III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Konsep Dasar Penelitian Penelitian model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan menggunakan pendekatan sistem untuk keterpaduan berbagai konsep transportasi, tata ruang, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sistem transportasi merupakan suatu mekanisme operasional sedangkan sistem tata ruang merupakan suatu prosedur atau tata cara yang diharapkan dapat bersinergi, baik dalam aspek sosial dan ekonomi, maupun aspek lingkungan. Pendekatan ini dipilih, karena sistem transportasi sebagai basis penelitian mempunyai karakteristik: 1) kompleks, 2) dinamis, dan 3) probabilistik. Permasalahan transportasi perkotaan pada umumnya dan angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan pada khususnya sangat kompleks dan saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, konsep penanganannya harus dilakukan dengan pendekatan sistem (system approach) yang berorientasi pada tujuan, secara utuh, menyeluruh, dan efektif. Konsep dasar penelitian model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan terbangun dari metodologi ilmu sistem yang erat kaitannya dengan prinsip dasar manajemen dan merupakan aktivitas yang mentransformasikan sumberdaya (input) menjadi hasil yang dikehendaki (output) secara sistematis dan terorganisir. Tujuan pemodelan untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisiensi rancangan dalam bentuk rumusan atau rekomendasi keputusan yang berimplikasi pada perencanaan, manajemen, dan operasional. Metode penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem terdiri dari tahap-tahap: analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi, validasi, implementasi, dan rekomendasi. Proses tersebut merupakan rangkaian yang menggunakan berbagai teknik sistem yang sangat mendasar seperti: (1) model matematik, (2) analisis fungsi terhadap model matematik yang digunakan, (3) teori kontrol, (4) teori estimasi, dan (5) teori keputusan. Kerangka pendekatan sistem dan konsep dasar dalam penelitian ini merupakan rangkaian: (1) analisis kebutuhan sistem transportasi angkutan umum penumpang yaitu: pengguna (user), pemerintah (regulator), dan swasta (operator);
30
(2) formulasi permasalahan yaitu: tumpang tindih rute/trayek (parameter sosial), tarif dan radius tidak terjangkau (parameter ekonomi), dan kualitas lingkungan menurun (parameter lingkungan); (3) identifikasi sistem yaitu: penggunaan lahan, prasarana transportasi, volume lalulintas dan kapasitas jalan, sosial ekonomi penduduk, tarif ijin dan rute/trayek, dan polusi atau tingkat emisi kendaraan; (4) pemodelan sistem yaitu: model interaksi spasial-transportasi, model kinerja trayek/rute, model pentarifan dan pengembangan layanan, dan model penataan kawasan; (5) validasi merupakan penyesuaian penggunaan metode analisis yaitu uji tujuan, uji kesesuaian dan batasan model, uji struktur fisik model dan pengambilan keputusan, jenis data, dan uji sensitivitas dan kegunaan model terhadap: regresi
linier
berganda,
proses
hierarki
analitik,
dan
perbandingan
eksponensial; (6) implementasi yaitu tahap pengelolaan berkelanjutan yang berdimensi aksesibilitas-kesetaraan-lingkungan; dan (7) rekomendasi keputusan dalam bentuk: efektifitas trayek/rute sebagai fungsi manajemen, efisiensi tarif dan radius pelayanan sebagai fungsi operasional, dan perbaikan kualitas lingkungan sebagai fungsi kebijakan. Kerangka pendekatan dan konsep dasar penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Makassar sebagai cordon area yaitu di tiga kecamatan sebagai zona lalulintas yaitu zona pusat kota (Kecamatan Ujungpandang), zona transisi kota (Kecamatan Panakkukang), dan zona pinggiran kota (Kecamatan Biringkanaya) dan sebagian Kota Maros dan Kota Sungguminasa sebagai kota satelit atau sub-urban Kawasan Metropolitan Mamminasata. Lokasi penelitian terpilih secara representatif berdasarkan hierarki struktur kawasan kota, tingkat kepadatan bangunan, intensitas dan kompleksitas permasalahan transportasi angkutan umum penumpang non-bus khususnya dan transportasi kota pada umumnya. Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian terhadap penggunaan lahan dan terhadap trayek/rute angkutan umum penumpang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
31
Sistem Transportasi Angkutan Umum Penumpang Berkelajutan
Pengguna (User)
MODEL INTERAKSI TRANSPORTASI –TATA RUANG
VOLUME LALULINTAS & KAPASITAS JALAN
SOSIAL EKONOMI PENDUDUK
MODEL KINERJA JARINGAN (TRAYEK/RUTE)
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Analisis Kebutuhan
Parameter Lingkungan Kualitas lingkungan menurun
Parameter Ekonomi Tarif tidak tegas & radius
PRASARANA TRANSPORTASI
PENGGUNAAN LAHAN
Swasta(Operator)
Pemerintah (Reg.)
Parameter Sosial Tumpang tindih trayek
Tahapan Sistem
TARIF IJIN & RUTE/ TRAYEK
MODEL PENTARIFAN ANGKUTAN
METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL
Formulasi Permasalahan
POLUSI (EMISI) KENDARAAN
Identifikasi Sistem
MODEL PENATAAN KAWASAN
Pemodelan Sistem
PROSES HIERARKI ANALITIK
Validasi
Uji Kesesuaian Batasan, Keberhasilan Parameter, dan Sensitivitas
Verifikasi
Pengelolaan Berkelanjutan (Aksesibilitas-Kesetaraan-Lingkungan)
Implementasi
Operasional Efisiensi Tarif & Radius Pelayanan
Manajemen Efektifitas Trayek/Rute
Perencanaan Perbaikan Kualitas Lingkungan
Rekomendasi Sistem Dukungan Keputusan
Gambar 3. Kerangka Pendekatan Sistem Penelitian
PETA P ENGGUNAAN LAHAN
C Zona Pinggiran
Zona Transisi
A Zona Pusat
B
A = Pusat (Kec.Ujungpandang) B = Transisi (Kec.Panakkukang) C = Pinggiran (Kec.Biringkanaya) Rekreasi
2008
Gambar 4. Lokasi Penelitian terhadap Penggunaan Lahan Kota Makassar
32
Bandara PETA TRAYEK/RUTE AUPNB Pergudangan
KIMA Pelabuhan
UNHAS
Trayek D Trayek E Trayek G Trayek DY-MRS Trayek MLKR -SGMS Terminal A Terminal C TP AUP Survei Responden Survei Volume Lalulintas
Rekreasi
Survei Uji Emisi
2008
Gambar 5. Lokasi Penelitian terhadap Trayek/Rute AUP Kota Makassar Waktu penelitian selama sebelas bulan dimulai pada Bulan Juni 2006 sampai dengan April 2007 meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan draft disertasi termasuk pelaksanaan sidang komisi, kolokium, seminar, dan perbaikan serta persiapan ujian tertutup disertasi.
3.3. Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta rupa bumi Kota Makassar dan peta Ikonos Kota Makassar dan Kawasan Metropolitan Mamminasata. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah masing-masing 1 unit alat uji emisi AVL Emission Tester Series 4000, counter dan seperangkat komputer dan perlengkapannya serta software untuk analisis yaitu: SPSS for Windows 11.0, Excel for Windows 2003, Expert Choice 2000, ArcView 3.3, dan MapInfo Professional 6.0.
3.4. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan tujuan pertama penelitian, yaitu menilai kinerja eksisting pola trayek/rute angkutan umum penumpang non-bus (pete-pete), maka jenis, sumber, dan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
33
(1) Kependudukan dalam bentuk angka per kecamatan bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan dengan potensi jumlah penduduk tinggi yang identik dengan permintaan pergerakan yang tinggi, sehingga penataan trayek angkutan umum diusahakan sedekat mungkin menjangkau kawasan tersebut (Ditjen Perhubungan Darat, 1996). Data sekunder berupa jumlah penduduk dan luas wilayah berdasarkan kecamatan dan kelurahan tahun 2005 bersumber dari BPS. (2) Sosial ekonomi penduduk per kecamatan bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan berdasarkan ketersediaan fasilitas sosial ekonomi yang dominan sebagai pembangkit pergerakan penduduk kota yaitu fasilitas pendidikan (sekolah dasar), kesehatan (rumah sakit), dan perdagangan (pasar) berdasarkan jumlah dan kualitas pelayanannya. Data sekunder berupa ketersediaan fasilitas sosial ekonomi berdasarkan kecamatan tahun 2005 bersumber dari BPS Kota Makassar. (3) Penggunaan lahan (land use) dalam bentuk angka yang bertujuan mengidentifikasi kawasan prioritas dengan potensi permintaan lintasan angkutan yang tinggi dan tujuan bepergian, karena pelayanan angkutan umum diusahakan menyediakan aksesibilitas yang baik. Data tersebut dibedakan berdasarkan tipe atau jenis penggunaan, kualitas, karakteristik, kesesuaian, dan kemampuan secara rinci dan detil (Sitorus, 2004) yang bersumber dari data sekunder berupa penggunaan lahan eksisting tahun 2005 dan RTRW kota periode 2005-2016 dari Bappeda Kota Makassar. (4) Kinerja transportasi angkutan umum penumpang non-bus berupa tingkat pelayanan (kecepatan, rasio v/c, kecepatan, polusi, dan frekuensi), harga/ biaya (lebih besar atau sama dengan Rp 2500 dan Rp 3500), kenyamanan pelayanan (tempat duduk, kebersihan dan suhu, kebisingan dan goncangan, dan polusi), dan waktu (tunggu pertama, rumah ke tempat tunggu, tunggu kedua, dan asal ke tujuan). Data tersebut bersumber dari data primer survei penduduk pengguna angkutan kota di tempat tinggal dan dalam perjalanan di atas kendaraan (on board) trayek D, E, G, Maros dan Gowa pada tahun 2006. (5) Kinerja angkutan umum penumpang non-bus berdasarkan jarak rute/trayek, dan jumlah rit keberangkatan dan kepulangan berupa data: faktor muat (load factor), jumlah penumpang yang diangkut, waktu antara (headway), waktu tunggu penumpang (waiting time), kecepatan perjalanan (travel speed),
34
sebab-sebab kelambatan, ketersediaan angkutan, dan tingkat konsumsi bahan bakar (Ditjen Perhubungan Darat, 1996). Data tersebut bersumber dari survei primer dalam perjalanan atau di atas kendaraan (on board) dari sampel pengemudi di trayek D, E, G, Maros dan Gowa pada tahun 2006. (6) Prasarana dan sarana transportasi yang dibedakan berdasarkan persentase kebutuhan dan ketersediaan, rencana dan riil, dan kondisi baik dan kondisi tidak baik dari prasarana yang dikondisikan ideal/standar untuk pelayanan bus, yaitu: tempat pemberhentian, halte, prioritas bus, sistem informasi, geometri jalan, kondisi jalan, kapasitas jalan, dan volume lalulintas. Sedangkan
sarana
transportasi
yaitu
kendaraan
angkutan
umum
penumpang perusahaan swasta dan pemerintah secara rinci dan detil (Edwards, 1992) untuk trayek Kota Makassar, Maros, dan Sungguminasa. Data tersebut bersumber dari survei data sekunder yaitu jaringan jalan eksisting (2005) dan rencana (2010) dari Dinas PU Kota Makassar, sedangkan data prasarana lainnya dan jumlah angkutan umum penumpang non-bus serta daftar ijin trayek angkutan kota tahun 2005-2006 dari Dinas Perhubungan Kota Makassar. (7)
Kapasitas
dan
karakteristik
jalan
bertujuan
mengidentifikasi
kondisi
lingkungan jalan yang dapat menampung jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi arus lalulintas tertentu berdasarkan kapasitas ideal atau kondisi lingkungan jalan perencanaan (Ditjen Bina Marga, 1997). Data tersebut berasal dari data sekunder dan primer yaitu ruas jalan terpadat pada trayek/rute D, E, G, Daya-Maros, dan Malengkeri-Sungguminasa tahun 2006 dari Dinas PU Kota Makassar berdasarkan pengelompokan sistem, fungsi, status, kelas, dan bagian-bagian jalan. (8)
Volume lalulintas dalam bentuk angka bertujuan menilai tingkat pelayanan jalan dan kondisi lalulintas yang dilalui trayek/rute angkutan umum dibandingkan dengan kapasitas rencana jalan dan menggambarkan pola pergerakan O-D (origin-destination) atau A-T (asal-tujuan) serta maksud perjalanan berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan. Volume harus lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas jalan dan tidak selalu tetap atau bervariasi serta tergantung pada interval yang digunakan (musim atau bulan dalam setahun, minggu dalam sebulan, hari dalam seminggu, dan jam dalam sehari) secara rinci dan detil (Ditjen Bina Marga, 1997). Data tersebut
35
dibedakan berdasarkan sumber data primer jumlah total volume harian jenis kendaraan (sedan/jeep, kijang, mini bus, bus, pick-up, truk mini, truk tangki, truk gandeng, sepeda motor, angkutan kota atau pete-pete, sepeda, becak, dan lainnya) dalam satuan muatan penumpang (SMP). Survei dilakukan di lima ruas jalan koridor utama yang dilalui trayek terpadat dan mewakili pergerakan antar zona dalam kota dan antar kota sekitar Makassar yaitu: D,E,G, Malengkeri-Sungguminasa dan Daya-Maros pada jalan primer Urip Sumohardjo, Perintis Kemerdekaan, dan Sultan Alauddin serta jalan sekunder Toddopuli dan Tinumbu. Survei dilakukan pada tahun 2006 selama 3 (dua hari kerja terpadat dan hari libur) yaitu Senin, Jumat, dan Minggu pada jam tersibuk pagi (06.30-08.00), siang (12.00-14.00), dan sore (16.00-17.00) pada waktu kondisi cuaca cerah dan tidak menganggu pergerakan penduduk. Berdasarkan tujuan kedua penelitian, yaitu menganalisis besaran sistem pentarifan dan radius pelayanan angkutan umum penumpang non-bus (petepete), maka jenis, sumber, dan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Tarif angkutan umum penumpang non-bus yaitu harga jasa angkutan yang berlaku umum, dimana merupakan salah satu masalah pokok yang selalu dibahas dalam transportasi (Manikam, 2003). Jenis dan sumber data sekunder dan primer berupa: jumlah penumpang satu trip, daya tampung (kapasitas), biaya langsung, biaya tak langsung, biaya umum, tarif, biaya operasi, faktor muat, tarif pokok, dan jarak rata-rata per trip tahun 2006. Data diperoleh dari observasi dan survei lapangan dengan kuesioner sampel operator/pengusaha, sedangkan data sekunder daftar tarif per rute/trayek, jumlah ijin rute/trayek, daftar rute/trayek, dan kondisi trayek angkutan umum penumpang non-bus tahun 2005 dari Dinas Perhubungan Kota Makassar. (2) Sosial ekonomi penduduk dan jaringan jalan
dalam bentuk permintaan
angkutan umum yang merupakan fungsi tingkat kesejahteraan penduduk untuk analisis sistem pengembangan trayek angkutan umum kawasan tersebut. Data tersebut bersumber dari data sekunder dan primer yaitu: jumlah penduduk, pola pergerakan penduduk, kepadatan penduduk, karakteristik jaringan jalan, dan daerah pelayanan tahun 2006 dari BPS dan DPU Kota Makassar.
36
Berdasarkan tujuan ketiga penelitian, yaitu menilai kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan serta menata kawasan koridor yang berpotensi polusi akibat angkutan umum penumpang non-bus, maka jenis, sumber, dan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Pengukuran data primer tingkat emisi CO, NO, HC, SO2, Pb, dan CO2 yang bertujuan mengidentifikasi rata-rata tingkat emisi kendaraan sampel di kawasan penelitian: Jalan Ahmad Yani (zona inti), Sultan Alauddin (zona transisi) dan Perintis Kemerdekaan (zona pinggiran) pada tahun 2006 bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Makassar dan PPLH Regional Sumapapua. (2) Data sekunder pengukuran kualitas udara ambien Kota Makassar periode 2001-2005 yang bertujuan mengidentifikasi kawasan rawan polusi dan sumber utama pencemaran selama kurun waktu lima tahun berdasarkan penggunaan lahan sebagai lokasi pengamatan dari DLHK Kota Makassar. (3) Data penunjang dari stakeholders yang berpengalaman di bidang lingkungan dan transportasi yaitu Bappeda, DLHK, Dishub, DPU, Polwiltabes, pengguna dan pengusaha angkutan melalui wawancara dan diskusi terpadu sebagai masukan dalam perumusan alternatif dan prioritas penataan kawasan yang potensial atau rawan polusi terutama yang disebabkan oleh angkutan umum penumpang non-bus. Berdasarkan
tujuan
keempat
penelitian,
yaitu
merancang
model
pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang kota secara optimal dengan mengidentifikasi potensi ekonomi dasar dan alokasi spasial antar kawasan dalam merumuskan pengelolaan transportasi secara terpadu (interaksi tata ruang dan transportasi) dan perumusan kebijakan prioritas terpilih. Data berdasarkan jenis, sumber, dan teknik pengumpulan yang dilalukan adalah: jumlah total penduduk angkatan kerja, jumlah total sektor, service sector, basic sector, dan jarak antar kecamatan (kawasan) dengan asumsi rata-rata di kawasan penelitian dalam bentuk angka dari BPS tahun 2005. Selain itu, data spasial berupa peta dasar, administrasi, penggunaan lahan, jaringan jalan dan rute, kepadatan penduduk, garis perjalanan, struktur dan pola ruang, dan kawasan rawan polusi serta jarak antar kawasan dan rute sampel dari Bappeda Kota Makassar tahun 2006. Data bagi perumusan kebijakan prioritas terpilih berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tujuan satu, dua, dan tiga
37
yang telah dikelompokkan oleh pakar dalam aspek: sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan. Untuk menunjang pencapaian keempat tujuan di atas, maka dilakukan survei wawancara untuk mengetahui kondisi faktual dan preferensi berbagai pihak terhadap tujuan sistem pengelolaan angkutan umum penumpang non-bus (pete-pete) berkelanjutan dan terkait dengan perkembangan kota. Wawancara tersebut ditujukan pada pakar (expert) bidang transportasi yang berkaitan dengan ekonomi-transportasi, sosial-transportasi, dan lingkungan-transportasi berdasarkan hasil sintesis tujuan pertama, kedua, dan ketiga dalam perumusan kebijakan prioritas aspek perencanaan, manajemen, dan operasional. Teknik sampling untuk survei data primer digunakan proportionate stratified random sampling untuk mewakili keseluruhan kawasan di Kota Makassar yaitu: kawasan pusat yang terpadat (Kecamatan Ujungpandang,) kawasan transisi yang sedang (Kecamatan Panakkukang), dan kawasan pinggiran yang rendah (Kecamatan Biringkanaya). Ketiga kawasan yang terpilih secara proporsinal tersebut berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dan kepadatan kawasan terbangun. Selain itu, lokasi survei terpilih untuk penumpang, pengemudi, pengusaha angkutan, dan perhitungan volume lalulintas rute/trayek angkutan kota adalah lokasi yang terpadat karena tumpang tindih di kawasan tersebut. Survei data primer dengan kuesioner dilaksanakan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan jenis pekerjaan pengguna dan jumlah responden pengguna ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu sebanyak 180 rumah tangga (populasi sampel tiga kawasan) yang mewakili populasi sasaran secara prosentase pelaku perjalanan (Pemerintah Kota Makassar, 2005a) yaitu: 43 siswa (24%), 40 anak-anak (22%), 40 ibu rumah tangga (22%), 18 pegawai (10%), 18 buruh (10%), 12 mahasiswa (7%), dan lainnya 9 (5%). Tahapan penentuan populasi sampel pengguna angkutan umum penumpang non-bus dalam bentuk kerangka sampel penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Proporsi tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan jumlah rumah tangga (RT) di tiga kawasan yaitu kawasan pusat (5525 RT), transisi (22184), dan pinngiran (25205 RT) dengan populasi sasaran sebesar 10% dari jumlah penduduk yang potensial melakukan perjalanan. Kelompok populasi sasaran tersebut adalah berumur antara 5 sampai 45 tahun di tiga kawasan sebesar 47%; pelaku perjalanan antar kawasan di kawasan pusat sebesar 10%, transisi sebesar 20%, dan pinngiran sebesar 30%; dan penduduk yang menggunakan
38
angkutan umum penumpang non-bus (pete-pete) diasumsikan di kawasan pusat sebesar 15%, transisi sebesar 25%, dan pinggiran sebesar 35%. Kota Makassar (14 kec.): 1160001 jiwa 244941 rumah tangga
Stratifie d Random Sampling
Kaw. Pinggiran (C): 25205 rumah tangga
Kawasan Pusat (A): 5525 rumah tangga
Kawasan Transisi (B): 22184 rumah tangga
Potensial Perjalanan (47%) = 2595
Potensial Perjalanan (47%) = 10426
Potensial Perjalanan (47%) = 11846
Perjalanan Antar Kawasan (10%) = 260
Perjalanan Antar Kawasan (20%) = 2085
Perjalanan Antar Kawasan (30%) = 3554
Pengguna Angkutan Umum (15%) = 39
Pengguna Angkutan Umum (25%) = 521
Pengguna Angkutan Umum (35%) = 1244
Sampel Responden (10%) = 180
Purposive Sampling
• • • • • • •
Siswa Anak-anak Ibu R.Tangga Pegawai Buruh Mahasiswa Lain-lain
: : : : : : :
43 (24%) 40 (22%) 40 (22%) 18 (10%) 18 (10%) 12 ( 7%) 9 ( 5%)
Gambar 6. Kerangka Sampel Penelitian Proporsi di atas juga mempertimbangkan jumlah penduduk minimal (rumah tangga) dengan koefisien konfidensi (Z1a) sebesar 0.05 atau 1.96 (tabel distribusi normal) dengan luas daerah 95% (0.05) yaitu masing-masing 0.4650 dan 0.4951 dari sampel minimal yang ditetapkan (Arikunto,1993; Baro, 2002). Responden lainnya yang bertindak sebagai informan dan expert yang terkait dengan aspek kebijakan ditentukan sebanyak 41 responden berdasarkan peran masing-masing yaitu: 25 responden pengemudi angkutan kota yang mewakili 5 trayek dan bersifat tetap; 5 responden pengusaha angkutan atau 5 perusahaan; 7 responden instansi terkait adalah Bappeda, DLHK, Dinas PU, Polantas, Dishub Kota Makassar dan Dishub Kabupaten Maros dan Gowa; 1 responden pemerhati transportasi (MTI/Masyarakat Transportasi Indonesia); dan 3 responden expert transportasi bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.
3.5. Tahapan Penelitian Penelitian dilaksanakan secara sekuensi dalam empat tahap sebagai berikut:
39
§
Tahap Pertama, meneliti dengan menilai kinerja pola trayek atau rute eksisting
angkutan
umum
penumpang
non-bus
yaitu
menganalisis:
permintaan, kinerja rute dan operasi, kinerja prasarana, dan tingkat pelayanan jalan menggunakan software SPSS 11.0 dan Excel for Windows 2003. Output atau hasil akhir tahap ini adalah terpilihnya faktor-faktor yang signifikan terhadap kinerja trayek/rute angkutan umum penumpang yang efektif dan aksesibel serta besarnya tingkat pelayanan jalan; §
Tahap Kedua, menganalisis besaran sistem pentarifan angkutan umum penumpang non-bus yaitu: produksi, pembiayaan, tarif, dan permintaan yang menggunakan software Excel for Windows 2003. Output atau hasil akhir tahap ini adalah ketetapan tarif angkutan umum penumpang non-bus yang terjangkau atau berpihak kepada semua stakeholders dan pengembangan kawasan pelayanan angkutan umum penumpang;
§
Tahap Ketiga, menilai kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan serta menata kawasan koridor yang berpotensi polusi akibat angkutan umum penumpang non-bus yaitu menganalisis: deskripsi kualitas udara ambien dan tingkat emisi kendaraan serta pilihan prioritas keputusan dalam penataan kawasan dengan Proses Hirarkhi Analitik yang menggunakan software Expert Choice 2000. Output atau hasil akhir tahap ini adalah deskripsi kualitas udara ambien kawasan dan tingkat emisi gas buang angkutan umum penumpang serta berbagai alternatif dan prioritas keputusan dalam penataannya; dan
§
Tahap Keempat, merancang model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang menggunakan model interaksi transportasi-tata ruang dengan Model Lowry dengan software Excel for Windows 2003, Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan software ArcView 3.3 dan MapInfo 6.0, dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) dengan software Excel for Windows 2003. Output atau hasil akhir tahap ini adalah pilihan prioritas keputusan pengelolaan transportasi berkelanjutan yang mempertimbangkan ketiga tujuan sebelumnya serta terintegrasi dengan rencana penataan ruang kota dan wilayah yang dilengkapi dengan peta rute pilihan dan pengembangan kawasan. Tahapan penelitian di atas dan teknik analisis dapat disusun dalam bentuk
diagram keputusan model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang
40
non-bus berkelanjutan. Keempat tahapan penelitian dan proses analisis dapat dilihat pada Gambar 7. Kota Makassar dan Sekitarnya
Kebijakan Tata Ruang
Kebijakan Transportasi
Interpretasi Volume Lalulintas & Kapasitas Jalan Tarif, Ijin, & Trayek/Rute
Survei Data Primer
Penggunaan Lahan
Emisi Kendaraan & Kualitas Udara Ambien
Sosial Ekonomi Penduduk
Prasarana & Sarana Transportasi
Survei Data Sekunder
Input
Model Kinerja Trayek/Rute AUPNB
Model Penataan Kawasan Polusi
Model Pentarifan AUPNB
1. Permintaan 2. Kinerja Rute & Operasi 3. Kinerja Prasarana 4. Tingkat Pelayanan Jalan
1. 2. 3. 4.
1.Deskripsi 2.AHP
Produksi Pembiayaan Tarif Permintaan
Model Interaksi Tata Ruang-Transportasi
1.Model Lowry 2.SIG 3.Rute Optimal
Analisis Data Primer dan Sekunder
Validasi dan Verifikasi Model
MPE
Output Kinerja Jaringan Trayek yang Efektif & Aksesibel
Tarif Pilihan Stakeholders & Layanan Merata
Kawasan Potensial Polusi & Penataannya
Struktur Perkotaan, Bangkitan Pergerakan Penduduk-Pekerjaan
Keputusan Model Pengelolaan Transportasi AUPNB Berkelanjutan
Keterangan: Tahap Pertama Tahap Kedua Tahap Ketiga Tahap Keempat
Gambar 7. Tahapan Penelitian dan Teknik Analisis Pengelolaan Transportasi Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Berkelanjutan
3.6. Teknik Analisis Data
41
3.6.1. Pendekatan Sistem Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pendekatan sistem, dimana terdapat tiga komponen utama yang menjadi dasar atau kerangka analisis selanjutnya secara terintegrasi. Ketiga komponen tersebut yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya adalah: (1) analisis kebutuhan stakeholders, (2) diagram lingkar sebab-akibat model, dan (3) diagram inputoutput model. Upaya penyelesaian permasalahan transportasi yang optimal dapat tercapai bila semua pemangku kepentingan (stakeholders) dapat menjalankan fungsi perencanaan, manajemen, dan operasional berdasarkan kebutuhannya. Kebutuhan stakeholders dalam sistem pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan Stakeholders dalam Sistem Pengelolaan Transportasi Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Kota Makassar No.
Aktor Sistem
1.
Masyarakat (user/pengguna)
Kebutuhan Angkutan Umum Penumpang Non-Bus § § § §
Aksesibilitas terpenuhi (kemacetan dan kesemrawutan berkurang). Tarif terjangkau dan layanan diperluas. Polusi dan kebisingan berkurang (sehat dan nyaman). Tingkat kecelakaan dan pelanggaran lalulintas berkurang (aman dan lancar).
2.
Swasta (operator)
§ § § §
Tarif berdasarkan biaya operasional. Produktifitas kegiatan tetap berlangsung. Iklim investasi yang sehat dan kompetitif. Tingkat kecelakaan dan pelanggaran lalulintas berkurang.
3.
Pemerintah (regulator)
§
Pelayanan dan penyediaan sarana dan prasarana dapat terpenuhi. Kemacetan, polusi, kecelakaan, dan pelanggaran lalulintas menurun. Peranserta masyarakat dan kemitraan swasta meningkat. Pengaturan penggunaan kendaraan pribadi dan angkutan massal. Ruang terbuka hijau dipertahankan dan ditata kembali. Adanya alternatif kendaraan yang ramah lingkungan.
§ § § § §
Sumber: Survei Lapangan dan Diskusi Terbatas Pakar Transportasi (2006)
Identifikasi pemetaan sistem pengelolaan transportasi atau Transportation Management System (TMS) angkutan umum penumpang non-bus dilakukan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop) yang menggambarkan
42
pengaruh positif dan negatif serta yang berpengaruh antar ketujuh sub-sistem yaitu: penggunaan lahan, volume lalulintas dan kapasitas jalan, prasarana dan sarana transportasi, sosial ekonomi penduduk, tarif ijin dan trayek/rute, dan dampak polusi kendaraan terhadap tata ruang. Selain itu, ketujuh sub-sistem di atas akan saling berpengaruh positif dan negatif pula terhadap delapan sub-sistem lainnya yaitu: pengembangan kawasan, rute pilihan, kawasan rawan polusi, tingkat pelayanan jalan, biaya operasi kendaraan, pengembangan radius pelayanan, penyediaan dan faktor muat kendaraan, dan tarif rata/progresif. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang menggambarkan hubungan antar tujuh sub-sistem utama dengan delapan sub-sistem penunjang dapat dilihat pada Gambar 8. Sosek Penduduk
(+)
(+)
Pengembangan Kawasan
Penyediaan & Faktor Muat (+)
(+)
(+)
Prasarana & Sarana Transportasi
Penggunaan Lahan (+)
(-)
(+)
Tata Ruang
Kawasan Rawan Polusi
(+) Tingkat Pelayanan Jalan
(+)
Sistem Pengelolaan Transportasi
(-) (+)
(-) (+)
Emisi Kendaraan
Volume & Kapasitas
(-) Radius Pelayanan
(-) Tarif Rata & Progresif
(-)
Biaya Operasi Kendaraan
(+)
(+)
(+)
(+)
Tarif & Trayek/Rute
(+)
Rute Pilihan (-)
Gambar 8. Diagram Lingkar Sebab Akibat Model Pengelolaan Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Berkelanjutan Identifikasi sistem dalam bentuk rumusan diagram input-output model pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 9.
