III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kecipir yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Bandung. Bahan kimia yang diperlukan untuk ekstraksi protein dan analisis ialah heksana, HCl 1 N, NaOH 1 N, air destilata, minyak kedelai, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3 pekat, H3BO3, HCl 0.02 N, batu didih, indikator metil merah serta metil biru, HCl 6 N, kertas saring, kapas, HCl 0.01 N, NaOH 0.01 N, larutan pengering (metanol, picolotiocianat, trietilamin), larutan derivatisasi (metanol, natrium asetat, trietilamin), asetonitril 60%, buffer natrium asetat 1M, natrium karbonat, NaOH 0.1N, Na K tartarat 1%, dan CuSO4. Alat yang digunakan dalam pembuatan sampel konsentrat protein biji kecipir adalah antara lain abrasive peeler, oven pengering, pin disc mill, mini spray dryer BUCHI B190, sentrifus, loyang, panci, wadah perendam, dan saringan 60 mesh. Alat yang dibutuhkan untuk analisis adalah Chromameter CR200 Minolta, tanur, alat ekstraksi Soxhlet, alat destilasi, labu Kjeldahl 100 ml, neraca analitik, HPLC dengan kolom pico tag 3.9 x 150 mm, water bath, refrigerator, waring blender, spektrofotometer Spectronic 20D+, pHmeter Orion model 210A, cawan aluminium, desikator, cawan porselen, sudip, pipet tetes, pipet Mohr, alat destilasi, labu lemak, gelas piala, gelas arloji, gelas ukur 10 ml, tabung reaksi, labu Erlenmeyer 250 dan 500 ml, batang gelas, magnetic stirer, tabung sentrifus, vorteks, tabung reaksi bertutup, dan hot plate.
B. METODE PENELITIAN Metode penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu: (1) pembuatan tepung biji kecipir rendah lemak, (2) penentuan pH kelarutan maksimum dari protein biji kecipir (3) penentuan metode pengeringan konsentrat protein biji kecipir, (4) pembuatan konsentrat protein biji kecipir, (5) analisis proksimat, (6) analisis sifat fisikokimia, dan (7) analisis sifat fungsional protein.
1. Pembuatan Tepung Biji Kecipir Rendah Lemak Pembuatan tepung biji kecipir dilakukan dengan merendam biji kecipir selama 24 jam, kemudian direbus selama 30 menit lalu dilakukan pengupasan. Setelah itu dikeringkan dalam oven 50oC selama 9-11 jam. Biji kemudian ditepungkan dengan pin disc mill dan diayak pada saringan 60 mesh. Untuk menghilangkan sebagian lemak pada tepung, dilakukan ekstraksi lemak dengan menggunakan metode maserasi heksana. Proses maserasi dengan heksana dilakukan pada suhu ruang selama 2 jam dengan perbandingan 1:5 sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Handoko (2000). Tahapan lengkap pembuatan tepung kecipir rendah lemak dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Biji kecipir Direndam dalam air selama 24 jam Direbus 70-80oC selama 30 menit Dikupas dengan abrasive peeler
Dikeringkan dalam oven 50oC selama 9-11 jam Ditepungkan dengan pin disc mill Diayak 60 mesh Diekstraksi lemaknya dengan maserasi heksana (1:5) selama 2 jam pada suhu ruang Dikeringkan 50oC selama 5 jam untuk menghilangkan sisa heksana
Tepung kecipir rendah lemak Gambar 4. Pembuatan Tepung Biji Kecipir Rendah Lemak
2. Penentuan Titik Kelarutan Maksimum dari Protein Biji Kecipir Titik kelarutan maksimum dari protein biji kecipir perlu ditentukan untuk efisiensi proses ekstraksi protein. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erlina et al. (1982), kelarutan maksimum dari protein biji kecipir adalah pH 6.37, sedangkan berdasarkan penelitian Okezie dan Bello (1989), kelarutan
protein maksimum berkisar antara pH 10 dan 12. Oleh karena itu akan diuji kelarutan protein kecipir pada ketiga pH tersebut dan diukur rendemennya. Percobaan ini diujicobakan dengan melarutkan tepung kecipir rendah lemak pada ketiga pH tersebut, lalu protein terlarut dipisahkan dan diendapkan pada pH isoelektriknya. Protein yang mengendap dipisahkan dan dikeringkan dengan menggunakan spray dryer, lalu rendemen protein dari tepung dihitung dan dibandingkan. Rendemen protein yang tertinggi menggambarkan titik kelarutan maksimum dari protein biji kecipir.
