Perkembangan Teknologi TRO 22 (1) Juni 2010 Hlm. 7-17 ISSN 1829-6289
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAMBU METE MELALUI TEKNOLOGI PENYAMBUNGAN (GRAFTING) DAN REJUVENASI TANAMAN JAMBU METE Gusmaini Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 (Terima tgl. 12/1/2010 - Disetujui tgl. 16/04/2010) ABSTRAK Produktivitas tanaman jambu mete yang rendah, antara lain disebabkan karena pengembangannya menggunakan biji yang berasal dari pohon-pohon dengan potensi genetik rendah atau bukan unggul. Benih-benih jambu mete tersebut merupakan hasil persilangan bungabunga dari pohon-pohon bukan unggul atau bermutu rendah, sehingga pohon-pohon yang dihasilkan pada umumnya juga berpotensi produksi rendah. Upaya untuk meningkatkan produktivitas jambu mete ditempuh melalui penggunaan bahan tanaman unggul dan pemeliharaan tanaman yang efisien dan ramah lingkungan. Masyarakat Indonesia hendaknya dapat memanfaatkan plasma nutfah jambu mete yang ada untuk mendapatkan pohon-pohon dengan potensi produksi tinggi, dan selanjutnya diperbanyak secara klonal dengan cara penyambungan (grafting). Penyambungan tanaman merupakan cara perbanyakan yang paling efektif dan efisien. Bibit yang dihasilkan sifatnya akan sama dengan sifat induknya yang unggul. Penyambungan dapat dilakukan di rumah atap/ persemaian dengan memakai batang bawah bibit berumur ± 2 bulan dalam polybag; atau dilakukan penyambungan langsung di lapangan dengan memakai batang bawah berumur antara 2 – 9 bulan. Adanya pohon-pohon unggul untuk dijadikan sumber batang atas (entres, scion) maupun batang bawah seedling (onderstam, rootstock), dan sumber daya manusia yang terlatih, maka penyambungan dapat dilakukan langsung di lapangan. Teknologi grafting yang tersedia dan yang cocok bagi tanaman jambu mete yaitu metode sambung pucuk dengan tingkat keberhasilan berkisar 65,9 - 86,4%. Pohon-pohon unggul, baik yang sudah dilepas maupun yang lokal, dan kebun entres merupakan aset utama untuk menyediakan sumber benih berupa bibit-bibit unggul (hasil sambungan) untuk pengembangan, rejuvinasi, dan rehabilitasi perkebunan mete yang sudah ada. Dengan demikian teknologi penyambungan tersebut berpotensi untuk meningkatkan produktivitas tanaman jambu mete. Kajian ekonomis, baik dari penjualan gelondong maupun bibit hasil penyambungan tanaman jambu mete, menguntungkan dan dapat menambah pendapatan petani yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kata kunci : Jambu mete, penyambungan, rejuvinasi
ABSTRACT Improvement of Cashew Plant Productivity through Graffting and Rejuvenation Technology One of the factors causing low productivity of cashew plants is the use of seeds from the trees with low genetic potential or not superior variety. The seeds were resulted from crossing process among the flowers of the inferior trees generally low in production potential. Efforts to improve cashew productivity were carried out through the use of superior plant material and plantation maintenance efficiently and environmentally friendly. Indonesian society should be able to take advantage of available cashew germplasm to obtain high production
potential trees, and then reproduced using grafting techniques. Grafting is the most effective and efficient way for plant propagation. The seedlings produced will be similar in characteristics with their superior parents. Grafting could be done in the green house/nursery by using ± 2 months old rootstock seedlings in a poly bag, or carried out directly in the field using rootstock seedlings of 2 - 9 months old. The superior trees were used to provide entrees and rootstock seedlings. Grafting technology suitable for cashew crop is the method of chupon grafting with the success rates from 65.9 to 86.4%. Superior trees, both local released varieties, are primary sources to provide seeds for rejuvenation and rehabilitation of existing cashew plantations. Grafting technology is potential to increase productivity of cashew plants. Financial analysis on logs sale and grafting seedlings of cashew is quite profitable and is potential to increase farmers' income and welfare as well. Keywords : Anacardium occidentale L., grafting, rejuvenation
PENDAHULUAN Areal jambu mete (Anacardium occidentale L) Indonesia tahun 2007 telah mencapai 570.409 ha, namun produktivitasnya hanya 350 kg gelondong/ha dan total produksi 146.148 ton gelondong (Ditjenbun, 2008). Rendahnya produktivitas jambu mete, antara lain disebabkan karena pengembangannya menggunakan biji yang berasal dari pohon-pohon dengan potensi genetik rendah atau bukan unggul. Benih-benih jambu mete ini merupakan hasil persilangan bunga-bunga dari pohonpohon bukan unggul atau rendah mutunya, sehingga pohon-pohon yang dihasilkan pada umumnya berpotensi produksi rendah. Hal serupa juga dialami di India, sampai tahun 2000 pengembangan jambu mete dilakukan dengan menggunakan biji (seedlings) dan produksinya rata-rata 660 kg/ha. Selama 20 tahun peningkatan produksi di India dari tahun 1984-2004 sekitar 2 kali lipat yaitu dari 200.000 ton menjadi 460.000 ton (FAO, 2006). Peningkatan produksi di India juga tidak terlalu signifikan karena pada tahun 2004 posisi India sebagai produsen terbesar jambu mete, hanya mengasilkan 460.000 ton tergeser oleh Vietnam yang menghasilkan 827.000 ton (FAO, 2006). Bahkan pada tahun 2009 produksi jambu mete di India menurun 8-10% yaitu 663 kg/ha sama dengan produksi pada tahun 2000, sedangkan di Vietnam pada tahun 2009 produksi jambu mete
7
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 22 No. 1, Juni 2010: 7-17
mencapai 2,8 ton/ha (Directorate of Cashew and Cocoa
Development, 2010).
