keadaan basah sebelum dibudidayakan sebagai berat awal (B0). Berat awal (B0) adalah berat rumput laut sebelum dibudidayakan. Setelah ditimbang rumput laut tersebut diikatkan pada tali ris, dan tali ris (tali pemeliharaan) tersebut diikatkan pada tali induk.
34
Untuk menjaga kemungkinan kematian atau rusak pada rumput laut yang telah diikatkan sebagai sampel maka dipersiapkan 1 (satu) tali ris sebagai pengganti (yang sebelumnya juga sudah ditimbang) yang ditempatkan pada lokasi yang berdekatan. Hal ini dimaksudkan supaya memudahkan dalam pengukuran berat panen (B42). Sebelum ditimbang, rumput laut terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan air laut supaya bersih dari kotoran dan biota penempel lainnya. Untuk mendapatkan nilai produksi/ha maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : Berat panen total (Bt) / tali ris dibagi dengan luas panen budidaya atau dapat digambarkan sebagai berikut: P=
Bp Lp
......................................................
(1)
Keterangan : P = Produksi total (kg/ha) Bp = Berat panen ( kg) Lb = Luas panen (ha) e. Kandungan karaginan Untuk mendapatkan data kandungan karaginan rumput laut, maka diambil sampel rumput laut pada umur 42 hari setelah tanam (HST). Pengambilan sampel untuk diuji kandungan karaginannya diambil secara acak di 10 tali. Masingmasing tali diambil 10 rumpun. Setelah sampel diambil, kemudian dicuci supaya bersih dari kotoran kemudian ditimbang dengan berat berkisar antara 100 – 200 gram berat basah/rumpun dan dijemur selama 2-3 hari sampai kering. Penjemuran dilakukan di atas para-para dan selama penjemuran terus dijaga agar sampel uji tidak rusak atau kena hujan. Sampel uji yang telah dijemur dan telah kering dilakukan analisa kadar air di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Perhitungan kadar air dengan rumus sebagai berikut :
KadarAir (% ) =
KehilanganBobot x100% ............................... BobotSampel
(2)
Penentuan kandungan karaginan dilakukan untuk setiap sampel dengan menggunakan metode Ainsworth dan Blanshard (1980). Selanjutnya penentuan
35
kandungan karaginan dapat diukur berdasarkan rumus sebagai berikut (Syaputra, 2005) : Karaginan(% ) =
BeratKaraginan x100% BeratSampel
..............................
(3)
Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder antara lain diperoleh dari hasil-hasil penelitian, literaturliteratur penunjang dan peta-peta yang berhubungan dengan lokasi penelitian.
3.4. Analisa Data Analisis Komponen Utama Analisis variasi spasial karakteristik kualitas perairan antara stasiun pengamatan digunakan suatu pendekatan analisis statistik multivariabel yaitu Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis) (Lagendre dan Lengendre, 1984; Foucart, 1985; Tabachnich dan Fidell, 1996). Analisis ini dimaksudkan untuk mendapatkan komponen utama dan bobot matrik kesesuaian lokasi budidaya rumput laut. Bobot matrik kesesuaian tersebut akan diperoleh dari besarnya korelasi dari beberapa parameter biofisik yang meliputi parameter fisika (kecerahan, suhu, kecepatan arus dan kedalaman); kimia (salinitas, pH, fosfat, nitrat, DO, COD dan Pb); biologi (hama pengganggu). Analisis PCA dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak (software) XL Statistica 4.4 dengan tahapan sebagai berikut : 1. Menetapkan variabel 2. Menyusun struktur data asal (kualitatif) ke dalam data kuantitatif 3. Menginput data kuantitatif ke dalam software XL Statistica 4.4 4. Menentukan jumlah faktor utama berdasarkan nilai eigen values tertinggi 5. Menyederhanakan variabel berdasarkan kontribusi tertinggi dari masingmasing variabel terhadap faktor utama yaitu (≥ 0,90). 