III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF
Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono A. Stek Stek merupakan teknik pembiakan vegatatif dengan cara perlakuan pemotongan pada bagian vegatatif untuk ditumbuhkan menjadi tanaman dewasa secara mandiri dan terlepas dari tanaman induknya. Penggolongan stek berdasarkan bahan tanaman terdiri dari: stek pucuk, stek batang, dan stek akar. Faktor yang mempengaruhi perbanyakan stek diantaranya: (a) bahan tanaman: asal bahan tanaman, umur tanaman, (b) komposisi media perakaran, (c) kondisi lingkungan pertumbuhan, dan (d) zat pengatur tumbuh dan (e) teknik pelaksanaannya. 1.
Sumber bahan stek Asal bahan stek berpengaruh terhadap kemampuan berakar stek dan pertumbuhan biakannya. Bahan stek yang masih juvenil (muda secara fisiologis) memiliki kemampuan berakar yang lebih baik dari pada biakan stek yang telah tua ). Hartman et al (1990) menyatakan bahwa bahan tanaman yang berasal dari bagian tanaman dekat dengan akar lebih juvenil dari pada bahan tanaman yang berada pada tajuk yang lebih tinggi. Tipe tunas dari bahan stek juga berpengaruh terhadap pertumbuhan biakan stek. Beberapa jenis tanaman menunjukkan bahwa biakan stek yang berasal dari tunas plagiothrop (tumbuh menyamping) ketika ditumbuhkan di lapang tumbuhnya juga menyamping. Agar bibit stek dapat tumbuh tegak dan cepat di lapang, maka bahan stek berasal dari batang atau tunas orthotrop dikumpulkan dari pohon donor yang berkualitas baik. Untuk menghasilkan bahan stek yang juvenil dengan jumlah banyak dan berkesinambungan diperlukan adanya kebun pangkas yang dikelola dengan teknik tertentu (Irsyal & Smits, 1988).
Foto doc. Danu
Gambar 1. Potongan bahan stek pucuk rasamala (Altingia excelsa)
Lokasi kebun pangkas sebaiknya dekat atau dalam areal persemaian. Untuk jenis Dipterocarpaceae diusahakan dipilih lahan yang kondisi tanahnya mengandung mikoriza atau dibawah tegakan yang tajuknya terbuka 5
(intensitas cahaya 50%) (Tolkamp & Leppe, 2002). Untuk jenis-jenis pioner seperti Benuang (Octomeles sumatrana) kebun pangkas memerlukan lahan yang terbuka. Bahan tanaman untuk kebun pangkas dapat berupa biji/buah atau cabutan dari alam yang induknya teridentifikasi atau okulasi dimana entrisnya berasal dari pohon plus (Pramono, 2003). 2.
Media Media padat. Syarat utama media pengakaran harus porus, drainase dan aerasi baik, serta steril. Media pengakaran stek dapat menggunakan pasir, cocopeat, vermikulit (Hartmann at al. 1990) Media cair. Pembiakan stek juga dapat dilakukan dengan menggunakan media air, yang dikenal dengan sistem water rooting. Sistem ini dikembangkan oleh Wanariset I Samboja (Balai Penelitian Kehutanan Samarinda), Kalimantan Timur untuk jenis-jenis Dipterocarpaceae. Untuk memberikan oksigen yang diperlukan dalam proses pembentukan akar ke dalam air digunakan kompresor sebagai sistem aerasinya. Sedangkan bak airnya dapat digunakan bak yang terbuat dari semen. Tempat untuk menyimpan stek (standar) digunakan ijuk yang disusun sedemikian rupa (susunan ijuk dapat dibuka dan tutup) sehingga stek dapat dengan mudah dikeluarkan tanpa menggangu sistem perakarannya. Suhu air selama pengakaran berkisar 27 - 30 C. Untuk sistem ini diperlukan air yang semi steril agar stek tidak terganggu oleh serangan jamur atau bakteri. Untuk itu air perlu diganti setiap 2 minggu sekali. Selang-selang yang digunakan perlu disterilkan dengan cara membuka selang tersebut dan kemudian di jemur dibawah sinar matahari.
Foto doc. Dharmawati
Gambar 2. Pengakaran stek dengan sistem water rooting
6
3.