43
3.6.2. Analisis Penilaian Kinerja Pola Trayek/Rute Eksisting Berdasarkan tujuan pertama penelitian, yaitu menilai kinerja eksisting pola trayek/rute angkutan umum penumpang non-bus, maka analisis yang digunakan dengan pendekatan manajemen adalah: Input tak terkendali: § § § §
Perubahan Politis Perjalanan Penglaju Kebijakan Harga Laju pertambahan kendaraan § Laju pertumbuhan penduduk
Input lingkungan: § § § § § § § § § § §
Output dikehendaki:
UU No.14/1992 UU No.23/1997 UU No.8/1999 UU No.32/2004 UU No.38/2004 UU No.26/2007 RTRW Kota Makassar SDA, SDB, dan SDM Kondisi Sosial Budaya Penegakan Hukum Iklim Investasi
§ Efektifitas Trayek/ Rute § Efisiensi Tarif & Radius
Pelayanan § Perbaikan Kualitas
Lingkungan § Sinergitas Tata Ruang
MODEL PENGELOLAAN TRANSPORTASI AUPNB BERKELANJUTAN
Input terkendali:
Output tak dikehendaki:
§ Penggunaan Lahan § Prasarana dan Sarana
§ § § § §
Aksesibilitas menurun Layanan belum merata Lingkungan terganggu Tarif tidak terkontrol Penataan ruang belum aplikatif § Partisipasi masyarakat menurun
Transportasi § Volume Lalulintas dan
Kapasitas Jalan § Tingkat Pelayanan Jalan § § § § § § § § § § § § § § § § § § §
dan Kendaraan Sosial Ekonomi Penduduk Tarif Angkutan Biaya Operasi Keuntungan Perijinan Angkutan Trayek/Rute Kapasitas Kendaraan Emisi Kendaraan Kualitas Udara Ambien Pergerakan Penduduk Daerah Pelayanan Faktor Muat Jumlah Penumpang Waktu Antara Waktu Tunggu Kecepatan Perjalanan Sebab Kelambatan Ketersediaan Angkutan Konsumsi Bahan Bakar
MANAJEMEN PENGENDALIAN TRANSPORTASI
Gambar 9. Diagram Input-Output Model Pengelolaan Angkutan Umum Penumpang Non-Bus Berkelanjutan
44
(1) Permintaan, yaitu analisis spesifik model kebutuhan transportasi kota berbasis spasial dan non-spasial dengan persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut (Miro, 2005): Y1 = a1 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5 X5 + b6X6 + b7 X7
(1)
keterangan: Y1 = variabel terikat jumlah kebutuhan transportasi/keinginan perjalanan a1 = konstanta jumlah kebutuhan transportasi/keinginan perjalanan b1X1 = parameter dan variabel bebas jumlah penduduk (jiwa/km2) b2X2 = parameter dan variabel bebas sosial ekonomi (unit) b3X3 = parameter dan variabel bebas penggunaan lahan (unit) b4X4 = parameter dan variabel bebas tingkat pelayanan transportasi (jumlah) b5X5 = parameter dan variabel bebas harga/biaya transportasi (rupiah) b6X6 = parameter dan variabel bebas kenyamanan pelayanan transportasi (puas) b7X7 = parameter dan variabel bebas waktu perjalanan (menit) (2) Kinerja rute dan operasi, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang signifikan dalam penetapan rute dan pelayanan operasi setiap rute angkutan umum penumpang dan dirumuskan secara matematis regresi linier berganda sebagai berikut (Ditjen Perhubungan Darat, 1996): Y2 = a2 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 + b12X12 + b13X13 + b14X14 + b15X15
(2)
keterangan: Y2 = variabel terikat kinerja rute dan operasi a2 = konstanta kinerja rute dan operasi b8X8 = parameter dan variabel bebas faktor muat atau pengisian (orang) b9X9 = parameter dan variabel bebas jumlah penumpang yang diangkut (orang) b10X10 = parameter dan variabel bebas waktu antara (menit) b11X11 = parameter dan variabel bebas waktu tunggu penumpang (menit) b12X12 = parameter dan variabel bebas kecepatan perjalanan (km/jam) b13X13 = parameter dan variabel bebas sebab-sebab kelambatan (aktivitas) b14X14 = parameter dan variabel bebas penyediaan angkutan (unit) b15X15 = parameter dan variabel bebas tingkat konsumsi bahan bakar (liter)
(3) Kinerja prasarana, yaitu analisis prasarana yang dilakukan dalam rencana pengembangan pelayanan angkutan umum penumpang non-bus terhadap faktor-faktor yang signifikan dan berdasarkan kondisi ideal angkutan umum penumpang bus dengan persamaan matematis regresi linier berganda sebagai berikut (Ditjen Perhubungan Darat, 1996): Y3 = a3 + b 16X16 + b17X17 + b18X18 + b19X19 + b20X20 + b21X21 + b22X22 + b23X23 keterangan:
Y3 a3 b16X16 b17X17 b18X18 b19X19
= variabel terikat kinerja prasarana = konstanta kinerja prasarana = parameter dan variabel bebas = parameter dan variabel bebas = parameter dan variabel bebas = parameter dan variabel bebas
tempat pemberhentian (% unit) halte (% unit) prioritas bus (% unit) sistem informasi (% unit)
(3)
45
b20X20 b21X21 b22X22 b23X23
= parameter dan variabel bebas = parameter dan variabel bebas = parameter dan variabel bebas = parameter dan variabel bebas
geometri jalan (% unit) kondisi jalan (% keadaan) kapasitas jalan (% luas) volume lalulintas (% jumlah)
(4) Tingkat pelayanan jalan, yaitu analisis kualitatif yang berkaitan dengan kecepatan dan waktu perjalanan, kebebasan, kenyamanan, dan ekonomi, dan bersifat kuantitatif dengan kapasitas, kecepatan nyata, dan rasio volume per kapasitas sebagai berikut (Ditjen Bina Marga, 1997): C
= CO . FW . FKS . FSP. FSF. FCS
(4)
0,5
Vact = VO. 0,5 . [1 + (1-Q/C) ]
(5)
PHF= V / C
(6)
keterangan: C = kapasitas (smp/jam) CO = kapasitas dasar (smp/jam) Fw = faktor kesesuaian lebar jalur lalu-lintas FKS = faktor kesesuaian bahu dan trotoar FSP = faktor kesesuaian pemisahan arah/perjalanan (jalan dua arah) FSF = faktor kesesuaian jalur pergerakan FCS = faktor kesesuaian ukuran kota Vact = kecepatan pada pergerakan sebenarnya (km/jam) Vo = kecepatan pergerakan bebas (km/jam) Q = pergerakan sebenarnya (smp/jam) Q / C = derajat/tingkat kejenuhan (DS) PHF = tingkat pelayanan jalan (rasio v/c)
3.6.3. Analisis Besaran Sistem Pentarifan Berdasarkan tujuan kedua penelitian, yaitu menganalisis besaran sistem pentarifan dan radius pelayanan angkutan umum penumpang non-bus, maka analisis data yang digunakan dengan pendekatan operasional adalah: (1) Produksi pergerakan, yaitu analisis biaya pokok dan biaya produksi berupa pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu satuan unit produksi jasa angkutan, dimana satuan produksi merupakan pembagi terhadap total biaya produksi yang dapat menentukan besar biaya per satuan produksi, sedangkan alat produksi adalah sarana angkutan yang digunakan untuk memproduksi jasa angkutan
penumpang
dengan
atau
tanpa
fasilitas
tambahan
(Ditjen
Perhubungan Darat, 1996). Faktor muat (load factor) merupakan jumlah minimal penumpang yang diangkut (daya tampung/kapasitas kendaraan) sepanjang trayek/lintasan, sehingga dapat diperoleh pendapatan marginal yang cukup untuk menutup biaya operasi dengan rumus matematis sebagai berikut (Warpani, 1990):
46
F = (P / K ) . 100 %
(7)
keterangan: F P K
= faktor muat (% orang/tempat duduk) = banyaknya penumpang yang diangkut sepanjang satu lintasan sekali jalan (orang) = daya tampung kendaraan (tempat duduk)
