III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Green House PT. Holcim Indonesia Tbk Cibinong. Analisis kimia tanah dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah &
Sumberdaya Lahan, Faperta IPB.
Analisis jaringan tanaman dilakukan di
Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.
Analisis
mikoriza dan rhizobium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Gunung Batu Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Juli 2007 sampai Mei 2008. 3.2. Bahan dan Alat Bahan: Pasir steril, Tanah bekas tambang semen (tailing) yang telah di autoclave, zeolit, benih tanaman E. cyclocarpum, P. falcataria, C. calothyrsus, dan L. leucocephala, Pureria javanica, inokulan FMA, inokulan rhizobium, sodium hipoklorit 5%, aluminium foil, kertas label, tissu gulung, agar, manitol, K2HPO4, yeast exstract, MgSO4. 7H2O. H2SO4, NaOH, alkohol 70%, KOH 10%, H2O2 alkalin, HCL 1% dan 0,05% tripan blue. Alat penelitian : Bak perkecambahan, gembor, ayakan tanah, autoclave, timbangan analitik, skapel, stirer, gelas ukur, beaker glass, pH Meter, corong, volume pipet, botol vial, pensil, pipet, Erlenmeyer, ose, cawan petri, laminar air flow, inkubator, shaker, suntikan 5 ml, polybag, spidol permanen, penggaris, jangka sorong, pisau, cangkul, sekop, gunting, tabung reaksi, objek glass, cover glass, oven, kamera, dan mikroskop binokuler.
15
3.3. Metode penelitian 3.3.1. Rancangan penelitian Rancangan yang digunakan RAK Faktorial. Penelitian ini terdiri dari 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah jenis BFN (rhizobium) (B) terdiri dari 3 taraf, yaitu: B0 = Kontrol B1 = Shinorhizobium sp ( S8.4) B2 = Rhizobium sp ( S10.3.1 ) Faktor kedua adalah perlakuan inokulan mikoriza terdiri dari 3 taraf, yaitu: M0 = Kontrol M1 = Glomus sp M2 = Gigaspora sp Dari kedua faktor tersebut didapat 9 kombinasi perlakuan, dengan jumlah ulangan 10 kali sehingga didapat 90 unit percobaan untuk setiap jenis tanaman. Dengan 4 jenis tanaman yang digunakan maka total pengamatan semuanya adalah 360 pengamatan. 3.3.2. Prosedur penelitian 3.3.2.1. Persiapan media perkecambahan Media perkecambahan menggunakan pasir sungai yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 ºC; tekanan 1 atm selama 30 menit. Media didinginkan dan ditempatkan pada bak perkecambahan. 3.3.2.2. Perkecambahan Benih yang digunakan direndam dalam Sodium hipoklorit 5% selama 5 menit. Benih yang terapung dibuang, dan dicuci dengan air steril sampai bersih. Kemudian disemai di atas bak perkecambahan dan ditutup kembali dengan media.
Waktu perkecambahan dilakukan selama 2 minggu, dan penyiraman
dilakukan dengan melihat kondisi media. 3.3.2.3. Persiapan media tanam Media yang digunakan adalah tanah yang diperoleh disekitar lokasi pasca penambangan semen PT. Holcim Indonesia Tbk Cibinong, yang diambil sampai kedalaman 20 cm. Tanah dimasukkan ke dalam karung, diayak dan sisterilisasi
16
di dalam autoclave pada suhu 121 ºC dengan tekanan 1 atm selama 30 menit kemudian didiamkan sampai dingin. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam polybag ukuran 10 x 15 cm. 3.3.2.4. Perbanyakan rhizobium Isolat
diperoleh
dari
Lab.
Mikrobiologi
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor.
Pusat
Penelitian
dan
Isolat diisolasi dari
perakaran tegakan P. falcataria pada lahan pasca tambang batu bara PT. Bukit Asam. Isolat rhizobium diperbanyak pada media Yeast Manitol Agar (YMA), kemudian disimpan dalam inkubator selama 1 minggu. Inokulan rhizobium hasil perbanyakan pada media YMA diisolasikan pada media Nutrient Broth (NB), kemudian ditumbuhkan di atas shaker selama 3 hari dengan kecepatan 100 rpm. Setelah itu disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm sehingga air dan pellet cell terpisah. Pellet cell bakteri yang diperoleh ditambahkan larutan 0,7% NaCl, selanjutnya disentrifuse.
