III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI, Jalan
Percetakan
Negara No. 23
Jakarta.
33..2 ALAT DAN BAHAN 3.2 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat KCKT yang terdiri dari pompa (Shimadzu, Jepang), detektor ultraviolet (Shimadzu, Jepang), detektor fluoresens (Shimadzu, Jepang), auto sampler (Shimadzu, Jepang), kolom C18 dengan panjang 250 mm, diameter 4,6 mm ukuran partikel 5,0 µm (Waters Xbridge, USA dan Shimadzu Shim-pack, Jepang), penyaring 0,2 µm (Millipore), penyaring 0,45 µm (Millipore), ultrasonik (Branson, USA), seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu, Jepang), timbangan analitik (Precisa, Switzerland) dan peralatan gelas. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut (fase gerak) berderajat KCKT yaitu metanol (Merck, Jerman), asetonitril (JT Beaker, USA) dan air demineral. Pereaksi dan pelarut organik berkualitas pro analis: butil hidroksi toluena (Merck, Jerman), n-pentana (Merck, Jerman), 2-propanol (Merck, Jerman), tetra-n-butil ammonium hidroksida 0,1 M dalam 2-propanol (Merck, Jerman). Bahan baku pembanding yaitu: vitamin A palmitat 1700000 IU/g (BASF, Jerman), butil hidroksi anisol (BPFI, Indonesia), butil hidroksi toluena (BPFI, Indonesia), propil galat (BPFI, Indonesia), tersier butil hidro kinon (BPFI, Indonesia), vitamin D (BASF, Jerman), vitamin E (BASF, Jerman), beta karoten (BASF, Jerman), sampel minyak goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A dan beberapa merek minyak goreng sawit yang mengandung vitamin A.
28
METODE PENELITIAN 3.3 M E Penelitian ini merupakan percobaan laboratorium yang terdiri dari (3) tiga tahap. Penelitian tahap I merupakan penelitian pemilihan kondisi optimum (komposisi fase gerak, laju alir dan detektor) yang akan digunakan opt dalam penetapan kadar vitamin A menggunakan KCKT. Parameter yang dal dievaluasi meliputi: bentuk kromatogram, waktu retensi (Rt), resolusi (Rs), die jumlah jju um lempeng teoritis (N) dan tailing faktor (Tf). Penelitian tahap II merupakan validasi metode analisis penetapan kadar kka ad vitamin A menggunakan KCKT. Parameter validasi yang akan dilakukan adalah: kurva baku dan linieritas, presisi, akurasi, selektivitas, ddi ila l robustness, batas deteksi dan batas kuantisasi metode. rro ob Penelitian tahap III merupakan uji coba metode analisis yang telah dikembangkan dan telah divalidasi untuk analisis vitamin A dalam minyak ddi ik goreng sawit yang beredar di pasaran. Parameter yang diuji adalah pengaggo or matan ma m a kromatogram dan penetapan kadar vitamin A.
3.3.1 33. .3 Penetapan Aktivitas Baku Vitamin A .3 Aktivitas baku vitamin A ditetapkan sesuai metode Farmakope Inggris (2009), yaitu dengan cara menimbang dengan saksama sejumlah baku vitamin A palmitat, dilarutkan dengan n-pentana dan diencerkan dengan 2-propanol hingga konsentrasinya 10 -15 IU/mL. Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (326 nm), aktivitas baku vitamin A dalam satuan unit internasional (IU) per gram dihitung dengan rumus:
= absorbansi pada panjang gelombang 326 nm = total volume pengenceran untuk mendapatkan kadar 10-15 IU/mL 1900 = faktor untuk mengkonversi absorbansi spesifik ester retinol menjadi menjadi IU per gram m = bobot substansi yang di uji (dalam gram).
A26
V
29
3.3.2 Penetapan kondisi optimum KCKT Larutan baku vitamin A yang akan disuntikkan ke dalam sistem KCKT disiapkan sesuai metode Farmakope Inggris (2009). Metode ini digunakan untuk penetapan kadar vitamin A dalam bentuk baku atau konsentrat vitamin A, sehingga untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit oleh peneliti dilakukan modifiasi, yaitu penambahan matriks minyak goreng sawit, perubahan konsentrasi baku yang digunakan dan pada proses penyiapan sampel tanpa pemanasan larutan uji. Larutan dianalisis menggunakan KCKT dengan berbagai kondisi percobaan seperti pada Tabel 6 dan analisis untuk setiap kondisi percobaan dilakukan masing-masing dengan 3 kali penguangan. Kromatogram yang dihasilkan dievaluasi dengan cara mencatat atau menghitung: waktu retensi (Rt), resolusi (Rs), jumlah lempeng teoritis (N) dan faktor ikutan atau tailing faktor (Tf) untuk masingmasing hasil pada berbagai kondisi percobaan. Kondisi percobaan memenuhi kriteria apabila: waktu retensi (Rt) < 15 menit; resolusi (Rs) > 1,5; jumlah lempeng teoritis (N) > 3000 dan faktor ikutan atau tailing faktor (Tf) mendekati 1. Untuk mempermudah dalam mengambil keputusan pada pemilihan kondisi optimum, maka setiap parameter kromatogram diberi nilai skor antara 1 - 3. Penentuan nilai skor untuk penilaian kromatogram dapat dilihat pada Tabel 7. Dari hasil tersebut kemudian ditentukan jumlah skor tertinggi yang merupakan kondisi optimum dan selanjutnya digunakan pada penelitian selanjutnya.
30
Tabel 6. Kondisi parameter KCKT untuk optimasi metode Kondisi Parameter Tetap Parameter Berubah 1 Kolom C 18; fase gerak metanol; detektor UV 325 nm Laju alir: 0,6; 0,8 dan 1,0 mL/menit 2 Kolom C 18; fase gerak metanol; detektor fluoresens panjang Laju alir: 0,6; 0,8 dan 1,0 mL/menit gelombang eksitasi 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 3 Kolom C 18; fase gerak metanol dan air; laju alir 1,5 mL/menit; Perbanding komposisi fase gerak metanol detektor UV 325 nm dan air (97,5:2,5; 95:5; 90:10; dan 85:15) 4 Kolom C 18; fase gerak metanol dan air; laju alir 1,5 mL/menit; Perbanding komposisi fase gerak metanol detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan dan air (97,5:2,5; 95:5; 90:10; dan 85:15) panjang gelombang emisi 470 nm. 5 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir 1,0 Perbanding komposisi fase gerak metanol mL/menit; detektor UV 325nm dan air (75:25; 50:50; dan 25:75) 6 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan metanol; laju alir 1,0 Perbanding komposisi fase gerak metanol mL/menit; detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 dan air (75:25; 50:50; dan 25:75) nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. 7 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir 1,5mL/menit; Perbanding komposisi fase gerak asetonitril detektor UV 325 nm dan air (100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25). 8 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir 1,5mL/menit; Perbanding komposisi fase gerak asetonitril detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi 325 nm dan dan air (100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 panjang ge-lombang emisi 470 nm. dan 75:25) 9 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir Perbanding komposisi fase gerak asetonitril 1,75mL/menit; detektor UV 325 nm dan air (100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 dan 75:25) 10 Kolom C 18; fase gerak asetonitril dan air; laju alir Perbanding komposisi fase gerak asetonitril 1,75mL/menit; detektor fluoresens panjang gelombang eksitasi dan air (100:0; 95:5; 90:10; 85:15; 80:20 325 nm dan panjang gelombang emisi 470 nm. dan 75:25)
31
1 2 3
Skor
Rt > 10 dan < 15
Rs > 1,5 dan < 2,5
Tabel 7. Penentuan skor untuk penilaian kromatogram N GDQ GDQ
Pengamatan Tf DWDX > 0,75 atau < 1,25
32
33
3.3.3 Uji kesesuaian sistem (UKS) 3.3 Uji kesesuaian sistem dilakukan sesuai metode Farmakope Indonesia (1995) dengan cara menyuntikkan salah satu larutan baku seri ke dalam sistem KCKT minimal 5 kali pengulangan. Kondisi KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi, kemudian dihitung % RSD dari waktu retensi dan luas area dari vitamin A. SD dan RSD dihitung dengan menggunakan rumus:
UKS diterima bila memenuhi kriteria apabila % RSD dari waktu retensi dan luas area dari vitamin A kurang atau sama dengan 1.
3.3.4 33. .3 .3
Pembuatan kurva baku dan uji linieritas Untuk pembuatan kurva baku dan uji linieritas, sebelumnya dibuat larutan baku seri vitamin A dengan konsentrasi 0,5– 4 IU/mL. Larutan baku dibuat dengan cara menimbang dan memasukkan 2,5 g minyak goreng sawit yang tidak mengandung vitamin A dan 2,5 mL n-pentana ke dalam labu takar berwarna coklat 25 mL lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut, kemudian ditambahkan baku vitamin A dengan cara memipet 0,5–7,0 mL larutan baku vitamin A 50 IU/mL dan dimasukkan ke dalamnya. Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan larutan uji pada penetapan kondisi optimum KCKT. Larutan baku seri disuntikan ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi dan masing-masing larutan baku seri disuntikan dengan 3 kali pengulangan, kemudian dibuat kurva antara konsentrasi analit yang berbeda-beda (x) terhadap respon instrumen atau luas area (y) dan dikaji secara visual, apakah linier atau tidak. Selanjutnya ditetapkan kurva linier: y = bx + a, dimana a adalah intersept (perpotongan dengan garis dengan sumbu y) dan b adalah slope (kemiringan garis regresi), kelinieran kurva ditentukan dengan cara menghitung koefesien korelasi (r) dan standar deviasi relatif regresi linier (Vxo). Linieritas
34
dditerima apabila nilai r > 0,995 dan Vxo . Untuk menentukan nilai a, bb, r dan Vxo digunakan rumus sebagai berikut:
Selanjutnya dibuat kurva konsentrasi versus faktor respon detektor ddan kurva konsentrasi versus residual. Faktor respon detektor dihitung ddengan menggunakan rumus:
Residual dihitung menggunakan rumus: R Residual = (Y^ - Y) Y^ = Luas area vitamin A secara teoritis (dari persamaan garis regresi). Y Y
= Luas area vitamin A yang diamati. Masing-masing kurva tersebut diamati secara visual, jika terjadi
ppenyebaran titik-titik secara random antara konsentrasi vitamin A dengan respon detektor dan konsentrasi vitamin A dengan residual yang ffaktor a mendekati garis tengah menunjukkan linieritas yang baik. m
35
3.4.5 Uji presisi 3.4 Untuk pembuatan larutan uji presisi, sebelumnya disiapkan terlebih dahulu sampel minyak goreng sawit yang mengandung vitamin A dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda yaitu: kadar rendah 22,5 IU/g, kadar menengah 45 IU/g dan kadar tinggi 67,5 IU/g. Masing-masing sampel tersebut ditimbang dengan saksama sejumlah 2,5 gram, dimasukkan ke dalam labu takar berwarna coklat 25 mL, kemudian ditambahkan 2,5 mL n-pentana, lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut. Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan larutan uji pada penetapan kondisi optimum KCKT. Uji presisi dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT menggunakan prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi. Masing-masing sampel dengan 3 tingkat konsentrasi yang berbeda dianalisis sebanyak 6 kali pengulangan.
Perhitungan
kadar
sampel
dilakukan
menggunakan
persamaan kurva kalibrasi dengan menggunakan rumus:
Kemudian kadar dari masing-masing uji presisi dihitung dan ditentukan nilai rata-ratanya, standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD). Presisi diterima bila memenuhi kriteria: untuk satu penguji (repeatabilitas): % RSD sampel Ҁ[56'+RUZLW]GDQXntuk intralab (intra reprodubilitas): % RSD sampel 56'+RUZLW]56 D Horwitz dihitung menggunakan rumus:
3.4.6 33. .4 Uji akurasi Untuk pembuatan larutan uji akurasi, digunakan sampel minyak goreng sawit yang sama pada uji presisi. Masing-masing sampel minyak goreng tersebut ditimbang dengan saksama sejumlah 1,25 gram, dimasukkan ke dalam labu takar coklat 25 mL, kemudian ditambahkan 2,5 mL n-pentana, lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut. Untuk akurasi pada tingkat kadar rendah ditambahkan baku vitamin A 50 IU/mL
36
ssebanyak 0,6 mL, untuk tingkat kadar menengah 1,2 mL dan untuk akurasi tingkat kadar tinggi ditambahkan 1,8 mL. Selanjutnya dilakukan perlakuan ti yyang sama seperti pada pembuatan larutan larutan uji pada penetapan kkondisi optimum KCKT. Uji akurasi dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur penetapan kadar yang la telah ditentukan dari hasil uji optimasi. Masing-masing sampel dengan 3 te tingkat konsentrasi yang berbeda dianalisis sebanyak 6 kali pengulangan. tti i Berdasarkan luas area yang didapat, dengan menggunakan kurva kalibrasi B bbaku selanjutnya dihitung jumlah total vitamin A, vitamin A dari sampel ddan rekoveri vitamin A. Akurasi metode dinyatakan sebagai % rekoveri yyang dihitung dengan menggunakan rumus:
Akurasi diterima bila memenuhi kriteria: rekoveri yang diperoleh pada A 80–110 % rrentang e
Uji selektivitas (spesifisitas) 3.4.77 U Larutan untuk uji selektivitas dibuat dengan cara menimbang dengan ssaksama sejumlah 2,5 gram sampel minyak goreng sawit yang sama pada uuji presisi (mengandung vitamin A dengan konsentrasi 45 IU/g), kemudian ddimasukkan ke dalam labu takar coklat 25 mL, ditambahkan 2,5 mL nppentana lalu dikocok sehingga minyak goreng sawit larut, ditambahkan 2,5 mL larutan butil hidroksi toluena 0,25 % dalam 2-propanol, 1 mL m ccampuran larutan butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena propil galat, tersier butil hidrokuinon (TBHQ), vitamin D dan ((BHT), B vvitamin E masing-masing 1000 ppm serta beta karoten 100 ppm dalam 2ppropanol dan 10 mL larutan tetra-n-butil amonium hidroksisida 0,1 M ddalam 2-propanol, kemudian larutan diencerkan dengan 2-propanol hingga tera, lalu dikocok hingga homogen. Kemudian larutan disaring ttanda a menggunakan membran filter 0,2 µm dan dilakukan sonifikasi selama 10 m menit. Uji selektivitas (spesifisitas) dilakukan dengan cara menyuntikkan m ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji llarutan la a
37
optimasi. Uji selektivitas (spesifisitas) dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan. Perhitungan kadar dilakukan menggunakan kurva kalibrasi, kadar rata-rata dan SD dari masing-masing uji selektivitas (spesifisitas) dihitung. Dengan menggunakan uji t, dibandingkan kadar rata-rata dan SD yang diperoleh dari uji selektivitas (spesifisitas) dengan kadar rata-rata dan SD yang diperoleh dari perhitungan presisi. Selektivitas (spesifisitas) diterima apabila nilai yang diperoleh dari perhitungan uji t seperti di atas memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna.
3.4.8 Uji robustness 33. .4 Larutan untuk uji selektivitas dibuat dengan cara menimbang dengan saksama sejumlah 2,5 gram sampel minyak goreng sawit yang sama pada uji presisi (mengandung vitamin A dengan konsentrasi 45 IU/g). Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan uji pada presisi. Uji robustness dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi, namun pada metode tersebut dilakukan sedikit perubahan kecil seperti: perubahan penambahan atau pengurangan jumlah pereaksi yang digunakan, perubahan komposisi fase gerak, perubahan laju alir, dan perubahan merek kolom. Pada penelitian ini, uji dilakukan dengan cara melakukan sedikit perubahan pada: 1. Pengurangan jumlah pereaksi n-pentana 2 mL, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 2 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 9,5 mL 2. Penambahan jumlah pereaksi n-pentana 3 mL, larutan antioksidan butil hidroksi toluena 3 mL dan larutan tetra-n-butil amonium hidroksida 10,5 mL 3. Perubahan komposisi fase gerak menjadi asetonitril : air (81:19) dan laju alir 1,74 mL/menit. 4. Perubahan komposisi fase gerak menjadi asetonitri : air (79:21) dan laju alir 1,76 mL/menit.
38
55. Perubahan penggunakan merek kolom yang berbeda: kolom C 18 panjang 250 mm, diameter dalam 4,6 mm dan ukuran partikel 5 Pm (Shimadzu Shim-pack, Jepang). Masing-masing perubahan kondisi pada uji robutsness dilakukan ssebanyak 6 kali pengulangan. Perhitungan kadar dilakukan menggunakan kkurva kalibrasi, kadar rata-rata dan SD dari masing-masing uji dihitung. Dengan menggunakan uji t, dibandingkan kadar rata-rata dan SD yang D ddiperoleh dari uji robustness dengan kadar rata-rata dan SD yang diperoleh ddari perhitungan presisi. Uji robustness diterima apabila nilai yang ddiperoleh dari perhitungan uji t seperti di atas memberikan hasil yang tidak bberbeda bermakna.
Uji batas deteksi dan batas kuantisasi 3.4.99 U Untuk pembuatan larutan untuk penentuan uji batas deteksi dan batas kkuantisasi, sebelumnya disiapkan terlebih dahulu sampel minyak goreng ssawit yang mengandung vitamin A dengan 7 tingkat konsentrasi yang bberbeda yaitu: kadar 0,5 IU/g, 0,625 IU/g, 1 IU/g, 1,25 IU/g, 2,5 IU/g, 5 IU/g dan 10 IU/g. Penyiapan larutan uji dilakukan dengan cara dilakukan IIU pperlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan uji pada presisi. Uji ppenentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ) dilakukan ddengan cara menyuntikkan larutan uji ke dalam sistem KCKT sesuai pprosedur yang telah dipilih pada uji optimasi. Kromatogram yang ddiperoleh dianalisis dengan membuat data kadar spike yang berbeda-beda (X), tinggi noise (N), tinggi sinyal atau puncak (S) dan perbandingkan (X ssinyal dengan noise (S/N). Kemudian dibuat kurva hubungan antara kkonsentrasi spike (X) terhadap respon S/N (Y) dan dibuat persamaan garis regresi kurva linier: y rre
= bx + a. Berdasarkan kurva linier tersebut,
kkemudian dihitung nilai LOD dan LOQ dengan menggunakan rumus: LOD = harga nilai X pada S/N = 3, sedangkan nilai LOQ = harga nilai X L ppada S/N = 10
39
3.4.10 Penetapan kadar vitamin A pada minyak goreng sawit yang beredar 3.4 di pasaran Untuk penetapan kadar vitamin A pada minyak goreng sawit yang beredar di pasaran, sebelumnya dilakukan pembelian sampel beberapa merek minyak goreng sawit yang pada labelnya mengklaim akan kandungan vitamin A. Penyiapan larutan uji dilakukan dengan cara dilakukan perlakuan yang sama seperti pada pembuatan larutan uji pada presisi. Masing-masing sampel dilakukan pengulangan pengujian minimal 2 kali. Masing-masing larutan uji tersebut kemudian disuntikkan ke dalam sistem KCKT sesuai prosedur yang telah dipilih pada uji optimasi. Kromatogram yang dihasilkan diamati dan perhitungan kadar vitamin A dilakukan menggunakan kurva kalibrasi.