Produktivitas jambu mete yang dihasilkan di Indonesia sangat jauh bila dibandingkan dengan India maupun Vietnam, meskipun produksi dari tahun 2000 (69.027 ton) hingga 2008 (146.148 ton) terdapat peningkatan namun tidak signifikan dengan perluasan areal atau ekstensifikasi yang mencapai 535.438 ha (Ditjenbun, 2000). Potensi sumberdaya alam Indonesia cukup besar untuk dapat menghasilkan produksi yang jauh lebih tinggi, namun diperlukan upaya-upaya ke arah tersebut. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas jambu mete ditempuh melalui penggunaan bahan tanaman unggul, pemeliharaan tanaman yang efisien, ramah lingkungan dan melalui budidaya yang benar. Beberapa wilayah di India yang dikembangkan dengan menggunakan bahan tanaman unggul, hasilnya menunjukkan bahwa produktivitas melonjak dari ratarata 660 kg/ha menjadi 1.112 kg/ha (Rao, 1998). Hal yang sama sedang ditempuh oleh Thailand (Chaikiattiyos, 1998), China (Kangde et al., 1998), Myanmar (Lay, 1998), dan Philipine (Mamgboo, 1998). Karena itu Indonesia hendaknya dapat memanfaatkan plasma nutfah jambu mete yang ada untuk mendapatkan pohon-pohon dengan potensi produksi tinggi, dan selanjutnya diperbanyak secara klonal dengan cara penyambungan (grafting ). Tanaman jambu mete dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan setek, okulasi, pencangkokan, penyambungan dan kultur jaringan. Penyambungan tanaman merupakan cara yang paling efektif dan efisien (Ohler, 1978; Moko et al., 1998; Zaubin et al., 2000). Bibit yang dihasilkan dengan cara penyambungan sifatnya akan sama dengan sifat induknya yang unggul. Beberapa alasan mengapa penyambungan digunakan antara lain: (1) memperoleh keuntungan dari batang bawah tertentu, seperti perakaran kuat, toleran terhadap lingkungan tertentu, (2) mengubah kultivar dari tanaman yang telah berproduksi, yang disebut top working, (3) mempercepat kematangan reproduktif dan produksi buah lebih awal, (4) mempercepat pertumbuhan tanaman dan mengurangi waktu produksi, (5) mendapatkan bentuk pertumbuhan tanaman khusus dan (6) memperbaiki kerusakan pada tanaman (Hartmann et al., 1997). Menurut Ashari (1995) terdapat 2 metode penyambungan pada tanaman, yaitu sambung pucuk (chupon grafting) dan sambung samping (side grafting). Metode yang cocok digunakan pada penyambungan jambu mete adalah sambung pucuk. Penggunaan metode tersebut menghasilkan tanaman yang lebih kokoh, dibandingkan menggunakan metode sambung samping karena tanaman jambu mete memiliki perakaran yang agak dangkal dan kanopi yang cukup lebar.
8
Keberhasilan penyambungan tergantung beberapa hal yaitu batang bawah dari tanaman yang terseleksi, batang atas dari varietas unggul dan kondisi lingkungan saat melakukan penyambungan. Hasil penelitian Lukman et al. (2003) menunjukkan tingkat keberhasilan penyambungan mencapai 65,90% apabila menggunakan batang bawah dari pohon induk terseleksi dan batang atas dari varietas unggul produksi tinggi. Keberhasilan penyambungan dapat lebih tinggi lagi apabila dilakukan di rumah kaca yaitu mencapai 81% (Pranowo dan Saefudin, 2009), bahkan jika penyambungan dilakukan pada pukul 8.00-11.00 dapat mencapai 86,40% (Zaubin dan Suryadi, 2002). Keberhasilan yang cukup tinggi tersebut merupakan harapan bagi petani untuk dapat memperbaiki tingkat produktivitas jambu mete. Upaya lain untuk memperbaiki produktivitas tanaman jambu mete adalah dengan melakukan peremajaan (rejuvinasi). Pada umumnya petani di Indonesia, enggan untuk melakukan peremajaan meskipun tanaman sudah tua dan tidak produktif lagi. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab produktivitas tanaman rendah. Padahal dengan adanya teknik penyambungan, peremajaan dapat melalui pemangkasan dan penyambungan tanaman dan tanpa menebang seluruh tanaman. Penerapan teknologi penyambungan dan teknologi budidaya yang tepat diharapkan produktivitas jambu mete di Indonesia dapat meningkat bahkan dapat menyamai produsen-produsen terbesar jambu mete di dunia seperti Vietnam, Nigeria, India, dan Brazil (Gazzola et al., 2008). Makalah ini mengungkapkan pentingnya teknik penyambungan dan bahan tanaman yang unggul, serta rejuvinasi dalam memperbaiki produktivitas tanaman jambu mete. BAHAN TANAMAN Penggunaan bahan tanaman yang unggul merupakan langkah awal yang menentukan keberhasilan suatu usaha perkebunan. Bahan tanaman tersebut berasal dari entres dan gelondong dari pohon induk yang unggul. Entres dari pohon unggul Pohon-pohon unggul hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut (Hadad, 2000): a) Pohon sehat, berbatang tunggal, tumbuh tegak dan kokoh. b) Umur lebih dari 10 tahun dan produksinya > 10 kg/pohon (pengamatan > 3 tahun). c) Tanaman tipe genjah, tajuk berbentuk oval atau setengah bola. d) Percabangannya lebat, kompak dengan banyak cabang lateral/produktif. e) Toleran terhadap hama dan penyakit serta daya adaptasi terhadap lingkungan luas. f) Buah jadi (fruit setting) > 5 gelondong/tangkai bunga (panicle). g) Gelondongnya bernas, dengan bobot 9 – 12 g/butir, berukuran 150 – 175 butir/kg, besar dan agak
Gusmaini: Peningkatan produktivitas jambu mete melalui teknologi penyambungan (grafting) dan rejuvinasi tanaman jambu mete
Tabel 1. Persyaratan benih unggul hasil seleksi
Table 1. Standardization of Selection Improvement Variety Benih Ukuran benih Bentuk benih Berat benih Rendemen Kesehatan benih Kemasakan benih
Kriteria : panjang 3 – 5 cm, lebar 2 – 3 cm, tebal > 12 mm : Berbentuk ginjal dan bulat : 9 – 12 g/butir, dengan berat jenis > 1 (tenggelam dalam 10 % air garam atau 15 % air gula) : 25 – 35 %, dengan bobot 1,5 – 3,0 g/kacang : Benih bersih mulus, bernas dengan warna keabu-abuan, tanpa tandatanda serangan hama penyakit : Masak fisiologis (umur 37 – 50 hari setelah pembungaan) ditandai oleh bentuk gelondong yang telah bernas dan buah semu mulai mengeluarkan aromanya.
pipih, dengan cita rasa yang disenangi konsumen. h) Rendemen kacang 20 - 30%, bobot kering 2 – 4 g/butir. Gelondong Unggul Gelondong yang digunakan sebagai benih untuk penyambungan baik sebagai batang atas maupun batang bawah, harus memenui persyaratan benih unggul seleksi seperti pada Tabel 1 (Ditjenbun, 1995). TEKNIK PENYAMBUNGAN Penyambungan merupakan suatu metode perbanyakan vegetatif, sebagian dari pohon yang unggul (batang atas, entres, scion) disisipkan pada tanaman lain sebagai batang bawah (onderstam, stock), sehingga kedua bagian tersebut menyatu menjadi satu tanaman yang utuh. Tujuan penyambungan adalah untuk memperbanyak tanaman unggul secara vegetatif dan ekonomis dengan memilih batang bawah yang mempunyai kelebihan (perakaran rimbun dan toleran terhadap hama atau penyakit tular tanah), sedangkan batang atasnya unggul dalam produksi. Metode penyambungan pada tanaman jambu mete yang umum dilakukan adalah sambung pucuk, sedangkan teknik yang banyak dilakukan dengan hasil baik adalah sambung celah (cleft graft) dan sambung baji (webge graft). Pada tanaman jeruk secara in vitro keberhasilan penyambungan berkisar 30-60% (Purbiati et al., 2009) dan pada jeruk keprok keberhasilan penyambungan mencapai 95,83% (Wibowo, 2006). Pada tanaman kakao, metode yang biasanya dipakai adalah metode sambung samping. Berbeda dengan jambu mete, kanopi tanaman kakao tidak lebar dibandingkan tanaman jambu mete sehingga bebannya tidak terlalu berat. Keberhasilan penyambungan pada tanaman kakao berkisar 90-100% pada umur satu bulan, selanjutnya
pada umur di atas satu bulan turun tajam sampai sekitar 30-60% tergantung pada klon yang digunakan (Prawoto et al., 2005). Penggunaan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan klon unggul tanaman kakao diperoleh tingkat keberhasilan antara 55–80 % (Rahmat et al., 2010). Untuk melakukan kegiatan penyambungan ada beberapa syarat yang harus diikuti (Hartman dan Kester, 1975) yaitu: a). Bahan tanaman yang disambung secara genetis harus serasi/kompatibel. b) Bahan yang disambung harus berada dalam kondisi fisiologis yang optimal. c) Seluruh bidang potong harus terlindung dari bahaya kekeringan. d) Kambium masing-masing bahan tanaman sebaiknya bertaut sempurna. e) Tanaman hasil sambungan harus mendapat perlakuan optimal selama waktu tertentu. Waard dan Zaubin (1983), selanjutnya menyatakan bahwa tanaman yang akan disambung hendaknya mempunyai kemampuan untuk memproduksi kalus yang cukup. Kalus yang terbentuk pada bidang potong bagian tanaman dapat dipacu, antara lain dengan menggunakan sukrosa dan air kelapa. Hasil sambungan selanjutnya diletakkan di tempat yang teduh, dengan kisaran suhu 24–30°C (optimal 27°C), kelembaban tanah + 80% kapasitas lapang, kelembaban udara relatif 80%, serta 50–70% (optimal 50%) intensitas sinar matahari (Zaubin dan Suryadi, 2000). Penyambungan dapat dilakukan di rumah atap/persemaian dengan memakai batang bawah bibit berumur ± 2 bulan dalam polybag atau dilakukan penyambungan langsung di lapangan dengan memakai batang bawah berumur antara 2–9 bulan di lapangan (Zaubin et al., 2000). Adanya pohon-pohon unggul yang tersedia untuk dijadikan sumber batang atas maupun batang bawah (seedling) dan sumber daya manusia yang terlatih, maka penyambungan dapat dilakukan langsung di lapang. Butir-butir gelondong yang terpilih untuk dijadikan benih sebelumnya direndam selama ± 24 jam dalam air bersih, selanjutnya direndam dalam fungisida selama ± 15 menit sebelum ditanam di lapang. Setelah bibit berumur 2 – 9 bulan di lapang, tanaman siap disambung dengan entres yang diambil dari pohon-pohon unggul. Penanaman benih secara langsung di lapang mempunyai keuntungan, antara lain: a) murah dan cepat, b) perkembangan akar terjadi secara alamiah dan c) praktis, tanpa biaya transport (Erythrina et al., 1996). Adanya beberapa persyaratan penyambungan tersebut, maka secara praktis penyambungan pada tanaman jambu mete dapat dilakukan sebagai berikut : Penyambungan di Persemaian Penyambungan di persemaian meliputi beberapa proses antara lain: pembuatan persemaian, persiapan media tanam, persiapan batang bawah dan atas,
9
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 22 No. 1, Juni 2010: 7-17
penyambungan, dan pemeliharaan bibit sambungan. Setelah semua tahapan dilalui, tanaman jambu mete siap untuk dipindahkan ke lapang. a. Pembuatan persemaian. Lokasi persemaian diusahakan dekat dengan sumber air, arealnya bukan bekas tanaman inang hama dan penyakit jambu mete, seperti tanaman terongterongan, tomat, cabe, singkong, karet, dsb. Guludan persemaian dibuat dengan ukuran lebar 100 - 125 cm dan panjang sesuai dengan kebutuhan. Apabila akan menyemai dalam jumlah yang banyak, dibutuhkan rumah atap dengan ukuran 7,5 x 10 x 2 m (lebar x panjang x tinggi). Kerangka rumah atap dapat dibuat dari bambu atau besi siku, sedangkan untuk atapnya dapat menggunakan daun kelapa/rumbia/alang-alang atau paranet dengan intensitas cahaya 50%. Untuk menghindari genangan air, maka di sekeliling pesemaian perlu dibuat saluran pembuangan air (drainage) dengan ukuran 30 x 30 cm (lebar x dalam). b. Persiapan media tanam. Tanah lapisan atas yang telah dikering anginkan selama 3-4 hari kemudian diayak dengan ukuran ram kawat 5 mm. Selanjutnya tanah dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1 (tanah : pupuk kandang) dan dimasukkan kedalam kantong plastik ukuran 15 cm x 25 cm (lebar x tinggi) yang berlubang. Kantong plastik yang telah diisi dengan media, disusun pada guludan pesemaian dan dilakukan penyiraman pada pagi dan sore hari. Media tanam sudah dapat ditanami dengan benih apabila media sudah ditumbuhi dengan rumput-rumputan halus ( 1 minggu). c. Persiapan batang bawah (Onderstam, rootstock). Benih (berupa gelondong) yang akan ditanam diseleksi dengan cara melihat ciri fisiknya, yaitu kulit gelondong berwarna cerah, mulus, bernas, dan berukuran normal. Gelondong/benih direndam dalam air selama 24 jam dan hanya benih yang tenggelam yang dipilih untuk ditanam. Selanjutnya benih terpilih direndam dalam fungisida, misalnya 0,2% Mancozeb selama 15 menit. Penanaman gelondong dilakukan dengan cara membenamkannya ke dalam media sedalam 5–7 cm dengan bagian yang cekung menghadap ke bawah. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit. Setelah berumur 2,5 bulan dengan ciri-ciri antara lain; diameter batang tanaman telah mencapai 710 mm, tinggi 40-50 cm, mempunyai 13-15 helai daun, tanaman tersebut siap untuk dijadikan batang bawah. Sebaiknya sekitar 7–10 hari sebelum penyambungan dilakukan pemotongan bagian pucuk tanaman (topping batang bawah) (Zaubin dan Suryadi, 2000). d. Persiapan batang atas (entres, scion) Batang atas (entres) diambil dari pohon-pohon unggul (nasional atau lokal) yang mempunyai diameter
10
batang relatif sama dengan batang bawah yang akan disambung, sehat dan berwarna kecoklatan serta mempunyai tunas aktif berwarna hijau segar. Pengambilan entres sepanjang 15 - 20 cm sebaiknya dilakukan antara pukul 08:00 – 13:00 WIB, daun-daunnya dirontokkan, dan direndam dalam 0,5% sukrose selama 1 jam (Zaubin dan Suryadi, 2001 ). e. Penyambungan Penyambungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : batang bawah (seedling) dalam polibag berumur + 2,5 bulan, bagian pucuknya dipotong (topping) untuk menghimpun karbohidrat dalam batang tanaman. Setelah 7–10 hari batang bawah dipotong dengan memisahkan 4–8 helai daun pada batang tertinggal. Selanjutnya pada bagian ujung batang dibuat irisan membujur/longitudinal sehingga terbentuk celah sepanjang 7-10 cm. Ranting-ranting pohon jambu mete unggul dipotong antara pukul 8:00–13:00 WIB, sepanjang 10 cm untuk dijadikan batang atas/entres/scion. Lingkar batang ranting dipilih lebih kurang sama dengan lingkar batang bawah dan mempunyai tunas pucuk aktif, yaitu tunas yang sesaat lagi akan mekar. Semua daun pada ranting/entres dibuang, dan selanjutnya entres yang terkumpul direndam dalam 0,5–1 % larutan gula selama + 1 jam. Bagian pangkal entres dipotong membujur sepanjang + 5 cm pada kedua sisinya sehingga berbentuk baji. Bagian pangkal entres selanjutnya dicelup (celup cepat) ke dalam larutan 50% air kelapa sebelum dimasukkan dalam celah pada batang bawah. Upayakan agar pangkal entres masuk sepenuhnya dalam celah batang bawah sehingga tidak tersisa rongga-rogga yang dapat menghambat proses penyatuan sambungan. Pelilitan dilakukan segera, dengan menggunakan lembaran plastik es (PE) selebar + 3 – 5 cm, mulai dari bagian yang disambung sampai di bawah ujung entres. Sambungan lalu dikerodong dengan kantong plastik relatif kecil/PE. Setelah 7 – 10 hari tunas pada entres akan membuka/mekar dan apabila daunnya mulai besar dan menyentuh kantong plastik, maka kerodong kecil dibuang namun kantong besar tetap dipasang kembali. Apabila helaian daun-daun pada entres sudah membesar mendekati ukuran normal, maka kerodong besar dibuang. Upayakan agar tanaman sambungan tidak kekeringan. Setelah sambungan berumur + 2 bulan maka sambungan yang “jadi” akan bertahan, sedang yang gagal harus disulam atau disambung ulang. f. Pemeliharaan bibit sambungan. Tanaman hasil sambungan perlu dipelihara dengan baik agar keberhasilannya optimal. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman pada pagi dan sore hari, penyiangan, pengendalian hama/penyakit (secara manual) dan pemupukan dengan pupuk daun sesuai aturannya). Semua tunas, baik pada batang bawah
Gusmaini: Peningkatan produktivitas jambu mete melalui teknologi penyambungan (grafting) dan rejuvinasi tanaman jambu mete
maupun pada batang atas dibiarkan tumbuh sampai mempunyai 3–4 helai daun dewasa/sempurna. Selanjutnya pucuk-pucuknya dibuang dan daun-daun ini menjadi sumber tenaga (source) untuk pertumbuhan batang atas. Pada umur sekitar 7-10 hari setelah penyambungan, kerodong plastik kecil (PE) dibuang dan 1 bulan kemudian sungkup kolektif dibuka. Pada umur 2 bulan setelah penyambungan lilitan plastik dilepas dan diperoleh bibit-bibit jambu mete unggul yang seragam. Bibit-bibit sambungan dalam polibag ini harus segera ditanam ke lapang sebelum akarnya berbelit dan melingkar-lingkar di dasar kantong plastik. Penyambungan di Lapang (Persiapan Kebun Induk) Penyambungan dapat juga dilakukan di lapang yaitu langsung pada tanaman yang telah di tanam di lapang terlebih dahulu. Adapun persiapan yang dilakukan pada prinsipnya hampir sama dengan di persemaian antara lain: persiapan batang bawah dan atas, penyambungan, dan pemeliharaan bibit sambungan. Ada perbedaan sedikit pada persiapan lubang tanam di lapang dan penyambungan di lapang. a. Persiapan batang bawah Benih (gelondong terpilih) setelah direndam 24 jam dalam air dan 15 menit dalam larutan fungisida, selanjutnya ditanam langsung di lapang. Sebelumnya telah dibuat lubang-lubang tanam berukuran 60 x 60 x 60 cm (panjang x lebar x dalam) pada jarak tanam 10 x 10 m. Tanah galian bagian atas setelah dicampur dengan 3–5 kg pupuk kandang per lubang, selanjutnya digunakan untuk menutup lubang tanam. Setelah mengalami 2–3 kali hujan lebat maka tanah dalam lubang dianggap siap untuk ditanami. Benih yang telah disiapkan ditanam sebanyak 1–2 gelondong per lubang. Benih akan tumbuh ± 7 hari, dan setelah berumur 1 bulan hanya dipelihara satu bibit saja. Setelah berumur 2–9 bulan, maka bibit siap dipakai sebagai batang bawah untuk disambung dengan entres unggul. Semua batang bawah dibuang pucuknya (topping), pada 7-10 hari sebelum dilakukan penyambungan. b. Persiapan batang atas (entres, scion) . Batang atas (entres) diambil dari pohon-pohon unggul (nasional atau lokal) yang mempunyai diameter batang relatif sama dengan batang bawah yang akan disambung, sehat dan berwarna kecoklatan serta mempunyai tunas aktif berwarna hijau segar. Pengambilan entres sepanjang 15 - 20 cm sebaiknya dilakukan antara pukul 08:00 – 13:00 WIB., daun-daunnya dirontokkan lalu direndam dalam 0,5% sukrosa selama 1 jam (Zaubin dan Suryadi, 2001). Entres diambil dari pohon-pohon unggul lokal atau nasional. Pengambilan ranting-ranting dari pohon-pohon
5-7 cm
60 cm
60 cm A1
60 cm A2
Gambar 1. Cara menanam benih yang salah (A1) dan yang benar (A2).
Figure 1.
The way to plant seeds : incorrect (A1) and correct (A2).
unggul dilakukan antara pk. 8:00 – 13:00 WIB. Setelah mendapat perlakuan 0,5% sukrosa dan 50% air kelapa, maka dilakukan penyambungan. Hasil tanaman sambungan diberi kerodong plastik kecil, lalu dikerodong lagi dengan kantong plastik lebih besar yang telah diisi dengan pelepah pisang (dibantu dengan stik bambu). Apabila pelepah pisang kering maka harus diganti dengan yang baru. Setelah 7–10 hari tunas-tunas entres mekar dan apabila helaian daun mulai membesar dan menyentuh kerodong, maka kerodong kecil dibuang. Kerodong besar berisi pelepah pisang yang kering harus diganti; upayakan agar entres jangan kekeringan. Semua tunastunas yang tumbuh di batang bawah maupun batang atas dibiarkan sampai mempunyai 3–4 helai daun sempurna; selanjutnya pucuk-pucuknya dibuang dan daundaun tersebut menjadi sumber tenaga untuk hidupnya entres. c. Penyambungan di lapang Apabila jumlah daun pada entres bertambah dan helaian daun mulai membesar mendekati ukuran daun normal (sambungan berumur sekitar 2 bulan), maka kerodong berisi pelepah pisang dibuang. Sambungan yang gagal/entresnya mati harus diganti/disulam dengan sambungan baru. Selanjutnya tanaman sambungan dipelihara sesuai anjuran/petunjuk dan akan menghasilkan pohon-pohon unggul, dengan sifat-sifat sama seperti pohon induknya. d. Pemeliharaan bibit sambungan Tanaman hasil sambungan perlu dipelihara dengan baik agar keberhasilannya optimal. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman pada pagi dan sore hari, penyiangan, pengendalian hama/penyakit (secara manual) dan pemupukan dengan pupuk daun sesuai aturannya. Semua tunas, baik pada batang bawah maupun pada batang atas dibiarkan tumbuh sampai mempunyai 3–4 helai daun dewasa/sempurna. Selanjutnya pucuk-pucuknya dibuang dan daun-daun ini menjadi sumber tenaga (source) untuk pertumbuhan batang atas. Pada umur sekitar 7-10 hari setelah penyambungan, kerodong plastik kecil (PE) dibuang dan
11
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 22 No. 1, Juni 2010: 7-17
a
a
b
d
Foto koleksi pribadi : R. Zaubin dan R. Suryadi
Gambar 2.
Figure 2.
Keragaan batang atas yang optimal (a) dan entres siap untuk disambungkan (b) pada batang bawah.
The performance of optimal entres (a) and entres ready to be grafted (b) with the rootstock.
c
1 bulan kemudian kerodong besar dapat dibuka. Pada umur 2 bulan setelah penyambungan lilitan plastik dapat dilepas dan diperoleh bibit-bibit jambu mete unggul yang seragam. Selanjutnya tanaman mete dipelihara sesuai dengan petunjuk budidaya yang tersedia.
Foto koleksi pribadi R. Zaubin dan R.Suryadi
REJUVINASI Rejuvinasi atau peremajaan pohon mete dilakukan terhadap pohon-pohon mete yang produksinya di bawah rata-rata produksi mete di suatu wilayah. Sebagai contoh produksi rata-rata mete di wilayah tersebut adalah 5 kg/pohon, maka pohon-pohon dalam suatu populasi atau kebun yang produksinya kurang dari 5 kg/pohon sebaiknya ditebang dan diganti/sambung dengan entres yang diambil dari pohon unggul yang mempunyai potensi produksi 10 – 20 kg/pohon. Namun apabila dikehendaki standar produksi yang lebih tinggi, misalnya 8 kg/pohon, maka pohon-pohon mete dengan produksi kurang dari 8 kg/pohon ditebang dan diganti/sambung dengan entres unggul dengan potensi produkisi 10–20 kg/pohon. Standar produksi minimal sebaiknya dinilai setiap 2-3 tahun sekali, sehingga peningkatan potensi produksi suatu kebun berjalan secara bertahap (Zaubin et al., 2004).
12
e
Gambar 3. Tahapan pada penyambungan bibit jambu mete: kondisi batang bawah (a), membuat celah (b), menyisipkan entres pada batang bawah (c), pelilitan (d), dan pengerodongan (e)
Figure 3.
Stages in grafting of cashew seedlings: rootstock (a), slit (b), inserting entres on rootstock (c), convolution (d), and encasement (e)
Langkah-langkah untuk melakukan rejuvinasi adalah sebagai berikut: memilih kebun jambu mete yang akan di rejuvinasi dan diketahui standar produksi minimal
b
Gusmaini: Peningkatan produktivitas jambu mete melalui teknologi penyambungan (grafting) dan rejuvinasi tanaman jambu mete
yang dikehendaki, misalnya 5 kg/pohon. Pohon-pohon dengan produksi kurang dari 5 kg/pohon akan ditebang untuk di rejuvenasi. Denah kebun dibuat dan beri tanda pohon-pohon yang akan direjuvenasi dan mencatat pohon induk dari entres yang akan digunakan. Pohonpohon yang diberi tanda ditebang dengan menggunakan “chainsaw” pada tinggi ± 1 m di atas permukaan tanah. Bila mungkin ditinggalkan 1 (satu) cabang jambu mete agar pohon yang ditebang tidak mudah mati. Pada waktu sekitar 1,5 – 2,0 bulan akan tumbuh tunas-tunas baru pada pokok mete, namun hanya 12 (dua belas ) tunas terbaik yang dipelihara dan sisanya dibuang. Selanjutnya pucuk-pucuk dari 12 tunas terpilih dibuang (topping), pada 7 –10 hari kemudian, batang tunas-tunas yang ditopping relatif kuat/kekar dan siap untuk disambung dengan entres unggul. Entres diambil pada pukul 8.00 – 13.00 WIB, dari pohon-pohon dengan potensi produksi tinggi yang tersedia, dan setelah diperlakukan dengan 0,5% larutan gula dan 50% air kelapa maka penyambungan dapat dimulai. Jumlah tunas yang disambung dalam satu pohon hanya 8 buah tunas, dan 4 tunas lainnya (tidak disambung) berfungsi sebagai penyedia/sumber makanan bagi entres. Penyambungan dilakukan dengan cara yang sama seperti pada penyambungan di lapang; demikian pula pemeliharaannya. Tanaman sambungan akan berproduksi pada waktu 2 tahun setelah dilakukan penyambungan, dan apabila petunjuk pemeliharaan, terutama pemupukan, diikuti dengan benar maka produksi tanaman akan sama dengan potensi produksi pohon induknya. Adanya tindakan rejuvinasi secara bertingkat ini, kebun-kebun jambu mete akan mempunyai potensi produksi yang meningkat setiap 2–3 tahun. Pemeliharaan kebun yang baik atau sesuai anjuran, maka petani jambu mete akan terjamin kebutuhan hidupnya dan pendapatan asli daerahpun akan meningkat. Selain itu perkebunan jambu mete menyerap banyak tenaga kerja. Tersedianya sarana pertanian, seperti pupuk, insektisida dan fungisida, secara tepat waktu perlu diperhatikan. Potensi produksi pohon-pohon ungul ini tidak akan terwujud, tanpa masukan yang cukup.
ke dalam tanah. Di lapang hingga umur 2 tahun, tanaman jambu mete agak peka terhadap cekaman lingkungan, seperti kekurangan air, persaingan dengan gulma, terik matahari, dan sebagainya. Penyiangan dan pengolahan tanah di antara barisan-barisan tanaman jambu mete dilakukan secara bertahap agar dapat ditanami dengan tanaman pangan, seperti padi (padi gogo), jagung, kacang-kacangan, dan sebagainya. Pengelolaan areal di antara barisan jambu mete ini hendaknya disesuaikan dengan lamanya musim penghujan agar penanaman tanaman pangan dapat dilakukan pada awal musim penghujan. Sisa-siasa serasah/gulma hasil penyiangan dan biomas tanaman pangan (setelah dipanen) dapat dijadikan mulsa pada areal di bawah tajuk jambu mete, lalu dibumbun dengan tanah secukupnya agar tidak mudah terbakar. Pemangkasan Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman muda jamu mete adalah pangkas bentuk. Pangkas bentuk bertujuan untuk keseimbangan tajuk dan tinggi tanaman. Pangkas bentuk tanaman mete muda dilakukan mulai tanaman berumur ± 6 bulan, saat tanaman jambu mete mempunyai 8–12 cabang. Pemangkasan pertama dilakukan dengan cara memotong 2 buah cabang terbawah sehingga tersisa 6–10 cabang. Pada interval 2–3 bulan a
b
c
Foto koleksi pribadi: R. Zaubin dan R. Suryadi
PEMELIHARAAN KEBUN Tanaman jambu mete tidak termasuk tanaman yang manja, meskipun demikian tanaman jambu mete akan tumbuh dan berproduksi lebih baik apabila mendapat pemeliharaan yang baik, meliputi: Penyiangan dan Intercropping Areal di sekitar tanaman jambu mete muda sampai ± 2 m dari pangkal batang harus bebas gulma. Hal ini untuk menghindari persaingan akan air dan unsurunsur hara terlarut, sehingga tanaman yang masih lemah itu dapat tumbuh cepat dan perakarannya cepat masuk
Gambar 4. Pembukaan sungkup dan lilitan (a), sambungansambungan yang berhasil (b) dan pohon hasil sambungan berumur sekitar 1 tahun yang belajar berbunga (c)
13
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 22 No. 1, Juni 2010: 7-17
Figure 4.
Opening the lid and twist (a), successful connections (b), and one year old connected plants blooming (c)
sekali pemangkasan cabang-cabang bagian bawah dilanjutkan dengan mempertimbangkan keseimbangan tajuk, tinggi tanaman dan kerimbunannya. Tujuan pemangkasan ini adalah untuk mendapatkan tanaman dengan satu batang utama yang tumbuh tegak dan kokoh (berimbang) dengan percabangan mulai pada tinggi ± 1½ m. Pangkas bentuk ini berlangsung sampai tanaman berumur antara 18–24 bulan. Selanjutnya dilakukan pemangkasan pada tanaman produktif, yaitu dengan cara membuang cabang-cabang yang tumbuh di dalam tajuk dan yang kurang mendapat cahaya matahari, cabang-cabang yang lemah dan tidak beraturan (criss cross branches), tunas-tunas air (water shoots), cabang ekstensif dan tunas-tunas atau bagian tanaman yang terinfeksi hama dan penyakit. Percabangan yang kurang mendapat sinar matahari (ternaungi) merupakan parasit (sinks) yang merugikan pertumbuhan dan produksi tanaman, sedang tunas-tunas yang di permukaan tajuk yang terserang hama penyakit, seperti hama Helopeltis sp. dan jamur Fusarium sp. harus dipotong dan dimusnahkan (dibakar). Segera setelah dilakukan pemangkasan, perlu diikuti dengan penyemprotan insektisida dan/atau fungisida karena cairan/senyawa yang dikeluarkan luka bekas potongan akan merangsang datangnya hama/penyakit. Pemupukan Tanaman jambu mete yang baru dipangkas hendaknya segera disemprot dengan insektisida dan/ atau fungisida. Selanjutnya tanaman yang baru mengalami stress karena dipangkas perlu didorong pertumbuhannya dengan cara dipupuk. Pemupukan sebaiknya dilakukan 7–10 hari setelah pemangkasan, dengan dosis dan komposisi unsur hara sesuai umur tanaman (Tabel 2). Untuk tanaman berumur kurang dari 1 tahun, pupuk diberikan 2 kali/tahun, yaitu 50% pada awal dan 50% pada akhir musim penghujan, pupuk dicampur tanah di antara pangkal dan batas tajuk. Untuk tanaman berumur 1 – 2 tahun, dan 2 – 3 tahun pupuk diberikan pada proyeksi batas tajuk, dengan cara ditugal pada empat (4) titik sedalam 15 – 20 cm, arah U–S, T–B dan selalu bergeser 45o pada pemupukan berikutnya. Tanaman berumur 3 tahun atau lebih dipupuk 70% pada awal musim bunga dan 30% diberikan dua bulan berikutnya dengan cara ditugal pada 4 titik (U, S, T, B) sedalam 40 cm dan diberi 10 kg serasah/pohon. Perlindungan Tanaman a. Hama tanaman
14
Beberapa hama yang menyerang tanaman jambu mete antara lain: a. Helopeltis sp., hama ini menyerang pucuk-pucuk tanaman, daun muda, dan buah mete. Pucuk dan tangkai bunga menjadi kering sehingga tidak berproduksi. Cara pengendalian yaitu buang semua tanaman inang, seperti cabai, mentimun, jambujambuan, dan lakukan pemangkasan agar tanaman tidak terlalu ternaungi dan lembab, dan hasil pangkasannya dibakar. b. Acrocercops sp, aphids, kutu putih, dsb., hama-hama ini tidak terlalu berbahaya. Cara pengendalian menggunakan insektisida sistemik. b. Penyakit tanaman Beberapa penyakit yang menyerang tanaman jambu mete antara lain: Antrachnosa. Penyakit ini disebabkan oleh: Colletotrichum sp.; menyerang tangkai bunga/buah (hujan jatuh pada musim berbunga). Cara pengendalian; menggunakan fungisida sistemik, atau Bubur Bordo (BB). JAP (Jamur Akar Putih); penyakit ini disebabkan oleh Rigidoporus lignosus; menyerang perakaran tanaman sehingga daun-daun menguning, lalu rontok dan tanaman mati. Cara pengendalan: hindari tanaman inang dalam kebun, gunakan BB. Selain yang telah disebutkan di atas terdapat juga penyakit damping off/mati bujang; penyakit ini disebabkan oleh rasosiasi dengan jamur Fusarium sp., Phytium sp., Colelotrichum sp, Phytophthora sp. Cara pengendalian : memperbaiki sistem drainase dan menggunakan fungisida. Selanjutnya adalah penyakit die-back/mati pucuk. Penyakit ini disebabkan oleh serangan Helopeltis sp. diikuti dengan masuknya patogen lemah seperti Fusarium sp., Phytium sp., Collelotrichum sp. Cara pengendalian : menggunakan insektisida dan fungisida sistemik. ARTI EKONOMIS Pada umumnya perkebunan jambu mete menggunakan jarak tanam 6 m x 6 m, sehingga dalam 1 ha terdapat + 256 tanaman. Secara faktual hanya terdapat + 200 tanaman/ha, karena banyak tanaman yang tidak produktif, mati atau tidak terawat baik. Produksinya adalah 250–500 kg gelondong/tahun/ha, atau rata-rata hanya 2,5 kg gelondong/tahun/tanaman. Apabila akan dilakukan rejuvinasi, maka petani hanya bersedia melakukannya pada pohon-pohon dengan produksinya kurang dari 2,5 kg/tanaman. Pohon-pohon yang produktif diharapkan produksinya untuk menunjang kebutuhan hidup keluarga. Setelah 2 tahun, pohon-pohon yang direjuvinasi mulai berproduksi, dan petani akan bersedia melakukan rejuvinasi tahap II, yaitu pohon-pohon yang produksinya dianggap kecil, misalnya kurang dari 5 kg/pohon. Pada akhirnya semua pohon dalam kebun direjuvinasi dan berpotensi produksi + 10 kg/tanaman/tahun atau 2.000
Gusmaini: Peningkatan produktivitas jambu mete melalui teknologi penyambungan (grafting) dan rejuvinasi tanaman jambu mete
kg gelondong/ha/tahun. Apabila harga gelondong Rp 7.000,-/kg maka pendapatan petani dari jambu mete mencapai Rp.14.000.000,-/ha/tahun. Kebutuhan hidup satu keluarga petani diperkirakan Rp. 20.000.000,-/tahun
ketekunan, serta pengawasan yang intensif. Metode penyambungan yang cocok bagi tanaman jambu mete adalah metode sambung pucuk, mempunyai tingkat keberhasilan yang berkisar antara 65,9-86,4%. Tingginya
Tabel 2. Dosis pemupukan dan komposisi hara menurut umur tanaman
Table 2. Dosage of fertilization and nutrien composisiton by age of plant Umur tanaman (tahun) <1 1–2 2–3 >3
Dosis pupuk (g) Jenis pupuk N (Urea) 10–20 (25– 45) 40– 0 (100–160) 150–250 (375–500) 250–350 (625–700)
P (SP36) 10–20 (25 – 55) 40 – 60 (10 –165) 150–250 (375–600) 250–350 (625–900)
Keterangan K (KCl) 10 – 20 (20 – 35) 40 – 60 (70–100) 150 – 250 (250–400) 250 – 350 (425–570)
50% diberikan pd awal dan 50% pd akhir musim penghujan. Tahun 1 - 2 dan 2 - 3 pupuk diberikan 50% pd. awal dan 50% pada akhir musim penghujan, pd. proyeksi batas tajuk, secara ditugal 20 cm pada 4 titik U-S-T-B. 70% diberikan pada. awal musim bunga dan 30% diberikan 2 bulan kemudian, secara ditugal sedalam + 40 cm pada proyeksi batas tajuk di 4 titik U-S-T-B ditambah 10 kg serasah/ph/th.
Sumber : Dhalimi, (2004).
sehingga kekurangannya yaitu Rp. 6.000.000,-/tahun harus dicari dari usaha lainnya, seperti menjadi buruh tani, memelihara ternak. Apabila luas lahan lebih dari 1 ha/keluarga maka kebutuhan hidup petani dapat tercukupi. Selain dari hasil gelondong, petani juga dapat menjual bibit hasil penyambungan sehingga pendapatan yang diperoleh bisa dari dua sumber, yaitu dari hasil gelondong jambu mete dan bibit hasil sambungan. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa usaha pembibitan tanaman jambu mete sambung pucuk skala 10.000 bibit membutuhkan biaya total Rp. 19.000.000, terdiri atas biaya variabel Rp. 16.750.000 (88,16%) dan biaya tetap Rp. 2.250.000 (11,84%). Usaha tersebut memberikan penerimaan Rp. 35.750.000, sehingga diperoleh keuntungan Rp. 16.750.000. Dengan demikian, usaha pembenihan jambu mete sambung pucuk layak secara ekonomis dengan B/C ratio sebesar 1,9 (Saefudin, 2009). Dengan demikian, dikuasainya teknik penyam-bungan, tersedianya kebun induk sebagai sumber entres, dan kemampuan untuk melakukan rejuvinasi secara mandiri sudah merupakan langkah awal yang baik, karena faktorfaktor ini yang akan merubah kondisi perkebunan jambu mete yang ada. Kendala yang perlu dibenahi selanjutnya adalah jaminan tersedianya sarana produksi pada waktunya (on time), seperti pupuk NPK (pupuk majemuk) dan sistem pemasaran yang berpihak kepada petani, agar agribisnis jambu mete dapat berlangsung dengan baik dan berkelanjutan. KESIMPULAN Keberhasilan penyambungan tanaman jambu mete dan rejuvinasi sangat tergantung pada kematangan perencanaan, persiapan, koordinasi, ketelitian, dan
tingkat keberhasilan penyambungan jambu mete tersebut yang menggunakan benih-benih unggul, berpotensi untuk meningkatkan produktivitas tanaman jambu mete. Penguasaan teknologi penyambungan tanaman jambu mete diharapkan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin karena dari kajian ekonomis, baik penjualan gelondong maupun bibit hasil penyambungan, menguntungkan. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan akhirnya tercapainya kesejahteraan petani. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Robert Zaubin, MSc. yang telah banyak memberikan masukan hingga terselesainya tulisan ini. Semoga ilmu yang telah beliau berikan dapat menambah wawasan bagi penulis dan bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR PUSTAKA Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Press. Jakarta. Chaikiattiyos, S. 1998. Integrated production of cashew in Thailand. In. Integr. Prod. Pract. of Cashew in Asia. FAO-Reg. Office for Asia and the Pacific. Bangkok, Thailand. 1998. p. 61-67. Dhalimi, A. 2004. Pengaruh pupuk dan agihan pemupukan terhadap pertumbuhan jambu mete (Anacardium occidentale). Jurnal Penelitian Tanaman Industri 10(1): 21−27.
15
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 22 No. 1, Juni 2010: 7-17
Direktorat Jenderal Perkebunan. 1995. Statistik Perkebunan Indonesia 1994-1995. Jambu Mete. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2000. Statistik Perkebunan Indonesia 1999-2000. Jambu Mete. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2008. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2008. Jambu Mete. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. Directorate of Cashew and Cocoa Development. 2010. India: Cashew production seen down 8-10% in 2009-2010. http://financialexpress.com. Erythrina, R. Zaubin, A. Abdullah, dan A. Dhalimi. 1996. Penanaman jambu mete dengan sistem tabela. Prosiding Lokakarya Evaluasi Hasil Penelitian Usaha Tani Lahan Kering. Wai Ngapu, 21-22 November 1996. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. hlm. 101-111. FAO. 2006. Food and Agriculture Organization of the United Nations. FAOSTAT. http://faostat.fao.org/. Firman, C. dan Ruskandi. 2009. Teknik pelaksanaan percobaan pengaruh naungan terhadap keberhasilan penyambungan tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L) Buletin Teknik Pertanian, 14(1):27-30. Gazzola, R., A.E. Wander, and J. Gazzola. 2008. Cashew Nut Almonds: Nutritional and Market Aspects. Tropentag 2008: Competition for Resources in a Changing World: New Drive for Rural Development October 7 - 9, 2008, Stuttgart-Hohenheim, Germany. http://www.tropentag.de/2008/abstracts/full/164.pdf Hadad, E.A. 2000. Karakter varietas unggul jambu mete Gunung Gangsir 1 dan 2 serta peluang pengembangannya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. l6 (3) : 1 - 5. Hartman, H.T. and D.E. Kester. 1975. Plant propagation. Principles and practices. Third Edition. Prentice-Hall, Inc. Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R. L. Geneve. 1997. Plant propagation principles and practices. 6th ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, N.J. Kangde, L., L. Shibang, and D. Suisheng. 1998. Integrated production of cashew in China. In Integr. Prod. Pract. of Cashew in Asia. FAO-Reg. Office for Asia and the Pacific. Bangkok, Thailand. 1998. p. 614. Koerniati, N. dan O.H. Suryana. 1997. Beberapa nomor unggul harapan jambu mete dan pola pengadaan
16
sumber benih. Laporan Bulanan Balittro-Oktober 1997. 10 hlm (Tidak dipublikasikan). Lay, M.M. 1998. Integrated production of cashew in Myanmar. In Integr. Prod. Pract. of Cashew in Asia. FAO-Reg. Office for Asia and the Pacific. Bangkok, Thailand. 1998. p. 33-46. Lukman, W., S. Somad, Rismadi, dan Repianyo. 2003. Evaluasi keberhasilan penggunaan berbagai jenis pembalut dalam penyambungan jambu mete. Buletin Teknik Pertanian 8(3): 60−62. Mamgboo, C.A.E. 1998. Integrated production of cashew in Filipina. In. Integr. Prod. Pract. Of Cashew in Asia. FAO-Reg. Off. for Asia and the Pacific. Bangkok, Thailand. 1998. p. 47-51. Moko, H., Sukarman, I. Darwati, Rumiati, dan S. Sufiani. 1998. Perbanyakan jambu mete secara penyambungan mini. Laporan Teknis APBN Th. 1997/1998. Ohler, J.G. 1978. Cashew. Communication. 71. KITAmsterdam. 256 hlm. Pranowo, D. dan Saefudin. 2009. Pengaruh tempat terhadap keberhasilan sambung pucuk dan pertumbuhan bibit jambu mete. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Sukabumi. 11 hlm. Prawoto, A.A., N. Qomariyah, S. Rahayu, dan Kusmanadhi. 2005. Kajian agronomis dan anatomis hasil sambung dini tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Buletin Pelita Perkebunan. 21(1): 12-30. Purbiati, T., A. Supriyanto, dan Yati. 2010. Kompatilbilitas batang atas dan batang bawah pada penyambungan tunas pucuk (ptp) jeruk (citrus sp.) secara “in vitro”. http://www.pdf-searchengine.com/penyambungan-pdf.html. Rachmat, E.R.S., T. Purbiati, J.D. Haloho, dan A. Efferiyanto. 2010. Teknologi peremajaan kakao dengan metode sambung samping. BPTP Kalbar. http://kalbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?opti on=com_content&view=article&id=88:kakao&catid= 13:info-aktual&Itemid=93 Oleh Fahrudin Rabu, 17 Maret 2010 04:41. Rao, E.V.V.B. 1998. Integrated production of cashew in India. In. Integr. Prod. Pract. Of Cashew in Asia. FAO-Reg. Off. for Asia and the Pacific. Bangkok, Thailand. 1998. p. 15-25. Saefudin. 2009. Kesiapan teknologi sambung pucuk tanaman jambu mete dalam penyediaan bahan tanaman jambu mete. Jurnal Litbang Pertanian, 28(4): 149-155.
Gusmaini: Peningkatan produktivitas jambu mete melalui teknologi penyambungan (grafting) dan rejuvinasi tanaman jambu mete
Wibowo, S.H. Penyambungan Pada Pembibitan Tanaman Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour) Dengan Tanaman Jeruk Lemon (Citrus limon (L) Burn. f) Varietas Japanese Citrun Sebagai Batang Bawah (Under Stump). 2006. Skripsi Universitas Padjadjaran, Bandung. http://www.fmipa-uim.net78.net/daftarkolksi/abstraksi/syamsu%20hadi%20wibowo.p df. Waard, P.W.F. and R. Zaubin. 1983. Callus propagation during grafting of woody plants. Abstract on Tropical Agriculture : 9 (10) : 9-19. Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2000. Studi penyambungan jambu mete. Laporan Teknis Penelitian Balittro. APBN Th. 1999/2000. 9 hlm.
Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2001. Peningkatam viabilitas entres dan penyambungan jambu mete. Laporan Teknis Penelitian – Balittro. APBN Th. 2000. 11 hlm. Zaubin, R. dan R. Suryadi. 2002. Pengaruh topping, jumlah daun, dan waktu penyambungan terhadap keberhasilan pengembangan jambu mete di lapangan. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 8(2): 55−59. Zaubin, R., R. Suryadi, dan YT. Yuhono. 2004. Diversifikasi produk dan rehabilitasi perkebunan jambu mete untuk meningkatkan pendapatan petani. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 23(2):53-60.
17