12
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di kawasan agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2009 sampai bulan November 2009.
3.2 Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan adalah data sekunder berupa peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25000 hasil foto udara tahun 1994 dan survey lapang tahun 1995, ekstensi ArcView : analisis multi kriteria (_mcdmv1.avx) dari Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, data Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM) dari http://srtm.csi.cgiar.org yang diperoleh secara gratis, dan peta penggunaan lahan disertai batas kawasan Cendawasari. Data primer yang dipakai adalah matriks perbandingan berpasangan hasil wawancara dengan 12 orang responden pada Kelompok Tani Karya Mekar Dusun Cengal Desa Karacak. Peralatan yang digunakan meliputi seperangkat komputer berbasis Windows XP dengan perangkat lunak ArcView 3.3, Global Mapper versi 9, Microsoft Office 2007, Expert Choice 11 dan Corel Photo Paint X3.
3.3 Kerangka Pemikiran Penentuan
lokasi
STA
dalam
suatu
pengambilan
keputusan
dipertimbangkan dengan membandingkan faktor dan kriteria yang ditetapkan dengan
penilaian
skala
prioritas
tertentu.
Perhitungan
tingkat
kepentingan/prioritas harus memperhatikan nilai relatif terhadap prioritas lainnya,
13
dan salah satu teknik yang dapat digunakan adalah perbandingan berpasangan. Pengulangan pengukuran atau wawancara dilakukan apabila ketidakkonsistensian matriks melebihi batas yang ditetapkan yaitu 0.1 (Saaty, 1980). Mengingat sifat dan karakteristik lahan yang beragam serta adanya partisipasi pihak terkait pada penentuan lokasi STA, maka metode MCE dapat digunakan dalam pengambilan keputusan, dimana hasil dari analisis akan dievaluasi dengan memilih nilai akhir yang merupakan nilai kombinasi keseluruhan faktor dan kriteria, asumsinya adalah area dengan nilai akhir terbesar merupakan yang terbaik untuk lokasi STA. Lokasi STA merupakan salah satu objek dalam ruang di permukaan bumi dengan data pendukungnya yang bereferensi spasial, dengan demikian sistem informasi geografis dapat diaplikasikan pada tahap pengolahan, analisis dan penyajian hasil.
3.4 Metodologi Berdasarkan peta RBI dan pengecekan lapang diketahui bahwa kondisi topografi wilayah penelitian relatif bergelombang. Kemiringan lereng dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan kesesuaiannya untuk bangunan, yaitu baik (0 – 8%), sedang (8 – 15%), dan buruk (> 15%) (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Berdasarkan fungsinya sebagai infrastruktur sentralisasi komoditas manggis, lokasi STA diharapkan berada pada aksesibilitas terbaik, dan faktor-faktor jarak ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak peneliti (Aby Galih Santri) serta responden/masyarakat kawasan Cendawasari bahwa jarak sejauh 50 meter dari batas 0 dikategorikan sebagai dekat, lebih dari 50 meter tetapi kurang dari 100 meter dari batas 0 dikategorikan sebagai jarak sedang, serta lebih dari 100 meter dari batas 0 dikategorikan sebagai jarak jauh. Sehingga kriteria dari setiap faktor jarak, terbagi menjadi 3 yaitu dekat (0 – 50 m), sedang (50 – 100 m), dan jauh (> 100 m). Batas 0 untuk faktor jarak dari jalan merupakan tepi jalan, sedangkan batas 0 untuk faktor jarak dari perkebunan manggis merupakan batas antara penggunaan lahan perkebunan manggis dengan penggunaan lahan lainnya. Sedangkan batas 0
14
untuk faktor jarak dari permukiman merupakan batas antara penggunaan lahan permukiman dengan penggunaan lahan lainnya, dimana area yang termasuk dalam kategori dekat adalah area permukiman dan area dengan jarak 50 m dari batas 0. Penentuan lokasi STA dengan mempertimbangkan jaraknya dari jalan adalah penting. Hal ini berhubungan dengan kemampuan lokasi STA yang dapat dijangkau oleh transportasi darat bermotor dalam proses distribusi komoditas. Semakin dekat dengan jalan tentunya akan semakin memudahkan proses distribusi dan pengangkutan komoditas. Faktor jenis jalan tidak digunakan karena seluruh jalan