III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah grit jagung berukuran 24 mesh, tepung beras, tepung gandum, tepung kentang, bubuk coklat, garam, pemanis, pengembang, minyak goreng, pewarna kuning, pewarna hitam, dan air. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 10 M, HCl 0.5 M, larutan iodium, akuades, dan berbagai reagen lainnya sesuai dengan kebutuhan analisis. Alat yang digunakan adalah ekstruder ulir ganda, drying oven, mixer, Stable Micro System TA.XT Texture Analyzer, grain moisture tester, termometer, gelas kimia, tabung reaksi, gelas ukur, grinder, shaker, sentrifuse, stopwatch, spektrofotometer, kuvet, tisu, neraca analitik, saringan, caliper, cawan alumunium, desikator, pipet volumetrik, pipet mohr, pipet tetes, sudip, gelas ukur, dan alat gelas lainnya.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Secara garis besar tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 13. 1. Identifikasi mesin dan penentuan kondisi pengoperasian eksruder Setiap jenis mesin ekstruder memiliki kondisi pengoperasian yang berbeda – beda. Oleh karena itu, percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses dari mesin ekstruder yang digunakan sehingga diperoleh hasil ekstrusi yang memiliki karakteristik optimal. Kondisi proses yang ditentukan adalah feed screw speed, extruder screw speed, suhu barrel (Tmixing, Tcooking, Tdie), feed moisture content, dan knife speed. Percobaan menggunakan grit jagung dengan ukuran 24 mesh, sebanyak 10 kg hingga diperoleh hasil ekstrusi yang optimal. Sebagai acuan mula – mula, digunakan kondisi proses seperti pada table 3:
25
Tabel 3 Kondisi proses ekstrusi untuk bahan berbasis jagung Kondisi Proses Nilai Dry corn meal feed rate
450 kg/jam
Extruder screw speed
300 – 600 rpm
Extruder barrel temperature
120 – 160 oC
Feed moisture
12 – 20 % wb
Sumber: Huber dalam Rooney (2002); Harper dalam Kokini et al (1992)
. Identifikasi mesin dan penentuan kondisi pengoperasian ekstruder
Preparasi sampel dengan perlakuan perbedaan jenis tepung substitusi dan tingkat substitusi
Proses ekstrusi
Analisis :
Kadar air produk Derajat pengembangan Tekstur secra objektif Water absorption index (WAI) Water solubility index (WSI) Derajat gelatinisasi Bulk density Tekstur secara subjektif
Uji Organoleptik: Tingkat penerimaan Tingkat kelengketan di gigi
Analisis Menggunakan Statistika (ANOVA)
Gambar 13 Garis Besar Pelaksanaan Penelitian
26
2. Preparasi sampel Grit jagung ukuran 24 mesh dicampur dengan tepung substitusi. Tiga jenis tepung substitusi digunakan, yaitu tepung beras, tepung terigu, dan tepung kentang pada dua tingkat konsentrasi (5 %; 10 %) dari total berat grit jagung dan tepung. Peningkatan konsentrasi tepung berarti pengurangan konsentrasi grit jagung pada formulasi (Jagung : Tepung = 95:5; 90:10). Pengambilan konsentrasi tepung dimulai dari 10 % sesuai dengan formulasi existing untuk tepung beras dari perusahaan. Selanjutnya ditambahkan bahan minor lainnya sesuai dengan formulasi existing dari perusahaan. Sejumlah air ditambahkan dengan volume tertentu ke dalam adonan sehingga mencapai kadar air yang diinginkan, yaitu kadar air terbaik yang diperoleh dari penentuan kondisi pengoperasian ekstruder. Setelah itu adonan dibiarkan selama 15 menit agar air meresap secara homogen di dalam adonan. Kadar air pada adonan diukur menggunakan moisture tester. Dengan demikian terdapat 7 kombinasi sampel berbeda yang diujikan (2 x 3) dan satu sampel yang tidak dilakukan substitusi tepung sebagai kontrol.
