III. BAHAN dan METODE
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Bagian Patologi dan Bagian Farmasi, Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteraan Hewan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Agustus 2006 hingga April 2007. 3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mortar dan stamper untuk
tempat membuat gel, alat soxlethasi untuk ekstraksi, rotary evaporator untuk mengentalkan ekstrak, cawan penguap untuk wadah ekstrak, oven, gelas tabung dan plat tetes untuk skrining fitokimia, Viscometer Brookfield untuk pengujian viskositas, kotak plastik
(beralaskan sekam) dan kawat untuk kandang mencit, anaerobic jar untuk
anasthesi, peralatan bedah (gunting anatomis untuk bedah, scalpel), plastik, penggaris, peralatan untuk membuat sedian histopatologi seperti mikrotom, gelas objek dan gelas penutup. Untuk pengamatan histopatologi digunakan mikroskop dan videomikrometer.
3.2.2
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan gel ekstrak
batang pohon pisang Ambon, sediaan gel komersial, sediaan gel placebo yang terdiri dari Propilenglikol, Trietaolaminstearat, Aquadest dan Poligel. Bahan –bahan untuk skrining fitokimia adalah ammonia encer, kloroform, HCl 2 N, Reagen Mayer, Dragendorf, amil alkohol, gelatin 1 %, eter, anisaldehid-asam sulfat, Reagen Lieberman-Burchad, dan NaOH. Eter untuk euthanasia, larutan neutral buffer formalin 10% untuk fiksasi, kapas dan bahan-bahan
untuk pembuatan sediaan
histopatologi
yaitu
larutan
Mayer’s
Hematoxylin, larutan Eosin, Xylol, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, 100%), larutan Lithium Carbonat, akuades, asam asetat 1%, Schiff Reagent, air sulfit, larutan Mordant, larutan Carrazi’s Hematoxylin, larutan Orange G 0,75%, larutan Ponceau Xylidine Fuchsin, larutan Phosphotungstic Acid 2,5%, Anilin Blue dan
16
parafin. Untuj pengujian potensi antibakteri menggunakan bahan-bahan antara lain: potongan cakram kertas saring dengan diameter 15 mm, ekstrak batang pisang, biakan yang terdiri dari Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa, dan media agar lempengan Mueller-Hintomn. 3.2.3
Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus
musculus albinus) strain DDY umur 4-6 minggu. Mencit dipelihara di dalam kandang individual dari kotak plastik yang pada bagian atasnya diberi kawat kasa sebagai penutup sekaligus tempat pemberian pakan dan minum. Sebagai alas digunakan alas sekam yang berfungsi untuk menjaga suhu dan menyerap urine. Pakan yang diberikan yaitu pakan komersil berbentuk pellet dan minum secara ad libitum.
Sekam pada
kandang mencit diganti 3 hari sekali. 3.3
Metodelogi Penelitian Penelitian pada tahap pertama dilakukan analisa terhadap kandungan bahan aktif
ekstrak batang pisang Ambon, evaluasi mutu dan stabilitas sediaan kemudian dilanjutkan dengan pengujian aktivitas sediaan gel ekstrak batang pisang Ambon terhadap persembuhan luka pada mencit . 3.3.1
Ekstraksi Simplisia Batang Pisang Ambon Batang pohon pisang Ambon diperoleh di sekitar Darmaga, Bogor dan diambil
dengan cara memotong batang pohon pisang Ambon yang berumur ± 1 tahun secara miring dan dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan di udara terbuka terlindung dari sinar matahari kemudian dideterminasi di Lembaga Biologi Nasional Bogor. Untuk mendapatkan ekstrak batang pisang Ambon dilakukan prosedur soxhletasi dari simplisia kering menggunakan pelarut alkohol 70% selama 4 jam, kemudian cairan ekstraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator .
17
Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan aktif ekstrak batang pisang Ambon dengan metode Harborne (1987) yaitu: Alkaloid : sampel + amonia encerà digerus + kloroformà filtrat + HCl 2 N kemudian lapisan dipisahkanà dibagi menjadi 3 bagian : a. Blangko b. Di tambahkan Rx Mayeràwarna putih dan c. Ditambahkan Reaksi Dragendorf àendapan jingga coklat . Uji Flavonoid : Simplisia dipanaskan + Mg + HClàdisaring dan hasil positif jika filtrat berwarna merah Uji Saponin : Sampel + air panaskan dikocok kuat. Hasil (+) jika timbul busa 10 menit kemudian Uji Tanin dan Polifenol : Sampel + air didihkan. Filtrat diberi 5 tetes FeCl 3 1%. Hasil (+) tannin dan polifenol jika terbentuk warna biru tua atau hitam kehijauan. Hasil (+) tannin saja jika filtrat ditambahkan gelatin 1% terbentuk endapan putih Uji Kuinon : Sampel + air didihkan. Filtrat diberi NaOH 15%. Hasil (+) jika terbentuk warna merah Uji Fenol : sampel + 5 tetes FeCl 3 1%. Hasil (+) jika terbentuk warna ungu, biru atau hijau. 3.3.2
Pengujian potensi antibakeri ekstrak batang pisang Ambon Potensi antibakteri dari ekstrak batang pohon pisang Ambon diuji kepada bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeuroginosa menggunakan metoda cakram kertas. Pada uji ini cakram kertas dengan diameter tertentu dibasahi dengan ekstrak batang pisang, kemudian diletakkan pada lempengan agar yang telah di inokulasi. Cara pengerjaan dan evaluasi cakram kertas sama dengan pengerjaan Antibiogram Metode Kirby-Bauer.
