APLIKASI HORMON PEMBUNGAAN GIBBERELLIN A4/7 (GA4/7) DAN PENYERBUKAN TAMBAHAN PADA TANAMAN Pinus merkusii Jungh. et de Vriese DAN Pinus caribaea Morelet
Oleh: JOKO PRAMONO E14201042
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN Joko Pramono. E14201042. 2006. Aplikasi Hormon Pembungaan Gibberellin A4/7 (GA4/7) dan Penyerbukan Tambahan pada Tanaman Pinus merkusii Jungh. et de Vriese dan Pinus caribaea Morelet. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. dan Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F. Pinus merkusii Jungh. et de Vriese dan Pinus caribaea Morelet merupakan jenis-jenis tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, terutama sebagai penghasil oleoresin (getah), pulp dan kertas, kayu pertukangan, papan serat, chip, dan kayu bakar. Pengusahaan P. merkusii dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan dan bahan baku pembuatan sumpit. Selain itu, P. merkusii juga dapat diambil getahnya yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku industri batik, sabun, perekat, cat, dan kosmetik, sedangkan terpentin digunakan sebagai pelarut cat, lak, dan untuk obat-obatan. P. caribaea dapat digunakan untuk kayu arang, pulp dan kertas, kayu gergajian, penghasil getah, kayu pertukangan, papan serat, chip, dan kayu bakar. Perakaran tanaman pinus dapat melindungi tanah dari erosi, merupakan jenis pioner, dan tidak memerlukan syarat tumbuh yang banyak, sehingga cocok digunakan sebagai tanaman reboisasi. Persediaan benih pinus berkualitas yang kurang untuk kegiatan penanaman menjadi masalah utama dalam regenerasinya. Salah satu usaha yang digunakan dalam meningkatkan produksi benih pinus adalah dengan memberikan stimulan berupa hormon pembungaan Gibberellin A4/7 (GA4/7). Selain itu, dilakukan pula identifikasi kuncup yang tumbuh dan berkembang untuk mengetahui hasil aplikasinya. Penyerbukan cair (liquid pollination) juga diteliti keefektifannya tanpa merusak perkembangan strobilus betina, sehingga dapat meningkatkan produksi benih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengetahui perbedaan morfologi kuncup strobilus betina, strobilus jantan, dan kuncup cabang P. merkusii dan P. caribaea, mengetahui pengaruh dan efektifitas aplikasi hormon GA4/7 pada tanaman P. merkusii dan P. caribaea, dan mengetahui pengaruh penyerbukan cair terhadap perkembangan strobilus betina pada P. merkusii. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Clonal Garden P. merkusii dan Tanaman P. caribaea di Sempolan, Jember serta di Kebun Benih Semai (KBS) Uji Provenansi P. merkusii Cijambu, Sumedang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan dan kuncup P. merkusii dan P. caribaea, larutan FAA, hormon GA4/7, alkohol 95%, lilin, serbuk sari P. merkusii 0,5 g/liter, madu alshifa, BA, IBA, Boron, dan aquades. Alat yang digunakan adalah mikroskop, kamera, jarum suntik, pinset, botol plastik 100 ml, keranjang, alat tulis, tally sheet, tissue, mikropipet, bor listrik, palu, paku, stereform, kamera, tali plastik, tali kenur, meteran, gunting stek, amplop, timbangan electrik, aluminium foil, parang, sprayer, jerigen, gelas ukur, label, dan haga. Identifikasi kuncup strobilus dilakukan melalui pengamatan ciri morfologi kuncup (ukuran, warna, bentuk, serta keterangan lain yang mendukung) sebelum dan setelah dikupas di bawah mikroskop sebanyak 20 ulangan. Aplikasi GA4/7 dilakukan dengan menyuntikkan hormon pembungaan GA4/7 pada batang pinus, rancangan yang digunakan adalah acak lengkap dan
rancangan faktorial dengan perlakuan waktu aplikasi pada selang waktu satu minggu, dan masing-masing 3-5 ulangan untuk P. merkusii di KBS Cijambu, 10 ulangan untuk P. merkusii di Clonal Garden Sempolan, Jember dan 5 ulangan untuk P. caribaea di hutan tanaman Sempolan, Jember. Pengambilan sample adalah 5 sample tunas potensial untuk P. merkusii dan 10 sample tunas potensial untuk P. caribaea secara acak pada dua per tiga tajuk bagian atas. Aplikasi penyerbukan cair menggunakan larutan kombinasi zat aditif, sedangkan faktor perlakuan yang diberikan adalah faktor larutan dan frekeunsi penyerbukan (satu kali dan dua kali penyerbukan). Hasil identifikasi kuncup strobilus P. merkusii dan P. caribaea menunjukkan bahwa secara umum status kuncup strobilus dan cabang dapat dibedakan melalui ciri-ciri morfologinya. Pengupasan kuncup dapat memberikan keterangan lebih jelas mengenai status kuncup tersebut. Kuncup yang baru muncul dengan ukuran yang sangat kecil cenderung sangat sulit dibedakan tipe kuncupnya. Pada periode kuncup reseptif, dengan mata telanjang dapat dilakukan identifikasi dengan mudah. Deferensiasi kuncup sudah dapat diketahui dengan jelas. Strobilus betina Pinus merkusii di Sempolan Jember rata-rata mengalami periode kuncup selama 20 hari, sedangkan strobilus jantan memerlukan waktu sekitar 23 hari sejak kuncup hingga mencapai mekar. Warna kuncup dapat menunjukkan kematangan strobilus, dimana warna hijau kekuningan menunjukkan kuncup yang masih muda dan akan berubah semakin kuning kecoklatan pada saat matang. Warna bagian pangkal daun pelindung yang gelap menunjukkan bahwa bagian tersebut lebih kokoh memberikan perlindungan dan menopang strobilus muda. Warna daun pelindung yang coklat berbentuk kecil dan memanjang serta tersusun rapat berlapis-lapis pada kuncup cabang merupakan pelindung yang sangat baik bagi calon cabang, yang kemudian akan menumbuhkan kuncup strobilus jantan, betina, daun atau percabangan baru. Pada sela-sela daun pelindung cabang ini dapat pula ditemui kuncup-kuncup yang masih sangat muda. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi GA4/7 pada Clonal Garden P. merkusii Sempolan, Jember menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi GA4/7 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan strobilus betina P. merkusii pada taraf nyata 99%, sedangkan hasil Uji Jarak Duncan (UJD) menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi GA4/7 pada minggu pertama tanggal 3 Maret 2005 menghasilkan jumlah rata-rata strobilus terbanyak, yaitu 43,5 dengan peningkatan strobilus betina sebesar 88,31% terhadap kontrol. Perlakuan aplikasi ini tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah strobilus jantan pada taraf nyata 95%. Walaupun demikian, secara umum aplikasi GA4/7 menurut waktu dapat meningkatkan jumlah strobilus jantan. Hasil sidik ragam aplikasi GA4/7 pada KBS P. merkusii Cijambu, Sumedang diketahui bahwa faktor waktu aplikasi GA4/7 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan strobilus betina P. merkusii pada taraf nyata 95%. Sedangkan faktor famili berpengaruh sangat nyata pada taraf nyata 99%. Interaksi kedua faktor tersebut menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95%. Aplikasi pada minggu pertama dan kedua tanggal 17 dan 24 Februari 2005 menghasilkan jumlah strobilus betina yang lebih banyak. Jumlah strobilus betina terbanyak diperoleh pada famili III hasil aplikasi tanggal 17 Februari yaitu sebanyak 84 strobilus dengan peningkatan terhadap kontrol 500-8400%,
kemudian famili I pada tanggal yang sama menghasilkan 73 strobilus dengan peningkatan antara 1300->7300%. Walaupun waktu aplikasi tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap pembungaan, namun hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum aplikasi GA4/7 dapat meningkatkan pembungaan pada KBS P. merkusii. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi GA4/7 pada Tegakan P. caribaea Sempolan, Jember menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan strobilus betina P. caribaea pada taraf nyata 95 %. Pada UJD menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan waktu aplikasi tanggal 3 Maret menghasilkan peningkatan jumlah strobilus betina yang paling banyak, yaitu 200 dengan peningkatan jumlah strobilus betina terhadap kontrol sebesar 400%. Hal ini tidak berbeda nyata dengan aplikasi pada tanggal 17 Maret walupun jumlahnya lebih sedikit, yaitu 196 dengan peningkatan jumlah strobilus betina terhadap kontrol sebesar 390%. Namun, aplikasi aplikasi GA4/7 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah strobilus jantan pada taraf nyata 95%. Peningkatan jumlah strobilus jantan terbanyak diperoleh pada aplikasi tanggal 10 Maret, yaitu sebanyak 422 strobilus. Walaupun demikian, secara umum aplikasi GA4/7 dapat meningkatkan pembungaan pada Tegakan P. caribaea. Pemanfaatan serbuk sari dalam meningkatkan produksi benih telah banyak dilakukan, yaitu melalui pengumpulan serbuk sari sebagai bahan untuk penyerbukan terkendali. Penyerbukan cair merupakan salah satu usaha penyerbukan terkendali dengan media cair yang diterapkan untuk meningkatkan produksi benih. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi peyerbukan cair tidak berpengaruh nyata terhadap persen hidup stobilus betina P. merkusii pada taraf nyata 95%. Perlakuan seperti ini memberikan peluang lebih besar terjadinya penyerbukan dan pembuahan tanpa mengganggu perkembangan strobilus betina, sehingga produksi benih meningkat. Peluang ini dapat diperbesar dengan menambah frekuensi penyerbukan. Secara umum, aplikasi GA4/7 dapat meningkatkan produksi strobilus betina sebagai penghasil benih pada P. merkusii maupun P. caribaea. Akan tetapi aplikasi GA4/7 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah strobilus jantan. Keefektifan aplikasi hormon GA4/7 dipengaruhi oleh interval waktu aplikasi, sehingga aplikasi sebaiknya dilakukan pada interval yang sempit (1 minggu). Selain produksi strobilus betina yang banyak, penyerbukan merupakan salah satu proses penting dalam peningkatan produksi benih. Dalam penerapannya di lapangan, penyerbukan cair dengan komposisi zat aditif terbaik dapat digunakan dalam penyerbukan tambahan tanpa mengganggu perkembangan strobilus betina pada kebun benih atau sumber benih lainnya.
APLIKASI HORMON PEMBUNGAAN GIBBERELLIN A4/7 (GA4/7) DAN PENYERBUKAN TAMBAHAN PADA TANAMAN Pinus merkusii Jungh. et de Vriese DAN Pinus caribaea Morelet
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh: JOKO PRAMONO E14201042
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
: APLIKASI
HORMON
PEMBUNGAAN
GIBBERELLIN A4/7 (GA4/7) DAN PENYERBUKAN TAMBAHAN PADA TANAMAN Jungh. et de Vriese
Pinus
merkusii
DAN Pinus caribaea Morelet
Nama Mahasiswa : JOKO PRAMONO Nomor Pokok
: E14201042
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. NIP. 131.878.498
Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc. F. NIP. 131.849.394
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. NIP : 131.430.299
Tanggal Lulus :
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4 1.3. Hipotesis .................................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Jenis P. merkusii Jungh. et de Vriese dan P. caribaea Morelet ...................................................................................................... 5 2.1.1. P. merkusii Jungh. et de Vriese ..................................................... 5 2.1.2. P. caribaea Morelet ...................................................................... 6 2.2. Identifikasi Kuncup Strobilus (flower bud) pada Pinus spp .................... 7 2.2.1. Kuncup Strobilus .......................................................................... 7 2.2.2. Strobilus Betina ............................................................................ 8 2.2.3. Strobilus Jantan ............................................................................ 10 2.3. Hormon Gibberellin A4/7 (GA4/7) ............................................................ 11 2.4. Liquid Pollination (Penyerbukan Cair)................................................... 13
III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 15 3.2. Bahan dan Alat Penelitian........................................................................ 15 3.3. Metode Penelitian .................................................................................... 16 3.3.1. Identifikasi Kuncup Strobilus pada Pinus spp. .......................... 16 3.3.2. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 .......................................... 17 3.3.3. Penyerbukan Cair pada P. Merkusii ............................................. 18 3.4. Analisis Data ............................................................................................ 19
3.4.1. Identifikasi Kuncup Strobilus pada Pinus spp. .......................... 19 3.4.2. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 dan Penyerbukan Cair .............................................................................................. 20 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ......................................................................................................... 21 4.1.1. Identifikasi Kuncup Strobilus pada Pinus spp. .......................... 21 4.1.2. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 .......................................... 23 4.1.3. Penyerbukan Cair ........................................................................ 33 4.2. Pembahasan ............................................................................................. 35 4.2.1. Identifikasi Kuncup Strobilus pada Pinus spp. ............................ 35 4.2.2. Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Perkembangan Strobilus Betina dan Jantan pada P. merkusii dan P. caribaea.......................................................... 36 4.2.3. Pengaruh Penyerbukan Cair Terhadap Persen Hidup Strobilus Betina P. merkusii ....................................................... 39 V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 42 5.2. Rekomendasi ............................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44 LAMPIRAN ......................................................................................................... 45
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1.
Periode kuncup dan periode reseptif pada strobilus betina P. merkusii di Sempolan, Jember ............................................................ 9
2.
Waktu rata-rata perkembangan strobilus jantan .......................................... 10
3.
Lokasi dan objek penelitian .......................................................................... 15
4.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ......................................... 15
5.
Dosisi hormon untuk aplikasi GA4/7 per kelas diameter ............................... 17
6.
Jumlah larutan dan frekuensi aplikasi penyerbukan cair .............................. 19
7.
Rancangan percobaan pada setiap eksperimen penelitian ............................ 20
8.
Deskripsi kuncup P. merkusii sebelum dan setelah dikupas ........................ 21
9.
Deskripsi kuncup P. caribaea sebelum dan setelah dikupas ........................ 22
10. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus betina pada clonal garden P. merkusii Sempolan, Jember ........................................................................................................... 23 11. Hasil Uji Jarak Duncan pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus betina pada clonal garden P. merkusii Sempolan, Jember ........................................................................................ 24 12. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus jantan pada clonal garden P. merkusii Sempolan, Jember ........................................................................................................... 24 13. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus betina pada KBS P. merkusii Cijambu ............................ 27 14. Persentase peningkatan jumlah strobilus betina setiap famili P. merkusii di BS Cijambu, Sumedang setelah aplikasi hormon pembungaan GA4/7 ...................................................................................... 27 15. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus betina pada tanaman P. caribaea Sempolan, Jember .......................................................................................................... 30 16. Hasil Uji Jarak Duncan pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus betina pada tanaman P. caribaea Sempolan, Jember ........................................................................................................... 30 17. Hasil sidik ragam pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap strobilus jantan pada tanaman P. caribaea Sempolan, Jember ........................................................................................................... 32 18. Hasil sidik ragam pengaruh liquid pollination terhadap persen hidup strobilus betina P. merkusii di clonal garden Sempolan, Jember .......................................................................................................... 33
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1.
Tegakan P. merkusii di KBS Cijambu Sumedang ........................................ 6
2.
Tegakan P. caribaea di hutan tanaman Sempolan, Jember .......................... 7
3.
Kuncup dan reseptif strobilus betina pada pinus .......................................... 10
4.
Kuncup dan reseptif strobilus jantan pada pinus........................................... 11
5.
Struktur kimia GA4 (C19H24O5; BM= 332,4) dan GA7 (C19H22O5, BM=330,38) .................................................................................................. 12
6.
Siklus Hidup Pinaceae .................................................................................. 14
7.