(2) Pembiayaan operasi, yaitu analisis Biaya Operasi Kendaraan (BOK) angkutan umum penumpang yang dihitung dalam biaya operasi satuan dalam rupiah per penumpang-km (Rp/pnp-km) yang mempertimbangkan harga produksi yang dikelompokkan menjadi biaya internal (biaya langsung dan tak langsung kegiatan transportasi seperti: BBM dan pajak kendaraan) dan biaya umum (administrasi dan pengelolaan) serta biaya eksternal (biaya di luar kegiatan transportasi tetapi sebagai akibat kegiatan transportasi seperti: pencemaran, santunan kecelakaan, dan lainnya) yang tidak dibahas dalam penelitian ini dengan rumusan matematis sebagai berikut (Warpani, 2002): Tc = Dc + Ic + Oc
(8)
keterangan: Tc Dc Ic Oc
= = = =
biaya angkutan keseluruhan (rupiah) biaya langsung yaitu biaya operasi kendaraan/pokok (rupiah) biaya tak langsung yaitu biaya pokok dan umum (rupiah) biaya umum yaitu biaya administrasi dan pengelolaan (rupiah)
Faktor keuntungan (laba) bagi pengusaha angkutan dihitung dengan rumusan matematis sebagai berikut (Warpani, 1990): L = ƒ (T, B, F)
(9)
keterangan: L = keuntungan atau laba pengusaha (rupiah) T = tarif (rupiah) B = biaya operasi (rupiah) F = faktor muat atau pengisian (% atau rupiah)
(3) Tarif, yaitu analisis tarif rata (flat fare) yang diterapkan pada layanan jasa angkutan umum penumpang jarak pendek dan menengah (trayek dalam kota) dan untuk jarak jauh (trayek antar kota) menggunakan analisis tarif progresif berdasarkan kenaikan jarak tempuh dengan rumusan matematis sebagai berikut (Warpani, 2002): TR = MC/P keterangan: TR = tarif rata/flat fare (rupiah) MC = biaya operasi sekali jalan pada trayek A-B (rupiah) P = perkiraan faktor muatan (% atau rupiah)
(10)
47
Tarif angkutan umum penumpang dapat disimpulkan secara matematis sebagai berikut (Ditjen Perhubungan Darat,1996): T = (TP x JRSP) + 10 %
(11)
keterangan: T = tarif (rupiah) TP = tarif pokok (rupiah) JRSP = jarak rata-rata satu perjalanan atau tarif BEP/Break Even Point (km)
T BEP = (TP x JRSP)
(12)
keterangan: T BEP = tarif Break Even Point (rupiah) TP = tarif pokok (rupiah) JRSP = jarak rata-rata satu perjalanan atau tarif BEP/Break Even Point (km)
TP = (TBP) / (F x K)
(13)
keterangan: TP TBP F K
= = = =
tarif pokok (rupiah) total biaya pokok (rupiah) faktor muat atau pengisian (% atau rupiah) kapasitas kendaraan (tempat duduk)
(4) Permintaan angkutan umum penumpang, yaitu analisis pengembangan dan penataan sistem jaringan trayek angkutan umum penumpang suatu kawasan dengan rumusan matematis sebagai berikut (Ditjen Perhubungan Darat, 1996): PTA = ƒ (PPL , PPP, KP, AP, KJ )
(14)
keterangan: PTA PPL PPP KP AP KJ
= permintaan trayek/layanan angkutan (fungsi pengembangan) = variabel bebas pola penggunaan lahan (permintaan dan lokasi) = variabel bebas pola pergerakan penumpang (dominan maksud perjalanan) = variabel bebas kepadatan penduduk (peluang bangkitan) = variabel bebas area pelayanan (titik terjauh pelayanan) = variabel bebas karakteristik jalan (fungsi jalan)
Untuk keempat variabel bebas di atas dianalisis secara deskriptif, sedangkan area pelayanan (AP) dilakukan perhitungan jumlah permintaan pelayanan angkutan dan jumlah penumpang minimal yang dapat dilayani sebagai berikut: 1)
Jumlah permintaan pelayanan angkutan umum penumpang non-bus (D) merupakan fungsi dari: jumlah penduduk kelurahan (P jiwa), jumlah penduduk berpotensi melakukan pergerakan (Pm jiwa), angka kepemilikan kendaraan pribadi (K), kemampuan pelayanan kendaraan pribadi (L), jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan yang membutuhkan pelayanan angkutan umum penumpang (M). Persamaan matematis jumlah permintaan adalah : K=V/P
(15)
48
dimana V adalah jumlah kendaraan (unit) dan P adalah penduduk (jiwa) L = K. Pm. C
(16)
dimana C adalah jumlah penumpang yang diangkut kendaraan pribadi (jiwa) M = Pm - (L1+L2)
(17)
dimana M=Pm-((V1/P.Pm.C1)+(V2/P.Pm.C2)) dan M=Pm*(1-((V1/P.C1)+ (V2/P.C2)) D = ftr * M
(18)
dimana f adalah faktor kondisi atau tipe kota. 2)
jumlah
penumpang minimal untuk mencapai titik impas kegiatan usaha
angkutan umum penumpang sebagai fungsi dari: jumlah penumpang minimal untuk angkutan umum penumpang dengan batasan jumlah penumpang minimal per hari (MPU 250, bus kecil 400, bus sedang 500, bus patas lantai tunggal 625, bus lantai tunggal 1.000, dan bus lantai ganda 1.500), penentuan titik-titik terjauh permintaan pelayanan angkutan umum penumpang dimana suatu daerah dapat dilayani (nilai R untuk MPU, bus kecil, dan bus sedang 20 unit dan bus lantai ganda, lantai tunggal patas, dan lantai tunggal 50 unit) dengan persamaan matematis sebagai berikut: D > R * Pmin
(19)
dimana R adalah jumlah kendaraan minimal untuk usaha angkutan umum penumpang (unit) dan Pmin
adalah jumlah penumpang minimal per
kendaraan per hari (jiwa). 3)
jumlah kendaraan yang dibutuhkan untuk melayani suatu kelurahan (N) dan ketentuan jika N
R merupakan kelurahan yang memenuhi kelayakan pelayanan disertai kebutuhan data kawasan yang sudah atau belum terlayani. Persamaan matematis jumlah kendaraan untuk pelayanan sebagai berikut: N = D / Pmin
(20)
dimana D adalah jumlah permintaan per hari (unit). 3.6.4.Analisis Identifikasi dan Penataan Kawasan Rawan Polusi Berdasarkan tujuan ketiga penelitian, yaitu menilai kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang kendaraan serta menata kawasan koridor yang berpotensi polusi akibat angkutan umum penumpang non-bus, maka analisis data yang digunakan dengan pendekatan perencanaan adalah:
49
(1) Deskripsi tingkat emisi , yaitu analisis tingkat emisi buangan kendaraan berkaitan dengan potensi peningkatan emisi debu, SO2, NO X, HC, CO2, Pb, dan CO terhadap penilaian kualitas lingkungan di kawasan penelitian, khususnya angkutan umum penumpang non-bus berbahan bakar bensin dengan survei primer uji emisi gas buang pada tahun 2006. Data penunjang lainnya adalah deskripsi data kualitas udara ambien Kota Makassar selama 5 tahun pada periode 2001-2005 dan hasilnya dibandingkan dengan ketentuan Baku Mutu Udara Ambien Nasional (PP Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). Identifikasi faktor pemakaian bahan bakar angkutan umum penumpang dimana jumlah emisi tersebut dirata-ratakan dan dikalikan dengan volume lalulintas rata-rata pada satu trayek/rute (lintasan) serta memperhatikan jenis bahan bakar dan kinerja mesin kendaraan (umur kendaraan) dengan rumusan matematis sebagai berikut (Pirngadie, 2001): EC = EF x FC
(21)
keterangan: EC = jumlah emisi (satuan berat) EF = faktor emisi masing-masing pencemar (satuan berat/satuan volume) FC = jumlah pemakaian bahan bakar (satuan volume)
