AgroinovasI
11
Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman industri potensial untuk dikembangkan terutama di daerah marginal beriklim kering. Bagian utama yang dipanen adalah biji, yang dikenal dengan kacang mete yang memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan dari tanaman ini adalah kulit biji yang dapat dihasilkan cairan dengan nama CNSL (Cashew Shell Liquid) yang diekspor ke negara lain untuk pelapis rem mobil. Limbahnya dapat digunakan untuk bahan pembuat kayu lapis dan buah semu tanaman ini dapat dibuat berbagai macam minuman seperti anggur dan sari buah dan dari kulit batang yang disadap diperoleh gom atau blendonk sebagai bahan perekat buku berkualitas tinggi. Tanaman ini berasal dari Brasil yang menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya. Pada saat ini tanaman ini sudah menyebar luas di Indonesia dan di daerah tertentu telah menjadi sentra produksi komoditas tersebut seperti di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara, yang menghasilkan sekitar 80% mete Indonesia. Pengembangan tanaman jambu mete di Indonesia terjadi sangat pesat pada tahun 2011 dengan luas areal jambu mete telah mencapai sekitar 575.089 ha dengan produksi 148.144 ton/ha (Dirjen Perkebunan Kementan) dan masih sangat luas lahan yang potensial khususnya di Indonesia bagian timur untuk mengembangkan komoditas tersebut. Dengan peningkatan luas areal pertanaman jambu mete maka diperlukan bibit dalam jumlah yang banyak, berkulitas baik dan memiliki produktivitas yang tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman jambu mete, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat telah menyeleksi berbagai populasi jambu mete dan saat ini telah diidentifikasi 11 nomor yang memiliki potensi produksi cukup tinggi, yaitu 932 – 2282 kg/ha/tahun. Nomor-nomor unggul yang ada saat ini jumlah populasinya masih sangat terbatas. Untuk mempertahankan sifat unggul dari pohon induk maka dalam pengembangannya harus diperbanyak secara vegetatif. Tanaman jambu mete merupakan tanaman tahunan yang menyerbuk secara silang dengan waktu regenerasi yang cukup lama, yaitu 5-8 tahun. Di samping itu perbanyakan secara generatif menghasilkan tanaman yang bervariasi atau sifatnya berbeda dengan induknya hal ini tentunya sangat tidak diinginkan. Perbanyakan vegetatif yang umum dilakukan pada tanaman jambu mete adalah stek, sambung, dan cangkok. Keuntungan penggunaan teknik pembibitan secara Badan Litbang Pertanian
Edisi 18-24 April 2012 No.3453 Tahun XLII
12
AgroinovasI
vegetatif antara lain keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya, tidak memerlukan peralatan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah. Akan tetapi di lain pihak cara ini mempunyai kelemahan antara lain apabila memproduksi bibit dalam jumlah besar, melalui stek batang, keberhasilannya sangat rendah karena tanaman yang dihasilkan sangat rentan terhadap faktor lingkungan di samping kemampuan tumbuh yang rendah dan perkembangannya yang lambat. Teknik penyambungan dan okulasi belum diketahui ketahanan sambungannya terhadap kerebahan. Sedangkan dengan cara pencangkokan membutuhkan bahan tanaman yang banyak sehingga dapat merusak pohon induk. Perbanyakan dengan teknik kultur jaringan merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut karena dengan cara ini dapat menghasilkan tanaman yang seragam dan secara genetik tidak merubah sifat baik dari pohon induk. Teknik Kultur Jaringan untuk Perbanyakan Tanaman Kultur jaringan merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengkulturkan bagian-bagian tanaman pada media tumbuh dan dalam kondisi aseptik. Teknik kultur jaringan ini dikenal juga dengan kultur in vitro. Teknik kultur jaringan dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan kegiatan di antaranya perbanyakan tanaman (produksi bibit), perbaikan sifat genetik tanaman (seleksi in vitro dan transformasi genetik), produksi metabolit sekunder (kultur kalus dan kultur akar rambut) dan penyimpanan plasma nutfah secara in vitro. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dalam penggunaan teknik kultur jaringan ini di antaranya: (1) Genotip, genotip ini menyangkut semua sifat genetik tanaman. Pertumbuhan jaringan atau organ secara in vitro lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan dengan faktor lainnya, misalnya kemampuan suatu tanaman dalam menginduksi akar secara in vitro. (2) Media Tumbuh. Media tumbuh dalam kultur jaringan terdiri atas garam-garam anorganik, sumber karbon, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Tetapi pada kasus tertentu ke dalam media ditambahkan pula bahan lain, di antaranya asam amino, karbon aktif, dan anti oksidan. Penentuan komposisi dan jenis media yang digunakan tergantung pada spesies tanaman, jaringan atau organ yang dikulturkan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Media dasar Murashige and Skoog (1962) (MS) mengandung hara makro dan hara mikro yang cukup tinggi dan sangat umum digunakan pada berbagai jenis tanaman karena media ini dapat merangsang terjadinya organogenesis pembentukan tunas. (3) lingkungan kultur, ada beberapa aspek dalam lingkungan kultur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seperti Edisi 18-24 April 2012 No.3453 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 13 bentuk fisik media, derajat keasaman media (pH), kelembaban lingkungan kultur, kandungan O2 dalam botol kultur, cahaya, temperatur, dan tekanan osmotik dari media. Penggunaan Teknik Kultur Jaringan untuk Perbanyakan Tanaman Jambu Mete Salah satu aplikasi kultur jaringan dalam bidang pertanian adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif singkat yang mempunyai sifat fisiologis dan genetik yang sama dengan induknya. Perbanyakan melalui kultur jaringan telah lama diperbanyak di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa. Perbanyakan klonal melalui teknik kultur jaringan pada tanaman berkayu berkembang pesat mulai tahun 1990. Dalam kurun waktu lima tahun sejak tahun 1990 sudah dapat diperbanyak sekitar 50 genus dari berbagai tanaman berkayu. Ada beberapa kelebihan yang diperoleh dari teknik kultur jaringan sebagai sarana penggandaan bibit unggul di antaranya, yaitu faktor perbanyakan yang sangat tinggi khususnya untuk tanaman herba. Dapat diproduksi setiap waktu tergantung kebutuhan/permintaan. Dapat menghasilkan bibit yang bebas penyakit, sehingga memudahkan pula bila dilakukan pertukaran antar negara. Bahan tanaman yang diperoleh dari pohon induk lebih sedikit dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional. Tempat yang digunakan relatif kecil untuk menghasilkan bibit dalam jumlah yang besar. Bila eksplan sudah berhasil dibiakkan dalam botol maka untuk selanjutnya dapat diproduksi bibit besar-besar. Perbanyakan tanaman jambu mete dengan teknik kultur jaringan telah dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dengan keberhasilan cukup menjanjikan. Untuk perbanyakan melalui teknik tersebut melalui beberapa tahap kegiatan, yaitu (1) pemilihan pohon induk dan sterilisasi eksplan, (2) penumbuhan eksplan pada kondisi aseptik, (3) multiplikasi tunas, (4) induksi akar, dan (5) aklimatisasi. Pemilihan pohon induk dan sterilisasi eksplan Eksplan merupakan bagian tanaman yang akan dikulturkan. Jenis dan asal eksplan yang digunakan dalam suatu kultur sangat bervariasi, hal ini tergantung pada tujuan pengkulturan tersebut. Untuk tanaman jambu mete eksplan yang digunakan adalah tunas terminal atau batang dengan satu buku yang disterilisasi dengan merendam eksplan di dalam larutan sterilan, yaitu Alkohol 70%, Clorok, secara bertahap dan selanjutnya dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Kegiatan sterilisasi ini bertujuan untuk mendapatkan bahan tanaman yang steril. Badan Litbang Pertanian
Edisi 18-24 April 2012 No.3453 Tahun XLII
14 AgroinovasI Menumbuhkan eksplan pada kondisi aseptik Tunas yang telah steril dikultur pada media MS yang mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin untuk induksi tunas in vitro. Tunas yang dihasilkan akan dijadikan “mother stock”. Tahapan perbanyakan selanjutnya, yaitu multiplikasi tunas. Multiplikasi Tunas Pada tahapan multiplikasi tunas maka tunas yang sudah terbentuk disubkultur pada media dasar MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh sitokinin dan thidiazuron. Kemampuan multiplikasi dari suatu eksplan sangat ditentukan oleh formulasi media, jenis tanaman serta frekuensi subkultur. Pada tahap awal daya multiplikasi pada umumnya rendah. Pada tahap selanjutnya daya multiplikasi meningkat dan akan menurun kembali setelah dilakukan beberapa kali subkultur. Induksi Perakaran Tunas yang telah terbentuk dan memiliki tinggi +5 cm dipindahkan ke dalam media untuk induksi perakaran. Media induksi perakaran yang digunakan untuk tanaman jambu mete adalah media dasar MS yang diperkaya dengan auksin (IBA dan NAA). Untuk menginduksi akar membutuhkan waktu yang relatif lama daripada tahap kegiatan lainnya karena induksi akar untuk tanaman berkayu lebih sulit daripada tanaman herba. Aklimatisasi Aklimatisasi merupakan pemindahan planlet (tunas in vitro yang telah berakar) dari lingkungan in vitro ke lingkungan luar (eksternal). Tunas yang telah berakar pada media perakaran diaklimatisasi dengan cara tunas dikeluarkan dari botol kultur kemudian akarnya dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan agaragar sisa media tanam. Bila agar-agar tersisa di akar maka dikhawatirkan akan tumbuh jamur yang dapat menghambat bahkan mematikan planlet (tanaman asal kultur jaringan). Tunas yang telah dikeluarkan ditanam pada media tanah kemudian disungkup dengan gelas plastik untuk menjaga kelembabannya. Sungkup dibuka secara bertahap setelah biakan berumur 1 minggu. Setelah tanaman dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan luar, sungkup dapat dibuka dan tanaman dipelihara seperti memelihara bibit tanaman biasa, hingga siap untuk dipindah ke lapang. Teknik kultur jaringan sangat prospektif untuk diterapkan pada tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang akan dieksploitasi dan bibitnya sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar. Walaupun teknik ini memiliki keuntungan
Edisi 18-24 April 2012 No.3453 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
15
akan tetapi ada beberapa masalah yang sering dihadapi dalam aplikasinya di antaranya penggunaan formulasi media yang sangat komplek dapat menyebabkan perubahan sifat genetik (mutasi) pada bibit yang dihasilkan. Pada tanaman berkayu keberhasilannya masih rendah sehingga aplikasinya masih terbatas, di samping itu pada tahap aklimatisasi sering terjadi tingkat kematian yang relatif tinggi. Kemampuan regerasi dapat menurun terutama bila dilakukan subkultur frekuensi
Induksi tunas
Induksi akar
Multiplikasi tunas
Aklimatisasi
Gambar perbanyakan tanaman jambu mete secara in vitro.
Badan Litbang Pertanian
Edisi 18-24 April 2012 No.3453 Tahun XLII
16
AgroinovasI
tinggi. Dengan tingkat kesulitan yang dihadapi dan tahapan regerasi yang harus dilakukan subkultur biakan diperlukan tenaga kerja yang intensif, terdidik serta mempunyai keterampilan khusus yang tinggi. Akan tetapi dengan dikuasainya protokol perbanyakan yang optimal maka permasalahan yang ada dapat diatasi dengan cepat. Rossa Yunita Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 Telp. (0251) 8337975, 8339793; Faks. (0251) 8338820 E-mail:
[email protected] HP: 081210486295
Petunjuk Cara Melipat:
Cover
r ve
Co
Cover
1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid
2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan.
Edisi 18-24 April 2012 No.3453 Tahun XLII
3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali
Cover
Cover
4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan
5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku
Badan Litbang Pertanian