18
Prosedur kerja : Hari pertama 1. Tandai satu lempengan agar dengan nama, tanggal, dan mikroorganisme yang akan di uji. 2. Biakan mikroorganisme ini diencerkan sebanyak 1: 9 dengan NaCl fisiologis karena di alam bebas bakteri yang menginfeksi luka tidak sebanyak ini. 3. Celupkan tangkai kapas (cotton swab) dalam biakan mikroorganisme, kemudian putar bagian kapas ke sisi tabung agar cairan tidak menetes dari bagian kapas tersebut. 4. Sebar mikroorganisme pada seluruh permukaan lempengan agar. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang merata, gores secara mendatar, kemudian putar lempengan 90° dan buat goresan kedua, putar 45° dan buat goresan ketiga. Diharapkan dari ketiga goresan yang dilakukan akan membuat pertumbuhan bakteri memenuhi selureuh permukaan lempengan agar yang digores. 5. Biarkan lempengan mongering selama 5 menit. Setelah selesai inokulasi ambil potongan cakram kertas saring dan celupkan ke dalam ekstrak. Hindarkan adanya cairan yang berlebihan pada kertas saring dengan cara mentiriskan kertas saring sesaat di pinggir cawan petri, supaya cairan tersebut turun kembali ke cawan dan tidak ada yang menetes lagi. Kemudian tempatkan cakram kertas yang berisi ekstrak batang pisang pada permukaan lempengan. 6. Cakram kertas ditekan dengan menggunakan pinset pada permukaan lempengan, sehingga terdapat kontak yang baik antara cakram dan lempengan agar. Cakram tidak perlu ditekan kuat-kuat sehingga melukai permukaan agar. 7. Inkubasi lempengan pada suhu 37° C selama 24 jam. Hari kedua Evaluasi dilakukan dengan cara mengukur zona hambatan terhadap pertumbuhan bakteri yang terlihat di permukaan lempengan agar.
3.3.3
Pembuatan sediaan gel Pembuatan sediaan gel berdasarkan pembuatan sediaan farmasi yang sudah baku
menggunakan bahan poligel, trietanolamin, gliserin, propilenglikol dan salah satu
19
ekstrak hasil pengujian pendahuluan dosis efektif yang memiliki hasil yang lebih baik (Radini, 2003).
3.3.4 Uji pendahuluan dosis efektif Konsentrasi ekstrak A%, B%, dan C% diuji aktivitasnya terhadap persembuhan luka mencit diamati 3,5, dan 7 hari. Pengamatan dilakukan secara makroskopik terhadap merapatnya kulit, keringnya luka dan keberadaan keropeng luka. ( Konsentrasi ekstrak tidak disebutkan dalam angka dikarenakan peneliti akan mengajukan hak paten ) 3.3.5 Evaluasi Sediaan Gel Sediaan gel ekstrak batang pisang Ambon diperiksa kestabilannya pada suhu 150C, 27 0C, 370C, dan 45 0C. Pengamatan terhadap kestabilan suhu dan homogenitas dilakukan pada hari ke-1, 3, 7 selama 1 minggu (awal) dan setiap minggu ke-1 sampai minggu ke-8. Evaluasi akhir dilakukan terhada adanya pemisahan . Untuk mengetahui kekentalan sediaan gel sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam wadah sampai tanda batas pada alat Viscometer Brookfield menggunakan spindle no.4 dengan kecepatan 6 rpm. Pengukuran dilakukan tiga kali setiap formula pada hari ke 1,3,7, dan selanjutnya setiap minggu selama 8 minggu penyimpanan. (Voight, 1994)
3.3.6
Pengujian iritasi kulit Pengujian iritasi kulit dilakukan menurut metode 21 day Cumulative Study
(Block, 1990) terhadap 11 orang sukarelawan pria atau wanita.yang berumur 23-30 tahun. Gel dioleskan pada punggung tangan dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian diamati reaksi yang mungkin terjadi yaitu kemerahan, bengkak dan diberi skor. Pengujian dilakukan selama tiga hari berturut-turut setelah pembuatan dan pada hari terakhir setelah penyimpanan selama 8 minggu.
3.4
Perlakuan pada Mencit Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 ekor yang dibagi
menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif diberi gel placebo, kontrol positif diberi gel komersial, dan terakhir adalah kelompok gel ekstrak batang
20
pisang Ambon.
Ketiga kelompok tersebut masing-masing dibagi lagi menjadi 5
kelompok kecil yang satu kelompoknya berjumlah 3 ekor. Pembagian kelompok kecil ditentukan berdasarkan dari waktu pengamatan histopatologi dan pengambilan sempel kulit yaitu pada hari ke-3, 5, 7, 14 dan 21. Sebelum perlukaan seluruh mencit diadaptasikan di kandang yang telah disiapkan.