Hal ini
diulang sebanyak 2 kali dengan waktu dan kecepatan yang sama. Setelah selesai, larutan NaCl dibuang, kemudian ditambahakan air steril serta 0,8% gell gum. Dan inokulan rhizobium siap digunakan. Rata - rata CFU (coloni forming unit) dari jenis Rhizobium sp adalah 3,12 x 10 11/ml. Sedangkan rata - rata CFU dari Shinorhizobium sp adalah 2,23 x 10 11/ml. 3.3.2.5. Persiapan inokulan mikoriza Inokulan FMA diperoleh dari hasil pot kultur yang sudah terdapat di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Pot kultur adalah media steril dimana fungi mikoriza hasil isolasi dari tegakan P. falcataria dan Acacia auriculiformis yang terdapat di Musi Hutan Persada (Palembang) diinokulasikan pada tanaman inang P. javanica dengan media zeolit. Tanaman dipelihara selama 3 bulan kemudian seluruh pot dipanen dengan memotong bagian atas tanaman. Sebelum dipanen, dilakukan stressing selama 1 minggu. Akar dipisahkan dari zeolit dan dipotong - potong kemudian dicampur kembali dengan zeolit sampai homogen. Inokulan mikoriza siap digunakan.
17
3.3.2.6. Inokulasi mikoriza dan rhizobium Kecambah E.
cyclocarpum,
P.
falcataria,
C.
calothyrsus, dan
L. leucocephala yang homogen dan sehat dipilih sebagai tanaman uji. Akarnya kemudian dicuci sampai bersih, dan terakhir dicuci lagi dengan air steril. Kemudian akar tanaman direndam dalam media yang berisi inokulan rhizobium selama 30 menit. Teknik inokulasi mikoriza dilakukan dengan memasukan 2 g inokulan (rata - rata spora Glomus sp 2,74 spora/g dan spora Gigaspora sp 2,97 spora/g) kedalam lubang tanam bersamaan dengan inokulan rhizobium sebanyak 1 ml dengan cara menyuntikan pada akar dan sekitar lubang tanam. Kemudian lubang tanam ditutup dan posisi tanaman harus tegak. 3.3.2.7. Penanaman dan pemeliharaan Tanaman ditanam selama 4 bulan setelah inokulasi. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman pada pagi atau sore hari sesuai dengan kondisi media tumbuh, bila kondisi lembab tidak perlu dilakukan penyiraman. Pembersihan dari gulma dan hama bila perlu. Tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun dihitung setiap dua minggu sekali. 3.4. Teknik pengumpulan data 3.4.1. Variabel utama 1. Tinggi semai (cm) Diukur dari bagian pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi dari semai, pengukuran dilakukan dua minggu sekali selama empat bulan. 2. Diameter semai (cm) Data diameter semai didapatkan dengan mengukur diameter semai jarak 1 cm dari leher akar dengan menggunakan kaliper. Data diameter semai diukur dua minggu sekali selama empat bulan. 3. Pertambahan jumlah helai daun Data jumlah daun diambil dengan melakukan perhitungan secara langsung pada masing - masing tanaman dalam selang waktu dua minggu sekali selama empat bulan, jumlah daun awal dihitung pada saat semai disapih ke dalam polybag.
18
4. Kualitas bibit Indek Mutu Bibit (Q) = BK Tajuk (g) Tinggi (cm)
+
BK Akar (g)
+
BK Tajuk (g)
Diameter (mm)
BK Akar (g)
Keterngan: BK = Berat kering Kriteria yang digunakan adalah anakan dengan nilai Q kurang dari 0,09 kurang baik untuk bisa bertahan hidup pada kondisi lapang. Untuk yang lebih dari 0,09 anakan bisa bertahan hidup dengan baik di lapangan (Bickelhaupt 1980). 5. Berat segar tajuk dan berat segar akar (g) Pada saat pemanenan bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan, caranya dengan memotong antara pangkal batang dan bagian akar, kemudian dilakukan penimbangan bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan timbangan analitik. 6. Berat kering total tanaman (g) Bagian tajuk dan akar tanaman dipisahkan dan dikeringkan dalam oven selama 48 jam pada suhu 70 ºC (Salisbury dan Ross 1995). Setelah kering, kemudian dilakukan penimbangan bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan timbangan analitik. 7. Jumlah bintil akar/ nodul dan jumlah nodul efektif Nodul diukur pada saat pemanenan dengan menghitung jumlah nodul pada setiap tanaman, Sedangkan jumlah nodul efektif dihitung pada setiap tanaman ketika panen dengan caranya memotong nodul pada posisi melintang, kriteria nodul efektif terlihat apabila pada saat nodul dibelah nodul berwarna kemerah - merahan. 8. Analisa serapan hara tanaman Analisa serapan hara tanaman meliputi serapan nitrogen, karbon dan fosfor yang dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar Litbang
Sumberdaya
Lahan
Pengembangan Pertanian Bogor.