yang ada masih dapat dilalui kendaraan bermotor roda empat. Jarak dari perkebunan manggis merupakan faktor selanjutnya dalam penentuan lokasi STA dengan pertimbangan optimasi waktu, tenaga dan biaya angkut komoditas. Apabila lokasi STA berada semakin jauh dengan perkebunan manggis, maka waktu, tenaga dan biaya yang dibutuhkan untuk pengangkutan komoditas juga akan semakin besar. Kriteria yang ditetapkan adalah dekat (0 – 50 m), sedang (50 – 100 m), dan jauh (> 100 m). Fungsi STA yang juga penting selain sarana pengemasan, penyimpanan, dan sentralisasi distribusi komoditas adalah sebagai wadah berbagai informasi misalnya harga, keamanan, serta kemudahan jangkauan dan manajemen, maka lokasi tersebut diharapkan berada untuk mendukung hal-hal tersebut. Jarak dari permukiman dibangun dengan pertimbangan tersebut serta dikelompokkan kedalam kriteria dekat (0 – 50 m), sedang (50 – 100 m), dan jauh (> 100 m). Penggunaan lahan pada kawasan Cendawasari yang ada saat ini terbagi atas lahan terbuka, semak belukar, hutan sekunder, kebun produksi, perkebunan manggis, ladang, kebun campuran, permukiman, dan sawah berdasarkan data sekunder yang diperkuat dengan ground check. Setiap penggunaan lahan tersebut dipertimbangkan berdasarkan nilai/fungsinya secara keseluruhan kawasan Cendawasari, yang diurutkan dari mulai prioritas tertinggi untuk lokasi STA sampai ke prioritas terendah. Skala penilaian yang ditetapkan bersumber dari hasil wawancara 12 responden pada Kelompok Tani Karya Mekar.
15
Teknis pembuatan kriteria hasil uraian tersebut secara lengkap disajikan sebagai berikut : a)
Jarak dari jalan Kriteria : dekat (0 – 50 m), sedang (50 – 100 m), jauh (> 100 m). Sumber penilaian : peneliti dan masyarakat.
b)
Lereng Kriteria : baik (0 – 8 %), sedang (8 – 15 %), buruk(>15 %). Sumber penilaian : referensi Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001.
c)
Penggunaan lahan Kriteria : Kebun campuran (KC), kebun produksi (KP), pemukiman (P), sawah (S), perkebunan manggis (PM), lahan terbuka (LT), ladang (L), hutan sekunder (HS), semak belukar (SB). Sumber penilaian : masyarakat.
d)
Jarak dari permukiman Kriteria : dekat (0 – 50 m), sedang (50 – 100 m), jauh (> 100 m). Sumber penilaian : peneliti dan masyarakat.
e)
Jarak dari perkebunan manggis. Kriteria : dekat (0 – 50 m), sedang (50 – 100 m), jauh (>100 m). Sumber penilaian : peneliti dan masyarakat.
Secara garis besar, penelitian ini terbagi menjadi 4 tahap kegiatan yaitu tahap persiapan, pengolahan data, penentuan bobot dan skor dengan metode perbandingan berpasangan, penentuan lokasi dengan SIG, kemudian tahap penulisan hasil.
3.4.1 Tahap Persiapan Pada tahap ini data dikumpulkan dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu data sekunder berupa bahan pustaka, peta RBI, SRTM, dan peta digital penggunaan lahan disertai batas Cendawasari, sedangkan data primernya adalah hasil wawancara berupa matriks perbandingan berpasangan faktor penggunaan
16
lahan dan matriks perbandingan berpasangan antar faktor, sumbernya adalah 12 responden pada Kelompok Tani Karya Mekar. 3.4.2 Tahap Pengolahan Data Peta digital jalan, sungai, dan administrasi diperoleh dari pengolahan 4 lembar peta RBI 1 : 25000 hasil penyiaman (scanning) yang selanjutnya digabungkan dalam Corel Photo Paint, kemudian dilakukan transformasi geometris (registrasi) dengan proyeksi dan datum berturut-turut Geographic dan World Geodetic System 1984 zona 48 S. Peta lereng diperoleh berdasarkan hasil olah Digital Elevation Model (DEM) dari data SRTM. Pengkelasan lereng dilakukan menggunakan model builder dengan kelas lereng dalam persen mengacu pada kesesuaian lahan untuk bangunan/tempat tinggal (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Delineasi peta lereng hasil model kemudian disimpan dalam format .shp dalam ArcView 3.3. Data lainnya adalah hasil wawancara berupa matriks yang diolah dengan Expert Choice dan Excel menghasilkan nilai kepentingan relatif dan nilai eigenvektor utama rata-rata dari 12 responden menggunakan perbandingan berpasangan.