Bagan tahapan penelitian aplikasi hormon pembungaan GA4/7 dan penyerbukan cair ........................................................................................... 16
8.
Bud pada P. merkusii sebelum dikupas (kiri) dan setelah dikupas (kanan) .......................................................................................................... 21
9.
Bud pada P. caribaea sebelum dikupas (kiri) dan setelah dikupas (kanan) .......................................................................................................... 22
10. Pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap pertambahan jumlah strobilus betina dan strobilus jantan pada Clonal Garden P. merkusii Sempolan, Jember ...................................................................... 25 11. Kuncup P. merkusii di Clonal Garden Sempolan, Jember ........................... 26 12. Pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap pertambahan jumlah strobilus betina pada KBS P. merkusii Cijambu, Sumedang ............ 28 13. Kuncup P. merkusii di KBS Cijambu, Sumedang ........................................ 29 14. Pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terhadap pertambahan jumlah strobilus betina dan jantan pada Tanaman P. caribaea Sempolan, Jember ......................................................................................... 31 15. Kuncup P. caribaea di Hutan Tanaman Sempolan, Jember ......................... 32 16. Pengaruh penyerbukan cair terhadap persen hidup strobilus betina P. merkusii di clonal garden Sempolan, Jember ........................................... 33 17. Urutan fase reseptif strobilus betina pada P. merkusii mulai dari awal strobilus betina keluar kuncup hingga berakhirnya periode reseptif ........... 34
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1.
Ukuran kuncup Pinus merkusii ..................................................................... 45
2.
Ukuran kuncup Pinus caribaea..................................................................... 47
3.
Jumlah strobilus betina hasil aplikasi GA4/7 pada P. merkusii di KBS Cijambu dengan dosis 40 mg GA4/7/0.6 ml ethanol (3 lubang/pohon) ........................................................................................... 49
4.
Jumlah strobilus hasil aplikasi GA4/7 pada P. merkusii di Clonal Garden Sempolan 20 mg GA4/7/0.6 ml ethanol (1 lubang/pohon) ................ 50
5.
Jumlah strobilus hasil aplikasi GA4/7 pada P. caribaea ................................ 51
6.
Persentase hidup dan mati strobilus betina pada P. merkusii setelah aplikasi penyerbukan cair .............................................................................. 52
7. Peta lokasi aplikasi GA4/7 di KBS P. merkusii Cijambu ............................... 53 8. Peta lokasi aplikasi GA4/7 tanaman P. caribaea Sempolan ........................... 54 9. Peta lokasi aplikasi GA4/7 dan penyerbukan cair di Clonal Garden P. merkusii Sempolan .................................................................................... 55
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 31 Mei 1981, sebagai anak kedua dari lima bersaudara, dari keluarga Suwanto, S.H.M. dan Suparni. Penulis memasuki Sekolah Dasar Negeri 38 Lahat pada tahun 1989 dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama pada tahun
yang sama di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Lahat, lulus pada
tahun1998. Pendidikan menengah atas penulis jalani di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Lahat pada tahun 1998 sampai 2001. Pada tahun 2001 pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi
Masuk IPB
(USMI) pada Fakultas Kehutanan, Jurusan Manajemen Hutan, Program Studi Budidaya Hutan. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang dan Kamojang serta Praktek Umum Pengelolaan Hutan di KPH Kuningan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Aplikasi Hormon Pembungaan Gibberellin A4/7 (GA4/7) dan Penyerbukan Tambahan pada Tanaman Pinus merkusii Jungh. et de Vriese dan Pinus caribaea Morelet” di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. dan Bapak Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan segala puji kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah memberikan limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi hasil penelitian dengan judul “Aplikasi Hormon Pembungaan Gibberellin A4/7 (GA4/7) dan Penyerbukan Tambahan pada Tanaman
Pinus
merkusii Jungh. et de Vriese dan Pinus caribaea Morelet” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini bekaitan dengan salah satu usaha meningkatkan produksi benih dengan metode aplikasi penyuntikan hormon pembungaan GA4/7 pada P. merkusii Jungh. et de Vriese dan P. caribaea Morelet. Penelitian sebelumnya yang telah berhasil diteliti pada jenis lain dari famili Pinaceae, antara lain pada jenis Larix occidenalis (Ross, 1991), Pinus radiata (Siregar, 1994), Picea gleuca (Daoust et al., 1994), dan White pine (Pijut, 2000). Metode lain yang dilakukan dalam meningkatkan produksi benih adalah penyerbukan tambahan dengan media cair. Dalam skripsi ini juga membahas tentang pengaruh penyerbukan cair (liquid pollination) terhadap perkembangan strobilus betina pada P. merkusii. Penelitian mengenai aplikasi hormon GA4/7 dan penyerbukan cair dilaksanakan di KBS P. Merkusii Cijambu, Sumedang dan di Clonal Garden P. merkusii dan tegakan P. caribaea Sempolan, Jember. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap dengan adanya skripsi ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dan dapat menambah khasanah informasi dunia kehutanan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc. dan Bapak Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dosen penguji perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, Bapak Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S. dan dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si. 3. Perum Perhutani dan segenap pegawainya di KBS Sempolan, Jember dan KBS Cijambu, Sumedang. 4. Ayahanda Suwanto S.H.M. dan Ibunda Suparni serta kakak dan adik-adikku semua
(Suparwanto, Jamilatun Khasanah, Agus Suprapto, dan Ilham
Kurniawan). Semoga rahmat, taufik, berkah, dan hidayah Allah senantiasa bersama kita semua, Amin. 5. Rekanita Iin Sunengsih dan keluarga besar di Bogor atas segala bentuk bantuan dan motivasinya. 6. Bapak DJ Triyono dan Ibu Naniek beserta keluarga di Jakarta atas semua bantuan baik moriil maupun materiil. 7. Sahabat-sahabat terbaik di kampus dan saudara-saudaraku di Asrama Sylvasari tercinta. 8. Setiap insan yang telah banyak memberikan dukungan yang terbaik, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT membalas segala amal baik kita dengan keridhoanNya dengan balasan yang berlipat ganda di dunia dan akhirat. Amin.
Bogor, Januari 2006
Penulis
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pinus merkusii Jungh. et de Vriese dan Pinus caribaea Morelet merupakan jenis-jenis tanaman yang diusahakan sebagai tanaman pokok dalam membangun hutan tanaman. Pengusahaan P. merkusii sebagai hutan tanaman di Perum Perhutani bertujuan terutama untuk menghasilkan kayu pertukangan dan bahan baku pembuatan sumpit, selain itu P. merkusii juga dapat diambil getahnya yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem digunakan sebagai bahan baku industri batik, sabun, perekat, cat, kosmetik, sedangkan terpentin untuk pelarut cat, lak, dan untuk obat-obatan. P. caribaea merupakan jenis yang baru diujicobakan dan dapat digunakan untuk kayu arang, pulp, resin, kayu gergajian, dan perakarannya dapat melindungi tanah dari erosi (Salazar dan JØker, 2000). P. caribaea juga berfungsi sebagai penghasil oleoresin (getah). Menurut Danarto (1983), pinus dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, pulp dan kertas, papan serat, chip, kayu bakar, dan jika disadap akan menghasilkan sejenis oleoresin. Peranan hutan tanaman pinus tersebut dari tahun ketahun semakin meningkat dalam menambah pendapatan perusahaan, khususnya dari produksi getah pinus. Luas hutan tanaman P. merkusii diprediksi dan direncanakan akan semakin meningkat dimasa datang. Sebagai konsekuensinya, kebutuhan bahan tanaman bermutu harus dapat dipenuhi demi keberhasilan program penanaman tersebut. Usaha penyediaan bahan tanaman bermutu dapat dilakukan melalui pemuliaan pohon yang telah dimulai sejak tahun 1978. Hingga saat ini Perum Perhutani, khususnya untuk jenis P. merkusii, telah membangun seluas ± 288 ha Kebun Benih Semai (KBS) yang tersebar di tiga lokasi yaitu Jember, Baturaden dan Sumedang.
Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa tingkat produksi
benih pinus di ketiga lokasi tersebut berbeda-beda.
Untuk jenis P. caribaea,
pengadaan bahan tanaman masih dipenuhi dari tegakan-tegakan dewasa yang telah ada, seperti tanaman tahun 1987 di KPH Jember.
Indikasi rendahnya
produktivitas benih juga diamati di tegakan tersebut, sehingga pengadaan bahan tanaman secara besar-besaran masih menghadapi kendala ketersediaan benih. Secara umum, produktivitas benih yang rendah yang terjadi di salah satu lokasi dapat disebabkan oleh kurangnya produksi strobilus betina serta kurang efektifnya peristiwa penyerbukan yang terjadi. Usaha memperbaiki produktivitas kebun benih atau sumber benih lainnya dapat dilakukan dengan memberikan stimulus berupa hormon pembungaan Gibberellin A4/7 (GA4/7) dan perlakuan penyerbukan tambahan (supplemental pollination). Kedua praktek tersebut merupakan hal yang telah rutin dilakukan oleh hampir semua kebun benih jenisjenis konifer seperti di kebun benih Pinus radiata di Selandia Baru, Douglas fir di Victoria, Canada, Pinus contorta di USA, dll.
Diharapkan kombinasi kedua
praktek tersebut dapat juga secara signifikan meningkatkan produksi benih di KBS P. merkusii milik Perum Perhutani (Siregar, 2005). Penelitian lain mengenai metode peningkatan produksi benih famili Pinaceae ini telah dilakukan, antara lain metode mencekik batang (girdling), injeksi batang (stem injection) GA4/7, atau kombinasi kedua metode tersebut. Pada kenyataannya, metode penyuntikan GA4/7 lebih efektif diterapkan pada famili ini. Jenis dari famili Pinaceae yang telah berhasil diteliti dengan ini antara lain Larix occidenalis (Ross, 1991), Pinus radiata (Siregar, 1994), Picea gleuca (Daoust et al., 1994), dan White pine (Pijut, 2000). Di sumber-sumber benih, peningkatan proporsi kuncup menjadi strobilus merupakan target yang biasa ditentukan. Proses peningkatan ini secara efektif, untuk jenis konifer, dapat dilakukan dengan pemberian GA4/7. Efektifitas aplikasi GA4/7 sangat dipengaruhi oleh waktu aplikasi, sehingga penelitian untuk mengetahui pengaruh waktu aplikasi ini menjadi penting untuk dilakukan (Siregar, 2005). Untuk mengetahui pengaruh GA4/7 terhadap pembungaan pada pinus, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap strobilus yang dihasilkan dalam tiap pohon. Akan tetapi, strobilus yang masih dalam kondisi kuncup sangat sulit dibedakan antara ciri fisik strobilus jantan dan betinanya. Dalam hal ini perlu dilakukan identifikasi kuncup pinus, apakah kuncup tersebut akan berkembang
menjadi strobilus jantan, betina, atau cabang, sehingga dari hasil analilsi ini dapat diketahui pengaruh hormon terhadap tipe strobilus yang dihasilkan. Strobilus betina sebagai produk aplikasi GA4/7 selanjutnya masuk ke fase perkembangan penting lainnya yaitu penyerbukan, dimana jumlah polen yang cukup menjadi salah satu faktor penentu utama untuk efektifitas penyerbukan. Jika polen tidak tersedia maka produksi benih akan menurun, sehingga untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penyerbukan tambahan. Dalam perkembangbiakannya, strobilus jantan akan menghasilkan serbuk sari atau polen untuk menyerbuki strobilus betina sehingga menghasilkan benih. Penyerbukan secara alami seringkali banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana faktor-faktor tersebut seringkali mengahambat terjadinya penyerbukan, sehingga benih yang dihasilkan sedikit. Berbagai metode mengenai penyerbukan terkendali pun diterapkan. Salah satu metode yang telah diterapkan adalah penggunaan selubung sintesis sebagai pembungkus serbuk, isolator, dan modifikasi kondisi lingkungan (Danarto, 1983). Namun hal ini kurang efektif apabila diterapkan pada kebun benih dalam areal yang cukup luas. Karena terlalu banyak memakan biaya, waktu, dan tenaga. Oleh karena itu, perlu diuji coba metode penyerbukan lainnya, dalam hal ini adalah penyerbukan cair (liquid pollination). Pengujian lapangan penyerbukan cair berguna untuk melihat sejauh mana efek komposisi zat aditif (madu alshifa, BA, IBA, dan Boron) terhadap perkembangan strobilus. Hal ini penting mengingat strobilus yang baru mekar (reseptif) dan berkembang umumnya masih rentan, sehingga fenomena strobilus yang gugur (flower abortion) menjadi pertimbangan penting. Diharapkan dengan metode ini, jumlah benih yang dihasilkan akan meningkat tanpa mengganggu atau merusak perkembangan strobilus betina.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi dan mengetahui perbedaan morfologi kuncup strobilus betina, strobilus jantan, dan kuncup cabang. b. Mengetahui pengaruh dan efektifitas aplikasi hormon pembungaan GA4/7 pada tanaman P. merkusii dan P. caribaea.
c. Mengetahui pengaruh penyerbukan tambahan dengan media cair (liquid pollination) terhadap perkembangan strobilus betina pada P. merkusii.
1.3. Hipotesis Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut: a. Identifikasi morfologi kuncup strobilus betina, jantan, dan kuncup
cabang
pada P. merkusii dan P. caribaea dapat digunakan untuk mengetahui status kuncup. b. Aplikasi hormon pembungaan GA4/7 dapat mempengaruhi produksi strobilus khususnya strobilus betina pada tanaman P. merkusii dan P. caribaea serta keefektifannya dipengaruhi oleh waktu aplikasi. c. Suspensi serbuk sari dengan komposisi zat aditif terbaik dapat digunakan dalam penyerbukan tambahan tanpa mengganggu perkembangan strobilus betina pada jenis P. merkusii.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Jenis P. merkusii Jungh. et de Vriese dan P. caribaea Morelet 2.1.1. P. merkusii Jungh. et de Vriese Menurut Soerianegara (2002), P. merkusii merupakan jenis dari famili Pinaceae dengan nama daerah Merkus pine, Mindoro pine, dan Sumateran pine (Inggris). Di Indonesia sering disebut sebagai damar batu, damar bunga, dan uyam (Aceh, Sumatera), sedangkan di Filipina disebut sebagai tapulau (Sambali, Tagalog) dan di Thailand sering disebut sebagai son-songbai, son-haang-maa (bagian tengah), kai-plueakdam (bagian utara), sedangkan di Vietnam dinamakan th(oo)ng nh(uwj)la dan th(00)ng hai l(as). Penyebarannya meliputi Myanmar bagian timur, Indo-China, Cina bagian selatan, Thailand bagian utara, Filipina (Mindoro, Luzon bagian barat), dan Sumatera (Aceh, Tapanuli, Gn. Kerinci), tetapi umumnya ditanam di Asia Tenggara. P. merkusii di Sumatera bagian utara tumbuh hingga pada ketinggian 2000 mdpl yang menyebar paling selatan dan merupakan satu-satunya pinus dengan penyebaran alami yang meluas hingga ke belahan bumi bagian selatan. Di pulau Jawa pinus dapat tumbuh pada ketinggian antara 200-2000 mdpl. Walaupun demikian, untuk tumbuh baik dibutuhkan ketinggian tempat di atas 400 mdpl dengan curah hujan rata-rata antara 1500-4000 mm/tahun (Anonymous, 1976). Di Indonesia P. merkusii secara alami banyak dijumpai di Aceh, Kerinci (Sumatera Barat) dan Tanah Gayo (Sumatera Utara), sedangkan hutan tanamannya terdapat di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Bali (Samingan, 1982). P. merkusii dapat menghasilkan kayu untuk berbagai tujuan penggunaan, yaitu pekerjaan konstruksi, lantai, dan pembuatan perahu/kapal, karena kayunya cukup tahan dan berat. Oleoresin berkualitas baik dapat diperoleh dari kayu jenis ini. Pohon ini digunakan untuk menaungi alang-alang (sebagai gulma) dengan hasil yang cukup baik. Strobilus jantan dan betina dapat ditemukan sepanjang tahun. Puncak pembungaan di Indonesia adalah pada bulan Maret dan berakhir pada bulan Juni. Penyerbukan pada umumnya dibantu oleh angin. Perkembangan mulai dari
kuncup menjadi buah adalah selama 11-15 bulan. Di Indonesia puncak pembuahan adalah pada bulan Mei-Juli, bervariasi menurut pohon maupun antar tegakan. Pohon mulai menghasilkan benih setelah umur 10-15 tahun. Ciri morfologi P. merkusii disajikan dalam Gambar 1. Habitus: Pohon berperawakan besar dan tinggi +70 m, batang utama lurus dan silindris. Tinggi batang bebas cabang mencapai 15–25 m dan berdiameter hingga 140 cm. Papagan tebak membentuk lempengan berwarna kelabu-coklat di bagian bawah, tetapi bersisik dan lebih kemerah-merahan ke arah atas. Percabangannya horizontal berat atau menanjak. Daun jarum: berpasangan (2 daun jarum dalam satu ikatan) berbentuk ramping tapi kaku, panjang 16–25 cm dengan sarung di pangkal yang tidak lekas gugur. Biji: kecil dilengkapi dengan sayap kecil yang meranggas, panjangnya sekitar 2,5 cm. Strobilus: berbentuk kerucut soliter atau berpasangan, hampir melekat, silindris dengan panjang 5–11 cm, sesudah mambuka, menebal dua kali lipat dan bulat telur, umumnya segera merangas, (Samingan, 1982) pohon berumah satu, strobilus berkelamin tunggal, strobilus jantan dan betina dalam satu tunas, strobilus jantan berbentuk bulat telur dengan panjang 2-4 cm, letaknya terutama di bagian bawah tajuk, sedangkan strobilus betina banyak terdapat di sepertiga bagian atas tajuk terutama di ujung dahan.