3. Penentuan Metode Pengeringan Konsentrat Protein Biji Kecipir Sebelum konsentrat protein diproduksi, dilakukan penelitian untuk menentukan metode pengeringan konsentrat. Parameter warna adalah parameter yang cukup penting dalam penerimaan suatu produk. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan metode pengeringan yang tepat agar diperoleh warna konsentrat protein yang dapat diaplikasikan pada berbagai jenis produk. Penelitian pendahuluan ini mengujicobakan 4 jenis pengeringan, yaitu pengeringan dengan oven vakum, oven biasa, rumah kaca dan spray dryer. Metode pengeringan akan dipilih berdasarkan warna konsentrat protein yang telah dikeringkan. Protein yang telah diendapkan pada pH isoelektriknya dikeringkan dengan empat jenis pengering dan dibandingkan warnanya secara objektif dengan menggunakan kromameter MINOLTA CR-200. Metode pengeringan yang dibandingkan adalah pengeringan dengan oven pada suhu 50oC, pengeringan dengan oven vakum pada suhu 70oC dan tekanan 60 psi, spray dryer dengan suhu outlet 80oC, serta rumah kaca yang bersuhu antara 5070oC.
4. Pembuatan Konsentrat Protein Biji Kecipir Pembuatan konsentrat protein biji kecipir ini dilakukan dengan merujuk pada salah satu metode pembuatan konsentrat protein menurut Lusas dan Rhee (1995), yaitu dengan menggunakan titik isoelektrik dari protein kecipir agar kemudian proteinnya mengendap dan dapat dipisahkan dengan sentrifus.
Prinsip pembuatan konsentrat protein biji kecipir adalah melarutkan tepung biji kecipir pada pH kelarutan protein maksimum, kemudian protein diendapkan pada pH isoelektriknya dan dikeringkan. Menurut Erlina (1982), titik isoelektrik kecipir terdapat pada rentang pH 3.87-4.87, sedangkan pada penelitian Okezie dan Bello (1988) titik isoelektrik yang digunakan ialah pH 4. Proses pelarutan protein dilakukan pada pH yang menghasilkan rendemen protein terbesar yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu pada pH 10. Proses recovery dilakukan untuk mengekstrak protein yang masih terkandung dalam residu awal. Residu awal dilarutkan kembali proteinnya dan digabungkan dengan filtrat yang telah diendapkan. Campuran filtrat larutan tersebut diendapkan proteinnya, dipisahkan dari filtratnya dan dikeringkan. Pengeringan dengan spray dryer dilakukan berdasarkan percobaan sebelumnya yang menunjukkan bahwa pengeringan dengan spray dryer menghasilkan konsentrat dengan derajat putih yang paling tinggi. Secara lengkap, proses pembuatan konsentrat protein ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Tepung kecipir rendah lemak Dilarutkan dalam air destilata dengan perbandingan 1:10
Protein dilarutkan pada pH 10 dengan NaOH 1N Dipanaskan suhu 50oC selama 1 jam dengan pengadukan
@
Gambar 5. Pembuatan Konsentrat Protein Biji Kecipir @ Filtrat
Residu
Filtrat diendapkan di refrigerator semalaman
Dilarutkan lagi dengan air destilata dengan jumlah sama seperti sebelumnya
Filtrat diambil
Protein dilarutkan lagi pada pH 10 dengan NaOH 1N
Gambar 5. Pembuatan Konsentrat Protein Biji Kecipir
5. Analisis Proksimat Penelitian utama yang dilakukan adalah analisis proksimat, sifat fisikokimia dan sifat fungsional dari konsentrat protein kecipir yang sudah diproduksi sebelumnya. a. Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot ≤ 0.0005 gram). Perhitungan : Kadar air (g/100 g bahan basah) = W – (W1-W2) x 100 W Kadar air (g/100 g bahan kering) = W – (W1-W2) x 100 W1-W2