Mencit yang dikelompokkan ke dalam bagian kelompok kontrol positif
diberi gel komersial pada bagian yang luka kemudian kelompok mencit kontrol negatif diberi gel placebo dan kelompok mencit terakhir diberi gel ekstrak batang pohon pisang Ambon. Seluruh mencit yang digunakan, disayat sepanjang 1-1,5 cm pada bagian punggungnya secara aseptis menggunakan skalpel. Sebelum penyayatan mencit dianestesi menggunakan eter dan rambut di sekitar daerah sayatan dicukur dan kemudian dibersihkan dengan alkohol. Pemberian gel dilakukan secara topikal dengan cara mengoleskannya di bagian luka pada mencit perlakuan menggunakan kapas steril setiap hari, dari hari ke-1 sampai hari ke 21 setelah perlukaan sebanyak 2 kali sehari. Pada hari ke-3, 5, 7, 14 dan 21 mencit dieuthanasia dan dilakukan pengambilan sampel untuk pembuatan sediaan histopatologi.
3.5
Pengamatan Patologi Anatomi (PA) Pengamatan patologi anatomi dilakukan setiap hari mulai hari ke-1 hingga hari
ke-21 setelah perlukaan pada seluruh mencit perlakuan pada hari ke-3, 5, 7, 14 dan 21 dan dilakukan pengambilan sampel kulit. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat langsung pada bagian luka. Pada hari ke-3, 5, 7, 14 dan 21 dilakukan pemotretan pada luka dengan menggunakan kamera digital. Parameter yang diamati adalah adanya pembekuan darah, terbentuknya keropeng, penutupan luka, dan ukuran luka dan tidak dilakukan pengukuran pada persembuhan lukanya.
3.6
Pengambilan Kulit Pengambilan kulit dilakukan setelah mencit sebelumnya dianastesi dengan
menggunakan larutan eter.
Setelah daerah punggung yang akan diambil kulitnya
21
dibersihkan dari bulu, kulit digunting sepanjang 1-1,5 cm2 dengan ketebalan ± 3 mm hingga mencapai sub cutan. Kulit yang diperoleh kemudian di fiksasi dengan larutan neutral buffer formalin atau NBF 10% dibiarkan pada suhu kamar selama ± 48 jam untuk selanjutnya di buat sediaan histopatologi.
3.7
Pembuatan Preparat Histopatologi Sediaan kulit yang telah difiksasi menggunakan larutan Neutral Buffer Formalin
(NBF) 10% lalu dilakukan trimming organ dan dimasukkan ke dalam cassette tissue dari plastik. Tahap selanjutnya dilakukan proses dehidrasi alkohol menggunakan konsentrasi alkohol yang bertingkat yaitu alkohol 70 %, 80 %, 90 %, alkohol absolut I, alkohol absolut II, kemudian dilakukan penjernihan menggunakan xylol I dan xylol II. Proses pencetakan atau parafinisasi dilakukan menggunakan parafin I dan parafin II. Sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak yang berisi parafin setengah volume dan sedian diletakkan ke arah vertikal dan horizontal sehingga potongan melintang melekat pada dasar parafin. Setelah mulai membeku, parafin ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin mengeras. Blok-blok parafin kemudian dipotong tipis setebal 5 mikrometer dengan menggunakan mikrotom. Hasil potongan yang berbentuk pita (ribbon) tersebut dibentngkan di atas air hangat yang bersuhu 460C dan langsung diangkat yang berguna untuk meregangkan potongan agar tidak berlipat atau menghilangkan lipatan akibat dari pemotongan. Sediaan tersebut kemudian diangkat dan diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan semalaman dalam inkubator bersuhu 60 0 C sehingga dapat dilakukan pewarnaan umum Hematoxyllin Eosin (HE) dan pewarnaan khusus Masson Trichrome (MT) untuk melihat jaringan fibroblas. 3.8
Pengamatan Histopatologi. Pengamatan histopatologi menggunakan metode penghitungan menurut cara
Maiwahyudi (1999) dan Low et al (2001) dengan menghitung jumlah sel yang diamati. Parameter yang digunakan adalah merapatnya lapis epidermis (re-epitelisasi), banyaknya sel-sel radang (makrofag, limfosit dan neutrofil), pembentukan neokapiler
22
dan sel-sel fibroblas yang ada dalam luka. Pengamatan histopatologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp, Jepang). Rumus Penghitungan % Re-epitelisasi (Penghitungan menggunakan Video Measuring Device) % Re-epitelisasi = Panjang luka yang ditutupi epitel X 100% Panjang Luka Total Sumber : Maiwahyudi (1999) 3.9
Analisa data Data hasil uji evaluasi mutu sediaan dan stabilitas disajikan dalam bentuk
deskriptif berupa tabel. Data yang didapat dari perhitungan jumlah sel-sel radang dan jumlah neokapiler diuji secara statistika menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata (P< 0.05). Hasil pengamatan patologi anatomi dan kepadatan jaringan dianalisis secara deskriptif.
23