III. METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi Sartika, pasar Bogor dan pasar Jambu Dua dengan pertimbangan pasar merupakan penghasil sampah organik yang tinggi dan sangat berpotensi untuk dilakukan pengolahan lanjutan. Sejauh ini sistem pengelolaan sampah padat kota terbatas pada proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan/pemusnahan di TPA. Dengan kondisi seperti ini masih terdapat hambatan dan kesulitan dalam menangani sampah kota.
B. ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah tiap hari yang ada di TPS pasar diambil secara acak. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, kalkulator, alat dokumentasi, timbangan, sarung tangan, masker.
C. PROSEDUR PENELITIAN Prosedur penentuan alternatif pengelolaan sampah di setiap TPS pasar terdiri dari tiga tahap. Yaitu tahap identifikasi sistem pengelolaan sampah, tahap analisis biaya energi dan tahap penentuan alternatif. Masing-masing tahapan dijelaskan sebagai berikut.
1. Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Bogor Penelitian
dimulai
dengan
melakukan
identifikasi
sistem
pengelolaan sampah Kota Bogor. Identifikasi ini diperoleh dari data sekunder dan hasil survai lapangan. Data sekunder diperoleh dari literatur maupun dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (DLHK Kota Bogor). Sedangkan survai lapangan dilakukan di beberapa TPS di Kota Bogor, diantaranya yaitu di pusat perbelanjaan Giant Yasmin dan Plasa Jambu Dua Bogor, Pasar Induk Kemang Bogor, Pasar Merdeka dan Pasar Bogor.
Produksi sampah di Kota Bogor pada tahun 2007 per harinya mencapai 2,210 meter kubik. Dari jumlah tersebut yang dapat diangkut oleh DLHK Kota Bogor sebanyak 1,515 meter kubik atau sejumlah kurang lebih 69 persen. Dengan demikian 695 meter kubik (31%) sampah tidak terangkut Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengangkutan sampah di Kota Bogor, seperti terbatasnya kendaraan operasional, sulitnya sejumlah lokasi pemukiman penduduk dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah, serta kesadaran masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya. Untuk mengangkut sampah dari bak-bak sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Galuga, Pemkot Bogor memiliki kendaraan operasional antara lain: 64 dump truck, enam unit mobil pickup, lima unit gerobak motor, 138 unit gerobak dorong, serta 100 unit kontainer penampung sampah yang tersebar di berbagai tempat di Kota Bogor. Kesulitan lain dalam pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah tidak semua pemukiman warga Kota Bogor bisa terjangkau oleh kendaraan operasional pengangkut sampah, terutama pemukiman warga yang berada di lereng dan lembah bukit yang prasarana jalannya hanya berupa gang kecil. Selain itu, belum semua warga memiliki kesadaran yang tinggi untuk membuang sampah di bak-bak sampah yang telah disediakan. Ada juga warga yang tinggal di bantaran kali atau di lahan berlereng yang membuang sampah ke kali atau ke tanah kosong. Kondisi ini bisa menimbulkan
permasalahan
baru,
yakni
pencemaran
lingkungan
(www.monitordepok.com 26 Februari 2008, diakses 30 Agustus 2008). Berdasarkan hasil survai lapangan di beberapa TPS di Kota Bogor, pengelolaan sampah di pusat perbelanjaan umumnya cukup baik, sampah sebelum diangkut ke TPA oleh truk sampah, di TPS tersebut sampah dipisahkan terlebih dahulu antara sampah basah dan sampah kering, sehingga lebih mudah dalam pengelolaan selanjutnya. Sedangkan di pasarpasar tradisional, seperti pasar Merdeka sampah hanya dikumpulkan di
TPS pasar kemudian diangkut ke TPA oleh armada pengangkut sampah dari DLHK Kota Bogor. Hasil identifikasi sistem pengelolaan sampah ini akan digunakan untuk menentukan batasan sistem dan metode pengambilan data yang akan dilakukan. Energi yang diperlukan untuk kegiatan pada sistem pengelolaan sampah ini adalah energi manusia dan energi bahan bakar. Energi manusia, dalam hal ini seperti personil angkutan truk sampah dan petugas kebersihan sampah di TPS. Untuk energi bahan bakar dimanfaatkan untuk transportasi sampah dari TPS ke TPA.
2. Metode Analisis Analisis Komposisi Sampah Pengambilan sampel sampah yang diambil secara acak, kemudian dipisahkan komposisi sampah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Adapun sampah organik adalah sisa sayuran, sisa buah-buahan, jerami, daun dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik adalah kertas, kaca, barang pecah belah, mika, plastik, kaleng, kain, besi, logam, kayu, karet (pada dasarnya kertas dan kayu merupakan sampah organik, tetapi sifat dari kedua benda ini sulit terdekomposisi sehingga penanganan untuk kertas dan kayu sama seperti sampah anorganik lainnya). Pengambilan sampel berdasarkan volume yang sama yaitu 3.375 x 10-3 m3.