3. Proses ekstrusi Tujuh sampel yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam mesin ekstruder ulir ganda dengan kondisi proses yang telah ditentukan pada penelitian pendahuluan. Kemudian produk ekstrusi dikeringkan hingga mencapai maksimal kadar air 4 % sesuai dengan SNI 01-28862000 untuk produk ekstrusi. Pengeringan dilakukan dengan oven pengering pada suhu 115 oC – 135 oC selama 5 – 15 menit. Produk hasil pengeringan dikemas di dalam plastik dengan barrier vacum metalized poliethylene terepthalate (PET 12 mikron). Menurut Anonim (2009), plastik jenis ini memiliki permeabilitas rendah terhadap oksigen, gas, dan uap serta resisten terhadap retakan, air, dan kimia.
27
4. Analisis produk ekstrusi Analisis produk ekstrusi meliputi analisis terhadap kadar air setelah pengeringan,
tekstur
(kekerasan),
absorption index (WAI),
derajat
gelatinisasi,
water
water solubility index (WSI), derajat
pengembangan dan bulk density.
5. Uji organoleptik Uji organoleptik yang digunakan ialah uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang terhadap sifat produk, dilakukan dengan menggunakan uji rating hedonik terhadap tekstur, rasa keseluruhan, aftertaste, dan tingkat kelengketan. Panelis yang digunakan ialah panelis tidak terlatih sebanyak 24 orang. Pengolahan data yang digunakan masih tergolong sederhana, yaitu hanya mereratakan hasil penilaian dari panelis. Hasil rerata setiap atribut sensori kemudian dikalikan dengan persentase bagian masing – masing untuk mendapatkan nilai Level of Asceptance secara keseluruhan (overall), yaitu 60% untuk tekstur, 20% untuk rasa keseluruhan, dan 20% untuk aftertaste. Hasil rerata tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai rerata standar dari perusahaan, yaitu sebesar 3.5. Kuesioner uji organoletik dapat dilihat pada Lampiran 16.
C. METODE ANALISIS PRODUK EKSTRUSI 1. Kadar air (AOAC, 1995) Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 100-105 oC dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 oC selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut
dipindahkan
ke
desikator,
didinginkan
dan
ditimbang.
Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dengan berat akhir. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :
28
Kadar air =
x 100%
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir ( g) b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
2. Tekstur (kekerasan) (Stable Micro System TA.XT Texture Analyzer) Pengukuran tekstur dilakukan secara objektif menggunakan Stable Micro System TA.XT Texture Analyzer. Parameter yang diukur adalah kekerasan produk. Tingkat kekerasan ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan probe dan dinyatakan dalam kilogram force (kgf). Semakin besar gaya yang digunakan untuk menekan produk hingga patah, maka nilai kekerasan akan semakin besar yang berarti produk semakin keras. Probe yang digunakan ialah Large 3 Point Bend Rig (A/3PB). Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan produk. Setting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran kekerasan produk ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Setting Texture Analyzer untuk Kekerasan Produk Pre-Test Speed
1 mm/s
Test Speed
1 mm/s
Post-Test Speed
10 mm/s
Distance
15 mm
Trigger Force
10 g
Data Acquisition Rate
200 pps
3. Derajat gelatinisasi, metode spektrofotometri (Muchtadi et al.,1988) Derajat gelatinisasi didefinisikan sebagai rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati dari produk yang dihitung dengan metode spektrofotometer dengan mengukur kompleks pati-iodin yang terbentuk dari suspensi contoh sebelum dan sesudah dilarutkan dalam alkali. Persiapan contoh adalah sebagai berikut : Produk dihaluskan sampai 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 gram dan didispersikan dalam 29
100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi ini kemudian disentrifuse pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0.5 HCl 0.5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Kemudian contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Suspensi lain disiapkan dengan cara mendispersikan 1 gram produk yang sudah dihaluskan pada 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10 M. Suspensi dikocok selama 5 menit kemudian disentrifuse selama 15 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, ditambah 0.5 ml HCl 0.5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung tersebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Pengamatan dilakukan dengan urutan sebagai berikut : (1) Larutan yang ditambah HCl digunakan sebagai standar (blanko) pati tergelatinisasi; (2) Larutan bahan yang ditambah HCl dan larutan iodium digunakan sebagai larutan pati tergelatinisasi; (3) Larutan bahan yang ditambah NaOH dan HCl sebagai larutan standar total pati; (4) Larutan bahan yang ditambah NaOH, HCl dan larutan iodium sebagai larutan total pati. Derajat gelatinisasi dihitung dengan rumus:
Derajat gelatinisasi (%) = Nilai absorbansi pati tergelatinisasi x 100% Nilai absorbansi total pati
4. Water Absorption Index (WAI), metode sentrifugasi (Modifikasi Anderson, 1969) Sebanyak 0,5 gram sampel dalam bentuk tepung dengan ukuran 100 mesh disuspensikan dalam 15 ml aquades, diaduk dengan menggunakan stirrer selama 30 menit sampai semua bahan terdispersi merata. Selanjutnya tabung disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm pada suhu ruang selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh 30
dituangkan secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifuse beserta residunya ditimbang untuk mengetahui beratnya. Berat residu yeng diperoleh mengekspresikan banyaknya jumlah air yang terserap. Water absorption index (WAI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
WAI (ml/g) = (berat tabung+ residu) - (berat tabung + sampel awal) Berat sampel 5. Water Solubilty Index (WSI), metode sentrifugasi (Modifikasi Anderson, 1969 di dalam Ganjyal et al., 2006) Diambil contoh dari supernatan hasil sentrifugasi sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 100±5oC sampai semua air dalam cawan menguap (±4 jam). Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai bahan kering yang terlarut dalam supernatan. Water solubility index (WSI) ditentukan sebagai berikut :
WSI (g/2ml) =
(berat cawan dan supernatan setelah dikeringkan)(berat cawan kosong) 2 ml suspensi
6. Derajat pengembangan (Chinnaswamy dan Hanna, 1988) Derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan dengan cara membagi diameter produk dengan diameter die ekstruder. Derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan dengan rumus: Derajat pengembangan (%) = diameter produk (mm) x 100 % diameter die ekstruder (mm) Pengukuran diameter produk dilakukan dengan menggunakan caliper.
31
7. Bulk density (Pan et al., 1998 di dalam Lin et al., 2002) Volume produk ekstrusi dihitung menggunakan gelas ukur 100 ml dengan pergantian volume oleh rapeseed. Rapeseed dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dengan merata, kemudian dipindahkan sementara ke wadah lain. Sejumlah sampel yang telah diketahui beratnya (± 5 g) dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian sisa ruang kosong ditutupi kembali oleh rapeseed. Rapeseed yang tersisa dihitung sebagai volume yang tergantikan oleh sampel. Volume sejumlah sampel dihitung secara acak untuk setiap test. Rasio berat sampel dengan volume yang terpindahkan oleh rapeseed dihitung sebagai bulk density (w/v).
D. RANCANGAN PERCOBAAN Percobaan dilakukan dengan berbagai perlakuan, yaitu persentase substitusi berbagai jenis tepung (beras, terigu, kentang) yang digunakan. Perlakuan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perlakuan pada percobaan No 1 2 3 4 5 6 7
Kode Sampel A AB1 AB2 AC1 AC2 AD1 AD2
Jagung : Tepung Jagung 24 mesh 100% Jagung 24 mesh 95% : Gandum 5% Jagung 24 mesh 90% : Gandum 10% Jagung 24 mesh 95% : Beras 5% Jagung 24 mesh 90% : Beras 10% Jagung 24 mesh 95% : Kentang 5% Jagung 24 mesh 90% : Kentang 10%
Setelah dilakukan proses ekstrusi produk sesuai dengan perlakuan, kemudian dilakukan analisis kimia, fisik, dan organoleptik tekstur produk. Data yang didapatkan kemudian diolah menggunakan analisis statistik yaitu ANOVA (Analysis of Variance) sehingga dapat ditentukan interaksi antara parameter yang berpengaruh terhadap respon akhir. Analisis statistik ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0 dengan tingkat signifikansi 0.05.
32
Berdasar ANOVA dapat diketahui adanya perbedaan rata – rata antar sampel serta interaksi antara jenis substitusi dengan persentase substitusi berbagai jenis tepung (beras, terigu, kentang) yang digunakan terhadap karakteristik snack ekstrusi yang dihasilkan (tekstur secara objektif, derajat pengembangan, water absorption index (WAI), water solubility index (WSI), derajat gelatinisasi, dan bulk density).
33