6. Menyimpulkan hasil analisis komponen utama Nilai bobot matrik kesesuaian lokasi pengembangan budidaya rumput diperoleh dengan mengambil hasil analisis dari parameter yang diamati misalnya suhu, DO, pH, COD, salinitas, arus, nitrat, fosfat, Pb, kecerahan, kedalaman,
36
hama, produksi biomas dan karaginan rumput laut. Hasil analisis dari masingmasing parameter biofisik dengan PCA (Prinsipil Component Analisis) tersebut akan diperoleh nilai parameter utama (Faktor utama ke-i) (kolom 3 Tabel 9). Untuk mendapatkan nilai prosentase (%) (kolom 4 Tabel 9) maka nilai parameter faktor utama ke-i (kolom 3 Tabel 9) dijumlahkan dan dibagi dengan nilai total parameter ke-i (Σ Faktor utama ke-i ) dan dikalikan 100% (Tabel 9) : Tabel 9. Matrik, Prosentase Faktor Utama Parameter Biofisik Usaha Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Teluk Waworada Kabupaten Bima. Parameter Sumber Faktor utama ke-i Prosentase (%) Bobot DO 10*** pH 10**** ** Salinitas 10 Suhu 10**** * Nitrat 12 Fosfat 12* *** COD 10 ** Pb 10 Arus 10** ** Kecerahan 10 Kedalaman 15** ** Hama 5 Jumlah Σ Faktor utama ke-i 100.00 * Sumber : Aslan (1988), **Radiarta et al. (2005), ***KLH (1988), **** Bakosurtanal (2005). Prosentase faktor utama ke-i secara kuantitatif menggunakan pendekatan sebagai berikut :
βi =
FUi x100% ∑ FUi
...........................................................
(4)
Keterangan : ßi = Faktor pembobot (%) FUi = Faktor utama ke-i Σ FUi = Jumlah total faktor utama ke-i
Analisis Kesesuaian Lokasi Untuk Budidaya Rumput Laut Tahap awal dari analisis kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut meliputi penyusunan matrik kesesuaian yang merupakan dasar untuk analisa keruangan. Matrik ini disusun melalui studi pustaka sehingga sapat diketahui
37
parameter-parameter yang diperlukan untuk kegiatan budidaya rumput laut. Kriteria yang digunakan dalam penyusunan matrik untuk menentukan kelayakan lokasi budidaya rumput laut mengacu pada kriteria yang telah disusun oleh Aslan (1988); KLH (1988); Bakosurtanal (2005) dan Radiartha, et al. (2005) Tabel 10. Secara umum terdapat empat tahapan analisis yang akan dilakukan, yaitu (1) penyusunan peta kawasan, (2) penyusunan matrik kesesuaian, (3) pembobotan dan pengharkatan, dan (4) melakukan analisis spasial untuk kesesuaian budidaya rumput laut. 1. Penyusunan peta kawasan Penggunaan kawasan mengacu pada kenyataan bagaimana kawasan tersebut digunakan. Penentuan kategori penggunaan kawasan didasarkan pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik digolongkan ke dalam satu kategori dan dapat diperhitungkan sebagai satu jenis dalam dominannya. Penyusunan peta kawasan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografi (GIS), yaitu dengan melakukan query terhadap data SIG dengan menggunakan prinsip-prinsip kawasan sehingga informasi spasialnya dapat diketahui : -
Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan budidaya rumput laut, dan kawasan mana saja yang dijadikan sebgai kawasan lindung.
-
Hasil penyusunan peta kawasan yang sesuai dengan peruntukannya dapat saja berbeda dengan penggunaan kawasan pada saat sekarang.