Kondisi lingkungan Keberhasilan pembibitan secara vegetatif salah satunya ditentukan oleh kondisi lingkungan / iklim mikro tempat pengakaran stek. Untuk itu pengakaran stek dilakukan pada ruangan (rumah tumbuh atau ruang pengakaran) yang dapat menjaga kondisi lingkungan agar tetap optimal. Ruang pengakaran stek yang secara operasional sudah digunakan oleh beberapa perusahaan dan lembaga penelitian antara lain adalah Rumah Tumbuh ADH-1, Sistem KOFFCO, MS ( Model Sungkup ). a. Rumah Tumbuh ADH-1
Foto doc. A.Pramono Gambar 3. Rumah pengakaran stek ADH -1
Rumah tumbuh ini dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan ( BP2TP) di Kebun Percobaan Nagrak. Model ini merupakan ruang pengakaran stek sistem penyinaran matahari. Model ini dibagun menggunakan atap permanen dari genteng tanah merah yang dikombinasi dengan genteng kaca. Genteng kaca ini dapat dipindah-pindahkan sesuai dengan fungsinya yaitu mengatur pencahayaan sinar matahari pagi maupun sore yang masuk sesuai dengan kebutuhan. Di bawah atap ini terdapat bak-bak tumbuh yang dibuat dari batako dan dilapisi semen berukuran (1,5 m x 1 m x 60 cm) dengan alas lantai semen.
Di dalam bak-bak tersebut dapat terdapat pengakaran yang dapat dimodifikasi kondisinya, seperti dapat diberi kerikil atau air ( sesuai dengan sifat dari bahan stek ) di dasar bak-bak tersebut kemudian ditutup dengan fiberglass transparan. Rumah Tumbuh ADH-1 memiliki kondisi pada siang hari (jam 08.00 - 16.00) suhu 25 oC - 30 oC, kelembaban nisbi udara 85% - 90% dan intensitas cahaya 300 - 10.000 lux (Pramono et.al., 1999). b. Sistem KOFFCO Sistem ini dikembangkan oleh Pusat Litbang Hutan dan Konservasi, terutama digunakan untuk pembibitan jenis-jenis Dipterocarpaceae. Sistem ini memanfaatkan rumah kaca yang dilengkapi dengan sensor pengatur suhu. Pada saat suhu tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan maka akan terjadi pengkabutan secara otomatis. Pengkabutan ini terjadi dengan cara penyemprotan air melalui nozel-nozel yang mempunyai lubang-lubang yang sangat halus. Sistem KOFFCO memiliki suhu < 30 oC, kelembaban > 95% dan intensitas cahaya 5.000 - 20.000 lux (Shakai et al., 1995). Dalam sistem ini bahan stek ditanam di polypot kemudian dimasukkan ke dalam sungkup plastik transparan dan dibawahnya diberi batu-batu kerikil. Hal ini dimaksudkan untuk menstabilkan kelembaban maupun suhu di dalam sungkup. 7
c. Model Sungkup Model Sungkup (MS) ini dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hutan Palembang. Untuk pembuatan MS ini diperlukan plastik transparan sebagai sungkup, yang dapat dibuka dan ditutup. Bak tempat media atau polibag ditempatkan dalam wadah terbuat dari papan dan diberi batu kerikil yang diberi air. Untuk menopang sungkup digunakan rangka kayu atau besi berbentuk persegi setinggi 100 cm (Longman, 1993), atau berbentuk setengah lingkaran setinggi 60 cm (Djam'an et al. , 2003).
Gambar 4. Ruang pengakaran stek model sungkup (Longman, 1993)
4.
Zat pengatur tumbuh Untuk menstimulir pertumbuhan akar dan tunas, bagian pangkasl stek diberi zat pengatur tumbuh dari kelompok auxin (IBA, IAA, NAA) dan yang banyak digunakan untuk pembuatan stek atau cangkok yang dikenal dengan nama dagang Rootone-F maupun Atonik, sedang dari kelompok sitokinin terutama Kinetin, Adenin, zeatin. Cara pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dapat mengunakan cara oles, celup, dan perendaman.
8
a. Cara Oles ZPT berbentuk tepung atau pasta, dioleskan pada pangkal atau bagian bawah dari stek. b. Cara celup ZPT berbentuk cair atau ZPT berbentuk tepung dan pasta kemudian dicairkan. Cara celup dipakai apabila dosis/konsentrasi yang digunakan tinggi. Stek diikat, kemudian bagian pangkal atau bawah stek dicelupkan selama beberapa detik atau menit. c. Cara perendaman ZPT berbentuk cair atau ZPT berbentuk tepung dan pasta kemudian dicairkan. Cara celup dipakai apabila dosis/konsentrasi yang digunakan lebih rendah. Stek diikat, kemudian bagian pangkal atau bawah stek direndam selama beberapa menit atau jam. B. Okulasi 1. Bahan tanaman Pada metode ini dilakukan beberapa tahapan okulasi yaitu mulai dari penyediaan root stocks di dalam polybag kemudian pengirisan batang pokok untuk menyisipkan mata tunas. Di lain sisi, disiapkan pula bahan mata tunas yang berasal dari tanaman lain yang sudah diketahui keunggulannya seperti produksi biji yang banyak atau bentuk batang yang baik. 2. Teknis pelaksanaan Setelah itu dilakukan penyisipan atau penempelan mata tunas pada root stocks yang dilanjutkan dengan pengikatan tempelan, bagian atas (pucuk) dari root stock dibiarkan tumbuh. Ada beberapa jenis yang membutuhkan sungkup untuk menjaga kelembaban biasanya diberi sungkup untuk setiap tanaman, bisa menggunakan kantong plastik putih transparan agar dapat dikontrol tanpa harus membuka sungkupnya. Setelah beberapa minggu, apabila mata tunas sudah terlihat menempel dengan ditandai pecahnya mata tunas atau paling tidak masih berwarna hijau dan segar maka batang bagian atas dari root stocks dipotong guna memberi kesempatan kepada tunas baru untuk tumbuh sempurna. Apabila mata tunas sudah terlihat tumbuh sempurna sungkup dapat dibuka untuk memberi kesempatan beradaptasi dengan lingkungan.
Foto doc. Danu Gambar 5. Contoh pelaksanaan okulasi pada tanaman (Gmelina arborea)
9
Setelah tunas-tunas baru tumbuh dengan baik dan berkayu, maka tanaman ini sudah siap untuk di tanam di lapangan. C. Penyambungan Pengertian menyambung atau lebih dikenal dengan istilah grafting adalah menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berbeda sehingga tercapai persenyawaan sehingga terbentuk tanaman baru (Widarto, 1996). Batang bawah disebut root stock dimana berfungsi sebagai poho, pangkal yang sebaiknya memiliki perakaran yang kuat dan tahan terhadap serangan hama/penyakit akar dan batang atas disebut dengan scion. Menurut Hartman et al. (1990), ada beberapa tahap proses pertumbuhan pada sambungan, yaitu pada kambium batang atas dan batang bawah pada sambungan akan terbentuk kalus (sel parenchyma).
Foto doc. A.A.Pramono
Gambar 6. Hasil penyambungan pada tanaman sentang (Azadirachta excelsa)
Kalus tersebut bersatu membentuk kesatuan yang saling mengikat (Compatibility). Kemudian kalus mengalami differensiasi sel menjadi sel kambium baru, yang menggabungkan kambium batang bawah dan batang atas. Terbentuk jaringan vaskuler baru, dimana jaringan xylem berada di dalam dan jaringan floem berada di bagian luar. Teknik penyambungan yang umum digunakan adalah sambung pucuk dimana dapat dilakukan dengan cara (a) sambung baji dan (b) sambung pelana D. Cangkok 1. Bahan dan media Bahan cangkok sebaiknya dari pohon induk yang terpilih: unggul yang nampak kuat, subur, memiliki penampilan fenotipa bagus, tidak terserang hama penyakit, dan cukup umur. Pohon induk sebaiknya tidak terlau muda dan juga tidak terlalu tua. Pada pohon yang terlalu tua, relatif sulit untuk didapatkan |bahan cangkok yang memenuhi syarat, sedangkan pohon yang terlalu muda belum diketahui kualitas pohonnya dengan jelas (Wudianto,1999). Berbuah (jika menginginkan buah yang cepat). Cabang yang ortotrop yang berukuran diameter 2-5 cm, sehat, segar dan telah berkayu merupakan cabang yang cukup ideal untuk dicangkok (Kartiko dan Danu, 2000). Cabang yang terlalu muda, hanya mempunyai sedikit persediaan makanan, sehingga pertumbuhan akar cangkok kurang optimal.
10
Media cangkok digunakan media porus, cukup air dan hara, sperti mos, serbuk sabut kelapa, pupuk kandang, kompos. Hindari penggunaan tanah, terutama tanah mentah karena jika kering tanah akan mengeras dan berat sehingga dapat mematahkan cabang cangkokan (Wudianto, 1999). 2. Teknik pencangkokan Te k n i k m e n c a n g k o k d a p a t menggunakan cara cangkok sayat atau cangkok belah. Prinsip utama pembuatan cangkok adalah merangsang bagian batang tanaman untuk berakar dengan cara memutus sistem kambiumnya. Pencangkokan sebaiknya dilaksanakan pada musim penghujan agar medianya tidak mengalami kekeringan. Apabila dilakukan pada musim panas atau di daerah yang curah hujannya rendah perlu penyiraman langsung atau sistem infus. Bahan pembungkus cangkok dapat menggunakan plastik transparan yang tidak dilobangi agar tidak terjadi penguapan, sehingga media tetap memiliki cadangan air sampai cangkok berakar.
Foto doc. Danu Gambar 7. Cangkok jelutung (Dyera sp.)
3. Hormon dan pupuk Untuk mempercepat terbentuknya akar, biasanya pada luka yang akan tumbuh akar diolesi dengan zat pengatur tumbuh dari kelompok auxin. Pupuk juga perlu diberikan pada media cangkok agar dapat mempercepat pembentukan akar. Jenis pupuk dapat menggukanan NPK dengan perbandingan 15:15:15 atau 13:13:21 sebanyak 5 gram pupuk dalam satu kilogram media (Wudianto, 1999). 4. Penyapihan dan penanaman Apabila perakarannya telah sempurna, batang cangkok dapat disapih dari pohon induknya dengan cara memotong batang pada arah batang induknya. Setelah itu ditanam pada polybag dengan ukuran yang sudah disesuaikan dengan ukuran cangoknya, biasanya polybag berukuran diameter lebih dari 30 cm dan disimpan dibawah naungan untuk mencegah respirasi berlebihan. Cangkok dapat ditanam di lapangan apabila tunas-tunas baru sudah tumbuh dengan baik dan penampakan tanaman sudah sehat (vigor). E. Kultur Jaringan Kultur jaringan dikenal dengan sebutan Tissue Culture. Sistem perbanyakan dengan metoda kultur jaringan ini menggunakan bagian jaringan atau organ dari suatu 11
tanaman yang ditanam secara suci hama ( steril ) di dalam ruangan maupun media khusus (in vitro) dan akan menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak sampai ribuan dengan sifat yang sama dengan induknya. Prinsip kerja kultur jaringan ini adalah prisip totipotensi yaitu sebuah sel atau jaringan dapat tumbuh menjadi tumbuhan sempurna apabila ditanam pada media yang tepat. Dalam kegiatan kultur jaringan ada beberpa hal yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan bahan tanaman yang juvenil (muda), pH media, konsentrasi dan jenis zat pengatur tumbuh yang akan digunakan, dan yang utama adalah sterilisasi dari keseluruhan tahapan kerja. 1. Bahan tanaman (explant) Pengaruh dari bahan tanaman terhadap keberhasilan perbanyakan kultur jaringan antara lain adalah (Pierik, 1987): a. Genotif Ada perbedaan yang sangat luas dalam hal kapasitas regenerasi dari jenis-jenis tanaman. Tanaman dikotil secara umum lebih mudah beregenerasi dari pada tanaman monokotil, sedangkan tanaman gymnospermae mempunyai kapasitas regenerasi yang sangat terbatas. b. Umur tanaman Jaringan embrionik mempunyai kapasitas regerasi yang tingggi. Misalnya pada jenis-jenis sereal, embrio dan benih seringkali dipakai sebagai materi kultur jaringan. Untuk itu bahan kultur jaringan yang digunakan adalah bahan yang juvenil. c. Umur jaringan atau organ Jaringan yang masih muda dan lunak (tidak berkayu) biasanya lebih baik untuk dikulturkan dari pada jaringan berkayu yang lebih tua. d. Status fisiologis Secara umum organ vegetatif tanaman lebih mudah beregenerasi secara in vitro daripada bagian generatif tanaman. Bagian tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah beregerasi dari pada tanaman yang sudah tua. e. Kondisi kesehatan jaringan Jika tanaman dalam kondisi sehat ketika proses isolasi, maka cenderung akan lebih berhasil ketika jaringannya dikulturkan. f. Posisi explant pada tanaman induk Pucuk yang berasal dari bagian atas tajuk tanaman memiliki kemungkinan lebih kecil dalam pembentukan akarnya daripada potongan yang berasal dari bagian bawah tanaman. Selain itu Pierik (1987) juga menyebutkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan,antara lain: ukuran dari eksplan, pengaruh perbedaan tahun, kondisi pertumbuhan, dan luas pelukaan. 12
2. Media Media yang digunakan mengandung garam mineral, asam amino, gula, vitamin dan hormon tumbuh dan biasanya ditambahkan agar-agar supaya bahan tanaman ( eksplan ) dapat berdiri. Ada pula media cair tanpa penambahan agar-agar, hal ini dibedakan sesuai dengan tujuan produk yang akan dicapai. 3. Zat pengatur tumbuh (Hormon Tumbuh) Hormon tumbuh (fitohormon) bermanfaat untuk memacu terbentuknya jaringan tertentu dari sel-sel kalus yang belum terdifferensiasi. Dewasa ini dikenal beberapa golongan zat yang temasuk hormon tumbuh, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, dan inhibitor serta etilin. Efektifitas hormon tumbuh tergantung jenis dan konsentrasi yang digunakan. Untuk pembentukan akar dan perpanjangan tunas dapat digunakan hormon tumbuh golongan auksin diantaranyan: Indole acetic acid (IAA), Indole butryric acid (IBA), dan Naphthalena acetic acid (NAA), 2,4-Dichorophenoxyacetic acid (2,4-D). Sitokinin termasuk hormon yang dapat menyebabkan pembelahan sel dan pertumbuhan tunas. Beberapa senyawa yang termasuk golongan sitokinin diantaranya adalah: purine, adenine, kinetin, 6-Benzylamino purine (BA), Zeatin. 4. Sarana dan Kondisi lingkungan Faktor-faktor fisik yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan adalah: a. Cahaya (komposisi dan lama pencahayaan). Setelah proses penanaman di dalam laminar air flow selesai, seluruh botol kultur ditutup dengan rapat dengan menggunakan alumunium foil dan dipindahkan ke ruang kultur dimana suhu dan pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar prosesnya pertumbuhan berlangsung dengan optimum. b. Temperatur biasanya pada jenis-jenis tropis suhu dijaga pada 28-29 oc, c. Kelembaban udara harus dijaga pada ruang pertumbuhan in vitro. d. Ketersediaan air, oksigen, carbón dioksida, e. Semua alat dan bahan yang digunakan harus steril Sarana harus disterilisasi untuk mematikan mikroorganisma yang menggangu, media o disterilkan dengan menggunakan autoclaf pada suhu 100 C dan tekanan 1 atmosfir selama 1 jam. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan cara merendam dengan alkohol, natrium hypoclorit. Tempat penanaman (laminar air flow) dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol 70% dan penyinaran dengan lampu uv selama 1 jam.
13
Daftar Pustaka Djam'an, F.D.; Danu, A.A. Pramono. 2003. Kajian Kriteria Perbanyakan Tanaman Hutan secara Vegetatif. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor. Hartmann, H.T., Kester, D.E. and Davies, Jr.F.T. 1990. Plant Propagation, Principles and Practices. Fifth edition. Prentice-Hall Inc. New Jersey. Longman, K. A. 1993. Rooting Cuttings of Tropical Trees. Tropical Trees: Propagation and Planting Manuals. Vol I. Commonwealth Science Council. London. Nugroho A. dan H. Sugito. 2002. Pedoman Pelaksanan Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Cetakan IV. Jakarta. Pierik. R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publisher. Dordrecht. Netherlands. Pramono, A. A. 2003. Produksi Bibit Benuang (Octomeles Sumatrana ) dari Stek. Leaflet. Balai Litbang Teknologi Perbenihan. Bogor. Pramono, A.A., Danu, H.D.P. Kartiko. 2002. Rumah Perakaran Stek ADH-1: Teknik Pembuatan, Kondisi Lingkungan dan Perakaran Stek Yang Dihasilkan. Tekno Benih Vol 7 (1): 46-52. balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbemihan. Bogor. Rahardja, P.C. 1988. Kultur Jaringan: Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Moderen. Penebar Swadaya. Cetakan II. Jakarta. Shakai, C. Y Yamamoto, Hendromono, D Prameswari, A Subiakto. 1995. Sistem Pendingin Dengan Pengkabutan Pada Pembiakan Vegetatif Dipterocarpaceae. Buletin Penelitian Hutan No. 588. Bogor. Tolkamp dan Leppe. 2002. Pembangunan Kebun Pangkas. Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan - Tropenbos International SFMF (GTZ) APHI - IFSP (Danida). Jakarta. Wudianto, R. 1999. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya. Cetakan XIII. Jakarta. Yasman, I. dan W.T.M. Smits. 1988. Metoda Pembuatan Stek Dipterocarpaceae. Edisi Khusus (03). Balai Penelitian Kehutanan. Samarinda.
14