Gambar 1. Tegakan P. merkusii di KBS Cijambu, Sumedang (Dokumentasi pribadi)
2.1.2. P. caribaea Morelet Menurut Soerianegara (2002), P. caribaea
memiliki nama daerah
Caribbean pine, pitch pine, dan Nicaragua pine (Inggris). Penyebarannya meliputi Amerika Tengah, Kuba, dan Kepulauan Bahama serta ditanam di seluruh daerah tropika, misalnya di Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Kerapatan kayunya yang tergolong rendah membatasi penggunaannya sebagai kayu untuk tujuan pekerjaan berbagai bangunan. Kayunya kebanyakan digunakan untuk konstruksi ringan, peti buah, dan mainan anak-anak. Bubur kayu (pulp) dipakai untuk membuat kertas, papan serat, dan papan partikel. Pohon ini menghasilkan oleoresin yang berkualitas. Ciri morfologi P. caribaea disajikan dalam Gambar 2.
Habitus: Pohon berperawakan besar dengan tinggi hingga +45 m, tetapi dalam perkebunan biasanya lebih kecil, dengan batang utama yang lurus dan silindris, pepagan berlekah dalam, ranting berwarna merah-muda-coklat yang kemudian berubah menjadi kelabu-coklat; Daun jarum: Terdapat 3 daun jarum dalam satu ikatan/berkas berwarna hijau dengan panjang 15–25 cm, dalam lingkaran pada akhir pucuk dan segera gugur, kebanyakan pada tahun kedua; Strobilus: Berbentuk kerucut soliter, berbentuk bulat telur dengan panjang 4-14 cm, siap gugur dari cabang. Gambar 2. Tegakan P. caribaea di hutan tanaman Sempolan, Jember (Dokumentasi pribadi) 2.2. Identifikasi Kuncup Strobilus (Flower Bud) pada Pinus spp 2.2.1. Kuncup Strobilus Kuncup strobilus oleh Jackson dan Sweet (1972) dalam Danarto (1983) didefinisikan sebagai suatu tingkat perkembangan strobilus pada saat masih terbungkus di dalam suatu rangkaian braktea dan sisik. Kuncup strobilus dapat dibentuk terminal maupun lateral dalam ketiak daun, sehingga ada kemungkinan mengandung daun sebagai bagian dari strobilus. Kramer dan Kozlowski (1960) berpendapat bahwa fase pertama di dalam reproduksi secara seksual selalu ditandai dengan munculnya kuncup strobilus, yang sesungguhnya merupakan bentuk lanjut dari primordia strobilus. Selanjutnya pada kondisi yang memungkinkan, maka kuncup
tersebut akan
tumbuh dan berkembang menjadi strobilus yang siap untuk melakukan reproduksi secara seksual, yang merupakan salah satu cara untuk memperbanyak diri. Tjitrosoepomo (1986) dalam Herman (1990) mengemukakan bahwa sebelum suatu tumbuhan mati, biasanya pada tumbuhan tersebut telah dihasilkan alat yang nantinya akan dapat tumbuh menjadi tumbuhan baru. Alat-alat tersebut dinamakan dengan alat perkembangbiakan yang dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu yang bersifat vegetatif dan generatif. Alat perkembangbiakan
generatif mempunyai bentuk dan susunan yang berbeda-beda menurut jenis tumbuhan, tetapi bagi tumbuhan yang berbiji alat tersebut lazimnya merupakan bagian tumbuhan yang dikenal dengan bunga. Bunga merupakan struktur khusus yang merupakan kumpulan organ-organ penting yang berupa serbuk sari atau putik atau kedua-duanya serta organ-organ yang lain dengan perlindungan yang menyelubunginya (Percival, 1965 dalam Herman, 1990). Pada konifer, bunga sering disebut sebagai strobilus. Setiap strobilus yang mengalami perkembangan normal selalu mengalami fase reseptif. McLean dan Cook (1960) dan Panday et al. (1972) dalam Danarto (1983) menjelaskan bahwa fase reseptif merupakan saat kuncup strobilus telah mekar dan membuka, kemudian dengan adanya serbuk sari penyerbukan akan dapat berlangsung. Pada saat ini, kuncup
strobilus akan tumbuh menegak
sehingga daun sisik (scale leaf) dan sisik strobilus akan membuka. Pembukaan ini terjadi setelah bakal biji masak, kemudian diikuti dengan pemanjangan poros strobilus, pembukaan sisik-sisik strobilus dan seterusnya, akan membuat suatu rongga tempat tepungsari masuk dan mencapai bakal biji.
2.2.2. Strobilus Betina Menurut Danarto (1983) kuncup strobilus betina selalu muncul di ujung kuncup poros batang, cabang dan ranting. Meskipun demikian, tidak semua pertumbuhan kuncup baru selalu diakhiri dengan kemunculan kuncup strobilus betina. Andaikata strobilus betina muncul, maka kuncup yang ada di cabang atau ranting di sebelah bawahnya baru memulai aktifitas pertumbuhannya. Hal tersebut sesuai dengan sifat dominasi pertumbuhan, bahwa makin mendekati poros batang makin kuat aktifitas pertumbuhan yang terjadi, sedangkan makin rendah tingkat percabangannya semakin lemah dan lambat aktifitasnya. Kuncup strobilus betina yang muncul pada ujung poros batang utama, seringkali ditemui berjumlah antara 1–5 buah, sedangkan jika ditemui lebih dari 5 buah seringkali terlihat seperti membentuk dua lingkaran pertumbuhan yang bercampur dengan kuncup vegetatif. Letak strobilus betina menguasai hampir dua per tiga tajuk sebelah atas, sedang strobilus jantan di sebelah bawah. Kedua strobilus seringkali ditemui muncul bergantian pada tajuk bagian tengah, tetapi
umumnya strobilus jantan muncul pada cabang yang lebih pendek dan letaknya berada di sebelah bawah strobilus betina. Periode reseptif merupakan periode mekar suatu strobilus periode tersebut, kuncup
betina. Menginjak
strobilus terlihat tumbuh menegak dan sisiknya
membuka. Poros strobilus betina terlihat tumbuh memanjang, sehingga tampak sisik-sisik strobilus (ovuliferouse scale) di bagian ujung membuka dengan memperlihatkan warna hijau kekuningan dan berakhir pada saat seluruh permukaan strobilus seluruh sisik telah mebuka. Fase reseptif strobilus betina disajikan dalam Gambar 3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh strobilus betina mulai dari kuncup sampai periode reseptif berakhir adalah 38 hari. Pada P. merkusii periode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Periode Kuncup dan Periode Reseptif pada Strobilus Betina P. merkusii di Sempolan Jember (Danarto, 1983) Kode Pengamatan II-916 I-245 I-293 II-206 I-227 II-221 II-913 II-503A I-233 I-004 II-301A II-815 I-206A II-287 II-109LPH II-809A II-510A II-282 Rata-rata
Periode Kuncup Rata-rata (hari) Selang 16 13-19 26 22-29 16 13-18 19 16-22 26 22-31 19 16-23 16 13-20 18 16-21 21 18-25 22 18-26 20 17-22 19 17-24 24 21-28 18 16-21 17 16-18 18 17-20 19 16-25 21 18-25 20
Periode Reseptif Rata-rata (hari) Selang 17 14-19 18 12-22 18 14-20 20 17-22 22 20-26 19 16-21 14 13-26 18 16-22 17 14-18 16 14-19 19 17-21 17 14-20 20 17-22 17 15-20 17 15-19 19 16-21 18 14-21 17 15-20 18
Fase Reseptif Strobilus Betina
Kuncup Betina
Gambar 3. Kuncup dan reseptif strobilus betina pada pinus (Dokumentasi pribadi)
2.2.3. Strobilus Jantan Menurut Danarto (1983) strobilus jantan muncul pada saat daun jarum belum keluar. Kuncup-kuncup tersebut masih diselubungi oleh daun sisik dan daun pelindung. Suatu saat daun pelindungnya akan membuka, hingga akan terlihat suatu strobilus dengan mikrosporofilnya yang berwarna hijau kekuningan. Strobilus tersebut akan membesar sampai suatu ketika berhenti untuk proses pemasakannya. Fase kuncup dan reseptif pada strobilus jantan disajikan dalam Gambar 4. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh strobilus jantan mulai dari kuncup, masak dan reseptif adalah 29,6 hari. Menjelang mekar, mikrisporofilnya akan menunjukkan warna kuning terang dengan panjang 1,0–2,0 cm dan diameter 0,4–0,7 cm. Waktu rata-rata yang diperlukan oleh strobilus jantan untuk berkembang ke tahap selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2. IV. V. Tabel 2. Waktu Rata-rata Perkembangan Strobilus Jantan (Danarto,1983) Kode Pohon
Jumlah Pengamatan
G-1 G-2 S-1 S-2 713-2 306A-2 708A-2 243-1 Rata-rata
5 5 8 4 12 6 4 2
Jumlah Kuncup RataSelang rata 19 6 – 35 21 10 – 39 22 8 – 43 16 12 – 21 49 38 – 72 52 37 – 64 54 48 - 61 18 14 - 21
Rata-rata Waktu untuk KeteraKuncup Masak Mekar ngan (hari) (hari) (hari) 9,4 16,0 5,4 10,0 14,8 7,8 11,5 13,1 5,3 9,8 15,3 6,2 10,1 12,5 8,1 foxtail foxtail 9,7 13,1 7,3 10,0 12,3 6,5 foxtail 8,5 11,5 5,0 9,5 13,6 6,5
Fase Reseptif Kuncup Jantan
Strobilus Jantan
Gambar 4. Kuncup dan reseptif strobilus jantan pada pinus (Dokumentasi pribadi) Tidak semua ujung cabang membentuk strobilus jantan, demikian juga tidak semua pohon mampu memproduksinya sepanjang tahun. Dari hasil pengamatan strobilus jantan yang telah dilakukan pada beberapa pohon, pada saatsaat tertentu ditemui adanya strobilus jantan yang lebat, tetapi suatu ketika strobilus jantan tak dapat ditemui sama sekali. Hanya pada pohon-pohon yang memperoleh sinar matahari yang melimpah saja dapat ditemui adanya strobilus jantan, meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit. Pengamatan secara kualitatif pada beberapa pohon dewasa (17 tahun), menunjukkan bahwa strobilus jantan tumbuh lebat dan melimpah pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober, Januari, April serta Mei. 2.3. Hormon Gibberellin A4/7 (GA4/7) Gibbrellin sering disingkat dengan GA merupakan diterpenoid yang menempatkannya dalam keluarga kimia yang sama dengan klorofil dan karotein. Bagian dasar kimia GA adalah kerangka giban dan kelompok karboksil bebas. Macam-macam bentuk GA dibedakan oleh penggantian kelompok hidroksil, metil atau etil pada kerangka giban dan karena adanya cincin laktona yang dihasilkan oleh kondensasi karbon 20 ke karbon 19 dalam struktur giban (Gardner, et al., 1991 dalam Aslamyah, 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa adanya cincin laktona seperti GA3, GA4 dan GA9 menyebabkan aktivitas biologis yang lebih besar dari pada analog serupa yang tidak memiliki cincin laktona seperti GA12 dan GA13.
Semua organ tanaman mengandung berbagai GA, dengan sumber terkaya sekaligus sebagai tempat biosintesisnya yaitu di dalam buah dan biji yang belum masak, tunas, daun dan akar (Rismunandar, 1988 dalam Aslamyah, 2002). Gibberellin berasal dari asam mevalonik (MVA) dan dibiosintesiskan melaui jalur ent-kaurene dan GA12-aldehyde. Struktur kimia GA4 dan GA7 beserta berat molekulnya disajikan pada Gambar 5. GA diisolasi pada tahun 1926 oleh Karosawa dari jenis jamur Gibberella fujikuroi atau Fusarium heterosporum yang hidup sebagai parasit pada tanaman padi. Jamur ini dapat menyebabkan penyakit bakanae (penyakit kecambah tolol) pada padi, yaitu pertumbuhan batang berlebihan tetapi padi tidak mau berbuah. Dari hasil pengamatan tersebut ternyata jamur memproduksi suatu zat yang dapat meningkatkan pertumbuhan , akhirnya zat aktif tersebut diberi nama gibberellin atau disingkat GA (Wilkins, 1989). Sejak tahun 1950 orang sudah menaruh harapan besar terhadap GA terutama untuk meningkatkan produksi tanaman budidaya. GA sintetis yang biasanya tersedia secara komersial adalah GA3, GA7 dan GA13 (Heddy, 1986 dalam Aslamyah, 2002). Pada konifer, metabolisme dari GA4/7 hampir tidak diketahui. Terdapat sedikitnya tiga lokasi biosintesis GA pada tumbuhan tingkat tinggi, seperti pada buah/biji, perpanjangan kuncup apikal dan akar (Graebe and Ropers, 1978 dalam Siregar, 1994). Jenis pinus pertama kali yang berhasil pada pembungaan oleh pengaruh GA4/7 adalah Pinus contorta. 19 jenis dari 5 genera telah memberikan respon yang positif dengan aplikasi GA4/7 yang meningkatkan pembungaan, termasuk Pinus rediata (Paris and Ross, 1986 dan Paris et al.,1978 dalam Siregar, 1994).