(2) Proses Hierarki Analitik, yaitu analisis dalam proses pengambilan keputusan digambarkan dalam komponen dan dampaknya pada sistem secara keseluruhan (Maarif, 2000). Proses pemilihan dalam membuat keputusan berdasarkan penyusunan hirarkhi dilakukan sebagai bagian dari pendekatan sistem, dimana jenis kebijakan yang dihasilkan bersifat integratif dengan prinsip kerja sebagai berikut (Marimin, 2004): 1)Penyusunan Hierarki, yaitu strategi penataan kawasan disusun dan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu fokus, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif dalam susunan berupa struktur hirarkhi, 2) Penilaian Kriteria dan Alternatif, yaitu kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Penggunaan skala 1 sampai 9 dari Saaty adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat untuk berbagai persoalan (Saaty, 1993). Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty yang tertera pada Tabel 4, 3) Penentuan Prioritas, yaitu bobot atau prioritas dihitung berdasarkan nilai-nilai perbandingan relatif berdasarkan peringkat relatif dari seluruh peringkat, dan 4) Konsistensi Logis, yaitu pengelompokan semua elemen secara logis dan disusun dalam bentuk peringkat konsisten. Tabel 4. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparisons)
50 Nilai Keterangan 1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B 2,4,6,8 Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber : Saaty, 1993
3.6.5. Analisis Perancangan Model Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan Berdasarkan
tujuan
keempat
penelitian,
yaitu
merancang
model
pengelolaan transportasi angkutan umum penumpang non-bus berkelanjutan yang terintegrasi dengan penataan ruang, maka analisis data yang digunakan adalah: (1) Model Interaksi Transportasi-Tata Ruang (Model Lowry), yaitu model analisis yang dikembangkan dari Model Gravitasi dengan Model Economic Base untuk mengkaji interaksi penggunaan lahan dan transportasi dengan yang bertujuan menentukan struktur perkotaan berdasarkan kegiatan ekonomi kota dan penduduk kota. Model ini berkaitan erat dengan pengembangan sistem transportasi dan arah kecenderungan perkembangan kota dengan rumusan matematis sebagai berikut (Cartwright, 1993: Nadjid et al., 2001): a = P/E
(22)
ß = S/P
(23)
keterangan: a = faktor friksi dari total angkatan kerja/rumah tangga dari sektor pekerjaan ß = rasio kebutuhan pengganda service sector dengan asumsi rata-rata P = total angkatan kerja keseluruhan wilayah pengamatan (jiwa) E = total sektor pekerjaan keseluruhan wilayah pengamatan (jiwa) S = total service sector (jiwa)
Selanjutnya pengalokasian basic sector dengan model gravitasi kendala tunggal yang dirumuskan sebagai berikut: Tij = Ei. ß. Pj. dij-2 ß =(
∑ . Pj dij
-2 -1
)
j
keterangan: T = gravitasi kendala tunggal E = total sektor keseluruhan wilayah pengamatan (jiwa) atau alokasi basic sector dengan faktor friksi (friction factor) d = jarak i ke-j (km) ß = rasio kebutuhan pengganda service sector dengan asumsi rata-rata P = total angkatan kerja keseluruhan wilayah pengamatan (jiwa)
(24), dimana (25)
51
Kemudian dilakukan perhitungan dengan model interaksi (Model Gravitasi) dengan persamaan matematis: (Prij)P = Ai. Pj. dij-2
(26)
keterangan: Pr = model interaksi (gravitasi)
Selanjutnya dihitung total basic sector yang bertempat tinggal di setiap kecamatan dengan persamaan matematis:
∑.
Pij = a
Tij
(27)
j
keterangan: Pij = penggandaan jumlah pekerja basic sector
Kemudian diperhitungkan kemungkinan interaksi terhadap model lokasi service sector dengan persamaan matematis: Sij (n) = Bj . Dj.(n). Si. dij-2 Bi = (
∑. Si. dij
(28), dimana
-2 -1
)
(29), dan
j
(Prij)S = Bj . Si. dij-2 (Prij)S = Si. dij-2 . (
(30), sehingga
∑. Si. dij
-2 -1
)
(31)
j
keterangan: Pr = model interaksi (gravitasi) Sij = lokasi service sector Bi = penduduk (jiwa) n = iterasi ke-n
Proses selanjutnya dilakukan dengan iterasi kedua kalinya dan kesimpulan kedua iterasi tersebut adalah total basic sector dan angkatan kerja pada tiga lokasi penelitian, sedangkan keluaran akhir akan menggambarkan: basic sector nyata, perkiraan service sector, total perkiraan sector, dan total perkiraan angkatan kerja serta interaksi antar kawasan penelitian; (2) Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu analisis yang dilakukan dalam membantu pengambilan keputusan dalam bidang transportasi yang bersinergi dengan tata ruang (struktur dan pola ruang kota) dalam bentuk pemetaan atau visualisasi kesembilan jenis peta dengan bantuan software ArcView dan MapInfo sebagai berikut: 1) Peta Dasar, yaitu penggambaran dengan digitasi peta dasar Kota Makassar dan sekitarnya setelah ditransfer ke dalam file ArcView dan MapInfo dalam
52
bentuk file JPEG dan shp yang dibuat dalam bentuk points, lines, dan areas (polygon). 2) Peta Administrasi, yaitu
digitasi
peta
kota dan sekitarnya menggunakan
software MapInfo yang berisi batas-batas administrasi kota, kecamatan, jalan, dan sungai sebagai petunjuk batas dan struktur alami kota kemudian dikonversi ke ArcView dalam bentuk format shp untuk memudahkan penyajian layout serta penentuan file-file index dalam pembentukan peta administrasi. 3) Peta Penggunaan Lahan, yaitu digitasi peta penggunaan lahan Kota Makassar dengan menggunakan software MapInfo yang memuat tentang penutupan lahan (land cover) berdasarkan klasifikasinya dan dikonversi dalam format shp serta penentuan file-file index dalam membentuk peta penggunaan lahan. Kemudian dilakukan join data spasial dengan data atribut penggunaan lahan dalam bentuk luasan lahan berdasarkan penggunaannya. 4) Peta Jaringan Jalan dan Rute, yaitu digitasi peta jaringan jalan kota dan trayek/rute angkutan umum penumpang non-bus D, E, G, Makassar-Maros, dan Makassar-Gowa dalam tipe desire lines, route/networks dan polygon yang dikonversi dari hasil analisis seleksi jalur optimal. 5) Peta Kepadatan Penduduk, yaitu digitasi peta kepadatan penduduk dari atribut dalam bentuk penyebarannya dan digunakan untuk peramalan perjalanan dalam bentuk format gambar berbentuk polygon berupa luasan dari batas administrasi kecamatan. 6) Peta Garis Perjalanan, yaitu digitasi peta garis perjalanan dalam bentuk desire lines dan polygon berdasarkan interpretasi perhitungan Model Lowry yang menggambarkan arah pergerakan penduduk dengan variasi ketebalan garis berdasarkan besar kecilnya perjalanan antar kawasan dan digunakan untuk peta rute pilihan dan pengembangan kawasan. 7) Peta Struktur dan Pola Ruang, yaitu digitasi peta struktur dan pola ruang dalam bentuk polygon dan lines/route systems, dan point dari yang bersumber dari model interaksi transportasi-tata ruang dan gabungan atribut RTRW Kota Makassar serta sebagai input analisis untuk overlay peta garis rute pilihan dan pengembangan kawasan. 8) Peta Kawasan Polusi, yaitu
digitasi
peta kawasan polusi dalam bentuk
polygon dari atribut kualitas udara ambien kota dan tingkat emisi gas buang
53
