13 13 III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007 di ekosistem mangrove yang terdapat di pulau Lentea Kecamatan Kaledupa Selatan Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara (Gambar 2) dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium Dasar Kimia Analitik Universitas Haluoleo Kendari, serta Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.
3.2. Materi penelitian Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pohon mangrove, contoh air dan sedimen di lokasi penelitian, serta bahan pengawet iktiofauna (formalin) dan iktiofauna hasil tangkapan. Peralatan, bahan, alat dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter biofisik perairan dan sedimen serta bahan/alat analisis NO
Kualitas Air
Satuan
Bahan/Alat analisis
Bahan
Parametr Fisik 1. 2
Suhu (in situ) Kekeruhan
°C NTU
Termometer Turbidimeter
Air contoh Air contoh
‰ mg/l mg/l mg/l
pH meter Refraktometer Alat Titrasi Spektrofotometer Spektrofotometer
Air contoh Air contoh Air contoh Asam disulfonim, NO3, H4OH Asam disulfonim, PO4, NH4OH
mV
pH meter Redoks potensiometer
Substrat Sampel sedimen Sampel sedimen
gillnet Plankton net Pipa paralon Meteran, Counter
Ind iktiofauna Air contoh Ind makrozoobentos Area mangrove
Parameter Kimia 1. 2. 3. 4. 5
pH (insitu) Salinitas (in situ) DO NO3-N (Spektofotometrik) PO4 (Sepektofotomtrik)
Kualitas Sedimen 1. 2. 3.
Fraksi Substrat pH EH Biologi
1 2. 3. 4.
Iktiofauna Plankton Makrozoobentos Mangrove
cm, ind sel/l ind/m2 Ind/ha, %
Gambar 2. Lokasi penelitian di kepulauan Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara
Lokasi Penelitian
14
15 3.3. Prosedur penelitian 3.3.1. Penentuan stasiun penelitian Lokasi penelitian dibagi atas tiga stasiun pengamatan. Penentuan titik stasiun dilakukan pada setiap kerapatan mangrove baik secara vertikal maupun secara horizontal, dan berdasarkan keberadaan ekosistem mangrove di Pulau Lentea (Gambar 3). Stasiun 1 ditempatkan di sebelah barat Pulau Lentea, dengan kondisi topografi pantainya agak curam, kedudukan ekosistem mangrove dengan ekosistem lamun dan terumbu karang yang cukup berdekatan. Pada stasiun ini pula ditentukan sub stasiun, dimana sub stasiun 1A terletak di bagian utara selat yang berhadapan langsung dengan perairan desa Langge sub stasiun 1B terletak di bagian tengah selat, sub stasiun 1C terletak di teluk dan sub stasiun 1D di sebelah selatan selat berhadapan dengan perairan Pulau Batambawi. Stasiun 2 ditempatkan di sebelah utara Pulau Lentea yang berbatasan dengan Pulau Darawa dimana topografi pantainya agak curam, ekosistem mangrove dan ekosistem lamun berdekatan namun agak jauh dari ekosistem terumbu karang. Sub stasiun 2A terletak di sebelah kanan selat, sub stasiun 2B terletak di bagian tengah selat dan sub stasiun 2C terletak di bagian kiri selat Stasiun 3 terletak di sebelah timur Pulau Lentea, agak menjorok ke dalam sehingga agak terlindung dari gelombang laut Banda oleh karena itu masih terdapat ekosistem mangrove. Keadaan topografi pantainya lebih landai, jarak antara ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang agak berjauhan.
■
■
■ ■
■
■ ■
■ ■
■ ■■
■
■
■■ ■
Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel pada masing-masing stasiun
■
St 1B
■
■■
■ ■
St 1A
■■
■
16
17
3.3.2. Pengambilan sampel dan data A. Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove Sampel vegetasi mangrove yang digunakan adalah pada tingkat pohon (tree), dengan kriteria diameter > 4 cm (Bengen, 2004). Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metoda plot transek garis dari arah perairan ke arah darat di daerah intertidal (Bengen, 2004). Panjang transek garis batas tumbuh mangrove ke arah darat bergantung kepada ketebalan mangrove pada tiap-tiap stasiun pengamatan. Pada setiap transek garis dari arah perairan ke arah darat diletakkan petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10m x 10 m (Gambar 4).
Darat
Plot 1
Plot 2
Plot 3
L A U T
Transek 1
300 m Plot 1
Plot 2
Plot
Transek 2
300 m Plot 1
Plot 2
Plot 3
Transek 3
Plot/petak contoh
Gambar 4. Transek garis dengan petak contoh (plot) dari pinggir perairan ke arah darat untuk pengamatan vegetasi mangrove.
18 Jumlah petak contoh untuk tiap-tiap transek garis adalah 3 petak contoh. Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, dilakukan pengukuran jumlah individu setiap jenis dan lingkar diameter batang pohon. Pengukuran lingkar diameter batang dilakukan setinggi dada (DBH = Diameter Breast High) atau sekitar 1.3 m di atas pertemuan akar. B. Pengambilan sampel air dan sedimen Pengambilan sampel air dilakukan pada masing-masing substasiun pengamatan. Sampel air yang diukur di lapangan meliputi suhu, kekeruhan, oksigen terlarut (DO), pH dan salinitas. Sedangkan untuk sampel yang tidak dapat diukur langsung di lapangan ( nitrat dan fosfat) dilakukan pengambilan sampel air kemudian dimasukkan dalam 'cool box' untuk mengurangi aktivitas mikroorganisme dalam sampel selanjutnya dianalisis di laboratorium. Sampel sedimen diambil dengan menggunakan pipa paralon, yang diambil pada substasiun yang sama dengan pengambilan contoh air, sedimen diambil kurang lebih 500 gram selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan dalam cool box, selanjutnya dianalisis di laboratorium. Sampel air dan sedimen dianalisis di laboratorium Dasar Kimia Analitik Universitas Haluoleo Kendari. C. Pengambilan sampel plankton dan makrozoobentos Pengambilan sampel plankton dari kolom air diambil dengan bantuan ember (5 liter) sebanyak 20 kali ulangan sehingga total air yang disaring nantinya sebanyak 100 liter. Sampel plankton disaring dengan menggunakan planktonnet (jaring plankton) yang berbentuk kerucut dengan diameter 30 cm dan mata jaring 35 µm untuk fitoplankton dan zooplankton. Hasil saringan plankton dituangkan ke dalam botol contoh dan diawetkan dengan larutan lugol. Plankton yang telah diawetkan kemudian diidentifikasi hingga ke takson yang memungkinkan yaitu genus dengan menggunakan buku pedoman Yamaji (1982), Tomas (1997) di Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar. Hewan makrozoobentos yang berada di atas dan di dalam lumpur sedimen diambil dikumpulkan pada setiap sub stasiun yang sama dengan titik pengambilan sampel kualitas air, dengan menggunakan alat
“Pipa paralon ”yang berdiameter lingkaran
19 14.5 cm dengan tinggi pipa 25 cm dalam petak contoh 1m x 1m sebanyak 3 kali, selanjutnya untuk memisahkan makrozoobentos dari lumpur dan benda-benda lain digunakan saringan dengan ukuran mata jaring 0.5 mm Setelah bentos terpisah dari substrat dasar, kemudian dikumpulkan dan dikemas dalam botol serta diawetkan dengan larutan formlain 37% untuk selanjutnya diidentifikasi hingga takson yang memungkinkan di Laboratoriun Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makasar. D. Pengambilan sampel iktiofauna Pengambilan sampel iktiofauna pada setiap stasiun dilakukan dengan menggunakan alat tangkap gillnet dengan ukuran panjang 20 meter, lebar 1,5 meter dengan 3 ukuran mata jaring yaitu 2,54 cm, 3.29 cm dan 6.35 cm. Pengambilan contoh pada setiap substasiun dilakukan pada saat pasang hingga surut dengan tiga kali ulangan. Dari semua jenis iktiofauna yang tertangkap dilakukan identifikasi jenis, dan diukur panjang totalnya, diawetkan dengan larutan formalin (4%) untuk identifikasi lebih lanjut. Informasi komunitas iktiofauna yang perlu diketahui adalah : •
Jenis iktiofauna yang diperoleh untuk mengetahui komposisi jenis.
•
Data panjang total iktiofauna.
•
Kelas ukuran iktiofauna
3.4. Analisis data 3.4.1. Analisis vegetasi mangrove Analisis data vegetasi mangrove menggunakan metode yang diberikan oleh Bengen (2004), yaitu meliputi: Kerapatan Jenis (Ki), Kerapatan Relatif (KRi), Frekuensi Jenis (F), Frekuensi Relatif (FRi), Basal Area (BA), Penutupan Jenis atau Dominasi (Di), Dominasi Relatif (DRi) dan Nilai Penting (NP) : 1. Kerapatan Jenis (Ki) adalah jumlah individu jenis i dalam suatu unit area Ki = ni/A...............................................................................(1) dimana Ki adalah kerapatan jenis i, ni adalah jumlah total individu dari jenis i dan A adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot).
20 2. Kerapatan Relatif (KRi) adalah perbandingan antara jumlah individu jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Σn) : KRi = (ni / Σn) x 100…………………………....................(2) 3. Frekuensi Jenis (F) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak contoh/plot yang diamati : Fi = pi / Σp……………………………………....................(3) di mana Fi adalah frekuensi jenis i, pi adalah jumlah petak contoh/plot di mana ditemukan jenis i, dan p adalah jumlah total petak contoh/plot yang diamati. 4. Frekuensi Relatif (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (ΣF) : FRi = (Fi / ΣF) x 100…………………………………...(4) 5. Basal Area (BA) BA = (π π DBH2) / 4..........................................................(5) di mana BA adalah basal area, π (3,1416) adalah suatu konstanta dan DBH adalah diameter batang pohon dari jenis i. 6. Penutupan Jenis atau Dominasi Jenis (Di) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area : Di = Σ BA/A……………………………………………(6) di mana BA adalah Basal Area dan A adalah luas total area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot) 7. Penutupan Relatif Jenis atau Dominasi Relatif (DRi) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i
dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis, atau
perbandingan antara dominasi individu jenis I (Di) dan jumlah total dominasi seluruh individu (ΣD) : DRi = (Di / ΣDi) x 100.....................................................(7)
21 8. Nilai Penting (NP) adalah jumlah nilai Kerapatan Relatif (KRi), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DRi) : NP = KRi + FRi + DRi…………………………………………………...(8) 3.4.2. A.
Analisis kelimpahan plankton dan makrozoobentos
Analisis kelimpahan plankton Pemeriksaan dan pengukuran plankton (fitoplankton dan zooplankton) dilakukan di
laboratorium dengan alat seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter, metode dan alat yang digunakan dalam analisis plankton. NO
Parameter yang diukur
Metode analisis
1.
Fitoplankton
Pencacah
2.
Zooplankton
Pencacah
Alat Mikroskop, Sedgwick -Rafter Counting Cell
Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton dinyatakan dalam sel per liter. Rumus perhitungan kelimpahan fitoplankton adalah sebagai berikut : N=
dimana :
n x (Vt / Vs) x(Vol1 / Vols) Vol 2
N
= Kelimpahan plankton (sel/l)
n
= Jumlah sel yang tercacah (sel)
Vt
= Volume total Sedgwick-Rafter (1000 mm3)
Vs
= Volume Sedgwick-Rafter yang diamati (150 ml)
Vol 1 = Volume air contoh hasil pengendapan (100 ml) Vol 2 = Volume air contoh yang diendapkan (100 ml) Vols = Volume penampang Sedgwick-Rafter (1 ml) B.
Analisis kelimpahan makrozoobentos Komposisi spesies hewan makrobentos menggambarkan kekayaan spesies hewan
makro bentos yang terdapat di lingkungan perairan. Sedangkan kepadatan spesies hewan makrobentos didefinisikan sebagai jumlah individu satu spesies per stasiun, biasanya dalam satuan meter kuadrat (Odum, 1971).
22 Secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut : K
= 10000 x ∑ni A
dengan : K
= Kelimpahan hewan makrobentos ( ind/ m2)
∑ni
= Jumlah hewan makrobentos (individu)
A
= Luas pipa paralon (cm2 )
10000 = Konversi dari cm2 ke m2 3.4.3. Analisis komunitas iktiofauna A. Kelimpahan iktiofauna Kelimpahan iktiofauna dinyatakan dalam individu per meter kuadrat.
Rumus
perhitugan kelimpahan iktiofauna adalah sebagai berikut : N=
∑n
i
A
dimana : N = Kelimpahan iktiofauna (ind/m2) ni = Jumlah iktiofauna jenis-i yang tertangkap (individu) A
= Luas alat tangkap gillnet (m2)
B. Keanekaragaman jenis iktiofauna Keanekaragaman jenis iktiofauna dihitung dengan menggunakan Indeks ShannonWiener (Odum, 1993) : n
H '= − ∑( i =1
ni n log i ) N N
dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener ni = Jumlah jenis iktiofauna ke-i N = Jumlah semua jenis iktiofauna
23 Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis adalah : 1. jika H’ < 1, Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, jumlah iktiofauna tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas rendah. 2. Jika 1 < H’ < 3, Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, jumlah iktiofauna tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang. 3. Jika H’ > 3, keanekaragaman tinggi, penyebaran tinggi, jumlah iktiofauna tiap jenis tinggi dan kestabilan komunitas tinggi.
C. Keseragaman jenis iktiofauna Keseragaman jenis Iktiofauna (E) dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Odum, 1993) : E = H’/H’maks dimana : E
= Indeks keseragaman
H’max = log S S
= Jumlah jenis iktiofauna
Nilai keseragaman jenis berkisar antara 0 dan 1. Semakin kecil nilai tersebut (mendekati nol) maka semakin kecil keseragaman yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis tidak sama dan ada kecendrungan populasi tersebut didominasi oleh suatu jenis. Jika nilai keseragaman tinggi (mendekati 1), maka dikatakan bahwa populasi menyebar merata dan tidak ada jenis yang dominan.
D. Dominansi jenis iktiofauna Dominansi jenis dihitung dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum, 1993) : P
D=
∑ i =1
ni (ni − 1) N ( N − 1)
dimana : D = Indeks dominansi jenis ni = Jumlah iktiofauna jenis ke-i N = Jumlah total iktiofauna
24
3.4.4. Analisis karakteristik habitat mangrove berdasarkan variabel biofisik perairan dan sedimen Untuk menentukan karaktersitik variasi biofisik perairan dan sedimen antar stasiun pengamatan digunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis atau PCA) (Bengen, 2000). Analisis Komponen Utama merupakan metoda statistik deskriptif yang dapat digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk grafik dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun penelitian sebagai individu statistik (baris) dan variabel lingkungan (Biofisik perairandan sedimen) yang berbentuk kuantitatif (kolom). Bengen (2000) lebih lanjut menyatakan bahwa analisis ini memungkinkan adanya suatu reduksi terhadap dimensi dari ruang-ruang agar dapat lebih mudah dibaca dengan kehilangan informasi sesedikit mungkin. Metode ini bertujuan mendeterminasi sumbusumbu optimum tempat diproyeksikannya individu-individu dan / atau variabel-variabel. Data variabel biofisik perairan dan sedimen yang diperoleh tidak memiliki pengukuran yang sama, maka sebelum dilakukan Analisis Komponen Utama, data tersebut perlu dinormalisasikan terlebih dahulu melalui pemusatan dan pereduksian Nilai sesudah pemusatan diperoleh dari selisih antara nilai variabel dengan nilai rata-rata, yakni : _
C = Ni − x dimana : C = Nilai pemusatan Ni = Nilai asli variabel _
x = Nilai rata-rata variabel Sementara pereduksian merupakan hasil bagi antara variabel yang telah dipusatkan dengan nilai simpangan baku variabel, yang dirumuskan sebagai berikut: R=
C S
dimana : R = Nilai pereduksian C = Nilai pemusatan S = Nilai simpangan baku variabel
25 Untuk menentukan hubungan antara dua variabel digunakan pendekatan matriks korelasi yang dihitung dari indeks sintetik (Ludwig dan Reynolds, 1988), yaitu: Rs x s = As x n At n x s dimana : Rs x s = Matriks korelasi rij As x n = Matriks indeks sintetis rij At n x s = Matriks transpose (pertukaran baris dan kolom) dari matriks A Korelasi linear antara dua variabel yang dihitung dari indeks sintetiknya merupakan peragam dari dua variabel yang telah dinormalkan. Tahapan ini sebenarnya merupakan suatu usaha untuk mentransformasikan p variabel kuantitatif awal (inisial), yang kurang lebih saling berkorelasi, ke dalam p variabel kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Dengan demikian hasil dari analisis ini tidak berasal dari variable-variabel awal (inisial) tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linier variabel-variabel asal. Di antara semua indeks sintetik yang mungkin, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam individu yang maksimum.
Indeks ini disebut
komponen utama pertama atau sumbu ke-1 (F1), yaitu suatu proporsi tertentu dari ragam total stasiun yang dijelaskan oleh komponen utama ini. Selanjutnya dicari komponen utama kedua (F2) yang memiliki korelasi nihil dengan F1 dan memiliki ragam individu terbesar. Komponen utama kedua memberikan informasi terbesar sebagai pelengkap komponen utama pertama. Proses ini berlanjut terus sehingga diperoleh komponen utama ke-p, di mana bagian informasi yang dapat dijelaskan semakin kecil. Pada prinsipnya Analisis Komponen Utama menggunakan pengukuran jarak Euclidean
(jumlah
kuadrat
perbedaan
antara
individu
untuk
berkoresponden) pada data. Jarak Euclidean dirumuskan sebagai berikut: p
d (i, i ) = ∑ ( X ij − X i ' j ) 2 2
2
j =1
dimana : i,i’ = dua baris j
= indeks kolom (bervariasi dari 1 hingga p)
variabel
yang
26 Semakin kecil jarak Euclidean antara dua stasiun, maka semakin mirip karakteristik biofisik perairan dan sedimen antar kedua stasiun tersebut dan sebaliknya semakin besar jarak Euclidean antara dua stasiun, maka semakin berbeda karaktersitik Biofisik perairan dan sedimen kedua stasiun tersebut.
3.4.5. Analisis sebaran iktiofauna berdasarkan stasiun penelitian Untuk mengetahui sebaran iktiofauna berdasarkan stasiun penelitian digunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondence Analysis atau CA) (Bengen, 2000). Analisis Faktorial Koresponden merupakan salah satu bentuk analisis sidik peubah ganda atau analisis statistik multidemensi. Analisis ini didasarkan atas matriks data I baris (kelimapahan iktiofauna) dan J kolom (stasiun) dimana ditentukan pada baris ke-i dan kolom ke-j kelimpahan iktiofauna dari stasiun pengamatan. Analisis Faktorial Koresponden merupakan suatu analisis komponen utama ganda dengan suatu pengukuran jarak khi-kuadrat. Analisis ini tidak menghasilkan dua grafik yang independen tapi hanya satu grafik unik dimana baris dan kolom dipresentasikan pada grafik yang sama. Hal ini dimungkinkan karena terdapat hubungan sederhana antara koordinat faktoril dari karakter baris dan karakter kolom. Selanjutnya untuk pengukuran kemiripan antara dua baris atau dua kolom dilakukan melalui pengukuran jarak khi-kuadrat dengan menggunakan persamaan : p
d 2 (i, i ' ) = ∑ ( X ij / X i − X i ' j / X i ' ) 2 / X j j =1
dimana : Xi = Jumlah dari baris i untuk keseluruhan kolom j Xj = Jumlah dari kolom j untuk keseluruhan baris i
3.4.6. Pemisahan kelompok kelas ukuran iktiofauna berdasarkan kelompok panjang Analisis pemisahan kelompok kelas ukuran iktiofauna berdasarkan ukuran panjang yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Bhatacharya.
Metode
Bhatacharya merupakan salah satu grafis untuk untuk memisahkan data sebaran frekuensi panjang kedalam beberapa distribusi normal.
27 Berdasarkan Sparre dan Venema (1992), penentuan distribusi normal ini di mulai dari sisi kiri distribusi total
kemudian bergerak ke kanan selama masih ada distribusi
normal yang dapat dipisahkan dari distribusi total. Seluruh proses pemisahan distribusi normal adalah: 1. Menentukan kemiringan (slope) sebuah distribusi normal yang tidak terkontaminasi, yang terletak pada sisi kiri distribusi normal. 2. Menentukan distribusi normal kelompok dan mentransformasikan ke dalam satu garis lurus. 3. Menentukan jumlah iktiofauna (N) yang terdapat dalam kelas panjang yang termasuk kedalam kelompok pertama dan memisahkannya dari distribusi total. 4. Mengulangi proses diatas untuk mencari distribusi normal frekuensi panjang selanjutnya, sampai tidak ada lagi distribusi normal yang ditemukan. 5. Nilai rata rata (modus) dari tiap tiap kelompok yang telah ditentukan melalui tahap 1 sampai 4 dapat digunakan untuk mencari perbedaan umur tiap-tiap kelompok. Distribusi normal mempunyai persamaan sebagai berikut:
Fc( x) =
(n) (dL) ( x − x )2 − exp − 2s 2 ( s )( 2π )
[
]
.............................. (1)
dimana : Fc
= Frekuensi teoritis
N
= Jumlah pengamatan
dL
= Interval kelas
x
= Tengah kelas
x
= Nilai tengah panjang
π
= 3,14159
s
= Simpangan baku
dengan : s =
1 n −1
∑ {x n
i
− x2
}
i =1
dimana: N
= Jumlah iktiofauna
xi
= Panjang iktiofauna ke-i
Untuk melinierkan persamaan (1), dilakukan dengan 2 langkah:
28 1. Mengkonversikan suatu persamaan distribusi normal kedalam suatu parabola. Langkah ini dilakukan dengan menarik logaritma kedua sisi persamaan (1):
(n) (dL) ln fc ( x) = ln ( s ) ( 2π
(x − x) ................................ (2) − 2 2 s
Dengan menganggap ln fc (x) merupakan suatu peubah tidak bebas y dan x sebagai peubah bebas, maka diperoleh hubungan fungsional antara y dan x, sehingga persamaan (2) dapat ditunjuk secara grafis oleh suatu parabola yang rumusnya sebagai berikut: y = a + b( x ) + c ( x ) 2
.............................................. (3)
dengan: y = ln Fc(x)
(n) (dL) 2 a = ln − (x) ( s ) ( 2π ) b=
x 1 dan c = − 2 2 s 2s
2. Mengkonversi parabola pada langkah 1 di atas kedalam suatu persamaan linear
y , = ln ( Fc ( x + dL) − ln Fc( x ) .....................................
(4)
dapat dituliskan:
y , = ∆ ln Fc [x + (dL / 2)]
............................................... (5)
dimana y’ adalah selisih antara jumlah logaritma kelas panjang tertentu dan jumlah logaritma kelas panjang sebelumnya. ∆ (delta) menunjukkan sutu perbedaan kecil antara nilai nilai dua fungsi. Kemudian y’ diplotkan terhadap suatu peubah baru z, dimana: z = x + dL/2
..........................................................
(6)
Persamaan (2) kemudian dimasukkan kedalam persamaan (4), menjadi:
y' = atau:
(dL) ( x ) (dL) ( x + dL / 2 ) − s2 s2
..................................
(7)
29 y’ = a + b (z) ........................................................... dimana: a =
(8)
(dL) ( x ) dL dan b = − 2 2 s s
kemudian menghitung ragam dan panjang rata ratanya (modus) dengan menggunakan persamaan berikut ini:
s2 = −
dL dL dan x = − 2 b s
(Bhattacharya, 1967 dalam Sparre dan Venema, 1992). Pemisahan distribusi normal dengan metode Bhattacharya ini dilakukan dengan menggunakan bantuan paket program FiSAT (Gayanilo dan Pauly, 1997).
3.4.7. Analisis keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan komunitas iktiofauna Untuk mengetahui sebaran Iktiofauna berdasarkan stasiun penelitian digunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondence Analysis atau CA) (Bengen, 2000). Evaluasi keterkaitan Ekosistem mangrove dengan komunitas ikhtiofauna dilakukan dengan menggunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondence Analysis atau CA) (Bengen, 2000). Tujuan analisis ini adalah untuk merealisasikan satu atau beberapa grafik dari suatu tabel/matriks data, dengan mereduksi dimensi ruang representasi data tanpa banyak kehilangan banyak informasi pada waktu reduksi dilakukan (Bengen, 2000) Analisis Faktorial Koresponden merupakan salah satu bentuk analisis sidik peubah ganda atau analisis statistik multidemensi. Analisis ini didasarkan atas matriks data I baris ( Famili Iktiofauna, kerapatan mangrove) dan J kolom (stasiun) dimana ditentukan pada baris ke-i dan kolom ke-j kelimpahan iktiofauna dari stasiun pengamatan. Analisis Faktorial Koresponden merupakan suatu analisis komponen utama ganda dengan suatu pengukuran jarak khi-kuadrat. Analisis ini tidak menghasilkan dua grafik yang independen tapi hanya satu grafik unik dimana baris dan kolom dipresentasikan pada grafik yang sama. Hal ini dimungkinkan karena terdapat hubungan sederhana antara koordinat faktoril dari karakter baris dan karakter kolom. Selanjutnya untuk pengukuran kemiripan antara dua baris atau dua kolom dilakukan melalui pengukuran jarak khi-kuadrat dengan menggunakan persamaan :
30 p
d 2 (i, i ' ) = ∑ ( X ij / X i − X i ' j / X i ' ) 2 / X j j =1
dimana : Xi = Jumlah dari baris i untuk keseluruhan kolom j Xj = Jumlah dari kolom j untuk keseluruhan baris i