(GA4)
(GA7)
Gambar 5. Struktur kimia GA4 (C19H24O5; BM= 332,4) dan GA7 (C19H22O5, BM=330,38) (Jones dan Jake, 1985)
Kesalahan dalam memilih tipe GA dapat menimbulkan tidak adanya respon yang diberikan oleh tanaman untuk menstimulir pembungaan pada Pinaceae (Moritz, 1989 dalam Siregar, 1994). Lukkanen (1981) dalam Siregar (1994) menemukan bahwa GA4 lebih efektif daripada GA7 dalam meningkatkan pembungaan. Ross et al. (1994) unpubl dalam Siregar, (1994) mengemukakan bahwa GA7 lebih baik daripada GA4, tapi GA4/7 masih lebih baik dari keduanya. Pembungaan pada pohon daun jarum ditingkatkan oleh aplikasi zat pengatur tumbuh/hormon gibberellin A4/7 (GA4/7), dan kemanjurannya sering ditingkatkan dengan kombinasi girdling dan tindakan silvikultur lain (Pharis et a/.,1987 dalam Siregar, 1994). Suatu peningkatan metoda aplikasi GA4/7 oleh injeksi batang yang baru-baru ini dikembangkan tidak hanya efektif tetapi juga praktis untuk perawatan pada kebun benih tanaman pinus (Philipson 1985 dan Longman et a/. 1986 dalam Siregar, 1994).
2.4. Liquid Pollination (Penyerbukan Cair) Penyerbukan merupakan kejadian penting dalam siklus hidup tumbuhan berbiji. Pada pinus, penyerbukan mencakup kejadian penyebaran serbuk sari, transportasi serbuk sari dengan bantuan angin hingga mendaratnya serbuk sari di strobilus betina. Gambar 6 menunjukkan siklus hidup Pinaceae. Di dalam strobilus betina, serbuk sari baru masuk ke dalam lingkungan mikropilar yang berlawanan dengan gravitasi untuk dapat membuahi. Mekanisme sampainya serbuk sari ke lingkungan tersebut dibantu secara alami oleh tetes penyerbukan yang sangat kecil. Kadang-kadang tetes hujan dapat juga berfungsi menggantikan tetes penyerbukan tersebut. Penyerbukan dengan bantuan suspensi merupakan hal yang jarang dilakukan. Menurut Hanover dan Hoff (1966) dalam Siregar (1994), teknik penyerbukan cair dengan perlakukan bahan kimia mutagen di western white pine menyebabkan turunnya jumlah benih berisi untuk setiap kerucut. Allen dan Sziklai (1962) dalam Siregar (1994) menyatakan bahwa penyerbukan cair tersebut hanya cocok dilakukan pada tanaman dengan serbuk sari tanpa sayap. Akan tetapi Sweet et al. (1992) dalam Siregar (1994) mengemukakan bahwa teknik penyerbukan cair untuk Pinus radiata sangat efektif
untuk menghindari serbuk sari yang tidak diinginkan serta dapat meningkatkan jumlah benih berisi untuk setiap kerucutnya.
Gambar 6. Siklus Hidup Pinaceae (Sumber: Anonym, 2005)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - April 2005 di KBS P. merkusii Cijambu KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat – Banten, KBS P. merkusii dan Tegakan P. caribaea KPH Jember, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, dan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Pemilihan lokasi dan objek penelitian selengkapnya disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Pemilihan lokasi dan objek penelitian Lokasi
Objek Penelitian
Laboratorium Silvikultur IPB (Eks. 1) KBS Cijambu (Eks. 2) KBS Sempolan (Eks. 3) BKPH Sempolan (Eks. 4) KBS Sempolan (Eks. 5)
Kuncup bunga betina, jantan, dan cabang Progeny Test P. merkusii Clonal Garden P. merkusii Tanaman P. caribaea Clonal Garden P. merkusii
Tahun Tanam
Keterangan
-
Sub-Penelitian Identifikasi Kuncup Bunga dan Cabang
1997 1999
Sub-Penelitian Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7
1987 1999
Sub-Penelitian Penyerbukan Tambahan
3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat yang dipakai dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Bahan dan Alat yang digunakan dalam penelitian Penelitian Identifikasi Kuncup Bunga dan Cabang
Bahan Kuncup bunga dan cabang merkusii dan P. Caribaea.
Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7
Tegakan P. merkusii di lokasi uji keturunan dan uji provenans KBS Cijambu sebanyak 68 pohon, P. merkusii di Clonal Garden Sempolan sebanyak 50 ramet, dan Tegakan P. caribaea di BKPH Sempolan sebanyak 25 pohon. Hormon GA4/7 dalam bentuk serbuk; Alkohol 95%, lilin, dan larutan FAA. Pollen P. merkusii 0,5 g/liter, madu, BA, IBA, aquades, dan Boron.
Penyerbukan Tambahan
P.
Alat Mikroskop, kamera, jarum, pinset, botol plastik 100 ml, keranjang, alat tulis, tally sheet, dan tissue Mikropipet, jarum suntik, bor listrik, tabung plastik 100 ml, palu, paku, steroform, kamera, tali plastik, label, tali kenur, tally sheet, meteran, gunting stek, alat tulis, mikroskop, amplop, timbangan electrik, aluminium foil, parang, dan haga. Sprayer, jerigen, tally sheet, alat tulis, meteran, mikroskop, palu, paku, label, amplop, stereform, kamera, tali kenur, timbangan, aluminium foil, parang, haga, dan gelas ukur.
3.3. Metode Penelitian Secara umum penelitian ini dilaksanakan secara bertahap dengan mengikuti prosedur seperti pada Gambar 7. Tanaman Pinus Deskripsi perbedaan ciri morfologi kuncup bunga dan cabang
Identifikasi kuncup bunga dan cabang
Respon peningkatan produksi bunga betina dan atau jantan
Aplikasi hormon pembungaan GA4/7
Perkembangan bunga betina tidak terganggu serta terjadi peningkatan penyerbukan dan produksi benih
Penyerbukan cair (liquid pollination)
Gambar 7. Bagan tahapan penelitian aplikasi hormon pembungaan GA4/7 dan penyerbukan cair 3.3.1. Identifikasi Kuncup Bunga pada Pinus spp. Persiapan Bahan Bahan yang dipakai sebagai sampel adalah kuncup dari bunga jantan, bunga betina, dan calon cabang masing-masing sebanyak 20 ulangan, dari P. merkusii dan P. caribae. Ketiga jenis kuncup tersebut dipisahkan ke dalam botol yang berbeda dan diberi larutan FAA. Pengamatan Pengamatan
dilakukan
dengan
menggunakan
mikroskop
dengan
perbesaran 10-30 kali. Data yang dikumpulkan berupa panjang, lebar, bentuk, dan jenis kuncup yang diamati. Pengupasan kuncup dilakukan untuk lebih mengetahui perbedaan yang lebih jelas dari jenis kuncup tersebut. 3.3.2. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Persiapan Hormon. Bahan utama yang harus disiapkan adalah hormon GA4/7. Dosis hormon yang dipakai disesuaikan dengan kelas diameter pohon. Adapun dosis hormon yang perlu disiapkan disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Dosis Hormon untuk Aplikasi GA4/7 per Kelas Diameter Tanaman Clonal Garden P. merkusii Sempolan Jember Progeny Test P. merkusii Cijambu Sumedang Tegakan P. caribaea Sempolan Jember
Ketingian Pengeboran
+ 25 cm dari permukaan tanah
Kelas Diameter (cm)
Jumlah Lubang per Pohon
5-15
Dosis Hormon per Lubang
Satu
20 mg GA4/7/0,6 ml ethanol 95%.
Dbh
15-28
Tiga
20 mg GA4/7/0,6 ml ethanol 95%.
Dbh
28-50
Tujuh
60 mg GA4/7/0,6 ml ethanol 95%.
Dosis Hormon Total per Pohon 20 mg GA4/7/0,6 ml ethanol 95%. 60 mg GA4/7/1,8 ml ethanol 95%. 420 mg GA4/7/4,2 ml ethanol 95%.
Penyuntikan GA4/7 pada batang Untuk mempermudah dan menjaga ketelitian identifikasi pohon yang akan dan telah disuntik atau diamati, maka perlu dilakukan pelabelan. Label dipasang dengan cara mengikat label yang telah dilubangi dengan tali kenur pada paku payung, kemudian dipakukan ke batang pohon yang akan disuntik. Keterangan warna label : M1
= Minggu pertama berwarna kuning
M2
= Minggu kedua berwarna hijau
M3
= Minggu ketiga berwarna merah muda
M4
= Minggu keempat berwarna biru
K
= Kontrol berwarna putih Peta lokasi aplikasi GA4/7 disajikan dalam Lampiran 7, Lampiran 8, dan
Lampiran 9. Dosis GA4/7 yang diberikan dalam penyuntikan bervariasi tergantung pada ukuran diameter pohon seperti pada Tabel 5. penyuntikan,
kulit
batang/korteks
pohon
Sebelum dilakukan
terlebih
dahulu
harus
dibersihkan/diratakan tanpa melukai kayu, kemudian dibor dengan kemirigan sudut lubang bor +45o dengan kedalaman + 5-6 cm dari kayu terluar agar larutan hormon dapat masuk dan meresap ke dalam kayu. Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan mikro pipet atau jarum suntik. Jumlah larutan yang disuntikkan adalah 0,5 ml larutan GA4/7 per lubang. Setelah
itu, lubang yang telah disuntik ditutup dengan lilin untuk mencegah keluarnya getah dan larutan GA4/7 serta masuknya bibit penyakit. Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan satu bulan setelah aplikasi penyuntikan minggu terakhir. Data yang diambil berupa jumlah kuncup strobilus jantan dan betina yang terbentuk. Pada tiap pohon untuk P. merkusii diambil 5 tangkai tunas potensial yang diambil secara acak pada tiap pohon, sedangkan pada P. caribaea sebanyak 10 tangkai per pohon. Pengambilan dilakukan pada ketinggian dua per tiga tinggi tajuk. Agar awet dan tidak rusak, tunas tersebut dimasukkan ke dalam larutan FAA. Penghitungan jumlah kuncup dilakukan di laboratorium untuk diketahui tipe strobilusnya.
3.3.3. Penyerbukan Cair pada P. merkusii Persiapan Bahan Sebelum penyemprotan dilakukan, perlu dibuat larutan stock. Larutan 1(L1) terdiri atas campuran 60 g madu + 0,002 g BA + 0,02 g IBA + 200 ml aquades, sedangkan Larutan 2 (L2) berupa campuran 60 g madu + 0,002 g BA + 6 g Boron + 200 ml aquades. Masing-masing larutan stock tersebut digunakan untuk 20 liter aquades dengan tambahan serbuk pollen 0,5 g per liter. Pada apliksi L1 dan L2, penyerbukan dilakukan masing-masing pada empat ulangan pohon yang berbunga reseptif. Setelah aplikasi tersebut dilakukan, dipilih kembali masing-masing dua ulangan pohon untuk penyerbukan dengan frekuensi dua kali lipat. Keterangan mengenai jumlah larutan dan frekuensi aplikasi penyerbukan cair disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Larutan dan Frekuensi Aplikasi Penyerbukan Cair Keterangan Jumlah pohon Jumlah larutan stock Jumlah aquades Jumlah serbuk pollen
Aplikasi L1 dan L2 4 30 ml 3 liter 1,5 g
Aplikasi F1 dan F2 2 15 ml 1,5 liter 0,75 g
Keterangan: F1 (Frekuensi penyerbukan satu kali) dan F2 (Frekuensi penyerbukan dua kali)
Aplikasi Penyerbukan Tambahan Pohon dan strobilus yang akan diserbuki sebelumnya harus diberi label. Label F1 berwarna hijau, F2 berwarna kuning, dan label kontrol berwarna ungu. Penyerbukan dilakukan dengan menyemprotkan larutan aditif pada strobilus betina yang masih reseptif, sehingga dapat disebuki dengan baik. Masing-masing larutan mempunyai dua kali ulangan dan dua frekuensi aplikasi. Pada F1, aplikasi dilakukan hanya satu kali. Sedangkan F2, aplikasi dilakukan dua kali pada hari berikutnya. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada stobilus betina yang telah diserbuki, kemudian dihitung persentase yang masih hidup dan berkembang dengan baik. Dari hasil persentase yang diperoleh dapat diketahui pengaruh larutan tersebut pada persen hidup dan perkembangan stobilus betina.
3.4.
Analisis Data
3.3.1. Identifikasi Kuncup Strobilus pada Pinus spp. Analisis data yang diterapkan pada identifikasi ini adalah secara deskriptif,
sehingga
tidak
memerlukan
rancangan
percobaan.
Adapun
pengulangan sebanyak 20 kali dilakukan untuk lebih meyakinkan perbedaan antar jenis kuncup. Identifikasi ini lebih menekankan pada perbandingan perbedaan ciri morfologi masing-masing jenis kuncup, seperti; panjang, lebar, bentuk kuncup, bentuk kelopak, bentuk isi kuncup, dan warna kuncup.
3.3.2. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 dan Penyerbukan Cair Adapun rancangan percobaan yang digunakan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rancangan Percobaan pada Setiap Eksperimen Penelitian Eksperimen
Lokasi
Tipe Tegakan
1
KBS Cijambu
Uji keturunan Uji provenans
2
KBS Sempolan
Clonal garden
3
BKPH Sempolan KPH Jember
Tanaman rutin
5
KBS Sempolan
Clonal garden
Rancangan Percobaan Rancangan Faktorial: Faktor A: Waktu aplikasi (4 waktu aplikasi ): - M1 = 17 Februari 2005 - M2 = 24 Februari 2005 - M3 = 03 Maret 2005 - M4 = 10 Maret 2005 - Kontrol Faktor B: Famili (3 famili). 3-5 ulangan Dosis GA4/7 60 mg/pohon. Rancangan Acak Lengkap: Perlakuan: Waktu aplikasi (4 waktu aplikasi): - M1 =24 Februari 2005 - M2 =03 Maret 2005 - M3 =10 Maret 2005 - M4 =17 Maret 2005 - Kontrol 10 ulangan Dosis GA4/7 20 mg/pohon Rancangan Acak Lengkap: Perlakuan: Waktu aplikasi (4 waktu aplikasi): - M1 =24 Februari 2005 - M2 =03 Maret 2005 - M3 =10 Maret 2005 - M4 =17 Maret 2005 5 ulangan Dosis GA4/7 420 mg/pohon. Rancangan Faktorial : Faktor A : Larutan (L1 dan L2). Faktor B : Frekuensi penyerbukan (F1 dan F2). Kontrol.2 ulangan. Dosis 0,5 g pollen per liter aquades per 7,5 ml larutan stock aditif.
N
68
50
25
10
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.5 for Windows, Minitab 13 for Windows dan Microsoft office Exel 2003. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan uji lanjutan yaitu Uji Jarak Duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.2. Identifikasi Kuncup pada Pinus spp. Berdasarkan identifikasi kuncup pada P. merkusii dan P. caribaea, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
jelas mengenai bentuk dan ciri
morfologi kuncup tersebut. Pada P. merkusii, tampak sekali perbedaan antara kuncup strobilus betina, strobilus jantan, dan cabang seperti pada Gambar 8. 0,5 cm
0,5 cm
a
b
Gambar 8.
a
c
b
c
Kuncup pada P. merkusii Sebelum Dikupas (kiri) dan Setelah Dikupas (kanan). (Keterangan : a=betina, b=cabang, dan c=jantan)
Deskripsi kuncup P. merkusii sebelum dan setelah dikupas disajikan dalam Tabel 8, sedangkan ukuran kuncup sebelum dan sesudah dikupas disajikan pada Lampiran 1. Deskripsi umum yang dapat membedakan tipe kuncup adalah ukuran panjang, lebar, warna, dan bentuk serta keterangan lain yang mendukung. Tabel 8. Deskripsi Kuncup P. merkusii Sebelum dan Setelah Dikupas Deskripsi Kuncup P. merkusii Sebelum Dikupas Tipe Kuncup
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Warna
Bentuk
Betina
0.5–0.9
0.25–0.45
Hijau kekuni ngan
Jantan
0.5–0.9
0.25–0.45
Hijau
Oval silindris mengerucut ke atas agak tumpul Bagian pangkal persegi dan menggembung serta meruncing ke atas
Cabang
0.6–1.1
0.2–0.4
Cokelat muda
Silindris mengerucut ke atas
Keterangan lain Pada ujung daun sisik berwarna cokelat, daun sisik lebar dan jarang. Ditemukan sepasang daun sisik di kanan kiri kuncup yang lebih tebal dan pada bagian muka yang lebih panjang. Daun sisik tipis dan banyak serta rapat. Bagian ujungnya berwarna lebih gelap.
Tabel 8. (lanjutan) Deskripsi Kuncup P. merkusii Setelah Dikupas Kuncup
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Warna
Bentuk
Betina
0.2-0.4
0.12-0.25
Hijau kekuni ngan
Oval silindris mengerucut ke atas agak tumpul
Sisik lebar dan jarang
Jantan
0.2-0.35
0.17-0.28
Kuning
Setengah bola
Sisik sempit dan rapat. Lebih keras
Cabang
0.02-0.05
0.03-0.28
Putih cerah
Silindris menggembung pada bagian bawah dan mengerucut ke atas
Tidak ada sisik
Keterangan lain
Perbedaan ciri morfologi kuncup P. caribaea sebelum dan setelah dikupas secara kasat mata tampak seperti pada Gambar 9, sedangkan ukuran kuncup sebelum dan sesudah dikupas disajikan pada Lampiran 2. Perbedaan akan lebih jelas ketika kuncup dikupas, sehingga terlihat organ reproduksi atau vegetatif bagian dalamnya. 0,5 cm
a
a
b
c
b
0,1 cm
c
Gambar 9. Kuncup pada P. caribaea Sebelum Dikupas (kiri) dan Setelah Dikupas (kanan). (Keterangan : a=betina, b=cabang, dan c=jantan). Deskripsi kuncup P. caribaea sebelum dan setelah dikupas disajikan dalam Tabel 9. Deskripsi umum yang dapat membedakan tipe kuncup adalah ukuran panjang, lebar, warna, dan bentuk serta keterangan lain yang mendukung. Tabel 9. Deskripsi P. caribaea Sebelum dan Setelah Dikupas Deskripsi Kuncup P. merkusii Sebelum Dikupas Kuncup
Betina
Panjang (cm)
0.7-1.3
Lebar (cm)
0.35-0.5
Warna
Bentuk
Hijau kecokel atan
Agak bulat persegi pada pangkalnya dan meruncing ke atas sedikit melengkung ke dalam
Keterangan lain Ditemukan sepasang daun sisik pada baian tepinya berbuluh putih, daun sisik di kanan kiri kuncup lebih tebal dan pada bagian muka lebih panjang
Tabel 9. (lanjutan) Deskripsi Kuncup P. merkusii Sebelum Dikupas Kuncup
Jantan
Panjang (cm)
0.7-0.9
Lebar (cm)
Warna
0.3-0.4
Cokelat kemera han
Bagian pangkal persegi dan menggembung serta meruncing ke atas
Ditemukan satu daun sisik yang menempel pada pangkal kuncup dan memanjang ke atas.
Cokelat
Silindris mengerucut ke atas
Daun sisik kecil, tipis, dan panjang serta pada bagian tepinya berbuluh putih.
0.3-0.5
Bentuk
Keterangan lain
Cabang
0.7-1.4
Kuncup
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Warna
Bentuk
Betina
0.07-0.2
0.04-0.15
Hijau kekuni ngan
Oval silindris mengerucut ke atas agak tumpul
Sisik lebar dan jarang
Jantan
0.3-0.5
0.15-0.3
Kuning
Setengah bola
Sisik sempit dan rapat. Lebih keras
Putih cerah
Silindris menggembung pada bagian bawah dan mengerucut ke atas
Tidak ada sisik
Deskripsi Kuncup P. merkusii Setelah Dikupas
Cabang
0.02-0.07
0.02-0.06
Keterangan lain
4.1.3. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 4.1.2.1. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 pada Clonal Garden P. merkusii di Sempolan, Jember Data mengenai jumlah strobilus P. merkusii yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 4. Data tersebut diolah secara statistik, sehingga menghasilkan sidik ragam yang disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Betina pada Clonal Garden P. merkusii di Sempolan, Jember Sumber Keragaman
Waktu aplikasi Galat Total
Jumlah Kuadrat
db
Kuadrat Tengah
Fhit
P-value
F 0,05
F 0,01
2982,12
4
745,53
3,91**
0,008
2,57
3,74
8569,50 11551,62
45 49
190,43
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (Fhit > Ftab α = 0,01)
Hasil sidik ragam di atas menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi hormon pembungaan GA4/7 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan strobilus betina P. merkusii pada taraf nyata 99%, sehingga perlu dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan (UJD) yang disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Hasil Uji Jarak Duncan Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Betina pada Clonal Garden P. merkusii di Sempolan, Jember Perlakuan Waktu
N
Kontrol M1 = 24 Februari 2005 M2 = 3 Maret 2005 M3 = 10 Maret 2005 M4 = 17 Maret 2005
10 10 10 10 10
Jumlah Rata-rata strobilus betina 23,1 b 39,8 a 43,5 a 42,8 a 32,1 ab
Peningkatan Terhadap Kontrol (%) 72,30 88,31 85,30 38,96
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak beda nyata. Mi = Minggu ke-i
Hasil UJD di atas menunjukkan bahwa pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 pada minggu pertama tanggal 3 Maret menghasilkan jumlah strobilus rata-rata terbanyak, yaitu 43,5 dengan peningkatan 88,31% terhadap kontrol. Namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan aplikasi pada tanggal 10 Maret dan 24 Februari. Nilai tersebut juga menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan aplikasi pada tanggal 17 Maret dan Kontrol. Peningkatan jumlah strobilus lebih jelas disajikan pada Gambar 5. Adapun hasil sidik ragam pengaruh GA4/7 terhadap strobilus jantan disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Apliksi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Jantan pada Clonal Garden P. merkusii di Sempolan, Jember Sumber Keragaman
Waktu aplikasi Galat Total
Jumlah Kuadrat
db
Kuadrat Tengah
3,44
4
0,86
20,87 24,31
45 49
0,46
Fhit
1,85 tn
P-value
F 0,05
0,14
2,57
Keterangan : tn : tidak berbeda nyata (Fhit < Ftab α = 0,05)
Oleh karena aplikasi GA4/7 dengan sumber keragaman waktu tidak berpengaruh nyata terhadap strobilus jantan pada taraf nyata 95 %, maka tidak perlu dilakukan UJD.
160
143
Jumlah Bunga
140
126 110
120 100
81
78
80 60 37
40 20
30 13
0
0
0 Kontrol
24 Februari
3 Maret
10 Maret
17 Maret
Waktu Aplikasi Bunga Betina
Bunga Jantan
Gambar 10. Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Peningkatan Jumlah Strobilus Betina dan Strobilus Jantan pada Clonal Garden P. merkusii Sempolan, Jember Gambar 10 menunjukkan fluktuasi jumlah strobilus betina dan jantan karena pengaruh aplikasi GA4/7 pada Clonal Garden P. merkusii di Sempolan, Jember. Jumlah rata-rata strobilus betina terbanyak dihasilkan pada aplikasi tanggal 3 Maret, yaitu sebanyak 143 strobilus. Sedangkan peningkatan jumlah strobilus betina terkecil pada kontrol dan aplikasi tanggal 17 Maret masingmasing sebesar 81 dan 78 strobilus. Pada strobilus jantan jumlah strobilus terbanyak diperoleh pada aplikasi tanggal 24 Februari yaitu sebesar 37 strobilus. Kuncup strobilus yang dihasilkan oleh aplikasi penyuntikan GA4/7 pada Clonal Garden P. merkusii Sempolan disajikan pada Gambar 11.
M1 = 24 Februari 2005
M2 = 3 Maret 2005
M3 = 10 Maret 2005
M1 = 17 Maret 2005
Kontrol
Gambar 11. Kuncup P. merkusii di Clonal Garden Sempolan Jember (Keterangan:M1=Minggu ke I, M2=Minggu ke II, M3=Minggu ke III, M4=Minggu ke IV)
4.1.2.2. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 pada Kebun Benih Semai (KBS) P. merkusii Cijambu, Sumedang Strobilus yang muncul pada aplikasi kali ini adalah strobilus betina. Data mengenai jumlah strobilus rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan hasil sidik ragam disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Betina pada KBS P. merkusii Cijambu, Sumedang Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
db
Kuadrat Tengah
0,28
4
0,07
0,75 0,97 2,47 4,52
2 8 52 66
0,37 0,12
Waktu aplikasi Famili Interaksi Galat Total Keterangan :
** * tn
Fhit
P-value
F 0,05
F 0,01
1,48 tn
0,22
2,57
3,74
7,85** 2,54*
0,001 0,02
3,19 2,14
5,08 2,91
: berbeda sangat nyata (Fhit > Ftab α = 0,01) : berbeda nyata (Fhit > Ftab α = 0,05) : tidak berbeda nyata (Fhit < Ftab α = 0,05)
Dari hasil analisis sidik ragam di atas dapat diketahui bahwa faktor waktu aplikasi GA4/7 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan strobilus betina P. merkusii pada taraf nyata 95%. Sedangkan faktor famili berpengaruh sangat nyata pada taraf nyata 99%. Interaksi kedua faktor tersebut menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf nyata 95%. Persentase peningkatan jumlah strobilus betina P. merkusii di KBS Cijambu disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Persentase Peningkatan Jumlah Strobilus Betina Setiap Famili P. merkusii di KBS Cijambu, Sumedang Setelah Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7
Waktu Kontrol M1 = 17 Februari 2005 M2 = 24 Februari 2005 M3 = 03 Maret 2005 M4 = 10 Maret 2005
N
Jumlah bunga per famili
5 5 5 5 5
I 0 73 14 10 13
II 7 4 2 5 0
III 1 84 5 0 0
Persentase peningkatan bunga betina terhadap kontrol (%) I II III 7300 1400 1000 1300
-42,85 -71,42 -28,57 -100
8400 500 -100 -100
Tabel 14 menunjukkan bahwa pada umumnya aplikasi hormon pembungaan GA4/7 pada M1 dan M2 famili I dan III menghasilkan jumlah strobilus yang lebih banyak, sedangkan famili II memberikan pengaruh negatif.
90
84
80
73
JUmlah Bunga
70 60 50 40 30 20 10
14 7 1
0
4
13
10 2
5
5 0
0
0
0 Kontrol
17 Februari
24 Februari
3 Maret
10 Februari
Waktu Aplikasi Famili I
Famili II
Famili III
Gambar 12. Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Peningkatan Jumlah Strobilus Betina pada KBS P. merkusii Cijambu, Sumedang Gambar 12 menunjukkan fluktuasi jumlah strobilus betina karena pengaruh aplikasi GA4/7 pada KBS P. merkusii di Cijambu, Sumedang. Jumlah strobilus terbanyak ternyata diperoleh pada hasil aplikasi tanggal 17 Februari famili III yaitu sebanyak 84 strobilus dengan peningkatan 8400% terhadap kontrol, kemudian famili I pada tanggal yang sama menghasilkan 73 strobilus dengan peningkatan 7300% terhadap kontrol. Sedangkan famili II yang tidak diberi perlakuan suntikan GA4/7 (kontrol), ternyata menghasilkan jumlah strobilus betina yang lebih banyak daripada tanaman yang diberi aplikasi aplikasi pada pada famili tersebut. Kuncup strobilus yang dihasilkan oleh aplikasi penyuntikan GA4/7 pada KBS P. merkusii Cijambu disajikan pada Gambar 13.
Kontrol
Kontrol
M1 = 17 Februari 2005
Kontrol
M1 = 17 Februari 2005
M1 = 17 Februari 2005
M2 = 24 Februari 2005
M2 = 24 Februari 2005
M2 = 24 Februari 2005
M3 = 3 Maret 2005
M3 = 3 Maret 2005
M3 = 3 Maret 2005
M4 = 10 Maret 2005
M4 = 10 Maret 2005
M4 = 10 Maret 2005
Famili I Gambar 13.
Famili II
M1
M2
Famili III
Kuncup pada P. merkusii di KBS Cijambu, Sumedang (Keterangan:M1= Minggu ke I, M2=Minggu ke II, M3=Minggu ke III, M4=Minggu ke IV)
4.1.2.3. Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 pada Tanaman P. caribaea di Sempolan, Jember Data mengenai jumlah strobilus rata-rata yang dihasilkan oleh pengaruh aplikasi hormon pembungaan GA4/7 terdapat pada Lampiran 5. Adapun hasil sidik ragam pengaruh GA4/7 terhadap peningkatan jumlah strobilus betina pada tanaman P. caribaea disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Betina pada Tanaman P. caribaea Sempolan, Jember Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
db
Waktu aplikasi Galat Total
552,70 745,30 1298,00
4 20 24
Kuadrat Tengah
138,18 37,27
Fhit
P-value
F 0,05
0,02
2,87
3,71*
Keterangan : * : berbeda nyata (Fhit > Ftab α = 0,05)
Hasil sidik ragam di atas menunjukkan bahwa perlakuan waktu aplikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah strobilus betina P. caribaea pada taraf nyata 95%. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan dengan analisa UJD yang disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Hasil Uji Jarak Duncan Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Betina pada Tanaman P. caribaea Sempolan, Jember Perlakuan Waktu
N
Jumlah Rata-rata bunga betina
Kontrol M1 = 3 Maret 2005 M2 = 17 Maret 2005 M3 = 24 Februari 2005 M4 = 10 Maret 2005
5 5 5 5 5
40 b 200 a 196 a 154 ab 121 ab
Peningkatan Terhadap Kontrol (%) 400 390 285 202.5
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak beda nyata.
Pada tabel UJD di atas menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan waktu aplikasi tanggal 17 dan 3 Maret menghasilkan peningkatan jumlah strobilus betina yang paling banyak, yaitu 200 dan 196 strobilus dengan peningkatan masing-masing 400% dan 390% terhadap kontrol. Hal ini tidak berbeda nyata dengan aplikasi pada tanggal 24 Februari walupun jumlahnya lebih sedikit, yaitu
15,2. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan aplikasi tanggal 10 Maret dan Kontrol maka akan berbeda nyata. Adapun hasil sidik ragam pengaruh GA4/7 terhadap strobilus jantan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Jantan pada Tanaman P. caribaea Sempolan, Jember Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat
db
1,36 6,80 8,16
4 20 24
Waktu aplikasi Galat Total Keterangan :
tn
Kuadrat Tengah
0,34 0,34
Fhit
1,00 tn
P-value
F 0,05
0,43
2,87
: tidak berbeda nyata (Fhit < Ftab α = 0,05)
Dari data sidik ragam tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan waktu aplikasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah strobilus jantan P. caribaea pada taraf nyata 95%. Sehingga dalam hal ini tidak perlu lagi dilakukan UJD. 422
450 375
Jumlah Bunga
400 350 300 250
200
196
154 164
200
121
150 100 50
40
111
25
0 Kontrol
24 Februari
3 Maret
10 Maret
17 Maret
Waktu Aplikasi Bunga Betina
Bunga Jantan
Gambar 14. Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Peningkatan Jumlah Strobilus Betina dan Jantan pada Tanaman P. caribaea Sempolan, Jember Gambar 14 menunjukkan fluktuasi jumlah strobilus betina dan jantan karena pengaruh aplikasi GA4/7 pada pada tegakan P. caribaea di Sempolan, Jember. Pada strobilus betina, peningkatan jumlah strobilus terbanyak diperoleh pada hasil aplikasi
tanggal 3 Maret, yaitu sebanyak 200 strobilus. Jumlah
strobilus betina yang paling sedikit diperoleh yaitu pada Kontrol. Pada strobilus jantan, peningkatan jumlah strobilus terbanyak diperoleh pada aplikasi tanggal 10 Maret, yaitu sebanyak 422 strobilus. Sedangkan jumlah strobilus jantan yang paling sedikit diperoleh pada aplikasi tanggal 3 Maret, yaitu sebanyak 25 strobilus. Kuncup strobilus yang dihasilkan oleh aplikasi penyuntikan GA4/7 pada Tanaman P. caribaea Sempolan disajikan pada Gambar 15.