3.4.3 Tahap Penentuan Skor dan Bobot dengan Metode Perbandingan Berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah metode yang dipakai dalam menetapkan kepentingan relatif dari setiap faktor dan kriteria terhadap yang lainnya menggunakan matriks, berdasarkan skala perbandingan berpasangan (j) yang bernilai 1 sampai 9 dan nilai berkebalikan (1/j) (Saaty, 1980). Eigenvektor utama merupakan bobot rasio dari tiap faktor atau kriteria (jumlah bobot relatif yang dinormalkan dibagi dengan banyaknya faktor/kriteria pembanding), bobot relatif yang dinormalkan merupakan kepentingan relatif dari tiap faktor/kriteria, yaitu membandingkan nilai masing-masing dengan jumlah faktor/kriteria pembanding. Penjelasan dari ilustrasi tersebut adalah sebagai berikut :
17
Tabel 2. Contoh matriks perbandingan berpasangan pada faktor lereng Lereng
Baik
Sedang
Buruk
Baik
1
3
5
Sedang
1/3
1
3
Buruk
1/5
1/3
1
jumlah
1,53
4,33
9
Tabel 3. Contoh nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor lereng Lereng
Baik
Sedang
Buruk
E
Baik
0,6522
0,6923
0,5556
0,6333
Sedang
0,2174
0,2308
0,3333
0,2605
Buruk
0,1304
0,0769
0,1111
0,1062
Jumlah
1
1
1
1
Bobot relatif yang dinormalkan dari kriteria baik terhadap sedang adalah 3/4.33 = 0.6923. Eigen maksimum merupakan nilai yang diperoleh dari penjumlahan hasil perkalian jumlah kolom pada matriks perbandingan berpasangan (Tabel 2) dengan eigenvektor utama setiap kriteria (Tabel 3).
Eigen maksimum = (1.53 x 0.6333) + (4.33 x 0.2605) + (9 x 0.1062) = 0,969 + 1,1288 + 0,9554 = 3.0532
18
Indeks konsistensi (CI) adalah kekonsistensian matriks dalam suatu pengukuran. Apabila CI bernilai 0 maka matriks tersebut konsisten (Saaty, 1980) :
CI =
, n adalah banyaknya ordo matriks
(dalam hal ini adalah jumlah kriteria).
CI =
3.0532 − 3 3 −1
CI = 0.0266
Rasio konsistensi (CR) adalah batas ketidakkonsistensian dari hasil pembagian indeks konsistensi dengan nilai pembangkit acak (RI).
Tabel 4. Nilai pembangkit acak (RI) n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0
0
0.58
0.9
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
CR =
CI 0.0266 = = 0.046 RI 0.58
Apabila dari hasil perhitungan tersebut matriks mempunyai nilai CR yang lebih kecil dari 0.1, maka ketidakkonsistensian matriks masih dianggap dapat diterima (Saaty, 1980). Dari nilai CR yang diperoleh tersebut, maka matriks dapat digunakan.
untuk kriteria lereng
19
3.4.4 Tahap Penentuan Lokasi dengan SIG Tahap selanjutnya adalah dengan menggunakan ekstensi Analisis Multi Kriteria pada ArcView 3.3 dengan memasukkan nilai eigenvektor utama sebagai bobot dan skor untuk masing-masing faktor dan kriteria. Khusus untuk faktor penggunaan lahan, skor merupakan nilai eigenvektor utama rata-rata. Analisis dilakukan dengan mengkombinasikan seluruh peta untuk tiap faktor dan kriteria sehingga menghasilkan nilai akhir. Nilai akhir merupakan penjumlahan dari hasil perkalian bobot dari masing-masing faktor dan skor dari masing masing kriteria (Yalcin, 2004). Nilai akhir = Σ (Ai x Wi ) Ai : Skor faktor ke-i, Wi : Bobot kriteria ke-i. Evaluasi multi kriteria dilakukan dengan asumsi bahwa area dengan nilai akhir tertinggi merupakan rekomendasi terbaik untuk lokasi STA. Area rekomendasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk peta.
3.4.5 Tahap Penulisan Hasil Semua data dan peta hasil pengolahan, selanjutnya dianalisis dan dituangkan dalam bentuk tulisan sebagai akhir dari rangkaian kegiatan penelitian. Diagram alir secara lengkap disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut :
20
Start
Pengumpulan data dan informasi
Data sekunder
Survey lapang
Peta RBI, SRTM, peta
Pustaka
Plotting dan pengukuran
Wawancara
penggunaan lahan digital
Pengolahan data
Data spasial
Peta
Perbandingan berpasangan
Bobot & skor
Analisis Multi Kriteria (AMK)
Peta kombinasi & nilai akhir
Evaluasi multi kriteria (MCE)
Rekomendasi lokasi STA
Finish Gambar 1. Diagram alir penelitian
Data atribut
Atribut peta