Keterangan : W= bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1= bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2= bobot cawan kosong (g)
b. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl Mikro (AOAC 960.52 yang dimodifikasi) Sejumlah kecil sampel (100-250mg) ditimbang dan dipindahkan ke dalam labu Kjedahl. Setelah itu, ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4. Dua sampai tiga butir batu didih dimasukkan ke labu Kjedahl dan dididihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan ke dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi kemudian dicuci dan bilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air destilata. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan satu bagian metilen biru 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3 kemudian di tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml dan kemudian ditritasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan protein pun dilakukan untuk blanko. Cara perhitungan kadar protein : Kadar N (%) = (ml HCl contoh- ml HCl blanko)x N HCl x 14.007 x 100% mg contoh Kadar protein (%) = %N x faktor konversi
c. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992) Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian
ditimbang. Selongsong kertas saring yang berisi contoh dengan kapas dikeringkan pada suhu 80oC selama ± 1 jam. Selongsong kertas tersebut dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Ekstraksi lemak dengan heksana dilakukan selama ± 6 jam. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 105°C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang hingga bobotnya tetap. Cara perhitungan kadar lemak: Kadar lemak (g/100 g bahan basah) = (W1-W2) x 100 W Kadar lemak (g/100 g bahan kering) = kadar lemak (%BB) x 100 (100-kadar air (%BB)) Keterangan : W = Bobot sampel (g) W1= Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2= Bobot labu lemak kosong (g)
d. Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992) Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven 105oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 2-3 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel padat diarangkan dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam tanur pada suhu maksimum 5500C hingga pengabuan sempurna. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik hingga bobotnya tetap. Perhitungan : Kadar abu (g/100 g bahan basah) = (W1-W2) x 100 W Kadar abu (g/100 g bahan kering) = kadar abu (%BB) x 100 (100-kadar air (%BB)) Keterangan : W = Bobot sampel sebelum diabukan (gram) W1= Bobot cawan + sampel setelah diabukan (gram) W2= Bobot cawan kosong (gram)
e. Analisis Kadar Karbohidrat by difference Kadar karbohidrat (%) = 100 % - {% ( kadar protein + lemak + air + abu)}
6. Analisis Sifat Fisikokimia a. Analisis Warna dan Derajat Putih dengan Chromameter Minolta CR200 (modifikasi Hutching, 1999) Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel yang sudah tersedia dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai L, a, b. Selanjutnya dihitung nilai derajat putih dengan persamaan: Derajat putih = 100 - √{(100-L)2 + (a2+ b2)}