2. Penyusunan matrik kesesuaian Matrik kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut berdasarkan hasil studi pustaka. Matrik ini sangat penting untuk disusun, mengingat dari matrik tersebut akan dapat diketahui data dari berbagai parameter dan cara analisisnya. Kategori kesesuaian pada matrik ini menggambarkan tingkat kesesuaian lokasi untuk pengembangan budidaya rumput laut. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi kedalam 3 (tiga) kategori yang didefinisikan sebagai berikut : Kategori (S1) : Sangat Sesuai (highly suitable). Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata
38
terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan. Kategori (S2) : Sesuai (suitable) Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkat perlakuan yang diperlukan. Kategori (N) : Tidak Sesuai (Not Suitable) Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. Matrik kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut yang digunakan adalah sebagai berikut (Tabel 10). Tabel 10. Matrik, bobot, dan skor untuk kesesuaian lokasi budidaya rumput laut. (seaweed culture). Parameter
Bobot (ßi)
1
2
Kecerahan Arus Kedalaman Hama Salinitas Nitrat Pb Suhu COD DO Fosfat
S2 (20) ßi . xi
ßi . xi
6
7
8
1–3
20
-
<1
30
-
0.31 – 0.40
20
-
< 0.20 & 0.40
10
1 – 10
30
-
11 – 15
20
-
<1&> 15
10
< 10
30
-
10 – 70
20
-
> 70
10
20
-
< 28 & > 34
10
20
-
< 0.01 & > 1.0
10
20
-
>1
10
-
0.20 – 0.30
-
30
-
28 – 31
30
-
-
0.010.07
30
-
-
< 0.01
30
-
-
26 - 31
30
-
-
10 - 90
30
-
-
>6 0.10 – 0.20
30
-
Total
Skor klas (xi)
-
>3
-
Kriteria
S3 (10) Skor Kriteria klas (xi) 9 10
5
-
-
pH
S1 (30) Skor Kriteria klas (xi) 3 4
7.5 – 8.0 S1
30
-
30
-
32 – 34 0.8 – 1.0 > 0.01 –1 32 - 35 91 100 4-5 0.21 – 0.30 8.0
Σßi xi
S2
-
< 26 & > 35
10
20
-
> 100
10
20
-
<4 < 0.01 & > 0.30
10
-
20
Σßi xi
12
-
**
-
10
< 7.5 & > 0.8
-
10 N
Σßi xi
Sumber : *Aslan (1988), **Radiarta et al. (2005), ***KLH (1988), ****Bakosurtanal (2005) 3. Pembobotan dan pengharkatan Pembobotan
pada
setiap
faktor
pembatas/parameter
Sumber
11
10
20
20
ßi . xi
ditentukan
berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan.
** ** ** ** * ** **** *** **** * ****
39
Besarnya pembobotan ditunjukan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lokasi. Nilai bobot (ßi) (kolom 2 Tabel 10) diperoleh dari hasil parameter utama pertumbuhan rumput laut hasil pengukuran di teluk Waworada Kabupaten Bima yang dianalisa dengan Analisa Komponen Utama
(Principal Component
Analysis). Untuk setiap parameter dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas yaitu sangat sesuai (S1) diberi skor klas (30), sesuai (S2) diberi skor klas 20, dan tidak sesuai (N) diberi skor klas 10. Untuk menyimpulkan tingkat kesesuaian lokasi (stasiun) maka dilakukan penjumlahan nilai akhir seluruh parameter pada stasiun yang bersangkutan (Y = Σ Nilai Bobot x Skor). Untuk mendapatkan nilai selang kelas (X), maka nilai S1
ditambah S2 dibagi dua, nilai S2 ditambah N dibagi dua. Dengan demikian untuk kategori kesesuaian lokasi budidaya rumput laut berada pada kisaran sebagai berikut : Kategori Sangat Sesuai (S1) : Y > 2500 Kategori Sesuai (S2)
: Y = 1500 - 2500
Kategori Tidak sesuai (N) : Y < 1500 4. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan untuk kesesuaian lokasi budidaya rumput laut. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai kebutuhan/parameter masing-masing jenis kesesuaian lokasi. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk polygon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan (union) masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lokasi. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai Indeks Overlay dari masing-masing jenis kesesuaian lokasi tersebut. Pengolahan data SIG dilakukan dengan menggunakan ArcView GIS Version 3.3.