kendaraan berdasarkan klasifikasi dan lokasinya dan digunakan sebagai input untuk overlay peta garis rute pilihan dan pengembangan kawasan. 9) Peta Garis Rute Pilihan dan Pengembangan Kawasan, yaitu digitasi peta rute pilihan dan pengembangan kawasan dalam bentuk polygon, lines dan route/networks systems, dan point yang merupakan output overlay antara peta garis perjalanan, peta struktur dan pola ruang, dan peta kawasan polusi. Untuk mendukung pemilihan rute pilihan sebagai fungsi dari rute optimal dilakukan dengan tahap seleksi jalur optimal yang memanfaatkan data jarak perjalanan atau interaksi antar kawasan dalam kota menggunakan Model Lowry sebelumnya serta data jaringan dengan rute terbaik dari satu titik di ruas jalan yang telah ditentukan. Selain itu, dilakukan peramalan perjalanan berupa analisis data atribut penduduk dan pergerakan yaitu interpretasi berdasarkan tinggi dan rendahnya permintaan pergerakan pada suatu lokasi atau kawasan terhadap penggunaan lahan dan lokasi potensial polusi serta batas administrasi kota. Proses analisis spasial dalam pengelolaan transportasi seleksi jalur optimal yaitu penggunaan data jaringan jalan dimana rute terbaik dari satu titik ditentukan berdasarkan jarak berupa data jalan terhadap peta pola penggunaan lahan dan kepadatan penduduk. Overlay peta yaitu proses analisis berupa penggabungan beberapa peta tematik secara tumpang tindih menggunakan teknik kombinasi linier yang menyatakan
bahwa
setiap
kriteria
peta
tematik
memiliki
bobot/tingkat
kepentingan yang sama dalam proses analisis kesesuaiannya yang dilakukan secara bertahap dengan cara menumpang tindihkan masing-masing peta terlebih dahulu untuk dua jenis peta. Proses penggambaran dan analisis beberapa peta tematik di atas dilakukan berdasarkan prinsip pembagian data ke dalam beberapa lapisan (layers) untuk data base spasial seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Layers SIG untuk Database Spasial dan Transportasi No.
Tematik
Tipe
Atribut
1
Peta Dasar
Line Point Polygon
ID, Nama administrasi, kawasan, sungai, pulau, penduduk, data sosial ekonomi (kependudukan)
2
Peta Administrasi
Polygon Line
ID, Nama administrasi/kecamatan, selat,
54 kawasan, penduduk, batas zona kota 3
Peta Penggunaan Lahan Peta Jaringan Jalan dan Rute
Polygon
ID, klasifikasi penggunaan lahan
Line/ network Polygon
ID, nama, status, rute/trayek ID, nama terminal, pelabuhan,TP AUP, lokasi survei, bandara, kawasan
5
Peta Kepadatan Penduduk
Polygon
ID, klasifikasi kepadatan/leve l sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah
6
Peta Garis Perjalanan
Line Polygon/ point
ID, klasifikasi tingkatan/level ID, klasifikasi kecamatan dan kabupaten/ kota
7
Peta Struktur dan Pola Ruang
Polygon Point Line/ network
ID, kawasan fungsional ID, CBD, sub-CBD, sub-sub CBD ID, rencana jalan, arah perkembangan
8
Peta Kawasan Polusi
Polygon
ID, kawasan, klasifikasi tingkatan/level polusi
9
Peta Garis Rute Pilihan dan Pengembangan Kawasan
Polygon
ID, klasifikasi tingkatan/level, penataan kawasan ID, nama, status, rute/trayek ID, terminal, sub terminal, TP AUP
4
Line Point
Secara skematik proses pembuatan peta-peta dan analisis teknik overlay di atas dapat dilihat pada Gambar 10. Administrasi overlay 1
Penggunaan lahan Jaringan Jalan/Rute
overlay 2 overlay 3
Kepadatan Penduduk Garis Perjalanan Struktur dan Pola Ruang
overlay 4 overlay 5 overlay 6
Kawasan Polusi Keterangan : Output Rute Pilihan dan Pengembangan Kawasan pada analisis overlay 6
Gambar 10. Proses Penentuan Rute Pilihan dan Pengembangan Kawasan Model rute pilihan dan penataan kawasan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan bagian yang berkaitan langsung dengan Model Lowry dan beberapa tujuan sebelumnya dalam membantu pengambilan keputusan dalam bentuk pemetaan atau visualisasi. Beberapa prinsip dasar dalam perumusan rute pilihan dalam sistem manajemen kebutuhan transportasi, khususnya pelayanan angkutan penumpang
55
non-bus adalah kecenderungan pergeseran pergerakan penduduk dalam dimensi ruang dan waktu seperti: pergeseran waktu, pergeseran lokasi, pergeseran moda, dan pergeseran lokasi tujuan. Model rute pilihan dan penataan kawasan dibangun berdasarkan peta administrasi, penggunaan lahan, jaringan jalan dan rute, kepadatan penduduk, garis perjalanan, struktur dan pola ruang, kawasan polusi, dan garis pilihan rute dan pengembangan kawasan. Seleksi jalur optimal (optimal path selection) yang dilakukan adalah terhadap jarak terpendek (shortest-path). Penataan atau pengembangan kawasan yang rawan polusi emisi gas buang kendaraan perlu mempertimbangkan klasifikasi atau klaster kawasan berdasarkan tingkat polusi secara umum (udara ambien) dan khusus (emisi gas buang). Hasil akhir pemodelan pengelolaan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang kota dengan bantuan SIG adalah peta rute pilihan dan pengembangan kawasan. (3) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), yaitu salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan (nilai alternatif lebih kontras) dengan kriteria jamak yang menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik dalam tahapan proses sebagai berikut (Marimin, 2004): 1) menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih. 2) menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan penting dievaluasi. 3) menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan. 4) melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria. 5) menghitung skor atau nilai total setiap alternatif. 6) menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Persamaan dalam perhitungan skor atau nilai untuk setiap alternatif sebagai berikut (Marimin, 2004): m
TNi = ∑ ( RKij) TKKj j=n
keterangan: TNi = total nilai alternatif ke-i RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat n = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan
3.7. Validasi dan Verifikasi Model
(32)
56
Validasi model dilakukan untuk menyesuaikan antara tujuan dan metode yang digunakan dalam analisis atau penyesuaian terhadap keabsahan model, sedangkan verifikasi merupakan penilaian model berdasarkan rentang nilai atau sensitivitas model (perilaku model) jika terdapat perubahan batasan ataupun parameter dalam perlakuannya (Eriyatno, 1999). Validasi dan verifikasi model dilakukan, karena seringkali penggunaan dan perancangan model tidak tepat guna sehingga merupakan suatu tahapan yang penting dalam pemodelan dalam menunjukkan bahwa penggunaan model yang dirancang ataupun digunakan dapat dinyatakan relatif sebagai model yang mewakili solusi dari permasalahan yang diteliti (Eriyatno, 1999). Penelitian ini menggunakan teknik dan prosedur validasi model berupa uji kesesuaian batasan dengan teknik dan prosedur serta verifikasi model berupa uji keberhasilan parameter dengan teknik dan prosedur pemodelan (consistency ratio) dan statistik uji sensitivitas dengan koefisien determinasi (R2). Metodologi penelitian di atas secara detail dapat digambarkan dalam bentuk pemetaan penelitian dan dapat dilihat pada Gambar 11.
57