Pertanian,
Badan
Penelitian
dan
Analisis nitrogen dilakukan dengan
metode Kjeldahl dan analisis fosfor dilakukan dengan metode pengabuan kering. Setelah diperoleh N dan P pada setiap tanaman maka serapan hara
19
tanaman dihitung dengan mengalikan berat kering tanaman terhadap kadar haranya (Harjono dan Warsito 1992). 9. Persentase kolonisasi mikoriza Untuk melihat persentase kolonisasi mikoriza, dapat dihitung dengan menggunakan Metode Slide, yaitu potongan akar yang telah diwarnai diambil secara acak kemudian disusun di atas objek glass sebanyak 10 potong. Persentase kolonisasi dihitung berdasarkan rumus: % Kolonisasi =
Jumlah potongan akar yang terinfeksi
X 100%
Jumlah seluruh potongan akar yang diamati 3.4.2. Nilai ketergantungan mikoriza relatif (RMD) Berdasarkan berat kering dihitung tingkat ketergantungan atau relative mycorrhizal dependency (RMD). Tingkat ketergantungan ini di hitung menurut prosedur yang disajikan oleh Plenchette, Fortin dan Furlin (1983) yang telah digunakan oleh Habte dan Byappanahalli (1994) pada tanaman Manihot esculanta diacu dalam Abdurrani (2003). Crantz, Declerck, Plenchette dan Strullu (1995) pada tanaman pisang, Ba et al. (2000) diacu dalam Abdurrani (2003) pada berbagai jenis tanaman buah - buahan, serta Abdurrani (2003) pada ramin. Prosedur perhitungannya sebagai berikut: RMD = BK Tanaman Bermikoriza – BK Tanaman Tanpa Bermikoriza x 100% BK Tanaman Bermikoriza Keterangan: BK = Berat kering (g) Peringkat RMD dikemukakan oleh Habte dan Manajunath (1991), Habte dan Byappanahalli (1994) dan Ba et al. 2000 diacu dalam Abdurrani (2003) terdiri dari : very highly dependent (RMD > 75%), highly dependent (RMD 50% 75%), moderatelly dependent (RMD 25% - 50%) dan marginally dependent (RMD 0 -25%). Respon tanaman terhadap mikoriza ditentukan berdasarkan percent growth respon (PGR) menurut Hetrik dan Wilson (1993) sebagai berikiut: PGR = BK Tanaman Terinokulasi – BK Tanaman Tidak Terinokulasi x 100% BK Tanaman Tidak Terinokulasi
20
Ketergantungan tanaman bermikoriza terhadap fosfor atau dependency of P uptake (DPU) oleh Tawaraya, Tokarin dan Wagatsuma (2001) ditentukan dengan rumus sebagai berikut: DPU = Kandungan P Tan Bermikoriza – K. P Tan Tidak Bermikoriza x 100% Kandungan P Tanaman Bermikoriza 3.4.3. Variabel penunjang Untuk melengkapi data - data dari faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dilakukan juga pengukuran temperatur, kelembaban udara, dan analisis tanah akhir. Pengukuran dilakukan 3 kali sehari (pagi, siang, sore) setiap pengamatan. 3.5. Analisis data Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan terhadap variabel yang diukur digunakan analisis sidik ragam dengan menggunakan software SPSS versi 10.01. Untuk membedakan rerata pengaruh antar perlakuan atau antar kombinasi perlakuan digunakan uji lanjutan
pada taraf 5% yaitu
dengan menggunakan metode Duncans New Multiple Range test (Gomesz dan Gomez 1994). Sedangkan untuk mengetahui Hubungan persentase kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan E. cyclocarpum, L. leucocephala, P. falcataria dan C. calothyrsus dilakukan uji korelasi Pearson pada taraf 1%. Adapun penentuan tingkat keeratan korelasi ditentukan dengan kriteria nilai r, yaitu: Tabel 1 Nilai koefisien korelasi Pearson untuk menentukan tingkat keeratan hubungan parameter yang diukur Nilai koefisien korelasi (r) 0 – 0.19
Kriteria hubungan : Sangat Lemah
0.2 – 0.39
: Lemah
0.4 – 0.69
: Sedang
0.7 – 0.89
: Kuat
0.9 – 1
: Sangat Kuat