III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Teoritis
3.1.1
Teori Supply – Demand Lahan Harga lahan secara nyata merupakan keseimbangan antara permintaan dan
penawaran baik melalui lembaga formal maupun non-formal. Penggunaan lahan tidak lepas dari kompetisi antar penggunaannya. Kompetisi penggunaan lahan tersebut mempengaruhi harga lahan. Penggunaan lahan untuk permukiman saling berkompetisi dengan penggunaan lain dan menyebabkan terjadinya perbedaan pada harga lahan. Lahan yang sama-sama digunakan untuk tujuan permukiman memiliki perbedaan harga sebagaimana faktor fisik dan non fisik yang mempengaruhinya. Kebijakan pemerintah dalam perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah baik di tingkat pusat maupun daerah juga dapat mempengaruhi penggunaan lahan. Hal ini tidak hanya berdampak pada perubahan penggunaan lahan, tetapi juga akan mendorong permintaan terhadap lahan. Peningkatan permintaan terhadap lahan akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga lahan. Harga lahan akan mengalami perubahan. Perubahan harga lahan dalam hal ini menunjukkan adanya perbedaan terhadap besarnya harga lahan sebelum dan setelah adanya kebijakan pemerintah, seperti kegiatan pembangunan dan pengembangan suatu sarana umum. Dalam masyarakat modern, penggunaan lahan umumnya digunakan untuk kegiatan yang memberikan keuntungan tertinggi. Penggunaan lahan untuk tujuan permukiman (B) memberikan keuntungan tertinggi kedua setelah penggunaan lahan untuk komersial atau industri (A). Urutan penggunaan selanjutnya adalah 19
untuk berbagai tipe lahan tanaman dan padang rumput (C) dan padang penggembalaan (D) seperti terlihat dalam Gambar 3. Penggunaan Komersial dan Industri (A) Zona Transfer dari A ke B Perumahan (B)
P
Zona Transfer dari B ke C Lahan Pertanian dan Padang Rumput (C)
Q
Nilai Lahan dan Sewa Ekonomi Lahan
Padang Penggembalaan (D)
R Zona transfer dari C ke D
Pusat Kota
Kapasitas Penggunaan Menurun
Sumber : Barlowe dalam Silalahi (2008)
Gambar 3. Profil Umum Penggunaan Lahan Margin antara penggunaan untuk komersial dan industri dengan perumahan terjadi di titik P. Pada titik ini, lebih menguntungkan untuk menggeser ke penggunaan untuk perumahan daripada dilanjutkan untuk penggunaan komersial. Transfer margin yang lain yang juga nyata adalah di titik Q dimana lebih menguntungkan untuk menggeser ke penggunaan untuk lahan pertanian dan padang rumput daripada dilanjutkan untuk penggunaan permukiman. Sama halnya di titik R dimana menjadi lebih menguntungkan untuk menggeser ke penggunaan padang penggembalaan daripada dilanjutkan untuk penggunaan untuk pertanian dan padang rumput. 20
McCann (2001) menjelaskan tentang kompetisi penggunaan lahan untuk berbagai sektor berdasarkan beberapa asumsi. Sektor jasa diasumsikan memiliki preferensi yang tinggi terhadap akses pasar, sedangkan sektor retail dan distribusi diasumsikan memiliki preferensi yang relatif tinggi terhadap akses antarkota. Sektor tersebut pada umumnya membutuhkan lahan yang luas. Sementara itu, sektor manufaktur diasumsikan berada antara sektor jasa dan retail. Hal ini karena sektor manufaktur membutuhkan akses terhadap kedua sektor tersebut. Selain itu, diasumsikan bahwa pasar persaingan sempurna menjamin keuntungan berada pada titik keseimbangan, yaitu sebesar nol untuk seluruh sektor. Alokasi lahan perkotaan untuk berbagai sektor dapat dilihat pada Gambar 4. Rent /m2 W Kurva Bid-Rent untuk sektor jasa
Kurva Bid-Rent untuk sektor manufaktur X
Kurva Bid-Rent untuk sektor retail Y Z
rA
M d (jarak dalam m) ds dm
dr lahan perkotaan
lahan pertanian
Sumber : McCann (2001)
Gambar 4. Alokasi Lahan Perkotaan untuk Beberapa Sektor 21
Gambar 4 juga menunjukkan bahwa sektor jasa mendominasi wilayah pusat kota dengan jarak ds dari titik M. Sektor manufaktur mendominasi wilayah sekitar pusat kota, yaitu antara ds dan batas dm. Sementara itu, sektor retail dan distribusi mendominasi area antara dm dan batas dr dari titik M. Kurva WXYZ menunjukkan gradien sewa lahan perkotaan sebenarnya yang dipengaruhi oleh jarak. Gradien sewa lahan tersebut ditunjukkan oleh kurva sewa lahan tertinggi dari setiap sektor penggunaan lahan. kurva tersebut menunjukkan bahwa gradien sewa lahan cembung tehadap pusat kota (titik M). Hal ini memiliki arti bahwa sewa lahan akan menurun jika lahan semakin jauh dari pusat kota. 3.1.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Penetapan harga lahan bersumber dari total penjumlahan sifat intrinsik
yang dimiliki suatu lahan. Penetapan harga lahan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh aspek fisik lahan, tetapi juga dipengaruhi oleh aspek lainnya seperti aspek lokasi, sosial, ekonomi, kependudukan dan lingkungan. Hadianto (2009) menjelaskan bahwa harga lahan tergantung pada luas lahan itu sendiri. Secara empiris, semakin luas lahan yang ditransaksikan, maka harga lahan per m2 lebih rendah dibanding dengan luasan yang lebih kecil. Berdasarkan teori lokasi menurut teori Von Thunen, lahan yang berada dekat dengan pusat pasar akan memiliki sewa yang tinggi dibandingkan lahan yang berada jauh dari pusat pasar. Begitu juga dengan lokasi lahan terhadap sarana umum. Semakin dekat suatu lahan dengan sarana umum, permintaan terhadap lahan itu akan semakin tinggi sehingga harga lahan pun akan meningkat. Teori lokasi lahan juga dapat dilihat berdasarkan model Bid-Rent. McCann (2001) menjelaskan bahwa dalam rangka membangun sebuah kurva 22
Bid-Rent, diasumsikan bahwa titik M merupakan pusat bisnis atau pusat kota. Sementara itu d merupakan jarak yang harus ditempuh seseorang dari permukiman menuju tempat kerja/pusat kota. Selain itu, diasumsikan bahwa perjalanan seseorang menuju titik M akan menimbulkan biaya transportasi. Model Bid-Rent dapat menunjukkan jarak permukiman dari pusat kota. Secara empiris, jika jarak permukiman semakin jauh dari pusat kota, maka sewa lahan akan lebih rendah karena semakin besarnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan seseorang menuju pusat kota. Beberapa kurva Bid-Rent individu dapat menunjukkan tingkat utilitas yang berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan utilitas tersebut disebabkan oleh adanya kendala anggaran yang dimiliki oleh seseorang dimana tingkat utilitas individu akan berbeda untuk setiap tingkat pendapatan. Gambar 5 menunjukkan perbedaan tingkat utilitas U individu yang digambarkan oleh kurva Bid-Rent BR1, BR2 dan BR3 dimana kurva BR3 menunjukkan tingkat utilitas tertinggi, atau dapat ditulis U(BR1) < U(BR2) < U(BR3). rent/m2
BR1 BR2 BR3
M
d (jarak dalam meter)
Sumber : McCann (2001)
Gambar 5. Kurva Bid-Rent Individu
23
McCann (2001) juga menjelaskan alokasi lahan permukiman dengan preferensi yang relatif tinggi terhadap aksesibilitas. Dalam kondisi tertentu, elastisitas pendapatan terhadap permintaan aksesibilitas lebih tinggi dibandingkan elastisitas pendapatan terhadap permintaan ruang. Kelompok dengan pendapatan tinggi akan memilih untuk tinggal di pusat kota, sedangkan kelompok dengan pendapatan menengah akan memilih untuk tinggal di daerah yang berdekatan dengan pusat kota. Sementara itu, kelompok dengan pendapatan rendah memilih tinggal di pinggir kota. Hal ini berdasarkan elastisitas pendapatan masing-masing kelompok terhadap permintaan akesibilitas. Kondisi ini dapat digambarkan sebagai berikut: Rent /m2 W
Kurva Bid-Rent untuk kelompok berpendapatan tinggi
X
Kurva Bid-Rent untuk kelompok berpendapatan menengah Kurva Bid-Rent untuk kelompok berpendapatan rendah
M
d (jarak dalam meter) dh dm dl
Sumber : McCann (2001)
Gambar 6. Alokasi Lahan Permukiman dengan Preferensi yang Relatif Tinggi terhadap Aksesibilitas 24
Gambar 6 menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki pendapatan tinggi akan memilih tinggal di daerah yang memiliki jarak sebesar dh dari pusat kota M. Kelompok yang berpendapatan menengah akan tinggal di daerah yang berdekatan dengan perbatasan dh. Jarak lahan permukiman kelompok yang berpendapatan menengah adalah sebesar dm dari pusat kota M. Sementara itu, kelompok yang berpendapatan rendah akan menempati wilayah pinggir kota yang memiliki jarak sebesar dl dari pusat kota M. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa lahan dengan aksesibilitas yang semakin dekat dari pusat kota memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang berada jauh dari pusat kota. Faktor lain yang dapat mempengaruhi harga lahan yaitu status lahan, jarak bidang tanah ke jalan raya, status jalan, bentuk lahan dan topografi lahan. Lahan yang sudah memiliki sertifikat hak milik secara teori memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang belum memiliki sertifikat hak milik. Jarak bidang lahan dari jalan raya dan status jalan raya tersebut juga menyebabkan perbedaan pada penetapan harga lahan. Lahan yang terisolir secara alami, akibat akses menuju lahan yang tidak memadai, dapat direkayasa dengan pembangunan jalan raya yang dapat menjadikan lahan terbuka dari isolasi sehingga memiliki akses terhadap kawasan lain yang lebih maju. Hal ini akan mendorong mobilitas penduduk dan aktivitas yang menyertainya sehingga meningkatkan harga lahan. Harga lahan lebih tinggi jika lahan berada dekat dengan jalan arteri. Bentuk lahan dan topografi lahan juga menjadi faktor penentu dalam penetapan harga lahan. Lahan yang memiliki bentuk segiempat memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan lahan dengan bentuk lainnya. Begitu juga dengan lahan yang 25
bertopografi datar memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang bergelombang bahkan miring. 3.2
Kerangka Pemikiran Penelitian Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau melakukan pembangunan
terhadap Bandara Kijang, kemudian bandara tersebut diresmikan dan berganti nama menjadi Bandara Internasional Raja Haji Fisabilillah pada tahun 2008. Setelah pengembangan bandara dilakukan, wilayah di sepanjang akses menuju bandara menjadi berkembang. Hal ini juga diikuti oleh peningkatan permintaan tehadap lahan di sepanjang akses menuju bandara. Peningkatan permintaan lahan tersebut mendorong terjadinya peningkatan terhadap harga lahan, khususnya harga lahan permukiman. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan menganalisis perbandingan harga lahan di Kecamatan Tanjungpinang Timur sebelum dan setelah adanya pengembangan Bandara Raja Haji Fisabilillah. Selain itu,
penelitian
ini
juga
bertujuan
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kepulauan Riau sebelum dan setelah pengembangan dilakukan. Data primer yang diperoleh dari wawancara kepada responden dengan menggunakan kuisioner lalu dihitung dan dianalsis dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Data transaksi harga lahan sebelum dan setelah dilakukan pengembangan bandara dihitung secara terpisah. Harga lahan yang diperoleh di-adjust terlebih dahulu sehingga menjadi comparable. Hasil adjusment harga lalu dibandingkan dan dianalisis besarnya perbandingan harga lahan yang terjadi di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah sebelum dan setelah 26
pengembangan bandara dilakukan. Hasil adjusment harga kemudian juga dianalisis dengan regresi model double log untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah sebelum dan setelah pengembangan bandara dilakukan. Setelah melakukan analisis terhadap perubahan harga lahan dan faktorfaktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar bandara, dapat dirumuskan rekomendasi
bagi
instansi/pemegang
kebijakan
yang
terkait
kebijakan
sumberdaya lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pengembangan Bandara Peningkatan harga lahan karena permintaan lahan yang meningkat
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perbandingan harga lahan di sekitar bandara 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar bandara
Sebelum Pengembangan
Harga Lahan Adjusment Harga Harga Transaksi/Penawaran
Setelah Pengembangan
Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Analisis Regresi Model Double Log
Simpulan dan Rekomendasi Gambar 7. Kerangka Pemikiran 27
3.3
Hipotesis Berdasarkan teori dan kajian penelitian terdahulu tentang harga lahan,
maka disusun hipotesis sebagai berikut: 1.
Luas lahan diduga mempunyai hubungan negatif dengan harga lahan. Jika lahan semakin luas, maka harga lahan per m2 akan semakin rendah.
2.
Jarak bidang tanah ke bandara diduga mempunyai hubungan negatif dengan harga lahan. Jika jarak lahan semakin dekat dengan bandara, maka akan meningkatkan harga lahan.
3.
Jarak bidang tanah ke jalan raya terdekat diduga mempunyai hubungan negatif dengan harga lahan. Jarak lahan yang semakin dekat dengan jalan raya akan meningkatkan harga lahan.
4.
Status jalan diduga mempunyai hubungan positif dengan harga lahan. Jika prasarana jalan yang berada di lokasi tersebut merupakan jalan arteri, maka akan meningkatkan harga lahan.
5.
Bentuk lahan diduga mempunyai hubungan positif dengan harga lahan. Jika lahan berbentuk segiempat, maka harga lahan akan lebih tinggi dibandingkan harga lahan dengan bentuk lainnya.
6.
Topografi lahan diduga mempunyai hubungan positif dengan harga lahan. Semakin datar topografi lahan, maka harga lahan akan semakin meningkat.
28