III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain 3 unit bak kultivasi (p = 100 cm, l = 60 cm dan t = 40 cm), 6 unit aquarium (p = 40 cm, l = 25 cm dan t = 27 cm), 6 buah pompa submerged, kabel listrik, kjeldahl flask, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), mikroskop, hemasitometer, mikropipet, kertas saring, timbangan analitik, vacuum pump, homogenizer, tabung ulir, alat destilasi, oven, COD reaktor, penangas air, pH meter, corong pemisah, termometer, spektrofotometer, dan refrigerator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain konsorsium mikroalga yang berasal dari danau LSI. Bahan yang digunakan untuk media kultivasi terdiri dari media limbah cair organik menggunakan limbah cucian RPH, ternak dan pabrik gula sedangkan untuk media sintetik menggunakan kombinasi pupuk Urea, SP-36, KCl, dan gula pasir.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Adapun tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahapan penelitian
1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan dengan membuat kultur percobaan. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui tumbuh atau tidaknya mikroalga yang dikultur dan kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melewati keseluruhan siklus hidup konsorsium mikroalga atau tahapan fase pertumbuhannya. Sebelum dilakukan karakterisasi, terlebih dahulu dilakukan karakterisasi limbah cair organik (limbah cucian RPH, ternak atau pabrik gula). Kadar nutrien yang terkandung pada masing-masing limbah bisa dilihat pada Tabel 8. Pada tahapan penelitian ini dibuat volume
kultur sebanyak 4 liter yang terdiri dari 3.7 liter media (0.9 liter limbah cair organik dan 2.8 liter air) serta 0.3 liter konsorsium mikroalga. Penambahan air pada limbah cair organik bertujuan mengencerkan limbah cair tersebut karena kadar nutriennya cukup tinggi (kadar nutrien tertinggi sebesar 1,490 mg/L dan kadar COD tertinggi sebesar 32,000 mg/L). Jumlah air yang digunakan disesuaikan sampai media mengandung kadar nutrien yang sesuai dengan yang diinginkan pada kisaran seperti pada Tabel 9 (kadar nutrien teringgi dalam skala ratusan mg/L dan kadar COD tertinggi pada kisaran ribuan mg/L). Kultur ditanam dalam toples plastik yang memiliki kapasitas 5 liter. Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan pengamatan dan analisis terhadap pertumbuhan mikroalga setiap hari dari hari ke-0 sampai akhir periode kultivasi. Analisis pertumbuhan konsorsium mikroalga yang terdiri dari analisis kerapatan dan biomassa sel. Analisis kerapatan sel dilakukan dengan metode haemacytometer dan analisis biomassa sel dilakukan dengan metode sentrifugasi.
2. Penelitian Utama a. Kultivasi pada Media Limbah Cair Organik Tahap 1 Sebelum dilakukan tahap kultivasi, terlebih dahulu dilakukan karakterisasi konsorsium mikroalga. Selanjutnya dilakukan penyiapan tiga buah bak kultivasi untuk kultur konsorsium mikroalga. Bak kultivasi ini terbuat dari fiberglass dengan dimensi (100 x 60 x 40) cm3 = 240,000 cm3 = 240 L yang dilengkapi dengan sekat di bagian tengah untuk alat bantu sirkulasi. Kultur dibuat dengan volume 180 L per bak yang terdiri dari 75% media dan 25% konsorsium mikroalga. Masing-masing bak berisi kultur konsorsium mikroalga dengan jenis media yang berbeda. Bak pertama menggunakan media limbah cucian RPH, bak kedua menggunakan media limbah cucian ternak dan bak ketiga menggunakan media limbah cucian pabrik gula. Ketinggian kultur kurang lebih 30 cm. Gambar bak kultivasi bisa dilihat pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Bak kultivasi Pada tahap kultivasi ini dilakukan sirkulasi media kultur secara kontinu dengan menggunakan dua buah pompa submerged yang dipasang secara berlawanan arah sehingga aliran media berputar mengelilingi sekat di tengah bak. Sirkulasi atau pengadukan ini dilakukan untuk mencegah pengendapan sel dan mencegah perbedaan suhu dalam kultur. Parameter yang dipantau adalah kerapatan sel, biomassa, suhu, dan pH. Perhitungan jumlah sel dilakukan setiap 24 jam sekali dari hari ke-0 sampai akhir periode kultivasi. Penghitungan dilakukan secara Direct Microscopic Count dengan menggunakan haemacytometer di bawah mikroskop pada perbesaran 400x. Penentuan berat kering dilakukan dengan metode gravimetri dengan menggunakan oven suhu 105o C, suhu diukur dengan menggunakan termometer, dan pH diukur dengan menggunakan pH meter.
b. Kultivasi pada Media Limbah Cair Organik Tahap 2 Seperti pada penelitian pendahuluan, sebelum dilakukan kultivasi terlebih dahulu dilakukan karakterisasi media karena walaupun media tersebut berasal dari sumber yang sama, belum tentu memiliki karakteristrik yang sama pula. Kultur pada tahap 2 ini akan digunakan sebagai pembanding kultur pada tahap 1. Kultur ini dibuat dalam 6 aquarium (kapasitas 40 liter) dengan 2 ulangan untuk masing-masing media limbah. Perbandingan volume antara media dengan konsorsium mikroalga tetap menggunakan perbandingan 75% : 25% dengan total volume 20 liter untuk masing-masing akuarium. Ketinggian kultur kurang lebih 16.7 cm. Pada kultur ini tidak dilakukan sirkulasi seperti kultur pada tahap 1. Parameter yang diuji sama seperti pada kultur tahap 1, yaitu meliputi kerapatan sel, biomassa sel, suhu, dan pH.
15
c. Kultivasi pada Media Sintetik Kultivasi pada media sintetik ini dilakukan untuk mengetahui media terbaik bagi pertumbuhan optimum konsorsium mikroalga. Sebelum dilakukan kultivasi, terlebih dahulu dilakukan karakterisasi pupuk Urea (kadar N), SP-36 (kadar P), KCl (kadar K), dan gula pasir (kadar COD). Selanjutnya dibuat media kultur sintetik I, II dan III dengan komposisi N, P, K COD dan seperti pada Gambar 3, dimana untuk semua media memiliki kadar N 50 mg/L, K 10 mg/L dan COD 1,000 mg/L sedangkan untuk kadar P bervariasi, berturut-turut media I, II dan III memiliki kadar P 11 mg/L, 16.5 mg/L dan 22 mg/L. Kultivasi dibuat dalam akuarium berkapasitas 40 liter sebanyak 6 buah dengan masingmasing media sebanyak 2 ulangan. Volume kultur yang dibuat adalah 28 liter dengan perbandingan media dan konsorsium mikroalga 75% : 25%. Ketinggian kultur kurang lebih 23.3 cm. Parameter yang diamati adalah kerapatan sel, biomassa, kadar minyak, kadar nitrogen, kadar fosfor, kadar COD, suhu, dan pH.
3. Prosedur Analisis a. Penentuan Kurva Pertumbuhan (Hadioetomo 1993) Pertumbuhan konsorsium mikroalga diamati dengan cara mengambil sampel setiap hari menggunakan mikopipet, memasukkan sampel ke dalam chamber hemasitometer dan menghitung jumlah sel secara langsung. Hasil perhitungan nilainya dikonversikan ke dalam nilai logaritmik dan dibuat kurva pertumbuhan dengan jumlah sel (logaritmik) sebagai sumbu y dan waktu (hari) sebagai sumbu x. Proses perhitungan jumlah sel ini adalah metode hitung langsung sebagai berikut: i. Permukaan hitung hemasitometer dan kaca penutup dibersihkan dari sisa-sisa minyak. ii. Tutup kaca hemasitometer diletakan pada permukaan hemasitometer. Suspensi biakan konsorsium mikroalga hasil pengambilan contoh dikocok, kemudian diambil dengan mikropipet sebanyak 20 µl. iii. Suspensi tersebut diteteskan pada tempat menaruh sampel yang terdapat pada hemasitometer hingga suspensi konsorsium mikroalga menyebar pada ruang hitung. iv. Hemasitometer atau Petroff Hausser Counting Chamber ditaruh di atas pentas mikroskop. Hemasitometer yang digunakan pada penelitian ini adalah hemasitometer dengan ketebalan cairan (space antara coverslip dan slide) sebesar 0.1 mm dan luas bidang per kotak kecilnya adalah 0.0025 mm2. Sel yang diamati adalah sel yang terdapat dalam 9 kotak besar yang terletak pada garis diagonal yang berukuran 0.36 mm2 (9 x 16 x 0.0025 mm2) dihitung dengan mikroskop pada perbesaran 400x. Gambar 7 berikut ini adalah tahapan perhitungan jumlah sel dengan Petroff Hausser Counting Chamber yang memiliki space antara coverslip dan slide sebesar 0.02 mm dan luas bidang per kotak kecilnya sebesar 0.0025 mm2.
Gambar 7. Tahapan perhitungan jumlah sel secara Direct Microscopic Count dengan menggunakan Petroff Hausser Counting Chamber (Madigan et al. 1997)
16
v. Formulasi yang dipakai dalam menghitung kepadatan sel adalah sebagai berikut:
Keterangan: n sel 0.36 mm2 0.1 mm
= jumlah sel dalam 9 kotak besar = luas bidang hemasitometer dalam 9 kotak besar = space antara coverslip dan slide
Rumus ini kondisional tergantung seberapa banyak kotak yang kita amati selnya. Penjelasan perhitungan dengan hemasitometer ini secara detail bisa dilihat pada Lampiran 1. vi. Hasil perhitungan diplotkan pada grafik hingga diperoleh kurva pertumbuhan dengan umur kultur (hari) sebagai sumbu x dan log kerapatan sel (sel/ml) sebagai sumbu y. Contoh pembuatan grafik selnya bisa dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Contoh pembuatan grafik populasi sel (Madigan et al. 1997)
b. Penentuan Laju Pertumbuhan Konsorsium Mikroalga Pertumbuhan konsorsium mikroalga meliputi tahap perhitungan laju pertumbuhan sel dan produktivitas konsorsium mikroalga. i. Perhitungan laju pertumbuhan spesifik sel Laju pertumbuhan spesifik sel mikroalga diperoleh dari data jumlah kerapatan sel selama kultivasi mikrolaga. Rumus laju pertumbuhan spesifik sel mikroalga adalah sebagai berikut (Madigan et al. 1997):
Keterangan : µ Nt N0 t
= laju pertumbuhan spesifik sel (pembelahan sel/hari) = kerapatan sel pada hari ke-t (sel/ml) = kerapatan sel pada hari ke-0 (sel/ml) = waktu (hari)
Rumus ini berlaku untuk semua fase pertumbuhan mikroalga. Adapun asal mula rumus ini bisa dilihat pada Lampiran 2. ii. Perhitungan produktivitas sel (Chrismadha 1993) Untuk menentukan produktivitas konsorsium mikroalga, terlebih dahulu dilakukan pengukuran berat kering atau biomassa sel. Biomassa sel bermakna banyaknya sel persatuan luas atau persatuan
17
volume pada suatu daerah dan pada suatu waktu tertentu (Cushing et al. 1958 in Nontji 1984). Pengukuran biomassa sel dengan menyaring sampel sebanyak 5 ml dengan menggunakan kertas saring yang memiliki porositas 0.45 µm dan diameter 47 mm. Padatan yang tersaring kemudian dikeringkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 105 ºC. Residu konsorsium mikroalga yang telah dikeringkan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Berat kering ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan: Bt Wt W0
= biomassa sel (mg/ml) = berat kertas saring akhir (gram) = berat kertas saring awal (gram)
Setelah ditentukan nilai biomassa selnya, selanjutnya dihitung nilai produktivitasnya dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan: Pt µt Bt
= produktivitas sel (mg/(ml.hari)) = laju pertumbuhan sel (pembelahan sel/hari) = biomassa sel (mg/ml)
c. Penentuan Kadar Minyak (APHA ed.20th 5520 1998) Pengujian kadar minyak dilakukan dengan metode gravimetri. Sampel diambil sebanyak 250-1000 ml kemudian ditambahkan 1-1.5 ml H2SO4 atau HCl 1:1. Penambahan asam sulfat atau asam klorida ini bertujuan untuk memisahkan komponen minyak yang ada pada deterjen dan melisiskan sel. Selanjutnya sampel diocok sebentar lalu ditambahkan 30 ml heksan kemudian dikocok kuat selama 12 menit dan didiamkan selama 5-10 menit sehingga komponen heksan terpisah dengan komponen air. Selanjutnya komponen air dibuang. Jika fraksi heksan masih mengandung air, tambahkan 1-2 gram Na2SO4 anhidrat. Kemudian saring fraksi heksan dan dikeringkan dalam cawan kosong (W0). Setelah kering, wadah ditimbang kembali (Wt) lalu dihitung kadar minyaknya.
d. Penentuan Kadar Nitrogen Penentuan kadar nitrogen ini terdiri dari penentuan kadar N-NH3 dan N-NO3. Berikut adalah cara penentuan kadar N-NH3 dan kadar N-NO3. i. Penentuan kadar N-NH3 (APHA ed.20th 4500-N-NH3 C 1998) Sampel diambil kira-kira 10 ml atau di bawah 25 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Kemudian tabung beserta erlenmeyer 250 ml untuk penampung dipasang pada alat auto destillation. Masukan NaOH 6 N dan H3BO3 2% (yang sudah dicampur dengan indikator mengsel) ke dalam jrigen masing-masing yang sudah tersedia dan tersambung dengan auto destillation. Untuk awal destilasi diatur waktu pada mode AUTO kira-kira 7 menit. Sampel selanjutnya cukup didestilasi selama 4 menit. NaOH 6 N disalurkan ke dalam tabung berisi sampel dengan cara menekan tombol NaOH pada alat. H3BO3 2% akan mengalir secara otomatis ke dalam erlenmeyer penampung. Destilasi dibiarkan hingga set waktu habis dengan tanda bunyi “nit” pada alat lalu tekan tombol
18
STOP. Setelah didestilasi, warna sampel berubah dari ungu menjadi ungu kehijauan atau hijau. Prosedur tersebut dilakukan juga pada blanko. Blanko dibuat di awali dan di akhiri dengan sampel Selanjutnya larutan dititrasi dengan H2SO4 0.02 N terstandar hingga berwarna ungu kembali. Kadar N-NH3 dihitung dengan rumus sebagai berikut.
ii. Penentuan kadar N-NO3 (Metode Brusin Sulfanilat) Sebelum melakukan analisis kadar N-NO3 terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi. Untuk membuat kurva kalibrasi, terlebih dahulu dibuat larutan standar N-NO3 diencerkan hingga 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mg/L. Dari masing-masing kadar tersebut dipipet sebanyak 10 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml NaCl 30% dan 10 ml H2SO4 lalu diaduk dan dibiarkan hingga dingin. Sebanyak 0.5 ml reagen brusin-asam sulfanilat ditambahkan pada larutan kemudian dipanaskan pada penangas air dengan suhu 95oC selama 20 menit lalu didinginkan. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada λ = 410 nm. Setelah itu, dibuat kurva kalibrasi dari hubungan kadar N-NO3 dan nilai absorbansi larutan standar lalu ditentukan persamaan regresi liniernya. Untuk pengujian sampel hampir sama dengan tahapan di atas dengan jumlah sampel sebanyak 10 ml. Setelah intensitas warna yang terbentuk diukur, nilai yang terukur dimasukan ke dalam persamaan regresi linier yang sudah ditentukan untuk menentukan kadar N-NO3.
e. Penentuan Kadar Fosfor (APHA ed. 20 th 4500-P D 1998) Anlalisis kadar ortofosfat ini dilakukan untuk mengetahui kadar fosfor yang terkandung dalam media. Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dengan cara mengencerkan larutan standar fosfat hingga kadar menjadi 0.0 – 2.0 mg/L PO43-. Dari masing-masing standar dipipet sebanyak 25 ml kemudian dicampur dengan larutan amonium molibdat dan SnCl2 lalu diukur intensitas warna biru yang terbentuk pada panjang gelombang yang sama (660 – 690 nm). Kemudian dibuat kurva kalibrasi antara kadar dan absorbansi. Selanjutnya ditentukan persamaan regresi linier dari kurva tersebut. Untuk mengetahui kadar ortofosfat pada sampel, sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 1 ml amonium molibdat serta 0.125 ml SnCl2. Larutan kemudian dikocok hingga merata, kemudian didiamkan selama 10 menit. Warna biru yang terjadi diukur intensitasnya pada panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang yang digunakan untuk penentuan persamaan regresi linier. Kadar ortofosfat ditentukan dengan memasukan nilai absorbansi hasil pengukuran sampel ke dalam persamaan regresi linier yang sudah ditentukan tadi. Selanjutnya kadar fosfor dihitung dengan rumus:
f. Penentuan Kadar COD (APHA ed. 20th 4500-H+ B 1998) Sebanyak 2.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung tabung ulir lalu ditambahkan 1.5 ml larutan K2Cr2O7 dan 3.5 ml pereaksi H2SO4 (asam COD). Setelah itu dipanaskan selama 2 jam pada COD Reactor dengan suhu 150oC. Setelah dingin, larutan dituang ke erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan indikator ferroin 1 – 2 tetes. Larutan yang sudah ditetesi ferroin, dititrasi dengan larutan Ferro Aluminium Sulfat (FAS) 0.1 M hingga warna kecoklatan. Proses diulangi pada blanko akuades. Kadar COD dihitung dengan rumus berikut.
19
Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan FAS perlu distandarisasi. Standarisasi dilakukan sama seperti langkah-langkah penentuan COD, namun sampelnya adalah akuades, serta tanpa adanya pemanasan.
g. Analisis Data Analisis data diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan. Pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis secara deskriptif menggunakan tabel dan grafik. Analisis ini menggambarkan pengaruh perlakuan yang diberikan, yaitu kadar fosfor terhadap pertumbuhan konsorsium mikroalga (kerapatan sel, biomassa sel, laju pertumbuhan spesifik sel, dan produktivitas biomassa) serta kadar minyak.
20