taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai 229.000 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi Tengah (http://www.lore-lindu.info). Taman Nasional Lore-Lindu merupakan kawasan datar, bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan kisaran ketinggian antara 500-2.600 mdpl. Puncak gunung tertinggi adalah Gn. Rorekatimbu dengan ketinggian kurang lebih 2.355 m dpl (http://id.wikipedia.org).
mempunyai iklim tropika basah dengan ratarata curah hujan kawasan ini adalah 138.0 – 166.5 mm/bulan dan curah hujan tahunan sekitar 2000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar antara 17o - 22o C dengan kelembaban udara rata-rata 78-97 %. Rata-rata radiasi global (Rs) yang datang pada hutan adalah 17,7 MJ/m2/hari dengan albedo sekitar 10,7 % (Rauf 2009).
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2008 di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu, tepatnya di hutan Babahaleka, Desa Bariri Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Laboratorium PPLHIPB serta Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA - IPB untuk analisis data.
Gambar 2.2 Menara Bariri Sumber : Dokumen pribadi
Penelitian dilakukan secara spesifik di hutan Babahaleka, Desa Bariri, Kecamatan Lore tengah, Kabupaten Poso. Kawasan ini berada pada elevasi sekitar 1400 m diatas permukaan laut. Sesuai dengan klasifikasi hutan berdasarkan elevasi (ENEP-CMC, 2004), hutan Babahaleka termasuk dalam kawasan lower montane forest (1200-1800 mdpl) (June et al. 2007). Lokasi ini memiliki menara bariri sebagai acuan untuk pengamatan. Menara bariri terletak pada daerah yang dapat mewakili lintang 1o39′-1o42′ S dan bujur 120o10′-120o12′ E. Karakteristik vegetasi pada hutan Babahaleka oleh Dietz J, Twele A dan Grote A (data tidak dipublikasikan) terdiri dari 88 spesies pohon per hektar. Diantaranya didominasi oleh spesies Castanopsis BL (29%), Canarium vulgare Leenh (18%) dan Ficus spec (9.5%). Lebih dari 550 pohon berdiameter setinggi dada (DBH) > 0.1 m ditemukan per hektar dalam jumlah yang lebih 10 kali lipat dibandingkan pohon kecil. Luas jangkauan wilayah 50 m2 per hektar. Pohon dengan BDH > 0.1 m, memiliki tinggi antara 12 sampai 36 m dengan rata-rata 21 m (June et al. 2007). 2.6.2 Karakteristik Iklim Hutan Babahaleka, Taman Nasional Lore-Lindu sebagai tempat penelitian
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber : Storma SubProject D6, http://www.storma.de
3.2 Alat dan Bahan Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian dan analisis data adalah data dari satelit dan data pengukuran.
Gambar 3.2 Li-Cor Quantum sensor sebagai sensor PAR Sumber : www.licor.com
Gambar 3.3 GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat penelitian Sumber : Dokumen Pribadi
8
komputer dengan aplikasi software Adobe Photoshop, ERDAS IMAGINE 8.5, Arc View 3.3 dan Microsoft Office.
[a]
3.3 Metode penelitian Penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung yang dianalisis menggunakan data pembanding. Data hasil pengamatan langsung kemudian dibandingkan dengan data dari satelit sehingga dapat diperoleh hasil koreksi serta hubungan antara pengamatan langsung dan GIS (Lihat Gambar 3.7).
[b]
[c] Gambar 3.4 Instrumen pengukuran radiasi di bawah kanopi, yaitu Data Logger/Combilog 1020 [a]; Pyranometer Kipp & Zonen [b]; dan Pyranometer [c] Sumber : Dokumen Pribadi
Data tersebut meliputi Citra satelit Quickbird tahun 2004 area Bariri, data dari menara Bariri meliputi data Radiasi dan data PAR serta data iklim penunjang, Mini-Mobile AWS dengan beberapa perangkat pengukuran di dalamnya yaitu Sensor PAR (Li-Cor Quantum Sensor) untuk pengukuran PAR, Logger (Combilog 1020) sebagai input storage atau penyimapanan data, Digital Thermometer untuk pengukuran suhu, Sensor Radiasi (Pyranometer Kipp & Zonen) untuk pengukuran radiasi yang datang dan pantulannya, Pyranometer untuk mengukur radiasi netto kemudian GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi koordinat, kamera digital serta seperangkat
3.3.1 Sampling dan pengambilan data Data yang dikumpulkan dilapangan diperoleh berdasarkan titik sampling yang telah ditentukan. Titik sampling ini merupakan titik acuan yang dipakai sebagai nilai sebaran untuk wilayah pengamatan. Data yang diambil untuk penentuan penyerapan radiasi oleh kanopi hutan alam berupa data iklim terutama data radiasi. Data radiasi berupa data radiasi yang langsung dari atmosfer atau matahari (incident radiation) dan data radiasi yang dipantulkan baik oleh dasar hutan maupun oleh lapisan dalam kanopi hutan tersebut (reflected radiation). Data tersebut diantaranya data radiasi global di puncak kanopi, radiasi global pada titik pengamatan, PAR, pantulan radiasi global di puncak kanopi dan titik pengamatan, pantulan PAR dan data iklim pendukung seperti suhu, kelembaban dan angin. Selain data pada titik pengamatan, data pada menara bariri juga dipakai sebagai pembanding.
± 900 m
Luas sampel ± 40.000 m2
Gambar 3.5 Sketsa Formasi Titik Pengukuran
9
Keterangan : Base Camp Menara 48 m Menara utama Bariri (± 70 m) Sebaran titik pengamatan Sungai kecil Pemberian kode pada tiap titik pengamatan hanya digunakan untuk mempermudah analisis. Wilayah titik pengamatan menggunakan menara bariri sebagai pusat acuan pengamatan. 3.3.2 Penentuan Titik Sampling Sebaran data yang digunakan merupakan data yang mewakili tutupan kanopi tertentu. Terdapat 24 titik pengamatan acak yang tersebar yang dibagi menurut 3 kategori utama. Berikut merupakan kategori titik pengukuran : a. Tutupan kanopi 90 % hingga 100 % yang dibagi menjadi 2, pada altitude tinggi dan altitude yang rendah. b. Tutupan kanopi 70 % hingga 80 % c. Tutupan kanopi 50 % hingga 60 % Penentuan % tutupan kanopi dilakukan dengan cara visual yaitu menggunakan kamera digital yang dibidikkan ke atas pada titik pengamatan. Foto yang dihasilkan dari pemotretan itu kemudian dilihat secara visual dengan bantuan software seperti Adobe Photoshop untuk melihat persen tutupan kanopi. Kamera digital digunakan sebagai pengganti kamera hemiview karena adanya keterbatasan alat dan fasilitas. Tabel 3.1 Tutupan kanopi titik pengamatan Tipe tutupan kanopi Titik lokasi SE7, SW5, NW5, Tertutup, altitude NE12, SE6, SE8 tinggi NW7,SE9, SE10, Tertutup, altitude NE11, NW6, NW4 rendah NE7, NW3, SE2, Menengah NW1, NW2, SW1 NE9, SE1, SW4, SE4, Terbuka NE3, SW3 Titik lokasi pengamatan diberi kode sesuai dengan arah angin. SE adalah Southeast (Tenggara), SW adalah South-west (Barat Daya), NE adalah North-east (Timur Laut) dan NW adalah North-West (Barat Laut). Pemberian nomor setelah huruf arah mata angin menunjukkan jarak pengukuran terhadap titik acuan. Setiap angka dalam memiliki selang jarak 20 m. Misalnya, NE 12
berarti North-east 12 atau Timur Laut dengan jarak 240 m dari titik acuan menara bariri. 3.3.3 Pengolahan Awal Citra Satelit a.
