III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BEI. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data harian yang dimulai dari 3 Januari 2007 sampai dengan 31 Mei 2012. Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: return Indeks Saham Sektoral yang terdiri dari 3 sektor yaitu sektor keuangan, sektor industri barang konsumsi dan sektor pertambangan; total pembelian asing bersih di pasar modal Indonesia (Foreign Net Purchase/FNP) serta volume perdagangan saham.
3.2 Definisi Operasional Peubah Berikut ini definisi operasional peubah yang digunakan dalam penelitian: a. Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tingkat pengembalian dari perubahan harga saham setiap hari. Tingkat pengembalian dihitung dari pembedaan logarithma natural dari harga penutupan saham hari ini dan hari sebelumnya. Secara matematis, tingkat pengembalian dapat dituliskan sebagai berikut: ln
(3.1)
Dimana rt merupakan return dari harga saham pada hari ke-t. b. Foreign Net Purchase (FNP) FNP merupakan nilai pembelian bersih (pembelian dikurangi pejualan) pemodal asing di pasar modal Indonesia. Dalam studi ini transaksi investor asing pada host country seperti Indonesia dianggap merupakan tujuan akhir investasi untuk menghindari measurement error. Hal ini dikarenakan aliran modal investor asing ke negara emerging markets seperti Indonesia, umumnya datang dari negara antara (intermediary source) dimana kantor regional atau pusat dari Perusahaan Efek cabang yang menjadi anggota bursa di PT Bursa Efek Indonesia seperti Hong Kong dan Singapura. Untuk memperkecil kesalahan maka data yang terpenting dalam penelitian ini adalah data dimana pemodal asing tersebut melakukan transaksi dan dianggap menjadi final investment destination dan tidak menggunakan data asal usul pemodal asing
32
tersebut sehingga dapat dilakukan penelitian dampak transaksi pemodal asing terhadap pasar domestik seperti pasar modal Indonesia. c. Volume perdagangan saham Volume perdagangan saham merupakan volume saham yang ditransaksikan di pasar modal Indonesia baik yang dilakukan oleh investor domestik maupun investor asing.
3.3 Metode Analisis 3.3.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menyajikan analisis mengenai deskripsi data return saham gabungan, return saham sektor keuangan, return saham sektor industri barang konsumsi dan return saham sektor pertambangan selama periode penelitian.
3.3.2 Analisis Kuantitatif Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnnya, yaitu ingin mengetahui dampak dari pembelian bersih investor asing di pasar saham Indonesia terhadap volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), termasuk didalamnya persistensi dari dampak tersebut, maka digunakan metode Component GARCH (CGARCH) yang merupakan perluasan dari model GARCH. Tahapan dalam identifikasi pemodelan volatilitas yaitu sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas untuk melihat apakah data time series terdistribusi normal atau tidak, dilakukan dengan menggunakan Jarque-Bera (JB) test. Nilai JB diformulasikan sebagai berikut: (3.2) Dimana: N : jumlah observasi k : jumlah parameter estimasi S : skewness K : kurtosis
33
Semakin besar nilai JB, maka semakin kecil kemungkinan series terdistribusi normal. Uji JB adalah distribusi dengan derajat bebas 2. Prosedur dalam JB Test adalah sebagai berikut: H0 : Distribusi return saham normal H1 : Distribusi return saham tidak normal Jika nilai JB lebih besar dari nilai distribusi dengan derajat kepercayaan 5%, maka null hypothesis ditolak, hal ini berarti series return saham tidak terdistribusi normal. 2. Uji Kestasioneran Data Dalam melakukan analisis time series, data harus berada dalam keadaan stationer. Data yang sudah stasioner tidak mengandung unsur tren, artimya data memiliki mean yang konstan. Dengan demikian data cenderung bergerak atau berfluktuasi di sekitar nilai mean yang konstan. Menurut Enders (2004), time series yt adalah stasioner jika: (3.3) (3.4) (3.5) (3.6) , Dimana ,
,
(3.7)
, adalah konstan.
Untuk mengamati data time series stationer atau tidak, dapat dilakukan secara grafis melalui pola autokorelasi (correlogram) data tersebut. Nilai fungsi autokorelasi yang turun dengan lambat seiring dengan bertambah besarnya lag mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Pemeriksaan kestationeran melalui pengamatan pola grafik data runtun waktu maupun melalui pola autokorelasi data awal adalah pemeriksaan yang bersifat informal. Pemeriksaan formal dilakukan melalui uji yang lebih baik, yaitu Unit Root Test dengan menggunakan statistik uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila terdeteksi adanya unit root pada tahap pengujian awal maka harus dilakukan diferensi terhadap data awal. Jika diferensi orde pertama data masih belum keadaan stasioner, dilakuan diferensi orde kedua. Selain diferensi terhadap data
34
awal, metode detrending juga dapat digunakan untuk menghilangkan unit root pada data. Prosedur dalam ADF Test adalah sebagai berikut: H0 : ada unit root/data belum stationer H1 : tidak ada unit root/data stationer Parameter yang digunakan untuk menentukan bahwa data memiliki unit root atau tidak adalah nilai ADF Test dibandingkan dengan critical value MacKinnon. 3. Pembentukan Persamaan Rata-Rata Pembentukan model volatilitas memerlukan pembentukan persamaan ratarata untuk menghasilkan residual yang akan diestimasi sebelumnya. pembentukan persamaan rata-rata memegang peranan penting dalam pemodelan volatilitas. Persamaan rata-rata dibentuk berdasarkan persamaan Autoregressive Moving Average (ARMA). Pembentukan model ARMA terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan metode Box-Jenkins. Metode Box-Jenkins mempunyai beberapa tahapan, yaitu identifikasi, estimasi, dan evaluasi model. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat pola data yang dapat dilkukan dengan melihat fungsi autokorelasi (ACF) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF) dari data. Kemudian estimasi model dapat dilakukan dengan menduga secara trial and error dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih model yang memiliki nilai jumlah kuadrat error yang terkecil. Selanjutnya dalam tahap evaluasi, uji kedekatan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan dengan menguji signifikansi dan hubungan-hubungan antar parameter. Jika return saham yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses autoregressive (AR) maka return mengikuti model AR(p) dapat ditulis dalam persamaan berikut (Alexander, 2001): ∑ Dimana: yt
: peubah bebas y pada waktu ke-t
c
: parameter konstanta conditional mean
i
: parameter conditional mean
yt-i
: peubah y pada waktu ke-(t-i)
(3.8)
35
t
: error/residual pada waktu ke-t
Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses moving average maka return mengikuti model MA(q) dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Alexander, 2001): ∑
(3.9)
Jika return dari model yang terbentuk diasumsikan mengikuti proses ARMA maka return mengikuti model ARMA(p,q) dapat dituliskan dalam persamaan berikut (Alexander, 2001): ∑
∑
(3.10)
Ketiga persamaan di atas merupakan persamaan conditional mean komponen residual dapat ditulis sebagai berikut (Enders, 2004): (3.11) Dimana: ht
: conditional variance
t
: error/residual
vt
: independent identically distributed/iid (0,1) yang berupa bilangan random
dengan mean 0 dan standar deviasi 1 4. Identifikasi Efek ARCH-GARCH Setelah mendapatkan model ARMA, langkah selanjutnya dalam pemodelan ARCH-GARCH
adalah
dengan
identifikasi
apakah
data
mengandung
heteroskedastisitas atau tidak. Engel telah mengembangkan uji untuk mengetahui masalah heteroskedastisitas dalam data time series, dikenal dengan nama uji ARCH-LM. Ide dasar dari uji ini adalah bahwa varians residual (σt2) bukan hanya merupakan fungsi dari variabel independen, tetapi tergantung dari residual kuadrat pada periode sebelumnya (σt-12). Prosedur dalam uji ARCH-LM adalah sebagai berikut: H0 : tidak ada unsur ARCH H1 : terdapat unsur ARCH Bila nilai parameter uji lebih besar dari nilai kritis chi-square (χ2) pada derajat kepercayaan tertentu (α), maka H0 dapat ditolak, yang artinya terdapat unsur/efek ARCH dalam data.
36
5. Uji Autokorelasi Residual Setelah mendapatkan model mean (mean equation), langkah selanjutnya adalah memeriksa keberadaan autokorelasi residual. Statistik uji yang digunakan adalah Q-Stat atau Ljung-Box Stat dengan hipotesis: H0 : Tidak ada autokorelasi residual hingga lag k, jika p-value dari nilai QStatistics kurang dari 5%. H1 : Sekurang-kurangnya terdapat autokorelasi residual pada sebuah lag k tertentu, jika p-value dari nilai Q-Statistics lebih besar dari 5%. Dimana‘k : Lag tertinggi yang dipilih untuk penelitian ini adalah 12 sesuai dengan penelitian Wei (2009). Apabila ditemukan spike, yaitu nilai autokorelasi residual yang melewati batas standar yang dibatasi oleh 2/√T dan probabiltas (p-value) yang besarnya kurang dari 0.05 pada sebuah lag tertentu, maka hal ini mengindikasikan diperlukan nilai return di masa lalu untuk diikutsertakan dalam model mean (mean equation) tentatif yang telah diperoleh sebelumnya. 6. Uji Autokorelasi Kuadrat Residual Jika dari uji residual di atas berakhir pada penerimaan H0 yang berarti tidak ditemukan lagi indikasi adanya autokorelasi residual pada setiap lag, maka langkah selajutnya adalah menguji keberadaan autokorelasi kuadrat residual. Uji autokorelasi kuadrat residual analog dengan uji autokorelasi residual di atas, hanya saja data runtun waktu yang digunakan untuk melakukan pengujian adalah kuadrat residual. Statistik uji yang digunakan sama, yaitu Q (Ljung-Box Stat), dengan hipotesis: H1 : Sekurang-kurangnya terdapat autokorelasi residual pada sebuah lag k tertentu, jika p-value dari nilai statistik uji Q lebih besar dari 5%. Dimana k = 1,2,...,k. 7. Pemodelan ARCH/GARCH Permodelan dengan ARCH/GARCH dilakukan jika terdapat autokorelasi pada residual, sehingga model yang dihasilkan bersifat heteroskedastisitas atau menunjukan adanya conditional variance yang signifikan. Proses estimasi dilakukan untuk mencari parameter-parameter GARCH yang signifikan di dalam residual. Dalam proses estimasi ini perlu diperhatikan adanya batasan-batasan agar diperoleh model yang stasioner dengan unconditional variance tertentu
37
dimana gerakan conditional variance akan menuju nilai tersebut. Proses estimasi tersebut dihentikan bila residual telah bersifat homoskedastis. 1. Conditional variance Dalam proses residual terdapat dua jenis variance, yaitu conditional variance
dan
unconditional
variance.
Kata
conditional
menunjukan
ketergantungan nilai varian tersebut pada data sebelumnya dalam suatu observasi. Sedangkan unconditional menjelaskan karakteristik jangka panjang data time series dengan asumsi tidak ada pengaruh informasi masa lalu. Model GARCH mengkarakteristikan distribusi conditional tersebut, dapat dilihat p = q = 0 , maka proses varian tersebut adalah white noise dengan varian α. 2. Homoskedastisitas dan Unconditional variance Untuk memenuhi kondisi homoskedastisitas, model ARCH/GARCH yang dibentuk harus memenuhi batasan-batasan parameter sebagai berikut (Alexander, 2001): Σαi + Σβj < 1
(3.12)
‘i=1 j=1 Batasan ini diperlukan agar terpenuhi kondisi stasioner. Dengan demikian akan dihasilkan conditional variance pada residual yang memiliki mean tertentu dan tidak bergantung pada waktu. Sedangkan batasan α ≥ 0, αi ≥ 0, βj ≥ 0 digunakan untuk memastikan bahwa varian yang dihasilkan memiliki nilai yang selalu positif. 8. Analisis nilai Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) Pengujian Akaike Info Criterion dan Schwarz Criterion dilakukan untuk memeriksa validitas dari model yang dibentuk. Dengan menggunakan pengkukuran-pengukuran ini dapat diuji pengaruh variabel bebas dan lag terhadap variabel tak bebas dalam model yang dibentuk. Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) adalah alternatif lain dari adjusted R-squared yang digunakan untuk mengukur validitas model yang dihasilkan. Semakin kecil nilai yang dihasilkan dari kedua parameter tersebut berarti semakin baik model yang dibentuk.
38
Pemodelan Component GARCH (CGARCH) Model GARCH secara umum lebih disukai dalam memodelkan conditional variance daripada model ARCH karena model GARCH memberikan model yang lebih parsiomious, artinya, lebih mudah untuk mengestimasi sehingga dalam praktek lebih banyak digunakan (Strydom dan Charteris, 2011). Secara umum, model GARCH dapat dipisahkan menjadi model persamaan rata-rata (mean equation) dan model persamaan varians bersyarat (conditional variance equation). Persamaan rata-rata dari model GARCH(1,1): (3.13) Persamaan varians dari model GARCH(1,1): (3.14) dimana: rt
:
return saham
rt-1 : autoregressive lag pertama dari return saham et-1 : moving average lag pertama dari return saham
: unconditional variance atau varians dari rata-rata : conditional variance atau volatilitas Conditional variance pada persamaan (3.14) menunjukkan
bahwa
conditional variance saat ini dimodelkan sebagai rata-rata tertimbang dari varians jangka panjang, informasi atau berita baru pada masing-masing periode dan varians pada periode sebelumnya (Bollerslev, 1986). Sedangkan model CGARCH merupakan perluasan dari model GARCH yang mendekomposisi volatilitas ke dalam komponen transitory dan komponen permanen. Model ini dapat menangkap efek yang bersifat transitory dan efek yang bersifat permanen dari sebuah guncangan pada suatu data runtun waktu serta dapat mengetahui persistensi efek sebuah guncangan dalam jangka pendek dan jangka panjang (Hammoudeh & Yuan, 2008). Samouilhan (2007) menyebutkan bahwa kegunaan dari CGARCH adalah sebagai alat yang digunakan untuk memahami perilaku saham pada momen kedua. Model CGARCH yang dikembangkan oleh Engle dan Lee (Fawley & Neely, 2012) menjelaskan adanya proses difusi volatilitas yang bergerak dengan
39
lambat kembali ke rata-rata sebagai komponen jangka panjang (permanen) dari conditional variance, qt, dan yang lebih volatil sebagai komponen jangka pendek (transitory), ht-qt. Dari persamaan (3.14), dalam persamaan varians bersyarat dari model GARCH terlihat bahwa rata-rata akan kembali ke
dengan konstan sepanjang
waktu. Sebaliknya, persamaan varians bersyarat dari model CGARCH memperbolehkan rata-rata kembali dengan tingkat
yang berbeda-beda atau
tidak konstan yang dimodelkan sebagai berikut: (3.15) (3.16) dimana: : volatilitas transitory : volatilitas permanen : guncangan akibat adanya informasi atau berita baru pada periode sebelumnya
: efek suatu guncangan terhadap komponen volatilitas permanen
: efek suatu guncangan terhadap komponen volatilitas transitory Persamaan (3.15) merupakan komponen volatilitas transitory yang
konvergen ke nol dengan kekuatan sebesar (+). Sedangkan persamaan (3.16) merupakan komponen volatilitas permanen yang konvergen ke dengan kekuatan sebesar , di mana nilai berkisar antara 0,9 sampai dengan 1 sehingga mendekati unconditional variance dengan sangat lambat. Jika 1 > > (+) maka komponen transitory lebih cepat menghilang dibandingkan dengan komponen permanen. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pengaruh efek guncangan untuk menghilang dapat diukur dengan half-life (Samouilhan, 2007). Ukuran ini biasanya digunakan untuk membandingkan beberapa series data yang berbeda. Secara umum formula penghitungan half-life untuk komponen permanen dapat ditulis sebagai berikut: iHL () = ln(0.5) / ln()
(3.17)
Sedangkan formula penghitungan half-life untuk komponen transitory dapat ditulis sebagai berikut:
40
iHL (+) = ln(0.5) / ln(+)
(3.18)
dimana: i merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pengaruh efek guncangan untuk berkurang sebesar separuhnya. Untuk menganalisa pengaruh transaksi asing terhadap volatilitas return saham, dalam penelitian ini digunakan model CGARCH (1,1) dengan menggunakan variabel transaksi asing bersih dan volume perdagangan saham sebagai variabel eksogen dalam persamaan CGARCH (1,1). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Persamaan rata-rata: ∑
∑
(3.19)
Persamaan varians bersyarat: (3.20) (3.21) dimana: rit
: return saham gabungan maupun return saham sektoral pada periode ke-t : unconditional mean
a dan b : koefisien autoregressive dan moving average return saham gabungan maupun retun saham sektoral periode ke-(t-1) yang menunjukkan bahwa return saham periode ke-t dipegaruhi oleh return saham sebelumnya. : koefisien besarnya pengaruh transaksi asing bersih terhadap return saham pada periode ke-t : koefisien besarnya pengaruh volume perdagangan terhadap return saham pada periode ke-t : error atau residual FNP : transaksi saham yang dilakukan oleh investor asing bersih VOL : volume perdagangan saham Untuk penentuan lag order dari ARMA, ditentukan dengan metode Box-Jenkins, sehingga lag order untuk setiap jenis return saham dapat berbeda tergantung dari nature datanya.