M1 = 24 Februari 2005
M2 = 3 Maret 2005
M3 = 10 Maret 2005
M4 = 17 Maret 2005
Kontrol Gambar
15.
Kuncup P. caribaea di Hutan Tanaman Sempolan, Jember(Keterangan: M1=Minggu ke I, M2=Minggu ke II, M3=Minggu ke III, M4=Minggu ke IV)
4.1.4. Penyerbukan Cair Penyerbukan cair dilakukan pada tanaman P. merkusii dengan dua faktor, yaitu faktor larutan (Kontrol, L1, dan L2) dan faktor frekuensi penyerbukan cair (satu dan dua kali penyerbukan). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Adapun hasil analisis sidik ragam pengaruh penyerbukan cair terhadap persen hidup strobilus betina P. merkusii disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Penyerbukan Cair Terhadap Persen Hidup Strobilus Betina P. merkusii di Clonal Garden Sempolan, Jember Sumber Keragaman Larutan Frekuensi Interaksi Galat Total Keterangan
Jumlah Kuadrat 847,88 85,98 206,35 1257,89 2449,69
db 2 1 2 4 9
Kuadrat Fhit Tengah 423,94 1,35 tn 85,98 0,27 tn 103,18 0,33 tn 314,47
P-value
F 0,05
0,36 0,63 0,74
6,94 7,71 6,94
: tidak berbeda nyata (Fhit < Ftab α = 0,05)
tn
Hasil analisis sidik ragam di atas menunjukkan bahwa ternyata aplikasi penyerbukan cair tidak berpengaruh nyata terhadap persen hidup strobilus betina P. merkusii pada taraf nyata 95%, sehingga tidak perlu dilakukan UJD. 120 100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Persentase Hidup
100 80
75
75
69.23
75 57.14
60
50
40 20 0 L1F1U1 L1F1U2 L1F2U1 L1F2U2 L2F1U1 L2F1U2 L2F2U1 L2F2U2
L0U1
L0U2
Frekuensi Aplikasi Penyerbukan Persentase 12 Maret
Persentase 21 April
Gambar 16. Pengaruh Penyerbukan Cair Terhadap Persen Hidup Strobilus Betina P. merkusii di Clonal Garden Sempolan, Jember (Keterangan: L1=Larutan 1 campuran 60 g madu + 0.002 g BA + 0.02 g IBA + 200 ml aquades, L2=campuran 60 g madu + 0.002 g BA + 6 g Boron + 200 ml aquades, L0=Kontrol, F1=Frekuensi 1 kali penyerbukan, F2=Frekuensi 2 kali penyerbukan, U=Ulangan)
Gambar 16 menunjukkan persentase hidup strobilus betina setelah diberi aplikasi penyerbukan cair. Persen hidup tertinggi ditemukan pada aplikasi L1F1U2, L1F2U1, L2F1U2, dan L0U1 masing-masing 100% hidup. Adapun urutan fase reseptif suatu strobilus betina P. merkusii disajikan pada Gambar 17.
Fase reseptif yang tepat untuk dilakukan penyerbukan tambahan dengan media cair
Gambar 17. Bagan Urutan Fase Reseptif Strobilus Betina pada P. merkusii Mulai dari Awal Strobilus Betina dalam Bentuk Kuncup Hingga Berakhirnya Periode Reseptif.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Identifikasi Kuncup pada P. merkusii dan P. caribaea Menurut Darjanto dan Satifah (1987), pada umumnya tanaman hanya dapat menghasilkan bunga bilamana telah dewasa, cukup besar dan mengandung zat makanan cadangan. Selama tanaman masih muda dan belum mencapai tingkat dewasa, maka dalam pertumbuhan selanjutnya tanaman itu hanya mengalami perubahan kuantitas saja, artinya ia akan makin besar, lebih berat dan menimbun zat cadangan lebih banyak terutama karbohidrat, yang kelak akan dipakai sebagai bahan utama dalam pembentukan bunga. Apabila tanaman itu telah mencapai tingkat dewasa dan telah mempunyai persediaan cukup zat cadangan, maka tanaman itu dapat mengalami perubahan kualitatif menuju ke arah pembungaan. Kuncup merupakan periode dimana calon strobilus jantan atau betina, daun, dan cabang masih terbungkus atau terlindungi oleh daun selubung atau sisik. Pada periode ini umumnya sulit dibedakan hasil diferensiasinya membentuk organ vegetatif (cabang dan daun) atau generatif (strobilus jantan dan betina). Baker, Daniels and Helms (1987) mengemukakan bahwa pengamatan perkembangan kuncup konifer pernah dilakukan sebelumnya pada tanaman Douglas-fir, Abies sp, dan Picea. Pertama kali, pemula vegetatif dan reproduktif tidak dapat dibedakan. Beberapa penelitian menarik telah dilakukan untuk memperjelas cara kuncup berkembang. Hal ini tampak bahwa sepanjang bulan April primordia kuncup lateral membesar, tetapi pada beberapa keadaan tertentu kuncup berhenti membelah dan berhenti berkembang, yaitu kuncup tersebut gugur Kuncup yang baru muncul dengan ukuran yang sangat kecil cenderung sangat sulit dibedakan tipe kuncupnya. Pada reseptif, dengan mata telanjang dapat dilakukan identifikasi tipe kuncup dengan mudah. Deferensiasi kuncup sudah dapat diketahui dengan jelas. Secara umum strobilus betina P. merkusii di Sempolan, Jember rata-rata mengalami periode kuncup selama 20 hari, sedangkan strobilus jantan memerlukan waktu sekitar 23 hari sejak kuncup hingga mencapai mekar Kuncup baru akan terbentuk di akhir pertumbuhan yang menghasilkan nodus baru. Pada saat inilah terjadi deferensiasi menjadi vegetatif atau generatif. (Danarto, 1983).
Warna kuncup strobili P. merkusii cenderung hijau kekuningan, dengan bentuk agak oval dan silindris. Warna ini menunjukkan kematangan strobilus belum optimal, dimana zat makanan belum optimal tersimpan di dalam strobilus tersebut. Daun pelindung kuncup menyelubungi bagian tubuh kuncup berfungsi sebagai pelindung strobilus yang belum matang. Warna bagian pangkal daun pelindung yang gelap menunjukkan bahwa bagian tersebut lebih kokoh memberikan perlindungan dan menopang strobilus muda. Kuncup cabang adalah kuncup yang terus tumbuh ke atas dan merupakan pertumbuhan vegetatif atau long shoot. Warna daun pelindung yang coklat berbentuk kecil dan memanjang serta tersusun rapat berlapis-lapis merupakan pelindung yang sangat baik bagi calon cabang, yang kemudian akan menumbuhkan kuncup strobilus jantan, betina, daun atau percabangan baru. P. caribaea cenderung memiliki ukuran kuncup yeng lebih besar dari pada kuncup P. merkusii. Akan tetapi memiliki perbandingan ukuran yang sangat besar antara kuncup yang belum dikupas dengan kuncup yang telah dikupas. Warna daun pelindung kuncup yang lebih hijau kecoklatan sampai kemerahan juga menjadi pembeda dengan P. merkusii. Pada sisi daun pelindung kuncup tersebut terdapat lapisan putih yang menyelubunginya, sehingga terlihat agak berbuluh. Daun pelindung ini terlihat lebih kokoh dan lebih keras daripada daun pelindung pada P. merkusii. Bentuk kuncup ini cenderung bulat sampai bulat persegi pada bagian pangkalnya, kemudian semakin meruncing ke bagian atas. Secara umum ukuran dan bentuk seperti ini memiliki fungsi yang sama dengan P. merkusii.
4.2.2. Pengaruh Aplikasi Hormon Pembungaan GA4/7 Terhadap Strobilus Betina dan Strobilus Jantan P. merkusii dan P. caribaea Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat merangsang peningkatan jumlah strobilus P. merkusii dan P. caribaea adalah pemilihan waktu aplikasi GA4/7 yang tepat. Ross (1985) dalam Siregar (1994) berpendapat bahwa perlakuan GA4/7 harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan pohon dan akan beragam dari pohon ke pohon dan antara bagian tajuk yang berbeda. Dimana, terdapat penentuan waktu aplikasi ketika hampir semua deferensiasi terjadi dan hal ini dapat menentukan hasil deferensiasi,
hubungan status kuncup dengan perbedaan waktu aplikasi GA4/7 akan tampak saat terdapat kesesuaian penentuan waktu aplikasi. Waktu berbagai perlakuan ini sangat penting. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa respon primordia kuncup vegetatif atau reproduktif adalah pasti pada waktu pembentukan, dan jumlah buah kerucut yang dapat diproduksi merupakan fungsi pembentukan jumlah kuncup reproduktif. Sebagai akibatnya, perlakuan untuk merangsang produksi strobilus pada konifer ditetapkan bersamaan dengan waktu permulaan primordia. Sekarang telah diketahui, dengan menggunakan Douglas-fir sebagai contoh, bahwa pada pohon-pohon yang masak secara seksual produksi strobilus tidak sepenuhnya tergantung pada jumlah primordia yang terbentuk, tetapi ditentukan oleh proporsi primordia yang berkembang sebagai kuncup reproduktif dan tidak menjadi laten atau gugur. Pada saat musim berbuah atau tidak, jumlah total kuncup setiap pucuk adalah hampir sama. Pada saat musim berbuah, proporsi tinggi kuncup ini berkembang menjadi kuncup reproduktif. Karena itu pada penerapan perlakuan harus diketahui bahwa terdapat periode genting tepat sesudah permulaan ketika primordia kuncup berdiferensiasi, yaitu ketika perlakuan harus diterapkan supaya mempengaruhi proporsi kuncup yang menjadi reproduktif bukanya vegetatif (Puritch, 1972 dalam Baker, Daniels dan Helms,1987). Pada saat itulah waktu yang tepat dilakukan aplikasi hormon pembungaan GA4/7 pada pinus. Berdasarkan penjelasan di atas, aplikasi GA4/7 untuk merangsang pembungaan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan generatif pinus. Dari pengamatan di lapangan menunjukkan hasil bahwa aplikasi ini umumnya memberikan pengaruh yang nyata terhadap pembungaan pinus terutama strobilus betina. Hal ini didukung oleh Malcolm B.W. (1985) yang memberikan keterangan bahwa pada konifer, GAs dapat merangsang perpanjangan tunas, meningkatkan peningkatan diameter dan pembungaan. Menurut Ross, S.D. (1989), perlakuan dengan aplikasi GA4/7 dapat meningkatkan produksi kuncup strobilus jantan dan betina masing-masing 91% dan 161%, walaupun juga terdapat kegagalan pertumbuhan strobilus betina 35% lebih tinggi pada perlakuan aplikasi GA4/7. Aplikasi GA4/7 di Clonal Garden telah dilakukan sebelumnya pada P. rediata tahun 1994. Respon yang baik umumnya terdapat pada waktu aplikasi
awal bulan Februari hingga awal bulan Maret. Adapun puncak pembungaan P. merkusii di Indonesia adalah bulan Maret dan berakhir pada bulan Juni. Siregar (1994) mengemukakan bahwa kunci untuk mengetahui proses pengaruh aplikasi GA4/7 dalam menstimulasi inisiasi pembungaan adalah dengan mengetahui keadaan morfologi kuncup ketika pengaruh larutan GA4/7 berjalan optimal. Sehingga, dengan mengetahui perkembangan kuncup, yaitu waktu yang diperlukan kuncup mulai tumbuh dari kuncup hingga reseptif, pada strobilus betina rata-rata 38 hari sedangkan strobilus jantan 29,6 hari, kita dapat menentukan kapan dilakukan aplikasi GA4/7 yang sesuai. Perbedaan famili sangat berpengaruh karena yang berperan di sini adalah faktor genetik. Selain itu, terdapat pula faktor lingkungan yang secara tidak langsung turut mengontrol perkembangan pembungaan pinus. Fehner (1979) dan Kozlowski (1971) dalam Danarto (1983) menunjukkan bahwa proses kemunculan kuncup bunga, sebetulnya merupakan suatu respon yang timbul sebagai akibat interaksi tumbuh-tumbuhan dengan lingkungan tempat tumbuhnya. Respon yang sesungguhnya merupakan gejala ekologis tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor-faktor tersebut adalah temperatur dan intensitas cahaya yang berasosiasi dengan laju fotosintsis, panjang hari dan tingkat kesuburan tanah, kelembaban (Jackson dan Sweet, 1972 dalam Danarto, 1983), umur pohon (Soekotjo,1978 dalam Danarto,1983) serta sifat-sifat genetik yang ada di dalamnya (Fehner, 1979; Oemi Hanin,1980 dalam Danarto,1983). Kuncup baru akan muncul di akhir pertumbuhan yang menghasilkan nodus baru. Pada saat inilah terjadi diferensiasi yang akan menentukan modifikasinya menjadi tunas vegetatif atau generatif (Fehner, 1979; Jackson dan Sweet, 1972 dalam Danarto, 1983). Sehingga tampak, bahwa pola pertumbuhan generatif (dalam hal ini munculnya kuncup bunga) mengikuti pertumbuhan vegetatif. Hanya saja tidak setiap pertumbuhan nodus dan tiap pohon dapat menghasilkan kuncup bunga, sebab kemampuan untuk mengadakan pertumbuhan generatif banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Fehner, 1979; Oemi H.S.,1980 dalam Danarto, 1983). Pertumbuhan dan perkembangan bunga pada tanaman, khususnya konifer juga dipengaruhi oleh dominasi tunas apikal. Dimana GA4/7 yang disuntikkan
pada batang merupakan nutrisi yang kemudian terakumulasi ke bagian pucuk. Berrie, dkk.(1987) dalam Kurdi (1997) menyatakan bahwa intensitas dominasi tunas apikal bervariasi pada jenis pohon yang berbeda. Dominasi tunas apikal relatif lebih kuat pada tanaman yang berarsitektur kerucut dengan percabangan yang pendek pada bagian atas dan lebih panjang pada bagian bawah seperti pada casuarina sp. dan sejumlah pohon konifer. Mulanya para ahli fisiologi tanaman menduga dominasi tunas apikal terjadi akibat terkonsentrasinya nutrisi di ujung pucuk (apex) (teori nutrisi). Belakangan, dominasi apikal diketahui akibat respon dari terkonsentrasinya auksin yang lebih tinggi pada tunas apikal. Auksin bergerak turun dari tunas apikal dengan jumlah yang dapat menghambat pertumbuhan tunas ketiak. Hilangnya daerah pertumbuhan menyebabkan turunnya konsentrasi auksin dan pertumbuhan tunas ketiak segera dimulai (Ahmad,1997). Fehner (1979) dan Kozlowski (1971) dalam Danarto (1983) menyatakan bahwa intensitas cahaya dan temperatur (yang berasosiasi dengan fotosintesis), panjang hari dan kesuburan tanah, sangat berperan dalam pembungaan, sebab hasil fotosintesis yang tinggi akan memacu pertumbuhan bunga. Sementara itu adanya pengurangan jumlah air pada musim kemarau seringkali memacu pembentukan kuncup bunga. Baker, Daniels and Helms (1987) mengemukakan bahwa dalam istilah kelas pohon atau posisi kanopi, pohon-pohon dominan biasanya betul-betul sebagai produsen biji terbaik, sedangkan pohon-pohon tertekan dalam tegakan sesungguhnya tidak menghasilkan biji sama sekali.