Gambar 4. Pemisahan sampah berdasarkan jenisnya di TPS pasar
2.2. Analisis Biaya Energi 2.2.1. Sistem Pengelolaan Sampah secara konvensional (KumpulAngkut-Buang) Secara umum sistem pengelolaan sampah Kota Bogor adalah pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dan pengolahan sampah di TPA. Sehingga dari sini dibutuhkan biaya energi yang tidak sedikit, baik itu untuk pemeliharaan kendaraan pengangkut sampah maupun untuk para personil angkutan dan petugas kebersihan lainnya. Menurut Sudradjat (2007) jumlah kendaraan dan personil angkutan ditentukan berdasarkan volume sampah per hari. Batasan sistem yang dilakukan analisis biaya energi pada penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan
sampah
dari
sumber
ke
TPS
dan
kegiatan
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Dalam penelitian yang dilaksanakan, batasan sistem yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut : a. Kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola sampah dalam usaha pengangkutan sampah dari sumber ke TPS dan dari TPS ke TPA. b. Kebutuhan energi manusia yang dihitung hanya meliputi kegiatan
yang
berhubungan
langsung
dengan
proses
pengumpulan dan pengangkutan sampah, tidak termasuk bagian administrasi. Analisis biaya energi yang dilakukan adalah sebagai berikut: Besarnya energi yang dikeluarkan akan dikonversi dalam bentuk biaya, baik itu pada energi manusia maupun energi BBM. Data yang dibutuhkan yaitu volume sampah yang terbuang per hari, kapasitas truk satu kali angkut sampah, frekuensi angkut, upah personil angkutan, upah petugas kebersihan pasar, jumlah personil
angkutan, jumlah petugas kebersihan pasar, biaya pembelian bahan bakar untuk setiap truk, biaya pemeliharaan truk. 2.2.2. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Modern (pengolahan sebagian sampah di sumber sampah (TPS)) Sistem pengelolaan sampah secara modern ini yaitu dengan melakukan analisis penggunaan biaya energi untuk mengolah sebagian sampah yang berupa sampah organik untuk diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian sampah yang anorganik diangkut ke TPA. Biaya energi pembuatan kompos dihitung berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses pembuatan kompos. 2.3. Analisis Potensi Sampah Potensi sampah organik untuk pupuk kompos dihitung berdasarkan harga jual pupuk kompos. Untuk kemasan karung (kapasitas 25 kg) mempunyai nilai jual Rp. 400/kg sampai Rp. 600/ kg, sedangkan pupuk kompos dalam kemasan plastik (kapasitas 5 kg) mempunyai nilai jual Rp. 700/kg sampai Rp. 1,000/kg. Asumsi perhitungan: Potensi pupuk kompos dengan mengasumsikan harga pupuk kompos sebesar Rp. 700/kg adalah massa pupuk kompos dikalikan dengan harga pupuk kompos. Misalkan dari hasil pengolahan sampah dihasilkan sebanyak 202.5 kg pupuk kompos, maka potensi pupuk kompos tersebut jika dijual sebesar Rp. 141,750,-.
3. Alternatif Sistem Pengelolaan Sampah Penentuan alternatif sistem pengelolaan sampah yaitu dari hasil analisis biaya energi yang dikeluarkan. Sistem pengelolaan sampah yang mampu menghemat biaya energi akan direkomendasikan sebagai alternatif sistem pengelolaan sampah yang dapat diterapkan pada kondisi tersebut. Pengelolaan
sampah
seharusnya
dilakukan
bersama
oleh
pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah citra sampah sebagai barang negatif menjadi barang positif di mata masyarakat. Tingginya sampah organik di Kota Bogor yaitu
sebanyak 72.88 % dari keseluruhan komposisi sampah yang ada, maka alternatif pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan pengomposan.
Selain
dapat
mengendalikan
bahaya
pencemaran,
pengomposan juga dapat menghasilkan produk yang menguntungkan secara ekonomis dan kemudahan dalam teknologi produksi kompos.
D. METODE PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari studi literatur terkait dengan usaha pengelolaan sampah yaitu DLHK Kota Bogor. b. Data Primer Data primer diperoleh dengan cara yaitu: 1. Wawancara, dilakukan kepada petugas kebersihan dan personil angkutan di TPS pasar. 2. Observasi, berupa pengamatan langsung di lapangan dengan mendatangi lokasi.
Identifikasi sistem pengelolaan sampah
Pengumpulan sampah dari sumber ke TPS
Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA
- Energi manusia
-
Energi manusia
-
Energi BBM
Analisis biaya energi
alternatif
Gambar 5. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian