II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Pencemaran air terjadi bila beberapa bahan atau kondisi yang dapat menyebabkan penurunan kualitas badan air sehingga tidak memenuhi baku mutu atau tidak dapat digunakan untuk keperluan tertentu (sesuai peruntukannya, misalnya sebagai bahan baku air minum, keperluan perikanan, industri, dan lain-lain) (Sunu, 2001).
Di dalam kegiatan industri , air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Proses daur ulang air industri (Water Treatment Recycle Process) adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang berwawasan lingkungan. Apabila semua kegiatan industri memperhatikan dan melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air sebenarnya tidak perlu dikuatirkan. Namun kenyataanya masih banyak industr atau suatu pusat kegiatan kerja membuang limbahnya ke lingkungan melalui sungai sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan (Wardhana, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pengaruh Pencemaran Air Pencemaran air dapat menyebabkan pengaruh berbahaya bagi organisme, populasi komunitas dan ekosistem. Indikator utama kualitas air dalam ekosistem air permukaan adalah oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO), biological oxygen demand (BOD). Agar dapat hidup organisme memerlukan oksigen untuk proses respirasi. Kadar oksigen terlarut (DO) adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam volume air tertentu pada suatu suhu dan tekanan tertentu. Pada tekanan atmosfer normal (1atm) dan suhu 200C, kadar oksigen maksimum terlarut dalam air adalah 9 mg/L. Pada dasarnya polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu limbah degradable dan non degradable. Limbah degradable yaitu limbah yang dapat terdekomposisi atau dapat dihilangkan dengan proses biologis alamiah., sedangkan limbah non biodegradable adalah limbah yang tak dapat dihilangkan dari perairan dengan proses biologis alamiah. Indikator pencemaran air dapat diketahui dan diamati baik secara visual maupun pengujian, seperti : a. Perubahan pH atau konsentrasi ion hydrogen. b. Oksigen terlarut. c. Adanya endapan, koloid, bahan terlarut. d. Perubahan warna, bau dan rasa.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besarnya konsentrasi ion hidrogen didalam air. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai antara 6,5 – 7,5. Air limbah industri belum terolah yang dibuang langsung ke sungai akan mengubah pH air yang dapat mengganggu kehidupan organisme didalam sungai. Kondisi ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah seperti debit sungai yang kecil (Sunu, 2001). Proses penanganan bilogik konvensional tidak dapat bekerja dengan baik di laur daerah pH 6,5 – 8,5 dan sifat asam atau alkali harus dimodifikasi dengan cara tertentu seperti dengan pengenceran, netralisasi, dan pengendalian proses reaksi biologik. Air limbah yang mengandung konsentrasi asam organik yang cukup banyak sering mempunyai pH yang rendah, dan dapat diatasi secara efektif dengan menyesuaikan
laju
penghilangan
denga
laju
input
massa
dari
asam
(Laksmi, 1993).
2.2.2. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut adalah suatu faktor yang terpenting dalam setiap sistem perairan. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung. Oksigen hilang dari air oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen, adanya besi, dan kenaikan suhu.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Biological Oxygen Deman (BOD) atau Kebutuhan Oksigen Biologi adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air.
Kalau suatu badan air tercemar oleh zat-zat organic, bakteri tersebut dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bias mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Pemeriksaan BOD didasarkan reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen didalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air, dan amoniak. Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50% reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka pemeriksaan BOD dapat digunakan untuk menafsirkan beban pencemaran zat organis (Alaerts, 1987).
2.2.4. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) COD (Chemichal Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimia adalah jumlah oksigen (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam satu liter air, dimana K 2 Cr 2 O 7 digunakan sebagai sumber oksigen (Oxidating Agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis
Universitas Sumatera Utara
yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen dalam air (Alaerts, 1987).
Analisis BOD dan COD dari suatui limbah akan menghasilkan nilai-nilai yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. Perbedaan diantara kedua nilai disebabkan oleh banyak factor seperti bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia, seperti lignin, bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap oksidasi biokimia tetapi dalam uji BOD 5 hari seperti selulosa, lemak berantai panjang, atau sel-sel mikroba, dan adanya bahan toksik dalam limbah yang mengganggu uji BOD tetapi tidak dengan COD (Laksmi, 1993).
2.2.5. TSS (Total Suspended Solid)
Total suspended solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainlain.Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi.
Air buangan selain mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah yang bervariasi, juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, seperti protein. Air buangan industri makanan mengandung padatan tarsuspensi yang relatif tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Padatan terendap dan padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesa. Pengukuran langsung padatan tersuspensi (TSS) sering memakan waktu cukup lama. TSS adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam volume air tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mg/L atau ppm.
Partikel tersuspensi akan menyebarkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri (Sunu, 2001).
2.2.6. TDS (Total Dissolved Solids) Total dissolved solid atau total padatan terlarut merupakan bahan dalam air yang dapat melewati filter dengan 2.0 mikrometer atau lebih kecil ukuran rata-rata nominal pori. Suhu yang digunakan untuk mengeringkan residu sangat penting dan mempengaruhi hasil karena bobot yang hilang akibat bahan organik volatil, air , air kristalisasi, gas yang keluar akibat dekomposisi kimia sebagai bobot akibat oksidasi tergantung suhu dan waktu pemanasan. Suhu pemanasan TDS adalah 180±2 derajat celcius. Total padatan terlarut merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion (bermuatan negatif) di dalam air. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut menyediakan pengukuran kualitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak
Universitas Sumatera Utara
memberikan wawasan dalam masalah kualitas air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut digunakan sebagai uji indikator untuk menentukan kualitas umum dari air. (Oram, B.,2010). Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion, molekul atau aglomerasi dari ribuan molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan (Anonymous, 2010).
2.3. Limbah Pabrik Kelapa Sawit Salah satu limbah industri yang dapat mencemari air adalah air limbahpabrik kelapa sawit (PKS). Air limbah pabrik kelapa sawit (PKS) mengandung bahan organik yang cukup tinggi. Untuk menghasilkan satu ton minyak kelapa sawit, dihasikan dua setengah ton air limbah pabrik kelapa sawit. Air limbahtersebut berasal dari proses perebusan, klarifikasi, dan hidrosiklon. Pertambahan areal tanaman kelapa sawit mengundang pertambahan industri pengolahannya, sehingga semakin banyaknya air limbahyang dihasilkan (Naibaho, 1996). Limbah
pabrik kelapa sawit mengandung sejumlah padatan tersuspensi,
terlarut dan mengambang merupakan bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi. Bahan-bahan organik yang terkandung seperti selulosa,protein, lemak, yang dibuang ke perairan tanpa diolah lebih dahulu akan membuat endapan-endapan yang sukar terurai sehingga mempengaruhi kandungan oksigen terlarut yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan biota dalam air. (http//www.bisnis.com).
Universitas Sumatera Utara
Limbah Pabrik kelapa sawit sebelum mengalami perlakuan di unit pengolahan limbah mempunyai karakteristik sebagai berikut : Tabel 1. Karakteristik Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit (Satria, 1999) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter pH Total padatan terlarut Total padatan tersuspensi COD BOD Minyak/lemak N-NH 3 Nitrogen Total
Konsentrasi (mg/L) 4.1 46186 21170 37200 21280 3100 13 41
Selain itu minyak industri kelapa sawit mengandung kadar air 95 %, 4,5 % padatan dalam bentuk terlarut/tersuspensi dan 0,5 % minyak/lemak dalam bentuk teremulsi. (Satria,1999).
Hasil penelitian PPKS menunjukkan bahwa PKS yang cukup efisien menghasilkan 0,6-0,8 m3 air limbah/ ton TBS yang diolah. Sebagai contoh, pada kondisi yang wajar, total volume air limbah dari sebuah PKS berkapasitas olah 30 ton TBS/jam sekitar 600 m3/hari. Pada prakteknya, kebanyakan PKS di Indonesia menghasilkan 1,0-1,3 m3 air limbah per ton TBS. Bila tidak diolah, air limbah pabrik kelapa sawit setara beban pencemarannya dengan buangan dari 1000 orang/hari.
Air limbah dijumpai pada industri-industri yang menggunakan air dalam proses produksinya. Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan juga air limbah dalam jumlah banyak yang berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari
Universitas Sumatera Utara
hidrosiklon, yang mempunyai kadar bahan organik tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar (Sa’id, 1996). Proses biologis dapat mengurangi konsentrasi BOD limbah hingga 90 %. Dekomposisi anaerobik meliputi penguraian bahan organik majemuk menjadi asamasam organik dan selanjutnya diurai menjadi gas-gas dan air. Selanjutnya air limbah dialirkan ke dalam kolam pengasaman dengan waktu penangan hidrolisis selama 5 hari. Air limbah di dalam kolam ini mengalami asidifikasi yaitu terjadinya kenaikan konsentrasi asam-asammudah menguap dari 1000-5000 mg/L sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah mengalami biodegrasi dalam suasana anaerobik. Sebelum diolah di unit penanganan limbah (UPL) anaerobik, limbah dinetralkan terlebih dahulu dengan menambahkan kapur tohor sehingga mencapai pH antara 7,0-7,5. (PPKS, 2003)
Limbah pabrik kelapa sawit yang mengandung sejumlah padatan tersusupensi, terlarut dan mengambang merupakan bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi. Bahan-bahan organik seperti selulosa, protein, lemak yang dibuang tanpa diolah akan membuat endapan-endapan yang sukar terurai sehingga mempengaruhi kandungan oksigen terlarut yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan biota dalam air. (http://www.bisnis.com).
Limbah yang dihasilkan oleh PKS termasuk kategori limbah berat dengan kuantitas yang sangat tinggi dan kandungan kontaminan mencapai hingga 20.000 – 60.000 mg/L untuk BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan 40.000 – 120.000 mg/L
Universitas Sumatera Utara
untuk COD (Chemical Oxygen Demand). Kadar air 95 %, padatan terlarut/ tersuspensi 4,5 %, serta sisa minyak dan lemak emulsi 0,5 – 1 %. Limbah terutama dihasilkan dari tahap perebusan, pengendapan, dekantasi, dan sentrifugasi yang dilakukan selama proses klarifikasi CPO. Kapasitas air limbah menurut pusat penelitian kelapa sawit (1992 – 1993) berkisar 1 – 1,3 m3/ton tandan buah segar atau 2 – 3 ton air limbah/ ton minyak (Hanum. F, 2009).
2.4. Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah industri kelapa sawit yang ada saat ini di Indonesia umumnya menggunakan unit pengumpul (fatpit) biasanya berupa parit yang kemudian dialirkan ke deoling ponds (kolam pengutipan minyak) untuk diambil minyaknya serta diturunkan suhunya, setelah itu dialirkan ke kolam anaerobik atau aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai perombakan BOD dan menetralisir keasaman airan limbah. Adapun sistem kolam limbah yang umum dilakukan adalah sebagai berikut: a. Tangki Bak Netralisir (Neutralizing Tank) b. Menara Pendingin (Cooling Tower) c. Kolam pembiakan (Seeding Pond) d. Kolam Anaerobik e. Kolam Aerasi f. Kolam Aerobik g. Kolam Pengendapan
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dilakukan karena pengolahan limbah dengan menggunkan teknik tersebut cukup sederhana dan dianggap murah. Namun pengolahan dengan system kolam mempunyai banyak kelemahan. Permasalahan utama yang dihadapi adalah kendala teknologi dimana pengolahan limbah yang ada saat ini sulit untuk menghasilkan keluaran yang mengarah pada PKS yang bebas limbah. Selain itu sistem pengolahan konvensional tidak memiliki nilai ekonomis karena setelah diolah limbah langsung dibuang ke badan air. Pengolahan air limbah secara konvensional menghasilkan air limbahdengan BOD lebih dari 250 mg/L dan COD lebih dari 500 mg/L. Oleh karena pengolahan air limbah secara konvensional belum memenuhi standard yang ditetapkan oleh keputusan Menteri Lingkungan Hidup, maka perlu dilakukan pengolahan air limbahlebih lanjut untuk mencapai standard tersebut. Fungsi dari kombinasi sinar ultraviolet (UV) dengan suatu oksidator seperti Ozon, H 2 O 2 , maupun katalis adalah untuk menghasilkan hydroxyl radical (·OH), dimana merupakan sebuah radikal bebas yang memiliki potensial yang sangat tinggi (2,8 V), sehingga OH ini sangat mudah bereaksi dengan senyawa lain disekitarnya (Hutagalung dkk, 2010). Beberapa peneliti sebelumnya telah memanfaatkan sistem AOP ini untuk pengolahan air limbahdari industri. Sistem AOP dengan menggunakan kombinasi sinar UV/TiO 2 dapat mendegradasi senyawa-senyawa organik melalui reaksinya dengan hidroksi radikal dan peroksida yang dihasilkan. Reaksinya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
TiO2 + hv
ecb
ecb
+ O2
O2-
h+
+ H2O
H+
+
h+
+ HO
(Crittenden dkk, 2005). Sinar UV juga dapat dikombinasikan dengan H 2 O 2 , dimana selama proses radiasi UV ini akan memutuskan ikatan O-O dalam H 2 O 2 dan menghasilkan hidroksi radikal, dengan reaksi sebagai berikut: H2O2
+
hv
2HO
H2O2
+ HO
HO2
+ H2O
HO
+ H2O + O2
H2O2 + HO2
(Buxton dkk, 1988). Kombinasi sinar UV dengan katalis ion besi dan H 2 O 2 (Fenton’s reagent : UV/H 2 O 2 /Fe2+) juga dapat digunakan untuk pengolahan air limbah. Fe2+
+
H2O2
Fe3+ + OH2- + HO
(Moraes dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara