III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/CPO) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Jakarta, PT Perkebunan Nusantara VIII Banten, PT Perkebunan Nusantara XIII Perkebunan Gunung Meliau Kalimantan Barat, dan PT Perkebunan Nusantara XIII Perkebunan Ngabang Kalimantan Barat. Sampel CPO diberi kode CPO A, CPO B, CPO C, dan CPO D. Bahan lain yang digunakan dalam analisis kimia adalah n-heksana, larutan NaOH 0.1 N, ethanol 95%, indikator fenolftalein, kristal kaliumhidrogenphtalat (KHP), sikloheksana, larutan Wijs, larutan KI 15%, larutan Na2S2O7 0.1 N, indikator pati, dan air destilata. Peralatan yang digunakan adalah Haake Rotoviscometer RV20 (Karlsruhe, Jerman) untuk mengukur karakteristik reologi, pycnometer, waterbath, termometer, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, erlenmeyer, dan pipet mohr.
B.
METODE PENELITIAN 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar Sampel CPO yang digunakan merupakan sampel dari industri pengolah CPO yang belum mengalami proses transportasi dan penyimpanan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, diharapkan komposisi kimia dan kondisi kristal lemak di dalamnya belum mengalami perubahan akibat terjadinya pelelehan dan kristalisasi lemak yang berulang. Analisis mutu CPO dilakukan berdasarkan atribut mutu yang ditetapkan dalam standar spesifikasi CPO menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2901-2006 yang mencakup kadar air dan kotoran (maksimal 0.5%), kadar asam lemak bebas (sebagai asam palmitat, maksimal 0.5%), dan bilangan iod (50-55 g iod/100 g).
2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar Densitas CPO diukur dengan menggunakan pycnometer kapasitas 100 mL. Pengukuran densitas CPO ini menggunakan metode pengukuran densitas untuk minyak dan lemak yang tertera dalam AOCS Cc 10a-25 tahun 1997.
3. Pengukuran Sifat Reologi Minyak Sawit Kasar Pengukuran sifat reologi dilakukan menggunakan Haake Rotoviscometer RV 20 dengan sistem pengukuran M5 (Gambar 6). Sistem sensor yang digunakan adalah sensor NV yang terdiri atas sebuah silinder ko-aksial dengan dua celah/gap (celah dalam = 0.35 mm; celah luar = 0.4 mm). Perlakuan suhu selama percobaan dikontrol oleh thermocontroller yang diatur melalui program Rotoviscometer.
13
Gambar 6. Haake Rotoviscometer RV 20 untuk pengukuran sifat reologi CPO Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap sifat reologi CPO, dilakukan pengukuran viskositas terukur dan sifat aliran fluida CPO pada suhu yang berbeda yaitu pada kisaran suhu 25 oC hingga suhu 55 oC, dengan kenaikan suhu pada setiap pengukuran sebesar 5 oC (yaitu suhu 25, 30, 35, 40, 45, 50,dan 55 oC). Suhu terendah 25 oC dipilih karena suhu pengaliran minimal yang dapat dialami CPO adalah pada suhu kamar sedangkan suhu 55 oC sebagai suhu maksimal dipilih berdasarkan rekomendasi CODEX untuk suhu maksimal pengaliran CPO. Pengukuran sifat aliran fluida pada beberapa suhu diawali dengan pengaturan suhu CPO. Untuk sampel CPO dengan suhu pengukuran lebih besar dari 25 oC, sebelumnya sampel dipanaskan dengan waterbath selama selama 30 menit sampai suhu yang ingin dicapai. Setelah suhu tercapai, suhu ditahan selama 10 menit dengan shear rate 0 s-1. Selanjutnya sampel dikenai shear rate pada kisaran 50-400 s-1, Pengukuran ini dilakukan dua kali pengulangan pada setiap suhu. Sifat aliran CPO ditentukan dengan menggunakan model persamaan fluida yang paling tepat dan dihitung nilai n (indeks tingkah laku aliran) dan nilai K (indeks konsisten) sampel CPO pada suhu pengukuran tersebut. Perubahan viskositas terukur pada suhu tertentu dimodelkan dan ditentukan kesesuaiannya dengan model Arrhenius (Singh & Heldman 2001).
4. Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan adalah uji ANOVA dengan uji lanjut Duncan, uji korelasi dengan Pearson, dan uji regresi sederhana. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS 16.0 dan minitab 15.
C. METODE ANALISIS 1. Kadar Air (BSN 2006) Penentuan kadar air dilakukan berdasarkan metode SNI 01-2901-2006. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven pada suhu 103 oC selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian cawan tersebut ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan dalam cawan yang sudah dikeringkan. Cawan yang sudah berisi sampel dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu minyak mencapai suhu ruang. Kemudian cawan yang berisi sampel tersebut ditimbang. Setelah itu, dipanaskan ke dalam oven pada
14
suhu 130 ± 2 oC selama 30 menit dan segera dimasukkan ke dalam desikator. Lalu didinginkan selama 15 menit dan ditimbang kembali. Cawan tersebut dikeringkan kembali ke dalam oven sampai selisih berat antara dua pertimbangan berturut-turut tidak melebih 0.02% dari berat sampel. Perhitungan kadar air menggunakan Persamaan 5. Kadar air (%) = W-(W1-W2) x100% W1-W2
(5)
Keterangan : W : bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W1 : bobot sampel setelah dikeringkan + bobot cawan kosong (g) W2 : bobot cawan kosong (g)
2. Kadar Kotoran (BSN 2006) Pengujian kadar kotoran menggunakan sampel hasil penentuan kadar air yang sudah diketahui beratnya. Alat penyaring (kertas Whatman No. 41) dicuci menggunakan pelarut nheksana lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 103 oC selama 30 menit. Setelah dikeringkan kertas Whatman No. 41 didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sebanyak 50 mL pelarut ditambahkan ke dalam sampel uji dan dipanaskan pada penangas air, sambil digoyang-goyangkan sampai minyak larut semua. Sampel uji kemudian disaring dengan menggunakan alat penyaring. Pencucian dilakukan beberapa kali dengan menggunakan pelarut sampai kertas Whatman No. 41 bersih dari minyak. Kertas Whatman No. 41 kemudian dikeringkan ke dalam oven suhu 103 ± 2 oC selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kertas Whatman No. 41 kemudian ditimbang hingga diperoleh berat yang konstan. Kadar kotoran dihitung dengan rumus seperti pada Persamaan 6 : Kadar kotoran (%) = W-(W1-W2) W
(6)
Keterangan : W : bobot sampel (g) W1 : bobot alat penyaring setelah dikeringkan (g) W2 : bobot alat penyaring kering (g)
3. Kadar Asam Lemak Bebas (BSN 2006) Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan berdasarkan metode SNI 01-29012006. Lima gram sampel dilarutkan dengan 50 mL alkohol 95% netral, kemudian sampel tersebut dipanaskan pada suhu 40 oC sampai sampel minyak larut semuanya. Setelah larut (homogen), sampel tersebut ditambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes. Setelah itu campuran dititrasi dengan larutan standar NaOH 0.1 N hingga warna merah muda yang stabil minimal selama 30 detik. Uji ini sekurang-kurangnya dilakukan duplo dan perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0.05%. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan Persamaan 7. Asam lemak bebas (%) =
256 x 𝑁 x 𝑉 10W
(7)
15
Keterangan : 256 : Konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat V : Volume NaOH yang diperlukan dalam titrasi (mL) N : Normalitas NaOH W : Bobot sampel (g)
4. Bilangan Iod (BSN 2006) Penentuan bilangan iod dilakukan berdasarkan metode SNI 01-2901-2006. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap per 100 gram minyak. Sampel yang akan diuji dilelehkan pada suhu 60 oC sampai 70 oC lalu diaduk hingga rata. Sampel ditimbang sebanyak 0.4 gram sampai 0.6 gram dan dimasukan ke dalam erlenmeyer bertutup asah 250 mL atau 500 mL. Pada larutan tersebut ditambahkan 15 mL sikloheksana untuk melarutkan larutan uji tersebut. Sebanyak 25 mL larutan Wijs ditambahkan dengan menggunakan pipet gondok lalu erlenmeyer tersebut ditutup. Sampel tersebut dikocok dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit. Ke dalam sampel tersebut ditambahkan 10 mL larutan KI 10% dan 50 mL air suling. Erlenmeyer tersebut ditutup, dikocok, kemudian dilakukan titrasi dengan larutan natrium tiosufat 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi kuning muda. Sebanyak 1-2 mL indikator pati ditambahkan ke dalam larutan tersebut, lanjutkan dengan melakukan titrasi sampai warna birunya hilang setelah dikocok kuat-kuat. Analisis dilakukan secara duplo. Perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh lebih besar dari 0.05%. Perhitungan bilangan iod berdasarkan Persamaan 8. Bilanga iod = 126.9 X N X (V2-V1)
(8)
10W Keterangan: N : Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N V1 : Volume larutan tiosulfat 0.1 N yang digunakan pada titrasi sampel (mL) V2 : Volume larutan tiosulfat 0.1 N yang digunakan pada titrasi blanko (mL) 126.9 : Berat atom iod W : Bobot sampel (g)
5. Densitas (AOCS 1997) Pengukuran densitas CPO dilakukan dengan menggunakan metode AOCS Cc 10a-25. Pada metode ini terdapat perbedaan prosedur pengukuran densitas antara suhu 25 oC dengan suhu di atas 25 oC. Untuk pengukuran densitas pada suhu 25 oC, sampel CPO harus dilelehkan terlebih dahulu agar kandungan olein dan stearin pada CPO tercampur homogen. Kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menyaring kotoran yang tidak larut pada sampel. Setelah disaring, sampel didinginkan hingga suhu 2023 oC dan setelah dingin sampel diisikan ke pycnometer hingga penuh. Kemudian pycnometer ditutup dan dipastikan tidak ada gelembung yang terperangkap di dalam pycnometer tersebut. Setelah pycnometer terisi sampel didiamkan di suhu ruang (25 ± 0.1 o C) kemudian ditimbang dan dihitung densitasnya dengan Persamaan 9. Secara keseluruhan prosedur pengukuran densitas di atas suhu 25 oC hampir sama dengan pengukuran densitas pada suhu 25 oC. Sampel CPO dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring untuk
16
menghilangkan kotoran yang tidak larut pada sampel. Kemudian sampel didinginkan pada suhu 20-23 oC. Sampel diisikan ke dalam pycnometer 100 mL sampai melebihi kapasitas pycnometer tersebut. Kemudian pycnometer tersebut ditutup dan pastikan tidak ada gelembung yang terperangkap di dalam pycnometer tersebut. Pycnometer yang berisi sampel CPO kemudian dipanaskan hingga suhu yang ingin dicapai dengan perbedaan suhu ± 0.1 selama 30 menit. Setelah 30 menit pycnometer diangkat dari waterbath dan dikeringkan dari sisa-sisa air dan lemak yang menempel di dinding pycnometer. Kemudian pycnometer didinginkan selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar penimbangan pycnometer stabil. Setelah dingin pycnometer yang berisi sampel ditimbang dan dihitung dengan menggunakan Persamaan 10. Densitas pada suhu 25 oC
=
W2 –W1
w Densitas pada suhu di atas suhu 25 oC =
(9) F
W (1+0.000025 X 35)
(10)
Keterangan : W : Bobot air pada suhu 25 oC (g) W1 : Bobot pycnometer kosong (g) W2 : Bobot pycnometer dan sampel (g) F : Bobot sampel pada suhu 60 oC
17