4.2.3. Pengaruh Penyerbukan Cair Terhadap Persen Hidup Strobilus Betina P. merkusii Penyerbukan adalah menempelnya serbuk sari pada stigma yang reseptif. Agar penyerbukan dapat terjadi, serbuksari yang menempel pada stigma harus tepat saat stigma tersebut reseptif. Serbuksari dapat berkecambah bila lingkungan mendukung untuk perkecambahan. Perkembangan serbuksari dalam jaringan stilus pada putik merupakan fungsi dari suhu, kadar air, dan intensitas tabung serbuksari dengan
sel-sel stilus. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas serbuksari adalah cahaya, suhu, kelembaban relatif, dan atmosfer yang mengelilinginya (Galletta, 1983 dalam Zainudin, 2002). Pada konifer, serbuk sari ini lazimnya disebut polen. Butiran-butiran serbuk sari (microspore) adalah sel-sel hidup yang mempunyai inti, protoplasma, dan dinding sel. Tanaman menghasilkan serbuk sari melalui kepala sari. Jumlah dan kualitas serbuk sari bervariasi sesuai dengan lingkungan dan jenis tanamannya baik dalam sifat fisik maupun dalam komposisi kimianya (Glemsons, 1985). Menurut
Winarmo
(1981)
dalam
Nuralam (1990),
serbuk
sari
mengandung senyawa-senyawa anorganik, vitamin-vitamin, dan asam amino esensial, bukan saja unuk lebah tapi juga untuk manusia. Serbuk sari memiliki 1035% protein, 3-15 % air, 3-8% pati, dan 5-20% lemak (Echlin, 1974 dalam Burgett, 1978). Pemanfaatan serbuk sari dalam meningkatkan produksi biji telah banyak dilakukan, yaitu melalui pengumpulan serbuk sari sebagai bahan untuk penyerbukan terkendali. Penyerbukan cair merupakan salah satu usaha penyerbukan terkendali dengan media cair yang diterapkan untuk meningkatkan produksi biji. Perlakuan seperti ini memberikan peluang lebih besar terjadinya penyerbukan dan pembuahan, sehingga akan memperbesar kemungkinan produksi biji. Peluang ini dapat diperbesar dengan menambah frekuensi penyerbukan, sehingga dapat mempertinggi kualitas penyerbukan dan pembuahan. Walaupun demikian, peningkatan jumlah biji ada batasnya, karena sisik buah yang produktif dan bakal biji yang potensial juga terbatas. Danarto (1983) mengemukakan bahwa jumlah biji hasil penyerbukan alam selalu bervariasi dari waktu ke waktu sesuai dengan tersedianya tepungsari dan kemampuan strobilus yang bersangkutan menangkap tepungsari tersebut. Faktor lingkungan berperan sekali di dalam proses penyerbukan alam ini. Dari hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh penyerbukan cair tidak berpengaruh nyata terhadap persen hidup strobilus betina P. Merkusii pada taraf 95%. Hal ini menunjukkan pula bahwa sebenarnya penggunaan larutan
aditif tidak membahayakan atau merusak strobilus betina. Secara umum, lebih dari 50% strobilus betina masih hidup setelah diberi aplikasi penyerbukan ini. Persen hidup tertinggi ditemukan pada aplikasi L1F1U2, L1F2U1, L2F1U2, dan L0U1 masing-masing 100 % hidup. Seperti diketahui potensi strobilus betina pada P. merkusii di Sempolan untuk mencapai periode reseptifnya sangat bervariasi. Untuk mekar sempurna, suatu strobilus betina membutuhkan waktu 4–12 hari. Adanya variasi ini mempersulit dalam menentukan waktu penyerbukan yang paling tepat untuk pekerjaan penyerbukan terkendali (Danarto, 1983). Sedangkan di udara bebas, viabilitas tepungsari P. merkusii akan menurun secara cepat, bahkan pada hari ke-9 telah mencapai 0% (Naiem,1979 dalam Danarto,1983). Penggunaan larutan aditif sendiri turut merangsang perkecambahan serbuk serbuk sari, sehingga diperlukan manajemen penyerbukan cair yang tepat. Menurut Anhar (2005), penggunaan kombinasi zat aditif terbaik sebagai bahan untuk penyerbukan cair merupakan usaha untuk meningkatkan perkecambahan pollen sebagai bahan untuk penyerbukan. menjelaskan bahwa penggunaan kombinasi tiga zat aditif terbaik, yaitu a) madu alshifa, boron, dan bakterisida, b) madu alshifa, BA, dan boron, serta c) madu alshifa, BA, dan IBA dapat meningkatkan daya kecambah polen P. merkusii.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Morfologi kuncup strobilus betina, jantan, dan cabang P. merkusii dengan P. caribaea dapat dibedakan melalui bentuk, ukuran, warna, maupun jenis kuncupnya. 2. Aplikasi GA4/7 dapat menstimulir produksi strobilus betina P. merkusii maupun P. caribaea. Peningkatan pembungaan bervariasi dari tiap ukuran pohon. Pada Clonal Garden P. merkusii terjadi peningkatan mencapai 38,9688,31% terhadap kontrol. Pada KBS P. merkusii terjadi peningkatan mencapai 500-8400% terhadap kontrol. Pada hutan tanaman P. caribaea terjadi peningkatan mencapai 202,5-400% terhadap kontrol. Akan tetapi aplikasi GA4/7 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah strobilus jantan. 3. Keefektifan aplikasi hormon GA4/7
dipengaruhi oleh interval
waktu
aplikasi, sehingga aplikasi sebaiknya dilakukan pada interval yang sempit (1 minggu). 4. Suspensi serbuk sari dengan komposisi zat aditif terbaik dapat digunakan dalam penyerbukan tambahan tanpa mengganggu perkembangan strobilus betina pada jenis P. merkusii. 5.2. Rekomendasi Beberapa hal yang menjadi rekomendasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi kuncup dapat dijadikan pedoman untuk menganalisa status kuncup pada pinus. Selain itu, perlu dilakukan identifikasi kuncup yang lebih mendetail dengan ukuran kuncup yang lebih kecil lagi. Sehingga, informasi yang diperoleh dapat lebih lengkap lagi. 2. Aplikasi hormon GA4/7 yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan karakteristik pohon seperti diameter, tinggi, umur, jumlah cabang, dsb. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antara karakteristik pohon dan waktu aplikasi dengan pembungaan pada pinus.
3. Pengambilan sampel kuncup sebaiknya diperbanyak agar dapat mewakili kondisi pohon setelah dilakukan aplikasi hormon GA4/7. 4. Waktu aplikasi yang tepat sangat penting untuk diketahui guna memperoleh hasil yang dikehendaki. Sehingga perlu dilakukan penelitian pada waktuwaktu yang lain. 5. Penelitian mengenai jumlah benih yang dihasilkan oleh pengaruh penyerbukan
cair
perlu
penyerbukan tambahan ini.
dilakukan
untuk
mengetahui
keberhasilan
DAFTAR PUSTAKA
Anhar. 2005. Pengaruh Penyimpanan dan Pemberian Zat Aditif Terhadap Perkecambahan Serbuk Sari P. merkusii dan P. caribaea Secara In Vitro. [skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Tidak dipublikasikan. Anonym. 2006. Pine Life Cycle. (http://www.eeb.uconn.edu/Courses/Bio108). [6 Januari 2006]. Aslamyah, S. 2002. Peranan Hormon Tumbuh dalam Memacu Pertumbuhan Algae. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 IPB. Posted: 13 December 2002. Danarto, S. 1983. Studi Fenologi Pembungaan, Pembuahan, dan Penyerbukan Terkendali Pinus merkusii Jungh. et . de Vriese di Sempolan, Jember. [tesis]. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Glemsons, A. 1985. Honey and Pollen Flora. Melbourne: Inkata Press. Hidayat dan Christian P.H. 2001. Informasi Singkat Benih Pinus merkusii. (http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Pinus_merkusii.pdf). [6 Januari 2006]. Ross, S.D. 1991. Promotion of Flowering in Western larch by Girdling and Gibberellin A4/7 and Recomendations for Selection and Treatment of Seed Trees. Research Notes No. 105. Samingan, T. 1982. Dendrologi. Bagian Ekologi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Jakarta: PT Gramedia. Salazar, R dan Jøker, D. 2000. Seed leaflet Pinus caribaea morelet. Danida Forest Seed Centre. No 40. Satifah, S. dan Darjanto. 1984. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Jakarta: PT Gramedia. Siregar, I. Z. 1994. Management of Pollen, Pollination and Strobilus Initiation In Pinus radiata D. Don Seed Orchads. [tesis]. University of Canterbury, New Zealand. Soerianegara, I. Dan R.H.M.J. Lemmens. 2002. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No. 5 (1). Pohon Penghasil Kayu Perdagangan Utama. PT Balai Pustaka (Persero), Jakarta bekerjasama dengan Prosea Indonesia, Bogor. Kramer, P.J. and T. Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. New York: Mc Grow Hill Book Company. Wilkins, Malcolm. 1985. Plant Physiology. London: Pitman Publishing Inc. Massachusetts and Pitman Publishing Limited.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ukuran Kuncup Pinus merkusii 1. Bunga Betina P. merkusii Sebelum Dikupas Ulangan
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
1
0,80
0,20
0,30
2
0,90
0,25
3
0,70
0,20
4
0,75
5
Setelah Dikupas Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,20
3
0,40
0,12
0,25
0,15
5
0,30
0,25
3
0,40
0,15
0,25
0,20
5
0,35
0,25
3
0,30
0,12
0,18
0,15
5
0,20
0,45
0,30
3
0,35
0,10
0,22
0,18
5
0,90
0,20
0,30
0,15
3
0,30
0,10
0,20
0,15
5
6
0,70
0,25
0,30
0,20
3
0,25
0,10
0,18
0,15
5
7
0,75
0,20
0,25
0,15
3
0,35
0,10
0,20
0,18
5
8
0,80
0,20
0,30
0,15
3
0,25
0,10
0,15
0,12
5
9
0,80
0,20
0,35
0,20
3
0,20
0,05
0,12
0,10
5
10
0,90
0,25
0,35
0,25
3
0,30
0,08
0,20
0,15
5
11
0,75
0,20
0,30
0,20
3
0,35
0,10
0,18
0,15
5
12
0,70
0,15
0,30
0,20
3
0,30
0,10
0,20
0,15
5
13
0,70
0,20
0,25
0,20
3
0,30
0,10
0,18
0,15
5
14
0,70
0,20
0,30
0,20
3
0,22
0,05
0,15
0,12
5
15
0,60
0,20
0,25
0,20
3
0,20
0,05
0,15
0,12
5
16
0,65
0,15
0,25
0,15
3
0,30
0,12
0,20
0,18
5
17
0,65
0,15
0,25
0,15
3
0,25
0,15
0,20
0,15
5
18
0,65
0,15
0,30
0,20
3
0,25
0,10
0,15
0,12
5
19
0,55
0,15
0,25
0,20
3
0,22
0,10
0,15
0,10
5
20
0,50
0,20
0,30
0,20
3
0,25
0,10
0,15
0,10
5
SELANG
0,50 0,90
0,15 0,25
0,25 0,45
0,15 0,30
3
0,20 0,40
0,05 0,15
0,12 0,25
0,10 0,20
5
RATAAN
0,723
0,195
0,300
0,200
0,287
0,100
0,183
0,144
Bentuk
2. Bunga Jantan P. merkusii Sebelum Dikupas Ulangan
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
1
0,75
0,15
0,40
2
0,80
0,20
0,35
3
0,80
0,20
4
0,80
5
Setelah Dikupas Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,20
1
0,30
0,10
0,25
0,15
7
0,25
1
0,30
0,20
0,25
0,18
7
0,40
0,20
1
0,35
0,20
0,28
0,15
7
0,20
0,30
0,20
1
0,25
0,10
0,20
0,15
7
0,90
0,20
0,35
0,25
1
0,30
0,10
0,20
0,18
7
6
0,60
0,20
0,45
0,20
1
0,20
0,05
0,18
0,15
7
7
0,70
0,15
0,30
0,20
1
0,25
0,10
0,18
0,15
7
8
0,70
0,15
0,30
0,20
1
0,22
0,08
0,17
0,15
7
9
0,75
0,20
0,35
0,20
1
0,35
0,10
0,23
0,15
7
10
0,80
0,20
0,40
0,25
2
0,30
0,10
0,22
0,18
7
11
0,70
0,15
0,25
0,20
2
0,25
0,05
0,18
0,10
7
12
0,60
0,20
0,30
0,20
1
0,28
0,10
0,18
0,10
7
13
0,50
0,15
0,25
0,15
1
0,20
0,10
0,20
0,15
7
14
0,50
0,20
0,30
0,20
2
0,25
0,05
0,18
0,15
7
15
0,50
0,15
0,25
0,15
1
0,26
0,10
0,20
0,15
7
16
0,80
0,15
0,25
0,20
2
0,25
0,10
0,20
0,10
7
Bentuk
Lampiran 1. (Lanjutan) Sebelum Dikupas Ulangan
Setelah Dikupas
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
17
0,50
0,15
0,30
18
0,50
0,15
0,25
19
0,50
0,15
20
0,60
SELANG RATAAN
Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,15
1
0,25
0,10
0,20
0,15
7
0,15
1
0,30
0,10
0,18
0,15
7
0,25
0,15
1
0,25
0,10
0,18
0,15
7
0,15
0,30
0,15
1
0,25
0,15
0,25
0,20
7
0,50 0,90
0,15 0,20
0,25 0,45
0,15 0,25
0,20 0,35
0,05 0,20
0,17 0,28
0,10 0,20
0,665
0,174
0,315
0,193
0,268
0,104
0,206
0,150
1 dan 2
Bentuk
7
3. Cabang P. merkusii Sebelum Dikupas Ulangan
Setelah Dikupas
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
1
1,10
0,20
0,25
2
1,00
0,20
0,30
3
0,70
0,20
4
0,90
0,25
5
0,90
6
Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,30
4
0,05
0,03
0,08
0,10
6
0,25
4
0,05
0,03
0,08
0,10
6
0,30
0,20
4
0,05
0,04
0,06
0,08
6
0,30
0,25
4
0,05
0,02
0,04
0,05
6
0,25
0,30
0,20
4
0,05
0,02
0,04
0,06
6
1,05
0,20
0,40
0,20
4
0,04
0,02
0,03
0,04
6
7
0,90
0,20
0,30
0,25
4
0,03
0,02
0,04
0,05
6
8
0,90
0,25
0,30
0,20
4
0,03
0,02
0,03
0,04
6
9
0,90
0,20
0,30
0,20
4
0,04
0,02
0,03
0,05
6
10
1,00
0,20
0,35
0,20
4
0,03
0,02
0,03
0,03
6
11
0,90
0,15
0,30
0,30
4
0,02
0,02
0,04
0,05
6
12
0,80
0,15
0,30
0,20
4
0,03
0,02
0,03
0,04
6
13
0,90
0,20
0,30
0,30
4
0,04
0,02
0,03
0,05
6
14
0,80
0,20
0,30
0,20
4
0,04
0,02
0,03
0,04
6
15
0,85
0,20
0,30
0,20
4
0,04
0,02
0,03
0,04
6
16
0,80
0,15
0,25
0,20
4
0,03
0,02
0,03
0,04
6
17
0,80
0,15
0,25
0,15
4
0,03
0,02
0,03
0,03
6
18
0,70
0,15
0,20
0,20
4
0,04
0,02
0,03
0,04
6
19
0,80
0,20
0,25
0,20
4
0,04
0,02
0,03
0,04
6
4
6
20
0,60
0,15
0,20
0,15
SELANG
0,60 1,10
0,15 0,25
0,20 0,40
0,15 0,30
RATAAN
0,865
0,193
0,288
0,218
4
0,04
0,02
0,03
0,04
0,02 0,05
0,02 0,04
0,03 0,08
0,03 0,10
0,039
0,022
0,039
0,051
6
Keterangan bentuk:
1
2
3
4
5
6
Bentuk
7
Lampiran 2. Ukuran Bud Pinus caribaea 1. Bunga Betina P. caribaea Sebelum Dikupas Ulangan
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
1
0,90
0,25
0,50
2
0,90
0,20
3
1,00
0,25
4
0,90
5
Setelah Dikupas Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,30
1
0,10
0,07
0,10
0,15
5
0,50
0,30
1
0,15
0,05
0,08
0,10
5
0,40
0,30
3
0,15
0,06
0,08
0,12
5
0,25
0,50
0,25
3
0,08
0,04
0,08
0,10
5
0,80
0,30
0,50
0,30
3
0,14
0,02
0,08
0,12
5
6
0,70
0,30
0,45
0,30
1
0,10
0,03
0,04
0,08
5
7
1,00
0,20
0,40
0,40
2
0,20
0,04
0,08
0,12
5
8
0,80
0,25
0,50
0,30
3
0,13
0,03
0,06
0,13
5
9
1,10
0,20
0,40
0,20
2
0,20
0,03
0,15
0,12
5
10
0,80
0,25
0,40
0,20
3
0,07
0,05
0,07
0,10
5
11
1,00
0,20
0,45
0,30
3
0,10
0,05
0,08
0,15
5
12
0,80
0,25
0,50
0,20
3
0,13
0,06
0,08
0,15
5
13
1,00
0,30
0,45
0,30
3
0,12
0,08
0,12
0,15
5
14
1,30
0,30
0,40
0,40
3
0,20
0,10
0,15
0,15
5
15
1,20
0,20
0,40
0,20
2
0,20
0,10
0,12
0,10
5
16
1,20
0,20
0,35
0,30
2
0,20
0,05
0,12
0,14
5
17
1,20
0,20
0,45
0,30
2
0,12
0,05
0,10
0,12
5
18
1,30
0,15
0,40
0,25
2
0,20
0,10
0,12
0,15
5
19
1,30
0,20
0,35
0,30
2
0,20
0,05
0,12
0,14
5
20
1,20
0,25
0,45
0,40
3
0,17
0,05
0,12
0,13
5
SELANG
0,70 1,30
0,15 0,30
0,35 0,50
0,20 0,40
0,07 0,20
0,02 0,10
0,04 0,15
0,08 0,15
RATAAN
1,020
0,235
0,438
0,290
0,148
0,056
0,098
0,126
1,2, dan 3
Bentuk
5
2. Bunga Jantan P. caribaea Sebelum Dikupas Ulangan
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
1
0,80
0,20
0,30
2
0,80
0,20
0,40
3
0,70
0,20
4
0,90
5
Setelah Dikupas Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,20
2
0,40
0,20
0,25
0,20
7
0,30
2
0,38
0,10
0,23
0,20
7
0,40
0,20
1
0,30
0,10
0,15
0,15
7
0,25
0,40
0,30
2
0,40
0,15
0,25
0,30
7
0,70
0,20
0,40
0,30
2
0,40
0,10
0,25
0,20
7
6
0,80
0,20
0,40
0,30
1
0,45
0,12
0,30
0,25
7
7
0,70
0,25
0,30
0,20
3
0,50
0,20
0,25
0,20
7
8
0,70
0,20
0,40
0,20
2
0,40
0,13
0,25
0,20
7
9
0,80
0,25
0,40
0,30
2
0,40
0,10
0,20
0,18
7
10
0,80
0,25
0,40
0,20
2
0,42
0,20
0,26
0,25
7
11
0,80
0,25
0,35
0,30
2
0,50
0,25
0,30
0,25
7
12
0,80
0,20
0,40
0,25
2
0,30
0,18
0,20
0,20
7
13
0,90
0,20
0,35
0,20
2
0,33
0,20
0,25
0,20
7
14
0,90
0,20
0,30
0,30
2
0,30
0,10
0,18
0,15
7
15
0,90
0,25
0,35
0,30
1
0,36
0,10
0,20
0,18
7
Bentuk
Lampiran 2. (Lanjutan) Sebelum Dikupas Ulangan
Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
16
0,80
0,20
0,30
17
0,80
0,20
0,30
18
0,85
0,20
19
0,90
0,25
20
0,80
Setelah Dikupas Lebar (cm)
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
0,30
1
0,35
0,12
0,20
0,18
7
0,30
1
0,30
0,15
0,20
0,15
7
0,35
0,20
1
0,40
0,15
0,20
0,18
7
0,30
0,20
1
0,32
0,08
0,20
0,18
7
0,25
0,30
0,20
2
0,40
0,10
0,20
0,17
7
SELANG
0,70 0,90
0,20 0,25
0,30 0,40
0,20 0,30
0,30 0,50
0,08 0,25
0,15 0,30
0,15 0,30
RATAAN
0,808
0,220
0,355
0,253
1 dan 2
0,381
0,142
0,226
0,199
Bentuk
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
Bentuk
7
3. Cabang P. caribaea Sebelum Dikupas Ulangan
Lebar (cm)
Setelah Dikupas Lebar (cm)
Panjang (cm)
Atas
Tengah
Bawah
1
1,30
0,35
0,50
0,35
4
0,04
0,03
0,05
0,10
6
2
1,35
0,30
0,50
0,40
4
0,03
0,01
0,02
0,03
6
3
1,20
0,30
0,50
0,40
4
0,02
0,01
0,02
0,02
6
4
1,20
0,25
0,40
0,35
4
0,05
0,02
0,03
0,06
6
5
1,30
0,30
0,50
0,35
3
0,03
0,01
0,02
0,03
6
6
1,20
0,30
0,40
0,30
3
0,07
0,02
0,04
0,07
6
7
1,10
0,30
0,40
0,40
4
0,05
0,02
0,04
0,06
6
8
1,10
0,25
0,50
0,25
4
0,04
0,01
0,03
0,05
6
9
1,30
0,30
0,50
0,40
3
0,05
0,02
0,04
0,05
6
10
0,80
0,20
0,35
0,20
3
0,02
0,01
0,02
0,03
6
11
0,70
0,25
0,30
0,25
4
0,03
0,01
0,02
0,03
6
12
1,00
0,35
0,40
0,35
4
0,02
0,02
0,02
0,03
6
13
1,25
0,35
0,50
0,30
4
0,05
0,02
0,05
0,06
6
14
1,10
0,30
0,50
0,40
4
0,03
0,02
0,03
0,04
6
15
1,20
0,30
0,50
0,30
4
0,05
0,02
0,06
0,07
6
16
0,95
0,30
0,45
0,30
3
0,03
0,02
0,02
0,03
6
17
1,40
0,40
0,50
0,40
4
0,03
0,02
0,03
0,03
6
18
1,40
0,30
0,50
0,40
4
0,03
0,02
0,03
0,04
6
19
1,00
0,20
0,45
0,30
3
0,04
0,02
0,03
0,05
6
20
1,30
0,30
0,50
0,30
4
0,04
0,02
0,03
0,04
6
SELANG
0,70 1,40
0,20 0,40
0,30 0,50
0,20 0,40
0,02 0,07
0,01 0,03
0,02 0,06
0,02 0,10
RATAAN
1,158
0,295
0,458
0,335
0,038
0,017
0,031
0,046
3 dan 4
Bentuk
6
Keteranagn Bentuk:
1
2
3
4
5
6
7
Lampiran 3. Jumlah Bunga Betina Hasil Aplikasi GA4/7 pada P. merkusii di KBS Cijambu dengan Dosis 40 mg GA4/7/0,6 ml ethanol (3 lubang/pohon) Waktu Aplikasi
N
Kontrol
5 5 5 5 5
Jumlah
17 Februari 2005
5 5 5 5 5
Jumlah
24 Februari 2005
5 5 5 5 5
Jumlah
3 Maret 2005
5 5 5 5 5
Jumlah
10 Maret 2005
Jumlah
5 5 5 5 5
I 0 0 0 0 * 0 6 5 1 0 61 73 9 4 0 1 * 14 5 1 4 * * 10 6 3 1 3 * 13
Famili II 1 0 2 4 * 7 2 0 2 0 0 4 0 0 0 2 * 2 3 0 1 1 0 5 0 0 0 0 0 0
III 1 0 0 0 0 1 81 0 0 3 0 84 1 0 0 4 * 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 4. Jumlah Bunga Hasil Aplikasi GA4/7 pada P. merkusii di Clonal Garden Sempolan 20 mg GA4/7/0,6 ml ethanol (1 lubang/pohon) Waktu Aplikasi
Kontrol
Jumlah
24 Februari 2005
Jumlah
3 Maret 2005
Jumlah
10 Maret 2005
Jumlah
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Bunga Betina 7 9 4 2 6 14 11 10 6 12 81 11 14 11 5 13 9 30 10 5 2 110 20 17 14 13 20 7 13 9 2 28 143 15 19 13 13 8 4 6 12 9 27 126
Jantan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 1 6 0 1 18 6 37 0 4 3 1 0 0 4 1 0 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 4. (lanjutan) Waktu Aplikasi
17 Maret 2005
Jumlah
N 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
Bunga Betina 7 2 2 6 19 10 18 5 9 0 78
Jantan 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 3
Lampiran 5. Jumlah Bunga Hasil Aplikasi GA4/7 pada P. caribaea Waktu Aplikasi
Kontrol
Jumlah
24 Februari 2005
Jumlah
3 Maret 2005
Jumlah
10 Maret 2005
Jumlah
17 Maret 2005
Jumlah
N 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50 10 10 10 10 10 50
Bunga Betina 10 1 13 5 11 40 27 39 28 40 20 154 12 12 44 86 46 200 35 4 10 60 12 121 27 33 35 43 58 196
Jantan 27 272 54 22 0 375 32 0 23 0 109 164 1 2 0 0 22 25 16 157 217 14 18 422 74 37 0 0 0 111
Lampiran 6. Persentase Hidup dan Mati Strobilus Betina pada P. merkusii Setelah Aplikasi Penyerbukan Cair L
F
N
F1
2
L1 F2
2
F1
2
F2
2
L2
L0
2
Jumlah Seed Cone Sebelum Setelah Penyerbukan Penyerbukan Cair Cair 4 3
mati 1
Persentase Sebelum Setelah Penyerbukan Penyerbukan Cair Cair 100 75,00
mati 25.00
2
2
0
100
100,00
0.00
1
1
0
100
100,00
0.00
4
3
1
100
75,00
25.00
13
9
4
100
69,23
30.77
5
5
0
100
100,00
0.00
16
12
4
100
75,00
25.00
7
4
3
100
57,14
42.86
1
1
0
100
100,00
0,00
2
1
1
100
50,00
50,00
Ket : L : Larutan aditif , F : Frekuensi Penyemprotan, L0 : Kontrol
Lampiran 7. Peta Lokasi Aplikasi GA4/7 dan Liquid Pollination di Clonal Garden P. merkusii Sempolan Keterangan : L1F2U1 x x L1F1U1 x
M1m5 x
x
x
x
x
x M3m2
K10
x
x
x
x
L2F1U1
x
K6
x
M1D2
M4m7
x M4m4
M2m3
x
M1m1
L2F1U2
M4m6
x
x
M2m9
L0U2
M1m3
L0U1
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x M3m10
x
M4m9
K4
x Frekuensi II Pollen
x
Kontrol Pollen L2F2U1
K9
M2m10
M2D1
x
M3m4
M3m3
K8
x
x
x M1m4
K1
x
x
x
x
M1m9
M3m7
x
x
x
M1m2
x
x
x x
x
x
M3m6
x
M4m10
K5
x
x
x
x
x
K3
M2D2
x L1F1U2
M3m8 x
M3m1
x
x
: Minggu ke-i : Kode P. merkusii ke-i : Kontrol GA4/7 ke-i : Kode P. caribaea : Kontrol Pollen : Frekuensi aplikasi ke-i : Ulangan ke-i
M3D2 x x
M4m2
x
Mi mi Ki Ci L0 Fi Ui
x
x
M1m6
M3m5
M1m10 x
53
x x M1m7
x
x
x
M2m1
x
M1D1
x
K2
x
x
x
x
x
M2m7 x
M4D2
M4D1 M4m1
M2m6
M4m3
x
M2m4
x
M2m2
M3D1 x
x
M2m8
x
M1m8 x
Kontrol GA4/7
M4m8
K7
M3m9
x
10 Maret 17 Maret
x x
3 Maret
M4m5
x
x
M2m5
x L2F2U2
x
x
x
24 Februari x
x
x
L1F2U2
x
Lampiran 8. Peta Lokasi Aplikasi GA4/7 Tanaman P. caribaea Sempolan M1C5 M1C4 M1C3 M1C2 M1C1 M3C5 M3C4 ***** M3C3 M3C2 M3C1 KC5 KC4 KC3 KC2 KC1 *** Jalan setapak Bersambung ke bawah
Lanjutan….. * M4C5 M4C4 * M4C3 M4C2 M4C1 M2C5 M2C4 M2C3 M2C2 M2C1 Keterangan :
Jalan setapak
24 Februari 3 Maret 10 Maret 17 Maret Kontrol
* P. merkusii
54
Lampiran 9. Peta Lokasi Aplikasi GA4/7 di KBS P. Merkusii Cijambu Basecamp BG 14 1.1.12
I Famili
Border Border Border
M4m4 M4m3 M4m2 M4m1
BG 11 1.1.144
Jalan Famili II BG 6 1.1.13
Famili III BG 5 1.1.146
Border Border Border Border Border
Border Border Border Border Border
Km1 Km2 Km3 Km4
M1D120
M1m4 M1m3
M2D120 M3D120
M1m2 M1m1
M3m1 M3m2 M3m3
M1m4 M1m3
M3m4
M1m2 M1m1
M1m5 M1m4 M1m3 M1m2 M1m1
M3m1 M3m2 M3m3
M4m1 M4m2 M4m3 M4m4 M4m5
Km4 Km3 Km2
M2m1 M2m2 M2m3 M2m4
Km5 Km4 Km3 Km2 Km1
M2m4 M2m3 M2m2 M2m1
M1D120 M2D120 M3D120 M4D120
Border Border Border Border Border
M2m1 M2m2 M2m3 M2m4
M3m5 M3m4 M3m3 M3m2 M3m1
Border Border Border Border Border
Km1
M4m1 M4m2 M4m3 M4m4 M4m5
Border Border Border Border Border
PTK 7b PU I
BG 7 PU 1.1.115
BG 4 1.1.113
Keterangan : 24 Februari
3 Maret
10 Maret
Kontrol
Double dosis 120 mg
55
17 Februari