b. Particle Size Index (PSI) (modifikasi Bejarano et al., 2007) Sampel sebanyak 5 gram diayak menggunakan ayakan dalam berbagai ukuran (mesh) yaitu 40 mesh (420 µm), 60 mesh (318 µm), 80 mesh (180 µm), dan 100 mesh (150 µm). Sampel diayak menggunakan alat selama 10 menit. Material yang tersisa dalam ayakan dinyatakan dalam percent over. PSI = Σ aibi Keterangan : ai = percent over pada ayakan bi= koefisien relatif ayakan (40, 60, 80, 100 mesh dinyatakan dalam 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0)
c. Densitas Kamba (ρA) (Okezie dan Bello, 1988) Sampel dimasukkan ke dalam sebuah gelas ukur 10 ml yang telah diketahui beratnya. Gelas ukur yang telah dimasukkan sampel diketuk-ketukkan ke meja > 30 kali hingga tak ada lagi rongga ketika sampel ditepatkan menjadi 10 ml. Gelas ukur yang berisi sampel tersebut kemudian ditimbang. Densitas kamba dapat dihitung dari hasil pembagian berat sampel dengan volumenya (10 ml). Pengukuran densitas kamba dilakukan dua kali ulangan. Densitas kamba (g/ml) = (a-b) x 100% 10 Keterangan : a = berat gelas ukur berisi 10 ml sampel (g) b = berat gelas ukur kosong (g) d. Komposisi Asam Amino (AOAC 982.30) Sebanyak 0.25-0.5 gram sampel konsentrat protein biji kecipir ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung 25 ml untuk ditambahkan 5-10 ml
HCl 6 N (khusus untuk asam amino triptofan, HCl diganti dengan NaOH). Lalu sampel tersebut dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100oC, kemudian disaring. Sampel diambil sebanyak 30 ml dan ditambahkan larutan pengering (metanol, picolotiocianat, dan trietilamin). Sampel dikeringkan dengan pompa vakum dan ditambahkan lagi dengan 30 ml larutan derivatisasi (metanol, natrium asetat, dan trietilamin). Sampel didiamkan 20 menit, kemudian ditambahkan 200 ml natrium asetat sebelum diinjek ke alat HPLC. Kolom HPLC yang digunakan adalah kolom pico tag 3.9x150 mm dengan fase gerak asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1M. Detektor yang digunakan adalah detektor UV dengan panjang gelombang 254 nm. Kadar asam amino dihitung dengan rumus berikut: Kadar asam amino = Luas area contoh x konsentrasi standar x BM x FK x 100 Luas area standar bobot sampel Keterangan: BM= Berat molekul asam amino FK = Faktor konversi
7. Analisis Sifat Fungsional a. Protein solubility (Sathe et al., 1982) Tahap ini dilakukan untuk mengetahui profil kelarutan protein biji kecipir pada berbagai pH. Profil mengenai kelarutan protein ini penting untuk diketahui karena berpengaruh terhadap sifat fungsional protein lainnya (Zayas, 1997). Kelarutan protein ini dapat diamati dengan melarutkan 10 mg sampel ke dalam 10 ml air, lalu pH larutan ditepatkan. Larutan disentrifus dan supernatan diambil untuk dianalisis konsentrasi protein terlarutnya dengan metode Lowry. Pengujian dilakukan dua ulangan. 10 mg konsentrat protein biji kecipir dilarutkan dalam 10 ml air
Larutan tersebut ditepatkan pH 2-12 dengan menggunakan HCl dan NaOH 1N Disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 20 menit pada suhu ruang 0.5 ml supernatan diambil dan ditambahkan 3.5 ml akuades Ditambahkan 5.5 ml pereaksi Lowry*
Divorteks dan disimpan 15 menit pada suhu ruang
Ditambahkan 0.5 ml Folin Ciocalteu
Divorteks dan disimpan 30 menit pada ruang gelap hingga warna biru terbentuk
Absorbansi protein terlarut diukur pada panjang gelombang 650 nm
Nilai absorbansi dimasukkan ke persamaan kurva standar untuk diketahui konsentrasi protein terlarut
Gambar 6. Penentuan Kurva Protein Solubility
*Pereaksi Lowry adalah campuran 50 ml NaOH 0.1 N yang mengandung 2% Natrium karbonat dan 1 ml Na-K-tartarat yang mengandung CuSO4 5%.
b. Daya Serap Air (WHC) (Sathe et al., 1982) Sebanyak 1 g sampel dan 10 ml air destilata dimasukkan ke dalam tabung sentrifus kemudian dikocok dengan vorteks selama dua menit. Campuran kemudian didiamkan selama satu jam pada suhu ruang, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 25 menit. Filtrat dipisahkan secara hati-hati dan diukur dengan gelas ukur 10 ml untuk diketahui volum air bebas yang tidak terikat. Pengukuran daya serap air dilakukan dua kali ulangan, di mana densitas air diasumsikan 1 g/ml. Daya serap air dapat dihitung dengan persamaan berikut. Daya Serap Air (g/g) = (10 ml – volum air tidak terikat (ml)) x densitas air berat sampel kering c. Daya Serap Minyak (Chakraborty, 1986 dalam Zheng et al, 2007) Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan 10 ml minyak kedelai. Campuran tersebut dikocok dengan vorteks selama 30 detik dan didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah itu,
disentrifus pada kecepatan 3600 rpm selama 20 menit. Supernatan dituang ke gelas ukur 10 ml dan diamati volum minyak bebas. Pengukuran dilakukan dua kali ulangan, di mana densitas minyak kedelai diasumsikan sebesar 0.88 g/ml (Sathe et al, 1982). Daya serap minyak dihitung dengan persamaan berikut. Daya Serap Minyak = (10 ml – volum minyak bebas (ml)) x densitas minyak (g/g) berat sampel d. Aktivitas dan Stabilitas Emulsi (modifikasi Franzen & Kinsella, 1976) Pengukuran aktivitas emulsi dilakukan dengan mencampur sebanyak 0.25g sampel dan 25 ml air. Sebanyak 25 ml larutan sampel ditambah 25 ml minyak kedelai. Campuran didispersikan dengan blender selama 1 menit, lalu diambil sebanyak 5 ml untuk ditepatkan pHnya sambil diaduk dengan magnetic stirer. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit sehingga volume emulsi dapat diukur. Aktivitas emulsi dapat dihitung dengan persamaan berikut Aktivitas Emulsi (%) = volum campuran teremulsi x 100% volum total dalam tabung Pengamatan juga dilakukan pada aktivitas emulsi setelah dilakukan pemanasan terhadap sampel. Larutan sampel dan minyak yang sudah didispersikan, dipanaskan 80oC selama 30 menit (Neto et al., 2001 dalam Lawal et al., 2007), disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan diamati lagi volume emulsinya. Untuk mengamati stabilitas emulsi selama waktu tertentu, emulsi yang sudah terbentuk disimpan selama beberapa lama pada suhu ruang. Volume emulsi diamati pada jam ke-0.5, 1, 2, 4, 6 kemudian dicatat dan dibuat kurva kestabilan emulsinya (Okezie dan Bello, 1988). Percobaan kapasitas dan stabilitas emulsi ini dilakukan pada pH 2, 4, 6, 8, dan 10 sebanyak dua kali ulangan.
e. Daya Gelasi (Coffman dan Garcia, 1977) Suspensi sampel dengan konsentrasi 6-20% disiapkan dan ditepatkan pHnya. Suspensi sampel lalu dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit dan setelah diangkat dialiri dengan air mengalir. Setelah mencapai suhu ruang, suspensi ditaruh di refrigerator bersuhu 4oC selama 1 jam. Berdasarkan
penelitian Okezie dan Bello (1988), gel dapat terbentuk dengan pemanasan minimal 80oC 30 menit yang diikuti oleh pendinginan 4oC selama 1 jam. Kekuatan
gel
yang
terbentuk
diukur
secara
kualitatif
dan
dicatat
penampakannya. Pengukuran sifat gelasi ini dilakukan dua ulangan. Skala yang digunakan untuk pengukuran gel adalah: 0 = gel tidak terbentuk 1 = gel sangat lemah, gel jatuh bila dimiringkan 2 = gel tidak jatuh bila tabung dibalik vertikal 3 = gel tidak jatuh bila tabung dibalik vertikal dan dihentak sekali 4 = gel tidak jatuh bila tabung dibalik dan dihentak > 5 kali
f. Kapasitas dan Stabilitas Buih (Coffman dan Garcia, 1977) Sebanyak 2 g sampel dilarutkan dalam 20 ml akuades dan dihomogenkan dengan magnetic stirer selama ± 1 menit. Larutan tersebut kemudian diatur pHnya dan dikocok dengan waring blender selama 2 menit. Volume busa sebelum dan sesudah dikocok dicatat, kemudian kapasitas buih dihitung dengan persamaan berikut: Kapasitas Buih (%) = volum busa sesudah dikocok x 100% volum awal larutan protein Studi terhadap kapasitas buih ini dilakukan pada pH 4, 7 dan 10 sebanyak 2 kali ulangan. Selain itu juga diamati stabilitas buih pada jam ke-0.5, 1, 1.5, 2, 3, 4 dan dibuat kurva stabilitas buih terhadap waktu.