Penggabungan Citra Penggabungan citra merupakan salah satu cara yang dipakai untuk perbaikan spektral (spectral enhancement). Citra satelit Quickbird terdiri dari multispektral (2,6 x 2,6 m) dan pankromatik (0,6 x 0,6 m). Kedua jenis data dari dua jenis sensor ini memiliki resolusi spasial yang berbeda. Untuk dapat digunakan sebagai citra komposit yang padu maka kedua jenis citra ini digabungkan sehingga diperoleh resolusi yang lebih baik (0,6 x 0,6 m). b.
Koreksi geometrik dan radiometrik Koreksi geometrik dilakukan untuk menjadikan citra yang semula hanya bernilai semantik dapat mempunyai arti geografis. Pemberian arti geografis ini dilakukan untuk dapat menentukan lokasi kenampakan obyek pada citra dengan tepat di bumi. Koreksi dilakukan dengan mengambil beberapa titik kontrol tanah (GCP, Ground Control Point) yang digunakan sebagai titik acuan. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan error (kesalahan nilai spektral) citra satelit yang disebabkan oleh proses penyerapan, penghamburan dan pemantulan di atmosfer selama proses akuisisi citra satelit. Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode Histogram Manually Adjustment Technique, karena metode ini termasuk sederhana dengan hanya melihat histogram setiap band secara bebas. Citra dengan resolusi tinggi seperti pada citra Quickbird, koreksi geometrik tidak harus dilakukan karena citra dengan resolusi tinggi relatif memiliki posisi geografis yang lebih baik. c.
Resampling Teknik resampling merupakan upaya untuk mengubah resolusi citra spasial dengan merata-ratakan beberapa piksel untuk menghasilkan citra satelit dengan keluaran resolusi yang diinginkan. Resampling ini dilakukan karena adanya error dari posisi koordinat GPS yang meleset. Penelitian ini menggunakan teknik resampling metode nearest neighbor dengan menghitung rataan tiap piksel citra Quickbird (0,6 x 0.6 m) sehingga diperoleh resolusi spasial 20 x 20 m untuk satu piksel.
10
3.3.4 Perhitungan NDVI Nilai NDVI (Normalized Difference Vegetative Index) diperoleh dengan menggunakan persamaan : ............................ (7) Band 4 pada satelit quickbird merupakan pita Near Infra Red (N IR) dan band 3 merupakan pita pada panjang gelombang Red. (Lihat Tabel 2.3) 3.3.5 Pendugaan LAI Berdasarkan prinsip kerja hukum BeerLambert dapat dilakukan suatu analogi bahwa pancaran yang sampai pada suatu kanopi tumbuhan yang homogen (hutan alam dianggap homogen) diserap (absorbed) dan diteruskan (transmitted). Asumsi yang digunakan pada perhitungan LAI dengan menggunakan hukum Beer-Lambert adalah bahwa tajuk hutan atau tumbuhan bersifat homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan terhadap perubahan kedalaman serta terhadap tiap asumsi kanopi tertentu. Besarnya LAI dapat diketahui dengan mengetahui besarnya radiasi di permukaan kanopi dan radiasi pada lapisan dengan ketinggian tertentu pada kanopi serta nilai dari suatu koefisien pemadaman. ............................................ (8) ln
.
........................................ (9)
............................... (10) dengan : : Radiasi yang ditransmisikan oleh I suatu kanopi : Radiasi di permukaan kanopi k : Koefisien pemadaman LAI : Leaf Area Index (Indeks Luas Daun) Nilai diasumsikan sebagai nilai radiasi yang datang ke permukaan kanopi dan nilai I diperoleh berdasarkan pengukuran radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tumbuhan. Nilai koefisien pemadaman berkisar antara 0,3 – 0,5 untuk daun vertikal serta 0,7 – 1,0 untuk daun horizontal (June 1993). Nilai LAI juga dapat diperoleh dengan menurunkan data citra Quickbird dengan menggunakan persamaan dari Twele et al. (2006) yaitu : LAI
0,1812
,
NDVI
...................... (11)
LAI = -0,392 + 11,543NDVI ................... (12) Persamaan ini kemudian digunakan untuk mencari LAI berdasarkan nilai NDVI yang diketahui.
3.3.6 fAPAR dan NDVI fAPAR atau fraksi absorpsi dari PAR merupakan bagian dari PAR yang diserap dan digunakan oleh tanaman. Perhitungan Nilai fAPAR dilakukan dengan pengukuran terhadap radiasi.
11
a a puncakk kanopi b b
±48 m
c c bawahh kanopi
d d
Gambaar 3.6 Posisi peraalatan terhadap kaanopi hutan pada saat pengukuran
Keterangan R dan Radiasi global a : penngukuran PAR padda puncak kannopi b : penngukuran panntulan dari PA AR dan Raddiasi global paada puncak kaanopi c : penngukuran PAR dan Radiaasi pada titikk pengamatann d : penngukuran panntulan dari PA AR dan Raddiasi titik penggamatan Pengukkuran terhadaap radiasi terddiri dari pengukuran radiasi geloombang panjaang dan radiasi geloombang penddek. Masing--masing pengukuran merupakan pengukuran p t terhadap titik acuan lainnya. Paada pengamaatan di puncak kannopi, pengukkuran radiasi adalah radiasi yangg datang (shhort wave daan long wave radiattion) dan radiiasi yang dipaantulkan dari bawah (short ( and lonng wave radiation). Pengukkuran photoosyntetically active radiation (P PAR) dilakukkan dengan prosedur p sebagai berrikut, PAR yang datang (PAR ( inc) diukur mengggunakan Li-Cor Quantum m sensor menghadap ke langit daan ditempatkaan pada ( menara barirri dengan ketiinggian 48 m (a). Pantulaan PAR (reeflected PAR R) oleh kanopi dann permukaann tanah/dasarr hutan (PARout) diukur mennggunakan Li-Cor wah dan Quantum seensor menghhadap ke baw ditempatkann di menaara bariri dengan ketinggian 48 4 m (b). PAR yang y ditransmiisikan melaluii kanopi (PARtransm) diukur meenggunakan Li-Cor s ditem mpatkan padda titik Quantum sensor
pengamatan kira-kira k 1,5 m diatas perm mukaan tanah menghaadap ke atas (cc). PAR yaang dipantulkkan oleh perm mukaan tanah/dasar hutan ((PARsoil) diukur menggunakann Li-Cor quantum sensor ditempatkan kira-kira 1,22 m menghad dap ke bawah (d) (V Vi a dan Gitelsson 2005). APAR = PA ARinc – PAR Rout – PARtrransm + PARsoil ........................................................ (13) atau dapat dittuliskan sebaggai : APAR = a – b – c + d ................................ (14) fAPAR f dihituung sebagai A APAR/PARinc Berdasaarkan sketsa pengukuran pada gambar 3.7 dapat diketahhui bahwa fAPAR fA R dan dapat dibenttuk dari penngukuran PAR Radiasi padaa a, b, c dann d dengan asumsi a bahwa semuaa PAR yanng dipantulkan n oleh tanah (nilai pada p d) akan diserap selurruhnya oleh kanopi. Pengukurann dilakukan pada radiasi dan PAR yang datang sertaa nilai pantulannya. Nilai fA APAR meru upakan perbandingann antara PAR R yang diserap p oleh tanaman terhhadap PAR yang datang g pada tanaman itu, dalam hal ini adalah kanopi k hutan. fA Setelah diketahui pperhitungan fAPAR d persam maan regresi ў = a + maka dapat dibuat bX atau fAPA AR = a + b ND DVI
12
Alur Penelitian
Pengukuran Unsur Iklim
Data Radiasi
Data Iklim Penunjang
Data Quickbird
Koreksi Atmosferik dan radiometrik
PAR dan rPAR
Resampling 20 x 20 m
NIR
VIS
fAPAR
Ekstraksi nilai NDVI
Pemetaan NDVI Hubungan fAPAR dan NDVI
Nilai NDVI pada titik sampling
Penyerapan Radiasi oleh Kanopi
Keterangan : Analisis data satelit Hubungan antar faktor
Gambar 3.7 Diagram Alir Penelitian
13